Professional Documents
Culture Documents
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Konsep Dasar Pembangkit Listrik Tenaga Uap
PLTU adalah suatu pembangkit listrik tenaga termal yang menggunakan uap
untuk fluida kerjanya. Uap yang digunakan adalah hasil dari proses pemanasan air
pada katel uap (boiler). Boiler di PLTU umumnya menggunakan bahan bakar fosil
sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi panasnya.
Boiler adalah bejana yang digunakan untuk memanaskan air menjadi uap
yang memiliki tekanan dan temperatur yang tinggi. Uap yang dihasilkan boiler tadi
digunakan untuk menggerakkan sudu-sudu turbin dimana turbin yang digerakkan
ini telah terkopling dengan generator dan generator ini mengubah energi gerak pada
turbin menjadi energi listrik. Selanjutnya uap sisa menggerakkan turbin ini
mengalami penurunan tekanan dan temperatur dan masuk ke kondensor untuk
dikondensasikan. Air kondensat sebagai hasil dari proses kondensasi di kondensor
dialirkan kembali menuju boiler dengan pompa air umpan (Boiler Feed Water
Pump), secara garis besarnya sistem di PLTU dapat dilihat pada Gambar II. 1. Di
bawah ini.
II-1
II-2
Siklus Rankine ideal terdiri dari proses kompresi isentropik pada pompa,
penambahan kalor pada tekanan kontstan di boiler, dan pelepasan kalor pada
tekanan tetap di kondensor.
Gambar II.2 Diagram T-S Siklus Rankine Ideal
Sumber: (Moran, et al., 2003)
II-3
jarang PLTU ditempatkan didekat laut atau dekat dengan sungai-sungai besar yang
ketersediaan airnya terjaga. Namun air dari laut ini tidak dapat digunakan secara
langsung di PLTU karena salinitasnya yang tinggi akan menyebabkan beberapa
masalah
seperti korosi, scaling, dan penyumbatan aliran pipa. Yang berakibat pada
penurunan
efisiensi sistem di PLTU dan bahkan menimbulkan kerusakan pada
komponen-komponen yang ada di PLTU.
II-4
Untuk mengetahui penjelasan lebih lanjut mengenai kategori air yang
digunakan di PLTU dapat dilihat sebagai berikut:
a. Air bersih (service water)
Kategori air bersih disini biasanya digunakan untuk seal water
pada pompa, air bersih, dan air tambahan untuk sistem scrubbing abu
dan gas buang. Air bersih ini memiliki kriteria penting yaitu tidak
berbau, bebas dari padatan, tidak berwarna, dan tidak keruh. Nilai pH
untuk kebutuhan air bersih ini berkisar antara 6 hingga 8.5 dan total
padatan terlarut tidak lebih dari 1.000 mg/L. Untuk keperluan air
minum sendiri, air harus dilakukan treatment seperti klorinasi terlebih
dahulu sebelum digunakan.
II-5
d. Air dengan kemurnian tinggi (High Purity Water)
Air ini adalah air yang digunakan sebagai tambahan pada siklus
kondensat dan air umpan. Tingkat kemurnian yang tinggi dibutuhkan
untuk menghindari kerak dan korosi pada komponen-komponen
utama yang ada di PLTU. Kuantitas air yang dibutuhkan tergantung
pada tekanan operasi boiler, semakin tinggi tekanan kerja boiler maka
akan membutuhkan kuantitas air lebih tinggi. Kapasitas dari
kebutuhan air ini adalah 1,5% dari laju uap ditambahkan dengan
kebutuhan sootblowing.
II.2.2 Sistem Pengolahan Air di PLTU
Sistem pengolahan air sendiri biasa dikenal dengan WTP (Water Treatment
Plant) yaitu unit yang diperlukan untuk kebutuhan proses pemurnian air atau untuk
menghilangkan kandungan mineral yang terkandung pada air sehingga menjadi air
demin. Proses untuk merubah air laut menjadi air demin diawali dengan
pengambilan air laut oleh pompa dimana air laut tersebut telah diinjeksikan klorin
untuk membunuh biota-biota laut yang terbawa dan telah dilewatkan melalui
saringan kasar seperti bar screen dan saringan putar halus travelling band screen.
II-6
merupakan air sisa yang tidak dapat diuapkan yang memiliki konsetrasi yang tinggi
(lebih dari 34.000 mg/L garam terlarut).
Terdapat beberapa teknologi yang digunakan untuk proses desalinasi yang
berbasis pada pemisahan dengan membran dan secara termal (Thermal
Desalination).
Pemilihan proses teknologi desalinasi didasarkan pada beberapa factor, antara lain:
1. Salinitas
2. Kualitas air bersih yang dibutuhkan
3. Sumber energi yang digunakan.
II.4 Desalinasi Termal (Thermal Desalination)
Pada dasarnya proses desalinasi menggunakan prinsip-prinsip
termodinamika, perpindahan panas, dan kompresi gas. Suatu unit desalinasi termal
biasanya menggunakan uap hasil dari boiler auxiliary pada saat start-up dan
menggunakan uap hasil dari ekstraksi turbin intermediate pada saat beroperasi
(running).
MED ini merupakan salah satu dari sistem desalinasi yang memanfaatkan
panas untuk memisahkan kandungan garam dari air laut. Pada sistem MED ini, air
produk hasil dari pemisahan didapatkan dari proses evaporating dan condensing.
Air laut yang akan diolah disemprotkan ke permukaan pipa yang di dalamnya sudah
terdapat dan teraliri uap panas. Selanjutnya uap dalam pipa tersebut akan berubah
fasa menjadi air kondensat karena melepas panas latennya, sedangkan air laut yang
disemprotkan tadi menguap karena menerima panas laten dari uap dan digunakan
untuk proses evaporasi pada efek kedua.
Uap hasil proses evaporasi tadi digunakan untuk proses pada efek kedua dan
seterusnya hingga efek terakhir. Air kondensat hasil dari efek kedua hingga efek
terakhir merupakan air produk dari sistem desalinasi ini. Dan uap hasil dari proses
penguapan pada efek terakhir ini dialirkan menuju kondensor untuk dikondensasi
kan dan menjadi air produk dari sistem desalinasi juga. Untuk lebih detailnya dapat
dilihat pada Gambar 2. 5 berikut ini.
II-7
Gambar II.4 Proses Desalinasi
Sumber: (Al-Mutaz & Wazeer, 2014)
MED dengan TVC merupakan metode untuk meningkatkan kinerja
evaporator MED dengan memanfaatkan kembali sebagian uap yang diproduksi dari
efek terakhir dan dikembalikan ke effect pertama (Alimah & Feridian, 2009). MED
dengan TVC merupakan gabungan antara sistem MED dengan suatu alat yang
bernama steam jet ejector. Dimana steam jet ejector ini selain untuk menghisap
sebagian uap dari efek terakhir juga berfungsi untuk menghisap NCG yang berada
di dalam efek terakhir dan kondensor agar tekanan di dalam efek terakhir dan
kondensor tetap terjaga dalam kondisi vakum. Untuk melihat posisi dari ejector
sendiri dapat dilihat pada Gambar II.5.
II-8
II.7 Tipe-tipe MED Berdasarkan Alirannya
Berdasarkan aliran air laut yang masuk ke dalam evaporator, MED dibedakan
menjadi 3 aliran, yakni Forward Feed, Backward Feed, dan Parallel Feed.
1. Tipe Forward Feed
II-9
Pada konfigurasi backward feed, ditunjukkan pada Gambar II.7, air laut
(air umpan) setelah melewati bagian akhir kondensor, masuk ke efek terakhir
dimana suhu dan tekanannya paling rendah di dalam sistem. Brine yang
meninggalkan efek terakhir diarahkan melalui masing-masing efek sampai
efek pertama. Brine meninggalkan efek pertama dikirim kembali ke laut
sebagai air limbah. Suhu dan tekanan meningkat mulai dari efek pertama
hingga efek terakhir. Dalam tata letak ini air umpan dan uap yang masuk ke
efeknya memiliki arah aliran berlawanan, biasa juga disebut counter current
cascade.
II-10
II.8 Bagian-bagian pada MED TVC
II.8.1 Evaporator
Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau
keseluruhan
air umpan (air laut) menjadi uap. Evaporator merupakan komponen
utama
dari sistem MED dimana air produk dihasilkan pada komponen ini. dalam
evaporator terdapat pipa-pipa yang di dalamnya telah teraliri uap panas. Selain
pipa-pipa terdapatjuga nozzle yang berfungsi untuk menyemprotkan air umpan (air
laut).
Cara kerja dari evaporator ini adalah dengan cara menyemprotkan air
ke permukaan pipa yang teraliri uap panas. Uap yang digunakan bertekanan
umpan
rendah (0,2-0,4 atm) (IAEA No.19, 2006). Selanjutnya kalor laten yang dimiliki
oleh uap berpindah ke air umpan yang telah bersentuhan dengan permukaan pipa
dalam evaporator. Dan uap yang berada dalam pipa akan berubah fasa atau
terkondensasi.
II.8.2 Kondensor
Kondensor pada sistem MED ini berfungsi sebagai pemindah panas laten
dari distilat efek terakhir sehingga uap distilat ini berubah fasa menjadi air
kondensat atau air produk. Kondesor yang digunakan adalah tipe surface Shell and
Tube. Fluida pada sisi shell (fluida panas) adalah uap panas hasil evaporasi dari
efek terakhir (distilat). Sedangkan fluida yang ada di dalam tube (fluida dingin)
adalah air laut yang akan menjadi air umpan. Gambar II.9 merupakan skema
kondensor pada sistem MED.
II-11
II.8.3 Thermal Vapor Compressor (Steam Jet Ejector)
TVC adalah jenis dari ejektor uap (Steam Jet Ejector), yang bekerja untuk
mengkompresi sejumlah gas atau uap tekanan rendah. Rasio perbandingan antara
tekanan
discharge dan suction pada operasi kerja dari TVC ini berkisar antara 1,9
- 3,3
(Park, et al., 2005). TVC ini akan bekerja apabila motive inlet dialiri uap
bertekanan tinggi dan masuk ke suction chamber melalui nozzle.
II-12
II.9 Perhitungan Perancangan MED-TVC tipe Backward Feed
II.9.1 Evaporator
II.9.1.1 Menghitung Kalor Laten Uap dan Vapor pada efek terakhir
Sebelum melakukan iterasi kalor laten dari motive steam dan vapor yang
dibentuk
pada efek terakhir didapatkan dari steam table atau dengan menggunakan
persamaan dari lampiran B (Ettouney & El-Dessouky, 2004) sebagai berikut:
𝑋𝑓
𝐵1 = (𝑋 )𝑀𝑑 .................................................................................. (II.3)
1 −𝑋𝑓
Dimana,
II-13
ditentukan laju alir massa feed water yang dibutuhkan dengan menggunakan
persamaan berikut:
𝑀𝑓 = 𝐵1 + 𝑀𝑑 ...................................................................................... (II.4)
Dimana,
1 1 1 1 1
∑5𝑖−1 𝑈𝑖
= 𝑈 + 𝑈 + ⋯+ 𝑈 + 𝑈 ........................................................ (II.7)
1 𝑖 𝑛−1 𝑛
Dimana,
II-14
II.9.1.5 Menghitung Penurunan Temperatur Setiap Efek
Setelah mendapatkan nilai koefisien perpindahan panas keseluruhan hasil
dari penjumlahan invers. Selanjutnya menghitung penurunan temperatur yang
terjadi
pada setiap efek dengan menggunakan persamaan berikut:
∆𝑇1 = 𝑈
∆𝑇𝑡
..................................................................................... (II.8)
5
1 ∑𝑖−1 𝑈𝑖
Sedangkan untuk menghitung penurunan temperatur pada efek ke 2 hingga
efek terakhir menggunakan persamaan berikut:
𝑈
∆𝑇𝑖 = ∆𝑇1 ( 𝑈1 ) ..................................................................................... (II.9)
𝑖
Dimana,
𝑈
𝑇𝑖 = 𝑇𝑖−1 − ∆𝑇1 ( 1⁄𝑈 ) .................................................................. (II.11)
𝑖
Dimana,
II-15
II.9.1.7 Menghitung Temperatur Vapor
Temperatur vapor didapatkan dari hasil pengurangan dari temperatur brine
dengan Thermodynamic Losses pada semua efek. Untuk mendapatkan nilai
temperatur
vapor digunakan persamaan (II.12) sebagai berikut:
Dimana,
𝑀𝑑
𝐷𝑛 = .............................................................. (II.15)
1 1 1 1
(𝜆𝑣𝑛 ( + +⋯+ + ))
𝜆1 𝜆2 𝜆𝑛−1 𝜆𝑛
𝜆𝑣𝑛
𝐷𝑖 = 𝐷𝑛 ( ⁄𝜆 ) .............................................................................. (II.16)
𝑣𝑖
Dimana,
II-16
𝐷𝑖 = Laju alir distilat pada efek ke-i, [𝑘𝑔/𝑠]
𝐷𝑛 = Laju alir distilat pada efek terakhir, [𝑘𝑔/𝑠]
II.9.1.10
Menghitung Laju Alir Brine
Setelah didapatkan nilai distilat yang dihasilkan pada setiap efek maka
besarnya brine pada efek terakhir dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
𝐵𝑛 = 𝑀𝑓 − 𝐷𝑛 ..................................................................................... (II.17)
Selanjutnya menentukan brine pada efek yang lainnya dengan
menggunakan persamaan berikut:
𝐵𝑖 = 𝐵𝑖+1 − 𝐷𝑖 .................................................................................... (II.18)
Dimana,
𝑋𝑓 𝑀𝑓
𝑋𝑛 = ........................................................................................... (II.19)
𝐵𝑛
𝑋𝑖+1 𝐵𝑖+1
𝑋𝑖 = ....................................................................................... (II.20)
𝐵𝑖
Dimana,
II-17
II.9.1.12 Menghitung Luas Perpindahan Panas Pada Evaporator
Setelah mendapatkan beberapa parameter seperti temperatur, kalor laten,
distilat pada masing-masing efek. Maka selanjutnya menghitung luas perpindahan
panas
pada masing-masing efek. Untuk menghitung luas perpindahan panas pada
efek pertama digunakan persamaan berikut:
𝐷1 𝜆1
𝐴1 = 𝑈 ...................................................................................... (II.21)
1 (𝑇𝑠 −𝑇1 )
Sedangkan untuk menghitung luas perpindahan panas pada efek lainnya
digunakan persamaan berikut:
𝐷𝜆
𝑖 𝑖
𝐴𝑖 = 𝑈 (∆𝑇 −∆𝑇 ................................................................................ (II.22)
𝑖 𝑖 𝑙𝑜𝑠𝑠 )
Dimana,
∑𝑛
𝑖=1 𝐴𝑖
𝐴𝑚 = ....................................................................................... (II.23)
𝑛
Dimana,
II-18
menghitung penurunan temperatur dilakukan dengan menggunakan persamaan
berikut:
𝐴
∆𝑇′𝑖 = ∆𝑇𝑖 ( 𝑖⁄𝐴 ) ........................................................................... (II.24)
𝑚
Dimana,
∆𝑇′𝑖 = Penurunan temperature yang baru untuk iterasi, [℃]
II.9.1.15 Menghitung Total Luas Perpindahan Panas Pada Evaporator
Total luas perpindahan panas pada evaporator merupakan penjumlahan dari
luas perpindahan panas yang terjadi pada masing-masing efek. Luas perpindahan
yang dijumlahkan adalah luas perpindahan panas hasil dari iterasi. Untuk
panas
mendapatkan total luas perpindahan panas digunakan persamaan berikut:
𝐷1 𝜆𝑣1
𝑀𝑠 = ......................................................................................... (II.26)
𝜆𝑠
Dimana,
𝑀𝑠 = Laju alir massa uap , [𝑘𝑔/𝑠]
II.9.1.17 Menghitung Jumlah Tube
Setelah didapatkan nilai luas perpindahan panas pada masing-masing efek
selanjutnya adalah menentukan jumlah tube yang dibutuhkan sebagai media
perpindahan panas dari uap ke air feed yang akan diuapkan. Untuk menghitung
jumlah tube yang dibutuhkan pada evaporator digunakan persamaan (II.27) sebagai
berikut:
𝐴
𝑁𝑡 = 𝜋∙𝐷𝑖 ∙𝐿 ......................................................................................... (II.27)
𝑜
II-19
Dimana,
𝑁𝑡 = Jumlah tube, [m2]
L = Panjang pipa, [m]
𝐷𝑜 = Diameter luar pipa [m]
II.9.2 Kondensor
II.9.2.1 Menghitung Luas Perpindahan Panas Kondensor
Dalam sistem MED-TVC tipe backward feed, selain evaporator ada juga
kondensor yang berfungsi untuk mengkondensasi uap hasil dari efek terakhir
menjadi air produk (distilat). Berikut merupakan perhitungan untuk kondensor
Menghitung LMTD
(𝑇𝑓 −𝑇𝑐𝑤 )
(𝐿𝑀𝑇𝐷)𝐶 = 𝑇 −∆𝑇𝑙𝑜𝑠𝑠 −𝑇𝑐𝑤
.............................................................. (II.28)
ln[ 6 ]
𝑇6 −∆𝑇𝑙𝑜𝑠𝑠 −𝑇𝑓
Dimana,
(𝐿𝑀𝑇𝐷)𝐶 = Logarithmic Mean Temperature Difference
𝑇𝑐𝑤 = Temperatur air pendingin, , [℃]
𝑇6 = Temperatur uap efek terakhir, , [℃]
𝑇𝑓 = Temperatur feed, ,[℃]
∆𝑇𝑙𝑜𝑠𝑠 = Thermodynamic loses , [℃]
Menentukan luas perpindahan panas pada kondensor
𝐷5 ∙𝜆5
𝐴𝐶 = 𝑈 ................................................................................... (II.29)
𝐶 ∙(𝐿𝑀𝑇𝐷)𝐶
Dimana,
𝐴𝐶 = Luas perpindahan panas kondensor, [𝑚2 ]
𝐷5 = Uap yang dihasilkan pada effect terakhir, [𝑘𝑔/𝑠]
𝑈𝐶 = Koefisien perpindahan panas pada konsensor, [𝑘𝑊/𝑚2 ℃]
𝜆𝑣5 = panas laten efek terakhir, [𝑘𝐽/𝑘𝑔]
II.9.3 Ejektor
II.9.3.1 Penentuan Entraintment Ratio pada Ejektor
Setelah mendapatkan laju alir massa dari uap yang dibutuhkan maka
selanjutnya adalah menghitung nilai Entrainment ratio. Entrainment ratio ini
II-20
digunakan untuk mengetahui jumlah laju alir massa yang dibutuhkan untuk motive
steam. Untuk mendapatkan nilai Entrainment ratio (Ettouney & El-Dessouky,
2004) ini menggunakan persamaan (II.30) berikut:
0,015 𝑃𝐶𝐹
(𝑃 )1,19 𝑃
𝑅𝑎 = 0,296 (𝑃𝑑)1,04 ( 𝑃𝑚 ) (𝑇𝐶𝐹 ) .................................................... (II.30)
𝑠 𝑠
Dimana untuk menghitung PCF dan TCF digunakan persamaan (II.31) dan
persamaan (II.30)
Dimana,
𝑅𝑎 = Entrainment Ratio,
𝑃𝑑 = Tekanan discharge ejektor, [𝑘𝑃𝑎]
𝑃𝑚 = Tekanan motive steam ejektor, [𝑘𝑃𝑎]
𝑃𝑠 = Tekanan suction ejektor, [𝑘𝑃𝑎]
PCF = Pressure Correction Factor
TCF = Temperature Correction Factor
II.9.3.2 Menghitung Laju Alir Massa Motive Steam
Setelah didapatkan nilai Ra, maka selanjutnya adalah menghitung laju alir
motive steam yang dibutuhkan. Untuk menghitung laju alir motive steam
digunakaan persamaan (II.33) berikut:
Dimana,
𝑀𝑚 = Laju alir motive steam, [𝑘𝑔/𝑠]
II-21
𝑀𝑒𝑣 = 𝑀𝑠 − 𝑀𝑚 ................................................................................. (II.34)
II.9.4 Menghitung Performa
Menghitung Performance ratio
Performance ratio merupakan parameter yang penting untuk melihat
kinerja dari MED yang telah dirancang. Untuk mengetahui nilai
performance ratio tersebut dihitung dengan persamaan (II.34) sebagai
berikut:
𝑀
𝑃𝑅 = 𝑀 𝑑 ............................................................................................. (II.35)
𝑚
Dimana,
PR = Performance Ratio
𝑀𝑑 = Total distilat yang dihasilkan, [𝑘𝑔/𝑠]
𝑀𝑚 = Laju alir massa motive steam, [𝑘𝑔/𝑠]
Menghitung laju alir massa cooling water
(𝐷5 ∙𝜆5 )
𝑀𝑐𝑤 = ((𝐶 ) − 𝑀𝑓 ................................................................. (II.36)
𝑝 ∙(𝑇𝑓 −𝑇𝑐𝑤 )
Dimana,
𝑀𝑐𝑤 = Laju alir massa dari cooling water, [𝑘𝑔/𝑠]
𝐶𝑝 = Panas spesifik dari cooling water pada tekanan konstan [𝑘𝐽/𝑘𝑔 ℃]
Menghitung laju alir spesifik cooling water
Untuk menghitung besarnya laju alir spesifik dari cooling water digunakan
persamaan (II.36) berikut ini:
𝑠𝑀𝑐𝑤 = 𝑀𝑑 ⁄𝑀𝑐𝑤 ................................................................................ (II.37)
Dimana,
𝑠𝑀𝑐𝑤 = Laju alir massa spesifik dari cooling water, [𝑘𝑔/𝑠]
Menghitung luas perpindahan panas spesifik
Untuk menghitung besarnya luas perpindahan panas spesifik didapatkan
dari beberapa parameter yaitu, total perpindahan panas pada evaporator,
perpindahan panas pada kondensor, dan laju alir massa dari distilat yang
dihasilkan. Untuk mendapatkan nilai luas perpindahan panas spesifik dapat
digunakan dengan persamaan berikut:
II-22
𝐴𝑒 +𝐴𝐶
𝑠𝐴 = .......................................................................................... (II.38)
𝑀𝑑
Dimana,
𝑠𝐴 = Luas Perpindahan panas spesifik, m2
𝐴𝑒 = Luas Perpindahan panas evaporator, m2
𝐴𝐶 = Luas Perpindahan panas kondensor, m2