Professional Documents
Culture Documents
BAB I
KONSEP DASAR MEDIS
A. DEFINISI
Benigna prostat hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar
prostat, disebabkan karena hiperplasi (penambahan sel-sel) beberapa komponen di
prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan pada uretra.
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum
pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya bph sampai sekarang belum
diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan bph adalah proses penuaan
ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1) Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2) Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3) Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
D. PATOFISIOLOGI
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini
dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra
prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat
memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan
anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan
klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract
Symptom/LUTS.
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus
destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak
berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama
kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi
berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak
adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir
3
E. MANIFESTASI KLINIK
Adapun Gejala klinik dapat berupa :
Frekuensi berkemih bertambah terutama malam hari (Nocturia)
Kesulitan dalam memulai (hesitency) dan mengakhiri berkemih
Miksi terputus (hermittency)
Urine masih tetap menetes setelah selesai berkemih (terminal dribbling)
Pancaran miksi menjadi lemah (poor stream)
Rasa nyeri pada waktu berkemih (dysuria)
Rasa belum puas setelah miksi
Anemia
Berat badan menurun
Massa pada abdomen bagian bawah
f. Pada Citoscopy kelihatan hiperemia dan orifreum urether internal lambat laun
terjadi varises akhirnya bisa terjadi pendarahan (blooding).
2. Pada Grade 2 (residual)
a. Bila miksi terasa panas
b. Nocturi bertambah berat
c. Tidak dapat buang air kecil (kencing tidak puas)
d. Bisa terjadi infeksi karena sisa air kencing
e. Tejadi panas tinggi dan bisa meninggal
f. Nyeri pasd daerah pinggang dan menjalar keginjal.
3. Pada grade 3 (retensi urine)
a. Ischuria paradorsal
b. Incontinential paradorsal
4. Pada grade 4
a. Kandung kemih penuh.
b. Penderita merasa kesakitan.
c. Air kencing menetes secara periodik (overflow incontinential).
d. Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor
kerena bendungan hebat.
e. Dengan adanya infeksi penderita bisa meninggal dan panas tinggi sekitar 40-
41 C.
f. Kesadaran bisa menurun.
g. Selanjutnya penderita bisa koma
F. KOMPLIKASI
1. Retensi urin
2. Gagal ginjal
3. Batu ginjal
4. Aterosclerosis
5. Infark jantung
6. Impoten
7. Haemoragik post operasi
5
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat
meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai
syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.
Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan besarnya
prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
1. Derajat I = beratnya 20 gram.
2. Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
3. Derajat III = beratnya 40 gram.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula
Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
BOF (Buik Overzich ) : Untuk melihat adanya batu
USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa besar prostat
IVP (Pyelografi Intravena) digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal
Pemeriksaan Panendoskop, untuk mengetahui keadaan uretra & buli-buli
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dapat dilakukan berdasarkan derajat berat-ringannya BPH.
Derajat I : biasanya belum membutuhkan tindakan pembedahan. Pengobatan
konservatif yang dapat diberikan adalah penghambat adrenoreseptor alfa seperti;
alfazosin, prazosin, dan terazosin.
Derajat II : merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya
dianjurkan untuk dilakukan reseksi endoskopik melalui urethra
Derajat III : pada derajat ini pembedaahan terbuka dapat dilakukan melalui
transvesikel, retropibik atau perineal.
Derajat IV : pada derajat ini tindakan pertama adalah membebaskan klien dari
retensi urine total, dengan memasang kateter atau sistostomi. Selanjutnya dapat
dilakukan pembedahan terbuka.
6
I. PENCEGAHAN
Mengurangi makanan kaya lemak hewan
Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan
laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)
Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
Berolahraga secara rutin
Pertahankan berat badan ideal
7
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi : Peningkatan tekanan darah dan nadi
2. Eliminasi :
Penurunan kekuatan dorongan aliran urine
Nokturia, disuria, hematuri.
Massa padat dibawah abdomen bawah.
Nyeri tekan kandung kemih.
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih : dorongan dan
frekuensi.
3. Makanan/cairan : Anoreksia, mual, muntah, penurunan BB
4. Nyeri/kenyamanan : Nyeri supraa pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri
punggung bawah.
5. Seksualitas :
Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual.
Inkontinensia.
Penurunan kekualan ejakulasi
Pembesaran, nyeri tekan prostat.
6. Pengetahuan :
Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.
Penggunaan antihipertensi, antideprresi, antibiotik urinaria.
B. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan pada pasien pre operasi :
1. Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik pembesaran prostate.
2. Nyeri (akut) b/d iritasi mukosa, Distensi kandung kemih.
3. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan kemungkinan prosedur bedah
4. Resiko tinggi disfungsi seksual b/d sumbatan saluran ejakulasi hilangnya fungsi
tubuh.
8
C. INTERVENSI
Pre Operasi
1. Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik pembesaran prostat
Tanda :
Frekuensi, ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih, inkontinensia,
distensi kandung kemih, residu, urine.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dapat berkemih dengan
jumlah cukup.
Kriteria hasil :
Berkemih dengan jumlah yang cukup, tak teraba distensi kandung kemih,
menunjukkan residu paska berkemih kurang dan 50 ml, dengan tidak adanya
tetesan/kelebihan aliran.
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Dorong klien untuk Berkemih dengan dorongan dapat mencegah
berkemih setiap 2-4 retensi urine.
jam dan bila tiba-
tiba dirasakan. Untuk mengetahui bahwa stress mempengarui
2 Tanyakan pada pengeluaran urine.
klien tentang
inkontinensia stress.
3 Observasi aliran Untuk mengetahui pengeluaran urine.
urine, perhatikan
9
ukuran dan
kekuatan.
4 Awasi dan catat Memantau balance antara intake dan output cairan.
waktu dan jumlah
setiap berkemih.
5 Perkusi area supra Untuk mengetahui distensi kandung kemih.
pubik.
6 Dorong masukan Untuk mempertahankan hidrasi adekuat dan
cairan sampai 3000 perfusi ginjal untuk aliran urine.
ml/hari
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Buat hubungan saling percaya Untuk menumbuhkan sikap saling percaya antara
dengan klien/orang terdekat. perawat-klien-keluarga.
2 Berikan info tentang prosedur dan Agar pasien dapat lebih mengerti tentang
tes khusus dan apa yang akan kondisinya.
terjadi.
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Motivasi pasien untuk Untuk mengetahui perubahan seksual
mengungapkan perasaannya yang pada pasien.
berhuhungan dengan perubahannya.
2 Beri kesempatan pada pasien untuk Agar pasien dapat mengerti tentang
mendiskusikan perasaannya tentang penjelasan yang perawat berikan
efek prostatektomi dalam fungsi
seksual.
3 Libatkan kelurga/istri dalam Agar keluarga/istri pasien dapat
perawatan pemecahan masalah mengerti akan kekurangan pasien.
fungsi seksual.
4 Anjurkan pasien untuk menghindari Untuk mencegah adanya komplikasi
hubungan seksual selama atau kerusakan pada genetalia.
1 bulan (3-4 minggu) setelah
operasi.
Post Operasi
1. Gangguan rasa nyaman ; nyeri b/d iritasi mukosa kandung kemih
ditandai dengan:
Nyeri pada daerah luka operasi.
Luka tindakan operasi.
Ekspresi wajah meringis.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang.
Kriteria hasil :
Skala nyeri menurun
Ekspresi wajah rileks tidak ada keluhan nyeri
12
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji tingkat nyeri. Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan
klien dan memudahkan kita dalam
memberikan tindakan.
2 Pertahankan posisi catheter dan Mempertahankan fungsi catheter dan
sistem drainase. sistem drainase, menurunkan resiko
distensi/ kandung kemih.
3 Ajarkan tekhnik relaksasi. Merileksasikan otot-otot sehingga suplay
darah ke jaringan terpenuhi/ adekuat,
sehingga nyeri berkurang.
4 Berikan rendam duduk bila Meningkatkan perfusi jaringan dan
diindikasikan. perbaikan edema dan meningkatkan
penyembuhan.
5 Kolaborasi medis untuk pemberian Golongan obat anti spasmodic dapat
anti spasmodic dan analgetika. merileksasikan otot polos, untuk
memberikan/menurunkan spasme dan
nyeri golongan obat analgetik dapat
menghambat reseptor nyeri sehingga
tidak diteruskan ke otak dan nyeri tidak
dirasakan.
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji keluaran urine dan sistem Retensi dapat terjadi karena edema area
catheter/drainase. khususnya bedah bekuan darah dan spasme kandung
selama irigasi kandung kemih. kemih.
2 Perhatikan waktu, jumlah berkemih Catheter biasanya dilepas 2-5 hari setelah
dan ukuran aliran setelah catheter bedah, tetapi berkemih dapat
dilepas. berlanjut menjadi masalah untuk
beberapa waktu karena edema urethral
dan kehilangan tonus.
3 Dorong klien untuk berkemiih bila Berkemiih dengan dorongan dapat
terasa dorongan tetapi tidak lebih mencegah retensi, urine. Keterbatasan
dan 2-4 jam berkemih untuk tiap 4 jam (bile
ditoleransi) meningkatkan tonus kandung
kemih dan membantu latihan ulang
kandung kemih.
4 Ukur volume residu bila ada Mengawasi keefektifan kandung kemih
catheter supra pubic. untuk kosong. Residu lebih dan 50 ml
menunjukkan perlunya kontainuitas
catheter sampai tonus otot kandung
kemih membaik.
5 Dorong pemasukan cairan 3000 ml Mempertahankan hidrasi adekuat dan
sesuai toleransi. perfusi ginjal untuk aliran urine.
6 Kolaborasi medis untuk irigasi Mencuci kandung kemih dan bekuan
kandung kemih sesuai indikasi pada darah dan untuk mempertahankan potensi
periode pasca operasi dini. catheter/aliran urine.
14
3. Resiko kekurangan volume cairan b/d area bedab vaskuler : kesulitan mengontrol
perdarahan
ditandai dengan :
Pusing.
Bibir kering.
Puasa.
Bising usus negatif
Tujuan :
Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi kekurangan
volue cairan.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital normal (TD : 130/90 mmHg, 5 : 36,5-37,5oC,
N : 80-100 x/m, RR : 16-24 x/menit).
Pengisian kapiler baik.
Membran mukosa lembab.
Haluaran Urine tepat
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Benamkan catheter, hindari Penarikan/gerakan catheter dapat
manipulasi berlebihan menyebabkan perdarahan atau pembentukan
bekuan darah.
2 Awasi pemasukan dan Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan
pengeluaran cairan. penggantian. Pada irigasi kandung kemih,
awasi perkiraan kehilangan darah dan secara
akurat mengkaji haluaran urine.
3 Evaluasi warna, konsistensi Untuk mengindikasikan adanya perdarahan.
urine.
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Berikan perawatan catheter tetap Mencegah pemasukan bakteri dan
secara
R steril. infeksi/cross infeksi.
2 e
Ambulasi kantung drainase Menghindari refleks batik urine, yang
s
dependen. dapat memasukkan bakteri ke kandung
i kemih.
3 Awasi tanda-tanda vital. Klien yang mengalami TUR/beresiko
1. r untuk syok bedah/septic sehubungan
e dengan instrumentasi.
4 s Ganti balutan dengan sering, Balutan basah dapat menyebabkan iritasi,
i pembersihan dan pengeringan kulit dan memberikan media untuk
k sepanjang waktu. pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko
o infeksi.
5 Kolaborasi medis untuk pemberian Dapat membunuh kuman patogen
t golongan obat antibiotika. penyebab infeksi
e
16
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Berikan informasi tentang harapan Impotensi fisiologis : terjadi bila syaraf
A
kembalinya fungsi seksual. perineal dipotong selama prosedur bedah
n
radikal pada pendekatan lain. aktifitas
x
seksual dapat dilakukan seperti biasa
i
dalam 6 - 8 minggu.
e
2 Diskusikan dasar anatomi. Syaraf pleksus mengontrol aliran secara
t
posterior ke prostat melalui kapsul. Pada
a
prosedur yang tidak melibatkan kapsul
s
prostat, impoten dan sterilitas biasanya
tidak terjadi.
b
3 Instruksikan latihan perineal. Meningkatkan peningkatan kontrol otot
/
kontinensia urine dan fungsi seksual.
d
4 Kolaborasi kepenasehat seksualitas/ Untuk memerlukan intervensi
seksologi sesuai indikasi. professional selanjutnya.
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji tingkat ansietas. Mengetahui tingkat anxietas yang dialami
klien, sehingga memudahkan dalam
memberikan tindakan selanjutnya.
2 Observasi tanda-tanda vital. Indikator dalam mengetahui peningkatan
anxietas yang dialami klien
3 Berikan informasi yang jelas Mengerti/memahami proses penyakit dan
tentang prosedur tindakan yang tindakan yang diberikan.
akan dilakukan.
4 Berikan support melalui pendekatan Agar klien mempunyai semangat dan
spiritual. tidak putus asa dalam menjalankan
pengobatan untuk penyembuhan
18
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan).
PT EGC. Jakarta.
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.