You are on page 1of 19

MAKALAH

“KULTUR JARINGAN”

Disusun Oleh:
Nama : Widya Lampe
NIM : 514 17 011 189
Kelas : Konversi F
Dosen :

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah tentang “Kultur Jaringan pada Tumbuhan” ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan
khususnya bagi saya untuk menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai kultur jaringan pada tumbuhan. Saya juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya tugas untuk menggantikan mid yang telah
disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

Makassar, Juli 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i

Kata Pengantar ................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1


1.2. Tujuan ....................................................................................................... 2
1.3. Manfaat .................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Kultur Jaringan ....................................................................... 3


3.2. Bagaimana Sejarah Kultur Jaringan ......................................................... 4
3.2. Manfaat dan Masaah Kultur Jaringan ...................................................... 4
3.2. Tipe-Tipe Kultur Jaringan ........................................................................ 8
3.2. Cara Kerja Kultur Jaringan ...................................................................... 9
3.2. Jenis-Jenis Media Kultur Jaringan ........................................................... 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kultur Jaringan merupakan suatu teknik perbanyakan tanaman


dengan menggunakan bagian tanaman yang berupa sel, jaringan atau
organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Praktek kultur jaringan
tanaman bermula dari pembuktian sifat totipotensi (total genetic potential)
sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan
informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. Teori ini
dikembangkan oleh Schwann dan Schleiden pada tahun 1838 dan baru
dapat dibuktikan pada pertengahan sampai akhir tahun 1930-an (Yusnita,
2003). Setiap sel tanaman atau bagian kecil tanaman dapat tumbuh dan
berkembang menjadi individu tanaman baru yang lengkap.

Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu


sesuai kebutuhan karena faktor perbanyakannya yang tinggi. Bibit dari
varietas unggul yang jumlahnya sangat sedikit dapat segera
dikembangkan melalui kultur jaringan. Pada tanaman perbanyakan
melalui kultur jaringan, bila berhasil dapat lebih menguntungkan karena
sifatnya akan sama dengan induknya (seragam) dan dalam waktu yang
singkat bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dan bebas penyakit.

Proses pelaksanaan kultur jaringan yang dapat dikatakan proses


terakhir yaitu penanaman eksplan. Syarat pertama kultur jaringan juga
masih digunakan pada pelaksanaan ini yaitu kondisi yang aseptic. Pada
proses penanaman eksplan, lingkungan yang digunakan haruslah benar-
benar dalam kondisi yang aseptic. Oleh karenanya penanaman biasanya
dilakukan di Enkas, sebuah kotak dengan tepi yang transparan dan
terdapat lubang untuk tangan, atau dengan menggunakan LAF (Laminar
Air Flow).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Kutur Jaringan?
2. Bagaimana Sejarah Kultur Jaringan?
3. Apa manfaat dan masalah pada Kultur Jaringan?
4. Apa saja Tipe-Tipe Kultur Jaringan?
5. Bagaimana Cara Kerja Kultur Jaringan?
6. Apa saja jenis-jenis media pada Kultur jaringan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Kultur Jaringan.
2. Untuk mengetahui Sejarah Kultur Jaringan
3. Untuk mengetahui Manfaat dan Masalah Pada Kultur Jaringan.
4. Untuk mengetahui tipe-tipe pada Kultur Jaringan.
5. Untuk mengetahui Cara Kerja Kultur Jaringan.
6. Untuk mengetahui jenis-jenis media pada kultur jaringan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kultur Jaringan

Kultur jaringan bila diartikan ke dalam Bahasa Jerman disebut


Gewebe Kultur, dalam Bahasa Inggris disebut Tissue Culture, dalam
Bahasa Belanda disebut weefsel kweek atau weefsel cultuur. Kultur
jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi
bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang
serba steril, dalam botolkultur yang sterildan dalam kondisi yang aseptic,
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Usaha memperoleh suatu
individu baru dari satu sel atau jaringan dikenal sebagai kultur sel atau
kultur jaringan..
Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing
disebut tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah
sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi,
kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi
tanaman kecil yang memiliki sifat seperti induknya. Metode kultur jaringan
dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya
untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif.
Kultur jaringan termasuk jenis perkembangbiakan vegetatif yang
prinsip dasarnya sama dengan menyetek. Bagian tanaman yang akan
dikultur (eksplan) dapat diambil dari akar, pucuk, bunga, meristem, serbuk
sari.
B. Bagaimana Sejarah Kultur Jaringan

Prinsip dasar kultur jaringan berpegangan pada teori sel dari Schwan
dan Schleiden pada tahun 1834. Teori sel atau yang lebih dikenal dengan
teori totipotensi menyatakan bahwa setiap sel tanaman hidup mempunyai
informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk dapat
tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh jika kondisinya sesuai.
Sel-sel tersebut merupakan kesatuan biologis terkecil yang mempunyai
kemampuan untuk mengadakan berbagai aktivitas hidup, seperti:
metabolisme, reproduksi, pertumbuhan dan beregenerasi.

Orang pertama yang membuktikan teori totipotensi sel adalah


Haberlant pada tahun 1902. Penelitian ini didasari oleh teori sel dan
pemikiran bahwa setiap sel tumbuhan di dalam medium dan lingkungan
yang cocok pada hakekatnya mampu mengadakan regenerasi
membentuk organ yang sama atau membentuk organisme serupa.

C. Manfaat dan Masalah pada Kultur Jaringan

Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan


tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat,
yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan
induknya. Dari teknik kultur jaringan tanaman ini diharapkan juga
memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul. Secara lebih rinci dan
jelas berikut ini akan dibahas secara khusus kegunaan dari kultur jaringan
terhadap berbagai ilmu pengetahuan. Manfaat atau keuntungan yang
dapat diperoleh jika melakukan teknik kultur jaringan adalah sebagai
berikut:
1. Bibit (hasil) yang didapat berjumlah banyak dan dalam waktu yang
singkat
2. Sifat identik dengan induk
3. Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
4. Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu
tanaman dewasa.
5. Perbanyakan cepat dari klon. Kecepatan multiplikasi sebanyak 5
akan memberikan 2 juta plantlet dalam 9 generasi yang
memerlukan waktu 9 – 12 bulan.
6. Keseragaman genetik. Karena kultur jaringan merupakan
perbanyakan vegetatif, rekombinasi karakter genetik acak yang
umum terjadi pada perbanyakan seksual melalui biji, dapat
dihindari. Karenanya, anakan yang dihasilkan bersifat identik. Akan
tetapi, mutasi dapat terjadi pada kultur jaringan pada saat sel
bermultiplikasi, terutama pada kondisi hormon dan hara yang tinggi.
Mutasi genetik pada masa multiplikasi vegetatif ini disebut “variasi
somaklonal”.
7. Kondisi aseptik. Proses kultur jaringan memerlukan kondisi aseptik,
sehingga pemeliharaan kultur tanaman dalam kondisi aseptik
memberi bahan tanaman yang bebas patogen.
8. Seleksi tanaman, adalah memungkinkan untuk memiliki tanaman
dalam jumlah besar pada wadah kultur yang relatif kecil. Seperti
telah disebutkan sebelumnya, variasi genetik mungkin terjadi. Juga,
adalah memungkinkan untuk memberi perlakuan kultur untuk
meningkatkan kecepatan mutasi. Perlakuan dengan bahan kimia
(bahan mutasi, hormon) atau fisik (radiasi) dapat digunakan.
9. Stok mikro, memelihara stok tanaman dalam jumlah besar mudah
dilakukan pada kultur in vitro. Stok induk biasanya dipelihara in
vitro, dan stek mikro diambil untuk diakarkan di kultur pengakaran
atau dengan perbanyakan biasa.
10. Lingkungan terkontrol
11. Konservasi genetik. Kultur jaringan dapat digunakan untuk
menyelamatkan spesies tanaman yang terancam (rare and
endangered species). Metode dengan pemeliharaan minimal,
penyimpanan jangka panjang telah dikembangkan.
12. Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan
hibrida dari spesies yang tidak kompatibel melalui kultur embrio
atau kultur ovule.
13. Tanaman haploid dapat diperoleh melaui kultur anther.
14. Produksi tanaman sepanjang tahun.
15. Perbanyakan vegetatif untuk spesies yang sulit diperbanyak secara
normal dapat dilakukan melalui kultur jaringan

Masalah Dalam Kultur Jaringan


Adapun masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu :
1. Kontaminasi, kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum
terjadi dalam kegiatan kultur jaringan. Munculnya gangguan ini bila
dipahami secara mendasar adalah merupakan sesuatu yang
sangat wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang diperkaya.
Penomena kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut
dapat dilihat dari jenis kontaminasinya (bakteri, jamur,virus, dll).
2. Vitrifikasi, vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur yang
ditandai dengan: Munculnya pertumbuhan yang tidak
normal.
Tanaman yang dihasikan pendek- pendek atau kerdil
Pertumbuhan batang cenderung ke arah penambahan
diameter.
Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade.
3. Praperlakuan. Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari
penanaman eksplan saja atau pertumbuhan dan perkembangannya
dalam botol saja, tetapi juga sangat bisa dipengaruhi oleh
persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan
muncul bila kegiatan prapelakuan tidak dilakukan. Prapelakuan
dilakukan umumnya untuk tujuan-tujuan tertentu, secara umum
adalah rangka menghilangkan hambatan. Hambatan dapat berupa
hambatan kemikalis, fisik, biologis. Hambatan berupa bahan kimia
penanganannya harus dimulai dari pengenalan senyawa aktif,
potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif pengelolaannya.
4. Lingkungan Mikro, masalah lingkungan incubator juga tidak
bisa diabaiakan karena ini juga sering menjadi masalah. Suhu
ruangan incubator sangat menentukan optimasi eksplan
pertumbuhan suhu yang terlalu rendah atau tinggi dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan.

D. Tipe-Tipe kultur Jaringan

1. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan


biji atau seedling.
2. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan
tanamnya menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar,
tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku
batang, akar dll.
3. Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan
jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai
bahan eksplannya.
4. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang
menggunakan media cair dengan pengocokan yang terus menerus
menggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregat sel sebagai
bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus
atau jaringan meristem.
5. Kultur protoplasma. eksplan yang digunakan adalah sel yang telah
dilepas bagian dinding selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas
diletakkan pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan
membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk
keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi 2 protoplas baik
intraspesifik maupun interspesifik).
6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif
tanaman, yakni: kepalasari/ anther (kultur anther/kultur mikrospora),
tepungsari/ pollen (kutur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat
dihasilkan tanaman haploid.

E. Cara Kerja Kultur Jaringan

a. Pembuatan Media
Merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman
yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari
garam mineral, vitamin, dan hormon. Media yang sudah jadi ditempatkan
pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga
harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf pada
suhu 121º C selama 45 menit.

b. Sterilisasi eksplant Inisiasi kultur (Culture Estabilishment)


Sterilisasi eksplan merupakan bagian yang paling sulit dalam proses
produksi bibit melalui kultur jaringan. Sterilisasi biasanya dilakukan
dalam beberapa tahap. Pertama, eksplan dicuci dengan deterjen atau
bahan pencuci lain, selanjutnya direndamdalam bahan-bahan sterilan
baik yang bersifat sistemik atau desinfektan. Bahan-bahan yang biasa
digunakan untuk sterilisasi antara lain clorox, kaporit atau sublimat.

c. Penumbuhan eksplant dalam media cocok.


Setelah disterilkan eksplan ditumbuhkan dalam media kultur. Media yang
banyak digunakan sampai saat ini adalah media MS. Untuk mengarahkan
biakan pada organogenesis yang diinginkan, ke dalam media
ditambahkan zat pengatur tumbuh.

d. Multipliksi atau perbanyakan planlet


Proses penggandaan tanaman dimana tanaman dipotong-potong pada
bagian
tertentu menjadi ukuran yang lebih kecil kemudian ditanam kembali ke
media agar yang telah disiapkan. Proses ini dilakukan secar berulang
setiap tanggal waktu tertentu. Pada setiap siklusnya tanaman dipotong
dan menghasilkan perbanyakan dengan tingkat RM (Rate Of
Multiplication) tertentu yang berbeda-beda untuk setiap tanaman.

e. Pemanjangan tunas, induksi dan perkembangan akar.


Merupakan proses induksi (perangsangan) bagi sistem perakaran
tanaman. Hasil dari proses ini adalah tanaman dari kondisi sempurnah.
Tahapan ini tidak berlaku untuk semua jenis tanaman. Pengakaran adalah
fase dimana planlet akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang
mana biasanya hanya berupa penambahan zat pemacu pertumbuhan dari
golongan auxin. Dalam fase ini biasanya tunas ditanam dalam media yang
mengandung zat pengatur tumbuh (IAA, IBA atau NAA). Perakaran
umumnya dilakukan pada tahap akhir dalam suatu periode perbanyakan
kultur jaringan, yaitu apabila jumlah tunas in vitro sudah tersedia sesuai
dengan jumlah bibit yang akan diproduksi.

f. Aklimatisasi planlet ke lingkungan luar


Aklimatisasi adalah proses penyesuaian planlet dari kondisi mikro dalam
botol (heterotrof) ke kondisi lingkungan luar (autotrof). Planlet yang
dipelihara dalam keadaan steril dalam lingkungan (suhu dan kelembaban)
optimal, sangat rentan terhadap lingkungan luar (lapang). Planlet yang
tumbuh dalam kultur di laboratorium memiliki karakteristik daun yang
berbeda dengan planlet yang tumbuh di lapang. Daun dari planlet pada
umumnya memiliki stomata yang lebih terbuka, jumlah stomata tiap satuan
luas lebih banyak, dan sering tidak memiliki lapisan lilin pada
permukaannya. Dengan demikian, planlet sangat rentan terhadap
kelembaban rendah. Mengingat sifat-sifat tersebut, sebelum ditanam di
lapang, planlet memerlukan aklimatisasi. Aklimatisasi dapat dilakukan di
rumah kaca atau pesemaian, baik di rumah kaca atau pesemaian.
Dalam aklimatisasi, lingkungan tumbuh (terutama kelembaban)
berangsur-angsur disesuaikan dengan kondisi lapang. Pemindahan
dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan
sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan
serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan
terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu
beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup
dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama
dengan pemeliharaan bibit generatif.

F. Jenis-jenis media Kultur Jaringan

Media Knudson dan media Vacin and Went

Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Knudson pada


tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM
NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek.
Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.

Knudson C digunakan untuk kultur pada biji anggrek dan kultur meristem.
Media Knudson dan media Vacin and Went, media ini dikembangkan
khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat
tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari
Nitrat. Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM
NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan
pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk
perkembangan protocorm.

(Bastomi,2011)

Murashige-Skoog (MS)

Murashige and Skoogbasic medium digunakan untuk menumbuhkan kalus


tembakautapi sering digunakan untuk kultur jaringan yang lain.

Murashige and Skoogbasic high salt medium Untuk mengoptimalkan


pertumbuhan kalus tembakau.

Media Murashige & Skoog (media MS) merupakan perbaikan komposisi


media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung
pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS
mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk
NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat
pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan
19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20
mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsemtrasinya
dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat
untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum
digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling
banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah
penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-media lain
berdasarkan media MS tersebut, antara lain media:
1. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi
unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang
seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm,
tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba,
kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur
jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam
Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam
penelitian kultur anther.

(Hendaryono,1994)

Knop’s solution

Digunakan untuk pertumbuhan embrio. Media Knop dapat juga digunakan


untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan
pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam
kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine,
thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts, 1983).

(Bastomi,2011)

Media White

Untuk kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa


unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang
dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media
untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan
normal yang dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang
digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih
rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.
Media White dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur
jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang
dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh
kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga
matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang
dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan
Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari
pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.

(Bastomi,2011
Media Nitsch & Nitsch

Menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk


mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Media Nitsch &
Nitsch, menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk
mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan
ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan
jaringan yang menurun. Mereka mengambil kesimpulan, bahwa NH4+
sangat menunjang pertumbuhan kalus tembakau (Miller et al, (1956 dalam
Gunawan 1988).

(Bastomi,2011)

Media Gamborg B5 (media B5)

pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi


nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk
selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi,
serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh
bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-
kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini
menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang
lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang
diberikan setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara
0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).

(Bastomi,2011)

Media Schenk & Hildebrant (media SH)

merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman
monokotil dan dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi ion-ion dalam
komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media
Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3
yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan
dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 %
dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30%
sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena
zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda.
Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman
legume.

(Bastomi,2011)

Media WPM (Woody Plant Medium)

dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media
dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media
diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain,
tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat
ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias
berperawakan perdu dan pohon-pohon.

Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar dan
media perlakuan. Resep media dasar adalah resep kombinasi zat yang
mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin.
Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam media dasar.
Penamaan resep media dasar pada umumnya diambil dari nama
penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama kali dalam kultur
khusus dan memperoleh suatu hasil yang penting artinya.

(Colemann,2003)
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kultur jaringan merupakan salah satu jenis pembiakan dengan cara
vegetatif. Pada dasarnya adalah pembudidayaan suatu jaringan tanaman
menjadi tanaman baru untuk mendapatkan sifat yang sama dengan
induknya. Tujuan pokok penerapan perbanyakan dengan teknik kultur
jaringan adalah produksi tanaman dalam jumlah besar pada waktu
singkat, terutama untuk varietas-varietas unggul yang baru dihasilkan.

Proses genetik tersebut dapat ditunjukkan baik pada sel tumbuhan


maupun sel hewan melalui kultur in vitro. Kultur in vitro adalah penanaman
sel atau jaringan pada suatu medium buatan. Potongan jaringan atau
organ (eksplan) secara aseptik diinkubasi dalam suatu medium padat atau
cair hingga mengalami proliferasi membentuk kalus sampai dengan
tanaman kecil (plantlet). Kemampuan sel tumbuhan untuk tumbuh menjadi
individu baru jika diletakkan pada lingkungan yang sesuai dinamakan
totipotensi.

Faktor eksplan yang perlu diperhatikan adalah genotipe/varietas, umur


eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman
yang dapat digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang muda,
daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio,
dll. Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila
menggunakan jaringan meristem.

Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik


kultur jaringan adalah:

1. Pembuatan media

2. Inisiasi

3. Sterilisasi

4. Multiplikasi

5. Pengakaran

6. Aklimatisasi
DAFTAR PUSTAKA

Bastomi. 2011. Jenis-jenis Media Kultur Jaringan Untuk Berbagai Perbanyakan.


(Online) http://bastomi-huda.blogspot.com/2011/03/jenis-jenis-media-
kultur-jaringan-untuk.html.diakses 2 November 2012

Coleman, J. O. D., Evans, D.E., and Kearns, A. 2003. Plant Cell Culture. New
York: BIOS Scientific Publishers.

Edi, Syahmi. 2014. Pengantar Bioteknologi. Medan: FMIPA UNIMED


Harahap, Fauziah. 2014. Kultur Jaringan. Medan: FMIPA UNIMED
Hapsoro, Drs. Biologi. Surakarta: Aspirasi.

Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994. Teknik kultur jaringan. Kanisius.


Yogyakarta. pp.139.

Pratiwi, D.A., dkk. 2007. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Yusnita. 2005. Kultur jaringan cara memperbanyak tanaman secara efisien. PT.
Agromedia Pustaka. Jakarta. pp.103.

You might also like