You are on page 1of 14

Pengendalian Siklus Menstruasi

Pendahuluan
Peristiwa menstruasi yang terjadi secara periodik dan siklik pada seorang wanita
dewasa diatur oleh gonadotropin dalam suatu lingkaran pengatur yang rumit, yang cara
kerjanya belum dapat diterangkan secara rinci namun ada dua segi. Pertama meliputi
lingkaran pengatur yang besar antara hipitalamus-hipofisis anterior dan ovarium (gambar
1).

Gambar 1:

Mekanisme kerjanya diatur melalui mekanisme impuls hormonal. Kedua, sistem pengatur
hormon terjadi melalui membran dasar yang terdapat antara teka dan lapisan granulosa
dalam zalir folikel. Zalir folikel ini merupakan suatu sistem tersendiri yang disebut sebagai
lingkungan mikro (mikrolima) dan sistem ini terpisah dari lingkungan pengatur yang besar
(gambar 2). Hormon seks sebagai pemegang isyarat, mengatur fungsi lingkaran pengatur
ini dengan pertolongan umpan balik positif dan negatif. Peristiwa ini timbul dari berbagai
satuan fungsional neuroendokrin atau endokrin, yang kemudian mencapai sel sel organ
sasaran melalui aliran darah. Kegiatan dari hormon ini ditentukan oleh sifat sifat kimia dari
susunannya. Berbagai pengaruh yang khas dari hormon terhadap bermacam-macam sel atau
berbagai lain dari organisme dapat diterangkan berdasarkan adanya komplemen kimia dai
dalam sel-sel, yang secara terpilih mengadakan kontak dengan satu atau lebih hormon
untuk menghasilkan kasiat yang sesuai. Susunan ini disebut reseptor yaitu suatu portein
besar yang belumdiketahui dengan jelas bagian bagiannya.

Gambar 2

Sel sel yang dilengkapi dengan reseptor khas akan sangat berperan dalam memancing
perhatian hormon tertentu baik yang alamiah maupun yang sintetik. Pertukaran pengaruh
antara hormon dan reseptor terjadi pada bagian luar dari membran plasma sel sasaran, tetapi
setelah hormon tersebut berhasil melewati rintangan sawar membran maka pertukaran ini
terjadi didalam sitosol dari sel-sel tersebut. Oleh karena itu kepekaan sebuah sistem yang
diatur oleh hormon tergantung dari konsentrasi hormon dan reseptor-reseptornya tau
banyaknya fluktuasi yang dipengaruhi siklus. Dalam proses ini ikut serta bermacam-macam
dari sistem tersebut seperti biosintesis hormon seks, kegiatan atau ketiadaan metabolisme,
ikatan pada protein pembawa, penyimpanan dalam lemak atau dalam hati, serta sekresinya.
Sementara itu konsentrasi reseptor dikendalikan oleh derajat sintesis dan inaktivasi enzym,
dan yang terpenting adalah bahwa masing masing faktor ini dipengaruhi oleh hormon.
Lingkaran Pengaturan Hormonal
Berdasarkan hubungan-hubungan sarafnya yang begitu banyak terhadap bagian-
bagian yang lain dari otak, hipotalamus disebut juga pemadu ( integrator impuls saraf dan
impuls humoral). Melalui hipotalamus, pengaruh pengaruh luar ( cekaman, emosi, dan
perubahan suasana) dapat mengganggu lingkaran pengaturan otonom tersebut. Ini berarti
bahwa hipotalamus merupakan pusat yang lebih tinggi, karena dengan pertolongan hormon
sarafnya dapat mengendalikan pengeluaran gonadotropin dan hormon dari hipofisis.
Hipotalamus dan bagian posterior hipofisis atau neurohipofisis dihubungkan secara neural,
sedangkan hipotalamus dan bagian anterior hipofisis atau adenohipofisis secara
neurohumoral dengan sistem vaskular yang khas disebut sirkulasi portal hipofisis. Dengan
sistem portal ini dapat dimengerti pengaruh bagian otak yang lain terhadap siklus haid.
Amenorea akibat ketakutan dalam masa peperangan merupakan contoh yang baik tentang
pengaruh faktor mental terhadap aktivitas kelenjar hipofisis.
Dari percobaan binatang diketahui hipotalamus ada dua pusat yaitu pusat tonik dan
pusat siklik. Pusat tonik terdapat pada daerah nukleus ventromedial yang menyebabkan
pengeluaran hormon gonadotropin. Sedang pusat siklik berada pada daerah praoptikus yang
mengeluarkan hormon gonadotropin secara periodik untuk keperluan ovulsi. Pengaturan
sikilus reproduksi didasarkan atas hubungan yang rumit antara relasing faktor, hormon
gonadotropin, dan hormon steroid. Hubungan ini diatur oleh umpan balik (feedback) yang
bersifat negatip dan positif. Ada 3 mekanisme umpan balik yaitu lengkung panjang,
lengkung pendek dan ultra short feedback loop. Umpan balik lengkung panjang mengatur
umpan balik negatif dan positif dari hormon sterod terhadap hipotalamus dan hipofisis.
Umpan balik lengkung pendek menunjukkan Umpan balik negatif dari hormon
gonadotropin terhadap sekresi hipofisis melalui hambatan pada hipotalamus. Ultra short
feedback loop menunjukkan penghambatan releasing faktor terhadap sintesisinya sendiri.
Ketiga mekanisme ini memberi keterangan tentang kondisi di dalam tubuh untuk keperluan
mengatur pengeluaran GnRF. Adenohipofisis dalam melakukan fungsinya diatur oleh
pelepasan zat-zat yang dihasilkan oleh hipotalamus yang yaitu relasing faktor atau relasing
hormon. Adanya relasing faktor atau relasing hormon adanohipofisis mengeluarkan suatu
hormon.
Hormon pelepas LH-RH atau gonadotropin relasing faktor (GnRF) yang disintesis
di dalam neuron-neuron tertentu dari hipotalamus, akan dikeluarkan ke dalam pembuluh
sistem kapiler di bawah pengaruh berbagai neurotransmitter (dopamin, noradrenalin,
serotonin dan melantoni). Melaui jalan ini hormon pelepas berhasil mencapai sel sel yang
menghasilkan gonadotropin dan melalui lintasan terpendek hormon ini merangsang sintesis
dan sekresi LH dan FSH. GnRF dikeluarkan tidaak secara bersinambung melainkan secara
berdenyut (pulsasi), sehingga pengeluaran gonadotropin tidak terjadi sekaligus. Banyaknya
LH dan FSH yang dikeluarkan tergantung dari kekerapam dan kekuatan impuls GnRF serta
oleh kadar estrogen. Melalui aliran darah gonadotropin sampai ke ovarium untuk
merangsang pertumbuhan, pematangan folikel dan korpus luteum, serta biosintesis estrogen
dan progesteron. Makin banyak gonadotropin yang dikeluarkan makin kuat pula
rangsangan pembentukan dan sekresi steroid seks.
Profil hormon yang seimbang dari suatu siklus ditentukan dari keberhasilan sistem
umpan balik antara ovarium dan poros hipotalamus-hipofisis. Diluar fase ovulasi, selama
fase folikular dan fase luteal yakni pada saat steroid seks mulai mencapai konsentrasi
tertentu, pengeluaran LH-RH dari neuron ikut terhambat. Selain itu estrogen dan
progesteron secara langsung melakukan hambatan terhadap adenohipofisis. Hambatan ini
tergantung dari konsentrasi dan lamanya pengaruh hormon tersebut terhadap
adenohipofisis. Melalui cara ini steroid seks otomatis mengurangi pengeluaran Lh dan
FSH, sehingga sintesis hormon yang berbeda-beda dalam suatu siklus dapat dipertahankan,
tetapi pemberian estrogen menyebabkan fungsi ovarium dapat tertekan. Keadaan ini
dimanfaatkan untuk pengendalian dari siklus haid dan kontrasepesi. Peristiwa ini disebut
mekanisme umpan balik negatif dari estrogen dan progesteron.
Faktor berikutnya yang sangat penting untuk pengaturan umpan balik pengeluaran
gonadotropin adalah inhibin, yang terbentuk sewaktu pertumbuhan folikel dan berada
dalam zalir folikel. Inhibin ini termasuk hormon proteih yang secara terpilih menghambat
sekresi FSH dari hipofisis. Pada masa perimenapause inhibin tidak terbentuk akibat
berkurangnya folikel yang matang, sehingga FSH serum meningkat, sedangkan LH dan
estradiol masih menunjukkan nilai-nilai yang normal. Dengan mekanisme penghambatan
tersebut yaitu melalui antagonisme antar FSH dan inhibin, jumlah setiap folikel yang
matang akan dibatasi. Selain itu juga berperanan aktivin dan folistatin serta insulin like
growth factor (IGF) dalam proses ini.

Gambar 3
Gambar 4

Peranan Gonadotropin Dalam Sintesis Steroid Seks


Steroid seks yang dihasilkan oleh ovarium yang kemudian beredar dalam darah
adalah berasal dari teka interna seperti androsteron dan dihidrotestosteron. Sedangkan
estradiol selain dibuat di sel granulosa juga dibuat diluar ovarium seperti adrenal. Sintesis
dari prekusor estorogen dan progesteron diawali pada sel teka dibawah pengaruh LH.
Disini LH merangsang hidrolisis ester kolesterol yang disimpan dalam butir butir lemak.
Kolesterol yang telah bebas diubah melalui pregnenolon menjadi androstenedion dan
testosteron.

Gambar 5

Dari androgen-androgen ini ternyata hanya androstenodionlah yang terbanyak menjadi


pembakal estrogen. Dibawah pengaruh LH sewaktu masih di dalam sel sel teka androgen
telah dimetabolisme menjadi androstenedion yang beredar dalam darah, sedangkan yang
lain berhasil masuk ke sel sel granulosa. Oleh karena sel sel granulosa tidak memiliki
resepter LH, kerjanya sangat tergantung pada persedian pembakal dari teka interna. FSH
berperanan dalam aromatisasi sehingga zalir folikel cukup mengandung estradiol. Reseptor
spesifik untuk FSH mulai tampak pada sel granula fase preantal sehingga pada fase ini
mampu mengaromatisasi sejumlah androgen secara terbatas untuk menghasilkan
lingkungan mikro-estrogeniknya sendiri. Produksi estrogen dalam merespon FSH dibatasi
oleh konsentrasi reseptor FSH itu sendiri. Estradiol sendiri akan merangsang sintesis
reseptor FSH di sel sel granulosa, sehingga mengakibatkan kekuatan sinergi dari pengaruh
estrogen-FSH ini terhadap kegiatan proliferasi dan biosintesis dari sel granulosa tersebut.
Peristiwa ini dikenal dengan teori dua sel dua gonadotropin.
Proses aromatisasi ini dipengaruhi oleh jumlah androgen itu sendiri, bila
konsentrasinya rendah akan mendorong proses aromatisasi sehingga terjadi lingkungan
estrogenik. Namun jika konsentrasinya tinggi walaupun kapasitas untuk aromatisasi
berlimpah karena keadaan lingkungan folikel androgenik maka terjadi preses folikel kearah
atretik. Oleh karena lapisan sel granulosa hanya sedikit memiliki reseptor-reseptor LH,
maka sebelum ovulasi hanya sedikit LH yang berada di lapisan tersebut. Pembentukan
reseptor reseptor LH di lapisan granulosa, yang dipacu oleh FSH baru dimulai pada saat
gonadotropin praovulasi mulai meningkat di dalam sel sel granulosa dan zalir folikel.

Gambar 6
Jadi fase ini FSH meletakkan dasar untuk kerja dari korpus luteum kelak selama
fase luteal. Pada saat yang sama, LH yang telah banyak dikeluarakan itu, bersama sama
prolaktin mempersiapakan perubahan sel sel granulosa menjadi sel sel luteal. Sejak saat ini
kelangsungan hidup dan kegiatan korpus luteum sudah mulai direncanakan. Tingkat dari
tampilan reseptor LH bertambah secara luar biasa dengan bertambahnya pengaruh hormon
estrogen. Kapasitas untuk bereaksi lebih lanjut dengan kadar FSH yang menurun ini akan
menhasilkan kadar estrogen lokal yang tinggi dalam folokel dominan, malahan dapat
memberikan kondisi yang optimal bagi perkembangan reseptor LH.
Pada fase ovulasi didalam sel granulosa sudah terjadi perubahan sintesis steroid dari
estrogen menjadi progesteron. Vaskularisasi yang meningkat pada lapisan granulosa juga
memungkinkan meningkatnya kadar progesteron serum. Adanya puncak LH di dalam
serum menyebabkan konsentrasi LH di dalam folikel mencapai puncaknya, sehingga
proliferasi dari sel sel granulosa yang berikutnya dihambat. Ini menyebabkan berkurangnya
sintesis estrogen dan pembentukan androgen serta progesteron meningkat. Seperti kita
ketahui bahwa pembentukan progesteron dirangsang oleh LH dan reseptor LH juga
dipengaruhi oleh prolaktin sehingga prolaktin berperan dalam sintesis progesteron. Tetapi
kadar prolaktin yang tinggi malah menghambat sintesis progesteron pada falikel de Graaf.
Setelah ovulasi sel sel granulosa berubah menjadi sel sel luteal. Kejadian ini seperi juga
halnya kemampuan korpus luteum mensekresi progesteron, tergantung dari jumlah
reseptor-reseptor LH dan cara kerja LH dan progesteron.tetapi karena FSH selama masa
praovulasi sudah menyebabkan terbentuknya reseptor-reseptor LH didalam sel sel
granulosa maka FSH dengan sendirinya sangat berperan dalam pengaturan fase luteal ini.
Lama dan banyaknya progesteron yang disekresikan selama fase luteal ditentukan oleh LH
yang reseptor reseptornya pada hari ke 22 hingga hari ke 23 siklus mencapai maksimum
dan setelah itu pada waktu tertentu akan berkurang. Setelah terjadi haid, korpus luteum
tidak memiliki reseptor-reseptor LH lagi.
Peranan Gonadotropin Dan Steroid Seks Terhadap Pertumbuhan Folikel
Folikel pre-antral. Folikel barulah akan bereaksi terhadap hormon, jika pada tahap
sekunder berbagai kelompok sel membentuk suatu lapisan sel granulosa. Sel sel ini
membentuk reseptor-reseptor untuk FSH, yang terus menerus membentuk FSH, konsentrasi
FSH ini juga meninggi di dalam pembuluh darah kapiler granulosa, yang akhirnya masuk
ke dalam zalir folikel. Dibawah pengaruh FSH, sel sel granulosa maupun sel sel teka dan
antrum akan melebar. Bersamaan ini pula akibat pengaruh FSH, estradiol dan reseptor
estradiol yang terbentuk makin banyak. Karena estradiol juga dapat memicu pembentukan
reseptor FSH dan LH, maka konsentrasi keduanya di dalam lapisan granulosa dan teka juga
akan bertambah banyak. Keadaan ini mengkibatkan sel sel teka dan granulosa makin
banyak menghasilkan estradiol. Dari semua folikel-folikel de graaf yang dapat tumbuh bila
mempunyai konsentrasi FSH dan estradiol yang tinggi dan androgen yang rendah, maka
dapat mencapai matang serta berovulasi . Lingkungan mikro dalam folikel yang hidup
adalah estrogen sedangkan yang mati atau atresia bila terdapat banyak androgen.
Seleksi folikel dominan. Peningkatan kadar estriol yang cepat didalam serum yang
berasal dari folikel-folikel yang hidup, menyebabkan dihambatnya pengeluaran FSH dari
hipofisis (mekanisme umpan balik negatif). Dari folikel-folikel yang berkembang terbentuk
zat yang disebut inhibin. Dengan turunnya FSH serum, semua folikel tersier yang lain akan
kekurangan FSH, sedangkan folikel yang akan berovulasi memiliki konsentrasi FSH dan
estradiol yang tinggi dalam zalir folikelnya, sehingga relatif menjadi autonom dan dapat
berkembang menjadi matang. Selain inhibin, tumor nekrois faktor juga menghambat FSH
dalam menghasilkan estradiol. TNF ini dihasilkan oleh sel sel granulosa dan berhubungan
terbalik dengan gonadotropin sehingga folikel yang mengalami kegagalan respon terhadap
gonadotropin akan meningkatkan produksi TNF. Dengan berkurangnya FSH didalam
folikel-folikel tersier mengakibatkan androgen yang dikeluarkan dari sel teka ke sel
granulosa tidak dapat dirubah menjadi estrogen sehingga androgen menjadi tinggi.
Androgen yang tinggi pada cairan folikel juga menghambat sintesis dari reseptor FSH
sehingga semakin meningkatkan jumlah androgen dalam zalir folikel yang selanjutnya
menyebabkan atresia folikel. Segera setelah folikel terseleksi, ia mampu mengembangkan
kapasitasnya untuk produksi estrogen, yang melampaui kontribusi kolektif dari folikel lain.
Selain itu akumulasi dari massa sel granulosa yang lebih besar ini ternyata juga diikti oleh
perkembangan yang menguntungkan dari vaskularisasi sel teka. Pada hari ke 9 siklus,
vaskularisasi sel teka pada folikel dominan ditemukan dua kali lebih banyak dibandingkan
folikel antral.
Gambar 7

Folikel antral. Dibawah pengaruh sinergik dari estrogen dan FSH terdapat suatu
penambahan bertahap dalam produksi cairan folikel, yang berakumaulasi dalam ruang
interselular dari granulosa, akhirnya membentuk suatu cavity (rongga) yang disebut antral.
Baik FSH dan LH biasanya tidak terdeteksi dalam cairan antral kecuali apabila terjadi
peningkatan konsentrasi gonadotropin dalam plasma. Apabila FSH dapat dideteksi dalam
cairan folikular maka konsentrasi estrogen melampaui konsentrasi androgen. Sebalikanya
dengan tidak adanya FSH androgen akan menjadi lebih dominan. Kehadiran estrogen dan
FSH dalam cairan antral mutlak diperlukan untuk proses akumulasi sel granulosa supaya
dapat melakukan pertumbuhan lebih lanjut, dan pertumbuhan folikel yang terus menerus.
Jadi kondisi oosit yang sehat digambarkan dari rendahnya rasio androgen /estrogen. Dau
hal yang menarik dari interaksi antara estrogen dan FSH : 1) mempromosikan dan
mendukung pertumbuhan serta proses maturasi sel granulosa folikular, dan 2) memainkan
peranan penting dalam menyeleksi folikel yang diprogrmkan untuk ovulasi. Pada fase ini
juga FSH mempengaruhi pembentukan reseptor LH pada sel granulosa dari folikel. Tingkat
dari tampilan reseptor LH bertambah secara luar biasa dengan bertambahnya pengaruh
hormon estrogen.
Gambar 8

Folikel pra-ovulasi. Sel granulosa dalam folikel praovulatory makin membesar dan
mengakusisi lemak sekitarnya sedangkan sel teka menjadi vacuolated dan kaya pembuluh
darah, memberikan suatu gambaran folikel praovulatory yang hiperemik. Oocytes
melanjutkan kembali proses meiosisnya. Folikel ini memproduksi jumlah estrogen yang
terus bertambah dengan cepat, bergerak menyentak ke puncak kira kira selama 24-36 jam
sebelum ovulasi. Akibatnya FSH menurun secara bertahap hingga titik nadirnya sebelum
kembali ke kondisi harmonis gonadotropin siklus menengah. Dengan adanya reseptor LH
pada granulosa maka akan terjadi luteinisasi granulosa yang menghasilkan progesteron (P).
Sehingga progesteron ini kemunculannya sudah dapat dideteksi secara bermakna dalam
sirkulasi saat puncak LH yaitu 12-24 jam sebelum ovulasi. Fase preovulasi ini dapat terjadi
apabila adanya sinergi progesteron yang diarahkan untuk memperbesar umpan balik yang
positif dari estrogen terhadap LH.. Aksi ini dapat membantu koordinasi stimulus ovulatory
dengan kematangan folikel untuk menuju terjadinya ovulasi.
Ovulasi. Didefinisikan sebagai terlepasnya oosit dari sebuah folikel yang matang
diikuti dengan perubahan sel granulosa-teka menjadi luteal. Disepakti bahwa ovulasi terjadi
10-12jam setelah puncak LH dan 24-36 jam setelah puncak kadar estrogen tercapai.
Pembentukan gelombang pulsus LH merupakan indikator terjadinya ovulasi yang dapat
dipercaya., terjadi antara 28 hingga 32 jam sebelum pecahnya folikel. Timbulnya inisiasi
proses miosis dalam oosit, luteinisasi sel granulosa, dan sintesisi prostaglandin yang mutlak
diperlukan bagi pecahnya folikel. Selama waktu interval antara peningkatan LH dan FSH
pada pertengahan siklus haid mendekati ovulasi, terjadi berbagai fenomena perubahan
bertingkat sebagai berikut: mengaktifkan produksi prostaglandin dan sitokin, mengaktifkan
enzym proteolitik disekitar folikel yang akan pecah, perubahan densitas cumulus dan
corona radiata, re-inisiasi meiosis dan luteinisasi sel granulosa.

Gambar 9

Fase luteal. Fase terakhir ditandai dengan terbentuknya sel corpus luteum. Sel ini
terdiri dari atas kelompok sel besar yang mensekresi sebagian besar progesteron dan
mempunyai prostaglandin F2α reseptor. Diperkirakan vaskularisasi yang meningkat di
komparteman ini memungkinkan lebih banyaknya LDL, substrat untuk kolesterol
disediakan, sehingga produksi progesteron akan meningkat dibawah pengaruh LH. Selain
itu corpus luteum juga memproduksi estradiol dan inhibin. Agar menjalankan fungsinya
dengan baik maka corpus luteum membutuhkan rangsangan yang berkala dari LH yang
sudah dipersiapkan pada masa folikular praovulasi. Corpus luteu berperanan besar dalam
mendukung pertumbuhan embrio dalam jarinagan dan kelenjar di endometrium melalui
hormon estrogen dan progesteron yang akan menciptakan keadaan yang kondusif untuk
tumbuhnya embrio. Defisiensi fase luteal mempunyai tanda yang khas yaitu penurunan
progesteron dengan interval fase luteal normal sehingga mengakibatkan tidak memadainya
perkembangan endometrium atau produksi progesteron normal tetapi dengan interval fase
luteal yang lebih pendek (11 hari), dampaknya terutama pada jaringan endometrium.. Pada
pertumbuhan folikel yang normal biasanya diikuti dengan peningkatan produksi steroid
yang sesuai, priming jaringan endometrium, dan kematangan oosit yang diharapkan. Kerja
sama steroid yang dibtuhkan dalam priming jaringan endometrium adalah hormon estrogen
dan progesteron yang diproduksi oleh corpus luteum. Gangguan yang terjadi pada korpus
lutem mencerminkan kualitas folikel pada stadium praovulasi. Hal ini dapat ditemukan
pada kasus dengan funggsi luteal yang tidak memadai biasanya disertai dengan kadar FSH
fase folikular dini yang rendah secara bermakna dibandingkan dengan fungsi luteal yang
normal.

Gambar 10

You might also like