You are on page 1of 4

Afeksi dan Kognisi

Posted May 13, 2011 by nickhamasaherz in Jendela. 2 Comments

Iseng2 posting materi psikologi sosial, hehe…*apa aja boleeeeeeeeh


Hubungan Antara Afeksi dan kognisi
Perasaan kita dan suasana hati memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa aspek kognisi, dan
kognisi juga berperan kuat pada perasaan dan suasana hati kita. Suasana hati saat ini dapat secara
kuat mempengaruhi reaksi kita terhadap rangsang yang baru pertama kali kita temui. Contoh: ketika
kita sedang bergembira dan berkenalan dengan orang baru, penilaian kita terhadap orang tersebut
pastinya lebih baik dibanding saat kita berkenalan dengannya ketika kita bersedih.
Perasaan hati (moods) kita dapat mempengaruhi apa yang kita ingat melalui dua mekanisme:
1. Pengaruh pada ingatan, ingatan yang bergantung pada suasana hati (mood-
dependent memory) yaitu apa yang kita ingat saat berada dalam suasana hati tertentu,
sebagian besar ditentukan oleh apa yang kita pelajari sebelumnya ketika kita berada dalam
suasana hati tersebut.
2. Efek kesesuaian suasana hati (mood-congruence effects) yaitu kecenderungan untuk
menyimpan atau mengingat informasi positif ketika berada dalam suasana hati positif dan
informasi negattif ketika berada dalam suasana hati yang negatif.
Perasaan hati kita juga berpengaruh pada aspek penting kognisi yang lain yaitu kreativitas. Hasil dari
beberapa penelitian menyebutkan bahwa berada dalam mood yang baik (happy mood) dapat
meningkatkan kreativitas. Mungkin karena dengan berada dalam mood yang baik dapat
mengaktifkan jangkauan ide dan asosiasi menjadi lebih luas daripada ketika berada dalam mood yang
negatif, dan kreativitas merupakan bagian dari penyatuan beberapa asosiasi ke dalam bentuk atau
pola yang baru (Estrada, Isen, & Young,1995).

Afeksi juga dapat mempengaruhi kognisi lewat pengaruhnya pada rencana-rencana dan tujuan kita
dalam situasi sosial yang lebih luas. Temuan terbaru oleh Forgas (1998) menyebutkan bahwa
negosiator yang berada dalam mood baik memiliki strategi-strategi kooperatif yang lebih banyak dan
memperoleh hasil yang lebih baik daripada negosiator yang berada dalam mood buruk.
Penemuan terbaru mengindikasikan bahwa informasi yang membangkitkan reaksi afeksi mungkin
diproses secara berbeda daripada jenis informasi yang lain, sebagai akibatnya, informasi ini hampir
tidak mungkin untuk diabaikan atau dikesampingkan (Edwards, Heindel, &Louis-Dreufus, 1996;
Wegner & Gold, 1995). Mungkin fakta-fakta yang paling meyakinkan sebagai kesimpulan telah
dikemukakan oleh Edward dan Bryan (1997).
Peneliti-peneliti tersebut beralasan bahwa emosi-informasi yang menggemparkan mungkin menjadi
penyebab yang potensial dari kontaminasi mental (mental contamination) – yaitu suatu
proses judgement, emosi, atau perilaku yang dipengaruhi oleh proses mental yang tidak sadar dan
tidak dapat dikontrol (Wilson & Brekke, 1984). Secara khusus, Edward dan Bryan menyarankan
bahwa informasi yang membangkitkan reaksi emosional mungkin akan menimbulkan beberapa
akibat karena individu-individu sering memiliki kontrol yang kurang atas reaksi emosional mereka,
dan karena reaksi-reaksi tersebut menyebar secara alami.

Pengaruh kognisi terhadap afeksi


Sebagian peneliti yang mempelajari hubungan antara afeksi dan kognisi telah fokus pada bagaimana
perasaan mempengaruhi pikiran. Meskipun demikian, ada juga fakta yang berkebalikan, yaitu
pengaruh kognisi terhadap afeksi. Satu aspek dari hubungan ini dideskripsikan dalam apa yang
disebut sebagahu the two-factor theory of emotion (Schachter, 1964). Teori tersebut
mengatakan bahwa seringkali kita tidak mengetahui perasaan atau sikap kita sendiri. Sehingga, kita
menyimpulkannya dari lingkungan—dari situasi di mana kita mengalami reaksi-reaksi internal ini.
Contohnya: ketika kita mengalami perasaan tertentu atas kehadiran seseorang yang
menarik, kita menyimpulkan bahwa kita sedang jatuh cinta. Selain itu, kognisi bisa
mempengaruhi emosi melalui aktivitas skema yang di dalamnya terdapat komponen
afektif yang kuat. Skema atau stereotip yang teraktivasi dengan kuat dapat sangat
berpengaruh pada perasaan atau suasana hati kita saat ini.
Selain itu, pikiran bisa mempengaruhi afeksi melibatkan usaha kita dalam mengatur
emosi kita. Contohnya, kemarahan yang kita rasakan bisa berkurang ketika kita menerima
permintaan maaf atau penjelasan mengapa orang lain berbuat sesuatu yang memicu kemarahan kita
itu (Ohbuci,Kameda, & Agari, 1989). Lebih jauh lagi, kemarahan seringkali bisa dikurangi, atau
bahkan dicegah dengan cara lebih memikirkan hal lain daripada memikirkan sesuatu yang membuat
kita menjadi marah (Zillmann, 1993).
Model Infusi Afeksi : Bagaimana Afeksi Mempengaruhi Kognisi
Menurut Forgas (1995a), perasaan mempengaruhi pemikiran sosial dan pendapat sosial melalui dua
mekanisme pokok :
1. Perasaan menyajikan sesuatu yang terbaik berhubungan dengan kategori kognitif. Ketika kita
berada dalam mood yang baik, perasaan positif akan memberi keterangan berkaitan dengan
ingatan dan asosiasi yang positif. Ketika kita berada dalam mood yang buruk, perasaan negatif
cenderung untuk memberi keterangan berkaitan dengan ingatan dan asosiasi yang negatif
(Bower, 1991 ; Erber, 1991).
2. Bertindak sebagai isyarat heuristik yaitu aturan sederhana untuk membuat keputusan kompleks
atau untuk menarik kesimpulan secara cepat dan seakan tanpa usaha yang berarti, yang
dibutuhkan ketika kita berada dalam keadaan di mana pengolahan informasi kita telah berada di
luar kapasitas kemampuan yang sesungguhnya sehingga menuntut system kognitif yang lebih
besar daripada yang bisa diolah.

Keragaman Sosial : Sebuah Analisis Kritis


Pengalaman emosional adalah suatu aspek umum dari kehidupan sosial; melalui rangkaian hari,
minggu, atau bulan, sebagian besar orang menghadapi situasi yang menyebabkan mereka memiliki
pengalaman emosi seperti gembira, marah, takut, sedih, dan merasa bersalah. Namun pertanyaannya
adalah : apakah faktor budaya berpengaruh terhadap reaksi-reaksi emosi tersebut? Dengan kata lain
apakah orang yang hidup dalam budaya yang berbeda mengalami pengalaman emosi yang sama,
ataukah berbeda? Jawaban untuk pertanyaan tsb telah dinyatakan oleh Scherer dan Walbot (1994)
melalui sebuah penelitian skala besar. Dalam penelitian ini hampir tiga ribu orang yang tinggal dalam
tiga puluh tujuh negara yang berbeda diminta untuk mengingat situasi yang menyebabkan mereka
mengalami tujuh macam emosi : gembira, marah, takut, sedih, jijik, malu, dan merasa bersalah.
Kemudian penliti menanyakan beberapa pertanyaan tentang bagaimana mereka menghadapi situasi-
situasi tersebut. Dari penelitian mereka disimpulkan bahwa 1. Kehidupan di seluruh dunia dan dalam
banyak budaya yang berbeda menyumbangkan berbagai pengalaman dasar kehidupan sosial, tetapi
2). Reaksi dan interpretasi mereka terhadap banyak peristiwa begitu beragam dan dipengaruhi oleh
budaya khusus dalam kehidupan mereka. Perbedaan budaya memberikan pengaruh pada penilaian
seseorang terhadap pengalaman emosional. Faktor yang memainkan peran dalam perbedaan ini yaitu
urbanisasi dan faktor kepercayaan/agama.

2.4 Hubungan antara afeksi dan Kognisi


Afeksi dan kognisi merupakan jenis respon psikologis berbeda yang dilakukan oleh
konsumen dalam situasi seperti berbelanja kelontong. Dua jenis respon mental yang
ditunjukkan konsumen terhadap stimulus dan kejadian disekitar mereka. Afeksi
merujuk pada perasaan konsumen terhadap suatu stimuli atau kejadian, misalnya
apakah konsumen menyukasi sebuah produk atau tidak. Afeksi (affecet) mengacu
kepada hal yang mereka rasakan mengenai stimulus dan kejadian, misalnya apakah
mereka menyukai atau tidak suatu produk. Afeksi (affecet) merujuk pada respon
perasaan. Kognisi terdiri dari respons mental (berpikir). Kognisi mengacu kepada hal
yang mereka pikirkan seperti kepercayaan terhadap suatu produk. Respon efektif
dapat berupa baik atau tidak baik, dan bervariasi terhadap intensitas.

Kognisi mengacu pada pemikiran konsumen, misalnya apa yang dipercaya


konsumen dari suatu produk. Afeksi dan kognisi bersal dari sitem yang disebut
sistem afeksi dan sitem kognisi. Meskipun berbeda, namun keduanya memiliki
keterkaiatan yang sangat kuat dan saling memengaruhi.

Manusia dapat merasakan empat tipe respons afektif :


 Emosi
 Perasaan tertentu
 Mood, dan
 Evaluasi
Beberapa peneliti menyatakan bahwa sistem afektif dan kognisi adalah independen
atau berdiri sendiri, namun ada juga yang menyatakan bahwa afeksi sangat
dipengaruhi oleh sistem kognitif, begitu juga sebaliknya. Afeksi dan kognisi adalah
independen mungkin benar karena melibatkan beberapa bagian berbeda dari otak
manusia, namun antara afeksi dan kognisi ada keterkaitan mungkin juga benar
karena dihubungkan oleh saraf, sehingga setiap sistem dapat saling mempengaruhi.
Di dalam setiap individu, kognitif dan afektif tidak dapat dipisahkan, namun dalam
situasi atau keadaan tertentu dapat dilihat bahwa manakah yang dominan antara
sifat emosional atau rasional dalam diri seseorang.

1. Ketertarikan karena Unsur Budaya

Konsumen biasanya akan cenderung pada suatu produk, jika produk tersebut membawa unsur
kebudayaan yang sama dari latar belakang mereka. Sebagai contoh, produk batik biasanya akan
banyak dicari berdasarkan kesukaan konsumen karena mereka merasa menjadi bagian dari
kebudayaan tersebut. Oleh karenanya, tidak ada salahnya bila kemudian membawa unsur budaya ke
dalam produk. Fungsi afeksi bagi keluarga juga mungkin bisa berpengaruh pada ketertarikan pada
produk.

2. Minat karena Kebutuhan

Ketika konsumen sedang butuh akan suatu produk, maka secara otomatis ia juga akan langsung
menaruh minat dan kesukaannya terhadap produk tersebut. Pandai dalam membaca kebutuhan
konsumen merupakan strategi yang tepat supaya produk bisa disukai oleh konsumen, sehingga ini
akan banyak mendatangkan keuntungan.

3. Produk dengan Keunggulan

Keunggulan produk yang terbukti secara jelas, biasanya akan banyak disukai oleh konsumen. Afeksi
yang muncul dari konsumen berdasarkan pada keunggulan yang memang sudah pernah orang lain
dapatkan atau memang pengalaman sebelumnya yang sudah yakin terhadap produsen suatu produk.
Artinya, mempertahankan keunggulan produk sangatlah penting sehingga tidak menjadi kalah
bersaing.

4. Kualitas yang Ditawarkan

Kualitas yang ditawarkan sebenarnya tidak akan jauh-jauh dari keunggulan produk. Ketika suatu
produk memiliki kualitas yang lebih, seseorang cenderung akan lebih tertarik kepada produk tersebut.
Ini sudah sewajarnya karena bagaimana pun seseorang pasti akan berusaha mencari produk yang
berkualitas karena berpikir tentang pemakaian jangka panjangnya.

5. Harga yang Menarik

Harga yang menarik bisa diartikan sebagai harga yang kompetitif. Seseorang akan cenderung
mencari harga yang paling rendah akan tetapi mendatangkan kualitas yang paling terbaik. Tentu ini
merupakan contoh afeksi dalam perilaku konsumen yang juga bisa kita amati. Produk murah dengan
kualitas terbaik akan lebih banyak disukai.

6. Keunikan Produk
Konsumen dalam memilih produk bisa juga dengan keunikan yang ada di dalamnya. Beberapa orang
akan lebih cenderung memilih produk yang beda daripada yang lainnya. Mereka menyebut ini dengan
istilah antimainstream. Hal ini semata-mata karena kecenderungan seseorang untuk bisa diperhatikan
oleh orang lain.

7. Mengikuti Tren

Perilaku afeksi dari konsumen selanjutnya yaitu terkait dengan tren. Jika keunikan produk belum
cukup untuk menambah nilai jual dari produk tersebut, maka ada baiknya justru produk tersebut
mengikuti tren yag ada. Meskipun mainstream, kadang-kadang justru produk tersebut lebih banyak
diminati.

8. Representasi Identitas

Konsumen cenderung akan suka terhadap suatu produk jika itu bisa mewakili identitasnya. Sebagai
contoh, seseorang yang suka sekali dengan musik genre hip hop atau rap, mungkin akan cenderung
mencari produk-produk yang bisa merepresentasikan identitasnya. Tidak mutlak, tapi pasti sering
begitu.

9. Langka

Produk juga akan disukai oleh banyak orang ketika itu langka. Sebenarnya ini bisa menjadi sebuah
strategi tersendiri, dimana pada saat memproduksi sesuatu, produk bisa dikeluarkan secara bertahap
sehingga terkesan langka.

10. Gengsi

Terakhir adalah soal gaya hidup. Gengsi bisa menjadi bagian hidup dari konsumen. Konsumen bisa
saja tertarik terhadap produk karena nilai gengsi yang ada dalam produk tersebut. Inilah mengapa
kemudian penting untuk menonjolkan kelebihan dari produk.

You might also like