Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia merupakan keadaan peradang parenkim paru-paru atau infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru. Pneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, mycoplasma pneumonia, jamur, aspirasi,
pneumonia hypostatic, dan sindrom weffer.1
Orang yang lemah, keracunan alkohol atau obat atau dalam keadaan tidak sadar karena pengaruh obat
bius atau karena kondisi kesehatannya, memiliki resiko untuk menderita pneumonia aspirasi. Bahkan
orang normal yang menghirup sejumlah besar bahan makanan yang dimuntahkannya, bisa menderita
pneumonia aspirasi. Infeksi ini umum menyerang saluran pernafasan bagian bawah dengan gejala febris.
Walaupun sangat jarang faringitis dapat berkembang menjadi bronkhitis dan berlanjut menjadi
pneumonia.1
Perjalanan penyakit pneumonia berlangsung secara graduil berupa sakit kepala, malaise, batuk biasanya
paroxysmal, sakit tenggorokan, kadang-kadang sakit didada kemungkinan pleuritis. Pada awalnya
sputum sedikit lama-lama bertambah banyak. Foto toraks memberikan gambaran adanya infiltrat pada
paru-paru. Infiltrat berbentuk bintik-bintik menyebar kesannya lebih berat dibandingkan dengan gejala
klinis. Pada kasus yang berat, pneumonia menyebar dari satu lobus ke lobus lainnya dan dapat juga
bilateral. Sepertiga dari kasus menunjukkan adanya lekositosis pada minggu pertama. Lama sakit
berlangsung dari beberapa hari sampai satu bulan lebih. Infeksi sekunder oleh bakteri lain dan
komplikasi lain dapat terjadi.1
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak
kepada obat yang akan di berikan. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri, yang
jenisnya berbeda antar Negara, antara suatu daerah dengan daerah yang lain pada suatu Negara,
maupun bakteri yang berasal dari lingkungan rumah sakit ataupun dari lingkungan luar. Karena itu perlu
diketahui dengan baik pola kuman di suatu tempat.
I. 2 Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini merupakan salah satu tugas yang harus dipenuhi di Bagian Pulmonologi
Fakultas Kedokteran Unsyiah. Referat merupakan kumpulan dari berbagai referensi yang sudah teruji
dan diakui oleh berbagai pihak yang berkompeten. Penulisan ini juga secara tidak langsung melatih
untuk menulis secara ilmiah dan berkopetensi secara ilmiah dalam penulisan. Semoga penulisan ini
bermanfaat bagi berbagai pihak untuk diaplikasikan dalam pratek medis sehari-hari yang berguna untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat yang lebih baik.
BAB II
TINJAUAN PERPUSTAKAAN
Menurut Price SA, Wilson LM, anatomi pernafasan agar udara bisa mencapai paru-paru adalah hidung,
laring, trakhea, bronkhus dan bronkhiolus. Fungsi masing-masing bagian ini sebagai berikut: Fungsi
hidung Terdapat bentukan-bentukan yang berfungsi untuk: Bulu-bulu hidung berguna untuk menyaring
udara yang baru masuk, debu dengan diameter > 5 mikron akan tertangkap. Selaput lendir hidung
berguna untuk menangkap debu dengan diameter lebih besar, kemudian melekat pada dinding rongga
hidung. Anyaman vena (Flexus venosus) berguna untuk menyamakan kondisi udara yang akan masuk
paru dengan kondisi udara yang ada di dalam paru. Konka (tonjolan dari tulang rawan hidung) untuk
memperluas permukaan, agar proses penyaringan, pelembaban berjalan dalam suatu bidang yang luas,
sehingga proses diatas menjadi lebih efisien. 2
Pharing Terdapat persimpangan antara saluran napas dan saluran pencernaan. Bila menelan makanan
glotis dan epiglotis menutup saluran napas, untuk mencegah terjadinya aspirasi. Pada pemasangan
endotrakeal tube glotis tidak dapat menutup sempurna, sehingga mudah terjadi aspirasi. Laring
Terdapat pita suara / flika vokalis, bisa menutup dan membuka saluran napas, serta melebar dan
menyempit. Gunanya: Membantu dalam proses mengejan, membuka dan menutup saluran napas
secara intermitten pada waktu batuk. Pada waktu mau batuk flika vokalis menutup, saat batuk
membuka, sehingga benda asing keluar. Secara reflektoris menutup saluran napas pada saat menghirup
udara yang tidak dikehendaki (untuk proses bicara).2
Trakea Dikelilingi tulang rawan berbentuk tapal kuda (otot polos dan bergaris) sehingga bisa
mengembang dan menyempit. Trakea bercabang menjadi 2 bronkus utama. Bronkus Merupakan
percabangan trakea, terdiri dari bronkus kanan dan kiri. Antara percabangan ini terdapat karina yang
memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.
Bronkus kiri dan kanan tak simetris. Yang kanan lebih pendek, lebih lebar dan arahnya hampir vertikal.
Yang kiri lebih panjang dan lebih sempit dengan sudut lebih tajam. Bronkus ini kemudian bercabang
menjadi bronkus lobaris, bronkus segmentasi, bronkus terminalis, asinus yang terdiri dari bronkus
respiratorius yang terkadang mengandung alveoli, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis.2
Paru Terdiri dari paru kanan dan kiri yang kanan terdiri dari 3 lobus, kiri 2 lobus. Dibungkus oleh selaput
yang disebut pleura viseralis sebelah dalam dan pleura parietalis sebelah luar yang menempel pada
rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat cavum interpleura yang berisi cairan. Di dalam saluran
napas selain terdapat lendir, juga bulu-bulu getar / silia yang berguna untuk menggerakkan lendir dan
kotoran ke atas.1,2
Fisiologi Pernapasan Menurut Guyton. Ae, respirasi meliputi 2 bidang yakni respirasi eksterna dan
respirasi interna. Respirasi eksterna adalah pengangkutan oksigen dari atmosfer sampai ke jaringan
tubuh dan pengangkutan karbon dioksida dari jaringan sampai ke atmosfer. Sementara bagaimana
oksigen digunakan oleh jaringan dan bagaimana karbon dioksida dibebaskan oleh jaringan disebut
respirasi internal. Proses respirasi merupakan proses yang dapat dibagi menjadi 5 tahap yaitu :
1) Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer
dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar
karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu otot
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis
eksternus mengangkat iga-iga. Toraks membesar ke tiga arah : anteroposterior, lateral dan vertikal.
Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura, dari sekitar -4 mm Hg (relatif
terhadap tekanan atmosfer) menjadi sekitar -8 mm Hg bila paru-paru mengembang pada waktu
inspirasi. Tekanan saluran udara menurun sampai sekitar -2 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer)
dari 0 mm Hg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer
menyebabkan udara mengalir ke dalam paru-paru sampai tekanan saluran udara pada akhir inspirasi
sama lagi dengan tekanan atmosfer. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif
akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru atau saat ekspirasi dinding dada turun dan lengkung
diafragma naik ke atas menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara
dan atmosfer menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai tekanan saluran
udara dan tekanan atmosfer menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi. 2, 3
2) Difusi
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus-
kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 m). Kekuatan pendorongm untuk pemindahan ini adalah
selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus
maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekitar 103 mm Hg. Penurunan tekanan
parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruang sepi
anatomik saluran udara dan dengan uap air. Ruang sepi anatomik ini dalam keadaan normal mempunyai
volume sekitar 1 ml udara per pound berat badan. Hanya udara bersih yang mencapai alveolus yang
merupakan ventilasi efektif, tekanan parsial oksigen dalam darah vena campuran (PVO2) di kapiler paru
kira-kira sebesar 40 mm Hg. Karena tekanan parsial oksigen dalam kapiler lebih rendah daripada
tekanan dalam alveolus (PAO2 = 103 mm Hg), maka oksigen dapat dengan mudah berdifusi ke dalam
aliran darah. Perbedaan tekanan CO2 antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah (6 mm Hg)
menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam alveolus. Karbon dioksida ini kemudian dikeluarkan ke
atmosfer, dimana konsentrasinya pada hakekatnya nol kendatipun selisih CO2 antara darah dan alveolus
amat kecil. 2, 3
Pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata
dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan perkataan lain, ventilasi
dan perfusi dari unit pulmonar harus sesuai. Nilai rata-rata rasio antara ventilasi terhadap perfusi (V/Q)
adalah 0,8. Angka ini didapatkan dari rasio rata-rata laju ventilasi alveolar normal (4 L/menit). Ketidak-
seimbangan antara proses ventilasi-perfusi terjadi pada kebanyakan penyakit pernapasan. Tiga unit
pernapasan abnormal secara teoritis menggambarkan unit ruang sepi yang mempunyai ventilasi normal,
tetapi tanpa perfusi, sehingga ventilasi terbuang percuma (V/Q = tidak terhingga). Unit pernapasan
abnormal yang kedua merupakan uniit pirau, dimana tidak ada ventilasi tetapi perfusi normal, sehingga
perfusi terbuang sia-sia (V/Q = 0). Unit yang terakhir merupakan unit diam, dimana tidak ada ventilasi
dan perfusi.2, 3
Oksigen dapat diangkut dari paru-paru ke jaringan-jaringan melalui dua jalan: secara fisik larut dalam
plasma atau secara kimia berikatan dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin (HbO2). Ikatan kimia
oksigen dengan hemoglobin ini bersifat reversibel. Dalam keadaan normal jumlah O2 yang larut secara
fisik sangat kecil karena daya larut oksigen dalam plasma yang rendah. Hanya sekitar 1% dari jumlah
oksigen total yang diangkut. Cara transpor seperti ini tidak memadai untuk mempertahankan hidup.
Sebagian besar oksigen diangkut oleh hemoglobin yang terdapat dalam sel-sel darah merah. Dalam
keadaan tertentu (misalnya : keracunan karbon monoksida atau hemolisis masif dimana terjadi
insufisiensi hemoglobin) maka oksigen yang cukup untuk mempertahankan hidup dapat ditranspor
dalam bentuk larutan fisik dengan memberikan oksigen dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan
atmosfer (ruang oksigen hiperbarik). Satu gram hemoglobin dapat mengikat 1,34 ml oksigen. Pada
tingkat jaringan oksigen akan berdisosiasi dari hemoglobin dan berdifusi ke dalam plasma. Dari plasma
oksigen berdifusi ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan.
Meskipun kebutuhan jaringan bervariasi, namun sekitar 75% dari hemoglobin masih berikatan dengan
oksigen pada waktu hemoglobin kembali ke paru-paru dalam bentuk darah vena campuran. Jadi
sesungguhnya hanya sekitar 25% oksigen dalam darah arteria yang digunakan untuk keperluan jaringan.
2,3
5) Pengendalian pernapasan
Pernapasan dikendalikan oleh suatu kelompok neuron yang terletak bilateral di dalam substansia
retikularis medula oblongata dan pons. Dibagi menjadi 3 daerah utama yaitu :
(1) Kelompok neuron medula oblongata dorsalis, yang merupakan area inspirasi. Letak neuronnya
sangat dekat dan berhubungan rapat dengan traktus solitarius yang merupakan ujung sensorik nervus
vagus dan gloso varingeus. Sebaliknya masing-masing saraf ini menghantarkan isyarat-isyarat sensorik
dari kemo reseptor perifer, dengan cara ini membantu ventilasi paru.2,3
(2) Kelompok neuron medula oblongata ventralis, yang merupakan area ekspirasi. Merupakan kelompok
neuron respirasi ventralis yang bila terangsang merangsang otot-otot ekspirasi. Area ekspirasi selama
pernapasan tenang dan normal bersifat pasif. Bila dorongan ekspirasi menjadi jauh lebih besar dari
normal maka isyarat-isyarat tertumpah ke area ekspirasi dari mekanisme osilasi dasar area inspirasi,
meningkatkan tenaga kontraktil yang kuat ke proses ventilasi paru.2, 3
(3) Area di dalam pons yang membantu kecepatan pernapasan yang disebut area pneumotaksis. Pusat
pneumotaksis menghantarkan isyarat penghambat ke area inspirasi, yang mempunyai efek membatasi
isyarat inspirasi. Efek sekundernya terjadi bila pembatasan inspirasi memperpendek masa pernapasan,
maka siklus pernapasan berikut akan terjadi lebih dini. Jadi isyarat pneumotaksis yang kuat dapat
meningkatkan kecepatan pernapasan 30-40 x per menit. Sementara yang lemah hanya beberapa kali per
menit.2,3
II. 2 Definisi
Pneumonia aspirasi adalah radang parenkim dan saluran pernafasan yang terjadi karena masuknya
benda asing, padat maupun cair, yang ukuran dan takarannya berlebihan serta tidak steril. Radang paru-
paru yang berlangsung akut ditandai dengan perasaan tidak enak, batuk, dispnoe, dan demam yang
tinggi. Pada pneumonia macam ini terlihat pembusukan jaringan pulmoner. Pneumonia ini juga dapat
disebabkan oleh kuman-kuman yang mempunyai daya putrefaksi (daya melarutkan jaringan mati).4
Kuman-kuman ini mempunyai asal bronchogen atau hematogen. Nekrosa primer paru-paru biasanya
disebabkan aspirasi bahan-bahan asing, misalnya obat-obatan, bahan anastesi, makanan atau nanah.
Juga dapat disebabkan oleh penetrasi benda asing, berasal dari lambung-lambung besar. Masuknya
cairan ke dalam paru-paru tidak selalu mengakibatkan perubahan patologis jaringan paru-paru. Kadang,
secara sengaja cairan tertentu dimasukkan ke dalam saluran pernafasan. Zat cair dan obat yang sengaja
dimasukkan ke dalam batang tenggorok untuk tujuan pemeriksaan dan pengobatan selain steril juga
harus bersifat Perubahan-perubahan terkemuka ialah pneumonia fibrinosa atau catarhalis.4
Perubahan putrefaksi ditemukan di daerah hepatisasi. Pembusukan ini terlihat sebagai noduli kecil
hingga sebesar kacang yang mempunyai pusat gangrene. Akan tetapi perubahan ini dapat meluas hingga
menjadi lobuler, atau lober dan biasanya berbau. Hawa dapat menembus paru-paru dan menyebabkan
pneumothorax atau kadang-kadang emfisema subkutan di bagian leher dan bahu, malah sampai ekor.
Biasanya pneumoni ini menyebabkan kematian.4
Secara mikroskopik terlihat bronchitis dan bronchiolitis suppurativa pada permulaan pneumoni. Radang
meluas ke dalam parenkim disekitar bronchi dan bronchioli dan menyebabkan terjadinya sarang-sarang
multiple yang sama sifatnya. Sarang-sarang ini berdifusi menjadi lebih besar. Pada sapi sering ditemukan
edema inter - lobiler dan emfisema.4
II. 3 Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di negara
berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab kematian utama pada balita. Hasil
penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan mendapatkan pneumonia penyebab kejadian dan
kematian tertinggi pada balita. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain
virus dan bakteri. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya dan beratnya
pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GE, aspirasi, dll. 5
Pneumonia sering terjadi pada anak usia 2 bulan – 5 tahun, pada usia dibawah 2 bulan pneumonia berat
ditandai dengan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali/menit juga disertai penarikan kuat pada dinding
dada sebelah bawah kedalam. Pada usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, frekuensi pernafasan
sebanyak 50 kali/menit dan pada usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun frekuensi pernafasan
sebanyak 40 kali/menit.Pneumonia berat ditandai dengan adanya gejala seperti anak tidak bisa minum
atau menetek, selalu memuntahkan semuanya, kejang,dan terdapat tarikan dinding dada kedalam dan
suara nafas bunyi krekels (suara nafas tambahan pada paru) saat inspirasi.
Kasus terbanyak terjadi pada anak dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak pada bayi yang berusia
kurang dari 2 bulan. Apabila anak diklasifikasikan menderita pneumonia berat di puskesmas atau balai
pengobatan, maka anak perlu segera dirujuk setelah diberi dosis pertama antibiotik yang sesuai.
II. 4 Etiologi
Sebagian besar penyebab pneumonia adalah mikroorganisme (virus, bakteri) dan sebagian kecil oleh
penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan,
minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran pernapasan (aspirasi). 6
Berbagai penyebab Pneumonia tersebut dikelompokkan berdasarkan golongan umur, berat ringannya
penyakit dan penyulit yang menyertainya (komplikasi). Mikroorganisme tersering sebagai penyebab
Pneumonia adalah virus, terutama Respiratory Syncial Virus (RSV) yang mencapai 40%. Sedangkan
golongan bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae
type b (Hib). 6
Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet), kemudian terjadi penyebaran
mikroorganisme dari saluran napas bagian atas ke jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil karena
penyebaran melalui aliran darah.4
Benda asing yang masuk ke dalam saluran pernafasan mungkin berasal dari makanan, bahan yang
dimuntahkan, obat-obatan, cairan larutan , cairan radang atau abses didalam rongga mulut dan
sekitarnya, air susu, dan sebagainya. 5, 6
Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko terkena pneumonia, antara lain: Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA), usia lanjut,
alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan, Jenis kelamin laki-laki , Gizi kurang,
Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat ASI memadai, Polusi udara, Kepadatan tempat tinggal,
Imunisasi yang tidak memadai, Membedong bayi, efisiensi vitamin A dan penyakit kronik menahun.
Selain faktor-faktor resiko diatas, faktor-faktor di bawah ini juga mempengaruhi resiko dari pneumonia :
Individu yang mengidap HIV
Partikel kecil dari mulut sering masuk ke dalam saluran pernafasan, tetapi biasanya sebelum masuk ke
dalam paru-paru, akan dikeluarkan oleh mekanisme pertahanan normal atau menyebabkan peradangan
maupun infeksi. Jika partikel tersebut tidak dapat dikeluarkan, bisa menyebabkan pneumonia.5, 6
Orang yang lemah, keracunan alkohol atau obat atau dalam keadaan tidak sadar karena pengaruh obat
bius atau karena kondisi kesehatannya, memiliki resiko untuk menderita pneumonia jenis ini. Bahkan
orang normal yang menghirup sejumlah besar bahan makanan yang dimuntahkannya, bisa menderita
pneumonia aspirasi.6
II. 5 Patofisiologi
Perubahan secara organik sebagai akibat aspirasi tergantung pada sifat fisis dan takaran benda
asing, serta virulence mkroorganisme yang masuk paru-paru. Apabila sebagai akibat aspirasi terjadi
combatant bronchus akan terlihat usaha untuk membebaskan sumbatan tersebut dengan batuk secara
terus-menerus yang dalam waktu singkat akan berakibat fatal sebagai akibat hipoksia dan asfiksia.
Sesampai di paru-paru, benda asing bersama kuman-kuman akan segera mengiritasi jaringan, sehingga
terbentuk radang. Apabila mampu melokalisasi radang, gejala klinis tidak akan tampak. Sebaliknya bila
bagian paru-paru yang menderita cukup luas radang paru-paru akan bersifat akut dengan batuk yang
terus menerus disertai dengan dispneoea dan demam yang tinggi. Dalam waktu singkat fungsi
pernafasan akan mengalami kegagalan.5
Kuman yang terdapat pada proses radang, radang paru-paru kataral yang semula terbentuk akan
berubah menjadi ganggren yang lebih parah (pneumonia ganggrenosa). Tergantung pada macam benda
asing dan juga banyaknya jaringan yang membusuk, bau yang menusuk yang keluar dari lubing hidung
akan berbeda sifat dan intensitasnya. Oleh adanya toksin yang dihasilkan kuman, gejala toksemia juag
akan teramati.5
Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme : filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi
dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh
mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag alveolar, netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan
drainase melalui sistem limfatik. Faktor predisposisi pneumonia : aspirasi, gangguan imun, septisemia,
malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, kontaminasi perinatal
dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik , benda asing atau disfungsi silier.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transplasental
atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi
mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit
membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering
pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur. Pada
pneumonia yang berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik
dan gagal nafas.
II. 6 Klasifikasi
1. Tipe obstruktif
Sumbatan saluran napas oleh sisa makanan. Bila sumbatan terjadi pada cabang bronkus, maka akan
timbul batuk sesak dan mungkin sianosis.
Segera setelah terjadi aspirasi asam lambung, timbul batuk – batuk, sesak napas, hipoksia, sianosis,
hipotensi dan syok.
Pneumonia terbagi dalam berbagai jenis berdasarkan dengan penyebab, anatomik, dan berdasarkan asal
penyakit ini didapat. Seperti berikut:
1. Berdasarkan penyebab :
a. Pneumonia Lipid
b. Pneumonia Kimiawi
2. Berdasarkan Anatomik :
a. Pneumonia Lobaris
Merupakan pneumonia yang terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari lobus paru dan bila kedua
lobus terkena bisa dikatakan sebagai pneumonia lobaris.
b. Pneumonia Interstisial
c. Bronchopneumonia
Merupakan pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat
mukopuren untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus.
Pneumonia komunitas atau community acquired pneumonia, adalah pneumonia yang didapat dari
masyarakat.
Pneumonia nosokomial atau hospitality acquired pneumonia yang berarti penyakit itu didapat saat
pasien berada di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan
A . Pneumonia Non-Infektif
1.Aspirasi Pneumonia
Aspirasi pneumonia terjadi ketika cairan atau makanan terhisap masuk ke dalam paru, dan terjadi
konsolidasi dan radang sekunder. Keadaan klinis yang merupakan resiko bagi penderita ialah pembiusan,
operasi, koma, stupor karsinoma laring dan kelemahan hebat. Bagian paru yang terkena bermacam-
macam tergantung posisi tubuh penderita. Bila dalam keadaan tidur terlentang, daerah yang terkena
adalah segmen apikal lobus bawah. Bila dalam keadaan tidur miring ke sisi kanan, daerah yang terkena
ialah segmen posterior lobus atas. Daerah yang sering terkena mengandung anaerobic, dan abses paru
mengandung material yang membusuk.
2. Lipid Pneumonia
Lipid Pneumonia dapat endogen akibat obstruksi saluran nafas yang menyebabkan terjadinya timbunan
magkrofag dan sel raksasa disebelah distal. Keadaan ini sering ditemukan disebelah distal dari karsinoma
bronkus atau benda asing yang terhirup. Disamping itu lipid pneumonia dapat juga disebabkan oleh
faktor eksogen, akibat terhirupnya material yang mengandung konsentrasi lipid yang tinggi. Material
seperti ini misalnya paraffin cair atau tetes hidung berbentuk minyak. Vakuola lipid dicerna oleh sel
raksasa benda asing; dan dapat ditemukan beberapa fibrosis interstisial.
3. Eosinofilik Pneumonia
Eosinofilik Pneumonia ditandai oleh banyak Eosinofil dalam interstisial dan alveoli. Mungkin dapat
ditemukan sumbatan mukus pada bagian proksimal saluran nafas, seperti yang ditemukan pada asma,
atau oleh Aspergillus, seperti pada bronkopulmoner aspergilosis. Kambuhnya radang bronkial dapat
mengakibatkan destruksi dinding disertai penggantian oleh jaringan granulasi dan sel raksasa; ini disebut
Bronkosentrik Granulomatosis. Disamping itu, eosinofilik pneumonia dapat ditemukan sewaktu
mikrofilaria pindah melalui sirkulasi paru. Ini dapat juga idiopatik, yang berkaitan dengan eosinofilia
darah pada sindroma Loffler.
B. Pneumonia Infektif
1) Bronkopneumonia
Bronkopneumonia mempunyai karakteristik bercak-bercak distribusi yang terpusat pada bronkiolus dan
bronkus yang meradang disertai penyebaran ke alveoli sekitarnya. Ini sering terjadi pada orang usia
lanjut, bayi dan penderita yang sangat lemah, misalnya penderita kanker, gagal jantung, gagal ginjal
kronis dan trauma serebrovaskuler. Bronkopneumonia juga terjadi pada penderita bronchitis akut,
sumbatan nafas kronis atau kistik fibrosis. Kegagalan membersihkan saluran nafas dari hasil sekresi,
seperti yang biasanya terjadi pada periode setelah operasi, juga merupakan predisposisi terjadinya
bronkopneumonia.
Organisme penyebab ialah Stafilococcus, Streptococcus, Haemophilus Influenzae, Koliform dan jamur.
Penderita sering mengalami septikemia dan toksik, disertai demam dan berkurangnya kesadaran.
Daerah yang terkena dapat diidentifikasi secara klinis dengan terdengarnya suara krepitasi pada
pemeriksaan auskultasi.
Daerah paru yang terkena cenderung pada bagian basal dan bilateral. Pada pemeriksaan
postmortem terlihat berwarna kelabu atau kelabu atau kelabu merah. Histologi menunjukkan radang
akut yang khas disertai eksudat. Dengan antibiotik dan fisioterapi, daerah yang sakit akan mengalami
penyembuhan atau perbaikan dengan meninggalkan jaringan parut.
2) Pneumonia Lobaris
Pneumonia Pneumokokus khas mengenai orang dewasa berumur antara 20 sampai 50 tahun; meskipun
begitu pneumonia lobaris akibat Klebsiella mengenai individu berusia lanjut, penderita Diabetes Mellitus
atau alkoholik. Gejalanya berupa batuk, demam dan produksi sputum. Sputum terlihat purulen dan
mungkin mengandung bercak darah, yang disebut sputum karat (Rusty). Demam dapat sangat tinggi
(lebih 40o C), disertai menggigil. Nyeri dada pada waktu inspirasi yang merefleksikan terlibatnya pleura.
bersamaan dengan terjadinya konsolidasi paru, terdapat suara redup pada perkusi disertai naiknya
suara pektoralis dan suara nafas bronkial. Bronkiolus yang berisi sel radang dan alveoli di dekatnya berisi
penuh eksudat. Pigmen berwarna hitam adalah karbon, sering ditemukan.
3) Pneumonia Khusus
Pneumonia khusus dapat disubklasifikasikan ke dalam kelompok yang normal (non-imunosupresi), atau
yang imunosupresi.
Pneumonia khusus pada host normal (non-imunosupresi), mungkin sebagai akibat dari :
- Virus, misalnya Influenza, Respiratory Syncyial Virus (RSV), Adenovirus dan Mikoplasma.
- Penyakit Legionnaires.
Kejadian klinis bermacam-macam tergantung pada luas dan beratnya penyakit. Pada kasus yang fatal,
paru menjadi bertambah berat, kemerahan dan memadat seperti pada sindroma distres pernafasan
dewasa. Histologi menunjukkan radang interstisial yang terdiri dari limposit, magkrofag dan sel plasma.
Membran hialin dan eksudat fibrinosa terlihat menonjol. Alveoli relatif bebas dari eksudat seluler.
Pneumonia Mikkoplasma cenderung menyebabkan pneumonia kronis dalam derajat yang lebih rendah,
disertai radang interstisial dan beberapa membran hialin. Sifat kronis penyakit akan menyebabkan
organisasi radang dan fibrosis paru.
Virus Influenza dapat menyebabkan pneumonia akut fulminan disertai perdarahan paru; perjalanan
kliniknya sangat cepat dan fatal.
Penyakit Legionaires
Penyakit ini disebabkan oleh basil Legionella Pneumophila, dan disebarkan melalui tetesan air dari
pengatur kelembaban udara dan tangki penampungan air yang telah terkontaminasi. Penderita
sebelumnya dalam keadaan sehat, walaupun sebagian kecil telah mempunyai penyakit kronis, seperti
gagal jantung atau karsinoma. Gejala berupa batuk, dyspnea dan nyeri pada daerah dada, bersama-
sama dengan bentuk sistemik lain, misalnya mialgia, sakit kepala, kesadaran menurun, mual, muntah
dan diare. Sekitar 10 – 20 % kasus adalah fatal. Pada autopsy ditemukan paru bertambah berat dan
memadat.
Apabila kondisi imunosupresi mengenai seorang penderita, paru akan mudah menjadi sakit oleh
organisme yang non-patogen bagi individu yang tidak mengalami imunosupresi. Keadaan ini dikenal
sebagai infeksi “Oportunistik”. Pada setiap penderita imunosupresi, timbulnya demam, nafas yang
pendek dan batuk bersama dengan infiltrat paru, merupakan kejadian yang membahayakan.
- Pneumocystis Carinii.
Pneumocystis Carinii
Alveoli terisi eksudat yang berbuih berwarna jambon. Dengan pewarnaan impregnasi perak akan dapat
dilihat organisme berbentuk bulat atau bulan sabit. Ditemukan juga kerusakan alveolar yang difus.
Jamur
Baik Candida maupun Aspergillus keduanya dapat menyebabkan nekrosis yang luas. Mikro-abses
mengandung filamen jamur yang khas.
Virus
Infeksi virus dapat memproduksi kerusakan alveolar yang difus. Khas ditemukan inklusi intranukleus
disertai infeksi oleh Sitomegalovirus (CMV). Pneumonitis campak memproduksi pneumosit raksasa yang
tersebar disertai metaplasia skuamosa bronkus dan bronkiolus.
Gejala klinis yang muncul tergantung dari umur pasien, dan pathogen penyebabnya, sedangkan pada
anak-anak bisa tidak muncul gejala. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering
terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk,panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk ( non produktif / produktif ),
takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan
remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif ), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan
letargi. Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya nafas cuping hidung.
Pada auskultasi, dapat terdengar suara pernapasan menurun. Fine crackles (ronki basah halus) yang
khas pada anak besar, bisa ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada
perkusi, vokal fremitus menurun, suara panas menurun, dan terdengar fine crackles (ronki basah halus)
di daerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat gerakan dada menurun
waktu inspirasi anak berbaring ke arah yang sakit dengan kaki flesi. Rasa nyeri, dapat menjalar ke leher,
bahu, dan perut.
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari.
Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak
nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna merah karat (untuk
streptococcus pneumoniae), merah muda (untuk staphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau
khas (untuk pseudomonas aeruginosa). Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri
perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.
1. Akut: dispnoea yang sangat, pernapasan dangkal dengan frekuensi yang meningkat.
2. Pernapasan dilakukan dengan mulut;mulut dibuka dan lidah dijulurkan, dan dengan hidung.
4. Dari hidung terlihat ingus mukopurulen atau purulen, yang kebanyakan disertai dengan bau
busuk.
9. Selaput lender konjungtiva tampak hiperemik dan pembuluh darah episkleral melebar.
10. Pulsus terasa sebagai pulsus piliformis dan jantung mengadakan kompensasi dalam bentuk suara
jantung yang mendebur.
11. Pada pemeriksaan auskultasi yang terdengar adalah suara campuran, dengan suara ronchi basah
yang dominan(sering auskultasi dan perkusi tidak dapat dilakukan dengan sempurna, karena tipe
pernapasan yang sangat frekuen dan batuk yang terus menerus, hingga hasilnya juga kurang konklusif).
12. Proses akut biasanya berlangsung tidak lebih dari 48 jam dan diakhiri dengan kematian.
13. Pada yang subakut, proses berlangsung 7-14 hari, selama hewan masih mau makan dan minum,
radang paru-paru aspirasi dapat berakhir dengan kesembuhan secara klinis yang disertai proses radang
yang terlokalisasi.
14. Proses akut mengakibatkan hewan kehilangan nafsu makan dan terhentinya produksi air susu.
15. Pasien suka tiduran dan berdiri dengan kaki muka diabdusikan.
II. 8 Diagnosa
Penentuan diagnosis didasarkan pada anamnesis dan gejala yang disebutkan di atas. Penyakit paru-paru
aspirasi perlu dibedakan dari penyakit paru-paru bentuk lain dan bronchitis. Juga pleuropneumonia akan
menunjukkan gejala yang mirip, dengan suara friksi yang menonjol. Pada proses yang berlangsung akut,
prognosa hampir infausta. Pada yang subakut prognosis bersifat meragukan. Setiap saat proses dapat
berubah menjadi akut.3, 6
Anamnesis 6
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian
atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan disekitar mulut,
menggigil (pada anak), kejang (pada bayi) dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi
yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunanan
kesadaran, kejang atau kembung sehingga sulit dibedakan dengan meningitis, sepsis atau ileus.
Pemeriksaan fisis 6
Tanda yang mungkin ada adalah suhu ≥ 390 C, dispnea : inspiratory effort ditandai dengan takipnea,
retraksi (chest indrawing), nafas cuping hidung dan sianosis. Gerakan dinding toraks dapat berkurang
pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat
terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronki basah halus
di lapangan paru yang terkena.
Pemeriksaan penunjang 6
Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenisbergeser ke kiri.
Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan hipoksemia (karena
ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung
kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal nafas.
Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu pada kasus yang
tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.
Gambaran padat radiografi paru secara klasik dibagi menjadi 3, yaitu : alveolar (disebabkan oleh
pneumococcus dan bakteri lain), interstitial pneumonia (disebabkan oleh virus atau mycoplasma), serta
Bronchopneumonia (oleh karena S. aureus atau bakteri lain) memiliki pola difus bilateral dengan
meningkatnya batas peribroncial, adanya infiltrat fluffy (seperti benang/rambut halus) yang kecil dan
meluas ke perifer. Staphylococcal pneumonia terkait dengan gambaran pneumatoceles dan efusi pleura
(empyema). Mycoplasma penyebab pneumonia memiliki pola yang sama dengan pola bakteri atau virus,
ditambah dengan adanya infiltrat retikuler dan retikulonoduler yang terlokalisir pada satu lobus. Pada
anak-anak konsolidasi pneumonia berbentuk spheris menyerupai tumor pada awalnya dan selanjutnya
meluas, single dengan batas tidak jelas.3
Penilaian Laboratorium
Pada pasien pneumonia oleh karena bakteri jumlah sel darah putih meningkat (neutrofil)
(>15000/mm3), thrombocytosis terjadi lebih dari 90 % anak dengan empyema. Hyponatremia akibat
sekunder dari meningkatnya hormon ADH. Sputum bisa menjadi bahan pemeriksaan pada orang dewasa
dan jarang diproduksi pada anak-anak dibawah 10 tahun, kualitas sputum yang baik mengandung 25
polymorphonucclear sel per field. Kultur darah positif hanya 3-11 % pasien pneumonia. Pemeriksaan
antigen bakteri pada serum dan urin mempergunakan latex particle aglutination atau CIE memiliki
sensitivitas dan spesivisivitas yang rendah. Teknik invasive pada pasien pada pasien dengan efusi pleura
bertujuan untuk memerika cairan pleura atau dengan Flexible bronchoscopy (FB) dengan
bronchoalveolar lavage (BAL). Ada cara lain yakni open lung biopsy dipergunakan bila cara invasive
lainnya gagal dalam mendiagnosa akantetapi cara ini memiliki kelemahan seperti dapat membentuk
broncopleural fistula.3
Diagnosa banding yang sering disetarakan dengan penyakit pneumonia aspirasi ini adalah:
· Asthma
· Atelectasis, Lobar
· Pneumonia, Viral
Pada pasien anak keadaan diagnosa banding lebih cendrung dengan penyakit sebagai berikut:
1. Asthma Bronchiale
Umumnya asthma terdapat pada usia lebih dari 9-12 bulan, tapi terbanyak di atas usia 2 tahun. Perlu
pula diketahui, bahwa 10-30 % dari anak yang menderita bronchiolitis setelah agak besar menjadi
penderita asthma.
- Mulai lebih akut seringkali tidak perlu didahului oleh adanya infeksi saluran pernapasan bagian
atas.
2. Bronchiolitis akut
- inflamasi di bronkiolus
- Gambaran radiologis didapatkan hiperinflasi paru, sela iga melebar, penekanan diafragma dan
sudut costoprenikus menyempit. Diameter AP meningkat pada fotolateral.
3. Bronchitis Acuta
- Terjadi di bronchus
- Gejala obstruksi dan gangguan pertukaran tidak nyata atau ringan. Ronchi : basah, kasar.
Pneumonia dengan penyebab bakteri maupun non bakteri dapat dilihat dengan perbedaan diagnosis:
Klasifikasi
Bacterial
Viral
Mycoplasma
Umur
Semua
Semua
5-15 tahun
Waktu
Musim dingin
Musim dingin
Semua tahun
Permulaan
Abrupt
Variabel
Tiba-tiba
Demam
Tinggi
Variabel
Rendah
Umum
Umum
Tidak umum
Batuk
Produktif
Nonproduktif
Nonproduktif
Variabel
Leukositosis
Umum
Variabel
Tidak umum
Radiografi
Konsolidasi
Variabel
Ufusi pleura
Umum
Jarang
II. 10 Penatalaksanaan
Pneumonia aspirasi bisa dengan berbagai cara tergantung dari jenisnya. Obat antibiotik yang dapat
diberikan adalah penisilin atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin bila penisilin tidak
mempan atau pasien alergi terhadap penisilin. Tidak ada patokan pasti lamanya terapi, yang pasti
antibiotik perlu diteruskan hingga kondisi pasien baik, atau gambaran radiologis bersih atau stabil
selama 2 minggu (pada umumnya selama 3-6 minggu). Bedah terhadap abses tidak diperlukan kecuali
bila respon terapi kurang dan terjadi kekambuhan infeksi di tempat yang sama.7
Pneumonia dengan gejala pneumonitis kimia dapat menggunakan terapi oksigen dan jika perlu bisa
diberikan ventilator mekanis.Bisa dilakukan pengisapan trakea untuk membersihkan saluran pernafasan
dan mengeluarkan benda yang terhirup.Untuk mencegah infeksi, kadang-kadang diberikan antibiotik.7
Jika dengan gejala obstruksi mekanik maka dilakukan Manuver Heimlich, untuk mengeluarkan benda
asing dan tindakan ini biasanya dapat menyelamatkan nyawa penderita. Jika benda asing tertahan di
bagian yang lebih bawah dari saluran pernafasan, bisa terjadi batuk iritatif menahun dan infeksi yang
berulang.Benda asing biasanya dikeluarkan dengan bronkoskopi (alat dimasukkan melalui saluran
pernafasan dan benda asing dikeluarkan).7
Medikasi
Terapi antibiotik, untuk pneumonia yang disembarking bakteri, ideally tidak dilakukan sampai bakteri
diidentifikasi, dilanjutkan sampai 10 hari setelah tampak gejala klinis dan dilakukan pemeriksaan
radiographi.
kortikosteroid jangka pendek, dapat dilakukan sekali saja pada kasus infeksi per-akut.
Untuk semua klasifikasi yang membutuhkan antibiotic yang sesuai. Antibiotic pilihan pertama:
Untuk anak yang harus segera dirujuk tetapi tidak dapat menelan obat oral, beri dosis (IM)
kloramfenikol dan atau ampisilin dan rujuk segera. Jika rujukan tidak memungkinkan ulangi suntikan
kloramfenikol setiap 12 jam selama 5 hari dan atau ampisilin setiap 6 ham selama 5 hari. Kemudian ganti
dengan antibiotic yang sesuai, untuk melengkapi 10 hari pengobatan. Umur atau berat badan
Kloramfenikol Dosis 40 mg per kg BB Tambahkan 5,0 ml aquadest Sehingga menjadi 1000 mg = 5,6 ml
Atau 180 mg/ml Ampisilin Dosis 20 mg per Kg BB Tambahkan 5,0 ml aquadest Dalam 1 vial 1000 mg
Sehingga menjadi 1000 mg = 5,6 ml Atau 180 mg/ml1 – 4 bulan (4-< 6 kg) 1.0 ml = 180 mg 0.5 cc = 90 mg
4 – 9 bulan (6-< 8 kg) 1.5 ml = 270 mg 0.8 cc = 145 mg 9 – 12 bulan (8-<10 kg) 2 ml = 360 mg 1 cc = 180
mg12 – 3 tahun (10-< 14 kg) 2.5 ml = 450 mg 1.3 cc = 225 mg3 – 5 tahun (14-< 19 kg) 3.5 ml = 630 mg 1.8
cc = 315 mg
C. Nasehat untuk ibu tentang cara perawatan dirumah untuk anak 2 bulan s/d > 5 tahun.
a. Pemberian makanan:
b. Pemberian cairan:
d. Pada anak bukan pneumonia perhatikan apabila timbul tanda pneumonia, bawalah kembali kepda
petugas kesehatan, bila:
D. Pengobatan demam
- Berilah parasetamol
2 bulan - < 6 bulan6 bulan - < 3 tahun3 tahun - < 5 tahun 1/8 tablet¼ tablet½ tablet.
II. 11 Komplikasi 9
1. Empisema
2. Gagal nafas
3. Perikarditis
4. Meningitis
5. Hipotensi
6. Delirium
7. Asidosis metabolik
II. 12 Prognosa 10
Prognosa yang dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1 % agar sistem bronchopolmunal yang tidak terkena dapat diselamatkan.
BAB III
PENUTUP
III. 1 Kesimpulan
1. Pneumonia aspirasi adalah radang parenkim dan saluran pernafasan yang terjadi karena masuknya
benda asing, padat maupun cair, yang ukuran dan takarannya berlebihan serta tidak steril.
2. Radang paru-paru yang berlangsung akut ditandai dengan perasaan tidak enak, batuk, dispnoe, dan
demam yang tinggi. Pada pneumonia macam ini terlihat pembusukan jaringan pulmoner.
3. Pneumonia ini juga dapat disebabkan oleh kuman-kuman yang mempunyai daya putrefaksi (daya
melarutkan jaringan mati).
4. Penyakit paru-paru aspirasi perlu dibedakan dari penyakit paru-paru bentuk lain dan bronchitis.
Juga pleuropneumonia akan menunjukkan gejala yang mirip, dengan suara friksi yang menonjol. Pada
proses yang berlangsung akut, prognosa hampir infausta. Pada yang subakut prognosis bersifat
meragukan. Setiap saat proses dapat berubah menjadi akut.
5. Prognosa yang dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1 % agar sistem bronchopolmunal yang tidak terkena dapat diselamatkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Marik, Paul E.. Aspiration Pneumonitis and Aspiration Pneumonia. The New England Journal of
Medicine. N Engl J Med, 2001 Vol. 344, No. 9
2. Price SA, Wilson LM, Anatomi Dan Fisiologi Pernafasan: penerbit : EGC. Jakarta, 2006
3. Guyton. Ae, Fisiologi Kedokteran: Fisiologi Pernafasan Edisi:III, penerbit : EGC. Jakarta 2006
5. Helmia, Lulu Manase UE, Pneumonia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Lab/SMF Ilmu Penyakit
Paru FK Unair-RSUD Dr. Soetomo. Surabaya. 2004.
8. RSU Dr. Soetomo.Pneumonia Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Bagian/SMF ilmu penyakit paru. Edisi
III Surabaya 2005
9. Firdous Umar Standart Penatalaksanaan Pneumonia Depkes RI Available from : [online] http://
www.bmf.litbang.pneumonia.depkes.go.id Diakses tanggal 26 Juli 2010