You are on page 1of 10

Hendrival et al. (2014) J.

Floratek 9: 83 - 92

PENGARUH PEMUPUKAN KALIUM TERHADAP PERKEMBANGAN


POPULASI KUTU DAUN (Aphis glycines Matsumura) DAN HASIL
KEDELAI

Effecs of Potassium Fertilization on Growth Population of Aphid


(Aphis glycines Matsumura) and Soybean Yield

Hendrival, Latifah, dan Idawati

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Malikussaleh,


Jalan Banda Aceh-Medan, Kampus Utama Reuluet, Kecamatan Muara Batu,
Kabupaten Aceh Utara. email: hendrival@yahoo.com.

ABSTRACT

The research was aimed at studying effects of potassium on the


development of Aphis glycines populations and soybean yield. The experiment
was conducted in Village Rayeuk Naleung, Sub district Tanah Luas, District
North Aceh from July to September 2013. The experiment was arranged in a
randomized complete block design (RCBD) with 3 replicates. The treatment was
without fertilizer, potassium fertilizer at a dose of 25 kg/ha K2O, 50 kg K2O/ha
and 75 kg K2O/ha. The variables observed were populations of A. glycines and
components of yield soybean. The results showed that potassium at doses of 75 kg
K2O/ha can reduce populations of A. glycines and soybean yield increase as
compared to potassium fertilization at a dose of 25 kg/ha K2O and 50 kg K2O/ha.
Keywords: Aphis glycines, potassium, soybean

PENDAHULUAN 2003). Populasi A. glycines yang


tinggi dapat mengurangi produksi
Kutu daun Aphis glycines kedelai secara langsung melalui
(soybean aphid) merupakan salah satu beberapa kerusakan seperti kerdil,
hama yang berkembang dalam koloni distorsi daun, dan mengurangi kualitas
besar dan menyebabkan kehilangan polong yang dihasilkan (Sun et al.
hasil mencapai 58% pada tanaman 1991). Jumlah polong yang terbentuk
kedelai (Wang et al., 1994). A. berkurang, berukuran kecil, dan
glycines kedelai memiliki tipe mulut berbelang (Baliadi, 2007). A. glycines
menusuk mengisap yang digunakan dapat menularkan virus tanaman
untuk mengambil cairan dari jaringan (Clark & Perry, 2002) dari berbagai
floem. A. glycines mengisap cairan virus (Wang et al., 2006) seperti
tanaman pada daun, batang, dan soybean mosaic virus (SMV), alfalfa
polong. Namun demikian A. glycines mosaic virus (AMV), soybean stunt
banyak dijumpai pada permukaan virus (SSV), peanut stripe virus
bawah daun (Tilmon et al., 2011; (PStV), peanut mottle virus (PMoV),
McCornack et al., 2008). A. glycines bean yellow mosaic virus (BYMV),
yang menyerang tanaman kedelai dan blakeye cowpea mosaic virus
dapat menyebabkan penurunan (BICMV). Semakin muda tanaman
kapasitas fotosintesis (Macedo et al., yang terserang vektor dan terinfeksi

83
Hendrival et al. (2014) J. Floratek 9: 83 - 92

virus yang ditularkan, semakin besar membutuhkan kalium dalam jumlah


kerugian yang dapat ditimbulkan yang tinggi, sehingga sangat peka
(Balliadi et al., 2007). terhadap kekurangan kalium. Oleh
Ukuran koloni A. glycines karena itu pengujian atau pengukuran
dipengaruhi oleh faktor ekologi seperti kadar kalium melalui pemberian
temperatur dan musuh alami seperti pupuk perlu dilakukan dalam usaha
predator dan parasitoid, namun ukuran pencapaian efisiensi dan efektivitas
koloni juga dipengaruhi oleh kualitas pemupukan kalium pada tanaman
nutrisi cairan dari jaringan tanaman kedelai. Penelitian bertujuan untuk
inang. Pertumbuhan populasi kutu mempelajari pengaruh pemupukan
daun yang menyerang tanaman kedelai kalium terhadap perkembangan
dibatasi oleh kualitas nutrisi tanaman populasi hama A. glycines dan hasil
inangnya. Komponen yang membatasi kedelai.
dari nutrisi A. glycines adalah
kandungan nitrogen, yang memiliki BAHAN DAN METODE
konsentrasi rendah dalam jaringan
floem (Tilmon et al., 2011). Penelitian dilaksanakan di Desa
Pertumbuhan populasi A. glycines Rayeuk Naleung, Kecamatan Tanah
mengalami peningkatan pada kedelai Luas, Kabupaten Aceh Utara dengan
karena meningkatnya konsentrasi ketinggian tempat 3 m dpl dan
nitrogen pada jaringan floem akibat topografi datar. Pelaksanaan
kekurangan kalium dalam tanah penelitian juga dilakukan di
((Difonzo & Hines, 2002, Myers et al., Laboratorium Agroekoteknologi,
2005; Walter & DiFonzo, 2007; Noma Program Studi Agroekoteknologi,
et al., 2010). Kekurangan unsur hara Fakultas Pertanian Universitas
kalium pada tanaman kedelai dapat Malikussaleh. Waktu pelaksanaan
meningkatkan populasi hama A. penelitian dimulai dari bulan Juli
glycines (Myers et al., 2005) yang sampai September 2013.
disebabkan oleh rendahnya kandungan
asam amino dalam jaringan floem Metode Penelitian
(Bruulsema et al., 2010). Pertumbuhan Penelitian dilaksanakan dalam
populasi A. glycines memiliki korelasi bentuk percobaan lapangan dengan
negatif dengan kandungan unsur hara satu jenis perlakuan yang disusun
makro seperti kalium (Myers & dalam Rancangan Acak Kelompok
Gratton, 2006). (RAK). Jenis perlakuan yang
Pemupukan merupakan salah digunakan adalah pemupukan kalium
satu cara untuk menambahkan hara ke yang terdiri dari empat taraf yaitu
dalam tanah, sehingga tersedia unsur tanpa pemupukan (K0), pemberian
hara bagi tanaman. Pemupukan tidak pupuk kalium dengan dosis 25 kg/ha
hanya dapat meningkatkan hasil K2O, 50 kg K2O/ha , dan 75 kg
panen, tetapi juga mempengaruhi K2O/ha. Setiap perlakuan diulang
kesesuaian tanaman untuk sebanyak tiga kali sehingga terdapat
perkembangan hama, walaupun 12 satuan percobaan.
tergantung pada jenis pupuk dan
spesies hama (Difonzo & Hines,
2002). Kalium merupakan unsur Persiapan dan Pemeliharaan
yang paling banyak dibutuhkan oleh Tanaman Kedelai
tanaman setelah nitrogen. Tanaman Persiapan lahan dilakukan
kedelai seperti kebanyakan jenis dengan mengolah tanah dan membuat
tanaman kacang-kacangan lainnya, petak-petak perlakuan. Petak

84
Hendrival et al. (2014) J. Floratek 9: 83 - 92

perlakuan dibuat dengan ukuran 2 m x tengah. Jumlah daun sampel yang


2 m dengan jarak antar petak diambil sebanyak satu daun pada
perlakuan yaitu 0,5 m dan jarak antar setiap tanaman. Daun-daun sampel
petak ulangan yaitu 1 cm. Benih disimpan di dalam kantung plastik
ditanam dengan menggunakan tugal untuk dilakukan pemeriksaan terhadap
sedalam 5 cm, setiap lubang berisi 3 nimfa dan imago A. glycines dengan
benih dengan jarak tanam 40 cm x 20 menggunakan mikroskop stereo atau
cm. Penjarangan dilakukan setelah 7 kaca pembesar. Pengamatan populasi
HST dengan meninggalkan dua nimfa dan imago A. glycines dilakukan
tanaman setiap lubang. Pupuk yang setiap minggu, mulai tanaman kedelai
diberikan adalah SP-36 dengan dosis berumur satu minggu setelah tanam
100 kg per ha (40 g per petak) dan sampai panen.
urea dengan dosis 75 kg per ha (30 g
per petak). Dosis pemupukan kalium Pengamatan Komponen Hasil
untuk varietas Kipas Merah Komponen hasil kedelai
berdasarkan rekomendasi dari BPTP dicerminkan dengan peubah yang
Aceh yaitu 100 kg K2O/ha. Dosis berpengaruh terhadap hasil kedelai
pupuk KCl diberikan sesuai dengan seperti jumlah polong per tanaman
perlakuan. Pupuk SP-36, KCl, dan yang meliputi jumlah polong hampa
Urea diberikan pada waktu tanam dan jumlah polong berisi, jumlah biji
kedelai. Penyiangan gulma dilakukan per tanaman, serta berat biji per
pada umur tanaman 2–6 MST. tanaman. Pengamatan komponen hasil
Pengendalian hama hanya dilakukan dilakukan terhadap delapan tanaman
pada kelompok hama perusak polong sampel pada setiap petak perlakuan.
yang berdasarkan pemantauan secara Pengamatan komponen hasil
teratur dan pengambilan keputusan dilakukan setelah panen.
penggunaan insektisida berdasarkan
ambang kendali (Marwoto & Analisis Data
Hardaningsih, 2007). Panen dilakukan Data yang diperoleh dari hasil
apabila tanaman telah matang pengamatan dianalisis dengan
fisiologis yang dicirikan oleh 95% menggunakan analisis ragam. Untuk
polong telah berwarna coklat dan daun membandingkan rata-rata perlakuan
mulai mengering. menggunakan uji Beda Nyata terkecil
(BNT) pada taraf 0,05 (Gomez &
Pengamatan Perkembangan Gomez, 1995). Hubungan populasi A.
Populasi A. glycines glycines dengan komponen hasil
Penghitungan populasi nimfa kedelai ditentukan dengan
dan imago A. glycines dilakukan menggunakan analisis regresi. Untuk
dengan cara mengambil tanaman mengukur kekuatan hubungan
sampel dari seluruh populasi tanaman populasi A. glycines dengan komponen
kedelai pada petak penelitian. Pola hasil kedelai ditentukan dengan
pengambilan tanaman sampel analisis korelasi (Steel & Torrie,
dilakukan secara sistematik, tanaman 1989). Hipotesis yang diuji adalah.
contoh ditentukan mengikuti baris H0 : tidak ada hubungan populasi A.
tanaman dengan jarak lima tanaman. glycines dengan komponen hasil
Jumlah tanaman sampel adalah 8 kedelai
tanaman dalam satu petak. Metode H1 : terdapat hubungan populasi A.
pengambilan daun sampel dari glycines dengan komponen hasil
tanaman sampel dilakukan secara kedelai
acak dengan mengambil daun dari

85
Hendrival et al. (2014) J. Floratek 9: 83 - 92

Untuk pengambilan keputusan mengalami peningkatan sejak 5 MST


statistik ditentukan dengan sampai 8 MST dengan kerapatan
membandingkan nilai koefisien populasi terendah dijumpai pada
korelasi dari hasil hitungan (r hitung) pemupukan kalium dengan dosis 60 g
dengan nilai korelasi tabel (r tabel) KCl/petak yang berkisar antara 1,23
pada taraf 5% dan 1%. ekor/daun sampai 2,42 ekor/daun.
Kerapatan populasi A. glycines
HASIL DAN PEMBAHASAN tertinggi dijumpai pada pertanaman
kedelai yang tidak diberikan pupuk
Populasi Aphis glycines kalium dengan kisaran antara 4,96
Hasil analisis ragam ekor/daun sampai 18,52 ekor/daun.
menunjukkan bahwa pemupukan Kerapatan populasi A. glycines pada
kalium berpengaruh sangat nyata dosis pupuk kalium 40 g KCl/petak
terhadap perkembangan populasi A. berkisar antara 1,58 ekor/daun sampai
glycines pada 4 MST–11 MST (Tabel 5,34 ekor/daun, sedangkan pada
1). Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk kalium dengan dosis
bahwa pemupukan kalium dapat 20 g KCl/petak berkisar antara 2,06
mengurangi populasi hama A. glycines ekor/daun sampai 8,50 ekor/daun
di pertanaman kedelai. Populasi A. (Tabel 2). Populasi A. glycines
glycines di pertanaman kedelai mulai mengalami peningkatan populasi pada
dijumpai pada umur tanaman 4 MST fase pertumbuhan tanaman berbunga
dengan kerapatan populasi terendah dan pembentukan polong (31–50
dijumpai pada pemupukan kalium HST) sampai pertumbuhan polong dan
dengan dosis tinggi yaitu 60 g biji (51–70 HST) yaitu 5 MST sampai
KCl/petak sebesar 0,33 ekor/daun dan 8 MST.
berbeda nyata dibandingkan kontrol
Kerapatan populasi A. glycines

Tabel 1. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh pemupukan kalium terhadap


perkembangan populasi A. glycines dan hasil kedelai
Tolok Ukur F hitung KK (%)

Populasi A. glycines
4 MST 16,21 ** 49,48
5 MST 126,75 ** 10,63
6 MST 129,26 ** 11,36
7 MST 207,50 ** 11,16
8 MST 308,75 ** 7,93
9 MST 205,75 ** 9,33
10 MST 723,21 ** 5,23
11 MST 53,26 ** 14,33
Komponen hasil
Jumlah polong per tanaman 32,17 ** 2,04
Jumlah biji per tanaman 34,30 ** 2,13
Berat biji per tanaman 609,75 ** 1,06
Berat 100 biji 63,34 ** 3,02
F tabel (dbperlakuan = 3, dbgalat = 6, α = 0,05) = 4,76 dan (dbperlakuan = 3, dbgalat = 6, α = 0,01)
= 9,78
** : Berbeda sangat nyata

86
Hendrival et al. (2014) J. Floratek 9: 83 - 92

Perkembangan populasi A. pada pemberian pupuk dengan dosis


glycines mengalami penurunan sejak 9 40 g KCl/petak dan 20 g KCl/petak,
MST sampai 11 MST dengan namun kerapatan populasi A. glycines
kerapatan populasi terendah dijumpai pada kedua dosis masih lebih tinggi
pada pemberian pupuk kalium dengan dibandingkan dengan dosis 60 g
dosis 60 g KCl/petak yang berkisar KCl/petak (Tabel 2). Penurunan
antara 1,59 ekor/daun sampai 0,78 populasi A. glycines berkaitan dengan
ekor/daun. Kerapatan populasi A. fase pertumbuhan tanaman kedelai
glycines tertinggi juga dijumpai pada pada 9 MST sampai 11 MST. Pada
pertanaman kedelai yang tidak umur tanaman kedelai 9 MST sampai
diberikan pupuk kalium dengan 11 MST merupakan fase akhir
kisaran antara 8,58 ekor/daun sampai pertumbuhan polong sampai fase
3,44 ekor/daun. Kerapatan populasi A. pemasakan biji serta pengeringan biji.
glycines juga mengalami penurunan

Tabel 2. Pengaruh pemupukan kalium terhadap perkembangan populasi A.


glycines
Dosis Populasi A. glycines (ekor/daun)
Kalium (g 10 11
4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST
KCl/petak) MST MST
0 4,33 a 4,96 a 7,99 a 16,33 a 18,52 a 8,58 a 5,33 a 3,44 a
20 1,08 b 2,06 b 4,14 b 6,03 b 8,50 b 3,58 b 2,19 b 2,09 b
40 0,67 b 1,58 bc 2,22 c 3,78 c 5,34 c 2,45 c 1,41 c 1,33 c
60 0,33 b 1,23 c 1,40 c 1,76 d 2,42 d 1,59 d 0,88 d 0,78 d
KK 49,48 10,63 11,36 11,16 7,93 9,33 5,23 14,33
BNT (0,05) 1,58 0,52 0,89 1,55 1,37 0,75 0,25 0,54
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 0,05

Hasil penelitian menunjukkan daun kedelai. Walter & DiFonzo


bahwa pemupukan kalium pada dosis (2007) mengemukakan asam amino
tinggi yaitu 60 g KCl/petak dapat asparagin secara signifikan berkorelasi
mengurangi populasi A. glycines dengan ketersediaan kalium dalam
dibandingkan dengan pemupukan tanah. Kandungan asam amino
kalium dengan dosis 40 g KCl/petak asparagin menjadi rendah dengan
dan 20 g KCl/petak. Penurunan meningkatnya pemberian pupuk
populasi A. glycines akibat pemberian kalium. Populasi A. glycines paling
pupuk kalium pada dosis tinggi tinggi dijumpai pada pertanaman
berkaitan dengan laju reproduksi A. kedelai tanpa pemberian pupuk
glycines yang menyerang tanaman kalium. Peningkatan populasi A.
kedelai dan komposisi asam amino glycines berkaitan dengan
pada jaringan floem pada tanaman meningkatnya kandungan nitrogen
kedelai. Pemberian pupuk kalium dalam jaringan floem daun kedelai.
pada dosis tinggi menyebabkan laju Peningkatan kandungan nitrogen dapat
reproduksi A. glycines semakin rendah menyebabkan peningkatan populasi
karena menurunnya kandungan asam serangga hama karena adanya
amino pada jaringan floem. peningkatan kapasitas laju reproduksi
Penurunan nitrogen menyebabkan (Brodbeck et al, 2001; Altieri &
rendahnya kandungan asam amino Nicholls, 2003). Walter & DiFonzo
seperti asparagin pada jaringan floem (2007) mengemukakan bahwa laju

87
Hendrival et al. (2014) J. Floratek 9: 83 - 92

reproduksi A. glycines lebih rendah populasi A. glycines sehingga


pada tanaman kedelai yang diberikan meningkatkan jumlah polong per
pupuk kalium dibandingkan dengan tanaman dan jumlah biji per tanaman.
tanpa pemberian pupuk kalium. Seperti dikemukakan oleh Sufardi
Jumlah Polong dan Jumlah Biji (2012), fungsi kalium secara
Pemberian pupuk kalium dapat morfologi adalah meningkatkan
meningkatkan komponen hasil kedelai resistensi tanaman terhadap serangan
seperti jumlah polong per tanaman dan hama, penyakit, dan kekeringan serta
jumlah biji per tanaman. Pemupukan meningkatkan hasil tanaman.
kalium dengan dosis 60 g KCl/petak Peningkatan jumlah polong per
menghasilkan jumlah polong per tanaman dan jumlah biji per tanaman
tanaman dan jumlah biji per tanaman berkaitan dengan ketersediaan kalium
lebih banyak yaitu 98,17 polong dan di dalam tanah. Pemberian kalium
169,79 biji, namun tidak berbeda nyata dengan dosis tinggi dapat
dengan dosis 40 g KCl/petak yaitu meningkatkan jumlah polong per
96,53 polong dan 164,55 biji. tanaman dan jumlah biji per tanaman
Pemupukan kalium dengan dosis 20 g karena ketersediaan kalium di dalam
KCl/petak menghasilkan jumlah tanah tinggi. Nyakpa et al. (1988)
polong per tanaman dan jumlah biji menyatakan bahwa kebutuhan
per tanaman lebih rendah tanaman terhadap unsur hara kalium
dibandingkan dengan dosis 40 g tinggi dan jumlahnya dalam keadaan
KCl/petak dan 60 g KCl/petak (Tabel tersedia bagi tanaman rendah sehingga
3). Pemberian pupuk kalium pada diperlukan pemberian pupuk kalium
tanaman kedelai dapat mengurangi ke dalam tanah.

Tabel 3. Pengaruh pemupukan kalium terhadap jumlah polong per tanaman,


jumlah biji per tanaman, berat biji per tanaman, dan berat 100 biji
Dosis Jumlah polong Jumlah biji Berat biji
Berat 100
kalium (g per tanaman per tanaman per tanaman
biji (g)
KCl/petak) (polong) (biji) (g)
0 84,13 c 143,33 c 18,37 d 9,62 c
20 93,71 b 162,29 b 23,68 c 12,09 b
40 96,53 ab 164,55 ab 25,05 b 12,66 b
60 98,17 a 169,79 a 26,46 a 13,47 a
KK 2,04 2,13 1,06 3,02
BNT (0,05) 3,80 6,81 0,49 0,72
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 0,05

Pemberian pupuk kalium dengan kedelai dengan mekanisme


dosis (60 g KCl/petak) dapat metabolisme karbohidrat dari hasil
meningkatkan kebutuhan tanaman fotosintesis. Seperti dikemukakan
kedelai terhadap unsur hara kalium oleh Nyakpa et al. (1988) bahwa
sehingga dapat meningkatkan fungsi kalium secara fisiologis adalah
komponen hasil dibandingkan dengan metabolisme karbohidrat yaitu
pemberian pupuk dengan dosis 20 g pembentukan, pemecahan, dan
KCl/petak dan 40 g KCl/petak. translokasi pati dalam jaringan
Pemberian pupuk kalium secara tanaman serta metabolisme nitrogen
fisiologis dapat meningkatkan jumlah dan sintesis protein. Taufiq & Sundari
polong dan jumlah biji pada tanaman (2012) menyatakan bahwa kalium

88
Hendrival et al. (2014) J. Floratek 9: 83 - 92

merupakan unsur penting dalam dibandingkan dengan dosis 20 g


metabolisme protein, karbohidrat, KCl/petak yaitu 25,05 g dan 12,66 g.
lemak, dan transportasi karbohidrat Berat biji per tanaman dan berat 100
dari daun ke akar. Kalium diserap biji pada pemupukan kalium dengan
dalam bentuk K+ dan bersifat mobil dosis 20 g KCl/petak mencapai 23,68
dalam tanaman. Kekurangan kalium g dan 12,09 g (Tabel 3). Pemberian
pada fase pembentukan polong dan kalium dengan dosis tinggi yaitu 60 g
pengisian biji dapat menurunkan KCl/petak dapat meningkatkan berat
jumlah polong dan biji per tanaman. biji per tanaman dan berat 100 biji
Batas kritis kandungan K pada YFML dibandingkan dengan dosis 20 g
(young fully matured leaf) pada fase KCl/petak dan 40 g KCl/petak karena
R1 (berbunga) adalah 2,4% dan 2,6% dapat meningkatkan kegiatan
(Yin & Vyn, 2005), pada fase R3–R4 fotosintesis. Kegiatan fotosintesis
(pembentukan polong) dan R5–R6 menurun dengan menurunnya
(pengisian polong) masing-masing kandungan kalium melalui pemberian
adalah 0,88% dan 0,39% (Bell et al., pupuk kalium dengan dosis rendah
1987). sehingga hasil tanaman menjadi
rendah. Seperti dikemukakan oleh
Berat biji dan Berat 100 biji Sufardi (2012), kalium berperan dalam
Pemberian pupuk kalium dapat proses sintesis karbohidrat, lemak, dan
meningkatkan komponen hasil kedelai fotosintesis. Nyakpa et al. (1988)
seperti berat biji per tanaman dan berat menyatakan bahwa kekurangan
100 biji. Pemupukan kalium dengan kandungan kalium dapat menurunkan
dosis 60 g KCl/petak menghasilkan fotosintesis dan mengurangi
berat biji per tanaman dan berat 100 penyaluran karbohidrat sehingga hasil
biji lebih banyak yaitu 26,46 g dan tanaman menjadi rendah. Sufardi
13,47 g dibandingkan dengan dosis 40 (2012) menyatakan bahwa tanaman
g KCl/petak dan 20 g KCl/petak. yang kekurangan kalium akan
Pemupukan kalium dengan dosis 40 g menyebabkan hasil tanaman dan
KCl/petak menghasilkan berat biji per kualitasnya menjadi rendah.
tanaman dan berat 100 biji lebih tinggi

Tabel 4. Hubungan populasi A. glycines dengan jumlah polong per tanaman,


jumlah biji per tanaman, berat biji per tanaman, dan berat 100 biji
Koefisien Koefisien Korelasi
Persamaan regresi
Determinasi (R2) (%) (r)
y1 = 100,85-1,92x 95,80 -0,998**
y2 = 174,10-3,51x 96,10 -0,996**
y3 = 27,71-1,08x 99,50 -0,998**
y4 = 13,98-0,50x 97,20 -0,998**
y1 : jumlah polong per tanaman
y2 : jumlah biji per tanaman
y3 : berat biji per tanaman
y4 : berat 100 biji
x : populasi A. glycines
* berkorelasi nyata (p < 0,05) dan ** berkorelasi sangat nyata (p < 0,01)

Hasil analisis regresi kedelai seperti jumlah polong per


menunjukkan populasi A. glycines tanaman, jumlah biji per tanaman,
mempengaruhi komponen hasil berat biji per tanaman, dan berat 100

89
Hendrival et al. (2014) J. Floratek 9: 83 - 92

biji. Koefisien determinasi (R) yang glycines dapat memanfaatkan


dihasilkan relatif tinggi sehingga kandungan senyawa nitrogen sehingga
keragaman dari komponen hasil berkembang biak dengan cepat,
kedelai dapat dijelaskan oleh akibatnya populasi meningkat dan
persamaan regresi linear yang menurunkan hasil kedelai (Bruulsema
diperoleh. Hasil analisis korelasi et al., 2010). Hama A. glycines mampu
menunjukkan bahwa terdapat korelasi mengurangi hasil kedelai secara
yang negatif dan sangat nyata (p < langsung dengan menyerang daun
0,01) antara populasi A. glycines sehingga mengakibatkan penurunan
dengan komponen hasil kedelai seperti kapasitas fotosintesis (Myers et al.,
jumlah polong per tanaman, jumlah 2005), mengurangi jumlah polong,
biji per tanaman, berat biji per ukuran biji, dan kualitas, serta total
tanaman, dan berat 100 biji. (Tabel 4). hasil. Kolonisasi hama A. glycines
Semakin tinggi populasi A. glycines pada tahap awal pertumbuhan
menyebabkan semakin rendah vegetatif dapat menghasilkan
komponen hasil seperti jumlah polong kehilangan hasil lebih dari 50% (Wang
per tanaman, jumlah biji per tanaman, et al., 1994). Hama A. glycines juga
berat biji per tanaman, dan berat 100 dapat mempengaruhi hasil kedelai
biji karena terjadinya kerusakan pada secara tidak langsung sebagai vektor
daun. virus tanaman dengan mengurangi
Penurunan komponen hasil yang kadar protein biji. A. glycines
terjadi pada pemupukan kalium dari bertindak sebagai vektor dari virus
dosis 20 g KCl/petak sampai 60 g tanaman seperti virus alfalfa mosaic,
KCl/petak berkaitan dengan bean yellow mosaic, dan soybean
terbentuknya kolonisasi yang tinggi mosaic virus (Hill et al., 2001; Clark
dari populasi A. glycines. Penurunan & Perry, 2002).
komponen hasil berkaitan dengan
kepadatan populasi A. glycines dan SIMPULAN DAN SARAN
tanaman menjadi rentan terhadap
kerusakan oleh A. glycines pada tahap Pemupukan kalium dengan dosis
awal pertumbuhan. Aktivitas makan 60 g KCl/petak dapat mengurangi
A. glycines dapat menurunkan populasi A. glycines dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman sehingga komponen hasil kedelai dibandingkan
mengurangi pembentukan polong, biji dengan pemupukan kalium dengan
menjadi lebih sedikit dan berukuran dosis 20 g KCl/petak dan 40 g
kecil serta penurunan kandungan KCl/petak. Strategi pengendalian
protein dan minyak nabati (Brodeur, hama A. glycines di pertanaman
2013). Tingkat keparahan kerugian kedelai secara proaktif dapat
tanaman yang disebabkan oleh A. dilakukan dengan modifikasi
glycines tergantung pada status agroekosistem kedelai yaitu pemberian
fisiologis tanaman kedelai. Populasi pupuk kalium dengan dosis 60 g
A. glycines yang mencapai kepadatan KCl/petak.
puncak pada awal pertumbuhan
vegetatif atau tahap pertengahan DAFTAR PUSTAKA
reproduksi (R3–R5) menyebabkan
kerusakan serius seperti berkurangnya Altieri, M.A. & Nicholls, C.I. 2003.
jumlah polong dan biji sehingga hasil Soil fertility management and
menjadi rendah dibandingkan pada insect pests: harmonizing soil and
tahap reproduksi akhir (R6–R7) plant health in agroecosystem.
(Ragsdale et al., 2007). Hama A.

90
Hendrival et al. (2014) J. Floratek 9: 83 - 92

Soil and Tillage Research 72: Entomologia Experimentalis et


203–211. Applicata 99(2): 165–172.
Baliadi, Y. 2007. Management of Brodeur, J. 2013. Aphis glycines
soybean whitefly: biology, Matsumura, Soybean Aphid
economic importance and control (Hemiptera: Aphididae). In:
methods. Di dalam: Harnowo, D Mason, P.G. & Gillespie, D.R.
et al. (eds). Peningkatan Produksi (eds.). Biological Control Pro-
Kacang-kacangan dan Umbi- grammes in Canada 2001–2012.
umbian Mendukung Kemandirian CAB International. p. 93–98.
Pangan. Puslitbangtan, Bogor. Bruulsema, T., DiFonzo, C., &
hlm. 474–485. Gratton, C. 2010. How potassium
Baliadi, Y., Purwantoro, & Tengkano, nutrition can suppress soybean
W. 2007. Pengendalian vektor aphids. Better Crops 94(2): 11–
virus, Aphis glycines Mats. dan 13.
Bemisia tabaci Genn. dengan Clark, A.J. & Perry, K.L. 2002.
insektisida kimia di lahan kering Transmissibility of field isolates
masam Provinsi Lampung. Di of soybean viruses by Aphis
dalam: Harsono, A., Taufiq, A., glycines. Plant Disease 86: 1219–
Rahmianna, A.A., Suharsono, 1222.
Adie, M.M., Rozi, F., Wijanarko, DiFonzo, C.D. & Hines, R. 2002.
A., & Soehendi, R (editor). Soybean aphid in Michigan:
Inovasi Teknologi Kacang- update from the 2001 season.
kacangan dan Umbi-umbian Michigan state University
Mendukung Kemandirian Pangan Extension Publication E-2748,
dan Kecukupan Energi. Prosiding East Lansing.
Seminar Hasil Penelitian Kacang- Gomez, A.K. & A.A. Gomez. 1995.
kacang dan Umbi-umbian, Prosedur Statistik untuk
Malang, 9–10 Nopember 2007. Penelitian Pertanian. Alihbahasa:
Pusat Penelitian dan Sjamsuddin, E. & Baharsjah, J.S.
Pengembangan Tanaman Pangan, Edisi kedua University Indonesia
Bogor. hlm. 425–434. Press. Jakarta.
Bell, R.W., Brady, D., Plaskett, D., & Hill, J.H., Alleman, R.J., Hogg, D.B.,
Loneragan, J.F. 1987. Diagnosis & Grau, C.R. 2001. First report of
of potassium deficiency in transmission of soybean mosaic
soybean. J. of Plant Nut 10(9–16): virus and alfalfa mosaic virus by
1947–1953. Aphis glycines in the New World.
Borer, E.T., Adams, V.T., Engler, Plant Dis. 85: 561–561.
G.A., Adams, A.L., Schumann, Macedo, T.B., Bastos, C.S., Higley,
C.B., & Seabloom, E.W. 2009. L.G., Ostlie, K.R. & Madhavan,
Aphid fecundity and grassland S. 2003. Photosynthetic response
invasion: invader life history is to soybean aphid (Homoptera:
the key. Ecol. Appl. 19: 1187– Aphididae) injury. J. Econ.
1196. Entomol. 96: 188–193.
Brodbeck, B., Stavisky, J., Marwoto & Hardaningsih, S. 2007.
Funderburk, J., Andersen, P. & Pengendalian hama terpadu pada
Olson, S. 2001. Flower nitrogen tanaman kedelai. Di dalam:
status and populations of Sumarno, Suyamto, Widjono, A.,
Frankinella occidentalis feeding Hermanto, & Kasim, H (editor).
on Lycopersicon escullentum. Kedelai: Teknik Produksi dan
Pengembangan. Pusat penelitian

91
Hendrival et al. (2014) J. Floratek 9: 83 - 92

dan Pengembangan Tanaman for soybean aphid (Hemiptera:


Pangan. Badan Penelitian dan Aphididae). J. Econ. Entomol.
Pengembangan Pertanian. Bogor. 100: 1258–1267.
hlm. 296–318. Steel, R.G.D & Torrie, J.H. 1989.
McCornack, B.P., Costamagna, A.C. Prinsip dan Prosedur Statistika:
& Ragsdale, D.W. 2008. Within- Suatu Pendekatan Biometrik.
plant distribution of soybean Alihbahasa: B. Sumantri. PT.
aphid (Hemiptera: Aphididae) and Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
development of node-based Sufardi. 2012. Pengantar Nutrisi
sample units for estimating Tanaman. Bina Nanggroe. Banda
whole-plant densities in soybean. Aceh.
J. Econ. Entomol. 101: 1488–500. Sun, Z.Q., Tian, P.Z. & Wang, J.
Myers, S.W., Gratton, C., Wolkowski, 1991. Utilization of aphid
R.P., Hogg, D.B., & Wedberg, resistant character in wild
J.L. 2005. Effect of soil soybean. I. Aphid resistant
potassium availability on soybean performance of F2. Soybean Sci.
aphid (Hemiptera: Aphididae) 10: 98–103.
population dynamics and soybean Taufiq, A. & Sundari, T. 2012.
yield. J. Econ. Entomol. 98(1): Respons tanaman kedelai
113–120. terhadap lingkungan tumbuh.
Myers, S.W., & Gratton, C. 2006. Buletin Palawija 23: 13–26.
Infuence of potassium fertility on Tilmon, K.J., Hodgson, E.W., O’Neal,
soybean aphid, Aphis glycines M.E., & Ragsdale, D.W. 2011.
Matsumura (Hemiptera: Biology of the soybean aphid,
Aphididae), population dynamics Aphis glycines (Hemiptera:
at a field and regional scale. Aphididae) in the United States. J.
Environmental Entomology 35: Integ. Pest Mngmt. 2(2): 2–7.
219–227. Walter, A.J. & DiFonzo, C.D. 2007.
Noma, T., Gratton, C., Colunga- Soil potassium deficiency affects
Garcia, M., Brewer, M.J., soybean phloem nitrogen and
Mueller, E.E., Wyckhuys, K.A.G., soybean aphid populations.
Heimpel, G.E., & O’Neal, M.E. Environmental Entomology 36(1):
2010. Relationship of soybean 26–33.
aphid (Hemiptera: Aphididae) to Wang, X.B., Fang, Y.H., Lin, S.Z.,
soybean plant nutrients, landscape Zhang, L.R., & Wang, H.D. 1994.
structure, and natural enemies. A study on the damage and
Environmental Entomology 39: economic threshold of the
31–41. soybean aphid at the seedling
Nyakpa, M.Y., Lubis, A.M., Pulung, stage. Plant Prot 20: 12–13.
M.A., Amrah, A.G., Munawar, Wang, R.Y., Kritzman, A., Hershman,
A., Hong, G.B., & Hakim, N. D.E., & Ghabrial, S.A. 2006.
1988. Kesuburan Tanah. Aphis glycines as a vector of
Universitas Lampung. Lampung. persistently and non persistently
Ragsdale, D.W., Mccornack, B.P., transmitted viruses and potential
Venette, R.C., Potter, B.D., rises for soybean and other crops.
Macrae, I.V., Hodgson, E.W., Plant Disease 90: 920–926.
O’neal, M.E., Johnson, K.D., Yin, X. & Vyn, T.J. 2005. Critical leaf
O’neil, R.J, Difonzo, C.D., Hunt, potassium is higher in no-till
T.E., Glogoza, P.A, & Cullen, soybeans. Better Crops 89(2): 3–
E.M. 2007. Economic threshold 5.

92

You might also like