You are on page 1of 19

MAKALAH

REKLAMASI PANTAI MARINA SEMARANG

Untuk memenuhi salah satu tugas Matrikulasi


Program Studi Magister Ilmu Lingkungan

Oleh :
Vita Rosmiati
30000214420047

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN AJARAN 2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat menimbulkan beberapa
permasalahan yang salah satunya adalah dengan meningkatnya kebutuhan
lahan akan perumahan, industri, perdagangan dan jasa, pelabuhan,
pergudangan, pariwisata, maupun sarana dan prasarana lainnya. Ketersediaan
lahan yang semakin sempit mendorong Pemerintah untuk mencari solusi akan
pemenuhan kebutuhan lahan yang semakin meluas dengan memanfaatkan
daerah yang dinilai kurang mendukung pertumbuhan dan perkembangan
wilayah tersebut. Salah satunya adalah daerah pesisir pantai (coastal zone)
yang umumnya memiliki kualitas lingkungan hidup yang rendah.
Indonesia sebagai negara maritim mempunyai garis pantai terpanjang
keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia dengan panjang
garis pantai mencapai 95.181 km. Wilayah Laut dan pesisir Indonesia
mencapai ¾ wilayah Indonesia (5,8 juta km² dari 7.827.087 km²). Hingga saat
ini wilayah pesisir memiliki sumberdaya dan manfaat yang sangat besar bagi
kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangan peradaban dan kegiatan
sosial ekonominya, manusia memanfatkan wilayah pesisir untuk berbagai
kepentingan seperti perumahan, lokasi industri, pertokoan, pelabuhan, dan
area pariwisata.
Fenomena tersebut bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga negara-
negara maju lainnya, sehingga daerah pantai menjadi perhatian dan tumpuan
harapan dalam menyelesaikan penyediaan hunian penduduk perkotaan.
Penyediaan lahan diwilayah pesisir dilakukan dengan memanfaatkan lahan
atau habitat yang sudah ada,seperti perairan pantai, lahan basah, pantai
berlumpur dan lain sebagainya yang dianggap kurang bernilai secara ekonomi
dan lingkungan sehingga dibentuk menjadi lahan lain yang dapat memberikan
keuntungan secara ekonomi dan lingkungan atau dikenal dengan reklamasi.
Kota Semarang sebagai salah satu kota Metropolitan di Indonesia
mengalami perkembangan keruangan yang semula hanya berpusat di wilayah
kota meluas hingga ke segala penjuru. Hal ini mendorong pengembangan
kawasan ke wilayah Bagian utara dalam pemenuhan kebutuhan lahan yaitu
proyek Reklamasi Pantai dengan dilengkapi segala fasilitas perkotaan yang
diharapkan mampu mendukung perkembangan kota Semarang.
Dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana yang semakin
meningkat, pemerintah Kota Semarang melakukan reklamasi yang mengacu
pada Perda Kota Semarang No.5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Semarang Tahun 2000-2010 dan Perda Kota Semarang No. 8
Tahun 2004 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Dimana
kawasan Pantai Marina yang akan di reklamasi tersebut diperuntukkan bagi
area bangunan yang mendukung fungsi perumahan, misalnya untuk
pendidikan, sarana olahraga, kesehatan dan rekreasi.
Dalam pelaksanaannya, Reklamasi tidak hanya menimbulkan dampak
positif, akan tetapi banyak pula dampak negatif yang dapat dilihat dari segala
aspek, baik itu aspek social, ekonomi, maupun aspek lingkungannya.

B. Tujuan Pelaksanaan Kegiatan


Kegiatan Reklamasi khususnya yang terjadi di Pantai Marina Semarang
memberikan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan lahan untuk berbagai
keperluan masyarakat. Akan tetapi tidak sedikit pula kerugian-kerugian yang
ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Maka dengan itu, tujuan dilaksanakan nya
kunjungan lapangan ini adalah untuk mengetahui permasalahan-permasalahan
yang disebabkan oleh kegiatan reklamasi Pantai Marina serta upaya yang
harus dilaksanakan sebagai rekomendasi untuk memcahkan permasalahan
tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Reklamasi Pantai
Menurut pengertiannya secara bahasa, reklamasi berasal dari kosa kata
dalam Bahasa Inggris, to reclaim yang artinya memperbaiki sesuatu yang
rusak. Secara spesifik dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia terbitan PT.
Gramedia disebutkan arti reclaim sebagai menjadikan tanah (from the sea).
Masih dalam kamus yang sama, arti kata reclamation diterjemahkan sebagai
pekerjaan memperoleh tanah.
Kegiatan reklamasi pantai merupakan upaya teknologi yang dilakukan
manusia untuk merubah suatu lingkungan alam menjadi lingkungan buatan,
suatu tipologi ekosistem astuaria, mangrove dan terumbu karang menjadi
suatu bentang alam daratan. Reklamasi juga diartikan sebagai suatu
pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relative tidak
berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara
dikeringkan. Pada dasarnya reklamasi merupakan kegiatan yang merubah
wilayah perairan pantai menjadi daratan yang dimaksudkan untuk merubah
permukaan tanah yang rendah (biasanya terpengaruh oleh genangan air)
menjadi lebih tinggi (biasanya tidak terpengaruh genangan air).
Secara teori, reklamasi berarti suatu upaya untuk membentuk dataran
baru dalam rangka memnuhi kebutuhan lahan dengan cara menimbun kawasan
pantai, reklamasi juga merupakan suatu langkah pemekaran kota (Ni’am,
1999:111). Sedangkan Karnawati:2007 berpendapat bahwa reklamasi
merupakan upaya meningkatkan sumber daya alam lahan dari aspek ekonomi,
social, dan lingkungan dengan cara pengeringan lahan atau pengurugan tanah
dengan menambah tanah sejumlah volume tertentu ke dalam laut dan daerah
pesisir pantai. Akan tetapi dalam praktiknya, reklamasi pantai yang banyak
dilakukan di Indonesia belum memnuhi kriteria-kriteria tersebut.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, tujuan dari reklamasi itu sendiri
adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih
bermanfaat. Kawasan tersebut biasanya dimanfaatkan untuk kawasan
pemukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pertanian serta objek wisata.
Dilihat dari lokasinya, menurut Yuwono:2007 pelaksanaan reklamasi
pantai dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Daerah reklamasi yang menyatu dengan garis pantai semula, dimana garis
pantai yang baru akan menjadi lebih jauh menjorok ke laut.
2. Daerah reklamasi yang memiliki jarak tertentu terhadap garis pantai.

A = Lahan reklamasi terpisah dengan daratan


utama (mainland)
B = Lahan reklamasi terhubung langsung dengan
daratan utama (mainland)
C = Lahan reklamasi di muara sungai, harus
terpisah dengan daratan utama (mainland)

Gambar 1 Tata Letak Reklamasi dengan Daratan

Sedangkan teknik dasar dan model reklamasi yang selama ini dilakukan
memiliki tiga macam yaitu sistem Urugan, Polder dan kombinasi Polder dan
Urugan.
1. Sistem Urugan. Sistem urugan dalam pelaksanaannya adalah dengan
mengurug laut antara tanggul samping batas reklamasi tanpa didahului
pengeringan air terlebih dahulu. Pada sistem ini setelah setelah urugan
mencapai elevasi tertentu diatas permukaan air laut, maka dibuat tanggul
penutup (garis tanggul sebidang dengan garis pantai) dan sisa timbunan di
luar tanggul di buang kembali.
2. Sistem Polder. Sistem ini adalah dengan cara membuat tanggul
disekililing daerah yang akan direklamasi, kemudian air laut dipompa atau
dialirkan ke laut sehingga didapatkan daratan baru yang lebih rendah dari
permukaan laut tanpa dilakukan pengurugan. Sistem polder ini banyak
dilakukan oleh negara Belanda dan umumnya diterapkan di daerah pantai
yang bersifat daratan (daratan pantai pasang), penggunaannya lebih
banyak untuk pertanian atau peternakan.
3. Sistem Kombinasi. Sistem ini dengan cara membuat tanggul terlebih
dahulu seperti dalam polder kemudian diurug. Karena jenis berat material
urug yang lebih besar dari pada berat jenis air laut, maka air laut akan
berangsur-angsur melimpah ke luar diganti oleh materila urug sampai
elevansi yang telah ditentukan.
Reklamasi pantai sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan lahan
perkotaan karena semakin sempitnya wilayah daratan. Kebutuhan dan manfaat
reklamasi dapat dilihat dari aspek tata guna lahan, aspek pengelolaan pantai
dan ekonomi. Tata ruang suatu wilayah tertentu kadang membutuhkan untuk
direklamasi agar dapat berdaya dan hasil guna. Untuk pantai yang
diorientasikan bagi pelabuhan, industri, wisata atau pemukiman yang perairan
pantainya dangkal wajib untuk direklamasi agar bisa dimanfaatkan. Terlebih
kalau di area pelabuhan, reklamasi menjadi kebutuhan mutlak untuk
pengembangan fasilitas pelabuhan, tempat bersandar kapal, pelabuhan peti-
peti kontainer, pergudangan dan sebagainya.
Aspek perekonomian adalah kebutuhan lahan akan pemukiman, semakin
mahalnya daratan dan menipisnya daya dukung lingkungan di darat
menjadikan reklamasi sebagai pilihan bagi negara maju atau kota
metropolitan dalam memperluas lahannya guna memenuhi kebutuhan akan
pemukiman. Fungsi lain adalah mengurangi kepadatan yang menumpuk
dikota dan meciptakan wilayah yang bebas dari penggusuran karena berada di
wilayah yang sudah disediakan oleh pemerintah dan pengembang, tidak
berada di bantaran sungai maupun sempadan pantai.
Aspek konservasi wilayah pantai, pada kasus tertentu di kawasan pantai
karena perubahan pola arus air laut mengalami abrasi, akresi sehingga
memerlukan pembuatan Groin (pemecah ombak) atau dinding laut sebagai
mana yang dilakukan di daerah Ngebruk Mankang Kulon. Reklamasi
dilakukan diwilayah pantai ini guna untuk mengembalikan konfigurasi pantai
yang terkena abrasi kebentuk semula.

B. Wilayah Pesisir Pantai


Menurut Bengen: 2005, secara teoritis, batasan pengertian wilayah
pesisir dapat dijelaskan dengan menggunakan 3 (tiga) pendekatan yaitu
pendekatan ekologis, pendekatan perencanaan dan pendekatan administratif.
Sedangkan secara praktis, batasan pengertian wilayah pesisir juga dapat
dijelaskan berdasarkan praktek penentuan wilayah pesisir oleh berbagai
negara, yang satu dengan lainnya dapat saling berbeda mengenai batasan
ruang lingkupnya, yang tergantung dari kepentingan dan kondisi geografis
pesisir masing-masing negara serta pendekatan yang digunakan.
Pendekatan secara ekologis pada hakekatnya akan lebih memperlihatkan
pengertian kawasan pesisir karena kawasan merupakan istilah ekologis,
sebagai wilayah dengan fungsi utama yaitu fungsi lindung atau budidaya (UU
No.24 Tahun 1992). Dalam hal ini kawasan pesisir sebagai bagian dari
wilayah pesisir merupakan zona hunian yang luasnya dibatasi oleh batas-
batas adanya pengaruh darat ke arah laut (Agoes: 1998). Demikian pula
kawasan pesisir merupakan wilayah pesisir tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kreteria tertentu, seperti karakteristik
fisik, biologi, sosial, dan ekonomi, untuk dipertahankan keberadaannya.
Berdasarkan pendekatan secara ekologis, wilayah pesisir merupakan
kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan seperti
pasang surut dan intrusi air laut dan kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh
proses-proses daratan, seperti sedimentasi dan pencemaran. Berdasarkan
pendekatan tersebut, terdapat berbagai konsep teoritis mengenai batasan
pengertian wilayah atau kawasan pesisir, dengan batas ruang lingkup yang
berbeda.
Menurut Dahuri, dkk : 1996, secara ekologis dari segi pengelolaan
secara umum, wilayah pesisir telah disepakati untuk didefinisikan sebagai
suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, yang memiliki dua macam
batas, yaitu batas yang sejajar dengan pantai (long shore) dan batas yang tegak
lurus terhadap garis pantai (cross shore), apabila ditinjau dari garis pantainya
(coast line). Wilayah pesisir tersebut akan mencakup semua wilayah yang ke
arah daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang berkaitan
dengan laut dan ke arah laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang
terjadi di daratan (Wahab: 1998).
Di sisi yang lain, ditinjau berdasarkan pendekatan dari segi perencanaan
pengelolaan sumber daya yang difokuskan pada penanganan suatu masalah
yang akan dikelola secara bertanggung jawab. Demikian pula untuk maksud
perancanaan secara praktis, wilayah pesisir merupakan suatu wilayah dengan
didukung oleh suatu karakteristik yang khusus, yang batas-batasnya seringkali
ditentukan oleh masalah-masalah tertentu yang akan ditangani (Kelly Rigg
dalam Setyawanta: 2005). Hal itu disebabkan batas-batas wilayah pesisir
sering kali ditentukan secara berubah-ubah yang berbeda luasnya di antara
negara-negara dan seringkali didasarkan pada batas-batas jurisdiksi atau
terbatas untuk alasan demi kelancaran dari segi administratif.
Batasan pengertian wilayah pesisir secara teoritis dengan menggunakan
pendekatan secara ekologis dan pendekatan dari segi perencanaan tersebut
dalam kenyataannya memang belum dapat memberikan batas-batas fisik yang
nyata secara pasti. Meskipun demikian telah terdapat indikator-indikator yang
dapat dijadikan sebagai kriteria untuk menentukan batas-batas wilayah pesisir
sebagai satu kesatuan wilayah daratan dan laut, yang dapat dikatakan sebagai
suatu wilayah yang khusus, untuk kepentingan pengelolaan sumber daya
alamnya. Kawasan pesisir adalah kawasan pertemuan antara daratan dengan
lautan. Ke arah darat kawasan pesisir meliputi bagian daratan, baik kering
maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti
pasangsurut air laut dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut,
kawasan pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses
alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun
yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan
dan pencemaran (Wibisono: 2005)
Batasan diatas menunjukkan bahwa garis batas nyata kawasan pesisir
tidak ada. Batas kawasan pesisir hanyalah garis khayal yang letaknya
ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Di daerah landai dengan sungai
besar, garis batas ini dapat jauh dari garis pantai. Sebaliknya di tempat yang
berpantai curam dan langsung berbatasan dengan laut dalam, kawasan
pesisirnya akan sempit. Kawasan pesisir mencakup antara lain esturia, delta,
terumbu karang, hutan payau, hutan rawa dan bukit pasir.
BAB III
METODOLOGI

A. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Kunjungan Lapangan yang merupakan bagian dari kuliah
matrikulasi Mahasiswa baru Program Studi Ilmu Lingkungan ini dilaksanakan
pada hari Sabtu, Tanggal 14 Maret 2015. Dimana kegiatan tersebut diikuti
oleh 6 (enam) orang mahasiswa yang berasal dari angkatan 43 yang berjumlah
1 (satu) orang dan angkatan 44 berjumlah 5 (lima) orang.
Lokasi yang menjadi objek pengamatan terdapat 6 (enam) lokasi. Yang
menjadi lokasi pertama adalah pengamatan daerah yang sering terkena banjir
Rob yang berada di Tengah Kota Lama Semarang, yaitu Kecamatan Semarang
Utara. Lokasi kedua adalah pengamatan Polder Tawang, dilanjutkan ke
Kawasan Industri Terboyo, kemudian Pantai Marina dan lokasi terakhir adalah
Kawasan yang menjadi pusat Bahan Galian non Mineral.

B. Metode
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan kunjungan
lapangan ini adalah metode Survei dimana mahasiswa terjun langsung ke
lapangan untuk melihat berbagai fenomena yang terjadi di sekitar Kota
Semarang. Selain itu, mahasiswa mendapatkan berbagai informasi dari
pembimbing berupa penjelasan singkat yang diselipkan proses Tanya jawab
mengenai daerah dan permasalahannya. Hasil dari kunjungan lapangan ini
kemudian di presentasikan oleh masing-masing kelompok berdasarkan tema
yang telah ditentukan dan dilaporkan dalam bentuk makalah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Dampak Reklamasi Pantai Marina


Jumlah penduduk di Kota Semarang mengalami peningkatan yang cukup
pesat. Hal tersebut berdampak pada beban yang harus ditanggung oleh Kota
semarang pun menjadi semakin berat. Sarana dan prasarana serta infrastruktur
yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat seperti pemukiman,
kawasan industri, ruang publik, perkantoran dan sebagainya harus dapat
disediakan oleh pemerintah setempat. Sedangkan lahan yang tersedia di Kota
Semarang itu sendiri sudah sangat terbatas. Hal ini mendorong pemerintah
untuk memperoleh lahan baru yang salah satunya dengan pemekaran kota
yang memanfaatkan lahan kosong dan berair dengan cara melakukan
pengurugan yang lebih dikenal dengan nama Reklamasi.
Kota Semarang memiliki potensi wilayah pesisir dengan panjang garis
pantai ±13,6 km. Sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah, wilayah pesisir
pantai di Kota Semarang ini dimanfaatkan sebagai prasarana transportasi atau
pelabuhan skala Nasional yaitu Pelabuhan Tanjung Mas, Pariwisata,
pemukiman, industri dan pertanian-perikanan. Desakan kebutuhan ekonomi
itulah yang menyebabkan wilayah pesisir Pantai yang seharusnya menjadi
wilayah penyangga daratan menjadi tidak dapat dipertahankan sebagaimana
fungsinya. Sekitar 80% wilayah Pesisir Pantai Kota Semarang dikuasai oleh
pihak swasta, termasuk pengusaha (Dinas Perikanan dan Kelautan Semarang:
2007).
Reklamasi di Kota Semarang telah berlangsung cukup lama. Dimulai
pada saat pemerintahan kolonial Belanda yang dilakukan pada tahun 1875
untuk pembangunan Pelabuhan Semarang. Atas ijin dari Pemerintah Propinsi
Jawa Tengah pada tahun 1979, dilakukan reklamasi yang sekarang
dipergunakan untuk kawasan Perumahan Tanah Mas yang dilanjutkan
perluasan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang pada tahun 1980. Kemudian
lima tahun berikutnya yaitu tahun 1985 dilaksanakan reklamasi untuk kawasan
Pekan Raya dan Promosi Pembangunan (PRPP), Perumahan Puri Anjasmoro
dan Kawasan Semarang Indah.
Reklamasi yang terjadi di sepanjang Pantai Marina Semarang telah
dilakukan sekitar tahun 80an yang merupakan kerjasama antara Pemkot
Semarang dengan PT. Indo Perkasa Utama (IPU) seluas 232 Ha. Pantai
Marina yang sebenarnya merupakan bagian dari Wilayah Kawasan Lindung
seluas 250 Ha sudah dikuasai oleh PT. IPU dan sudah bersertifikat yang
dikeluarkan oleh BPN Semarang.
Sesuai dengan Perda Nomor 8 Tahun 2004 tentang Tata Ruang Kota
Semarang, kawasan Pantai Marina yang akan di reklamasi tersebut
diperuntukkan bagi area bangunan yang mendukung fungsi perumahan seperti
untuk pendidikan, olahraga, kesehatan, dan rekreasi. Kegiatan reklamasi
tersebut dinilai memberikan keuntungan dalam rangka penyediaan lahan untuk
berbagai kebutuhan masyarakat, penataan daerah pantai, pengembangan
wisata bahari, dan sebagainya. Akan tetapi harus tetap kita ingat bahwa
kegiatan reklamasi merupakan campur tangan manusia terhadap
keseimbangan lingkungan yang terkadang campur tangan tersebut kurang
memperhatikan segi teknis, sosial ekonomis, hukum dan yang terpenting
adalah aspek lingkungan yang kemudian akan menimbulkan berbagai dampak,
baik bagi manusia maupun lingkungan itu sendiri.
Dari hasil observasi pada kegiatan kunjungan lapangan yang
dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2015 ditemukan beberapa permasalahan
yang merupakan dampak dari dilaksanakannya reklamasi di sepanjang Pantai
Marina.
1. Tinjauan dari aspek Teknis
Dalam reklamasi pantai, yang menyangkut aspek teknis adalah
menyangkut permasalahan ketersediaan tanah urugan, daya dukung
wilayah yang dapat dipecahkan dengan memperhitungkan dampak yang
ditimbulkan seminimal mungkin. Reklamasi ini dilakukan di daerah
perairan yaitu daerah Pantai Marina yang berbatasan langsung dengan
Laut Jawa otomatis merupakan daerah hilir tempat bertumpunya sungai-
sungai besar di Kota Semarang. Dengan demikian dalam segi teknis harus
diperhatikan perubahan hidrodinamika dan sistem drainase. Buruknya
sistem drainase akan berdampak langsung terhadap lingkungan dan
masyarakat sekitar contohnya banjir Rob yang banyak terjadi di daerah
yang berdekatan dengan Pesisir Pantai.
2. Tinjauan dari aspek Sosial Ekonomi
Permasalahan yang timbul apabila dilihat dari segi sosial ekonomis, yaitu :
a. Keuntungan hanya di dapat pihak pengelola
Lahan di sepanjang Pantai Marina dikuasai sepenuhnya oleh pengelola
yaitu PT. IPU. Hal ini berdampak negatif terhadap masyarakat sekitar
dimana kegiatan reklamasi tersebut menutup alur sungai yang biasa
digunakan oleh para nelayan untuk menyandarkan perahunya sehingga
banyak nelayan yang tidak menekuni profesinya kembali.
b. Kesenjangan Masyarakat
Reklamasi juga berdampak terhadap kesenjangan masyarakat yang
terjadi antara kesenjangan masyarakat kelas menengah atas dan kelas
menengah bawah. Hal tersebut mempengaruhi interaksi sosial diantara
keduanya. Masyarakat yang rata-rata berpenghasilan rendah akan
merasa tersisih dengan adanya penataan ruang yang berdampak pada
nilai lahan maupun gaya hidup di wilayah tersebut. Berkembangnya
kawasan hunian yang eksklusif tidak diimbangi dengan ikut
meningkatnya kemampuan ekonomi masyarakat setempat.
c. Berkurangnya tempat untuk public
Kawasan pesisir pantai harusnya menjadi ruang public yang dapat
dinikmati bebas oleh masyarakat sekitar. Akan tetapi dengan adanya
kegiatan reklamasi pantai di Pantai Marina ruang public tersebut
seolah hilang karena kawasan tersebut sepenuhnya dikuasai oleh pihak
pengelola dan digunakan untuk kegiatan bisnis dan industri.
d. Biaya rehabilitasi yang harus dikeluarkan
Dilakukannya kegiatan reklamasi tentu menimbulkan berbagai dampak
yang membutuhkan proses rehabilitasi. Biaya untuk proses rehabilitasi
terhadap kerusakan lingkungan akibat reklamasi tersebut justru lebih
besar daripada keuntungan yang diperoleh dari reklamasi itu sendiri.
Contohnya reklamasi yang dilakukan di sepanjang Pantai Marina
dengan tekstur tanah yang mudah terkena abrasi akan memerlukan
biaya yang tinggi untuk memulihkan ekosistem pantai yang rusak.
Selain itu, adanya amblasan tanah (land subsidence) di daratan
menimbulkan semakin meluasnya daerah yang terkena rob. Biaya yang
diperlukan pemerintah maupun masyarakat sekitar pun semakin besar
untuk meninggikan permukaan tanah dan membangun pompa-pompa
air buangan.
3. Tinjauan dari aspek Hukum
Permasalahan dari segi hukum pun perlu mendapat perhatian dimana
landasan hukum dalam perencanaan reklamasi, pelaksanaan serta
peruntukannya perlu dilaksanakan dengan tegas. Ketegasan tersebut harus
dioptimalkan karena seringnya pemberian ijin di Indonesia dapat sangat
mudah sehingga banyak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab. Apabila melihat kasus reklamasi Pantai Marina,
peruntukannya belum dimanfaatkan secara maksimal karena dapat dilihat
di sepanjang kawasan banyak lahan yang tidak dipergunakan dengan baik
yang dibiarkan begitu saja tanpa ada tindak lanjut dalam penangannanya.
4. Tinjauan dari aspek Lingkungan
Masalah lingkungan yang terjadi akibat reklamasi yang kurang
diperhitungkan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang semakin
parah, diantaranya :
a. Kerusakan lingkungan akibat pengambilan bahan urugan
Dalam pelaksanaan reklamasi membutuhkan bahan material yang
diambil dari daerah perbukitan yaitu daerah Mangunharjo, Ngaliyan.
Kondisi tersebut mengakibatkan rusaknya vegetasi di sekitar bukit
tersebut. Selain itu dalam proses pengangkutan ke kawasan pantai
menimbulkan dampak polusi debu yang diakibatkan oleh tanah yang
beterbangan saat diangkut oleh kendaraan pengangkut.
b. Terjadinya abrasi pantai
Kegiatan reklamasi yang dilakukan di Pantai Marina tidak hanya
menimbulkan dampak yang terjadi di wilayah Kota Semarang. Akan
tetapi mengakibatkan abrasi yang dirasakan oleh daerah lain, salah
satunya adalah daerah Sayung, Kabupaten demak mengalami abrasi
pantai yang cukup parah akibat dari reklamasi Pantai Marina.
c. Kerusakan ekosistem laut
Material yang digunakan dalam kegiatan reklamasi menyebabkan
perubahan warna air laut yang tidak jernih lagi. Perairan sekitar pantai
menjadi keruh sehingga menyebabkan menurunnya sumber daya
perikanan serta rusaknya biota laut di sekitar kawasan pantai.
d. Terjadinya genangan air dan bahaya banjir
Hal lain yang sering dikesampingkan dari perhitungan penggagas
reklamasi yaitu pengaruh kenaikan rata-rata air laut, pasang surut air
laut, serta aliran balik (water back) air sungai akibat pendangkalan dan
penimbunan. Dalam kondisi lautan diurug, kondisi tanah di sekitarnya
sudah kehilangan daya serap akibat perubahan fungsi tata ruang,
sehingga mengakibatkan laju perkembangan limpasan air hujan
(surface run-off) jauh lebih cepat daripada fasilitas drainase makro dan
mikro yang dimiliki. Masalah hidrologi di wilayah atasnya seperti
banjir dapat terjadi akibat gangguan terhadap sistim drainase,
perubahan tata air tanah, dampak munculnya tanah (mud explosion)
ditempat lain, gangguan terhadap transportasi laut, dampak ekologis,
transpor sedimen serta hidro-oseanografi laut sendiri.
e. Semakin meluasnya potensi pencemaran karena bertambahnya daratan
Dengan dilakukannya reklamasi, maka daratan akan lebih dekat ke
arah laut sehingga potensi pencemaran laut sangat besar. Salah satu
contohnya adalah limbah-limbah baik pabrik maupun rumah tangga,
akan semakin jauh mencapai laut dan tentu saja ini berpengaruh bagi
kelangsungan hidup ekosistem di dalamnya. Berbagai aktivitas di darat
baik yang terjadi saat kegiatan reklamasi maupun saat pemanfaatan
lahan hasil reklamasi dipastikan akan memperluas potensi pencemaran,
dan memperparah sedimentasi di hilir sungai yang mengakibatkan
aliran air sungai terhambat masuk laut.

B. Upaya Penanggulangan
Kegiatan reklamasi pantai tetap diperlukan di Kota Semarang. Akan
tetapi dalam pelaksanaanya perlu diperhitungkan kelayakan dan transparansi
dalam mengkaji seberapa besar dampak yang akan ditimbulkan terhadap
kerusakan lingkungan secara ilmiah. Selain itu, diperlukannya kerjasama yang
sinergis antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam
pengambilan keputusan, baik itu antara pihak pengelola maupun pemerintah
dalam pemberian ijin.
Kajian lingkungan yang prosedural, komprehensif dan mendalam
diperlukan sebelum menentukan layak atau tidaknya perencanaan dalam
melaksanakan kegiatan reklamasi. Apabila ditinjau dari sudut pengelolaan
daerah pantai, reklamasi Pantai Marina ini ditujukan untuk pemenuhan
kebutuhan lahan baru karena kurangnya lahan daratan.
Dalam Kepmen No. 17 Tahun 2001 tentang Proyek Wajib AMDAL,
tercatat bahwa reklamasi dengan luasan lebih dari atau sama dengan 25 Ha
harus dilengkapi AMDAL. Sedangkan proyek Reklamasi Pantai Marina
Semarang ini seluas hampir 200 Ha, maka otomatis kegiatannya harus
dilengkapi dengan AMDAL. Reklamasi yang sudah mendapatkan perijinan
tersebut daalam pembangunannya harus disertai dengan penyusunan AMDAL
yang harus dilakukan dengan cermat sehingga penyusunan AMDAL ini dapat
memberikan dua kemungkinan, dimana :
1. Kegiatan reklamasi dinyatakan tidak layak
2. Kegiatan reklamasi layak dilaksanakan akan tetapi harus memenuhi
persyaratan dalam pengelolaan disetiap fase kegiatannya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Reklamasi Pantai Marina Semarang belum memenuhi kriteria
sebagaimana mestinya sehingga dalam pemanfaatannya belum maksimal.
Dalam pelaksanaannya, reklamasi Pantai Marina menimbulkan beberapa
dampak baik itu dampak positif maupun dampak negatif.
1. Dampak Positif
Kegiatan reklamasi pantai di kawasan Marina mengubah lahan yang
tadinya tidak berguna menjadi lahan yang bernilai ekonomis tinggi
sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat seperti lahan untuk
pemukiman, industri, bisnis, pertokoan, tempat rekreasi maupun sarana
dan prassarana lainnya.
2. Dampak Negatif
Reklamasi merupakan bentuk campur tangan manusia terhadap
keseimbangan lingkungan alamiah pantai sehingga menyebabkan
perubahan garis pantai, ekosistem, pola arus air, erosi dan sedimentasi
pantai. Dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dapat dilihat dari
berbagai aspek, diantaranya :
a. Aspek Teknis : banjir Rob yang sering terjadi di sekitar kawasan
pemukiman warga daerah pesisir pantai disebabkan oleh buruknya
sistem drainase.
b. Aspek Sosial Ekonomis : Keuntungan hanya di dapat pihak pengelola,
kesenjangan masyarakat kelas menengah atas dengan kelas menengah
bawah, semakin berkurangnya ruang untuk public serta pembengkakan
biaya rehabilitasi atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh
kegiatan reklamasi.
c. Aspek Hukum : kemudahan Pemerintah dalam memberikan ijin
menyebabkan disalahgunakannya ijin tersebut oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab.
d. Aspek Lingkungan : rusaknya vegetasi akibat pengambilan bahan
urugan, abrasi pantai, keruskan ekosistem laut, terjadinya genangan air
dan bahaya banjir, serta semakin meluasnya potensi pencemaran
karena bertambahnya daratan.

B. Saran
Kegiatan reklamasi pantai tetap diperlukan di Kota Semarang. Akan
tetapi dalam pelaksanaanya perlu diperhitungkan kelayakan dan transparansi
dalam mengkaji seberapa besar dampak yang akan ditimbulkan terhadap
kerusakan lingkungan secara ilmiah. Selain itu, diperlukannya kerjasama yang
sinergis antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam
pengambilan keputusan, baik itu antara pihak pengelola maupun pemerintah
dalam pemberian ijin.
Pemerintah Kota Semarang perlu memperhatikan dampak reklamasi
seperti hidrologi, kualitas air, hidro-oseanografi, pemanfaatan ruang dan lahan
hasil reklamasi, jenis dan fasilitas kesehatan, penyakit, serta sanitasi
lingkungan, supaya manfaat reklamasi Pantai Marina tidak hanya untuk
pengembang dan aktivitas yang ada di dalamnya saja melainkan juga untuk
masyarakat kota Semarang secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Etty R. 1998. Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Alam Laut Secara


Berkelanjutan, Suatu Tinjauan Yuridis, di dalam Beberapa Pemikiran
hukum Memasuki Abad XXI. Bandung : Angkasa.

Bengen. 2005. Menuju Harmonisasi Sistem Hukum Sebagai Pilar Pengelolaan


Wilayah Pesisir Indonesia. Jakarta : Bappenas.

Dahuri, Rohmin, dkk. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 2005. Pedoman


Reklamasi Wilayah Pesisir. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan
Indonesia.

Maskur, Ali. 2008. Thesis : Rekonstruksi Pengaturan Hukum Reklamasi Pantai


Di Kota Semarang. Semarang : Universitas Diponegoro.

Perda Kota Semarang No.5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Semarang Tahun 2000-2010.
Perda Kota Semarang No. 8 Tahun 2004 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota
(RDTRK)
Kepmen No. 17 Tahun 2001 tentang Proyek Wajib AMDAL,
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.

Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang.

Setyawanta, L Tri. 2005. Konsep Dasar Dan Masalah Pengaturan Pengelolaan


Pesisir Terpadu Dalam Lingkup Nasional. Semarang : PSHL FH UNDIP,
Grdaika Bhakti Press.

Wahab, A Samik. 1998. Perobahan Pantai dan Kajian Pembangunan Pantai


Utara Jawa Tengah. Jogjakarta : Universitas Gadjah Mada.

Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta : PT. Graznido


Yuwono, Nur. 2007. “Materi Bahasan Reklamasi”, Makalah Lokakarya
Nasional Pengelolaan jasa Kemaritiman dan Kalautan, DKP. Jakarta .

You might also like