You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kemajuan di bidang ekonomi, perbaikan lingkungan hidup kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan
penduduk akan berdampak pada peningkatan usia harapan hidup. Direktur Bina
Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan, Eka Viora menyatakan bahwa tahun 2014
UHH masyarakat Indonesia mencapai 72 tahun. Dengan semakin meningkatnya usia
harapan hidup penduduk, hal ini berdampak pada peningkatan jumlah atau
pertumbuhan lansia setiap tahunnya (BPS, 2012).
Pada lansia terdapat beberapa masalah yang kerap muncul, yaitu mulai dari
imobilisasi, instabilitas dan jatuh, inkontinensia, gangguan intelektual, infeksi,
gangguan pengelihatan dan pendengaran, depresi, malnutrisi, gangguan tidur hingga
menurunnya kekebalan tubuh. Sumber lain menyebutkan, penyakit utama yang
menyerang lansia ialah gagal jantung dan infark, seta gangguan ritme jantung, diabetes
mellitus, gangguan fungsi ginjal, gangguan hati, dan hipertensi (Haryono, 2013).
Penyakit terbanyak pada lanjut usia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun
2013 adalah hipertensi (57,6%), artritis (51,9%), stroke (46,1%), masalah gigi dan
mulut (19,1%), penyakit paru obstruktif menahun (8,6%) dan diabetes mellitus (4,8%).
Hipertensi adalah salah satu penyakit degeneratif yang ditandai dengan
meningkatnya tekanan darah baik sistole maupun diastole lebih dari 140/90 mmHg
(normalnya 120/80 mmHg). Hipertensi merupakan penyakit yang umumnya tidak
menunjukkan gejala atau apabila ada gejalanya hal itu tidaklah jelas, sehingga tekanan
yang tinggi di dalam arteri sering tidak dirasakan oleh penderita (Iskandar, 2010).
Menurut Triyanto (2014), pada sebagian besar lansia, sering terjadi hipertensi
sistole terisolasi (HST) dan umumnya merupakan hipertensi primer atau hipertensi
yang tidak diketahui apa penyebabnya. Hipertensi sistole terisolasi merupakan
peningkatan tekanan darah ddengan tekanan darah sama atau lebih dari 140 mmHg,
tetapi tekanan darah diastole kurang dari atau sama dengan 90 mmHg. Insiden terjadi
hipertensi sistole terjadi pada umur kisaran 60 sampai 70 tahun. Hal ini terjadi sejalan
dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah.
Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus
meningkat sampai usia 55 sampai 60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau
bahkan menurun drastis. Namun pada umumnya hipertensi yang mereka derita
termasuk kedalam kategori hipertensi ringan hingga sedang. HST lebih sering
ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki.
World Health Organization (WHO) tahun 2008 mencatat sekitar 972 juta orang
atau 26,4% penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi. Angka ini kemungkinan
akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025, dari 972 juta penderita hipertensi, 333
juta berada di negara maju dan 639 juta sisanya berada di negara sedang berkembang,
termasuk Indonesia.
Berdasarkan prevalensi hipertensi lansia di Indonesia sebesar 45,9% untuk umur
55-64 tahun, 57,6% umur 65-74 tahun dan 63,8% umur >75 tahun. Prevalensi
hipertensi di Indonesia berdasarkan pengukuran tekanan darah pada umur ≥18 tahun
adalah sebesar 25,8%. Prevalensi tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti
Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%). (Balitbang Kemenkes RI,
2013).
Prevalensi hipertensi yang menggunakan metode pengukuran di dapatkan
sebesar ( 19,5%) dan yang mengunakan metode wawancara responden yang di
diagnose penyakit hipertensi (8,8%) , yang didiagnosa atau sedang mengkonsumsi obat
(8,7%). Menurut karakteristik prevalensi hipertensi pada responden umur 60 tahun
keatas atau lanjut usia yang didiagnosa hipertensi dengan metode pengukuran 86.3%,
yang menggunakan metode wawancara didiagnosa hipertensi sebanyak 46,9% dan
yang didiagnosa hipertensi atau sedang minum obat sebanyak 47,1% (Riskesdas
Provinsi Bali, 2013).
Dalam Profil Kesehatan Provinsi Bali tahun 2016 , Dinas Kesehatan Provinsi
Bali menyatakan hipertensi menempati peringkat ke 2 berdasarkan pola 10 besar
penyakit di puskesmas dengan jumlah kunjungan sebanyak 89,394 kunjungan selama
tahun 2016. Jumlah penderita hipertensi dengan umur ≥18 tahun pada tahun 2016 yaitu
54,944 penderita dengan 27,542 laki-laki dan 27,402 perempuan. Kabupaten Buleleng
menempati posisi tertinggi penderita hipertensi terbayak pada usia ≥18 tahun dengan
jumlah kasus sebanyak 14,700 penderita hipertensi sedangkan untuk kabupaten
Gianyar menempati posisi ke 3 jumlah penderita hipertensi dengan 5,867 penderita di
tahun 2016.
Meningkatnya tekanan darah selain dipengaruhi oleh faktor keturunan,
beberapa penelitian menunjukkan, erat hubungannya dengan perilaku responden.
Perilaku santai yang ditandai dengan lebih tingginya asupan kalori dan kurang aktivitas
fisik merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung, yang biasanya didahului
dengan meningkatnya tekanan darah. Perilaku santai yang digambarkan dengan adanya
kemudahan akses, kurang aktifitas fisik, ditambah dengan semakin semaraknya
makanan siap saji, kurang mengkonsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur,
kebiasaan merokok, dan kebiasaan minum minuman beralkohol merupakan faktor
resiko meningkatnya tekanan darah.
Tekanan darah mengalami fluktuasi setiap saat, hipertensi akan menjadi
masalah apabila tekanan darah tersebut persisten, karena hal ini membuat sistem
sirkulasi dan organ yang mendapat suplai darah (otak dan jantung) menjadi tegang.
Apabila hipertensi tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan peluang 7 kali
lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali
lebih besar terkena serangan jantung.
Cara mencegah agar hipertensi tidak menyebabkan komplikasi lebih lanjut
maka diperlukan penanganan yang tepat dan efesien. Penaganan hipertensi secara
umum dapat dilakukan dengan cara farmakologis dan non farmakologis. Pengobatan
farmakologis adalah pengobatan yang menggunakan obat-obatan modern. Pengobatan
farmakologis dilakukan pada hipertensi dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau
lebih. Pengobatan non-farmakologis, merupakan pengobatan tanpa obat-obatan yang
diterapkan pada hipertensi. Dengan cara pengobatan non-farmakologi penurunan
tekanan darah diupayakan melalui pencegahan dengan menjalani pola hidup sehat dan
mengkonsumsi bahanbahan alami seperti buah-buahan dan sayur-sayuran
Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang mengandung banyak
bahan kimia secara berlebihan akan menimbulkan dampak lain dibandingkan
pengobatan dengan menggunakan obat-obatan tradisional, disamping biaya
pengobatan tradisional lebih murah dibandingkan dengan obatobatan yang lain. Obat
tradisional dapat digunakan sebagai alternative lain dalam menurunkan tekanan darah
penderita hipertensi.
Selain dari pengobatan bahan kimia pemanfaatan tumbuh-tumbuhan yang
dipercaya berkhasiat dalam pengobatan hipertensi. Masyarakat dapat mengandalkan
lingkungan sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kekayaan alam belum
sepenuhnya digali, dimanfaatkan dan dikembangkan. Masyarakat telah lama mengenal
dan mengunakan tumbuh tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam
menanggulangi masalah kesehatan seperti pemanfaatan daun belimbing.
Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi l.) merupakan alternatife yang baik
mengingat daun belimbing mudah didapatkan oleh masyarakat. Daun belimbing wuluh
memiliki kandungan untuk menurungka tekanan darah antara lain Tanin, Sulfur, Asam
format, Peroksidase, Calium oxalate, dan Kalium sitrat (Junaedi & Rinata,2013)
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi
l.) Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia Penderita Hipertensi.”

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah
“Apakah ada pengaruh pemberian air rebusan daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
l.) terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita Hipertensi” ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui adakah pengaruh pemberian air rebusan daun belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi l.) terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita
Hipertensi.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi tekanan darah systole dan diastole sebelum pemberian air
rebusan daun belimbing wuluh pada kelompok perlakuan dan pada kelompok
kontrol tanpa perlakuan.
1.3.2.2 Mengidentifikasi tekanan darah systole dan diastole sesudah pemberian air
rebusan daun belimbing wuluh pada kelompok perlakuan dan pada kelompok
kontrol tanpa perlakuan.
1.3.2.3 Mengidentifikasi pengaruh pemberian air rebusan daun belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi l.) terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita
Hipertensi.
1.3.2.4 Menganalisis tekanan darah systole dan diastole sebelum pemberian air rebusan
daun belimbing wuluh pada kelompok perlakuan dan pada kelompok kontrol
tanpa perlakuan.
1.3.2.5 Menganalisis tekanan darah systole dan diastole sesudah pemberian air rebusan
daun belimbing wuluh pada kelompok perlakuan dan pada kelompok kontrol
tanpa perlakuan.
1.3.2.6 Menganalisis pengaruh pemberian air rebusan daun belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi l.) terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita
Hipertensi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
1.4.1.1 Dapat dipergunakan untuk mengembangkan ilmu keperawatan, khususnya
penerapan perawatan tekanan darah tinggi dengan terapi komplementer.
1.4.1.2 Dapat dipergunakan sebagai bahan literature bagi akademik dan peneliti lain
yang berminat dalam penelitian tentang pengaruh pemberian air rebusan daun
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi l.) terhadap penurunan tekanan darah pada
lansia penderita Hipertensi.
1.4.2 Manfaat praktis
1.4.2.1 Sebagai pedoman bagi perawat dalam terapi komplementer untuk mengatasi
masalah tekanan darah tinggi pada lansia dengan menggunakan air rebusan
daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi l).
1.4.2.2 Memberi informasi kepada keluarga pasien tentang manfaat terapi non
farmakologi yaitu air rebusan daun belimbing wuluh pada lansia yang
menderita hipertensi.
1.4.2.3 Memberikan suatu wawasan dan pengetahuan peneliti tentang manfaat terapi
non farmakologi yaitu air rebusan daun belimbing wuluh pada lansia yang
menderita hipertensi.

1.5 Keaslian Penelitian


1. Penelitian oleh Arimina Hartati Pontoh (2014) dari Akademi Kebidanan Griya
Husada tentang Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Belimbing Wuluh
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Balong Sari Surabaya, peneliti Arimina, Desain penelitian yang
digunakan adalah penelitian pre eksperimen dengan pendekatan One Grup Pre Test
Post Test Design. Populasi dalam penelitian ini adalah Lansia yang mempunyai
tekanan darah tinggi dengan jumlah 19 orang. Dengan tehnik pengambilan sampel
adalah total sampling. Penelitian ini mengguanakan uji statistik dengan uji
Wilcoxon signed rank test. Variable independen adalah pemberian seduhan daun
alpukat, variable dependent ialah tekanan darah pada penderita hipertensi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Sebelum diberikan rebusan daun belimbing wuluh
sebagian besar dari responden mempunyai tekanan darah sistolik 160-179 (sedang)
sejumlah 11 (57,9%), dan sesudah diberikan rebusan daun belimbing wuluh
sebagian besar dari responden mempunyai tekanan darah sistolik 140-159 (ringan)
sejumlah 11 orang (57,9%). Pada tabel uji statistic dengan menggunakan uji
Wilcoxon didapatkan nilai negative ranks ada 17 responden yang mengalami
penurunan tekanan darah sistolik, dan nilai positive ranks didapatkan tidak ada
responden yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik, sedangkan nilai ties
didapatkan ada 2 responden yang tekanan darah sistoliknya tetap, maka didapatkan
nilai ρ value :0,000 dimana nilai ρ<0,05 maka H0 di tolak H1 diterima. Jadi
kesimpulannya didapatkan bahwa ada pengaruh pemberian rebusan daun
belimbing wuluh terhadap penurunan tekanan darah sistolik pada Lansia penderita
hipertensi di wilayah kerja puskesmas balongsari kota surabaya tahun 2014.
2. Penelitian oleh Andi Dwi Setiawan (2014) dari Stikes Majapahit Mojokerto tentang
pengaruh Seduhan Daun Alpukat Terhadap Tekanan Darah Di Desa Sedati
Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto, peneliti Andi, metodologi yang
digunakan pada penelitian ini adalah quasy-experiment dengan rancang bangun
Non equivalent control group design, dengan sample 42 responden menggunakan
simple random sampling. Variable independen adalah pemberian seduhan daun
alpukat, variable dependent ialah tekanan darah pada penderita hipertensi.
Penelitian ini mengguanakan uji statistik dengan uji Wilcoxon signed rank test.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tekanan darah pada kelompok perlakuan
setelah pemberian seduhan daun alpukat terhadap penurunan menjadi ringan yaitu
12 orang (57,1%), hampir setengah mengalami penurunan menjadi sedang yaitu 6
orang (28,6%) dan sebagian kecil yang mengalami penurunan menjadi normal yaitu
3 orang (14,3%) sedangkan pada kelompok control tekanan darah hampir
keseluruhan masi tetap mengalami hipertensi sedang yaitu 17 orang (81,0%) dan
sebagian kecil tetap dengan hipertensi buruk yaitu 4 orang (19,0%). Hasil uji
wilcoxon signed rank test dengan bantuan SPSS versi 16 pada kelompok perlakuan,
didapatkan p = 0,000<0,05 (α) sehingga H0 ditolak artinya ada pengaruh pemberian
seduhan daun alpukat terhadap penurunan tekanan darah tinggi pada pasien
hipertensi di Desa Sedati Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto.

You might also like