You are on page 1of 12

PRASASTI RAJA SRI MAHARAJA SRI BHATARA MAHAGURU

DHARMMOTUNGGA WARMMADEWA DI DESA TUMBU,


KECAMATAN KARANGASEM, KABUPATEN KARANGASEM, BALI
Inscription of King Sri Bhatara Mahaguru Dharmmotungga Warmmadewa in Tumbu
Village, Karangasem District, Karangasem Regency, Bali

I Nyoman Sunarya
Balai Arkeologi Denpasar
Jl. Raya Sesetan No. 80, Denpasar 80223
Email: sunaryainyoman@gmail.com

Naskah diterima: 15-01-2014; direvisi: 10-03-2013; disetujui: 27-03-2014

Abstract
Tumbu Inscription was made of copper, written in Old Javanese letter and language. This
inscription has not been published yet completely. The aims of this study are to know the time
when the inscription was issued, the official who issued it, and its content. The data were collected
by library research, observation, and interview. It was analyzed qualitatively. Tumbu Inscription
consists of five plates of copper which was issued in 14th century by the government leader to
solve the problem that happened at that time.
Keywords: inscription, conflict, boundary, autonomy, bureaucracy.

Abstrak
Prasasti Tumbu terbuat dari tembaga ditulis menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno.
Prasasti ini belum pernah dipublikasikan secara lengkap. Tujuannya untuk mengetahui waktu
penetapan prasasti, pejabat yang menetapkan dan isi prasasti. Pengumpulan data dilakukan
melalui studi pustaka, observasi, dan wawancara serta dianalisis secara kualitatif. Prasasti Tumbu
terdiri atas lima lempeng tembaga yang dikeluarkan pada abad ke-14 oleh pucuk pemerintahan
untuk menyelesaikan permasalahan sosial yang terjadi pada saat itu.
Kata Kunci: prasasti, konflik, batas, otonomi, birokrasi.

PENDAHULUAN ditransliterasi ke dalam huruf latin dan Bahasa


Potensi tinggalan arkeologi di Kabupaten Indonesia. Prasasti Tumbu sudah pernah dibaca
Karangasem antara lain berupa tinggalan oleh R.Goris, hasilnya dipublikasikan berupa
megalitik di Desa Tenganan, prasasti di beberapa penjelasan singkat dalam Bahasa Belanda.
desa seperti Desa Nongan, Ababi, Selumbung, Penelitian ini penting dilakukan karena
Ujung, Selat, dan Tumbu. Prasasti Tumbu masyarakat pemilik atau penyungsung prasasti
merupakan prasasti kuno yang terbuat dari sangat berkeinginan untuk mengetahui identitas
lempengan tembaga yang sangat dikeramatkan dari prasasti yang mereka simpan.
oleh masyarakat. Untuk menjaga kesucian dan Prasasti Tumbu merupakan kelompok
keamanannya prasasti ini disimpan di Pura prasasti yang terdiri atas lima lempeng
Puseh. Pada saat diadakannya upacara piodalan tembaga dengan kondisi yang cukup terawat.
di Pura Puseh dilaksanakan pula upacara Empat lempeng berisi tulisan yang ditatah
persembahan khusus terhadap prasasti. Sampai dan satu lempeng tanpa tulisan. Lempeng satu
saat ini masyarakat Desa Tumbu merasa ditatah hanya satu sisi, lempeng dua sampai
kurang puas karena prasasti yang mereka empat pada kedua sisinya. Empat lempeng
sakralkan tidak diketahui isinya karena belum yang ditatah merupakan satu kelompok

Prasasti Raja Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmmotungga Warmmadewa di Desa Tumbu, 33
Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem, Bali I Nyoman Sunarya
prasasti yang lengkap. Walaupun kondisi Kecuali itu teori mampu memberi pemahaman
prasasti ini cukup terawat, namun agak sulit terhadap gejala-gejala baru yang akan terjadi,
dibaca karena beberapa bagian tulisan sudah dan mengisi lowongan-lowongan dalam
berkarat. Oleh karena itu terlebih dahulu pengetahuan tentang gejala yang telah dan akan
dilakukan pembersihan secara manual dengan terjadi (Kartodirdjo, 1982: 1-4).
menggosokan jeruk nipis untuk menghilangkan Dalam upaya untuk mengungkap
karatnya, selanjutnya dibersihkan dengan air tentang prasasti yang dikeluarkan oleh raja
agar jeruk nipis tidak tersisa, dan dikeringkan Sri Bhatara Mahaguru Dharmmotungga
(gambar 1). Langkah selanjutnya dibubuhi Warmadewa yang tersimpan di Desa Tumbu,
bedak agar aksaranya dapat dilihat dengan jelas Karangasem digunakan teori semiotik yang,
dan mudah dibaca. Adapun permasalahannya menekankan pada pemahaman makna teks.
berkenaan dengan kapan prasasti itu dibuat, Pembaca sebagai pemberi makna memulainya
siapa yang menetapkan, dan apa isinya. dengan menemukan arti atau meaning teks
prasasti berdasarkan fungsi bahasa sebagai
alat komunikasi sehari-hari. Dengan kata lain,
pembaca melakukan pembacaan heuristik, yakni
pembacaan berdasarkan kompetensi linguistik.
Pada tataran baca semacam itu, pembaca
melakukan pembacaan secara hermeneutik,
yakni pembacaan berdasarkan kompetensi
makna teks. Pembacaan hermeneutik dilakukan
secara struktural, bergerak secara bolak-balik
Gambar 1. Proses pembersihan prasasti. dari bagian ke keseluruhan dan kembali lagi ke
(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Denpasar) bagian dan seterusnya berdasarkan unsur-unsur
ketidakgramatikalan atau ungramaticalities itu
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk dan yang sekaligus menjadi pusat makna satu
mengetahui waktu pembuatan, tokoh yang prasasti. Dalam konteks ini, prasasti di Pura
mengamanatkan, dan isi prasasti. Selain itu Puseh Desa Pakaraman Tumbu, Karangasem
untuk menambah wawasan mengenai prasasti, dipandang sebagai satuan mimetik dan satuan
dan sumber historiografi tradisional lainnya, semantik. Karena itu, satuan-satuan teks prasasti
dalam rangka menggali referensi yang nantinya tersebut dipandang mengandung arti dan makna
dapat dimanfaatkan sebagai sumber penulisan (Suarka, 2003: 59). Untuk membahas isi prasasti
sejarah, sesuai dengan kandungan isi dari terkait dengan birokrasi digunakan pemikiran
prasasti tersebut. Secara teoretis bermanfaat Gramsci yang menguraikan bahwa pemimpin
untuk menambah khazanah keilmuan, dalam suatu kegiatan politik berusaha meraih
perbendaharaan prasasti di Bali, sehingga ketaatan dengan cara kekerasan dan persuasif
dapat dipakai sebagai referensi oleh warga dan yang berbasiskan persetujuan (Patricia, 2003:
instansi terkait dalam berbagai keperluan. 179; Simon, 2004: 21-22).
Pada intinya teori merupakan alat
terpenting dalam kegiatan ilmiah. Teori METODE
bukan saja diperlukan dalam menyimpulkan Secara geografis wilayah Desa Tumbu
generalisasi-generalisasi yang dapat diambil berada pada koordinat 8°26’44.09” Lintang
berdasarkan fakta-fakta hasil peng­ amatan, Selatan dan 115°37’28.43” Bujur Timur pada
tetapi juga memberi juga kerangka orientasi ketinggian 89 meter dari permukaan air laut
untuk mengklasifikasi dan meng­analisis fakta- (gambar 2).
fakta yang dikumpulkan dalam penelitian.

34 Forum Arkeologi Volume 27, Nomor 1, April 2014 (33 - 44)


serta tanaman ladang lainnya. Untuk lahan yang
landai dan cukup air dikembangkan tanaman
padi dan palawija sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Penelitian ini dilaksanakan oleh
Balai­Arkeologi Denpasar pada Bulan Juli
2013, di Pura Puseh Desa, Desa Pakraman
Tumbu, Kecamatan Karangasem, Kabupaten
Karangasem. Pada saat pembacaan prasasti
hadir pula para pejabat desa, tokoh masyarakat
Gambar 2. Peta lokasi serta beberapa mahasiswa Universitas Udayana
Pura Puseh Tumbu-Karangasem.
(Sumber: google earth) yang sedang melakukan Kuliah Kerja Nyata.
Pengumpulan data dilakukan melalui
studi pustaka, dengan mengadakan kajian
Desa Tumbu terletak di Kabupaten
terhadap pustaka yang berkaitan dengan obyek
Karangasem dengan jarak tempuh kurang
yang diteliti. Selanjutnya diadakan observasi
lebih 70 km dari Kota Denpasar. Dari Ibukota
atau pengamatan langsung ke lapangan untuk
Karangasem Desa Tumbu berjarak 3 km ke arah
mengadakan pencatatan tentang kondisi
selatan. Kawasan hunian di desa ini berada pada
prasasti dan identitasnya, dilanjutkan dengan
bentangan lahan perbukitan dengan kemiringan
membuat alih aksara dan melakukan pemotretan
yang cukup tinggi, namun di beberapa bagian
(gambar 3). Selain metode tersebut dilakukan
terdapat lembah yang cukup landai sebagai
wawancara dengan tokoh masyarakat setempat
lahan untuk mengembangkan usaha pertanian.
berkenaan dengan asal-usul prasasti. Proses
Masalah air di wilayah ini kiranya cukup
pengumpulan data menggunakan beberapa
mudah diperoleh sehingga komoditas pertanian
instrumen penelitian seperti alat-alat pencatat,
yang dikembangkan cukup subur. Oleh karena
kamera, GPS, meteran, dan lainnya.
kesuburannya, daerah ini sejak dahulu dijadikan
pilihan bagi masyarakat untuk tempat menetap.
Keberadaan air menyebabkan kawasan
ini menjadi subur, sehingga mudah diolah
untuk pembudidayaan segala jenis tanaman
dalam upaya mereka untuk mempertahankan
hidupnya. Permukiman yang ada saat ini
sesungguhnya merupakan kelanjutan dari
permukiman sebelumnya, yang mana petunjuk
ke arah itu ditampilkan oleh tinggalan yang ada.
Sebagian besar mata pencaharian penduduk di
desa ini adalah bertani, sebagian kecil di bidang
lainnya. Pertanian yang dikembangkan dapat
dibedakan menjadi dua yaitu pertanian lahan
kering dan pertanian lahan basah. Pertanian Gambar 3. Proses observasi dan
lahan kering dikembangkan pada lahan yang pengamatan langsung ke lapangan.
kemiringannya cukup tinggi yang biasanya (Sumber: Dokumen Balai Arkoelogi Denpasar)
berupa perbukitan dan biasanya mengandalkan
air hujan. Tanaman yang diusahakan berupa Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu suatu
aneka buah-buahan, kacang-kacangan, sayuran strategi penelitian yang menghasilkan data atau

Prasasti Raja Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmmotungga Warmmadewa di Desa Tumbu, 35
Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem, Bali I Nyoman Sunarya
keterangan yang memberikan perhatian utama
pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat
objek, yaitu sebagai studi kultural (Ratna,
2004: 48). Data dianalisis secara kualitatif,
melalui penjelasan dalam bentuk kata-kata
yang tersusun dalam teks yang diperluas. Pada
tahap ini dilakukan tiga kegiatan yaitu: reduksi
data, dilakukan dengan penyederhanaan dan
transformasi data kasar yang diambil dari catatan
penelitian; penyalinan data, dilakukan dengan
menyederhanakan informasi yang diperoleh ke
dalam bentuk yang mudah dimengerti dalam hal
ini dilakukan terjemahan dari bahasa sumber
ke bahasa sasaran yaitu Bahasa Indonesia;
menyimpulkan, menarik kesimpulan dari data
lapangan (Miles dan Huberman, 1992: 15-19).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Istilah prasasti berasal dari bahasa Gambar 4. Prasasti Tumbu, Karangasem.
Sanskerta, prasasti yakni, pra (adverbium): (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Denpasar)
mendekati dan sas (ti) berarti pernyataan,
pengetahuan perintah, yang ditujukan kepada lempeng tembaga yang memang tidak tertatah
orang lain (Suarbhawa, 2000: 136). Prasasti yang kemungkinan merupakan lempengan sisa.
sebagai pertulisan resmi, tertulis di atas batu, Pada masing-masing sisi ditatahkan enam baris,
logam, dan lontar, dirumuskan menurut kaidah- kondisi sangat utuh, dengan bahan tembaga
kaidah tertentu, berisikan anugerah dan hak yang cukup tebal dan lazim dipergunakan pada
yang dikaruniakan dengan beberapa upacara masa itu. Ukuran prasasti yaitu panjang 33,2
(Bakker,1973: 10; Boechari, 1977: 1-2; cm, lebar 8,6 cm, dan tebal 0,2 cm. Berikut alih
Atmojo, 1980: 269). Berdasarkan definisi ini aksara Prasasti Tumbu:
Prasasti Tumbu tergolong prasasti yang ditulis 1b.
di atas logam atau tambra prasasti (gambar 1. ing śaka 1247, caitramasā, tithi trayodasi,
4). Dari pengamatan yang dilakukan terhadap sūklapaksa, wu,u, bu wāraning prangbakat
prasasti yang tersimpan di Gedong Pesimpenan īrika diwasa paduka sri mahara
Pura Puseh Desa Pakraman Tumbu diketahui 2. ja, sri bhatara mahaguru dharmmotunggā
merupakan satu kelompok prasasti kuno yang warmādewā umajari para senapati,
diwarisi oleh leluhur masyarakat Desa Tumbu umingsor i tanda rakryan, ri pakirakiran i
(Goris,1954: 43). jro makabai
3. han,karuhun mpungkwing sewa sogata, ŗsi
Alih Aksara mahabrahmaņa, rumőnggő ri katidopayan
Prasasti ini merupakan satu kelompok nikāng karamaning tumbu hepu kapgan
prasasti lengkap yang terdiri dari halaman 1 jmur tan pahamngan,
sampai halaman 4. Prasasti ini memakai aksara 4. mĕnggah mĕkĕh tambring daya, sakweh
dan Bahasa Jawa Kuno. Halaman satu hanya ikanang karaman prapta sumembah i paduka
tertatah bagian sisi b saja sedangkan halaman śri maharaja makadi sama tuhan, apanlah
berikutnya tertatah pada kedua sisinya. Ada satu kbo yatna, bañak tā

36 Forum Arkeologi Volume 27, Nomor 1, April 2014 (33 - 44)


5. kon minda rangis, kalong paksa,
makalarapan sang ngapañji paksaraga,
sang akakasir pinĕkpinĕkan, humatur i
paduka śri maharaja, ā
6. nda titisan amŗta, ri kaparipurnanya atunggu
panatarannya, sangka ri pariksirananning
taninya kalap maring Batu Raya ala Gambar 6. Lembar 2a Prasasti Tumbu.
atucapucapan (gambar 5). (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Denpasar)

2b.
1. mandaka, gunagrahi kuminkin swasta nikang
rat angẻrtakẻn bumi bali swabhawani kadi
sira, prabhu cakrawartthi, rajadimaharaja
saika
2. raja laksmi, pinaka murttining bhuwana,
Gambar 5. Lembar 1b Prasasti Tumbu. satungkeb bali dwipa mandala, matenian
(Sumber: Dukumen Balai Arkeologi Denpasar) karamaning tumbu, inugrahan paduka sri
maharaja winaihi
2a. 3. ra, mulih mara i desanya sutantra ri
1. kabyapaka sakwehnya hana ring tumbu, kawakannya atehera ri panatarannya
dainikang wwang Batu Raya, apan pisaningun pinaryantas parimandala
kakurung taninya, daining wates Batu Raya, taninya, winates cinaturdeśa
kapanggihin panaraban karamaning batu 4. tan wineh kabyapaka ikang karamaning
2. raya, matanyan kunong purihnya ri nguni tumbu denikang wwang Batu Raya, uniweh
maring tranganan juga ya, winisesa denira sireng tranganan apanya mariwisesa,
sanging tranganan angaingetakna pujan anging karamang tumbu
sira bhaţara 5. hanyajataka juga maring tranganan deni
3. bañuka ring angken cetra asuji mwang paduka sri maharaja kinonira angewetakẻn
rinangken ma(r)gasira, amawa ulatulatan, kapujan, sira bhatara bañuka rinangkẻn
sakweh ulatulatan anguningimaha bantĕn u cetra
4. niweh tekang tahilnya, sakweh ing arik
purihnya maring tranganan juga ya, mangke
pwa ya winisesa denikang wwang Batu Raya
sakwehnya hana ring tu
5. mbu, dain kuku dain tabankarang dainngawa
maring desanya, ya ta mata(ng)nyan
tekemőngan sakweh karamaning tumbu,
umangĕnangĕn awaknya dinasihin hulunulu Gambar 7. Lembar 2b Prasasti Tumbu.
6. n, mőnggah mőkĕh tambring daya sumambah (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Denpasar)
i paduka śri maharaja, ana pwa kanitijñan,
paduka śri maharaja, rumenggő rasaning 6. asuji mwang rinangken ma(r)ghgasira
pőh manawa sanghyang ka (gambar 6). anguninga mahabantẻn, hamawa hula­
tulatan kunang hulatulatannya ring cetra,
celeng mulya ma 1 tunggal (gambar 7).

Prasasti Raja Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmmotungga Warmmadewa di Desa Tumbu, 37
Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem, Bali I Nyoman Sunarya
3a. 4. nya waitan watu salot, angidul tka ring tibu
1. bras 1 guñja laketan bang 5 guñja laketan lampar, lumaris tka ring bwah lamparan
ireng 5 guñja pisang rateng 5 harip inganya kidul burit cangar mangu
samangkana ta ring asuji, celeng mulya mā 5. lwan kta ring batu matikin lumaris tka ring
1, tunggal sawang běng, inganya kulwan langkida ,
2. bras, 10 guñja, laktan bang 5 guñja, laktan mangalor tka ring rangrung hajajar lumaris
irěng 5 guñja, pisang rateng 5 harip tka ring batu garitgi
kunong hulatulatannya ring ma(r)ghgasira, 6. t inganya lor teja maurip mangetan tka ring
katambāt pangkung matahěn, lumaris tka ring raru
3. 100 rangkěp kyurekkyurek suruh 100 hāpon, agung, samangkana baning parimandala
kyurekkyurek, kěmbar ryabuk, 100 běngkěr (gambar 9).
tok sāgěnuk
4. kyelẻs binakang bakangan, samangkana
juga kweh hulatulatan ikang karaman ing
tumbu maring tranganan, tan kna pinta
palaku denira sang ing
5. tranganan salwiraning pintaněnya tan kna
srangsisikěn, kadi purihnya ring nguni
Gambar 9. Lembar 3b Prasasti Tumbu.
dukyang lagi kawisesa, anging karamaning (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Denpasar
tumbu hangete
6. ri hulatulatannya juga ya rinangkěn cẻtra, 4a.
asuji mwang rinangkěn marghgasira tan 1. tani karaman ing tumbu, sampun
kna ya wisesaněn denira sang ing tranganan pinasaksyakěn ri sanmuka tanda rakryan, ri
uniweh (gambar 8). pakirakiran i jro makabaihan, makadi para
senapati mwang mpu
2. nkwi sewasogata, sang senapati kuturan,
hakasirkasir dalang camok, sang senapati
sarba hakasirkasir candi lngis, sang
senapati wŗsa
3. ntěn hakasirkasir jagatrang, sang senapati
balěmbunut hakasirkasir gentur, sang
Gambar 8. Lembar 3a Prasasti Tumbu.
(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Denpasar) senapati balabyaksa, haksirkasir gagak
sminingrat,
3b. 4. sang senapati danda, hakasirkasir kuda
1. ikang karamaning Batu Raya tan kna langkat langkatan, sang senapati dinganga
sidigawe ya, apan tumbu sampun cinarik haksirkasir tipas, sang senapati mañiringin
daini paduka śri maharaja śri bhatara guru, haka
pini 5. sirkasir lmbulatěng, sirẻng kasaiwan
2. sah lawan Batu Raya matangnyan karaman mpungkwing darmmanyar apasěnggahan
ing tumbu, tan kna usikusikěn, denikang paduka raja guru, mpungkwing air gajah
wwang Batu Raya, atěhěr karaman ing apasěnggahan paduka rajadyaksa
tumbu winẻh akmitan sanghyang raja 6. mpungkwing dewasthana, apasěnggahan
3. prasasti agěmagěm pakahatma raksanya ri raja manggala, mpungkwing istrina raja,
taninya paguhan ing saritěnnya hatunggu apasěnggahan sirẻng, sirẻng kasogatan
karamanya, kunong sba ning parimandalan, mpungkwing bara (gambar 10)
i taninya inga

38 Forum Arkeologi Volume 27, Nomor 1, April 2014 (33 - 44)


agung. Mendengar keluh kesah sekalian
penduduk Desa Tumbu gelisah, termenung
4. hilang akalnya karena kesusahannya, itulah
sebabnya mereka datang bersujud dihadapan
paduka Sri Maharaja, terutama yang hadir
Gambar 10. Lembar 4a Prasasti Tumbu. saat itu bernama Kbo Yatna, Ki Banyak Ta
(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Denpasar) 5. kon, Ki Minda, Rangis, Ki Kalong Paksa,
penghubung Sang Apañji Paksaraga, Sang
4b. Piněkpiněkan sekalian serempak menghadap
1. nasi, dangupadhyaya kartaja, mpungkwing Sri Maharaja, hendak
purwanagara da Ngupadhyaya karmangga 6. memohon tetesan Amerta untuk
mwang samgět manuratang ajña i hulu, mengamankan atau memperbaiki rodi
sang amawasta mantri sirah prana, sa penjaga penatarannya atau wilayah itu, yang
2. mget manuratang ajna i tngah sang disebabkan oleh kegelisahan desanya yang
amawasta mantri maddhya wadana samget kini sebagian besar diambil oleh Desa Batu
manuratang ajna i wuntat sang apanji Raya.
singaraja samget caksu ka 2a.
3. rana kilange samangkana añakseni 1. Segala yang ada di Desa Tumbu kini dikuasai
karamaning tumbu // 0 // (gambar 11). oleh orang-orang Desa Batu Raya, Desa
Tumbu dikurung dengan batas-batas Desa
Batu Raya. Karena tindak kekerasannya
itulah
2. Desa Batu Raya dapat menguasainya.
Adapun tempat peribadatan orang-
orang Desa Tumbu berada di Tranganan
(Tenganan), yang dilakukan dari sejak dulu
Gambar 11. Lembar 4b Prasasti Tumbu.
(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Denpasar)
untuk memuja bhatara
3. Banyu Wka yang upacaranya dilakukan
setiap bulan Cetra atau bulan kesembilan
Alih Bahasa dan Asuji atau bulan ketiga, dan pada bulan
Alih bahasa teks prasasti dilakukan Marghgasira mempersembahkan ulatulatan
dengan bantuan Kamus Jawa Kuno-Indonesia dan persembahan yang berwarna kuning.
yang disusun oleh L. Mardiwarsito pada tahun 4. Demikian pula termasuk besar kecilnya
1981 yang diterbitkan oleh Nusa Indah, Ende, segala jenis pajak dipersembahkan terhadap
Flores. bangunan suci di Desa Tranganan,
1b. 5. di Desa Tumbu. Semua yang ada dikuasai
1. Pada hari Rabu, Umanis, Wurukung tanggal oleh Desa Batu Raya dengan jalan
13 paro terang atau menuju purnama, Bulan merampas, menawan kemudian dibawa ke
Cetra tahun 1247 Saka, pada hari itulah desanya. Itulah sebabnya penduduk Desa
saatnya Sri Mahara Tumbu gelisah, termenung, gundah gulana
2. ja Bhatara Mahaguru Dharmmotungga hilang akalnya dan menghadap ke hadapan
Warmadewa bersabda kepada para senapati Sri Paduka Raja. Dengan memperhatikan isi
sekalian beserta tanda rakryan di dalam buku Undang-Undang Manawa Sanghyang
persidangan lengkap kerajaan Ka
3. terutama para pendeta Siwa, Buddha, dan
Ŗşi yang semuanya merupakan pendeta

Prasasti Raja Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmmotungga Warmmadewa di Desa Tumbu, 39
Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem, Bali I Nyoman Sunarya
2b. Tumbu seperti ketika masih dikuasai oleh
1. mandaka yang selalu menyelamatkan segala Desa Tranganan, tetapi Desa Tumbu
apa yang sengsara dan merana di pulau Bali 6. harus selalu ingat akan tugasnya yakni mem­
ini. Demikianlah sepatutnya beliau menjadi persembahkan persembahan ulatulatan pada
2. seorang raja dan permaisurinya yang setiap bulan Cetra, Asuji dan Marghgasira.
berkeinginan mempersatukan jagat Bali ini. Orang-orang Desa Tranganan tidak boleh
Itulah sebabnya penduduk Desa Tumbu menghakimi penduduk Desa Tumbu lebih-
3. dikembalikan ke desanya seperti sedia kala lebih
dan dibebaskan atau merdeka dari pekerjaan 3b.
rodi terhadap bangunan suci dan semacam 1. orang-orang Batu Raya, karena Desa Tumbu
itu. Dan wilayahnya harus pula dibatasi sudah dimerdekakan oleh Paduka Sri
(nyatur desa) Maharaja Sri Bhatara Mahaguru dipi
4. tidak boleh dikuasai Desa Tumbu oleh desa 2. sahkan dengan Desa Batu Raya. Itulah
lain termasuk Desa Batu Raya lebih-lebih sebabnya Desa Tumbu tidak diusak-asik
Desa Tranganan, tetapi Desa Tumbu oleh orang-orang Batu Raya. Selanjutnya
5. dibolehkan melakukan pemujaan di pura di orang-orang Desa Tumbu dianugerahi
Desa Tranganan untuk memuja Ida Bhatara 3. prasasti yang merupakan piagam keputusan
Bañuwka yang dilakukan setiap bulan Cetra raja tentang kebebasannnya, yang hendaknya
atau bulan kesembilan, dijaga seperti menjaga jiwanya sendiri di
6. Marghgasira atau bulan kelima dan bulan desanya, dan hal itu dapat menguatkan
Asuji atau bulan ketiga dengan membawa dirinya menunggui desanya, adapun batas-
sajian caru berupa ulatulatan dan banten batas desanya ditetapkan sebagai berikut
yang serba kuning warnanya. Adapun 4. batas timurnya Batu Salot, berbelok ke
persembahan caru ulatulatan saat bulan selatan tiba di Tibu Lampar, terus tiba di
Cetra setinggi-tingginya seekor babi dengan Bwah Panjara, batas selatannya di Bukit
harga 1 masaka Cangar ke barat
3a. 5. tiba di Batu Matikin, terus tiba di Sawah
1. beras 10 gunja, ketan merah 5 gunja, ketan Beng, batas baratnya Langkida ke utara
hitam 5 gunja, pisang masak 5 harip, tiba di Rangrang Hajajar, terus tiba di Batu
demikian pula pemujaan pada saat bulan Garitgi
Asuji atau bulan ketiga berupa seekor babi 6. batas utaranya Teja Hurip, ke timur tiba di
setinggi-tingginya berharga 1 masaka Pangkung Matahen, terus tiba di Raru Agung
2. beras 10 gunja, ketan merah 5 gunja, ketan demikianlah batas-batas Desa
hitam 5 gunja, pisang masak 5 harip, 4a.
adapun persembahan ulatulatan pada saat 1. Tumbu serta telah disaksikan dihadapan
bulan Marghasira atau bulan kelima berupa para tanda rakryan di dalam persidangan
katambat lengkap istana, terutama para senapati dan
3. 100 rangkep, kyur-kyuren sirih 100 hapon, para pendeta
kyur-kyuren kembar ryabuk 100 bengker 2. Siwa Buddha, Sang senapati kuturan
tuak 1 genuk, bernama Dalang Camok, Sang Senapati
4. kyales binakang bakangan. Demikianlah Sarbwa bernama Candi Lengis, Sang
banyak macam persembahan ulatulatan itu Senapati Wre
dari Desa Tumbu dipersembahkan kepada 3. santen bernama Jagatrang, Sang Senapati
bangunan suci/pura di Desa Balembunut bernama Gentur, Sang Senapati
5. Tranganan, Desa Tranganan tidak dibolehkan Bala Byaksa bernama Gagak Seminingrat
untuk memungut iuran/ongkos kepada Desa

40 Forum Arkeologi Volume 27, Nomor 1, April 2014 (33 - 44)


4. Sang Senapati Danda bernama Kuda Langkat Dalam perjalanan sejarahnya Kerajaan
Langkatan, Sang Senapati Dinganga Bali diperintah oleh beberapa raja, yang
bernama Tipas, Sang Senapati Manyiringin diketahui dari prasasti yang dikeluarkan.
bernama Sebuah prasasti biasanya dianugerahkan
5. Lembu Lateng, Para Pendeta Siwa, pendeta kepada masyarakat tertentu karena terjadi suatu
di Dharma Hanyar bernama Paduka Raja permasalahan. Masyarakat memohon prasasti
Guru, Pendeta di Air Gajah bernama Paduka kepada raja sebagai solusi atas permasalahan
Raja Dyaksa yang dihadapi. Raja sebagai pemegang
6. pendeta Dewa Sthana bernama Raja kekuasaan tertinggi, akan menetapkan hak
Manggala, Pendeta di istana raja bernama dan kewajiban masyarakat di dalam prasasti
Siwaratna, para pendeta Buddha, pendeta di yang dianugerahkan kepada pihak-pihak
Baranasi yang bermasalah. Segala sesuatu yang telah
4b. ditetapkan tidak boleh dilanggar oleh siapapun
1. bernama Dang Upadhyaya Kartaja, pendeta termasuk para pejabat. Apabila ada yang
di Purwwanagara bernama Dang Upadhyaya melanggar ketetapan, akan dikenakan kutukan
Karmmangga. Samgat juru tulis kehakiman atau sapatha yang tertera dalam prasasti.
yang kesatu bernama Sang Mantri Sirah Bertitik tolak dari prasasti yang telah
Prana, Sam diidentifikasi oleh Goris, diketahui bahwa
2. gat Juru tulis kehakiman kedua bernama Raja Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru
Sang Mantri Madya Wadana, Samgat Juru Dharmmotungga Warmadewa memerintah
Tulis kehakiman yang Ketiga bernama Sang sejak tahun 1246 sampai 1247 Saka. Pada masa
Apanji Singaraja Samgat caksu pemerintahannya, beliau mengeluarkan empat
3. karana bernama Ki Lango. Beliau itulah kelompok prasasti yaitu prasasti 803 Srokadan
yang menyaksikan penduduk Desa Tumbu B yang bertahun 1246 Saka, prasasti 804
//0// Cempaga C yang bertahun 1246 Saka, prasasti
805 Bedulu, Pura Pejaksan yang bertarikh 1246
Raja Sri Maharaja Bhatara Mahaguru Saka dan Prasasti 806 Tumbu Pura Pesimpenan
Dharmmotungga Warmadewa yang bertarikh 1247 Saka (Goris, 1954: 42-43).
Bali memasuki masa sejarahnya sejak Raja ini memerintah setelah pemerintahan Raja
ditemukannya prasasti di daerah Sukawana, Patih Kebo Parud yang namanya terbaca pada
Kintamani, Bangli. Prasasti yang berangka Prasasti Sukawana D yang bertahun 1222 Saka
tahun 804 Saka ini ditujukan kepada dan Prasasti Pengotan E yang bertahun 1218
masyarakat Cintamani berkenaan dengan Saka dan sebelum Raja Sri Walajayakrtaningrat
pembangunan bangunan suci dan pesangrahan yang memerintah pada tahun 1250 Saka (Astra,
di wilayah itu (Goris, 1954: 53-54). Prasasti ini 1997: 78-79).
merupakan tonggak sejarah bagi masyarakat Prasasti tembaga kuno yang disimpan
Bali. Sebelumnya diinformasikan bahwa di di Desa Pakraman Tumbu oleh Goris
daerah Pejeng ditemukan beberapa tulisan dikelompokkan menjadi prasasti-prasasti yang
pada tablet tanah liat dalam Bahasa Sansekerta terbit antara ekspedisi Kertanegara sampai
yang diperkirakan sejaman dengan tulisan yang dengan ekspedisi Gajah Mada ke Bali, antara
ada di Candi Kalasan, yang berasal dari abad tahun 1206 Saka sampai tahun 1265 Saka.
ke-8 (700 Saka atau 778 Masehi). Perkiraan Prasasti-prasasti ini dikelompokkan menjadi
ini didasarkan atas kesamaan tipe aksara bendel ke delapan (Goris, 1954: 42-43). Prasasti
dari mantra-mantra di kedua tempat tersebut. ini diregistrasi menjadi 806 Prasasti Tumbu
(Goris,1948: 3-4; Budiastra, 1981: 36-38). Pura Pesimpenan yang dikeluarkan pada Hari
Rabu, Umanis, Wuku Wurukung tanggal 13

Prasasti Raja Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmmotungga Warmmadewa di Desa Tumbu, 41
Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem, Bali I Nyoman Sunarya
paroterang, pada Bulan Cetra tahun 1247 Saka Batu Raya sangat mudah menguasai wilayah
oleh Paduka Sri Maharaja Bhatara Mahaguru Desa Tumbu dengan cara kekerasan. Desa
Dharmmotungga Warmadewa. Penetapan Batu Raya yang lokasinya berbatasan dengan
Prasasti Tumbu me­ rupakan tanggungjawab Desa Tumbu mengakibatkan mereka resah
seorang raja, yang secara politis memegang dan gelisah untuk menjaga bangunan sucinya.
kekuasaan tertinggi. Dalam sebuah kerajaan Selain itu mereka juga merasa terganggu oleh
seorang raja merupakan unsur terpenting dalam tindak kekerasan penduduk Desa Batu Raya
sistem pemerintahan. Dalam pandangan India yang ingin menguasai apa yang dimiliki oleh
kuno dikatakan bahwa sebuah kerajaan akan masyarakat Tumbu.
terdiri dari tujuh unsur yaitu raja, wilayah Bertitik tolak dari isi prasasti, diketahui
kerajaan, birokrasi, rakyat, perbendaharaan, bahwa kondisi keamanan Desa Tumbu kurang
angkatan bersenjata, dan negara sahabat. kondusif, yang tergambar dari kesewenang-
Ketujuh unsur ini disebut dengan istilah wenangan masyarakat Desa Batu Raya terhadap
saptangga (Boechari, 1975: 79). Desa Tumbu. Hal ini menunjukkan bahwa para
Raja dalam kapasitasnya sebagai pejabat yang berwenang, baik di tingkat desa
pemegang tampuk pimpinan tertinggi dalam maupun tingkat pusat tidak mampu mengatasi
sebuah kerajaan, selalu melindungi rakyatnya permasalahan yang ada dalam masyarakat.
dari segala permasalahan yang dihadapi. Dalam Secara politis terlibatnya raja dalam mengatasi
kaitannya dengan penetapan Prasasti Tumbu masalah diharapkan mampu menyelesaikan
raja berusaha untuk melindungi masyarakatnya konflik horisontal di masyarakat. Secara
yang merasa tidak tentram kehidupannya. eksplisit di dalam prasasti diatur berbagai
Kondisi tidak aman yang disebabkan oleh hal berkenaan dengan hak dan kewajiban
adanya intervensi oleh masyarakat Desa masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan.
Batu Raya kepada Desa Tumbu. Penetapan Mengenai tempat peribadatan masyarakat
penganugerahan prasasti kepada Desa Tumbu Desa Tumbu yang berada di Tranganan
dilakukan dalam persidangan lengkap kerajaan. atau Tenganan untuk memuja Bhatara
Persidangan dihadiri oleh para pejabat tinggi Banyuwka yang diduga identik dengan Raja
kerajaan dan perwakilan Desa Tumbu dalam Dharmodayana pelaksanaan upacaranya
upaya memberikan solusi terhadap masalah dilakukan pada bulan Cetra, bulan Asuji, dan
yang dihadapi. Jika dicermati penetapan bulan Margasira berupa kurban caru dan ulat-
prasasti oleh raja selalu berlandaskan pada ulatan dan persembahan yang berwarna kuning
Kitab Undang-Undang Manawa Sanghyang yang semuanya dipersembahkan kepada
Kamandaka yang berlaku saat itu. Nama kitab pura di Tranganan. Sebagian besar wilayah
undang-undang ini terbaca pada lempeng dua Desa Tumbu dikuasai oleh orang-orang Batu
baris enam. Ketetapan raja berupa prasasti Raya dengan merampas dan menawan yang
seolah-olah merupakan aplikasi undang-undang kemudian dibawa ke desanya. Hal ini tidak bisa
dalam upaya mencari pemecahan masalah yang diterima oleh penduduk Desa Tumbu karena
sedang dihadapi masyarakat. menimbulkan kegelisahan dan kerisauan yang
Dianugerahkannya prasasti kepada mendalam hingga kehilangan akal. Peristiwa
masyarakat Desa Tumbu, berawal dari laporan yang mereka alami akhirnya disampaikan ke
tentang keamanan dalam menjaga penatarannya, hadapan paduka Sri Maharaja yang diwakili
yang selama ini sangat gelisah karena sebagian oleh beberapa tokoh masyarakat.
besar wilayahnya diambil dan dikuasai oleh Bhatara Guru sebagai seorang raja besar
orang-orang Batu Raya. Batas-batas Desa yang melindungi semua masyarakatnya dengan
Tumbu dikurung oleh Desa Batu Raya. Kondisi memperhatikan isi kitab undang-undang, akan
geografis inilah yang menyebabkan orang-orang menyelamatkan masyarakat yang sengsara dan

42 Forum Arkeologi Volume 27, Nomor 1, April 2014 (33 - 44)


merana di wilayah kekuasaannya. Turunlah KESIMPULAN
perintah beliau untuk mengembalikan Desa Prasasti Tumbu ditetapkan pada hari
Tumbu seperti sediakala dan diberi status Rabu, Umanis, Wurukung tanggal 13 paro
swatantra atau otonom. Wilayah Desa Tumbu terang, bulan Cetra tahun 1247 Saka atau 1325
juga dibatasi secara jelas dan desa lain dilarang Masehi oleh Paduka Sri Maharaja Sri Bhatara
untuk menguasainya, terutama Desa Batu Raya Mahaguru Dharmmotungga Warmadewa.
dan Tranganan. Isinya menetapkan status Desa Tumbu sebagai
Penetapan prasasti yang dikaruniakan desa swatantra dan dibebaskan dari beberapa
kepada Desa Tumbu dilakukan melalui proses kewajiban. Ditetapkan pula batas-batas wilayah
persidangan yang dihadiri oleh raja dan para desanya, agar warga Desa Tumbu tidak diganggu
pejabat keagamaan serta pejabat lainnya oleh masyarakat desa lainnya, khususnya
termasuk utusan dari masyarakat Desa Tumbu. warga Desa Batu Raya dan Tranganan. Proses
Utusan tersebut merupakan tokoh-tokoh penetapan prasasti melibatkan pejabat-pejabat
masyarakat Desa Tumbu. Proses penetapan tingkat pusat, tingkat desa, tokoh masyarakat,
seperti ini merupakan suatu peristiwa penting dan tokoh keagamaan.
berkenaan dengan pemecahan masalah yang
dihadapi oleh desa di bawah kekuasaan DAFTAR PUSTAKA
raja. Begitu pentingnya peristiwa ini raja Atmojo, Soekarto Karto. 1980. Struktur
akan memutuskan dengan seksama melalui Pemerintahan Zaman Jayasakti. Dalam
pertimbangan para tokoh agama, para pejabat Pertemuan Ilmiah Arkeologi. Di Cibulan, 21-
sehingga putusannya akan dapat diterima 25 Februari 1977. Jakarta: Pusat Penelitian
oleh semua pihak yang bertikai agar tidak Purbakala dan Peninggalan Nasional. 269-
menimbulkan masalah baru. Kadang-kadang 290.
raja melakukan pengecekan kebenaran laporan Astra, I Gede Semadi. 1997. Birokrasi Pemerintahan
masyarakat berkenaan dengan masalah yang Bali Kuno pada abad XII- XI Sebuah Kajian
dihadapi. Setelah datanya valid, selanjutnya Epigrafis. Disertasi. Yogyakarta: Universitas
dilakukan penetapan. Gadjah Mada.
Unsur-unsur birokrasi pada Prasasti Bakker, S.J.M.W. 1972. Ilmu Prasasti Indonesia,
Tumbu, tampaknya masih mempertahankan serie risalah pengantar Pengajaran dan
sistem birokrasi yang dianut oleh Raja Patih Pelajaran Sejarah. Yogyakarta: Jurusan
Kbo Parud, yang memerintah kerajaan Bali Sejarah IKIP Sanata Dharma.
Kuno sebelumnya. Hal ini terbaca dari prasasti Boechari, M. 1975. Epigraphy and Indonesian
Sukawana D pada tahun 1222 Saka dianugrahkan Historiography. dalam Sudjatmoko (ed), An
kepada Desa Sukawana (Wirtawan, 2013: 4-5). Introduction to Indonesia Historiography.
Adapun unsur-unsur birokrasi yang tampak Ithaca&London: Cornell University Press.
pada prasasti Tumbu adalah unsur birokrasi 47-73.
tingkat pusat seperti raja sebagai pimpinan ___________. 1977. Epigrafi dan Sejarah Indonesia.
tertinggi, senapati yang secara harfiah berarti dalam Majalah Arkeologi Th.I nomor 2: 1-2.
hulubalang, panglima perang, samgat yang Budiastra, Putu. 1980/1981. Stupika Tanah
secara harfiah berkonotasi seorang pejabat yang Liat. Denpasar: Proyek Pengembangan
bertugas untuk memberikan keputusan serta Permuseuman Bali.
pejabat keagamaan yang terdiri dari kelompok Goris, R. 1948. Sejarah Bali Kuno. Singaraja.
Siwa dan Budha. _______. 1954. Prasasti Bali I, N.V. Bandung:
Masa Baru.

Prasasti Raja Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmmotungga Warmmadewa di Desa Tumbu, 43
Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem, Bali I Nyoman Sunarya
Kartodirdjo, Sartono. 1982. Pemikiran dan Wirtawan, I Wayan. 2013. Unsur Birokrasi
Perkembangan Historiografi Indonesia: Kemasyarakatan Desa Sukawana Pada
Suatu Alternatif. Jakarta: PT Gramedia. Masa Bali Kuno: Kajian Berdasarkan Data
Miles, Matthew dan A Michael Huberman. 1992. Prasasti Sukawana D. Skripsi. Jurusan
Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. Arkeologi, Fakultas Sastra. Denpasar:
Mardiwarsito, L. 1981. Kamus Jawa Kuno- Universitas Udayana.
Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah. Patricia, Nezar dan Andi Arief. 2003. Antonio
Ratna, I Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode Gramsci Negara dan Hegemoni. Yogyakarta:
dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pustaka Pelajar. Simon, Roger. 2004. Gagasan-gagasan Politik
Suarbhawa, I Gusti Made. 2000. Teknik Analisis Gramsci. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Prasasti. Forum Arkeologi.
Suarka, I Nyoman. 2003. Kajian Naskah Lontar
Tutur Kumaratattwa. Denpasar: Dinas
Kebudayaan Provinsi Bali.

44 Forum Arkeologi Volume 27, Nomor 1, April 2014 (33 - 44)

You might also like