You are on page 1of 29

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung dianggap sebagai salah satu tanaman paling penting di dunia.

Meskipun jagung merupakan tanaman biji-bijian utama di India, jagung

kebanyakan ditanam sebagai sayuran di taman rumah untuk tongkolnya yang

manis. Jagung merupakan tanaman herba tahunan, tumbuh hingga ketinggian 1,8

m, menghasilkan 2-3 tongkol per tanaman dan setiap tongkol dapat berisi sekitar

1100 biji besar. Jagung digunakan sebagai sayuran saat mentah dan jagung lezat

jika direbus atau dipanggang (Sonbai, 2013).

Di Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa

Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara

Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus di daerah Jawa

Timur dan Madura, budidaya jagung dilakukan secara intensif karena kondisi

tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan

jagung (Aulia, 2010).

Produksi jagung pada 2012 sebesar 19,39 juta ton pipilan kering atau

mengalami peningkatan sebesar 1,74 juta ton (9,88 %) dibandingkan dengan

produksi pada 2011. Produksi jagung pada 2013 diperkirakan sebesar 18,84 juta

ton pipilan kering atau mengalami penurunan sebesar 0,55 juta ton (2,83%)

dibandingkan dengan produksi pada 2012. Penurunan produksi ini diperkirakan

terjadi karena penurunan luas panen seluas 66,62 ribu hektar (1,68%) dan

penurunan produktivitas sebesar 0,57 kwintal per hektar (1,16%)

(Badan Pusat Statistik, 2013).


2

Salah satu penyebab menurunnya produktivitas tanaman jagung di

Indonesia adalah adanya penyakit penting tanaman. Penyakit penting tanaman

jagung di antaranya adalah penyakit bulai yang disebabkan Peronosclerospora

maydis dan penyakit hawar daun jagung disebabkan oleh Helminthosporium sp.

(Aulia, 2010).

Tanaman jagung yang terserang patogen P.maydis tidak menghasilkan biji

pada buaahnya sehingga kehilangan hasil dapat mencapai 100% jika tidak

dilakukan pengendalian . Tanaman jagung yang terserang patogen

Helminthosporium sp. dapat mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 50% bahkan

dapat lebih besar jika serangan patogen terjadi sebelum munculnya bunga jantan

pada tanaman jagung (Semangun, 2004).

Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui gejala terhadap

penyakit pada tanaman jagung (Zea mays L.).

Kegunaan Penulisan

Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti Praktikum Hama Penyakit

Tanaman Horti Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang

membutuhkan.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Dalam sistematika tumbuhan, kedudukan jagung diklasifikasikan sebagai

berikut, yaitu Kingdom: Plantae ; Divisio: Spermatophyta ; Sub Divisio:

Angiospermae ; Class: Monocotyledone ; Ordo: Graminae ; Familia:

Graminaceae; Genus: Zea ; Species: Zea mays L (Sonbai, 2013).

Jagung adalah tanaman herba monokotil dan tanaman semusim iklim

panas. Tanaman ini berumah satu, dengan bunga jantan tumbuh sebagai

pembungaan ujung (tassel) pada batang utama (poros atau tangkai). Dan bunga

betina tumbuh terpisah sebagai pembungaan samping (tongkol) yang berkembang

pada ketiak daun. Tanaman ini menghasilkan satu atau beberapa tongkol. Kadang-

kadang bunga jantan tumbuh pada ujung tongkol dan bunga betina pada tassel

(Hartati et al; 2012).

Perakaran tanaman jagung terdiri atas 4 macam akar, yaitu akar utama,

akar cabang, akar lateral dan akar rambut. Sistem perakaran tersebut berfungsi

sebagai alat untuk mengisap air serta garam – garam yang terdapat didalam tanah,

mengeluarkan zat-zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan dan alat

pernapasan (Hartati et al; 2012).

Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m

meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah

cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang

membantu menyangga tegaknya tanaman (Hanum, 2008).

Setelah perkecambahan akar primer akan memulai pertumbuhan tanaman.

Sekelompok akar seunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan akar
4

yang tumbuh menyamping. Akar yang tumbuh relatif dangkal ini merupaan akar

adventif dengan percabangan yang amat lebat yang memberi hara pada tanaman.

Akar layang penyokong memberikan tambahan topangan untuk tumbuh tegak dan

membantu penyerapan hara. Akar layang ini,yang tumbuh diatas permukaan

tanah, tumbuh rapat pada buku-buku dasar dan tidak bercabang sebelum masuk ke

tanah (Novriani, 2010).

Daun jagung tumbuh melekat pada buku- buku batang. Strutur daun

jagung terdiri atas 3 bagian, yaitu kelopak daun, lidah daun, dan helai daun.

Bagian permukaan daun berbulu, dan terdiri atas sel-sel bullifor. Bagian bawh

daun pada umumnya tidak berbulu. Jumlah daun tiap tanaman bervariasi antara 8-

48 helai. Ukurandaun berbeda-beda yaitu panjang antara 30cm–150cm dan lebar

15 cm. Letak daun pada batang termasuk daun duduk bersilang (Setyorini, 2003).

Batang tanaman kaku ini tingginya berkisar antara 1,5 sampai 2,5 m dan

terbungkus oleh pelepah daun yang berselang seling yang berasal dari setiap buku.

Buku batag mudah terlihat. Pelepah daun terbentuk pada buku dan membungkus

rapat-rapatt panjang batang utama dan sering melingkupi hingga ke buku

berikutnya (Vincent dan Yamaguchi, 1998).

Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus. Biji jagung

mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung

pada jenisnya. Pada umumnya jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara

lurus atau berkelok-kelok dan berjulah antara8-20 baris biji. Biji jagung terdiri

atas 3 bagian utama yaitu kulit biji, endosperm dan embrio (Setyorini, 2003).
5

Percabangan umumnya terbentuk pada pangkal batang. Batang liar adalah

batang sekunder yang berkembang pada ketiak daun terbawah dekat permukaan

tanah (Vincent dan Yamaguchi, 1998).

Syarat Tumbuh

Iklim

Iklim sangat menentukan komoditas yang akan diusahakan baik tanaman

maupu ternak. Komoditas yang diusahakan harus cocok denganiklim setempat

agar produktivitasnya tinggi dan memberikan manfaat yang lebih baik bagi

manusia. Iklim juga berpengaruh pada cara mengusahakan serta teknologi yang

cocok dengan iklim tersebut (Sudarmi, 2013)

Suhu harian yang optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung berkisar

antara 20-24˚C. Suhu yang lebih tinggi dari 35˚C akan menyebabkan tepung sari

menjadi steril sehingga tidak akan terjadi pembentukan buah dalam suhu tersebut

(Gruben dan Sutarya, 1995).

Unsur iklim yang berpengaruh bagi tanaman jagung yaitu penyinaran sinar

matahari. Tanaman jagung membutuhkan penyinaran matahari penuh, maka

tempat penanamannya harus terbuka. Penanaman jagung tidak dianjurkan di

dataran tinggi lebih dari 1000 m dpl (Setyorini, 2003).

Tanah

Tanah sebagai faktor alam juga sangat menentukan. Ada tanah pasir yang

sangat porous, ada tanah kuarsa yang berbutir halus, tanah liat yang susah

penggarapannya pada waktu keirrng karena keras, ada tanah yang gembur dan

subur sehingga sangat menguntungkan. Pada tanah yang ringan tenaga kerja dapat

dimanfaatkan secara lebih baik (Suratiyah, 2011).


6

Jagung tidak memerlukan persyaatan tanah yang khusus. Jenis tanah yang

dapat ditanami jagung antara lain andosol (berasal dari gunung berapi), latosol,

grumosol, tanah berpasir. Pada tanah dengan tekstur berat (grumosol) masih dapat

ditanami jagung dengan pengolahan yang baik (Aulia, 2010 ).

Tanah berdebu yang kaya hara dan humus amat cocok untuk tanaman jagung.

Disamping itu, tanaman jagung toleran terhadapap berbagai jenis tanah, misalnya

tanah andosol dan latosol, asalkan memiliki keasaman tanah (pH) yang memadai

untuk tanaman tersebut (Setyorini, 2003).

Keasaman tanah yang diinginkan berkisar antara 5,5 – 6,8. Tanaman jagung

dapat ditanam di dataran rendah atau di dataran tinggi sampai ketinggian 2000 m

diatas permukaan laut. Jagung yang diusahakan di dataran tinggi biasanya

berumur lebih panjang daripada jagung yang diusahakan di dataran rendah

(Gruben dan Sutarya, 1995).

Hal yang pasti mengenai jagung yaitu lebih produktif ditanah yang subur.

Perlakuan sekarang yaitu untuk memperbaiki defisiensi tanah daripada mencari

genotip yang merespon lebih baik terhadap perbedaan kesuburan. Pada tingkat

kesuburan tanah yang tinggi, tingkat penanaman atau pertumbuhan meningkat

(Poehlman dan Sleper, 1995).

Penyakit Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Bulai (Peronosclespora maydis (Rac.)) Shaw

Biologi

Menurut Dwijoseputro (1978) jamur penyebab penyakit (P. maydis (Rac.)

Shaw) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Myceteae Divisio :


7

Eumycota Class : Oomycetes Ordo : Peronosprorales Family : Peronosporaceae

Genus : Peronosclerospora Species : Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw

Suku peronosporaceae mempunyai sporangiosfor yang berbeda jelas dari

hifa yang biasa. Sporangiosfor mempunyai sumbu yang jelas, umumnya

mempunyai percabangan. Sporangiosfor waktu permukaan berembun, miselium

membentuk konidiofor yang keluar melalui mulut kulit (Semangun, 2000).

Dari satu mulut kulit dapat keluar satu konidiofor atau lebih. Konidium

yang masih muda berbentuk bulat, sedang yang sudah masak dapat menjadi

jorong, konidium berukuran 12-19 x 10-23 μm dengan rata-rata 19,2 x 17,0 μm.

Konidium tumbuh dengan membentuk pembuluh kecambah. Sporangiosfor pada

sclerospora panjang dan bercabang-cabang dekat dengan ujung. Sporangium

tumbuh pada ujung cabang-cabang. Peronosporaceae tidak menghasilkan

sporangium terus menerus tetapi sekali saja. Sporangium boleh dikatakan

seragam, semuanya serupa jeruk nipis (Dwidjoseputro, 1978).

P. maydis tidak dapat hidup secara saprofitik. Pertanaman di bekas

pertanaman yang terserang berat dapat sehat sama sekali. Jamur ini harus bertahan

dari musim ke musim pada tanaman hidup. Jamur dapat terbawa ke dalam biji

tanaman sakit, namun ini hanya terjadi pada biji yang masih muda dan basah pada

jenis jagung yang rentan (Karen dan Ruhl, 2007).

Jamur menyebar dengan konidia melalui infeksi pada stomata dan lentisel.

Perkembangan jamur sangat baik pada keadaan lembab, curah hujan tinggi, dan

pemupukan N yang berat. Spora disebarkan oleh angin pada cuaca kering.

Konidium berkecambah paling baik pada suhu 30o C (Pracaya, 1999).


8

Daun yang telah terinfeksi menjadi bergaris-garis putih sampai

kekuningan. Pada tingkat akhir warna daun menjadi kecoklatan dan kering.

Pertumbuhan menjadi terhambat, bila yang terserang tanaman jagung yang baru

saja tumbuh pada umur 2-3 minggu setelah tanam biasanya daun menjadi

berwarna putih. Kalau umur tanaman sudah 3-5 minggu daun akan menguning

dan yang baru muncul akan menjadi kaku dan kering. Tanaman bisa menjadi

kerdil dan mati serta tidak bisa berbuah. Bagian bawah daun kelihatan ada tepung

putih yang berasal dari sisa konidia dan konidiofor. Bila umur tanaman sudah

kira-kira satu bulan, walaupun sudah diserang oleh jamur, namun masih bisa

tumbuh dan berbuah, hanya tongkolnya tidak bisa besar, kelobot tidak

membungkus secara penuh pada tongkol. Ujung tongkol masih kelihatan,

kadangkadang bijinya tak penuh atau ompong (Pracaya, 1999).

Penyakit yang sering terjadi pada tanaman jagung adalah penyakit bulai

atau downy mildew yang disebabkan oleh Peronosclespora maydis (Rac.) Shaw.

yang sejak lama telah menimbulkan kerugian yang cukup besar, sehingga

penyakit ini banyak dikenal petani. Penyakit bulai merupakan penyakit epidemik

yang menyerang hampir disetiap musim terutama pada tanaman jagung yang

ditanam di luar musim tanam atau terlambat tanam (Sudana et al., 2002).

P. maydis merupakan patogen yang cukup berbahaya karena dapat

menyebabkan kehilangan hasil hingga 100% atau puso seperti yang pernah terjadi

di Lampung pada tahun 1996 (Subandi et al., 1996).

Gejala

Gejala akibat patogen ini pada permukaan daun terdapat garis-garis

berwarna putih sampai kuning diikuti dengan garis-garis klorotik sampai coklat
9

Tanaman yang terinfeksi pada waktu masih sangat muda biasanya tidak

membentuk buah. Bila infeksi terjadi pada tanaman yang sudah tua, tanaman

dapat tumbuh terus dan membentuk buah (Semangun 2004).

Buah sering mempunyai tangkai yang panjang dengan kelobot yang tidak

menutup pada ujungnya dan hanya membentuk sedikit biji (tongkol tidak

sempurna). Patogen berkembang secara sistemik sehingga bila patogen mencapai

titik tumbuh, maka seluruh daun muda yang muncul kemudian mengalami

klorotik, sedang daun pertama sampai keempat masih terlihat sebagian hijau. Ini

merupaka ciri-ciri dari infeksi patogen melalui udara tetapi bila biji jagung sudah

terinfeksi maka bibit muda yang tumbuh meperlihatkan gejala klorotik pada

seluruh daun dan tanaman cepat mati (Subandi et al., 1988).

Bila patogen dalam daun yang terinfeksi pertama kali tidak dapat

mencapai titik tumbuh, gejala hanya terdapat pada daundaun yang bersangkutan

sebagai garis-garis klorotik, yang disebut juga sebagai gejala local

(Semangun, 1968).

Di permukaan bawah daun yang terinfeksi, banyak terbentuk tepung putih

yang merupakan spora patogen tersebut. Patogen membentuk dua tipe hifa di

dalam jaringan daun yaitu hifa kurang bercabang dan hifa banyak bercabang, dan

berkelompok (Subandi et al., 1988).

Gambar 6. Gejala serangan P. maydis


Sumber : Warisno (2007)
10

Pengendalian

Pengendalian benih yang akan ditanam dilakukan seeds treatment terlebih

dahulu dengan menggunakan bahan aktif metalaksil, atau disemprotkan fungisida

Nordox 56WP pada tanaman dimulai pada umur 5 hari setelah tanam sampai tidak

ada lagi gutasi ditanaman, dan dapat pula menggunakan varietas tahan seperti

lokal Kalbar, Lagaligo, Surya, Bisi-4, Pioneer (4,5,9,10 dan 12).

Pengendalian penyakit bulai melalui penggunaan fungisida berbahan aktif

metalaksil bergeser keefektifannya karena perubahan ketahanan ras jamur akibat

persilangan antar ras jamur yang tahan metalaksil Selain itu, residu fungisida

dapat mencemari lingkungan.

Karat (Puccinia sorghi Schwein.)

Biologi

Sistematika jamur Puccinia sorghi Schw. menurut Dwidjoseputro (1978)

dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Myceteae Divisio : Eumycota

Class : Basidiomycetes Ordo : Uredinales Family : Pucciniaceae Genus : Puccinia

Species : Puccinia sorghi Schw.

Urediospora berbentuk bulat atau jorong, 24-29 μm x 22-29 µm,

berdinding coklat kemerahan, berduri-duri halus. Teliospora jorong, berbentuk

tabung atau gada. Aesiospora bulat atau jorong, bergaris tengah 12-24 µm,

berdinding hialin (Semangun, 1993).

P. sorghi membentuk urediosorus bulat atau jorong. Di lapangan

kadangkadang epidermis tetap menutupi ureidiosorus sampai matang. Tetapi ada

kalanya epidermis pecah dan massa spora dalam jumlah besar menjadi tampak.

Setelah terbuka ureidiosorus berwarna jingga atau jingga tua. Jamur membentuk
11

banyak ureidiospora pada daun dan kadang-kadang juga pada upih daun. Karena

adanya sorus ini permukaan atas daun menjadi kasar. Pada tingkatan yang jauh

penyakit karat menyebabkan mengeringnya bagian-bagian daun

(Pangasara dan Rahmawati, 2007).

Jamur karat tidak dapat hidup sebagai saprofit, sehingga tidak

mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman jagung. P. sorghi mempertahankan

diri pada tanaman jagung yang hidup dan dipencarkan oleh urediospora yang

dibantu oleh tiupan angin dan tetap dapat hidup karena sporanya kering dan

mempunyai dinding yang cukup tebal (Semangun, 1993).

Penyakit dapat berkembang pada suhu 16o C-23o C. Urediospora terdapat

di udara paling banyak pada waktu siang, tengah hari, dan setelah tengah hari.

Infeksi terjadi melalui mulut kulit, yang umumnya dengan pembentukan

apresorium (Semangun, 1993).

P. sorghi membentuk urediosorus bulat atau jorong. Di lapangan

kadangkadang epidermis tetap menutupi ureidiosorus sampai matang. Tetapi ada

kalanya epidermis pecah dan massa spora dalam jumlah besar menjadi tampak.

Setelah terbuka ureidiosorus berwarna jingga atau jingga tua. Jamur membentuk

banyak ureidiospora pada daun dan kadang-kadang juga pada upih daun. Karena

adanya sorus ini permukaan atas daun menjadi kasar. Pada tingkatan yang jauh

penyakit karat menyebabkan mengeringnya bagian-bagian daun

(Pangasara dan Rahmawati, 2007).

Penyakit karat pada jagung di Indonesia baru menarik perhatian pada

tahun 1950-an. Penyakit karat disebabkan oleh Puccinia sorghi Schwein.


12

P. sorghi lebih banyak terdapat di pegunungan beriklim tropik dan di daerah

beriklim sedang (Subandi et al., 1996).

Gejala

Gejala yang tampak pada tanaman adalah pada permukaan daun atas dan

bawah terdapat bercak-bercak kecil bulat sampai oval, berwarna coklat sampai

merah orange karena cendawan ini membentuk urediosorus panjang atau bulat

panjang pada daun. Epidermis pecah sebagian dan massa spora dibebaskan

menyebabkan urediosorus berwarna coklat atau coklat tua. Urediosorus yang

masak berubah menjadi hitam bila teliospora terbentuk (Semangun, 2004).

Tanaman jagung yang terserang jamur ini memperlihatkan gejala bercak

kuning kemerahan (seperti karat) pada daun, bunga, dan kelobot buah. Jika

serangan berat maka tanaman dapat mengalami kematian (Tjahjadi, 2005).

Gejala serangan Puccinia sorghi


Sumber :Warisno (2007)

Pengendalian

Pengendalian penyakit karat daun dapat dilakukan dengan mengatur

kelembaban pada areal tanam, menanam varietas unggul atau varietas tahan

terhadap penyakit, melakukan sanitasi pada areal pertanaman jagung, secara

kimiawi dengan menggunakan pestisida seperti Daconil 75 WP, Difolatan 4

(Pangasara dan Rahmawati, 2007).


13

Hawar daun (Helminthosporium turcicum Pass.)

Biologi

Klasifikasi jamur Helminthosporium turcicum menurut Alexopoulus and

Mims (1979) adalah : Divisio : Amastigomyceta Sub Divisio : Deuteromycotina

Kelas : Deuteromycetes Sub Kelas : Hyphomycetidae Ordo : Hyphales Family :

Dematiaceae Genus : Helminthosporium Spesies : Helminthosporium turcicum

(Pass.) Leonard et Suggs.

Dari Dematiaceae- Phragmospore, marga Helminthosporium kebanyakan

menyerang Graminae. Ini mempunyai konidiofor tegak dan kuat, berwarna coklat.

Konidium seperti kumparan atau seperti gada panjang, sering agak bengkok,

bersekat banyak berwarna coklat, konidium berdinding tebal. Marga

Helminthosporium dipecah menjadi beberapa marga, antara lain Drechslera,

Bipolaris, dan Exserohilum. Helminthosporium turcicum (Exserohilum turcicum)

menyerang bunga dan daun jagung (Semangun, 1996)

Penyakit hawar daun (leaf blight) turcicum disebabkan oleh jamur

Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs. Jamur membentuk

konidiofor yang keluar dari mulut daun (stomata), satu atau dua dalam kelompok,

lurus atau lentur, berwarna coklat, panjangnya sampai 300 μm, tebal 7-11 μm,

secara umum 8-9 μm. Konidium lurus atau agak melengkung, jorong atau

berbentuk gada terbalik, pucat atau berwarna coklat jerami, halus mempunyai 4-9

sekat palsu, panjang 50-144 (115) μm, dan bagian yang paling lebar berukuran

18-33 μm, kebanyakan 20-24 μm. Konidium mempunyai hilum menonjol dengan

jelas, yang merupakan ciri dari marga Drechslera. Dalam biakan murni, D.

turcicum membentuk askus dalam peritesium. Stadium sempurna dari jamur ini
14

disebut Setosphaeria turcica (Luttrell) Leonard et Suggs atau Trichometasphaeria

turcica (Pass.) Luttrell (Holliday, 1980).

Penyakit hawar daun yang disebabkan oleh Helminthosporium turcicum

atau yang sering disebut northern corn leaf blight ini merupakan penyakit yang

sangat penting pada tanaman jagung manis. Bila infeksi terjadi sebelum

pembungaan kerugian yang ditimbulkan dapat mencapai 50%, akan tetapi bila

infeksi terjadi 6 minggu setelah pembungaan, kerugian yang ditimbulkan sangat

kecil (Semangun, 1991).

Gejala

Patogen ini menyerang bagian daun tanaman dengan gejala mula-mula

terlihat bercak kecil berbentuk oval kemudian bercak berkembang menjadi hawar

berwarna hijau keabu-abuan atau coklat, dengan panjang hawar 2,5-15 cm.

Bercak-bercak ini pertama kali terdapat pada daun-daun bawah (tua) kemudian

berkembang menuju daun-daun atas (muda). Bila infeksi cukup berat, tanaman

cepat mati, dengan hawar berwarna abu-abu seperti terbakar atau mengering.

Tongkol tidak terinfeksi walaupun hawar dapat terjadi pada kelobot. Biasanya

gejala ini akan cepat menyebar dengan cepat pada cuaca yang lembab. Penyakit

ini dapat berkembang dengan bantuan curah hujan yang tinggi, suhu yang relatif

rendah (Sudjono 1989 dalam Subandi et al., 1988).

Gejala serangan hawar daun turcicum


15

Produktivitas tanaman jagung manis secara signifikan dipengaruhi tingkat

kerusakan tanaman oleh penyakit hawar. Pada musim hujan umumnya serangan

terjadi sangat berat, bisa mencapai 50-70% atau lebih terutama ditempat dengan

elevasi yang tinggi lebih dari 500 m dpl (Adnan, 2008)

H. turcicum bertahan hidup sampai satu tahun berupa miselium dorman

pada tanaman jagung hidup yang selalu terdapat di daerah tropik, pada

rumputrumputan termasuk sorgum, pada sisa-sisa tanaman sakit, dan pada biji

jagung (Semangun, 2004).

Diantara konidia yang tua dapat berubah menjadi klamidiospora yang

berdinding tebal sehingga dapat bertahan lama. Di udara konidium terbanyak

terdapat pada saat menjelang tengah hari. Konidium menginfeksi tanaman melalui

stomata atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung yang didahului

dengan pembentukkan apresorium. Cendawan ini dapat menginfeksi tanaman

dengan dua cara, infeksi pertama konidia dapat disebarkan jauh oleh angin atau

percikan air hujan sampai pada tanaman jagung. Infeksi kedua terjadi diantara

tanaman jagung disekitarnya karena adanya bercak-bercak yang terbentuk pada

daun. Pada keadaan yang baik siklus lengkap penyakit berlangsung selama 3-4

hari. Biji jagung yang terinfeksi berperan sebagai sumber inokulum pertama

dalam penyebaran penyakit ini. Penyakit ini sudah tersebar di seluruh dunia

(bersifat kosmopolitan) dan sangat penting di daerah yang bersuhu hangat antara

20-32º C dan lembab (White, 1999).

Pengendalian

Hingga saat ini telah diketahui beberapa cara pengendalian penyakit hawar

daun yang efektif yaitu dengan penggunaan varietas tahan,sanitasi lingkungan,


16

pengelolaan tanah yang baik dan penyiangan yang sempurna dapat menekan atau

mengurangi sumber inokulum awal, pengaturan jarak tanam, dan fungisida jika

diperlukan (Pabbage et al., 2007).

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menekan luas serangan patogen

di lapang antara lain melakukan pengolahan tanah yang baik karena patogen dapat

bertahan pada permukaan tanah, sanitasi lapang dengan membersihkan gulma dan

membuang sisa-sisa tanaman jagung manis yang terserang karena patogen dapat

bertahan pada sisa tanaman sakit yang terdapat di permukaan tanah tetapi tidak

pada sisa tanaman sakit yang dipendam dalam tanah (Semangun, 1991).

Pergiliran tanaman, penyemprotan fungisida berbahan aktif mankozeb

pada awal musim hujan, karena pada saat itu kemungkinan penyebaran dan

perkembangan patogen lebih cepat dapat pula dilakukan dalam usaha

mengendalikan penyakit ini (Suprapto, 1998).

Aplikasi fungisida sejak awal gejala timbul dan menghindari penanaman

terus-menerus serta perlakuan benih dapat mengurangi gejala penyakit pada

pertanaman jagung manis dengan thiram dan karboxin atau dengan perawatan

udara panas selama 17 menit dengan suhu 54-55 ºC (Anonim 1992). Penggunaan

varietas yang resistan seperti tanaman yang bukan hibrida menunjukkan hasil

yang nyata (Robert, 1953).

Hawar Upih (Rhizoctonia solani Kuhn.)

Klasifikasi cendawan Rhizoctonia solani (Alexopoulos et al., 1996) adalah

sebagai berikut: Domain : Eukaryota Kingdom : Fungi Phylum : Deuteromycota

Kelas : Deuteromycetes Ordo : Agonomycetales Genus : Rhizoctonia

Spesies : Rhizoctonia solani


17

Cendawan R. solani merupakan cendawan yang bereproduksi secara

aseksual (anamorph), cendawan tersebut memiliki fase seksual (teleomorph)

sebagai cendawan Thanatephorus cucumeris.

Secara umum, pertumbuhan R. solani berlangsung sangat cepat. Satu isolat

dapat tumbuh menutupi cawan Petri ukuran 90 mm dalam tiga hari. Cendawan ini

dapat hidup selama beberapa tahun dengan memproduksi sklerotia di tanah dan

jaringan tanaman. Beberapa R. solani yang bersifat patogen terhadap padi

memiliki kemampuan untuk memproduksi sklerotia yang berdinding luar tebal,

sehingga mampu terapung dan bertahan hidup di air. R. solani juga bertahan hidup

sebagai miselium dengan cara saprofit, yakni mengkolonisasi bahan-bahan

organik tanah khususnya sebagai hasil aktivitas patogen tanaman. Sklerotia

dan/atau miselia yang berada di tanah atau jaringan tanaman tumbuh dan

membentuk hifa yang dapat menyerang beberapa jenis tanaman (Ceresini 1999;

CABI 2004).

Ceresini (1999) menggambarkan bagaimana R. solani menyerang

tanaman. Patogen ini tertarik pada tanaman karena senyawa kimia stimulan yang

dilepaskan oleh tanaman. Hifa cendawan bergerak ke arah tanaman dan melekat

pada permukaan luar tanaman. Setelah melekat, cendawan terus berkembang pada

permukaan luar tanaman dan menyebabkan penyakit dengan membentuk

apresorium atau infection cushion dan melakukan penetrasi ke dalam sel tanaman.

Proses infeksi didukung oleh produksi berbagai enzim ekstraseluler yang

mendegradasi berbagai komponen dinding sel tanaman, seperti selulosa, kutin,

dan pektin. Seiring dengan matinya sel tanaman oleh cendawan tersebut, hifa

melanjutkan pertumbuhannya dan menyerang jaringan mati. Inokulum baru


18

dihasilkan pada atau di dalam jaringan inang, dan siklus baru berulang jika

substrat baru tersedia.

Gejala

Penyebaran penyakit ini meliputi daerah tropika dan subtropika. Gejala

penyakit busuk pelepah pada tanaman jagung umumnya terjadi pada pelepah

daun, bercak berwarna agak kemerahan kemudian berubah menjadi abu-abu,

bercak meluas dan seringkali diikuti pembentukan sklerotium dengan bentuk yang

tidak beraturan mula-mula berwarna putih kemudian berubah menjadi cokelat.

Gejala hawar dimulai dari bagian tanaman yang paling dekat dengan permukaan

tanah dan menjalar kebagian atas. Cendawan ini bertahan hidup sebagai miselium

dan sklerotium pada biji, di tanah dan pada sisa-sisa tanaman di lapang. Keadaan

tanah yang basah, lembab dan drainase yang kurang baik akan merangsang

pertumbuhan miselium dan sklerotia (Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Penyebab penyakit hawar upih adalah cendawan R. solani. Cendawan

R. solani membentuk struktur bertahan yang dapat bertahan hidup lama dalam

keadaan kering. Sklerotia mudah lepas dari permukaan tanaman inang dan hanyut

terbawa air bila terjadi hujan atau pengairan. Apabila menempel pada tanaman

inangnya, maka cendawan akan tumbuh dan menginfeksi ke jaringan tanaman.

Selain bertahan hidup dalam bentuk sklerotia, cendawan ini juga dapat bertahan

dalam biji (Subandi et al., 1988).

Hawar Upih (Rhizoctonia solani Kuhn.)


19

Pengendalian

R. solani mempunyai banyak tanaman inang, selain dari famili rumput-

rumputan juga dari famili kacangkacangan. Penyakit hawar upih dapat

dikendalikan dengan penanaman varietas tahan pada musim hujan, penanaman

jagung sebaiknya pada musim kemarau, penanaman varietas yang letak

tongkolnya tinggi, membuang (merompes) daun yang berada di bawah tongkol

yang pelepahnya telah tertular hawar upih, sanitasi kebun dengan membersihkan

dari gulma dan memotong bagian tanaman yang terserang dan dimusnahkan,

drainase yang baik, dan pergiliran tanaman (Subandi et al., 1988).

Penyakit Gosong (Ustilago maydis (DC) Cda)

Biologi

Menurut Anonimus (2010), klasifikasi dari patogen penyebab penyakit

gosong ini adalah: Kingdom : Fungi Filum : Basidiomycota

Kelas : Ustilaginomycetes Ordo : Ustilaginales Famili : Ustilaginaceae Genus :

Ustilago Spesies : Ustilago maydis (DC) Cda

Teliosporanya berbentuk bulat atau elips, berwarna coklat sampai hitam,

diameter 8 - 11 mikron. Spora diploid ini tumbuh membentuk promiselium

dengan empat atau lebih sporidia (Wakman dan Burhanuddin,2007).

Dalam kelenjar jamur membentuk teliospora, yang berbentuk bulat atau

jorong. Teliospora berkecambah dengan membentuk basidium atau promiselium,

kemudian membentuk basidiospora atau sporidium (Semangun, 1993).

Gejala

Gejala awal berupa pembengkakan atau gall yang dibungkus dengan

jaringan berwarna putih kehijauan sampai putih perak mengkilat. Bagian dalam
20

gall berwarna gelap dan berubah menjadi massa tepung spora berwarna coklat

sampai hitam. Apabila bunga jantan terinfeksi, maka semua tongkol pada tanaman

tersebut terinfeksi penyakit gosong (Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Biji-biji yang terinfeksi membengkak, membentuk kelenjar-kelenjar.

Dengan makin membesarnya kelenjar-kelenjar,kelobot terdesak ke samping,

sehingga sebagian dari kelenjar itu tampak dari luar. Akhirnya kelenjar pecah dan

spora jamur yang berwarna hitam terhambur keluar (Semangun, 1993).

Gejala Serangan Gosong


Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Pengendalian

Menurut Singh (1998), pengendalian penyakit gosong adalah rotasi

tanaman, sanitasi lahan,dan perlakuan benih yang mungkin dapat membantu

terjadinya infeksi.

Menurut Semangun(1993), pengendalian yang tepat untuk penyakit ini

adalah: Membakar atau memendam dalam tanah tanaman yang telah terinfeksi,

Melakukan seed treatment, Penggunaan varietas tahan


21

Busuk Tongkol (Diplodia maydis Schwabe, Gibberella zeae Schw)

Biologi

Menurut Anonimus (2010), klasifikasi dari pathogen penyebab busuk

tongkol adalah: Kingdom : Fungi Filum : Ascomycota Kelas : Sordariomycetes

Ordo : Hypocreales Famili : Nectriaceae Genus : Diplodia

Spesies : Diplodia maydis Schwabe

Konidium teratur seperti jari, berbentuk sabit. Klamidospora interkalar,

bulat, berdinding tebal, hialin atau coklat pucat dengan dinding luar licin atau

agak kasar, dengan garis tengah 10-12 mikron, membentuk rantai atau kumpulan

(Semangun, 1993).

Diplodia maydis
Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf
Gejala Serangan Tanaman jagung tampak layu atau seluruh daun

menguning. Gejala pada daun terdapat bercak yang ditengahnya seperti mata.

Gejala tersebut umumnya terjadi pada stadia generative, yaitu setelah fase

pembungaan. Pangkal batang yang terinfeksi berubah warna dari hijau menjadi

kecoklatan, bagian dalam busuk, sehingga mudah rebah dan bagian kulit luarnya

tipis. Pada pangkal batang yang terinfeksi tersebut terlihat warna merah jambu,

merah kecoklatan atau coklat (Wakman dan Burhanuddin, 2007).


22

Infeksi dimulai pada dasar tongkol, berkembang ke bonggol, kemudian

merambat ke permukaan biji dan menutupi kelobot. Tongkol menjadi busuk dan

kelobotnya saling menempel erat pada tongkol (Semangun, 1993).

Gejala busuk tongkol Diplodia adalah kelobot yang terinfeksi pada

umumnya berwarna coklat. Infeksi pada kelobot setelah dua minggu keluar

rambut jagung menyebabkan biji berubah menjadi coklat, kisut dan busuk.

Miselium berwarna putih. Piknidia berwarna hitam tersebar pada kelobot. Gejala

busuk tongkol Gibberella adalah tongkol menjadi busuk dan kelobotnya saling

menempel erat pada tongkol, buah berwarna biru hitam di permukaan kelobot dan

bongkol (CIMMYT, 2004).

Gejala Serangan Busuk Tongkol


Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf
Pengendalian

Menurut Anonimus b (2010), pengeloloaan penyakit ini adalah: 1. Teknik

bercocok tanam - Menanam varietas unggul - Pergiliran tanaman - Mengatur jarak

tanam - Seed dressing 2.Aplikasi Fungisida.

Virus Kerdil Khlorotik Jagung (Maize Chlorotic Dwarf Virus Disease Virus)

Gejala Serangan
23

Gejala awal ditandai oleh warna khlorose pada daun muda di pucuk

tanaman. Klorotik garis diantara tulang daun sering tampak. Daun menguning

atau kemerahan dan pemendekan ruas batang umum terjadi (Wakman dan

Burhanuddin, 2007).

Gejala Serangan MCDV


Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Pengendalian

Penyakit virus kerdil klorotik jagung dapat dikendalikan dengan

pemberantasan rumput inang dengan herbisida dan pemberantasan serangga

vektor dengan insektisida (Wakman dan Burhanuddin, 2007).


24

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilakukan di areal lahan Fakultas Pertanian Program Studi

Agroteknologi Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian 25 meter

diatas permukaan laut. Percobaan ini dilaksanakan pada Maret sampai Mei 2018

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain benih

jagung (Zae mays L.) sebagai sampel tanaman yang akan diamati gejala

penyakitnya, tanah top soil dan pukan sebagai media tanam dengan perbandingan

3 : 1 dan polybag ukuran 10kg sebagai media tanam, label nama sebagai identitas

tanaman yang akan diamati, serta air unruk menyiram tanaman.

Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu cangkul sebagai

alat pengolah tanah, parang sebagai alat pemotong kayu dan gulma, gembor

sebagai alat bantu menyiraman tanaman jagung, meteran sebagai alat bantu

mengukur dalam pembuatan plot dan pengukuran tinggi tanaman, tali plastk

sebagai pembatas lahan dan juga pengikat, pacak yang terbuat dari ajir bambu

sebagai penanda lahan, garu sebagai alat bantu membersihkan gulma dan dipakai

saat pembukaan lahan,dan alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran tiap

minggunya.

Prosedur Kegiatan

Pembuakaan Lahan

Lahan diukur sepanjang 14 m X 13 m dengan panjang plot 4 m X 2,5 m

.Lahan di bersihkan dari gulma untuk di letakan tanaman jagung.


25

Pengisian Media

Media yang di gunakan yaitu mengunakan top soil dan pupuk kandang

dengan perbandingan 3 : 1 . Selanjutnya media di campurkan dengan

menggunakan cangkul dan di masukan kedalam polybag 5 kg dan selanjutnya

polybag di susun di lahan.

Penanaman

Tanaman jagung di tanam pada polybag yang telah tersusun di lahan .

selanjutnya benih jagung di tanam pada polybag yang telah tersusun. Ulangan

yang dilakukan pada percobaan sebanyak 4 kali ulangan.

Penyiraman

Penyiraman dilakuakan setiap hari semenjak benih di tanam ke polybag

sampai dengan pengambilan data terakhir. Penyiraman dilakukan brtujuan untuk

agar tanaman tumbuh dengan baik dan tidak keukrangan air.

Penyiangan

Lahan di bersihkan dari gulma agar tidak terjadi persaingan unsur hara dan

tidak berkembang OPT disekitaran lahan yang di Tanami tanaman jagung .

Pengambilan data

Pengambilan data di lakukan pada MST 1 sampai MST 3 data yang di

ambil berupa Periode inkubasi, Keejadian penyakit dan keparahan penyakit.

Peubah Amatan

Periode Inkubasi

Periode inkubasi yaitu jarak atau waktu munculnya gejala serangan

penyakit sejak tanaman hingga timbulnya gejala penyakit, biasanya hitungan nya

dalam hari.
26

Kejadian Penyakit (Kjp)

Kejadian penyakit merupakan proporsi individual inang atau organ yang

terserang penyakit, tanpa mempedulikan seberapa berat penyakitnya. Dengan

menggunakan rumus :

n
𝐾𝐽𝑝 = x 100 %
N

Dimana:

n = Tanaman yang terserang penyakit

N = Jumlah seluruh tanaman

Keparahan Penyakit

keparahan penyakit yang merupakan proporsi permukaan inang yang

terinfeksi terhadap total permukaan inang yang diamati. Pengamatan keparahan

penyakit dapat ditentukan dengan dua cara in situ dan pengamatan organ secara

destruktif. Insitu merupakan pengamatan penyakit yang dapat diperkirakan secara

visual langsung dari unit contoh (misalkan daun). Skor pada setiap kategori

serangan (v), dan skor untuk serangan terberat (V). Rumus yang digunakan :

∑n X v
𝐾𝑒𝑝 = x 100 %
NXV
Dimana :

n = tanaman yang terinfeksi

N = keseluruhan tanaman

v = Skor pada setiap kategori serangan

V = Skor serangan terberat


27

DAFTAR PUSTAKA

Adnan AM. 2008. Pengaruh penyakit hawar daun (Helminthosporium turcicum


Pass.) terhadap kehilangan hasil tanaman jagung manis. Tidak
dipublikasikan. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, IPB.

Alexopoulus, C. J., and Mims, C. W. 1979. Introductory Mycology. Eds 3 th.


John Wiley and Sons.Inc. New York. 632p.

Aulia, 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Bandung : CV. Nuansa Aulia

Diver, S.G. Kuepper and P. Sullivan. 2008. Sweet Corn Organi Production.
United States : Agriculture Specialist

Dwidjoseputro, D.1978. Pengantar Mikologi. Penerbit Alumni. Bogor.

Gruben G. dan R. Sutarya. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran rendah.


Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman. Jakarta : Direktorat Pembinan


Sekolah Menengah Kejuruan

Hartati, S; Winarno, J dan Novarizki, G. 2012. Status Unsur Hara Ca,Mg, Dan S
Sebagai Dasar Pemupukan Tanaman Jagung (Zea mays L) Di Kecamatan
Punung Kabupaten Pacitan. Program Studi Ilmu Tanah Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.

Karen, R and G. Ruhl. 2007. Crop Disease in Corn, Soybean, and Wheat. Diakses
dari http://www.nonruminansia.go.id. Tanggal 18 September 2008.

Murni , A.M dan R.W. Arief . 2008. Teknologi Budidaya Jagung. Jakarta : Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan
Pengembangan Teknologi Pertanian.

Novriani. 2010. Alternatif Pengelolaan Unsur Hara P (Fosfor) Pada Budidaya


Jagung. Jurnal Agrobisnis Vol.2 No.3

Pabbage et al, 2007. Pengelolaan Hama Prapanen Jagung. Balai Penelitian


Serealia. Maros.

Pangarasa, N dan D. Rahmawati. 2007. Pengendalian Hama dan Penyakit Penting


Pada Tanaman Jagung. Balai Pengakajian dan Teknologi Pertanian,
Jawa Timur. Hlm 2-8.

Pracaya. 1999. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm
121-125.
28

Plessis, J.D. 2003.Maize Production. South Africa : Department of Agriculture


and Obtainable.

Poehlman, J. M and D. A. Sleper.1995. Field Crops. New Delhi : Panima


Publishing Corporation.

Polnaya, F dan J.E. Palty. 2012. Kajia Pertumbuhan dan Produksi Varietas Jagung
Lokal dan Kacang Hijau dalam Sistem Tumpangsari. Ambon : Universitas
Pattimura

Rao, K.M. 2000. Text Book Of Holticulture. Delhi : Macmillan India Limited.

Robert AL. 1953. Some of the leaf blights of corn. Di dalam: Stefferud A, editor.
Plant Diseases The Year Book of Agriculture. Washington DC: United State
of Agriculture. 381-382.

Rukmana, R.H. 1997. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta :Penerbit Kanisius

Salirawaty, D, F. Meiliana, J. Suprihatiningrum. 2007. Belajar Kimia Secara


Menarik SMA/MA Kelas XII. Jakarta : Grasindo

Setyorini, D. J., Sri, A., Sri, R. 2003. Uji Tanah Sebagai Dasar Rekombinasi
Penyusunan Pemupukan. Balai Penelitian Tanah Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertnian Departemen Pertanian, Bogor.

Semangun H. 1968. Penyakit Bulai (Sclerospora maydis) pada Jagung,


Khususnya Mengenai Cara Bertahannya Cendawan. Yogyakarta: UGM
Press.

Semangun S. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Semangun, H. 1993. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah


Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 23-69.

Semangun, Haryono. 2000. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada


University. Yogyakarta.

Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah


Mada University Press.Yogyakarta.449 hlm.

Subandi, Syam M, Widjono A. 1988. Jagung. Bogor: Pusat Penelitian dan


Pengembangan Tanaman Pangan.

Subandi, M. Sudjadi, dan D. Pasaribu. 1996. Laporan Hasil Pemantauan Penyakit


Bulai dan Benih palsu pada Pertanaman Jagung Hibrida di
Lampung:Laporan Tahunan Pusat Penelitian dan Pengembangan
29

Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.


Bogor.

Sudana W, Swastika DKS, Soerachman. 2002. Profitabilitas dan peluang


pengembangan jagung di Provinsi Lampung. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian 5: 40-53.

Sudarmi. 2013. Pentingnya Unsur Hara Mikro Bagi Pertumbuhan Tanaman.


Fakultas Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo,
Jawa Timur.

Sonbai, H. H. J., D. Prajitno., A. Syukur. 2013. Pertumbuhan Dan Hasil Jagung


Pada Berbagai Pemberian Pupuk Nitrogen di Lahan Kering Regosol.
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Tania, N., Astrina, S. Budi. 2012. Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Jagung Semi Pada Tanah Podsolik Merah Kuning.
Kalimantan Barat : Universitas Tanjung Pura

Vincent, R.E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia. Bandung : Institut


Teknologi Bandung.

Wakman, W dan Burhanuddin. 2007. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung.


Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros

Warisno.2007. Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta. Hlm 43-56.

White DG. 1999. Compendium of Corn Diseases. 3th ed. USA: APS Press.

You might also like