You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker adalah penyebab kematian utama manusia hampir diseluruh penjuru
dunia. Menurut World Health Organization (WHO), di tahun 2012 kurang lebih
terdapat 14 juta kasus kanker, sekitar 8,2 juta diantaranya meninggal dunia akibat
kanker (Kementrian Kesehatan RI, 2015). Secara keseluruhan kejadian kanker
diperkirakan meningkat 75% di seluruh dunia pada tahun 2030. Selain itu,
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bila dibandingkan dengan pasien yang
memiliki riwayat penyakit kanker, pasien tersebut lebih beresiko untuk mengalami
komplikasi sekunder, seperti kanker daerah tubuh lain, penyakit kardiovaskuler,
dan secara umum terjadi penururnan kualitas hidup (Kim, 2013)
Kanker yang menjadi penyebab utama kematian pada wanita adalah kanker
serviks. Kanker serviks merupakan ancaman penyakit yang menakutkan bagi
wanita. Pasien kanker serviks di seluruh dunia diperkirakan terjadi sekitar 500 ribu
kasus baru, 270 ribu diantaranya meninggal setiap tahunnya
(Kementrian Kesehatan RI, 2015). Angka penderita dan kematian kanker serviks
di Negara maju sudah berkurang karena hasilnya program deteksi dini. Sedangkan
pada Negara berkembang kanker serviks masih berada dalam tingkat paling atas
dari penyebab kamatian, hal tersebut dikarenakan banyaknya penderita kanker
serviks terjadi pada usia produktif. Di Indonesia kanker serviks dan payudara
adalah kanker yang paling banyak terjadi dan mengakibatkan kematian pada
perempuan. Hampir setiap hari didapatkan sebanyak 41 kasus kanker serviks baru
dan 20 kasus kematian akibat kanker serviks dalam waktu yang bersamaan
(Rasjidi, 2008). Paada tahun 2013 penderita kanker serviks di Indonesia tercatat
sebanyak 98.692 kasus dan di provinsi Jawa Tengah tercatat sebanyak 19.734
kasus. Provinsi Jawa Tengah termasuk dalam peringkat kedua terbanyak kasus

1
kanker serviks di Indonesia setelah provinsi Jawa Timur (Kementrian Kesehatan
RI, 2015).
Upaya deteksi dini kanker yang dilakukan di Sulawesi Tenggara pada tahun
2017 adalah deteksi dini kanker rahim dengan metode IVA (Inspeksi Visual
dengan Asam laktat) dan kanker payudara dengan pemeriksaan klinis
(CBE/Clinical Breast Examination). Dari 2.380 perempuan usia 30-50 tahun yang
diperiksa, ditemukan 97 kasus IVA positif (4,08%) dan 47 kasus tumor/benjolan
pada payudara (1,97%). Kegiatan deteksi dini seperti ini sangat penting dan perlu
terus ditingkatkan baik segi jangkauan, frekuensi maupun jenis pemeriksaannya.
Data mengenai perkembangan PTM di Sulawesi Tenggara masih sangat
minim, terutama dilingkup program dinas kesehatan, baik provinsi maupun
kabupaten/kota. Hal ini disebabkan karena detekssi dan penanganan PTM
umumnya dilakukan di unit-unit teknis pelayanan kesehatan seperti rumah sakit
dan jaringannya (praktek dokter dll), dimana koordinasi pelaporannya tidak
optimal, padahal beberapa jenis PTM seperti hipertensi dan Diabetes Mellitus
(DM) selalu masuk dalam 10 penyakit terbesar Sulawesi Tenggara setiap
tahunnya, disamping penyakit tidak menular lainnya seperti jantung dan stroke.
Disuatu sisi kasus PTM semakin meningkat d masyarakat, di sisi lain masalah
penyakit menular dan penyakit infeksi lainnya belum sepenuhnya teratasi, hal ini
membawa beban ganda (double burden) bagi pemerintah provinsi khususnya
Dinas Kesehatan di Sulawesi Tenggara dalam upaya mengeliminasi masalah
kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan data dalam beberapa tahun terakhir, tampaknya belum terjadi
pergeseran pola penyakit yang terjadi di masyarakat, dimana penyakit-penyakit
menular dan infeksi masih mendominasi daftar 10 penyakit tertinggi di Sulawesi
Tenggara, baik dari segi jenis penyakit maupun jumlah kasus. Namun demikian,
dengan kecenderungan jumlah kasus penyakit tidak menular yang terus
bertambah, yang diperburuk dengan pola makn dan gaya hidup yang mendukung
resiko timbulnya penyakit-penyakit tidak menular, tidak menutup kemungkinan

2
diwaktu yang akan dating, penyakit tidak menular menjadi masalah utama di
Sulawesi Tenggara. Hal ini menjadi tantangan bagi dinas kesehatan untuk
menekan atau mengendalikan penyakit-penyakit yang secara jumlah kasus terus
meningkat, karena pergeseran pola penyakit yang terjadi di masyarakat
membutuhkan strategi yang berbeda dalam upaya pengendaliannya.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah:
1. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan dan mengetahui konsep dasar teori serta bagaimana cara
menyusun asuhan keperawatan pada pada pasien dengan gangguan kanker
serviks (leher rahim).
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mampu melakukan pengkajian, menentukan diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
pada pasien dengan gangguang kanker serviks (leher rahim).

C. Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa, masyarakat serta
institusi mampu memahami dan membuat asuhan keperawatan pada klien dengan
kanker serviks ( leher rahim ), serta mampu mengimplementasikannya dalam
proses keperawatan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher
rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak rahim)
Karsinoma serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks.
Karsinoma serviks merupakan karsinoma yang primer berasal dari serviks (kanalis
servikalis dan atau porsio). Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang
menjulur ke vagina (Cunningham, 2010).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).
Kanker Serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim/serviks yang
abnormal dimana sel-sel ini mengalami perubahan kearah displasia atau mengarah
keganasan. Kanker ini hanya menyerang wanita yang pernah atau sekarang dalam
status sexually active.

B. Etiologi
Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang
diduga berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human
Papilloma Virus (HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan
skuamokolumner serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma
serviks ialah perilaku seksual berupa mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi,
rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik maupun endofitik.
Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :

4
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang
perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena
kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan
hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih
besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan
penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah
infeksi Human Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan
timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks
menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau
lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor
pendamping.
3. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang
menyebabkan terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui
kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.
4. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker
serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian
menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin yang
dapat menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen
infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren yang dapat
memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator
terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.
5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin
C dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta

5
mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang
makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).
6. Multiparitas
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi
timbulnya infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun
7. Gangguan sistem kekebalan
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan
penyakit yang sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
8. Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah
tidak mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear
secara rutin, sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.

C. Patofisiologi
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi
yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS)
berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma
insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun (TIM FKUI, 1992).
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma
mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan
hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks,
jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan
atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel
basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan

6
gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat
serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan (Suryohudoyo,
1998; Debbie, 1998).

D. Manifestasi klinik
1. Keputihan
Menurut Dalimartha (2004), gejala kanker serviks pada kondisi pra-
kanker ditandai dengan Fluor albus (keputihan) merupakan gejala yang sering
ditemukan getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk
akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor
menjadi ulseratif.
2. Perdarahan
Perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai
perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%). Pada tahap
awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya timbul
gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan
penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post
koitus serta latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu
darah yang keluar berbentuk mukoid. Menurut Baird (1991) tidak ada tanda-
tanda khusus yang terjadi pada klien kanker serviks. Perdarahan setelah koitus
atau pemeriksaan dalam (vaginal toussea) merupakan gejala yang sering terjadi.
Karakteristik darah yang keluar berwarna merah terang dapat bervariasi dari
yang cair sampai menggumpal. Perdarahan rektum dapat terjadi karena
penyebaran sel kanker yang juga merupakan gejala penyakit lanjut.
3. Nyeri
Dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah
lumbal. Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih
bervariasi, sekret dari vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi
vagina serta mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan

7
nyeri makin progresif. Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai
kaki, hematuria dan gagal ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter.
4. Anemia akibat pendarahan berulang

E. Pemeriksaan Diagnostic
1. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear.
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini
mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu
suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula
kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda
pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam
cairan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta
memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan
sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam
sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel
yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker
serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan
pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan
sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap
smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.

2. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan
untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang
abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan
serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.

8
3. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat
mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter
ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat
sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan
tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak normal.

4. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa
ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide
(servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau
curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak
seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca
(faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%.
Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi
servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-
masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%.
Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan
sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana
tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan
kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.

5. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan
pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan
sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila
tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan
spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6%

9
dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan
pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien
dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive
positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu
4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang digunakannya
gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila
fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.

6. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)


Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara
kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA
(Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin).
Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal
adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan
plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT
ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.

7. Pemeriksaan darah lengkap


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar
hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang
berlangsung dalam sel-sel tubuh.

F. Pengobatan
Pengobatan kanker vulva tergantung pada stadium dan jenis penyakitnya
serta usia dan keadaan umum penderita.
1. Kanker vulva stadium 0
a. Eksisi local luas atau bedah laser

10
b. Vulvaktomi skinning
c. Salep yang mengandung obat kemoterapi
2. Kanker vulva stadium 1
a. Eksisi local radikal ditambah pengangkatan seluruh kelenjar getah bening
selangkangan dan paha bagian atas terdekat pada sisi yang sama dengan
kanker
b. Vulva radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan pada
salah satu atau kedua sissi tubuh.
c. Terapi penyinaran saja.
3. Kanker vulva stadium 2
a. Vulvaktomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan
kiri dan kanan. Jika sel kanker ditemukandidalam kelenjar getah bening,
maka dilakukan setelah penbedahan dilakukan penyinaran yang diarahkan
ke panggul.
b. Terapi penyinaran saja (pada penderita tertentu)

G. Komplikasi
1. Berkaitan dengan intervensi pembedahan
a. Vistula uretra
b. Disfungsi bladder
c. Emboli pulmonal
d. Infeksi pelvis
e. Obstruksi usus
2. Berkaitan dengan kemoterapi
a. Sistisis radiasi enteritis
b. Supresi sumsum tulang
c. Mual muntah akibat penggunaan obat kemoterapi yang mengandung
sisplatin
d. Kerusakan membrang mukosa GI

11
e. Mielosupresi

H. Penatalaksanaan Medis
1. Radiasi
a. Dapat dipakai untuk semua stadium
b. Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
c. Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
2. Operasi
a. Operasi limfadektomi untuk stadium I dan II
b. Operasi histerektomi vagina yang radikal
3. Radiasi dan pembedahan
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan
bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya
dapat mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu
juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah. Cytostatika :
Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5 % dari
karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-
10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.

I. Pencegahan
1. Jangan berganti-ganti pasangan dan hindari sexs <17 tahun.
2. Selalu gunakan kondom lateks untuk melindungi terhadap IMS. (ingat kondom
tidak 100% efektif).
3. Hindari merokok.
4. Post operasi, dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan vagina, mencuci
bagian luar vagina dan sebagian saluran vagina untuk menjauhkan diri dari
kuman.
5. Lakukan kemoterapi dan radioterapi secara teratur jika dijadwalkan dokter.
6. Keputihan yang dibiarkan terus menerus tanpa diobati.

12
7. Dorong pihak keluarga harus sepenuh hati memberikan perhatian seta
dukungan rus sepenuh hati memberikan perhatian serta dukungan bagi pasien.
8. Latihan pernapasan perut serta penarikan pengencangan otot anus, untuk
mengencangkan otot saluran kencing untuk membantu kandung kemih dalam
pemulihan sara-sarafnya.
9. Perbanyak konsumsi makanan yang mengandung vitamin tinggi, protein tinggi,
serta makanan lembut yang mudah dicerna, untuk menambah daya tahan
serviks.
10. Dalam 2 tahun pertama, lakukan pemeriksaan 3 bulan sekali.
11. Pada tahun ketiga sampai kelima, pemeriksaan dianjurkan setiap 6 bulan sekali
dan selanjutnya setiap 1 tahun sekali.

13
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien.
2. Keluhan utama.
Perdarahan dan keputihan
3. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan
yang berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga
tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang dapat
memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan atau
membawa ke Rumah Sakit dengan segera, serta kurangnya pengetahuan
keluarga.
4. Riwayat penyakit terdahulu.
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah
menderita penyakit infeksi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
6. Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di
rumah dan bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.

14
Pengkajian data dasar :
1. Aktivitas dan istirahat
Gejala:
a. Kelemahan atau keletihan akibat anemia
b. Perubahan pada pola istirahat dan kebiasaan tidur pada malam hari.
c. Adanya faktor-faktor yang memengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas, dan
keringat malam.
d. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan dan
tingkat stress tinggi.
2. Integritas ego
Gejala:
Faktor stress, merokok, minum alcohol, menunda mencari pengobatan,
keyakinan religious atau spiritual, masalah tentang lesi cacat, pembedahan,
menyangkal diagnosis, pembedahan, menyangkal diagnosis, dan perasaan
putus asa.
3. Eliminasi
Pengkajian eliminasi yang dapat dilakukan oleh perawat adalah sebagai
berikut :
a. Pada kanker serviks: perubahan pada pola defekasi, perubahan eliminasi
urinalis, misalnya nyeri.
b. Pada kanker ovarium didapat tanda haid tidak teratur, sering berkemih,
menopause dini, dan menoragia.
4. Makanan dan minuman
Gejala:
a. Pada kanker serviks: kebiasaan diet buruk (misalnya: renah serat, tinggi
lemak, adiktif, bahan pengawet rasa).
b. Pada kanker ovarium: dyspepsia, rasa tidak nyaman pada abdomen,
lingkar abdomen yang terus meningkat (kanker ovarium).

15
5. Neurosensori
Gejala: merokok, pemajanan abses.
Nyeri atau gangguan kenyamanan
6. Pernapasan
Gejala: merokok, pemajanan abses.
7. Keamanan
Gejala: pemajanan pada zat kimia toksik, karsinogen: demam, ruam kulit,
ulserasi.
8. Seksualitas
Gejala: perubahan pola respons seksual, keputihan (jumlah karakteristik,
bau), perdarahan sehabis senggama (pada kanker servix).
9. Interaksi sosial
Gejala: ketidaknyamanan atau kelemahan sistem pendukung.
10. Penyuluhan
Gejala: riwayat kanker pada keluarga, sisi primer: penyakit primer, riwayat
pengobatan sebelumnya.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan eritema, pecah-pecah dan
kering pada kulit akibat radiasi.
4. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.
5. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi

16
C. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen.


NO Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Setelah dilakukan asuhan NOC:
keperawatan diharapkan nyeri dada - Kalikan pengkajian nyeri secara
pasien berkurang dengan kriteria konferhensif termasuk lokasi,
hasil: karakteristik, durasi, frekuensi,
NIC: kualitas dan factor presipitasi.
 Mengenal factor- factor - Observasi reaksi nonverbal dari
penyebab ketidaknyamanan.
 Tindakan pertolongan non - Gunakan teknik komunikasi
analgetik terapiutik untuk mengetahui
 Mengenal onset nyeri pengalaman nyeri pasien

 Menggunakan analgetik - Kaji kultur yang mempengaruhi

 Melaporkan gjala kepada respon nyeri

perawat - Evaluasi pengalaman nyeri pada masa

 Nyeri terkontrol lampau


- Evaluasi bersama pasien dan tim
 Melaporkan nyeri
kesehatan lain tentang ketidak
 Frekuensi nyeri
efektipan cobtrol nyeri masa lampai
 Ekspresi wajah
- Bantu pasien dan keluarga untuk
 Lamanya episode nyeri
mencari dan menemukan dukungan
 Posisi melindungi tubuh
- Kontrol lingkungan yang dapat
 Kegelisahan
mempengaruhi nyeri seperti suhu
 Perubahan respirasi rote
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Perubahan heart
- Kurangi factor presifitasi nyeri
 Perubahan tekanan darah

17
 Perubahan ukuran pupil - Pilih dan lakukan penanganan nyari
 Kehilangan nafsu makan (farmakalogi, non farmakaologi dan
interpersonal)
- Kaji tipe dan sumbernyeri untuk
menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farakologi
- Berikan analgetik untuk mengatasi
nyeri

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah.
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan asuhan NIC:
keperawatan selama proses Nutrition Management
keperawatan diharapkan - Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan nutrisi dapat - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
terpenuhi dengan criteria menentuka jumlah kalori dan nutrisi yang
hasil: dibutuhkan pasien.
NOC: - Anjurkan pasien untuk meningkatkan Fe.
 Adanya peningkatan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
berat badan sesuai dengan protein protein dan vitamin C.
tujuan. - Berikan substansi gula.
 Berat badan ideal sesuai - Yakinkan diet yang dimakan mengandung
dengan tinggi badan. tinggi serat untuk menegah konstipasi.
 Mampu mengidentifikasi - Berikan makanan yang terpilih (sudah
kebutuhan nutrisi. dikonsultasikan dengan ahli gizi).

18
 Tidak ada tanda-tanda - Ajarkan pasien bagaimana membuat
malnutrisi. catatan makanan harian.
 Tidak terjadi penurunan - Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
berat badan yang berarti. kalori.
- Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi.
- Kajikemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.

Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas normal.
- Monitor adanya penurunan berat badan.
- Monitor tipe dan jumlah aktifitas yang
biasa dilakukan.
- Monitor interaksi anak atau orang tua
selama makan.
- Monitor lingkungan selama makan.
- Jadwalkan pengobatandan tindakan tidak
selama jam makan.
- Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi.
- Monitor turgor kulit.
- Monitor kekeringnan, rambut kusam, dan
mudah patah.
- Monitor mual dan muntah.
- Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
dan kadar Ht.
- Monitor makanan kesukaan.

19
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
- Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva.
- Monitor kalori dan intake nutrisi.
- Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papilla lidah dan cavitas oral.
- Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan eritema, pecah-pecah dan


kering pada kulit akibat radiasi.
NO Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :


diharapkan kerusakan integritas kulit - Anjurkan pasien untuk
teratasi, dengan kriteria hasil: menggunakan pakaian yang
NOC: longgar.
 Intgritas kulit yang baik biasa - Hindari kerutan pada tempat tidur’
dipertahankan (sensasi, elastisitas, - Jaga kebersihan kulit agar tetap
temperature, hidrasi, pigmentasi) bersih dan kering.
 Tidak ada luka/lesi pada kulit. - Mobilisasi pasien (ubah posisi
 Perfusi jaringan baik. pasien) setiap dua jam sekali.

 Menunjukan pemahaman dalam - Monitor kulit akan adanya

proses perbaikan kulit dan mencegah kemerahan.

terjadinya cedera berulang. - Oleskan lotion atau minyak/baby

 Mampu melindungi kulit dan oil pada daerah yang tertekan.

mempertahankan kelembaban kulit - Monitor aktifitas dan mobilisasi


dan perawatan alami. pasien.
- Monitor status nutrisi pasien.

20
- Memandikan pasien dengan sabun
dan air hangat.
4. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan asuhan NIC:
keperawatan di harapkan kecemasan Penurunan kecemasan:
pasien teratasi, dengan criteria hasil: - Tenangkan klien
NOC: - Jelaskan seluruh prosedur tindakan
Control cemas : kepada klien dan perasaan yang
 Monitor intensitas kecemasan mungkin muncul pada saat tindakan
 Menyingkirkan tanda kecemasan - Berusaha memahami keadaan klien
 Menurunkan stimulasi lingkungan - Berikan informasi tentang diagnose,
ketika cmas prognosis dan tindakan

 Mencari informasi ketika cemas - Kaji tingkat kecemasan dan reaksi

 Merencanakan mekanisme koping fisik pada tingkat kecemasan

 Menggunakan strategi koping (takikardi,takipnea,ekspresi cemas

efekctive non verbal)


- Gunakan pendekatan dan sentuhan
 Menggunakan teknik relaksasi
(permisi) verbalisasi untuk
untuk menurunkan kecemasan
menyakinkan pasien tidak sendiri dan
 Melaporkan penurunan durasi dan
menunjukan pertanyaan
episode kecemasan
- Temani pasien untuk mendukung
 Melaporkan peningkatan rentang
keamanan keamanan menurunkan
waktu antara episode cemas
rasa akut
 Mempertahankan penampilan
- Sediakan aktifitas untuk menurunkan
peran
ketegangan
 Mempertahankan hubungan sosial
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi
 Mempertahankan konsentrasi
situasi yang menciptakan cemas

21
 Melaporkan tidak adanya - Dukung penggunaan mekanisme
gangguan sensori persepsi defensive dengan cara yang tepat
 Melaporkan penurunan kebutuhan - Tentukan kemampuan klien untuk
tidak adekuat mengambilkeputusan
 Melaporkan penurunan kebutuhan - Instruksikan pasein untuk
tidur adekuat menggunakan teknik relaksasi

 Tidak ada menifestasi prilaku - Berikan pengobatan untuk

kecemasan menurunkan cemas dengan cara yang

Koping tepat.

 Menunjukan fleksibilitas peran Peningkatan koping:

 Keluarga menunjukan fleksibilitas - Hargai pemahaman pasien tentang

peran keluarganya pemahaman


- Hargai dan diskusikan alternative
 Pertentangan masalah
respon terhadap situasi
 Nilai keluarga dapat mengatur
- Gunakan pendekatan yang tenang dan
masalah-masalah
memberikan jaminan
 Memanaj masalah
- Sediakan informasi actual tentang
 Melibatkan anggota keluarga
diagnose, penanganan dan prognosis
dalam membuat keputusan
- Sediakan pilihan yang realitas tentang
 Mengekpresikan permasalahan dan
aspek perawatan saat ini
kebebasan emosional
- Dukung penggunaan mekanisme
 Menunjukan strategi penurunan
defensive yang tepat
stress
- Dukung keterlibatan keluarga dengan
 Peduli terhadap kebutuhan anggota
cara yang tepat
keluarga
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi
 Menentukan priotitas
strategi positive
 Menentukan jadwal untuk rutinitas
dan aktivitas keluarga

22
 Mempunyai perencanaan pada
kondisi keperawatan
 Memelihara kestabilan finalsial
 Mencari bantuan ketika di
butuhkan
 Menggunakan support social
lainnya

5. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi


NO Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NOC NIC
 Immune Status Infection Control (control infeksi)
 Knowledge : Infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai
 Risk control pasien lain
Kriteria Hasil : - Pertahankan teknik sosial
 Klien bebas dari tanda dan gejala - Batasi pengunjung bila
infeksi - Instruksikan pada pengunjung untuk
 Mendeskripsikan proses penularan mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
penyakit, faktor yang mempengaruhi berkunjung meninggalkan pasien
panularan serta penatalaksanaannya, - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
 Menunjukkan kemampuan untuk tangan
mencegah timbulnya infeksi - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
 Jumlah leukosit dalam batas normal tindakan keperawatan
 Menunjukkan perilaku hidup sehat - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
- Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat

23
- Ganti letak IV perifer dan line center dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection
Protection (proteksi terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Sering pengunjung terhadap penyakit
menular
- Pertahankan teknik asepsis pada pasien
yang beresiko
- Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kulit pada area epidema
- Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
- Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukkan cairan
- Dorong istrahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif

24
25
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Arif dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 1. Media Actio;
Jogjakarta.

Bobak, Jansen danZalar. 2001. Maternitidan Gynecologic Care The Nursing and
Family. Edisi 4. USA :Masby Company.

Bobak, IM. 2000. Maternity & Gynecologic Care: The Nursing Family. Edisi 1. Alih
bahasaYayasanIkatan Alumni PendidikanKeperawatan: Bandung

Hardy, Kusuma. 2012. Aplikasi AsuhanKeperawatanBerdasarkan NANDA, NIC-


NOC. Yogyakarta : Media Hadry

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapeus

Mary Hamilton, Persis. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 6. Alih


bahasa Niluh Gede Yasmin Asih. Jakarta: EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2000. Ilmu Kebidanan, Edisi 2. Jakarta: YayasanBinaPustaka

Price A. Sylvia. 2005. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Jakarta : EGC

26

You might also like