You are on page 1of 17

ABSTRAK

Pendahuluan: Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR) Minor merupakan lesi mukosa mulut
yang paling umum di antara pengamatan para doktrer gigi. Stomatitis Aphtosa Rekuren
(SAR) Minor adalah varian yang paling umum, dimana 80% dari SAR 80% memiliki
ukuran bervariasi dari 8 sampai 10 mm. Hal ini paling sering terlihat pada permukaan
mukosa yang tidak berkeratin seperti mukosa labial, mukosa bukal, dan dasar mulut. Ulkus
sembuh dalam 10-14 hari tanpa bekas luka. Tujuan : untuk membuat laporan kasus
tentang Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR) Minor. Kasus dan Diagnosa: pasien laki-laki
30 tahun datang ke RSGM Baiturrahmah dengan keluhan rasa sakit dan perih karena
terdapat sariawan pada bibir bawah sejak 3 hari yang lalu. Seminggu yang lalu pasien
mengeluhkan ada sariawan juga, tetapi sudah sembuh dan sekarang ada lagi. faktor
predisposisi dari kasus ini adalah stomatitis aphtosa rekuren (SAR) Minor akibat adanya
faktor stres. Pengobatan: pengobatan yang diberikan adalah edukasi, instruksi dan
medikamentosa.

Kata kunci : : Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR) Minor¸ Predisposisi, Faktor Stres

ABSTRACT

Introduction: Reccurent Aphtosa Stomatitis (RAS) Minor is among the most common oral
mucosal lesion physicians and dentists observe. Minor RAS is the most common variant,
constituting 80% of RAS Ulcers vary from 8 to 10 mm in size. It is most commonly seen in
the nonkeratinized mucosal surfaces like labial mucosa, buccal mucosa, and floor of the
mouth. Ulcers heal within 10–14 days without scarring. Objective: to make case report
about Reccurent Aphtosa Stomatitis (RAS) Minor. Case and diagnose : Male patients aged
30 years came to the Hospital baiturrahmah complaining of pain because there are ulcer
sores on the lower lip since three days ago. A week ago patients also complained there
thrush, but had recovered and now there are more. Predisposing factors of this case are
recurrent aphthous stomatitis (SAR) Minor due to the stress factor. Treatment: The
treatments are given education, instruction and medicamentose.

Keywords : Reccurent Aphtosa Stomatitis (RAS) Minor, Predisposing, stress factor

PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

Banyak orang yang kurang memelihara atau mempedulikan penampilan serta

kebersihan mulut mereka karena kesibukan dan rutinitas sehari-hari. Hal ini dapat

berpengaruh menurunkan daya tahan tubuh serta terjadinya sariawan. Dalam istilah medis

dikenal dengan Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR) merupakan keadaan patologis yang

ditandai adanya ulkus atau ulser yangn berulang, sakit, kecil, ulser berbentuk bulat atau

oval, dikelilingi oleh pinggiran yang eritematous dengan dasar kuning keabu-abuan.

Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang di teliti. Angka

prevalensi SAR berkisar 15-25% dari populasi penduduk di seluruh dunia.3,9 Penelitian

telah menemukan terjadinya SAR pada dewasa sekitar 2% di Swedia (1985), 1,9% di

Spanyol (2002) dan 0,5% di Malaysia (2000). SAR tampaknya jarang terjadi di Bedouins

Kuwaiti yaitu sekitar 5% dan ditemukan 0,1% pada masyarakat India di Malaysia.

Namun, SAR sangat sering terjadi di Amerika Utara.9 Di Indonesia belum diketahui

berapa prevalensi SAR di masyarakat, tetapi dari data klinik penyakit mulut di rumah

sakit Ciptomangun Kusumo tahun 1988 sampai dengan 1990 dijumpai kasus SAR

sebanyak 26,6%, periode 2003-2004 didapatkan prevalensi SAR dari 101 pasien terdapat

kasus SAR 17,3%.18

Sampai saat ini, etiologi SAR masih belum diketahui dengan pasti. Ulser pada SAR

bukan karena satu faktor saja tetapi multifaktorial yang memungkinkannya berkembang

menjadi ulser. Faktor-faktor ini terdiri dari pasta gigi dan obat kumur sodium lauryl

sulphate (SLS), trauma, genetik, gangguan immunologi, alergi dan sensitifitas, stres,

defisiensi nutrisi, hormonal, merokok, infeksi bakteri, penyakit sistemik, dan obat-obatan.
Dokter gigi sebaiknya mempertimbangkan bahwa faktor-faktor tersebut dapat memicu

perkembangan ulser SAR.3,16,23

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa stress termasuk faktor predisposisi atau

faktor pemicu terjadinya sariawan atau disebut juga SAR. Stres adalah reaksi/respons

tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stres adalah respon

manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntunan kebutuhan yang ada dalam

dirinya (Pusdikakes Depkes. RI dalam Sunaryo 2004). Stres dewasa ini digunakan secara

bergantian utuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak

disukai berupa respons fisiologis, perilaku dan subjektif terhadap stres. Dalam beberapa

penelitian juga menyebutkan bahwa faktor etiologi stres yang merupakan faktor etiologi

tertinggi kedua yang diduga memicu terjadinya lesi yang diduga sebagai SAR.11

LAPORAN KASUS

Pasien datang dengan keluhan rasa sakit dan perih pada saat makan, minum dan

berbicara pada bibir bawah sejak 3 hari yang lalu. Seminggu yang lalu pasien

mengeluhkan ada sariawan juga, tetapi sudah sembuh dan sekarang ada lagi. Pasien

mengatakan terakhir kali sariawan sudah satu tahun yang lalu. Pasien mengakui

beberapa minggu ini sering tertekan karena masalah pekerjaan dan masalah dalam

keluarga. Pasien belum pernah mengobati sariawan tersebut. Pasien merasa tidak

nyaman dan ingin dilakukan perawatan.

Hasil pemeriksaan ekstra oral didapatkan lympnode submandibular, submental dan

servikal tidak teraba, tidak sakit dan TMJ normal. Hasil pemeriksaan intra oral

didapatkan pada depan bibir bawah ada ulkus atau ulser bulat atau oval berukuran
1-2mm, berwarna putih kekuningan yang dikelilingi pinggiran yang eritematus sebanyak

satu buah.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan didapatkan diagnosa yaitu SAR

Minor dengan penyebab yang tidak diketahui hingga saat ini. Tetapi mempunyai faktor

predisposisi atau faktor pemicu yaitu faktor stress yang dialami oleh pasien. Setelah

menemukan faktor predisposisi dilanjutkan dengan pemberian terapi. Pemberian terapi

pada kasus ini ada dua yaitu resep obat dan penjelasan serta edukasi kepada pasien.

Obat yang diberikan yaitu Triamcinolone Acetinide 0,1% dan Vit C 500mg.

Triamcnolone Acetinide 0,1% diberikan dalam bentuk krim dengan pemakaian dua kali

sehari, dioleskan tipis-tipis pada daerah yang sakit, pagi dan malam setelah makan. Vit

C 500mg diberikan dalam bentuk tablet dengan pemakaian satu kali sehari 1 tablet

diminum setelah makan.

Selanjutnya yaitu penjelasan dan edukasi kepada pasien. Menjelaskan kepada pasien

bahwa sariawan tersebut tidak parah, tidak berbahaya dan tidak akan menular. Sariawan

tersebut masih dikatakan normal, yang terjadi akibat stress yang dialami oleh pasien,

meskipun tidak diobati sariawan tersebut bisa sembuh tetapi dengan adanya obat akan

mempercepat proses penyembuhan. Instruksikan kepada pasien untuk banyak

mengkonsumsi air putih dan sayur-sayuran serta buah-buahan. Usakan untuk tidak

terlalu memikirkan masalah sampai membuat stress, tetap menjaga kebersihan rongga

mulut dengan menyikat gigi 2 kali sehari minimal pagi setelah makan dan malam

sebelum tidur.
PEMBAHASAN

Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR) Minor yaitu suatu kondisi peradangan berupa

ulser pada mukosa rongga mulut dengan karakteristik ulserasi ulang kambuh dan masa

bebas ulkus selama beberapa hari hingga minggu. Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR)

Minor ini merupakan penyakit rongga mulut yang sangat umum dijumpai pada setiap

orang. Etiologinya hingga saat ini belum diketahui secara pasti, tetapi memiliki faktor

predisposisi yaitu: faktor herediter, defisiensi Fe, B12, Asam folat, gangguan imunologi

(alergi), stress, trauma, gangguan hormonal (menstruasi wanita), infeksi bakteri dan virus

serta disebabkan oleh penyakit lain yang belum diketahui ¹·²·³.

Pada kasus diatas operator memilih untuk mengeliminasi setiap faktor predisposisi yang

tidak berhubungan dengan gejala yang ditimbulkan oleh pasien. Stomatitis Aphtosa

Rekuren (SAR) Minor atau sariawan muncul tanpa didahului demam atau malaise, hal ini

penting untuk membedakan apakah sariawan merupakan lesi SAR atau lesi yang

disebabkan oleh infeksi virus dimana diketahui bahwa infeksi virus didahului dengan

demam atau malaise.

Kemudian, kasus diatas juga tidak menemukan anggota keluarga yang sedarah

memiliki riwayat sariawan yang hilang timbul, sehingga berdasarkan uraian pasien diatas

tidak ditemukan keterlibatan faktor genetik. Faktor predisposisi yang lain adalah faktor

stress, pada kasus pasien menyatakan sariawan muncul beberapa minggu ini dimana saat

ini pasien sering mengalami stress karena tekanan dalam pekerjaan serta masalah

keluarga, sehingga dapat dihubungkan dengan keterlibatan factor stress.

Pemeriksaan klinis intra oral dilakukan untuk menegakkan diagnosa dengan empat

kriteria minor yang terpenuhi adalah ulkus berbentuk oval, dangkal dengan warna putih
keabu-abuan, diameter ± 4 mm, tepi ulcer yang eritematosus yang reguler. Selain itu,

durasi rekurensi seminggu yang lalu berulang lagi pada saat pasien mengalami stress,

dengan lokasi ulcer yang berpindah-pindah tetapi pada mukosa yang tidak berkeratin,

sering sembuh sendiri tanpa diberikan obat, dan pasien tidak merokok 2 .

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, tidak bisa menyembuhkan atau

menghilangkan faktor pemicu seutuhnya tetapi hanya dapat diberikan terapi untuk

mencegah infeksi sekunder serta mempercepat penyembuhan. Hal ini dapat dilakukan

dengan memberikan obat serta penjelasan kepada pasien melalui tindakan KIE agar

menghilangkan factor pemicu seperti halnya stress yang akan dapat mempengaruhi

pemunculan lesi SAR 1,2,3 .

Pada kunjungan berikutnya (6 hari) setelah pemberian terapi, terlihat adanya

penyembuhan yang cukup signifikan, dimana ulser sudah mengecil bahkan tidak tampak

lagi secara visual. Pasien juga merasakan keparahannya berkurang karena tidak

terganggunya membuka mulut dan makan atau minum yang panas dan dingin akibat

adanya ulser (Gambar 2).

DIAGNOSA BANDING

Diagnosa banding untuk Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR) Minor terdiri dari: Viral

stomatitis, Pemphigus, Pemphigoid, lupus Eritematosus, Penyakit dermatologi,

Karsinoma sel squamosa, Penyakit granulomatosa misalnya sarcoidosis dan penyakit

Crohn, Kelainan darah, Infeksi HIV / AIDS, Ulkus Traumatik. Tetapi berdasarkan

pemeriksaan intra oral diagnosa banding yang paling mendekati adalah ulkus traum

atikus, dengan alasan sebagai berikut:


Diagnosa Banding SAR Minor Ulkus Traumaticus

Definisi Kelainan yang di lesi sekunder yang berbentuk


karakteristik kan dengan ulkus, yaitu hilangnya lapisan
ulser rekuren yang epitelium hingga melebihi
membrana basalis dan menge
terbatas pada mukosa mulut nai lamina propria oleh karena
pada pasien tanpa trauma11 .
tanda–tanda

penyakit lainnya. Terjadi


pada 20% populasi 10 .

Etiologi  Etiologi belum diketahui Trauma (kimia, thermal,


secara pasti. 12
elektrik, mekanik) .
 Faktor predisposisi dapat
berupa: genetik,
defisiensi hematinik,
abnormalitas imunologi,
faktor lokal seperti
trauma dan merokok,
menstruasi, infeksi
pernafasan atas, alergi
makanan, anxietas, dan
stress psikologi.
 Abnormalitas pada
cascade sitokin mukosa
menyebab- kan respom
imun yang dimediasi sel
secara belebihan dan
menyebabkan ulserasi
terlokalisasi pada
mukosa.
 Berhubungan dengan
HLas tertentu yang
berhubungan
dengan penglepasan
gen yang mengontrol
sitokin

proinflamasi Interleuken
(IL)-1B dan IL-6
Gambaran Klinis

ulkus yang tunggal atau


multipel, berbentuk simetris
atau asimetris, ukurannya
tergantung dari trauma yang
menjadi penyebab, dan
biasanya nyeri. kerusakan
pada mukosa dengan batas
tepi eritema dan di tengahnya
berwarna putih kekuningan,
bisa tanpa atau disertai rasa
nyeri dengan dasar induratif
dan tepi yang meninggi.
Ulkus tunggal atau multiple
dengan berbentuk bulat
atau oval. Setelah beberapa
hari, luka tersebut pecah
dan menjadi berwarna
kuning ke abu-abuan
dengan di tengah nya di
batasi dengan daerah
kemerahan, Diameter 0.3 –
1.0 cm, sembuh tanpa
jaringan parut 7

Masa Pemulihan Rasa sakit akibat stomatitis Satu kali kunjungan dengan
yang berukuran kecil masa pemulihan bila penyebab
biasanya akan hilang antara
10-14 hari dan lesi ini akan trauma telah dieliminasi,
sembuh secara sempurna sembuh dalam waktu 3-7 hari.
dalam waktu 1-2 minggu Untuk ulkus trauma yang
hingga bulan6,10. sudah kronis perlu waktu lebih
lama, 2-3 minggu11-12.

Predileksi mukosa nonkeratin Sesuai dengan trauma yang


terutama mukosa bukal dan terjadi.
labial

Terapi  Hilangkan faktor Sumber ulkus traumatik yang


predispo- sisi ditemukan harus dihilangkan
 Simptomatik: topikal sumber iritasi nya kemudian
steroid, anastetik topikal, diberikan dyclonine HCl atau
antiseptic Kumur.
hydroxylpropyl cellulose
 Suportif: multivitamin,
untuk menghilang kan rasa
imunomodulator 10
sakit sementara. Jika
penyebab nya tidak ditemukan
atau pasiennya tidak merespon
terapi yang diberikan, maka
diindikasikan untuk melaku-
kan biopsi9.
10
Prognosa Baik Baik 11
TINJAUAN PUSTAKA

1. Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR)

1.1. Pengertian

Recurrent aphthous stomatitis atau stomatitis aphtosa rekuren (SAR) adalah penyakit

rongga mulut yang paling sering dijumpai di masyarakat, dengan prevalensi mencapai

20-25%. Sebuah penelitian mendapatkan prevalensi yang mencapai 5-66%. Penelitian lain

malah menunjukkan angka kejadian mencapai 90% pada anak yang kedua orangtuanya

mengalami SAR4 . Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR) Minor yaitu suatu kondisi

peradangan berupa ulser pada mukosa rongga mulut dengan karakteristik ulserasi

ulang kambuh dan masa bebas ulkus selama beberapa hari hingga minggu. Stomatitis

Aphtosa Rekuren (SAR) Minor ini merupakan penyakit rongga mulut yang sangat umum

dijumpai pada setiap orang1.

1.2. Etiologi

Sampai saat ini, etiologi yang pasti dari SAR belum diketahui secara pasti. Tetapi

para ahli mengatakan terdapat beberapa faktor yang turut berperan dalam timbulnya

lesi-lesi SAR. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor: herediter, infeksi bakteri dan virus,

psikologi, alergi, gangguan hormonal, penyakit gastrointestinal, penyakit darah contohnya

defisiensi fe, defisiensi B12 dan defisiensi asam folat, dan gangguan sistem imun yang

sampai sekarang belum juga dietahui penyebabnya5.

Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan

yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan

merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap ulser stomatitis

rekuren ini.11
1.3. Gambaran Klinis

Gambaran klinis SAR penting untuk diketahui karena tidak ada metode diagnose

laboratorium yang spesifik yang dapat diandalkan untuk dapat menegakkan diagnose

SAR. SAR diawali dengan gejala prodromal yang digambarkan sebagai rasa sakit,

terbakar, atau tertusuk-tusuk 24-48 jam sebelum ulser. SAR terdiri dari empat tahap yaitu

premonitory, pre-ulseratif, ulseratif dan penyembuhan. Tahap premonitory terjadi pada 24

jam pertama perkembangan lesi SAR. Pada waktu prodromal, pasien akan merasakan

sensasi rasa mulut terbakar ditempat timbulnya ulser. Secara mikroskopis sel-sel

mononuclear akan menginfeksi epithelium dan oedema akan mulai berkembang2,5.

Tahap pra ulserasi terjadi pada 18-72 jam perkembangan lesi SAR. Pada tahapa ini,

macula dan papula akan berkembang dengan tepi eritematous. Intensitas rasa nyeri akan

meningkat saat tahap pre-ulserasi. Tahap ulserasii akan berlanjut selama beberapa hari

hingga 2 minggu. Pada tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan akan

diselaputi oleh lapisan fibromembranous yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang

berkurang. Tahap penyembuhan terjadi pada hari ke-4 hingga 35. Ulser tersebut akan

ditutupi oleh epithelium. Penyembuhan luka terjadi dan selalu tidak meninggalkan

jaringan parut dimana lesi SAR pernah muncul. Oleh karena itu, semua lesi SAR

menyembuh dan lesi baru ulser berkembang5.

1.4.Klasifikasi SAR

Berdasarkan gambaran klinis, SAR dibagi menjadi tiga, yang terdiri dari:

1. SAR Tipe Minor

Merupakan SAR yang paling banyak ditemui, sekitar 70 sampai 90 persen

dibandingkan tipe SAR yang lainnya. Pada stadium awal SAR tipe minor timbul rasa sakit
dan terbakar pada mukosa 1 sampai 2 hari sebelum ulser terlihat, kadang-kadang dapat

diketahui adanya vesikel. Epithelium hilang dan dalam beberapa jam dapat terlihat papula

kecil berwarna putih. Dalam 2 sampai 3 hari terjadi ulserasi yang berangsur-angsur

membesar dengan rasa yang sangat sakit, terutama jika terkena lidah, rangsangan atau

makanan.

Pasien mengalami demam ringan, malaise atvaupun pembesaran kelenjar limpa. Lesi

bentuknya bundar atau ovaldengan diameter <1 cm. Permukaan abu-abu sampai kuning.

Tepi lesi dikelilingi jaringan eritematous menggembung dengan lesi yang dangkal.

Jumlah lesi 2 sampai 6 dan kadang-kadangn bisa sampai 8. Dengan lokasi didaerah bukal,

dasar mulut, ataupun lidah. Penyembuhan dapat terjadi dalam beberapa hari hingga 2

minggu dan tanpa meninggalkan jaringan parut2,3,4,5.

Gambar 2. Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR)


Minor

2. SAR Mayor

Stomatitis tipe ini disebut juga Reccurent Scarring Aphtousa Ulser. Kira-kira

berkisar 10 sampai 15 persen dari kasus SAR adalah stomatitis aphtosa tipe

mayor. Pada stadium permulan berupa nodul atau plak yang kecil, lunak merah

dan sakit yang jika pecah akan menjadi ulser yang sangat sakit. Lesi >1 cm dapat
dan dapat mencapai hingga 5 cm. tepi lesinya lesinya meninggi dan erythematous.

Lesi berbentuk kawah warna abu-abu dank eras jika di palpasi. Tipe ini sering

diragukan dengan squamous karsinoma . masa penyembuhan sekitar 3-6 minggu

lesi yang sembuh akan meninggalkan parut5.

Gambar 3. Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR)


Mayor

3. SAR Herpetiform

Stomatitis tipe ini sangat jarang terjadi, biasanya sekitar 5-10 persen dari kasus

SAR yang terjadi . ukurannya lebih kecil, sebesar ujung peniti dan dapat terbentuk

berkelompok-kelompok bahkan dapat terbentuk 30buah sekaligus pada mulut.

Selain ukurannya yang kecil, sariawan juga terasa sangat sakit dan dapat membuat

mulut penderita terasa sangat tidak enak karena jumlahnya ayg banyak dan dapat

mencapai 50 sampai 100. Permukaanya berwarna abu-abu dan tepinya tidak

eritematous5

Gambar 4. Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR)


Herpetiform
1.5. Diagnosa

Diagnosis SAR didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari ulser. Biasanya

pada anamnesa, pasien akan merasakan sakit dan terbakar pada mulutnya, lokasi ulser

berpindah-pindah dan sering berulang. Harus ditanyakan sejak dari umur berapa terjadi,

lama (durasi), serta frekuensi ulser. Setiap hubungan dengan faktor predisposisi juga

harus dicatat. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ulser pada bagian mukosa mulut

dengan bentuk yang oval dengan lesi ±1 cm yang jumlahnya sekitar 2-6. Pemeriksaan

tambahan diperlukan seperti pemeriksaan sitologi, biopsi, dan kultur bila ulser tidak

kunjung sembuh2,4.

2. Peranan Faktor Stres

2.1. Pengertian

Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban

kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai

stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis,

perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara

individu dengan stimulus yang membuat stres; semua sebagai suatu sistem (WHO, 2003).

2.2. Sumber Stres atau Stressor

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres disebut stresor. Beberapa tipe stresor yaitu :

33

a) Fisikokimia : lingkungan eksternal misalnya perubahan iklim dan cuaca, polusi,

bencana dan zat kimia.

b) Sosial : lingkungan sosial misalnya lingkungan hidup seperti pekerjaan, rumah,

pendidikan, dan hubungan antara manusia.


c) Biologis : lingkungan internal yaitu beberapa perubahan yang terjadi di dalam tubuh.

Misalnya penyakit, cedera, kelelahan, dan lain-lain.

d) Psikis : kondisi psikologis seperti perkara yang menyenangkan dan tidak

menyenangkan.

2.3. Stress Dan Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR)

Telah beberapa dekade dilakukan penelitian empiris klinis yang menunjukkan bahwa

faktor psikis mempunyai peranan dalam terjadinya penyakit SAR.11 Genco et.al. (1998)

menuliskan stres jalur umum dari terjadinya sejumlah penyakit kronik, salah satu bagian

tubuh yang dapat dipengaruhi oleh stres adalah rongga mulut.34

Beberapa peneliti telah membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara stresor

psikologis dengan pengaruh sistem imun, dimana respon imun tubuh dapat dimodulasi

oleh stresor psikologis. Pada kondisi stres, hipotalamus memicu aktivitas sepanjang aksis

HPA (hypothalamus-pituitary-adrenal cortex). Aderenal korteks mengeluarkan kortisol

yang menghambat komponen dari respon imun. Kortisol ini akan melepaskan

glukokortikoid dan katekolamin yang akan menyebabkan penurunan produksi INF-γ

(sitokin tipe 1) dan meningkatkan produksi IL-10 dan IL-4 (sitokin tipe 2) yang akan

memicu terjadinya perubahan keseimbangan sitokin tipe 1/tipe 2 yang lebih ke arah

respon tipe 2.

Namun, penelitian terbaru menyatakan bahwa disregulasi dari keseimbangan sitokin

tipe 1/tipe 2 inilah yang memainkan peranan penting dalam menghubungkan pengaruh

stres terhadap sistem imun. Dalam upaya menghasilkan homeostatis akibat stres sering

menghasilkan kondisi patologis terhadap tubuh.35 Stres akibat stresor psikologis dapat

mengakibatkan perubahan tingkat molekul pada berbagai sel imunokompeten. Berbagai


perubahan tersebut dapat mengakibatkan keadaan patologis pada sel epitel mukosa rongga

mulut, sehingga sel epitel lebih peka terhadap rangsangan.36

Menurut penelitian Mcnally, menunjukkan kebanyakan orang yang menderita ulser

mempunyai level stres yang meningkat. Sedangkan pasien yang menderita ulser pada

waktu stres, maka ulser akan menjadi lebih parah, dan pada beberapa studi telah

dilaporkan ada hubungan diantara keduanya. Dengan meningkatnya stresor seiring

perkembangan zaman, maka prevalensi SAR yang berhubungan dengan stresor psikologis

dapat diduga akan lebih tinggi.2,11,36

KESIMPULAN

Pada kasus diatas dapat didiagnosis pasien mengalami Stomatitis Aphtosa Rekuren

(SAR) Minor karena ditemukan didaerah depan bibir bawah ulser atau ulkus berbentuk

oval, dangkal, berwarna putih kekuningan dengan pinggir eritematous, berukuran ± 2

mm dan terasa tidak nyaman karena terasa sakit saat membuka mulut atau makan-

makanan yang panas dan pedas. Penyebab Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR) Minor tidak

diketahui secara pasti tetapi faktor predisposisi pada kasus ini disebabkan oleh factor

stress dimana dari pernyataan pasien, beberapa minggu ini pasien sering merasa tertekan

masalah pekerjaannya, sehingga dalam beberpa minggu ini pasien mengalami sariawan

yang berulang. Terapi yang diberikan pada pasien adalah edukasi, instruksi dan

pengobatan. Menemukan dan melakukan eliminasi atau perbaikan seluruh faktor

predisposisi akan menurunkan frekuensi dan keparahan lesi SAR.

You might also like