You are on page 1of 36

MAKALAH

GIZI BALITA

Disusun oleh :
Preti Roseli 1361050129
Bernadette Indah Larasati 1361050183
Chandrika Najwa Malufti 1361050233

Pembimbing :
dr. Louisa Langi, MS, MA

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 26 Febuari 2018 – 31 Maret 2018
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat – Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan refarat Kepaniteraan Klinik
Kedokteran Keluarga, mengenai Gizi Balita. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dan
syarat dalam menempuh kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr . Louisa Langi, MS, MA selaku dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing dan
memberi arahan selama proses penyusunan laporan makalah ini.
2. Orang tua yang telah membantu dalam bentuk doa dan dana.
3. Teman-teman sejawat yang telah memberikan dorongan dan masukan dalam mencari informasi
untuk menyelesaikan referat ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, namun diharapkan dapat
membantu pembaca dalam memahami lebih lanjut tentang Gizi Balita. Saya mengharapkan
adanya saran - saran atas penulisan refarat ini. Semoga refarat ini dapat bermanfaat bagi kita di
kemudian hari. Terima kasih.

Jakarta, Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI……………………………………………………..………….iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
1.1 Latar belakang...........................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................2
2.1 Status Gizi Balita .......................................................................2
2.1.1 Arti Penting Gizi pada balita.…………………………….2
2.2 Kebutuhan Gizi..........................................................................7
2.3 Masalah Gizi..............................................................................8
BAB III KESIMPULAN..............................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................26

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan pendapat salah seorang dokter spesialis di Rumah Sakit Pasar Rebo, dr.
Subagyo, Sp.P., gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagimenjadi tiga bagian, yakni gizi
buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau
kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya.
Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk dapat berpengaruh kepada pertumbuhan dan
perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan
dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk
dapat menyebabkan kematian

A. Definisi Status Gizi Balita


Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari
makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.1,2 Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI No 24 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak Pasal 1 di mana
balita atau sering disingkat menjadi Bawah Lima Tahun adalah anak dengan usia 12 bulan
sampai 59 bulan atau usia 1 sampai 5 tahun. Status gizi dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

 Status Gizi Normal


Suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk
ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan
individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein,
lemak dan zat gizi lainnya.

 Status Gizi Kurang (Under Nutrition)


Keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi yang
dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari
anjuran kebutuhan individu

 Status gizi lebih (Over Nutrition)


Keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar
dari jumlah energi yang dikeluarkan
1
Pedoman Umum Gizi Seimbang (Panduan Untuk Petugas)
2
Laporan Nasional. Balitbang
MENGAPA ANAK KITA PERLU GIZI YANG BAIK?

• Berpengaruh pada kesehatan anak

• Gangguan gizi  pertumbuhan tubuh dan perkembangan


otak anak

Bayi dan
•Selain balita  GOLDEN PERIOD
itu, gangguan gizi pada anak juga mempengaruhi
sistem • MENCERMINKAN PERTUMB. OTAK
Ke kebalan dan meningkatkan risiko infeksi
* 1 THN : 2/3 BESAR OTAK DEWASA
* 5 THN : 4/5 BESAR OTAK DEWASA
* 6 THN : 9/10 BESAR OTAK DEWASA
• Bila terlewati tidak mungkin dapat diperbaiki
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN OTAK
Faktor Apakah Yang Mempengaruhi Status Gizi Pada
Balita?
Apa Saja Kebutuhan Gizi Balita?3

A. Karbohidrat

Sumber karbohidrat diperoleh dari padi, jagung, gandum, sagu, ketela pohon, ketela
rambat, dan kentang. Fungsi karbohidrat:
 Sebagai sumber energi dan cadangan energi

3
Penuntun Diet Instalasi Gizi RS Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien
 Sebagai bahan pembentuk senyawa kimia lain melalui proses metabolism
 Sebagai pemberi rasa manis pada makanan
 Sebagai pengatur metabolisme lemak

B. Protein
Sumber protein diperoleh dari tumbuhan seperti kedelai, kacang hiau dan kacang merah
( sumber protein dari tumbuhan dinamakan protein nabati), hewan seperti daging, ikan,
telur, dan susu yang dinamakan protein hewani. Fungsi Protein:
 Sebagai pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan
 Sebagai pembangun tubuh
 Sebagai komponen enzim, antibodi, atau hormon

C. Lemak
Sumber lemak diperoleh dari tumbuhan yang dinamakan lemak nabati seperti kelapa
sawit, alpukat, biji mete, coklat, kemiri, dan kacang tanah. Hewan yang dinamakan lemak
hewani seperti ikan salmon, sapi, kambing, domba, telur. Fungsi Lemak:
 Sebagai sumber energy
 Sebagai pembangun jaringan
 Sumber cadangan makanan dibawah kulit
 Sebagai pelarut vitamin A, D, E, K

D. Vitamin
E. Mineral
2. ANTROPOMETRI
o Pengertian Antropometri
 Pengertian istilah “nutritional anthropometry” mula-mula muncul dalam
“Body measurements and Human Nutrition” yang ditulis oleh Brozek
pada tahun 1966 yang telah didefinisikan oleh Jelliffe (1966) sebagai:
“Pengukuran pada variasi dimensi fisik dan komposisi besaran tubuh
manusia padatingkat usia dan derajad nutrisi yang berbeda.Pengukuran
antropometri ada 2 tipe yaitu pertumbuhan, dan ukuran komposisi tubuh
yang dibagi menjadi pengukuran lemak tubuh dan massa tubuh yang bebas
lemak”.
 Penilaian pertumbuhan merupakan komponen esensial dalam surveilan
kesehatan anak karena hampir setiap masalah yang berkaitan dengan
fisiologi, interpersonal, dan domain sosial dapat memberikan efek yang
buruk pada pertumbuhan anak. Alat yang sangat penting untuk penilaian
pertumbuhan adalah kurva pertumbuhan (growth chart) pada gambar
terlampir, dilengkapi dengan alat timbangan yang akurat, papan pengukur,
stadiometer dan pita pengukur. Antropometri berasal dari kata: antropos
(tubuh) dan metros (ukuran). Antopometri berarti ukuran tubuh.
 Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagaitingkat umur dan tingkat
gizi (Jellife, 1966)
 Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari
berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan
ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh, seperti lemak, otot danjumlah air dalam tubuh

o Syarat yang Mendasari Penggunaan Antropometri


 Alat mudah didapat dan digunakan.
 Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif.
 Pengukuran tidak selalu harus oleh tenaga khususprofesional, dapat oleh
tenaga lain setelah mendapatpelatihan.
 Biaya relatif murah.
 Hasilnya mudah disimpulkan, memiliki cutt of point dan buku rujukan
yang sudah pasti.
 Secara ilmiah diakui kebenarannya.

o Keunggulan dan Kelemahan Antropometri


 Keungggulan Antropometri
 Prosedur sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel
cukup besar.
 Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli.
 Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dandibuat di daerah
setempat.
 Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan.
 Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau.
 Umumnya dapat mengidentifikasi status buruk, kurang danbaik, karena
sudah ada ambang batas yang jelas.
 Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
 Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi
 Kelemahan Antropometri
 Tidak sensitif: tidak dapat mendeteksi status gizi dalamwaktu singkat, tidak dapat
membedakan kekurangan zat gizitertentu, misal Fe dan Zn
 Faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energi) dapat
menurunkan spesifikasi dansensitivitas pengukuran antropometri
 Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapatmempengaruhi presisi, akurasi, dan
validitas pengukuran
 Kesalahan terjadi karena: pengukuran, perubahan hasilpengukuran (fisik dan komposisi
jaringan), analisis danasumsi yang keliru
 Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan latihanpetugas yang tidak cukup,
kesalahan alat, kesulitanpengukuran.

 Pengukuran Antropometri meliputi:


 Mid-upper-arm fat areRasio berat/tinggi
 Lebar siku
 Rasio lingkar pinggang panggul(waist-hip circumference ratio)
 Tinggi lutut
 Perubahan berat badan Suprailiac skinfold
 Berat badan
 Lingkar kepala Lingkar lengan atas (LILA) Triceps skinfold

o Jenis Parameter Antropometri


 Umur
 Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur dapat mengakibatkan interpretasi status gizi salah.
Batasan umur yang digunakan (Puslitbang Gizi Bogor, 1980):
 Tahun umur penuh (completed year)
 Contoh: 6 tahun 2 bulan, dihitung 6 tahun
 5 tahun 11 bulan, dihitung 5 tahun
 Bulan usia penuh (completed month)
 untuk anak umur 0-2 tahun
 Contoh: 3 bulan 7 hari, dihitung 3 bulan
 2 bulan 26 hari, dihitung 2 bulan

 Berat Badan (BB)


 Merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling seringdigunakan
pada bayi baru lahir (neonatus). Selain itu dapat digunakan sebagai
indikasi:
 Digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR.
 Pada masa bayi-balita berat badan dapat dipergunakan untukmelihat laju pertumbuhan
fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis (dehidrasi, asites, edema, atau
adanya tumor).
 Dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan.
 Menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada tulang.
 Pada remaja, lemak cenderung meningkat dan protein ototmenurun.
 Pada klien edema dan asites, terjadi penambahan cairan dalam tubuh.
 Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang
kekurangan gizi.

 Alasan mengapa pengukuran berat badan merupakan pilihan utama:


 Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena
perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.
 Memberikan gambaran status gizi sekarang, jika dilakukan periodik memberikan
gambaran pertumbuhan.
 Umum dan luas dipakai di Indonesia.
 Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan pengukur.
 Digunakan dalam KMS.
 BB/TB merupakan indeks yang tidak tergantung umur
 Alat ukur dapat diperoleh di pedesaan dengan ketelitian tinggi: dacin.

 Tinggi Badan(TB)
 Tinggi Badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaa normal, TB tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan TB tidak seperti BB, relatif kurang
sensitif pada masalah kekurangan gizi dalam waktu singkat. Pengaruh
defisiensi zat gizi terhadap TB akan nampak dalam waktu yang relatif
lama.
 Tinggi Badan merupakan parameter paling penting bagi keadaan yang
telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat,
serta dapat digunakan sebagai ukuran kedua yang penting, karena dengan
menghubungkan BB terhadap TB (quac stick) faktor umur dapat
dikesampingkan.
 Alat ukur Tinggi Badan meliputi:
 Alat pengukur panjang badan bayi: untuk bayi ata uanak yang belum dapat berdiri.
 Microtoise: untuk anak yang sudah dapat berdiri.

 Lingkar Lengan Atas


 Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah,
murah dan cepat. tidak memerlukan data umur yang terkadang susah
diperoleh, dapat memberikan gambaran tentang keadaan jaringanotot dan
lapisan lemak bawah kulit.
 Lingkar lengan atas mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat
mencerminkan:
o Status KEP pada balita
o KEK pada ibu hamil: risiko bayi BBLR
 Lingkar lengan atas menggunakan alat: pita pengukur dari fiber glass atau
sejenis kertas tertentu berlapis plastik.
o Ambang batas (Cut of Points):
 LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia < 23.5 cm
 Pada bayi 0-30 hari : ≥9.5 cm
 Balita dengan KEP <12.5 cm
 Kelemahan menggunakan LLA:
 Baku LLA yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian yang memadai untuk
digunakan di Indonesia.
 Kesalahan pengukuran relatif lebih besar dibandingkan pada TB.
 Sensitif untuk suatu golongan tertentu, misalnya pada anak prasekolah tetapi kurang
sensitif untuk golongan dewasa.

 Lingkar Kepala
 Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak.
Secarapraktis, biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya
kepalaatau peningkatan ukuran kepala. Contoh: hidrosefalus dan
mikrosefalus.
 Lingkar kepala dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak.
Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, tetapi besar
lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi.
Bagaimanapun ukuran otak dan lapisantulang kepala dan tengkorak dapat
bervariasi sesuai dengan keadaan gizi. Dalam antropometri gizi rasio
Lingkar kepala dan Lingkar dada cukup berarti dan menentukan KEP pada
anak. Lingkar kepala juga digunakan sebagaiinformasi tambahan dalam
pengukuran umur.

 Lingkar Dada
 Biasa digunakan pada anak umur 2-3 tahun, karena pertumbuhan lingkar
dada pesat sampai anak berumur 3 tahun. Rasio lingkar dada dan kepala
dapat digunakan sebagai indikator KEP pada balita. Pada umur 6 bulan
lingkar dada dan kepala sama. Setelah umur ini lingkar kepala tumbuh
lebih lambat daripada lingkar dada. Pada anak yang KEP terjadi
pertumbuhan lingkar dada yang lambat sehingga perbandingan rasio
lingkar dada dan kepala adalah kurang dari 1.

 Tinggi Lutut
 Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data tinggi
badan didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau
lansia. Pada lansia digunakan tinggi lutut karena pada lansia terjadi
penurunan masa tulang, bungkuk, sukar untuk mendapatkan data tinggi
badan akurat. Data tinggi badan lansia dapat menggunakan formula atau
nomogram bagi orang yang berusia >59 tahun.
 Formula (Gibson, RS; 1993)
 Pria : (2.02 x tinggi lutut (cm)) – (0.04 x umur (tahun)) + 64.19
 Wanita : (1.83 x tinggi lutut (cm)) – (0.24 x umur (tahun)) + 84.88

 Jaringan Lunak
 Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang bervariasi. Antropometri
dapat dilakukan pada jaringan tersebut untuk menilai status gizi di
masyarakat. Lemak subkutan (subcutaneous fat), Penilaian komposisi
tubuh termasuk untuk mendapatkan informasi mengenai jumlah dan
distribusi lemak dapat dilakukan dengan beberapa metode, dari yang
paling sulit hingga yang paling mudah. Metode yang digunakan untuk
menilai komposisi tubuh (jumlah dan distribusi lemak sub-kutan):
o Ultrasonik
o Densitometri (melalui penempatan air padadensitometer atau underwater
weighting)
o Teknik Isotop Dilution
o Metoda Radiological
o Total Electrical Body Conduction (TOBEC)
o Antropometri (pengukuran berbagai tebal lemakmenggunakan kaliper: skin-fold
calipers)
 Metode yang paling sering dan praktis digunakan dilapangan:
Antropometri fisik Standar atau jangkauan jepitan 20-40 mm2, ketelitian
0.1 mm, tekanan konstan 10 g/ mm2. Jenis alat yang sering digunakan
Harpenden Calipers, alat ini memungkinkan jarum diputar ke titik nol
apabila terlihat penyimpangan. Beberapa pengukuran tebal lemak dengan
menggunakan kaliper:
o Pengukuran triceps
o Pengukuran bisep
o Pengukuran suprailiak
o Pengukuran subscapular

o Beberapa Indeks Antropometri Serta Cara Perhitungan


 Indeks Antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks
antropometri merupakan rasio dari suatu pengukuran terhadap satu atau
lebih pengukuran.
 Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa pengukuran secara
spesifik juga diperlukan dan pengukuran ini mencakup Umur, BB (berat
Badan), TB (tinggi badan), Lingkar Kepala, BMI atau IMT (index masa
tubuh), Berat Badan Relatif (BBR), dan Rasio Pinggang Panggul (LPP),
Lingkaran Perut, Lipatan Trisep, LLA dan LOLA.

 Umur
 Untuk melengkapi data umur dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
o Meminta surat kelahiran, kartu keluarga atau catatan lain yang dibuat oleh orang
tuanya. Jika tidak ada, bila memungkinkan catatan pamong desa.
o Jika diketahui kalender lokal seperti bulan Arab atau bulan lokal (Sunda, Jawa
dll), cocokan dengan kalender nasional.
o Jika tetap tidak ingat, dapat berdasarkan daya ingat ortu, atau berdasar kejadian
penting (lebaran, tahun baru, puasa, pemilihan kades, pemilu, banjir, gunung
meletus dll).
o Membandingkan anak yang belum diketahui umurnya dengan anak kerabat/
tetangga yang diketahui pasti tanggal lahirnya.
o Jika hanya bulan dan tahunnya yang diketahui, tanggal tidak diketahui, maka
ditentukan tanggal 15 bulan.

 BB (Berat Badan)
 Pengukuran BB dapat dilakukan dengan menggunakan alat yaitu timbangan Berat Badan,
namun ada kekhususan dalam mengukur BB bayi, yaitu dapat dilakukan seperti pada
gambar dibawah ini;

 TB (Tinggi Badan)
 Dalam mengukur tinggi badan dapat dilakukan dengan menggunakan Alat ukur, seperti;
 Microtoise: untuk anak yang sudah dapat berdiri
 Alat Pengukur Panjang Badan Bayi : untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri.

 Lingkar Kepala
 Pengukuran lingkar kepala dapat dilakukan seperti pada gambar dibawah ini;

 BMI (Body Mass Index)


 Body Mass Index (BMI) atau dalam bahasa Indonesia disebut Index Masa
Tubuh (IMT) adalah sebuah ukuran “berat terhadap tinggi” badan yang
umum digunakan untuk menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori
Underweight (kekurangan berat badan), Overweight (kelebihan berat
badan) dan Obesitas (kegemukan). Rumus atau cara menghitung BMI
yaitu dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat dari
tinggi badan dalam meter (kg/m²). (Andaka, Deddy. 2008.)
 Nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin.
Keterbatasan BMI adalah tidak dapat digunakan bagi:
 Anak-anak yang dalam masa pertumbuhan
 Wanita hamil
 Orang yang sangat berotot, contohnya atlet
 BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat
terkena resiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya.

 Lingkaran Lengan Atas (LLA)


 Ukuran lingkaran lengan atas (LLA) menentukan massa otot dan
jaringan subkutan. Biasanya cara ini digunakan pada anak-anak
kendati dapat pula dipakai untuk mengukur Lingkaran Oktot
Lengan Atas (LOLA) pada orang dewasa.
 Cara pengukuran adalah dengan menggunakan pita pengukur yang
tidak mulur (sebaiknya pita pengukur produksi Ross Laboratories,
Columbus, OH untuk memudahkan pembacaannya) dan lingkarkan
pita tersebut pada titik tengah lengan atas yang non-dominan
(lengan kiri) di antara puncak prosesus akromialis scapula dan
prosesus olekranon os ulna, sementara lengan bawah difleksikan
90o. dengan lengan dalam posisi bergantung bebas, kencangkan
pita pengukur yang telah dipasang melingkari titik tengah lengan
atas tanpa menimbulkan penekanan pada jaringan lunak. Lakukan
pembacaan pada sentimeter terdekat. (Hartono, Andry. 2006)
 Nilai Normal bagi penduduk Indonesia belum ada sampai saat ini.
Bagi orang Kaukasian (kulit putih), nilai normalnya: 90% standar
= 26,3 cm untuk laki-laki, 25,7 cm untuk wanita.

 Cara mengukur Lingkaran Lengan Atas (LLA) dengan menggunakan pita pengukur
KARTU MENUJU SEHAT

KMS terdiri dari 5 bagian utama, yaitu :

 Kurva penimbangan dan pengukuran berat badan (2 bagian).


 Catatan pemberian vitamin A dan pemberian imunisasi.

 Informasi tentang ASI, penanganan diare, dan perkembangan anak sehat.

 Identitas balita.

KMS mempunyai 3 fungsi utama, yaitu :

1. Sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak. Pada KMS dicantumkan grafik
pertumbuhan normal anak, yang dapat digunakan untuk menentukan apakah seorang
anak tumbuh normal, atau mengalami gangguan pertumbuhan. Bila grafik berat badan
anak mengikuti grafik pertumbuhan pada KMS, artinya anak tumbuh normal, kecil resiko
anak akan mengalami gangguan pertumbuhan. Sebaliknya bila grafik berat badan tidak
sesuai dengan grafik pertumbuhan, anak kemungkinan beresiko mengalami gangguan
pertumbuhan.
2. Sebagai catatan pelayanan kesehatan anak. Di dalam KMS dicatat riwayat pelayanan
kesehatan dasar anak terutama berat badan anak, pemberian kapsul vitamin A, pemberian
ASI pada bayi 0-6 bulan dan imunisasi.

3. Sebagai alat edukasi. Di dalam KMS dicantumkan pesan-pesan dasar perawatan anak
seperti pemberian makanan anak, perawatan anak bila diare

Beberapa kegunaan KMS :

 Untuk orang tua balita

Orang tua dapat mengetahui status pertumbuhan anaknya. Dianjurkan agar setiap bulan
membawa balita ke Posyandu untuk ditimbang. Apabila ada indikasi gangguan pertumbuhan
berat badan atau kelebihan gizi, orang tua balita dapat melakukan tindakan perbaikan, seperti
memberikan makanan lebih banyak atau membawa anak ke fasilitas kesehatan untuk berobat.

Orang tua balita juga dapat mengetahui apakah anaknya telah mendapat imunisasi tepat
waktu dan lengkap dan mendapatkan kapsul vitamin A secara rutin sesuai dengan dosis yan
dianjurkan.

 Untuk Kader

KMS digunakan untuk mencatat berat badan anak dan pemberian kapsul vitamin A serta
menilai hasil penimbangan. Bila berat badan tidak naik satu kali kader dapat memberikan
penyuluhan tentang asuhan dan pemberian makanan anak. Bila tidak naik 2 kali atau berat
badan berada di bawah garis merah kader perlu merujuk ke petugas kesehatan terdekat, agar
anak mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.

KMS juga digunakan oleh kader untuk memberikan pujian kepada ibu bila berat badan
anaknya naik serta mengingatkan ibu untuk menimbangkan anaknya di posyandu pada bulan
berikutnya.

 Untuk petugas kesehatan


Petugas dapat menggunakan KMS untuk mengetahui jenis pelayanan kesehatan yang telah
diterima anak, seperti imunisasi dan kapsul vitamin A. Bila anak belum menerima pelayanan
maka petugas harus memberikan imunisasi dan kapsul vitamin A sesuai dengan jadwalnya.
Petugas kesehatan juga dapat menggerakkan tokoh masyarakat dalam kegiatan pemantauan
pertumbuhan.

A. Faktor-Faktor Penyebab Gizi Buruk


Menurut dr. Subagyo, Sp.P., gizi buruk disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah
faktor pengadaan makanan yang kurang mencukupi suatu wilayah tertentu. Hal ini bisa jadi
disebabkan oleh kurangnya potensi alam atau kesalahan distribusi. Faktor kedua, adalah dari segi
kesehatan sendiri, yakni adanya penyakit kronis terutama gangguan pada metabolisme atau
penyerapan makanan.
Selain itu, Menteri Kesehatan Indonesia, Dr. Siti Fadilah menyebutkan ada tiga hal yang
saling kait mengkait dalam hal gizi buruk, yaitu kemiskinan, pendidikan rendah dan kesempatan
kerja rendah.

Ketiga hal itu mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di rumah tangga dan pola
asuh anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan balita sering terkena infeksi
penyakit2.
UNICEF dalam Soekirman (2002) juga telah memperkenalkan dan sudah digunakan
secara internasional mengenai berbagai faktor penyebab timbulnya gizi kurang pada balita, yaitu:

1. Penyebab langsung

Yaitu makanan tidak seimbang untuk anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita
anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup tetapi diserang diare atau infeksi, nafsu makan
menurun, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya, anak yang makan tidak cukup baik,
daya tahan tubuh melemah, mudah diserang infeksi. Kebersihan lingkungan, tersedianya air
bersih, dan berperilaku hidup bersih dan sehat akan menentukan tingginya kejadian penyakit
infeksi.
2. Penyebab tidak langsung

Pertama, ketahanan pangan dalam keluarga adalah kemampuan keluarga untuk


memenuhi kebutuhan makan untuk seluruh anggota keluarga baik dalam jumlah maupun dalam
komposisi zat gizinya. Kedua, pola pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh lain
dalam hal memberikan makan, merawat, kebersihan memberi kasih sayang dan sebagainya.
Kesemuanya berhubungan dengan kesehatan ibu (fisik dan mental), status gizi, pendidikan,
pengetahuan, pekerjaan, adat kebiasaan dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh lainnya. Ketiga,
faktor pelayanan kesehatan yang baik, seperti; imunisasi, penimbangan anak, pendidikan dan
kesehatan gizi, serta pelayanan posyandu, puskesmas, praktik bidan, dokter dan rumah sakit.

B. Persebaran Gizi Buruk di Indonesia


Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonesia, pada tahun 2004, kasus gizi
kurang dan gizi buruk sebanyak 5,1 juta. Kemudian pada tahun 2005 turun menjadi 4,42 juta.
Tahun 2006 turun menjadi 4,2 juta (944.246 di antaranya kasus gizi buruk) dan
tahun 2007 turun lagi menjadi 4,1 juta (755.397 di antaranya kasus gizi buruk).
Berdasarkan data Departemen Kesehatan Indonesia pada tahun 2009, gizi buruk pada
balita tersebar hampir merata di seluruh Indonesia. Tabel 1 menunjukkan ranking propinsi
tertinggi penderita gizi buruk berdasarkan jumlah kasus. Tabel 2 menunjukkan ranking propinsi
tertinggi penderita gizi buruk berdasarkan prosentase jumlah penduduk3.

Tabel 1
No. Provinsi No. Provinsi No. Provinsi No. Provinsi
1 Sulsel 9 Sumbar 17 Banten 25 Bali
2 Sumut 10 Sulteng 18 Sultra 26 Jambi
3 NTT 11 Kaltim 19 Papua 27 Maluku Utara
4 Jatim 12 Kalsel 20 DKI Jakarta 28 Maluku
5 Jateng 13 NTB 21 Kalteng 29 DI Yogya
6 Jabar 14 Sumsel 22 Sulut
7 Kalbar 15 Gorontalo 23 Bengkulu
8 Riau 16 Lampung 24 Bangka
Belitung

Tabel 2
No. Provinsi No. Provinsi No. Provinsi No. Provinsi
1 Gorontalo 9 Riau 17 Sulut 25 Jateng
2 Papua 10 Kalsel 18 Banten 26 Jabar
3 Kalbar 11 Sulteng 19 Bengkulu 27 Bali
4 NTT 12 Bangka 20 Lampung 28 DI Yogya
Belitung
5 Sumut 13 Kalteng 21 Sumbar 29 Jambi
6 NTB 14 Maluku 22 DKI Jakarta
7 Sumsel 15 Maluku Utara 23 Sultra
8 Sulsel 16 Kaltim 24 Jatim

C. Gizi Buruk yang Berkaitan dengan Aspek Sosial Budaya


Dari empat bilyun manusia di dunia, ratusan juta orang menderita gizi buruk dan
kekurangan gizi. Angka yang tepat tidak ada, tidak ada sensus mengenai kelaparan dan
perbedaan antara gizi cukup dan gizi kurang merupakan jalur yang lebar, bukan suatu garis yang
jelas. Apapun tolok ukur kita, kelaparan (dan sering mati kelaparan) merupakan hambatan yang
paling besar bagi perbaikan kesehatan di sebagian terbesar negara-negara di dunia.
Kekurangan gizi menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, menyebabkan banyak
penyakit kronis, dan menyebabkan orang tidak mungkin melakukan kerja keras. Kekurangan gizi
ini selain dari ketidakmampuan negara-negra non industri untuk menghasilkan cukup makanan
untuk memenuhi kebutuhan penduduk mereka yang berkembang, juga muncul karena
kepercayaan-kepercayaan keliru yang terdapat di mana-mana, mengenai hubungan antara
makanan dan kesehatan, dan juga tergantung pada kepercayaan-kepercayaan, pantangan-
pantangan dan upacara-upacara, yang mencegah orang memanfaatkan sebaik-baiknya makanan
yang tersedia bagi mereka. Anderson (2006 : 311) menyatakan karena pengakuan bahwa masalah
gizi di seluruh dunia didasarkan atas bentuk-bentuk budaya maupun karena kurang berhasilnya
pertanian, maka semua organisasi pengembangan internasional maupun nasional yang utama
menaruh perhatian tidak semata-mata pada pertambahan produksi makanan, melainkan juga pada
kebiasaan makanan tradisional yang berubah, untuk mencapa keuntungan maksimal dari gizi
yang diperoleh dari makanan yang tersedia.
Karena kebiasaan makan hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya yang
menyeluruh, maka program-program pendidikan gizi yang efektif yang mungin menuju kepada
perbaikan kebiasaan makan harus didasarkan atas pengertian tentang makanan sebagai suatu
pranata sosial yang memenuhi banyak fungsi. Studi mengenai makanan dalam konteks
budayanya yang menunjuk kepada masalah-masalah yang praktis ini, jelas merupakan suatu
peranan para ahli antropologi yang sejak pertama dalam penelitian lapangannya telah
mengumpulkan keterangan tentang praktek-praktek makan dan kepercayaan tentang makanan
dari penduduk yang mereka observasi.
Dalam buku karya Anderson (2006 : 312), Norge Jerome menyatakan bahwa “Antropologi Gizi”
meliputi disiplin ilmu tentang gizi dan antropologi. Bidang itu memperhatikan gejala-gejala
antropologi yang mengganggu status gizi dari manusia. Dengan demikian, evolusi manusia,
sejarah dan kebudayaan, dan adaptasinya kepada variabel gizi yang berubah-ubah dalam kondisi
lingkungan yang beraneka ragam menggambarkan bahan-bahan yang merupakan titik perhatian
dalam antropologi gizi.
Menurut Anderson (2006 : 312) ada dua aspek penting dari antropologi gizi :
a. Sifat sosial, budaya, dan psikologis dari makanan (yaitu peranan-peranan sosial
budaya dari makanan yang berbeda dengan peranan-peranan gizinya).
b. Cara-cara dimana dimensi-dimensi sosial budaya dan psikologi dari makanan
berkaitan dengan masalah gizi yang cukup, terutama dalam masyarakat-masyarakat
tradisional.

Menurut Anderson (2006 : 313) menyatakan bahwa para ahli antropologi memandang
kebiasaan makan sebagai suatu kompleks kegiatan masak-memasak, masalah kesukaran dan
ketidaksukaran, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan, dan takhayul-
takhayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan, dan konsumsi makanan. Pendeknya,
sebagai suatu kategori budaya yang penting, ahli-ahli antropologi melihat makanan
mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak kategori budayaNlainnya.
Setelah mengetahui betapa kuatnya kepercayaan-kepercayaan kita atau suatu masyarakat
mengenai apa yang dianggap makanan dan apa yang dianggap bukan makanan, sehingga terbukti
sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk menyesuaikan makanan tradisional mereka demi
kepentingan gizi yang baik. Karena pantangan agama, takhayul, kepercayaan tentang kesehatan,
dan suatu peristiwa yang kebetulan dalam sejarah ada bahan-bahan yang bergizi baik yang tidak
boleh dimakan, mereka diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”. Dengan kata lain, penting
untuk membedakan antara nutrimen dengan makanan.
Anderson (2006 : 313) menyatakan bahwa nutrimen adalah suatu konsep biokimia, suatu
zat yang mampu untuk memelihara dan menjaga kesehatan organisme yang menelannya.
Makanan adalah suatu konsep budaya, suaty pernyataan yang sesungguhnya mengatakan “zat ini
sesuai bagi kebutuhan gizi kita.”
Dalam kebudayaan bukan hanya makanan saja yang dibatasi atau diatur, akan tetapi
konsep tentang makanan, kapan dimakannya, terdiri dri apa dan etiket makan. Di antara
masyarakat yang cukup makanan, kebudayaan mereka mendikte, kapan mereka merasa lapar dan
apa, serta berapa banyak mereka harus makan agar memuaskan rasa lapar. Jadi dengan demikian,
nafsu makan lapar adalah suatu gejala yang berhubungan namun berbeda. Anderson (2006 : 315)
menyatakan nafsu makan, dan apa yang diperlukan untuk memuaskan adalah suatu konsep
budaya yang dapat sangat berbeda antara suatu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya.
Sebaliknya, lapar menggambarkan suatu kekurangan gizi yang dasar dan merupakan suatu
konsep fisiologis.
Makanan selain penting bagi kelangsungan hidup kita, juga penting bagi pergaulan sosial.
Anderson (2006 : 317) menyatakan tentang simbolik dari makanan :
a. Makanan sebagai ungkapan ikatan sosial
Barangkali di setiap masyarakat, menawarkan makanan (dan kadang-kadang minuman)
adalah menawarkan kasih sayang, perhatian, dan persahabatan. Menerima makanan yang
ditawarkan adalah mengakui dan menerima perasaan yang diungkapkan dan untuk
membalasnya.
b. Makanan sebagai ungkapan dari kesetiakawanan kelompok
Makanan sering dihargai sebagai lambang-lambang identitas suatu bangsa atau nasional.
Namun tidak semua makanan mempunyai nilai lambang seperti ini, makanan yang
mempunyai dampak yang besar adalah makanan yang berasal atau dianggap berasal dari
kelompok itu sendiri dan bkan yang biasanya dimakan di banyak negara yang berlainan atau
juga dimakan oleh banyak suku bangsa.
c. MakananNdanNstress
Makanan memberi rasa ketenteraman dalam keadaan-keadaan yang menyebabkan stres.
Burgess dan Dean menyatakan bahwa sikap-sikap terhadap makanan sering mencerminkan
persepsi tentang bahaya maupun perasaan stres. Menurut mereka, suatu cara untuk
mengatasi stres ini dari dalam, sehubungan dengan ancaman terhadap jiwa atau terhadap
keamanan emosional adalah melebih-lebihkan bahaya dari luar, cara lainnya adalah
mempersalahkan ancaman dari dalam akibat pengaruh-pengaruh luar.
d. SimbolismeNmakananNdalamNbahasa
Pada tingkatan yang berbeda, bahasa mencerminkan hubungan-hubungan psikologis yang
sangat dalam di antara makanan, persepsi kepribadian, dan keadaan emosional. Dalam
bahasa Inggris, yang pada ukuran tertentu mungkin tidak tertandingi oleh bahasa lain, kata-
kata sifat dasar yang biasa digunakan untuk menggambarkan kualitas-kualitas makanan
digunakan juga untuk menggambarkan kualitas-kualitas manusia.

Setelah mengetahui betapa rumit masalah yang berhubungan dengan gizi ini ataupun
makanan karena berkaitan dengan kebudayaan masyarakat yang berbeda-beda, maka salah satu
cara adalah dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang apa yang sering belum
dipelajari oleh masyarakat rumpun maupun masyarakat pedesaan adalah hubungan antara
makanan dan kesehatan serta antara makanan yang baik dengan kehamilan, juga kebutuhan-
kebutuhan akan makanan khusus bagi anak setelah penyapihan.
Anderson (2006 : 323) menyatakan bahwa dalam perencanaan kesehatan, masalahnya
tidak terbatas pada pencarian cara-cara untuk menyelesaikan lebih banyak bahan makanan,
melainkan harus pula dicarikan cara-cara untuk memastikan bahwa bahan-bahan makanan yang
tersedia digunakan secara efektif.
Kesenjangan yang besar dalam pemahaman tentang bagaimana makanan itu digunakan dengan
sebaik-baiknya. Barangkali yang terpenting dari kesenjangan itu adalah kegagalan yang
berulangkali terjadi untuk mengenal hubungan yang pasti antara makanan dan kesehatan.
Susunan makanan yang cukup cenderung ditafsirkan dalam rangka kuantitas, bukan kualitasnya
mengenai makanan yang pokok, yang cukup, bukan pula dari keseimbangannya dalam hal
berbagai makanan. Kesenjangan besar yang kedua dalam kearifan makanan tradisional pada
masyarakat rumpun dan masyarakat petani adalah seringnya kegagalan mereka untuk mengenali
bahwa anak-anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan gizi khusus, baik sebelum maupun sesudah
penyapihan.
Penemuan Burgess dan Dean tentang masalah gizi karena perubahan budaya dalam buku
karya Anderson (2006 : 325) menggambarkan aturan yang umum. Meskipun terdapat suatu
kecenderungan umum bahwa makanan menjadi lebih baik dengan bertambahnya penghasilan.
Kebalikannya, makanan juga bisa lebih buruk terutama dalam perubahan dari ekonomi sub
sistem menjadi ekonomi uang.
Dan Marchione yang berpendapat tentang masalah gizi karena perubahan budaya. Beliau
menemukan masalah kekurangan gizi pada rumah tangga-rumah tangga di desa yang lebih
miskin, yang hidupnya berorientasi pada pertanian setengah sub sistem, menurun secara
menyolok terutama di atara anak-anak. Bahwa suatu peningkatan dalam pertanian sub sistem
sebagian besar atau seluruhnya menjelaskan perbaikan ini, hal itu dibuktikan oleh angka-angka
kekurangan gizi di perkotaan, yang tetap konstan karena perubahan yang berarti dalam hal pola
penyediaan makanan.
Setelah mengetahui keterkaitan atau hubungan antara gizi atau makanan dengan
antropologi atau kebudayaan, bagi kita yang menaruh perhatian pada usaha memperbaiki
tingkatan gizi dari masyarakat yang menderita kurang gizi, jelaslah bahwa analisis klinis dari
kekurangan gizi baru merupakan langkah awal.
Kemajuan akan sedikit sekali tercapai, kecuali apabila petugas penyuluhan juga memahami
fungsi-fungsi sosial dari makanan, arti simbolik, dan kepercayaan yang terkait dengannya.
Pengetahuan mengenai kepercayaan lokal tersebut dapat dipakai dalam perencanaan perbaikan
gizi. Dalam buku Anderson (2006 : 330) Cassel telah menunjukkan netapa pengidentifikasian
makanan-makanan sehat dalam makanan kuno orang Zulu dapat membangkitkan perhatian
mereka terhadap makanan dan dengan motivasi nasionalistik bersedia menerima banyak
perubahan-perubahan demi peningkatan gizi mereka.
Kemiskinan dan kekurangan akan gizi yang memadai pada tingkatan tertentu membatasi
kemungkinan untuk memperbaiki gizi jutaan penduduk yang menderita kurang pangan.
Sebaliknya, sungguh mengecewakan untuk melihat bahwa betapa seringnya praktek-praktek
budaya menimbulkan kekurangan kebutuhan dasar. Kesadaran akan praktek-praktek demikian
dan pengetahuan tentang “hambatan-hambatan” yang harus diatasi untuk dapat merubah mereka
adalah sangat penting untuk membantu masyarakat memaksimalkan sumber-sumber pangan
yang tersedia bagi mereka. Di sinilah antropologi memberikan sumbangan besar kepada ilmu
gizi dalam lapangan penelitian danNpengajaran.

1. Tindakan Pemerintah Untuk Menanggulangi Gizi Buruk


Menurut Menteri Kesehatan RI, tanggung jawab pemerintah Pusat dalam hal ini Depkes
adalah merencanakan dan menyediakan anggaran bagi keluarga miskin melalui Jaminan
Kesehatan Masyarakat, membuat standar pelayanan, buku pedoman serta melakukan pembinaan
dan supervisi program ke provinsi, kabupaten dan kota4. Dalam kaitannya dengan gizi buruk,
Depkes pada tahun 2005 telah mencanangkan Rencana Aksi
Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005 – 2009 5. Menteri kesehatan
menambahkan, pemerintah berusaha meningkatkan aktivitas pelayanan kesehatan dan gizi yang
bermutu melalui penambahan anggaran penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk menjadi Rp.
600 milyar pada tahun 2007 dari yang sebelumnya 63
milyar pada tahun 20016. Anggaran tersebut ditujukan untuk7:
1. Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan bulanan balita di
posyandu
2. Meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di puskesmas/RS dan
rumah tangga
3. Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada balita kurang
gizi dari keluarga miskin
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan asuhan gizi kepada
anak (ASI/MP-ASI)
5. Memberikan suplementasi gizi (kapsul Vit.A) kepada semua balita
Adapun strategi dan kegiatan Departemen kesehatan dan organ-organnya, untuk memenuhi
tujuan-tujuan tersebut antara lain:
Strategi:
1. Revitalisasi posyandu untuk mendukung pemantauan pertumbuhan
2. Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan kelompok
potensial lainnya.

3. Meningkatkan cakupan dan kualitas melalui peningkatan keterampilan tatalaksana gizi buruk
4. Menyediakan sarana pendukung (sarana dan prasarana)
5. Menyediakan dan melakukan KIE
6. Meningkatkan kewaspadaan dini KLB gizi buruk

Kegiatan:
1. Deteksi dini gizi buruk melalui bulan penimbangan balita di posyandu
 Melengkapi kebutuhan sarana di posyandu (dacin, KMS/Buku KIA, RR)
 Orientasi kader
 Menyediakan biaya operasional
 Menyediakan materi KIE
 Menyediakan suplementasi kapsul Vit. A
2. Tatalaksana kasus gizi buruk
 Menyediakan biaya rujukan khusus untuk gizi buruk gakin baik di puskesmas atau
rumah sakit (biaya perawatan dibebankan pada PKPS BBM)
 Kunjungan rumah tindak lanjut setelah perawatan di puskesmas/RS
 Menyediakan paket PMT (modisko, MP-ASI) bagi pasien paska perawatan
 Meningkatkan ketrampilan petugas puskesmas/RS dalam tatalaksana gizi
 Buruk
3. Pencegahan gizi buruk
 Pemberian makanan tambahan pemulihan (MP-ASI) kepada balita yang berat badannya
tidak naik atau gizi kurang
 Penyelenggaraan PMT penyuluhan setiap bulan di posyandu
 Konseling kepada ibu-ibu yang anaknya mempunyai gangguan pertumbuhan
4. Surveilen gizi buruk
 Pelaksanaan pemantauan wilayah setempat gizi (PWS-Gizi)
 Pelaksanaan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa gizi buruk
 Pemantauan status gizi (PSG)
5. Advokasi, sosialisasi dan kampanye penanggulangan gizi buruk
 Advokasi kepada pengambil keputusan (DPR, DPRD, pemda, LSM, dunia usaha dan
masyarakat)
 Kampanye penanggulangan gizi buruk melalui media efektif
6. Manajemen program:
 Pelatihan petugas
 Bimbingan teknis
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Gizi buruk adalah status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di
bawah standar rata-rata. Faktor yang menyebabkan gizi buruk ada tiga hal yaitu kemiskinan,
pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah. Ketiga hal itu mengakibatkan kurangnya
ketersediaan pangan di rumah tangga dan pola asuh anak keliru. Di Indonesia, gizi buruk pada
balita tersebar hampir merata di seluruh propinsi.
Kemiskinan dan kekurangan akan gizi yang memadai pada tingkatan tertentu membatasi
kemungkinan untuk memperbaiki gizi jutaan penduduk yang menderita kurang pangan.
Sebaliknya, sungguh mengecewakan untuk melihat bahwa betapa seringnya praktek-praktek
budaya menimbulkan kekurangan kebutuhan dasar. Kesadaran akan praktek-praktek demikian
dan pengetahuan tentang “hambatan-hambatan” yang harus diatasi untuk dapat merubah mereka
adalah sangat penting untuk membantu masyarakat memaksimalkan sumber-sumber pangan
yang tersedia bagi mereka. Di sinilah antropologi memberikan sumbangan besar kepada ilmu
gizi dalam lapangan penelitian danNpengajaran.

III.2 Saran
Diperlukan terobosan - terobosan baru yang dapat menangulangi masalah gizi buruk
hingga ke akar-akarnya. Oleh karena itu departemen kesehatan juga harus bekerja sama dengan
berbagai pihak untuk mengatasi masalah kemiskinan, pendidikan rendah, dan kesempatan kerja
rendah. Selain itu, anak-anak Indonesia harus lebih bersungguh-sungguh belajar dengan tekun,
agar Indonesia lebih maju.

DAFTAR PUSTAKA

ANTARA News, 13 Maret 2007, “27 Persen Balita Indonesia Alami Gizi Buruk”, diakses dari
http://www.antara.co.id/print/?i=1205419661.

Blog yudhie-router. 21 Mei 2010, “Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Status Gizi”,
Jumat, 21 Mei 2010, diakses dari http://yudhie-router.blogspot.com/2010/05/aspek-
sosial-budaya-yang-mempengaruhi.html

Blog Muji Rachman, 5 Januari 2010 “Hubungan Antropologi Dengan Gizi”, diakses dari
http://muji-rachman.blogspot.com/2010/01/hubungan-antropologi-dengan-gizi.html

Blog Milyandra, 22 Februari 2010, “Seminar Kesehatan Gizi dan Gizi Buruk”, diakses dari
http://mily.wordpress.com/seminar-kesehatan-gizi-vz-gizi-buruk/
Budi Bach, 2010, “Gizi Buruk Tamparan Keras Hari Gizi Nasional”, diakses dari
http://www.budibach.com/home/index.php?option=com_content&view=article&id=169:gizi-
buruk-tamparan-keras-hari-gizi-nasional&catid=20:reportase&Itemid=27

Departemen Kesehatan, Berita 11 Maret 2008, “Penulisan Data Gizi Buruk Harus Akurat dan
Tidak Dipolitisir”, diakses dari http://www.depkes.go.id.

Dhian Tri Ratna, 2005, “Perbedaan Status Gizi”, diakses dari


http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH0147/86007b4e.dir/doc.pdf

Gizi – Depkes, 2003 “Analisis Antropometri Balita – Susenas 2003”, diakses dari
http://www.gizi.net.

Nurpudji A. Taslim, 2009, “Kontroversi seputar gizi buruk: Apakah Ketidakberhasilan


Departemen Kesehatan”, diakses dari http://www.gizi.net/makalah/Kontroversi-giziburuk-
column.pdf.

Pangan Untuk Semua, 2010, “Rencana Penanggulangan masalah Gizi Buruk”,


diakses dari http://panganuntuksemua.files.wordpress.com/2007/04/rencana-
penanggulanganmasalah-
gizi-buruk.doc.

Prakarsa Rakyat, Forum Belajar Bersama, 27 Juni 2008 , “Pendapatan Rendah, Faktor Penyebab
Busung Lapar”, diakses dari http://www.prakarsa-rakyat.org/artikel/news/artikel.php?aid=3705

You might also like