You are on page 1of 6

ANALISA KASUS

Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang pasien anak laki-laki berusia


10 tahun yang dibawa oleh kakak pasien ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banca Aceh dan
didiagnosa dengan pitiriasis rosea. Penelitian menunjukkan prevelansi tertinggi
untuk pityriasis rosea adalah umur 10 hingga 35 tahun. Pityriasis rosea jarang
terjadi pada anak usia di bawah 10 tahun.3

Pitiriasis rosea ialah adalah penyakit akut, self-limiting, kemungkinan


bersifat infeksius, yang umumnya mengenai anak-anak dan dewasa muda dan
memiliki karakteristik erupsi kulit yang khas dan gejala konstitusional minimal.4
Pityriasis rosea memiliki beberapa ciri khas, diantaranya yaitu adanya kemiripan
dengan ruam yang diakibatkan oleh infeksi viral, kekambuhan yang jarang yang
mengindikasikan imunitas permanen setelah terkena sekali, kejadian yang
berhubungan dengan cuaca, kejadian berkelompok dalam satu komunitas dan
adanya gejala mirip flu pada penderita.1

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada Regio thorakalis anterior tampak


plak hipopigmentasi dan eritema ditutupi skuama halus dengan batas tegas, tepi
reguler, ukuran numular, distribusi generalisata. Menurut teori, lesi pertama yang
muncul adalah lesi tunggal pada kulit di bagian tubuh, yang disebut sebagai
herald patch. Lesi ini memiliki batas tegas, dengan diameter 2-4 cm, berbentuk
bulat atau oval, warna mirip daging ikan salmon atau bersifat kemerahan.
Kemudian lesi diikuti oleh beberapa lesi yang lebih kecil yang muncul setelah
beberapa hari atau beberapa minggu. Pruritus berat terjadi pada 25% pasien
pityriasis rosea, ringan sampai sedang pada 50% pasien dan tidak ada keluhan
pruritus pada 25% pasien. Pada beberapa pasien akan ditemukan gejala mirip flu,
diantaranya malaise, sakit kepala hilangnya nafsu makan, demam dan nyeri
sendi.1
Etiologi pitiriasis rosea tidak diketahui secara pasti, akan tetapi beberapa
literatur mengemukakan pendapat bahwa infeksi virus sebagai penyebabnya.
Penelitian yanag dilakukan akhir-akhir ini menunjukkan peranan Human Herpes
Virus (HHV) 6 dan HHV 7 pada pitiriasis rosea.5 Berdasarkan hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini, etiologinya masih belum
diketahui secara pasti. Pasien juga tidak mengalami gejala prodromal yang
biasanya muncul pada infeksi virus bersamaan dengan munculnya ruam
kemerahan di kulit. Gejala prodromal yang muncul bisa berupa gangguan pada
saluran pencernaan, demam, malaise, artralgia ataupun nyeri kepala.6

Telah dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini berupa


pemeriksaan menggunakan lampu wood dan KOH namun hasilnya negatif.
Pemeriksaan menggunakan lampu wood merupakan pemeriksaan menggunakan
lampu merkuri tekanan tinggi yang menghasilkan sinar UV 360 nm. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk mendeteksi infeksi jamur dan bakteri pada kulit bagian
superfisial. Pada tinea kapitis akan timbul fluoresens berwarna kuning kehijauan
sedangkan pada pitiriasis versicolor timbul fluoresens berwarna kuning keemasan.
Pemeriksaan KOH bertujuan untuk melihat elemen jamur seperti hifa bersepta,
pseudohifa, spora dan blastospora. Pada dermatofitosis akan tampak elemen jamur
kulit berupa hifa panjang, sedangkan pada pitiriasis versicolor akan tampak
elemen jamur berupa sekelompok spora, blastospora dan hifa pendek.7

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,


pasien ini didiagnosa dengan Pitiriasis rosea. Pitiriasis rosea merupakan erupsi
kulit akut yang dapat sembuh sendiri (self-limiting desease) dalam waktu 3-8
minggu. Kelainan kulit yang terjadi diawali oleh lesi primer yang khas berupa
plak eritema berbentuk oval, soliter dan terdapat skuama halus disekelilingnya
(herald patch) diikuti lesi kulit di sepanjang garis langer (garis belahan dada) dan
ekstremitas bagian proksimal. 1-2 minggu setelah lesi primer akan muncul
eksantema yang ditandai dengan lesi makula-papula berwarna kemerahan (salmon
colored) berbentuk oval tertutup skuama koleret, soliter hingga menjadi
konfluen.1,4,8

Penyakit ini ditandai dengan adanya rasa gatal pada kulit yang mengalami
lesi.1 Pada anamnesis didapatkan keluhan kulit gatal pada bagian dada dan
punggung sejak seminggu yang lalu. Pada bagian kulit yang gatal didapati adanya
bintil-bintil dengan bagian mengelupas. Gatal diawali pada bagian wajah,
kemudian menyebar ke badan dan punggung. Keluhan gatal biasa terjadi saat
siang hari dan saat berkeringat. Gatal diakui memberat setelah pasien mandi di
laut dan berkurang setelah menggunakan bedak salisil. Pasien sering menggaruk
bagian kulit yang gatal, sehingga tampak bekas garukan di beberapa bagian tubuh
pasien. Awal munculnya keluhan dirasakan secara tiba-tiba, tanpa adanya pemicu
yang jelas.

Secara teori keluhan yang sering didapatkan pada pasien dengan pitiriasis
rosea yaitu munculnya lesi-lesi kecil kulit dalam stadium yang berbeda. Lesi ini
nantinya akan hilang secara spontan setelah 3-8 minggu. Lesi-lesi ini ,muncul
biasanya pada batang tubuh dengan sumbu panjang yang sejajar pelipatan kulit.
Terlihat seperti pohon natal terbalik. Tempat predileksinya yaitu bagian thoraks
anterior, thoraks posterior, abdomen, ekstremitas superior dan axilla. Keluhan lain
yang mungkin muncul yaitu sensasi gatal ringan-sedang, gatal akan lebih
dirasakan saat kulit dalam keadaan basah atau berkeringat.1,4,8

Tatalaksana pada pasien ini yaitu diberikan Cetirizin tablet sebagai


antihistamin untuk mengobati rasa gatal pada pasien, Pirotop cream (Mupirocin)
merupakan antibiotik topikal dan Thyamphenicol 2% ditambah Mometason cream
sebagai kortikosteroid topikal. Teori mengatakan bahwa banyak kasus pitiriasis
rosea tidak membutuhkan tatalaksana, hanya berupa tatalaksana nonfarmakologi
yaitu edukasi secara langsung kepada pasien bahwa penyakit ini dapat sembuh
dengan sendirinya, tidak meninggalkan bekas sama sekali dan tidak memberikan
efek pada orang disekitar pasien.1,4

Tatalaksana farmakologi dibutuhkan pada kasus dengan lesi yang banyak


dan sudah menimbulkan gejala, termasuk penggunaan emolion, kortikosteroid
topikal dan antihistamin. Penggunaan obat antibiotik golongan makrolida seperti
eritromisin dan azitromisin baru-baru ini studi menunjukkan bahwa tidak efektif
dalam pengelolaan pitiriasis rosea. Karena konsep etiopatogenesis saat ini
menyiratkan peran HHV-7 dan HHV-6, antivirus seperti asiklovir telah digunakan
dan memberikan respon yang baik.1
Berikut Tabel diagnosa banding dari Pityriasis Roosea
No Diagnosis Alasan Definisi Deskripsi Lesi Gambar
DIagnosa

1 Tinea Tampak lesi Tinea merupakan Tampak plak


Corporis eritematous dermatofitosis pada kulit eritematous
disertai dengan tubuh yang tidak berskuama, tepi
skuama halus berambut yang aktif dan terdapat
batas tegas, tepi disebabkan oleh jamur, central healing,
ireguler, jumlah kelainan kulit ini dengan batas
multiple, ukuran biasanya berupa lesi tegas, tepi
gutata sampai bulat atau lonjong, batas irreguler, jumlah
numular, tegas, terdiri atas multipel, bentuk
distribusi eritema, skuama dan polisiklik, ukuran
regional. Lesi kadang-kadang terdapat numular sampai
dirasakan gatal. vesikel dan papul ditepi, plakat distribusi
daerah tengah tampak regional. pada
lebih tenang, tepi dijumpai
papul eritematous
dan vesikel.

2 Numular Tampak lesi Dermatitis numular Tampak


Eczema berupa merupakan suatu gambaran lesi
eritematous peadangan dengan lesi berupa makula
dengan batas yang menetap, dengan dan pacth
tegas tepi keluhan gatal, yang eritematous,
irreguler, ditandai dengan lesi papulavesikel dan
jumlah multipel berbentuk uang logam, plak eritematous
dengan ukuran batas tegas. Lesi awal dengan batas
milier sampai berupa papul disertai tegas tepi
numular, pada vesikel yang mudah irreguler, jumlah
tepi lesi terdapat pecah. multipel ukuran
papul dan milier sampai
vesikel, dan numular, sususan
terdapat rasa diskret, distribusi
gatal. generalisata

3 Guttate Gambaran lesi Guttate psoriasis Tampak lesi


Psoriasis berupa eritema merupakan salah satu berupa makula
pada kulit bentuk dari psoriasis eritematous dan
dengan jumlah yang mulai timbul sejak papul batas tegas
multipel dan waktu anak-anak atau tepi irreguler
distribusi remaja. Penyakit ini jumlah multipel,
universal, biasa timbul secara tiba-tiba ukuran milier
terdapat pada dan memiliki berbagai sampai gutata
usia anak-anak penyebab seperti infeksi dengan distribusi
dan remaja. saluran napas atas, generalisata
infeksi streptococcal,
bentuk psoriasis ini
dapat hilang dengan
sendirinya.
4 Pityriasis Tampak lesi Pityriasis lichenoides Tampak adanya
lichenoides eritematous chronica adalah lesi papul
chronica dengan tepi kelainan kulit yang eritematous batas
terdapat belum diketahui tegas , jumlah
papulvesikel penyebabnya, gejala multipel, ukuran
dengan batas tegas berupa papul dan milier sampai
jumlah multipel. plak yang hilang dan gutata susunan
timbul secara diskret distribusi
spontan, biasa regional
muncul pada daerah
bokong, tangan, kaki
muka. Lesi awal
berupa papul
eritematous .

5 Sifilis Tampak papul dan Sifilis adalah Tampak papul


Sekunder plak eritematous penyakit menular dan plak
batas tegas tepi seksual yang eritematous yang
irreguler, ukuran disebabkan berbatas tegas tepi
gutata sampai treponema pallidum, irreguler jumlah
numular, sifilis sekunder multipel disertai
distribusi merupakan tahap erosi diatasnya
generalisata lanjutan dari sifilis skuama tebal
primer yang terjadi berlapis yang
dengan karakteristik berwarna
berupa ruam pada keputihan pada
jaringan cutaneous, permukaan lesi,
mukosa, kelenjar ukuran gutata
limfe, kondilominata sampai numular
generalisata, distribusi
limfadenopati dan generalisata
kadang disertai
malaise
DAFTAR PUSTAKA

1. Grant-Kels, J.M Bernstein, M.L Rothe.Exfoliative Dermatitis. Fitzpatrick


Dermatology 8th Ed. USA: McGraw-Hill.2013. Page: 361-365

2. Permenkes. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Primer. Jakarta:2014. Hal: 392-394

3. VanRavenstein K, Edlund BJ. Diagnosis and management of pityriasis


rosea. Wolters Kluwer Health, Inc. 2017. Page: 8
4. Tony Burns and StephenBreathnach. Rook's textbook of Dermatology 8 th
edition volume 2. UK: Wiley-Blackwell; 2010.
5. Drago F, Broccolo F, Ciccarese G, Rebora A, Parodi A. Persistent
pityriasis rosea: an unusual form of pityriasis rosea with persistent active
HHV-6 and HHV-7 infection. Dermatology. 2015;230:23–26.

6. Mahajan K, Relhan V, Relhan AK, Garg VK. Pityriasis Rosea: An Update


on Etiopathogenesis and Management of Difficult Aspects. Indian Journal
Dermatology. 2016;61:375-384

7. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7, Cetakan I. 2015.
Badan Penerbit FK UI.

8. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews’ Diseases of The Skin
Clinical Dermatology. 8th Edition. 2011;968:212-213

You might also like