You are on page 1of 28

LAPORAN KASUS

No. ID dan Nama Peserta : dr. Nur Qalbi Ramadhani, S.Ked


No. ID dan Nama Wahana : RSUD Lamaddukelleng, Kabupaten Wajo
Topik :Preeklampsia Berat
Tanggal (Kasus) : 29 September 2018
Nama Pasien :Ny. A No. RM :18128582
Tanggal Presentasi : 12 Oktober Pendamping :dr. Rasfiani, S. Ked
2018
Tempat Presentasi : Aula Sipakalebbi RSUD Lamaddukelleng, Kabupaten Wajo
Obyek Presentasi:
 Keilmuan  Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □Bayi □ Anak □ Remaja  Dewasa □Lansia □
Bumil
□ Deskripsi:
Wanita 39 tahun datang dengan keluhan nyeri perut tembus kebelakang sejakpukul 10.00

WITA. Pelepasan lendir (+), air (-), darah (+). HPHT 14/12/2016, TP 21/09/2017, UK 37

minggu 6 hari. Riwayat ANC (+) >4x,inj TT 2x. Riwayat HT (+) sejak menjelang melahirkan,

DM (-), asma (-), alergi(-). Sakit kepala (-), nyeri ulu hati (-), penglihatan kabur (-), riwayat

kejang (-).

Riwayat obstetri:

1. Abortus tahun 2005 tidak dikuret


2. PPN, 2005, perempuan,aterm
3. Abortus tidak dikuret
4. PPN, 2012, aterm, perempuan
5. Abortus tidak dikuret
6. PPN, 2016, perempuan,aterm
7. Kehamilan sekarang

1
□ Tujuan : Preeklampsia Berat
Bahan bahasan: □ Tinjauan Pustaka □ Riset  Kasus □ Audit
Cara Membahas: □ Diskusi  Presentasi □ E-mail □ Pos
dan diskusi
Data pasien: Nama: Ny. A No. registrasi: 18128582
Nama Klinik :RSUD Telp: - Terdaftar Sejak: 29 September
Lamaddukelleng 2018
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Nyeri perut tembus kebelakang sejakpukul 10.00 WITA. Pelepasan lendir (+), air (-),
darah (+),HPHT 14/12/2016, TP 21/09/2017, UK 37 minggu 6 hari, riwayat ANC (+) >4x,inj
TT 2x. Riwayat HT (+) sejak menjelang melahirkan, DM (-), asma (-), alergi(-). Sakit kepala (-
), nyeri ulu hati (-), penglihatan kabur (-), riwayat kejang (-).
Riwayat Pengobatan UGD: Miring Kiri, Oksigen 2-4 L/menit/ nasal kanul, Nifedipin 3 x 10mg,

MgSO4 40% 4gr dalam 100cc NaCl habis dalam 30 menit, Drips MgSO4 40% 6 gr dalam

500cc RL 28 tpm selama 6 jam ,Observasi: KU, His, DJJ, kemajuan persalinan, dan tanda vital.

2. Riwayat kesehatan/Penyakit: Riw. HT(+) sejak menjelang melahirkan


3. Riwayat keluarga: Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
Daftar Pustaka:

1. Cunningham G.F, Leveno K.J, Williams Obstetrics , 22nd ed.USA. Mc Graw Hills;2007

2. Brady HR, O’MearaYM, Brenner BM. Medical Disorders During Pregnancy : Barbieri

R.L., Repke J.T.,editors.Harrison’s Principles of internal Medicine. 16th ed. New York:

McGraw HilProffesional;2004

3. Uzan, Jennifer, et al. Pre-eclamsia: Pathophysiology, diagnosis, and management. France:

Dove Medical Press Ltd.2011

4. Duley, Leila, et al. Management of pre-eclamsia. Inggris:BMJ.2006

5. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsia dan eklampsia. Ilmu Kandungan edisi ketiga. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2010

2
6. Reece E.A, Hobbins J.C, Clinical Obstetric The Fetus & Mother. 3rd ed. USA.Blackwell

Publishing. 2007.

7. Obstetricions and Gynaecologist Institute of Royal College of Physicians of Ireland.The

diagnosis and management of preeclampsia and eclampsia, clinical practice guideline

no.3. date of publication September 2011

8. Kelompok kerja penyusunan himpunan kedokteran fetomaternal POGI, Pedoman

Pengelolaan Kehamilan Dengan Pertumbuhan Janin Terhambat Di Indonesia, edisi ke-

2. 2006

1.
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio
1. Subyektif:
Nyeri perut tembus kebelakang sejakpukul 10.00 WITA. Pelepasan lendir (+), air (-),
darah (+),HPHT 14/12/2016, TP 21/09/2017, UK 37 minggu 6 hari, riwayat ANC (+) >4x,inj
TT 2x. Riwayat HT (+) sejak menjelang melahirkan, DM (-), asma (-), alergi(-). Sakit kepala (-
), nyeri ulu hati (-), penglihatan kabur (-), riwayat kejang (-).
2. Objektif:
A. PEMERIKSAAN FISIK
 Status Vitalis
Sakit berat/gizi baik/compos mentis
Tekanan Darah: 160/120 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36, 8oC

B. PEMERIKSAAN OBSTETRI

a. Pemeriksaan luar

Tinggi fundus uteri : 34 cm

Lingkar perut : 89 cm

Situs : memanjang

3
Punggung : kiri

Bagian terendah : kepala

Perlimaan : 4/5

Denyut jantung janin : 156 x/menit

HIS : 3 x 10 menit (35-40”)

Anak kesan tunggal

Gerakan anak (+) dirasakan ibu

Tafsiran berat janin : 3026 gram

b. Pemeriksaan dalam vagina

Vulva :

Mons pubis : Tidak ada kelainan

Labia mayora :Tidak ada kelainan

Labia minora : Tidak ada kelainan

Klitoris : Tidak ada kelainan

OUE : Tidak ada kelainan

Introitus vagina :Tidak ada kelainan

Perineum :Tidak ada kelainan

Vagina : Tidak ada kelainan

Porsio : Lunak sedang

Pembukaan : 5 cm

Ketuban : (+) Menonjol

Bagian terdepan : Kepala

Penurunan : Hodge I

Panggul dalam kesan cukup

Pelepasan darah (+), lendir (+)

4
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

PemeriksaanLaboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


WBC 5,8 4,00-10,0
RBC 5,36 4,00-6,00
HGB 12,6 12,0-16,0
HCT 37,6 37,0-48,0
PLT 314 150-400
GDS 94 < 140
Pemeriksaanurin Protein +3 Negative
RESUME

Perempuan 39 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut tembus ke belakang

sejak pukul 10.00 WITA.Pelepasan lendir (+), pelepasan darah (+), air (-),HPHT 14/12/2016,

TP 21/09/2017, UK 37 minggu 6 hari, riwayat ANC >4x, riwayat suntik TT 2x. Riwayat HT (+)

sejak menjelang melahirkan. Riwayat obstetri: 2013, laki-laki, 2700 gr, aterm, rumah sakit,

bidan. 2015 kehamilan sekarang.Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis sakit

sedang composmentis. Status vitalis TD: 160/120 mmhg, N: 96 x/menit, P: 20x/menit, S: 36,5

C. Pada pemeriksaan obstetric pemeriksaan luar didapatkan TFU 34 cm dibawah

proc.xiphodeus, LP 89 cm, TBJ 3026 gram, situs memanjang, punggung kiri, bagian terbawah

kepala, his 3x10 menit (35-40”), DJJ 156x/menit, anak kesan tunggal, gerakan anak (+)

dirasakan ibu. Pada pemeriksaan dalam vagina didapatkan porsio lunak sedang, pembukaan 5

cm, ketuban (+) menonjol, bagian terbawah kepala, pelepasan lendir (+), darah (+), air (-), pada

pemeriksaan lab didapatkan urin +3.

Diagnosa
G7P3A3 gravid 37 minggu 6 hari inpartu kala I fase aktif + PEB
Terapi
1. Miring Kiri

2. Oksigen 2-4 L/menit/ nasal kanul

5
3. Nifedipin 3 x 10mg

4. MgSO4 40% 4gr dalam 100cc NaCl habis dalam 30 menit

5. Drips MgSO4 40% 6 gr dalam 500cc RL 28 tpm selama 6 jam

6. Observasi: KU, His, DJJ, kemajuan persalinan, dan tanda vital

Assessment (penalaran klinis):


Dari anamnesis, ibu masuk dengan keluhan utama nyeri perut tembus kebelakang sejak

jam 10.00 WITA disertai pelepasan lendir dan darah. Menurut taksiran persalinan

menggunakan rumus Naegel didapatkan bahwa , ibu hamil 37 minggu 6 hari. Pada ibu ini

didapatkan tanda-tanda inpartu yaitu adanya penipisan dan pembukaan serviks, adanya

kontraksi uterus 3x10 menit (35-40”) yang mengakibatkan perubahan serviks, serta didapatkan

adanya lendir bercampur darah keluar melalui vagina, pada pemeriksaan dalam didapatkan

pembukaan serviks 5 cm Dari hasil pemeriksaan luar didapatkan tinggi fundus uteri 34 cm dan

lingkar pinggang 89 cm. Usia kehamilan menurut tinggi fundus adalah antara 36-38 minggu.

Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 160/120 mmHg, nadi 96x/menit,

pernapasan 20x/menit dan suhu 36,5. Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil. Namun,

riwayat tekanan tinggi selama menjelang melahirkan. Pemeriksaan laboratorium dilakukan

meliputi pemeriksaan darah rutin.Dari hasil pemeriksaan protein urin memberikan hasil +3.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisis serta pemeriksaan laboratorium yang dilakukan maka

pasien ini dapat di diagnosis dengan G7P3A3 gravid 37 minggu 6 hari inpartu kala I fase aktif +

preeklampsia berat ditegakkan.

6
DISKUSI

A. PENDAHULUAN
Preeklamsia adalah sindrom spesifikkehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat

vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklamsia, dan apabila

tidak terdapat proteinuria maka diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai

terdapatnya 300mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau +1 pada dipstick secara

menetap pada sampel urin secara acak. Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsi

adalah hipertensi plus proteinuri minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinuri maka

semakin pasti diagnosis preeklamsi. Memburuknya hipertensi terutama apabila disertai

proteinuri merupakan pertanda buruk,sebaliknya proteinuri tanpa hipertensi hanyamenimbulkan

efek keseluruhan yang kecil angka kematian pada bayi. Proteinuri +2 atau lebih yang menetap

atau eksresi proteinuri 24 jam sebesar 2g atau lebih adalah preeklamsi berat. Apabila kelainan

ginjal parah, filtrasi glomerulus dapat terganggu dan kreatinin plasma dapat meningkat.

Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas tampaknya merupakan akibat nekrosis,

iskemiadan edema hepatoseluler yang meregangkan kapsul Glisson. Nyeri khas ini sering

disertai oleh peningkatan enzim hati dalam serum.

Selain dapat terjadi preeklamsia murni, preeklamsia dapat terjadi pada seorang wanita

yang mengalami hipertensi kronik atau yang dapat disebut sebagai superimposed on

hypertensive chronic yang dapat terjadi pada trimester kedua.

Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan saraf.

Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah ke otak, hipoksik otak atau edema otak.

Preeklampsia berat adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda di bawah

ini :

a. Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik ≥ 160 mmHg dan desakan

diastolik ≥ 90 mmHg.

7
b. Proteinuria: ≥ 5 gr/jumlah urin selama 24 atau dipstick 4+.

c. Oliguria:produksi urin < 400-500 cc/24 jam.

d. Kenaikan kreatinin serum.

e. Edema paru dan sianosis.

f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen: disebabkan teregangnya

kapsula Glisson. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar.

g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata, dan pandangan

kabur.

h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino transferase.

i. Hemolisis mikroangiopatik.

j. Trombositopenia < 100.000cell/mm3

k. Sindroma HELLP

Trombositopeniaadalah ciri memburuknya preeklamsia, dan mungkin disebabkan oleh

aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh vesospasme

hebat. Tanda - tanda hemolisis yang berat seperti hemoglobinemia, hemoglobinuria atau

hiperbilirubinemia menunjukkan penyakit yang parah.

Faktor lain yang menunjukkan keparahan hipertensi adalah disfungsi jantung dengan

edema paru serta pertumbuhan janin terhambat nyata.

B. ETIOLOGI
Etiologi dan patogenesis eklampsia dan preeklampsia sampai saat ini masih belum

sepenuhnya dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering

disebut “the desease of theories”.Para peneliti berpendapat bahwa kelainan pembuluh darah,

faktor otak dan sistem saraf, nutrisi dan gen berperan dalam terjadinya preeklampsia yang

nantinya dapat berkembang menjadi eklampsia. Namun tidak satupun teori dapat terbukti.

Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk menerangkan terjadinya

preeklampsia adalah faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah dan keadaan dimana
8
jumlah trofoblast yang berlebihan dan dapat mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast

terhadap arteri spiralis pada awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan

arteri spiralis tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran darah

di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi

endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat terjadi di berbagai organ.

Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya

preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi

terjadinya preeklampsia-eklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:

1. Usia. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens meningkat menjadi > 3

kali lipat. Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten

2. Paritas. Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua

risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat atau eklampsia

3. Faktor gen. Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor

risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang

ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan

penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu

penderita preeklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/ eklampsia dalam

keluarga riwayat preeklampsia atau eklampsia sebelumnya

4. Riwayat kehamilan yang terganggu sebelumnya. termasuk perkembangan janin

terhambat, solusio plasenta atau kematian janin

5. Pada mola hidatidosa diduga terjadi degenerasi trofoblas berlebihan yang berperan

menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih

dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai

dengan preeklampsia.

6. Diet/gizi. Terdapat penelitian ibu hamil yang kekurangan kalsium berhubungan dengan

9
angka kejadian preeklampsia yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu

hamil yang overweight.

C. PATOFISIOLOGI

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang

arteri uterin dan arteria ovarika.Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa

arteri arkuarta memberi cabang arteri radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi

arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi infasi trofoblas ke dalam

lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi

dilatasi arteri spiralis.Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga

jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi

dan dilatasi.Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberikan dampak penurunan

tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran darahpada daerah uretero

plasenta.Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,

sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling

arteri spiralis”.

Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot

arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya.Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku

dankeras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan

vasodilatasi.Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadilah hipoksia

dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang

dapat menjelaskan pathogenesis HDK selanjutnya.

Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500mikron, sedangkan pada

preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal, vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat

10
meningkatkan 10x aliran darah ke uteroplasenta.

Gambar1: Kelainan Uterovaskular pada Preeklampsia


2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal

bebas), yaitu senyawa penerima elektron atau atom molekul yang mempunyai elektron yang

tidak berpasangan.

Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang

sangat toksik, khususnya terhadap membran endotel pembuluh darah. Sebenarnya, produksi

oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk

perlindungan tubuh, Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai

bahan toksin yang beredar di dalam darah, makan dulu HDK disebut “toxaemia”.

Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak

tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga

akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.

Produksi oksidan dalam tubuh yang bersifat toksik, selalu diimbangi dengan produksi

antioksidan.Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksik akan beredar di seluruh tubuh

dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Peningkatan oksidan ini diikuti oleh

penurunan kadar antioksidan, misalnya vitamin E. Membran sel endotel lebih mudah

11
mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan

aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat

rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.

Pada waktu terjadi kerusakan endotel yang mengakibatkan disfungsi endotel, maka akan terjadi:

a. Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi endotel, adalah

memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2); yaitu

vasodilator kuat.

b. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi ini

memproduksi tromboksan (TXA2); suatu vasokonstriktor kuat. Pada preeklampsia kadar

tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi.

c. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus.

d. Peningkatan permeabilitas kapilar.

e. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar CO (vasodilator)

menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat,

f. Peningkatan faktor koagulasi.

12
Gambar 2. Patofisiologi terjadinya preklampsia

3. Teori Adaptasi Kardiovaskular


Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahanvasopresor. Refrakter,

berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor, atau dibutuhkan kadar

vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan

normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi

oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa

daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor

(bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini dikemudian hari ternyata

adalah prostasiklin.

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan

vasokonstriktor dan ternyata terjadi peningkatan kepakaan terhadap bahan-bahan vasopresor

13
hingga pembulah darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.Banyak peneliti telah

membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi

dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada

kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada

kehamilan 20 minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam

kehamilan.

4. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipibu lebih

menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secarafamilial jika dibandingkan dengan

genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak

perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu

mengalami preeklampsia.

5. Teori Defisiensi Gizi (Teori Diet)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensigizi berperan dalam

terjadinya hipertensi dalam kehamilan.5 Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi

minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mngurangi resiko preeklampsia. Minyak ikan

mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,

menghambat aktivasi trombosit dan mengcegah vasokonstriksi pembuluh darah.

Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil

mengakibatkan resiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.Peneliti dinegara Equador Andes

dengan metode uji klinik, ganda tersamar dengan membandingkan pemberian kalsium dan

plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplement kalsium

cukup, kasus yang mengalami preeclampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%.

6. Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas didalam sirkulasi darah

14
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga

melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat

reaksi stress oksidatif.

Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses

inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar sehingga

reaksi inflamsi juga masih dalam batas normal, berbeda dengan proses apoptosis pada

preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi

debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta,

misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat

meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini

menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding

reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel

dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi

yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.

D. EFEK PADA SISTEM ORGAN

Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklamsia

1. Volume plasma

Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (hipervolemia), guna

memenuhi kebutuhan janin.Peningkatan tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi

pada umur kehamilan 32-34 minggu.Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas pada preeklamsia

terjadi penurunan volume plasma antara 30%-40% dibanding hamil normal, disebut

hipovolemia.Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi.Volume

plasma yang menurun member dampak yang luas pada organ-organ penting.

Preeklamsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu cepat dan

banyak.Demikian sebaliknya preeklamsia sangat peka terhadap kehilangan darah waktu

15
persalinan.Oleh karena itu observasi cairan masuk ataupun keluar harus ketat.

2. Hepar

Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi

perdarahan pada sel periportal lobur perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan

enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar dan disebut

subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium

dan dapat menimbulkan rupture hepar, sehingga perlu pembedahan.

3. Kardiovaskular

Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat

hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipervolemia.

4. Ginjal

Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut:

a. Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi oliguria, bahkan

anuria.

b. Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membrane basalis

sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.

c. Terjadi Glomerular Capillary Endotheliosis akibat sel endotel glomerular membengkak

disertai deposit fibri.

d. Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua korteks

ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi “nekrosis korteks ginjal” yang bersifat

ireversibel.

e. Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh darah.

5. Hematologi

Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,

hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme akibat spasme arteriole dan

16
hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole.Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan

hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah, trombositopenia, dan gejala

hemolisis mikroangiopatik.Disebut trombositopenia bila trombosit < 100.000 sel/ml. Hemolisis

dapat menimbulkan destruksi eritrosit.

6. Asam Urat Serum

Umumnya meningkat ≥5mg/cc. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, yang menimbulkan

menurunnya aliran darah ginjal dan mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga

menurunnya sekresi asam urat.Peningkatan asam urat dapat terjadi juga akibat iskemik jaringan.

7. Kreatinin

Sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinin plasma pada preeklamsia

juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, maka aliran darah ginjal menurun,

mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, seehingga menurunnya sekresi kreatinin,

disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma ≥ 1 mg/cc, dan

biasanya terjadi ada preeklamsia berat dengan penyulit pada ginjal.

8. Janin

Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang

disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan

sel endotel pembuluh darah plasenta.Dampak preeclampsia dan eklampsia pada janin adalah:

a. Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion

b. Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat intrauterine

growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta

E. MANIFESTASI KLINIS

Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria,

merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan

seperti oedema, sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai timbul,

17
kelainan tersebut biasanya sudah berat.

1. Tekanan darah

Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak

mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan

tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik yang lebih andal

dibandingakan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap

menunjukan keadaan abnormal.

2. Kenaikan Berat badan

Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan preeklampsia,

dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia pada

wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg perminggu adalah normal tetapi bila melebihi

dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia

harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan

oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang

terlihat jelas, seperti kelopak mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar.

3. Proteinuria

Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional

(vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya

minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria biasanya

dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian

dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan

yang berlebihan.

4. Nyeri kepala

Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-kasus

yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak

18
sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan

eklampsi, nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama.

5. Nyeri epigastrium

Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering

ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi.

Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat oedem atau perdarahan.

6. Gangguan penglihatan

Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total.

Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital.

F. DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis untuk preeklamsia berat:

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg pada 2 kali pemeriksaan

dengan jarak 6 jam

2. Proteinuria ≥5g dalam koreksi urin 24 jam

3. Oliguria ≤ 500 ml dalam 24 jam

4. Gangguan cerebral atau visual

5. Nyeri epigastrium/nyeri kuadran kanan atas

6. Edema paru

7. Abnormal tes fungsi hati AST atau ALT lebih dua kali batas normal laboratorium
8. Trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3)
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya kejang, melahirkan

janin hidup dan melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya, mencegah perdarahan

intrakranial serta mencegah gangguan fungsi organ vital.

Pengolahan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan

hipertensi, pengolahan cairan, dan pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat.

19
Penanganan preeklampsia berat meliputi pemberian cairan antenatal dimana keseimbangan

cairan harus diperhatikan untuk menghindari kelebihan cairan, jumlah cairan maksimal

diberikan sebanyak 80 ml/jam.

Pemberian obat antihipertensi diberikan apabila tekanan darah didapatkan

≥160/105mmHg, dimana tekanan darah harus diturunkan <160/105mmHg atau (MAP)

<125mmHg dan menjaga agar tetap berada dibawah tingkat tersebut. Adapun lini pertama yang

digunakan adalah: labetalol dengan dosis awal 200mg dapat dapat diulang jika tidak ada

perubahan setelah 30 menit. Jika dengan dosis tersebut tidak berespon maka dapat diberikan

labetalol bolus 50mg diikuti dengan infus diberikan selama 5 menit, obat ini berefek dalam 10

menit dan jika tekanan darah belum berkurang <160/105, maka dapat diulang dalam dosis

50mg untuk dosis maksimal 200mg dengan interval 10 menit. Setelah berespon terhadap dosis

bolus, infus labetalol harus dimulai. Infus labetalol 4ml/jam/syringe pump dan dinaikkan dua

kali lipat setiap setengah jam sampai maksimal 32ml/jam (160mg/jam) sampai tekanan darah

menurun dan kemudian stabil.

Kontaindikasi pemberian labetalol adalah asma berat, dan pada wanita yang memiliki

riwayat penyakit jantung harus hati-hati dalam pemberian obat tersebut. Jika dengan pemberian

labetalol intravena belum berkurang BP<160/105mmHg setelah 60-90 maka lini kedua harus

dipertimbangkan yaitu hydralazine diberikan sebagai infus bolus 2,5mg selama 5 menit dan

setiap 5 menit dilakukan pengukuran tekanan darah. Hal ini dapat diulang setiap 20 menit

sampai dosis maksimal 20mg. Hal ini dapat diikuti dengan infus hydralazine dalam 40ml cairan

fisiologis. Lini terakhir adalah nifedipin dapat diberikan apabila dengan pemebrian labetalol dan

hydralazine tekanan darah belum terkontrol regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg/oral

3x1.

20
Pemberian obat antikejang

MgSO4

Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin, berdasar

Cochrane review terhadap enam uji klinik yang melibatkan 897 penderita

eklampsia.Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan

serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular

membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan

menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition

antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat

menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan

pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.

Cara pemberian MgSO4

1. Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc) dalam 100 cc

Nacl selama 30 menit

2. Maintenance dose :Diberikan infuse 6 gram dalam 500 cc larutan ringer/6 jam; atau

diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6

jam

Syarat-syarat pemberian MgSO4

1. Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1

gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit

2. Refleks patella (+) kuat

3. Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4

1. Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl

2. Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl

21
3. Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl

4. Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl

Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24 jam

pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian magnesium sulfat dapat

menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek

flushes (rasa panas). Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau

fenitoin (difenilhidantoin), thiopental sodium dan sodium amobarbital. Fenitoin sodium

mempunyai khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang

terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat

badan dengan pemberian intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium

sulfat. Pengalaman pemakaian fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.

Diuretikum

Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung

kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemida. Pemberian diuretikum

dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta,

meningkatkan hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat

janin.

Antihipertensi

Diberikan : bila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Jenis obat : Nifedipine : 10 oral, diulangi

setelah 15-30 menit, dosis maksimum 30 mg. Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah

mukosa lidah (sub lingual) karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan

makanan.Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL diberikan secara IV selama

5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih

gagal dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5 menit.

Obat antihipertensi yang dapat digunakan pada preeklampsia:

22
Jenis Obat Dosis

1. Penghambat adrenergik
1.1 Adrenolitik sentral
- Metildopa
- Klonidin
1.2 Beta blocker - 3 x 125 mg/hari sampai 3x500 mg/hari
- Pindolol - 3x0,1 mg/hari atau 0,30 mg/500ml glukosa
1.3 Alfa blocker 5% per 6 jam
- Prazosin
1.4 Alfa dan beta blocker - 1x5 mg/hari sampai 3x10 mg/hari
- Labetalol
- 3x1 mg/ hari sampai 3x5 mg/hari

- 3 x 100 mg/hari

2. Vasodilator
- Hidralazin - 4 x 25 mg/hari atau parenteral 2,5 mg – 5
mg
3. Antagonis kalsium
- Nifedipin 3 x 10 mg/hari

Kortikosteroid

Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah jantung

ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel

pembuluh darah paru). Prognosis preeklampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai

oligouria. Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.

Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom

HELLP.

23
Sikap terhadap kehamilannya

Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-

gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi

menjadi:

1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian

medikamentosa.

2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan

pemberian medikamentosa.

Perawatan konservatif

Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai

tanda –tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. Diberi pengobatan yang sama

dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan

konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti

perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah

mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila

setelaah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan

medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke

gejala-gejala atau tanda tanda preeklampsia ringan.

Perawatan aktif

Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini, yaitu:

Ibu

1. Umur kehamilan ≥ 37 minggu

2. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia

3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan laboratorik

memburuk

24
4. Diduga terjadi solusio plasenta

5. Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan

Janin

1. Adanya tanda-tanda fetal distress

2. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction

3. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal

4. Terjadinya oligohidramnion

Laboratorium

- Proteinuria (2,0 gram/24 jam atau > +2 pada dipstik)


- Trombositopenia (<100.000/mm3)
- Creatinin serum >1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat sebelumnya
- Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat)
- Peningkatan LFT (SGOT,SGPT)4
H. KOMPLIKASI

Terdapat beberapa komplikasi dari preeklampsia berat yang dapat terjadi pada ibu

maupun janin yang dikandung seperti pertumbuhan janin terganggu, edemapulmonum, stroke,

abruptio plasenta, serta sindroma HELLP. Sindroma HELLP dapat mengakibatkan terjadinya

disseminated intravascular coagulation yang mengakibatkan perdarahan tidak

terkontrol.Preeklampsia sering dikaitkan dengan insufisiensi uteroplasenta, yang

mengakibatkan gangguan pertumbuhan intrauterin sehingga terjadi pengurangan cairan liquor

yang bisa mengakibatkan partus prematurus maupun kematian janin dalam rahim. Edema

pulmonum dapat terjadi pada ibu dengan preeklampsi akibat hipoalbuminemia serta disfungsi

sel endothelia. Selain itu, akibat hipertensi yang tinggi bisa terjadi perdarahan serebral. Ini

merupakan salah satu faktor kematian pada ibu dengan preeklampsia.

Abruptio plasenta yang tidak bisa diduga dari berat ringannya preeklampsia bisa timbul

dengan gejala nyeri abodomen yang tiba-tiba dengan atau tanpa perdarahan pervaginam disertai

penurunan denyut jantung bayi. Salah satu cara untuk menyelamatkan janin yang dikandung
25
adalah melalui bedah.

Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah janin dengan berat badan kurang atau sama

dengan 10 persentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan 5 persentil atau FL/AC >24.

Di RS DR Soetomo Surabaya 79% penyebab PJT adalah Preeklampsia/eklampsia, 17% akibat

hipertensi kronik serta 3.4% kehamilan dengan kecil masa kehamilan di empat center

fetomaternal menderita cacat bawaan. Skrining dilakukan dengan cara mengukur tinggi fundus

uteri yang dilakukan secara rutin pada waktu pemeriksaan antenatal (ANC) sejak umur

kehamilan 20 minggu sampai aterm. Penentuan PJT juga dapat ditentukan dengan melakukan

pemeriksaan USG dimana biometri tidak berkembang secara bermakna setelah dua minggu.

Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan PJT lebih tinggi dari pada kehamilan

yang normal.

I. PENCEGAHAN

Beragam strategi telah digunakan dalam melakukan pencegahan terhadap terjadinya

preeklamsia dan eklamsi. Setelah dilakukan evaluasi terhadap strategi-strategi ini, tidak ada

satupun yang terbukti efektif secara klinis.

1. Manipulasi diet

Salah satu cara yang paling awal dalam mencegah preeklamsia adalah pembatasan garam.

Setelah beberapa tahun diselidiki, pembatasan garam tidaklah penting. Pada penelitian yang

dilakukan Knuist dan kawan-kawan, pembatasan garam terbukti tidak efektif dalam mencegah

preeklamsia pada 361 wanita.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Olsen dan kawan-kawan menunjukkan bahwa

pemberian kapsul minyak ikan dalam rangka memperbaiki gangguan keseimbangan

prostaglandin pada patofisiologi eklamsia tidaklah efektif.

2. Aspirin dosis rendah

Dahulu pemberian aspirin 75 mg digunakan untuk menurunkan insidensi preeklamsi

26
karena bekerja dalam mensupresi tromboksan dengan hasil dominansi dari prostasiklin endotel.

Sekarang ini, pemberian aspirin terbukti tidak efektif dalam mencegah preeklamsi. Hal ini

terbukti pada penelitian yang dilakukan Caritis dan kawan-kawan terhadap wanita risiko tinggi

dan rendah. Hanya ada satu penelitian yang secara spesifik dilakukan untuk menguji efek

aspirin terhadap wanita hamil dengan hipertensi kronis. Penelitian double blind placebo

controlled trial dilakukan untuk melihat efek aspirin pada hipertensi kronis yang dilakukan

pada 774 wanita. Dosis rendah aspirin, 75 mg sehari, yang dimulai sejak masa kehamilan 26

minggu tidak menurunkan preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat, perdarahan post

partum, dan perdarahan interventrikuler neonatal.

3. Antioksidan

Antioksidan memiliki mekanisme yang mengontrol peroksidasi lipid yang berperan

dalam kerusakan endotel. Penelitian yang dilakukan oleh Schiff dan kawan-kawan

menunjukkan bahwa konsumsi vitamin E tidak berhubungan dengan preeklamsi. Mereka

menemukan bahwa peninggian plasma vitamin E pada wanita dengan preeklamsi dan

menyatakan bahwa hal ini merupakan respon terhadap stres oksidatif. Namun hal ini masih

menjadi kontroversi karena ada penelitian lain yang menyatakan terapi dengan vitamin C / E

dapat menurunkan aktivasi endotel yang pada akhirnya akan menurunkan preeklamsi.6. Pada

penelitian lain, dengan pemberian vitamin C sebanyak 1000 mg/hari dan vitamin E 400 IU/ hari

pada usia kehamilan 16 – 22 minggu berhubungan dengan rendahnya insidensi preeklamsi.

Karena itu masih perlu dilakukan penelitian sebelum menyarankan penggunaan Vitamin C dan

E untuk penggunaan secara klinis.

J. PROGNOSIS

Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan

tampak jelas setelah kehamilannya di akhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan

fisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang

27
baik, karena hal ini merupakan gejala pertama oenyembuhan. Tekanan darah kembali normal

beberapa jam kemudian prognosis janin pada penderita eklamsia juga tergolong buruk.

Seringkali janin mati intrauerine atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi

sudah sangat inferior.

Sengkang, 18 Oktober 2018

Peserta, Pendamping,

dr. Nur Qalbi Ramadhani, S.Ked dr. Rasfiani, S.ked

Supervisor,

dr. Herman Jaya, Sp. OG, M. Kes

28

You might also like