You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur radius distal merupakan kasus yang paling sering ditemui pada
fraktur ekstrimitas atas yaitu 70 %, atau 17% dari semua kasus fraktur ( Miller,
2008),atau kurang lebih seperenam dari semua kasus fraktur yang diterima di unit
gawat darurat (Rockwood 2006). Menurut National Hospital Ambulatory Medical
Care Survey di Amerika Serikat pada tahun 1998 terdapat 664.985 fraktur radius
distal yang telah dilakukan manajemen (Rockwood 2006).

Mekanisme terjadinya fraktur ini 90% disebabkan oleh axial/compression


loading pada posisi pergelangan tangan dorso fleksi, dan derajat kominusinya
sebanding dengan energi yang disalurkan ke tulang ( Miller, 2008). Fraktur ini
dapat ditangani baik secara operatif maupun konservatif. Pemilihan jenis terapi
tidak semata-mata hanya ditentukan oleh tipe fraktur itu sendiri, tetapi juga harus
mempertimbangkan kondisi kesehatan dan functional demand dari pasien itu
sendiri ( Dayican et al, 2003). Pasien dengan high demand mungkin diperlukan
tindakan operatif agar dapat melakukan mobilisasi dini serta mencegah kekakuan
pada sendi-sendi yang mungkin dapat menghambat aktifitas tertentu (EK shin,
2007). Pada pasien lanjut usia ataupun pada pasien dengan low demand, atau pada
pasien yang memiliki faktor risiko berat untuk dilakukan tindakan pembedahan
dengan komplikasi pasca tindakan operatif, maka terapi konservatif dapat
dijadikan sebagai sebuah pilihan. Systematic Review yang dilakukan Rafael et al
pada 2011 dari 2039 penelitian menyimpulkan bahwa meskipun terapi konservatif
secara radiologis kurang baik, tetapi secara fugsional tidak ditemukan perbedaan
yang bermakna dibandingkan dengan tindakan operatif.

Pasien usia lanjut dengan fraktur radius distal, cenderung berhubungan


dengan berkurangnya densitas tulang, jenis kelamin wanita, etnis, herediter, dan
menopause awal sebagai faktor risiko(Rockwood, 2006).

Menurut Cherubino 2010 sampai saat ini belum terdapat kesepakatan di


literatur mengenai apakah imobilisasi pada kasus fraktur radius distal dilakukan
denga above elbow casting (gips diatas siku) atau below elbow casting ( gips
dibawah siku). American Academy of Orthopaedic Surgeons sendiri dalam
Guidelines 2009 memberikan rekomendasi inconclusive yang berarti masih
kurang bukti pendukung yang kuat antara manfaat dan kerugiannya serta masih
belum dapat memberikan rekomendasi pasti apakah siku harus turut di fiksasi atau
tidak. Imobilisasi sendiri dipertahankan minimal selama 6 minggu. Pelepasan cast
sebelum 6 minggu berpotensi terjadinya loss of reduction, sehingga penting untuk
melakukan x-ray pasca tindakan pada minggu ke-3 sebagai kontrol.
BAB II
ANATOMI

I. Anatomi Antebrachii

a. Tulang ulna
Menurut Hartanto (2013) ulna adalah tulang stabilisator pada lengan
bawah, terletak medial dan merupakan tulang yang lebih panjang dari dua tulang
lengan bawah. Ulna adalah tulang medial antebrachium. Ujung proksimal ulna
besar dan disebut olecranon, struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna
mengecil dari atas ke bawah.

Gambar 2.1 Anatomi os Ulna


(Putz & Pabst, 2007)
b. Tulang Radius
Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari
dari dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek,
collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda dengan
ulna, secara bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius berbentuk sisi
empat ketika dipotong melintang. Processus styloideus radii lebih besar daripada
processus styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut
memiliki kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur
(Hartanto, 2013).

Gambar 2.2 Anatomi os Radius


(Putz & Pabst, 2007)
c. Sistem Otot
Tabel 2.1 Sistem otot lengan bawah
(Snell, 2012)
Gambar 2.3 Otot lengan tampak anterior
(Paulsen, 2010)
Gambar 2.4 Otot lengan tampak posterior
(Paulsen, 2010)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Fraktur

Fraktur radius-ulna tertutup adalah terputusnya hubungan


tulang radius dan ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan
bawah, baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung (Helmi,
2013). Menurut Hoppenfeld (2011) fraktur kedua tulang bawah
merupakan cedera yang tidak stabil. Fraktur nondislokasi jarang
terjadi. Stabilitas fraktur yang bergantung pada jumlah energi yang
diserap selama cedera dan gaya otot-otot besar yang cenderung
menggeser fragmen.

Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang
biasa terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya sering terjadi karena
jatuh dalam keadaan tangan menumpu dan biasanya terjadi pada anak-
anak dan lanjut usia. Bila seseorang jatuh dengan tangan yang
menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi kaku, dan kemudian
menyebabkan tangan memutar dan menekan lengan bawah. Jenis luka
yang terjadi akibat keadaan ini tergantung usia penderita. Pada anak-
anak dan lanjut usia, akan menyebabkan fraktur tulang radius. Fraktur
radius distal merupakan 15 % dari seluruh kejadian fraktur pada
dewasa. Abraham Colles adalah orang yang pertama kali
mendeskripsikan fraktur radius distal pada tahun 1814 dan sekarang
dikenal dengan nama fraktur Colles. Ini adalah fraktur yang paling
sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi berhubungan
dengan permulaan osteoporosis pasca menopause. Karena itu pasien
biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada tangan yang
terentang. Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha
menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan
diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang akan menyebabkan
patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari
permukaan persendian pergelangan tangan. Fragmen bagian distal
radius dapat terjadi dislokasi ke arah dorsal maupun volar, radial dan
supinasi. Gerakan ke arah radial sering menyebabkan fraktur avulsi
dari prosesus styloideus ulna, sedangkan dislokasi bagian distal ke
dorsal dan gerakan ke arah radial menyebabkan subluksasi sendi
radioulnar distal. Komplikasi yang sering terjadi adalah kekakuan dan
deformitas (perubahan bentuk), jika pasien mendapat penanganan
terlambat.
II. ETIOLOGI
Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang,
saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang
mampu ditanggungnya. Jumlah gaya pasti yang diperlukan untuk
menimbulkan suatu fraktur dapat bervariasi, sebagian bergantung pada
karakteristik tulang itu sendiri. Fraktur dapat terjadi karena gaya secara
langsung, seperti saat sebuah benda bergerak menghantam suatu area
tubuh di atas tulang.
Menurut Nampira (2014) fraktur batang radius dan ulna biasanya
terjadi karena cedera langsung pada lengan bawah, kecelakaan lalu lintas,
atau jatuh dengan lengan teregang. Fraktur radius dan ulna biasanya
merupakan akibat cedera hebat. Cedera langsung biasanya menyebabkan
fraktur transversa pada tinggi yang sama, biasanya di sepertiga tengah
tulang (Hartanto, 2013).

III. Klasifikasi fraktur antebrachii :


1. Fraktur antebrachii, yaitu fraktur pada kedua tulang radius dan ulna

2. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna
3. Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai
dengan dislokasi sendi radioulna proksimal

4. Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius

5. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi sendi
radioulna distal
6. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan
(dinner fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan
pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan
terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar(eksorotasi supinasi).
7. Fraktur Smith.
Fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut
reverse colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien
jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan
volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi (Mansjoer,2000).

You might also like