Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCA BHAKTI
PONTIANAK
2018
ANALISA KASUS IMIGRASI DI INDONESIA
PENGERTIAN IMIGRASI
KASUS 1
WNA China yang Ditangkap Imigrasi Berada di Indonesia Sejak 2008
Sumber: detiknews.com
Jakarta - Warga negara China, Zhang Renxiang, ditangkap petugas Imigrasi Jakarta
Selatan karena diduga penyalahgunaan izin tinggal. Pria Shanghai berusia 66 tahun
itu diketahui sudah di Indonesia sejak tahun 2008.
"Dia pernah ke Indonesia tahun 2008. Di Indonesia sejak 28 Agustus 2008 dan dia
bolak-balik menggunakan visa kunjungan. Kemungkinan juga dia sudah melakukan
penyalahgunaan (izin tinggal)," ujar Kepala Sekbid Pengawasan Imigrasi Kelas I
Jakarta Selatan, Anggi Wicaksono di kantornya, Jalan Warung Buncit, Jakarta
Selatan, Selasa (26/3/2013). Namun dari pengakuannya, kata Anggi, Zhang
mengaku baru ke Indonesia pada Juni 2012.
Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Imigrasi Kelas I Jakarta Selatan, Heri
Jonhard, menambahkan kemungkinan besar Zhang akan dideportasi karena
pelanggaran yang dilakukannya. Dia dikenakan pasal 122 huruf a UU No 6 tahun 2011
tentang penyalahgunaan izin tinggal.
"Kemungkinan untuk dideportasi, bisa saja dideportasi, tapi dalam prosesnya ini ada
dua putusan, apakah melalui pengadilan, ataukah dideportasi langsung," pungkasnya.
ANALISIS KASUS 1
Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa Zhang telah menyalahgunakan UU No.6 tahun
2011 pasal 112 tentang penyalahgunaan izin tinggal. Zhang datang ke Indonesia
dengan menggunakan visa berkunjung tetapi, menyalahgunakannya dan membuka
terapis medis disini. Seperti yang tertera pada UU No. 6 tahun 2011 pasal 38 tentang
visa kunjungan, Zhang hanya dapat melakukan kegiatan seperti berwisata,
mengunjungi keluarga, mengikuti seminar atau pembuatan film yang dapat dilakukan
dalam waktu singkat, sementara Zhang membuka terapis medis. Seharusnya izin
yang dimilikinya adalah visa untuk tinggal terbatas yang tertera pada pasal 39 UU
No.6 tahun 2011. Petugas keimigrasian terpaksa menjemput paksa karena Zhang
telah melanggar pasal tersebut diatas. Karena Zhang telah melakukan pelanggaran
maka sesuai hukum yang berlaku ada dua kemungkinan Zhang akan dihukum melalui
pengadilan atau langsung dideportasi kembali ke China. Dalam kasus ini, petugas
imigrasi bandara kita tak dapat disalahkan karena tak ada yang tahu bahwa Zhang
atau oknum-oknum lain akan menyalahgunakannya izin tinggalnya.
KASUS 2
Kasus Imigran Illegal Masuk Perairan Indonesia
Wednesday, 06 November 2013, 19:10 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA
Kasus imigran gelap atau ilegal yang masuk ke perairan Indonesia setiap tahun terus
bertambah. Berdasarkan data kepolisian RI hingga Oktober 2013 ini sedikitnya ada
10.593 kasus imigrasi ilegal yang masuk ke Indonesia melalui perairan (lautan).
Sebagian dari kasus tersebut masuk ke parairan Pemerintah DIY.
Menurut Brigjen Pol M Ghufron, Kepala Biro Bin Opsnal Baharkam Polri, sebagian
besar imigran gelap yang masuk melewati perairan Indonesia ini berasal dari Timur
Tengah.
"Yang terakhir ada 30 imigran yang ditangkap di perairan Gunungkidul," ujarnya usai
membuka sosialisasi penyelundupan manusia di Yogyakarta yang digelar IOM dan
Polri, Rabu (6/11).
ANALISIS KASUS 2
Para imigran gelap melakukan banyak pelanggaran undang-undang. Pertama para
imigran gelap melanggar pasal 303 UU No.17 tahun 2008 tentang pelayaran. Pada
pasal ini dijelaskan bahwa Setiap orang yang mengoperasikan kapal dan pelabuhan
tanpa memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran serta
perlindungan lingkungan maritim sebagaimana dimaksud dalam pasal 122 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp300.000.000,00. Tidak hanya itu para imigran ini juga tak memiliki dokumen izin
masuk ke Indonesia yang sah danlengkap. Hal ini juga merupakan pelanggaran dari
pasal 120 UU No.6 tahun 2011 yang mengenai penyelundupan manusia akan
dipidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling sedikit
Rp.500.000.000 dan paling besar Rp. 1,5 milyar.
KASUS 3
Deportasi Nazaruddin: Tindakan Keimigrasian Sebagai Indikator Hubungan
Luar Negeri yang Baik
Jauh dari dugaan banyak orang yang kebanyakan pesismis akan keberhasilan
pemeritah untuk memulangkan Nazaruddin, ternyata terbukti ia dapat dipulangkan ke
Indonesia dalam waktu yang relatif singkat. Kunci keberhasilan ini tidak lain ialah
pemilihan penggunaan cara oleh pemerintah Colombia yaitu pendeportasian atas
dasar pelanggaran keimigrasian.
ANALISIS KASUS 3
Dalam kasus-kasus keimigrasian ada dua jalur penyelesaian yang dapat digunakan,
yang pertama ialah melalui jalur hukum (pro-justisia) dan yang kedua adalah
pengenaan tindakan adminstratif keimigrasian. Deportasi adalah salah satu tindakan
yang tergolong dalam kategori tindakan administratif keimigrasian, dan yang paling
umum dilaksanakan. Hampir setiap hari petugas Imigrasi di bandara internasional
melakukan pendeportasian warga negara asing yang tidak diingini keberadaannya di
suatu negara.
Dalam praktek keimigrasian Indonesia sendiri, deportasi dapat dilakukan dalam
beberapa kondisi. Pertama, pendeportasian pada saat kedatangan atau yang sering
disebut sebagai penolakan pemberian izin mendarat (not allowed to land/ NTL) yang
diatur dalam pasal 13 Undang-Undang no. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pasal
tersebut mengatur sepuluh kriteria warga negara asing yang dapat ditolak
kedatangannya mulai dari alasan teknis keimigrasian hingga alasan yang terkait
kepentingan nasional, terkait dengan kejahatan internasional dan alasan bahwa yang
bersangkutan termasuk daftar percarian orang dari suatu negara asing. Kedua,
pendeportasian dilakukan sebagai tindakan administratif keimigrasian bagi setiap
warganegara asing, yang telah berada di wilayah suatu negara, yang tidak memenuhi
ketentuan keimigrasian (melebihi izin tinggal/overstay dan pelanggaran perizinan
keimigrasian lainnya), peraturan lainnya atau melakukan tindakan yang
membahayakan kepentingan nasional (pasal 75 ayat 1 dan 2).
Dalam hal kasus Nazaruddin, terlepas dari ada atau tidaknya hal politik yang dilakukan
oleh pemerintah Indonesia, pemilihan tindakan administratif keimigrasian dalam kasus
penggunaan paspor palsu oleh Nazaruddin adalah langkah yang sangat tepat bagi
pemerintah Colombia dalam menjaga hubungan dengan Indonesia.
Pengenyampingan penyelesaian melalui jalur hukum (pro-justisia) dalam kasus-kasus
keimigrasian memungkinkan orang-orang seperti Nazaruddin dapat dipulangkan
dengan cepat ke negara asalnya. Seringkali penyelesaian secara pro-justisia
dimanfaatkan untuk mengulur-ngulur waktu agar yang bersangkutan tidak segera
dipulangkan ke negara asal, karena memang proses pengadilan memakan waktu
terlebih apabila sampai dikenakan hukuman penjara.
KASUS 4
Kasus Imigran, Jaksa Kebingungan Sikap Polisi yang Lamban
Aspidsus Kejati Sultra, Syamsul Arifin mengatakan, berkas perkara Rahmat Gunawan
hanya bolak-balik antara penyidik Polda dan jaksa. Sebab, kata dia berkas perkara
yang sampai ke jaksa belum memenuhi unsur materil dan formil.
"Jadi belum dapat dinyatakan p21 alias lengkap. Sehingga jaksa harus
mengembalikan berkas tersebut dengan beberapa petunjuk yang harus dilengkapi
penyidik Polda. Namun sampai saat ini, penyidik belum menyerahkan berkas
tersebut. Padahal waktunya telah melebihi aturan yang ada, yakni 14 hari," katanya
Syamsul seperti yang dilansir Kendari Pos (Grup JPNN.com), Selasa (17/6).Karena
tak jelas, jaksa pun melayangkan surat p20 atau pertanyaan kepada penyidik Polda
Sultra. Sejauh mana perkembangan dan penangananya. Apakah kasus ini akan
dihentikan?
Untuk diketahui, pada tahun 2013, daratan Sultra menjadi tempat aman para imigran
untuk melintas mencari suaka ke negara Kangguru, Australia. Tak tanggung-
tanggung hampir setiap harinya, imigran gelap dari berbagai negara kepergok oleh
polisi.Namun sayang penyidikan itu harus melibatkan oknum imigrasi karena diduga
ikut melegalkan berbgai persyaratan. Misalnya Rahmat Gunawan saat itu, ditahan
oleh anggota Polda Sultra karena rencana meloloskan dan memuluskan sekitar 70
imigran dengan bayaran Rp 700 juta.
ANALISIS KASUS 4
Kasus seperti ini sebenarnya banyak terjadi di banyak daerah. Penyuapan yang
dilakukan imigran gelap bisa meloloskan mereka dari hukum. Seharusnya pihak
kepolisian bisa menahan dan bertindak rasional dengan tidak menerima suapan
seberapapun besarnya suapan tersebut.