You are on page 1of 10

1.

3 PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN CIVIC CENTER


1.3.1 PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman
terdapat pengertian-pengertian sebagai berikut:
1. Pengertian rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian dan
sarana pembinaan keluarga.
2. Yang dimaksud dengan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal/hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
lingkungan.
3. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung
(kota dan desa) yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Rumah merupakan bagian yang tidak dapat dilihat sebagai hasil fisik yang rampung semata,
melainkan merupakan proses yang berkembang dan berkaitan dengan mobilitas sosial-
ekonomi penghuninya dalam suatu kurun waktu.
Konsep hunian berimbang telah dikenal lama dalam ilmu perencanaan kota maupun sosiologi
perko-taan, sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan sosiologis masya rakat. Ide
dasarnya bahwa keberadaan beragam strata sosial dalam satu lingkungan hunian akan
menjamin terciptanya kerukunan diantara berbagai strata yang ada. Selain itu, akan
menjamin tersedianya rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah.Kesadaran akan
pentingnya konsep ini yang mendorong pemerintah mengadopsinya melalui penetapan
lingkungan hunian berimbang seperti diatur dalam Peraturan menteri (Permen) Nomor 10
tahun 2012 yang diperbarui menjadi Permen Nomor 7 tahun 2013, dimana rumah tapak
memiliki perbandingan 1:2:3. Artinya, dalam membangun 1 rumah mewah, wajib
mengimbanginya dengan 2 rumah menengah, dan 3 rumah sederhana dalam satu hamparan
atau tidak dalam satu hamparan tetapi pada satu wilayah kabupaten/kota. Tujuan Hunian
Berimbang adalah untuk (i) menjamin tersedianya rumah mewah, rumah menengah dan
rumah sederhana bagi masyarakat yang dibangun dalam satu hamparan atau tidak dalam
satu hamparan untuk rumah sederhana; (ii) mewujudkan kerukunan antarberbagai golongan
masyarakat dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial dalam perumahan,
pemukiman, lingkungan hunian dan kawasan pemukiman; (iii) mewujudkan subsidi silang
untuk penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum serta pembiayaan pembangunan
perumahan; (iv) menciptakan keserasian tempat bermukim baik secara sosial dan ekonomi;
dan (v) mendayagunakan penggunaan lahan yang diperuntukkan bagi perumahan dan
kawasan pemukiman (pasal 3 Permenpera Nomor 10/2012).
Mengacu pada konsep tersebut bila diterapkan dalam kawasan akan di-skenario-kan sebagai
berikut;
1. Sosial masyarakat dibedakan menjadi 3 kelas yaitu
a. masyarakat berpenghasilan tinggi (high ends);
b. masyarakat berpenghasilan menengah (medium ends);
c. masyarakat berpenghasilan tinggi (low ends).
2. Komposisi berdasarkan kelas sosial per 1 hektar lahan (10.000 m2)
Hunian Pusat
Kelas Sosial KDB Infrastruktur RTH
Berimbang Lingkungan
% % % %
High Ends 1 40% 25% 25% 10%
Med Ends 2 50% 20% 20% 7,5%
Low Ends 3 60% 15% 15% 5%
3. Komposisi alokasi lahan berdasarkan kelas sosial
a. masyarakat berpenghasilan tinggi (high ends) @600 m2;
b. masyarakat berpenghasilan menengah (medium ends) @350 m2;
c. masyarakat berpenghasilan tinggi (low ends) @200 m2.
4. Komposisi berdasarkan kelas sosial per 1 hektar lahan (10.000 m2)
a. Pada kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi (high ends) dengan alokasi @600 m2
akan dapat menampung penduduk 49 jiwa;
b. masyarakat berpenghasilan menengah (medium ends) dengan alokasi @350 m2
menampung penduduk 90 jiwa;
c. masyarakat berpenghasilan tinggi (low ends) @200 m2 menampung penduduk 150
jiwa.
Luas
Luas Luas Netto Unit Penghuni Jumlah
Kelas Sosial Bangunan
Lahan (100% Gross) Rumah Per Unit jiwa
Gross
m2 jiwa per Ha
High Ends 600 4.000 4.000 7 7 49
Med Ends 350 5.000 5.000 15 6 90
Low Ends 200 6.000 6.000 30 5 165

Dengan skenario di atas, penggunaan lahan seluas 313,8 hektar berdasarkan kelas sosial
adalah sebagai berikut;
1. 57% lahan digunakan untuk kapling hunian/rumah
2. 18% lahan digunakan untuk infrastruktur lingkungan
3. 18% lahan digunakan untuk RTH lingkungan
4. 7% lahan digunakan untuk pusat (CBD) lingkungan
Komposisi Penggunaan Lahan
Hunian Luas
Kelas Sosial Kavling Pusat
Berimbang (ha) Infrastruktur RTH
Hunian Lingkungan
High Ends 1 52,3 20,9 13,1 13,1 5,2
Med Ends 2 104,6 54,9 20,9 20,9 7,8
Low Ends 3 156,9 102,0 23,5 23,5 7,8
TOTAL 313,8 177,8 57,5 57,5 20,9
57% 18% 20% 7%

RENCANA KEPENDUDUKAN
Berdasarkan skenario penyediaan perumahan (penggunaan lahan) dengan pola hunian
berimbang 1:2:3, maka lahan perencanaan seluas 313,8 ha dapat menampung penduduk
sebanyak 22.794 jiwa dan kepadatan 73 jiwa/ha yang secara rinci berdasarkan kelas sosial
sebagai berikut:
1. masyarakat berpenghasilan tinggi (high ends) = 20 jiwa/ha;
2. masyarakat berpenghasilan menengah (medium ends) = 47 jiwa/ha;
3. masyarakat berpenghasilan tinggi (low ends) = 107 jiwa/ha.
Luas Jumlah Penghuni Penghuni Luas
Kelas Sosial Penduduk
Lahan Kapling Per Unit per ha Kapling
m2/unit jiwa jiwa ha jiwa
High Ends 600 146 7 49 52,3 1.025
Med Ends 350 824 6 90 104,6 4.942
Low Ends 200 3.365 5 165 156,9 16.827
TOTAL 4.335 313,8 22.794

1.3.2 FASILITAS KAWASAN


Ketentuan besaran fasilitas secara umum diturunkan dari kebutuhan penduduk atas fasilitas
tersebut. Secara normatif standar kebutuhan diukur per satuan jumlah penduduk tertentu
sesuai dengan kebutuhannya (SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan). Dengan penduduk rencana sebanyak 22.794 jiwa, maka
kebutuhan lahan untuk fasilitas dasar lingkungan seluas 18,36 ha, Mall dan Pusat
Perbelanjaan Modern seluas 3,6 Ha dengan rincian sebagai berikut (lihat tabel di bawah ini);
4. 8% fasilitas peribadatan
5. 2% fasilitas kesehatan
6. 67% fasilitas pendidikan
7. 6% pelayanan umum
8. 12% RTH (Taman & TPU)
9. 5% fasilitas ekonomi/perdagangan
Kebutuhan Fasilitas Lingkungan

STANDAR KAWASAN
STANDAR
FASILITAS (Penduduk
(luas : m2)
Pendukung)
unit luas (m2) luas (ha)
PERIBADATAN 1,45
Musholla/Langgar 250 100 91 9.100 0,91
Masjid Lingkungan (RW) 2.500 600 9 5.400 0,54
Masjid Kelurahan 30.000 3.600 - - -
Masjid Kecamatan 120.000 5.400 - - -

KESEHATAN 0,31
Balai Pengobatan 2.500 300 9 2.700 0,27
Tempat Praktek Dokter 5.000 100 4 400 0,04
Puskesmas Pembantu 30.000 300 - - -
Apotik 30.000 250 - - -
BKIA / RS Bersalin 30.000 3.000 - - -
Puskesmas 120.000 1.000 - - -

PENDIDIKAN 12,30
Taman Kanak-Kanak 1.250 500 18 9.000 0,90
Sekolah Dasar (SD) 1.600 2.000 14 28.000 2,80
SLTP 4.800 9.000 4 36.000 3,60
SLTA 4.800 12.500 4 50.000 5,00

PELAYANAN UMUM 1,13


Kantor Polisi 30.000 100 - - -
Kantor Pos 30.000 100 - - -
Balai Serbaguna 30.000 500 - - -
Gedung Serbaguna 120.000 3.000 - - -
Taman Lingkungan 2.500 1.250 9 11.250 1,13
Lapangan Kelurahan 30.000 9.000 - - -
Lapangan Kecamatan 120.000 24.000 - - -
Pemakaman Umum 120.000 30.000 - - -

RTH (Taman & TPU) 2,28


Taman Lingkungan 250 250 91 22.750 2,28
Taman Kawasan (0,3 m2 per penduduk) 120.000 3.000 - - -
Lapangan Olah Raga 30.000 9.000 - - -

FASILITAS PERDAGANGAN 0,90


Pertokoan 6.000 3.000 3 9.000 0,90
Pasar Lingkungan 30.000 10.000 - - -
Pusat Perbelanjaan+Niaga 120.000 36.000 - - -

TOTAL 183.600 18,36


Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

Kebutuhan Pusat Perbelanjaan (sasaran HIGH+MED)


Mall Shopping Centre
Jumlah Penduduk (segmen pasar) 5.967 5.967
Jumlah KK 1.193 1.492
Kebutuhan ruang mall/KK * 10 4
Asumsi luas 1 unit bangunan 50.000 12.500
Jumlah yang dibutuhkan 1 1
Luas yang dibutuhkan 11.934 5.967
* Asumsi Kebutuhan Ruang Perbelanjaan menurut
- Haryo Sulityarso (Pakar Tata Kota ITS), kebutuhan Mall & Shopping Center = 10 m2 tiap KK
** Asumsi luas 1 unit mall = 50.000 m2 & 1 unit shopping Center = 12.500 m2
*** Segmen Pasar untuk perdagangan modern : menggunakan kelas medium dan high pay

RTH DAN RUANG PUBLIK


Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa Ruang
Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam. Perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat
penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari
luas wilayah kota. Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang
terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota,
baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis
lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yangdiperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Berdasarkan perhitungan lingkungan perumahan bila diasumsikan pekarangan high end 10%
dari kapling, pekarangan medium dan low end @ 5% dari kapling, maka sumbangan RTH
lingkungan permukiman adalah sebesar 95,5 ha (30%).

Hunian Luas RTH RTH Privat/ TOTAL


Kelas Sosial
Berimbang (ha) Publik Pekarangan RTH
High Ends 1 52,3 13,1 0,9 14,0
Med Ends 2 104,6 20,9 1,4 22,4
Low Ends 3 156,9 23,5 3,4 26,9
TOTAL 313,8 57,5 37,93 95,5
30,4%

1.4 KAWASAN PERMUKIMAN


1.4.1 PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman
terdapat pengertian-pengertian sebagai berikut:
1. Pengertian rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian dan
sarana pembinaan keluarga.
2. Yang dimaksud dengan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal/hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
lingkungan.
3. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung
(kota dan desa) yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Rumah merupakan bagian yang tidak dapat dilihat sebagai hasil fisik yang rampung semata,
melainkan merupakan proses yang berkembang dan berkaitan dengan mobilitas sosial-
ekonomi penghuninya dalam suatu kurun waktu.
Konsep hunian berimbang telah dikenal lama dalam ilmu perencanaan kota maupun sosiologi
perko-taan, sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan sosiologis masya rakat. Ide
dasarnya bahwa keberadaan beragam strata sosial dalam satu lingkungan hunian akan
menjamin terciptanya kerukunan diantara berbagai strata yang ada. Selain itu, akan
menjamin tersedianya rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah.Kesadaran akan
pentingnya konsep ini yang mendorong pemerintah mengadopsinya melalui penetapan
lingkungan hunian berimbang seperti diatur dalam Peraturan menteri (Permen) Nomor 10
tahun 2012 yang diperbarui menjadi Permen Nomor 7 tahun 2013, dimana rumah tapak
memiliki perbandingan 1:2:3. Artinya, dalam membangun 1 rumah mewah, wajib
mengimbanginya dengan 2 rumah menengah, dan 3 rumah sederhana dalam satu hamparan
atau tidak dalam satu hamparan tetapi pada satu wilayah kabupaten/kota. Tujuan Hunian
Berimbang adalah untuk (i) menjamin tersedianya rumah mewah, rumah menengah dan
rumah sederhana bagi masyarakat yang dibangun dalam satu hamparan atau tidak dalam
satu hamparan untuk rumah sederhana; (ii) mewujudkan kerukunan antarberbagai golongan
masyarakat dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial dalam perumahan,
pemukiman, lingkungan hunian dan kawasan pemukiman; (iii) mewujudkan subsidi silang
untuk penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum serta pembiayaan pembangunan
perumahan; (iv) menciptakan keserasian tempat bermukim baik secara sosial dan ekonomi;
dan (v) mendayagunakan penggunaan lahan yang diperuntukkan bagi perumahan dan
kawasan pemukiman (pasal 3 Permenpera Nomor 10/2012).
Mengacu pada konsep tersebut bila diterapkan dalam kawasan akan di-skenario-kan sebagai
berikut;
1. Sosial masyarakat dibedakan menjadi 3 kelas yaitu
a. masyarakat berpenghasilan tinggi (high ends);
b. masyarakat berpenghasilan menengah (medium ends);
c. masyarakat berpenghasilan tinggi (low ends).
2. Komposisi berdasarkan kelas sosial per 1 hektar lahan (10.000 m2)
Hunian Pusat
Kelas Sosial KDB Infrastruktur RTH
Berimbang Lingkungan
% % % %
High Ends 1 40% 25% 25% 10%
Med Ends 2 50% 20% 20% 7,5%
Low Ends 3 60% 15% 15% 5%
3. Komposisi alokasi lahan berdasarkan kelas sosial
a. masyarakat berpenghasilan tinggi (high ends) @600 m2;
b. masyarakat berpenghasilan menengah (medium ends) @350 m2;
c. masyarakat berpenghasilan tinggi (low ends) @200 m2.
4. Komposisi berdasarkan kelas sosial per 1 hektar lahan (10.000 m2)
a. Pada kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi (high ends) dengan alokasi @600 m2
akan dapat menampung penduduk 49 jiwa;
b. masyarakat berpenghasilan menengah (medium ends) dengan alokasi @350 m2
menampung penduduk 90 jiwa;
c. masyarakat berpenghasilan tinggi (low ends) @200 m2 menampung penduduk 150
jiwa.
Luas
Luas Luas Netto Unit Penghuni Jumlah
Kelas Sosial Bangunan
Lahan (100% Gross) Rumah Per Unit jiwa
Gross
m2 jiwa per Ha
High Ends 600 4.000 4.000 7 7 49
Med Ends 350 5.000 5.000 15 6 90
Low Ends 200 6.000 6.000 30 5 165

Dengan skenario di atas, penggunaan lahan seluas 42,03 hektar berdasarkan kelas sosial
adalah sebagai berikut;
5. 48% lahan digunakan untuk kapling hunian/rumah
6. 22% lahan digunakan untuk infrastruktur lingkungan
7. 22% lahan digunakan untuk RTH lingkungan
8. 8% lahan digunakan untuk pusat (CBD) lingkungan
Komposisi Penggunaan Lahan
Luas
Kelas Sosial Kavling Pusat
(ha) Infrastruktur RTH
Hunian Lingkungan
High Ends 16,45 6,6 4,1 4,1 1,6
Med Ends 22,63 11,9 4,5 4,5 1,7
Low Ends 2,95 1,9 0,4 0,4 0,1
TOTAL 42,03 20,4 9,1 9,1 3,5
48% 22% 22% 8%

RENCANA KEPENDUDUKAN
Berdasarkan skenario penyediaan perumahan (penggunaan lahan), maka lahan perencanaan
seluas 42,03 ha dapat menampung penduduk sebanyak 1.710 jiwa dan kepadatan 41 jiwa/ha
yang secara rinci berdasarkan kelas sosial sebagai berikut:
1. masyarakat berpenghasilan tinggi (high ends) = 20 jiwa/ha;
2. masyarakat berpenghasilan menengah (medium ends) = 47 jiwa/ha;
3. masyarakat berpenghasilan rendah (low ends) = 107 jiwa/ha.
Luas Jumlah Penghuni Penghuni Luas
Kelas Sosial Penduduk
Lahan Kapling Per Unit per ha Kapling
m2/unit jiwa jiwa ha jiwa
High Ends 600 46 7 49 16,45 323
Med Ends 350 178 6 90 22,63 1.070
Low Ends 200 63 5 165 2,95 317
TOTAL 288 42,03 1.710

1.4.2 FASILITAS KAWASAN


Ketentuan besaran fasilitas secara umum diturunkan dari kebutuhan penduduk atas fasilitas
tersebut. Secara normatif standar kebutuhan diukur per satuan jumlah penduduk tertentu
sesuai dengan kebutuhannya (SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan). Dengan penduduk rencana sebanyak 1.710 jiwa, maka kebutuhan
lahan untuk fasilitas dasar lingkungan hanya seluas 0,46 ha dengan rincian sebagai berikut
(lihat tabel di bawah ini);
1. 13% fasilitas peribadatan
2. 54% fasilitas pendidikan
3. 33% RTH (Taman & TPU)
Kebutuhan Fasilitas Lingkungan

STANDAR KAWASAN
STANDAR
FASILITAS (Penduduk
(luas : m2)
Pendukung)
unit luas (m2) luas (ha)
PERIBADATAN 0,06
Musholla/Langgar 250 100 6 600 0,06
Masjid Lingkungan (RW) 2.500 600 - - -
Masjid Kelurahan 30.000 3.600 - - -
Masjid Kecamatan 120.000 5.400 - - -
KESEHATAN -
Balai Pengobatan 2.500 300 - - -
Tempat Praktek Dokter 5.000 100 - - -
Puskesmas Pembantu 30.000 300 - - -
Apotik 30.000 250 - - -
BKIA / RS Bersalin 30.000 3.000 - - -
Puskesmas 120.000 1.000 - - -
STANDAR KAWASAN
STANDAR
FASILITAS (Penduduk
(luas : m2)
Pendukung)
unit luas (m2) luas (ha)
PENDIDIKAN 0,25
Taman Kanak-Kanak 1.250 500 1 500 0,05
Sekolah Dasar (SD) 1.600 2.000 1 2.000 0,20
SLTP 4.800 9.000 - - -
SLTA 4.800 12.500 - - -
PELAYANAN UMUM -
Kantor Polisi 30.000 100 - - -
Kantor Pos 30.000 100 - - -
Balai Serbaguna 30.000 500 - - -
Gedung Serbaguna 120.000 3.000 - - -
Taman Lingkungan 2.500 1.250 - - -
Lapangan Kelurahan 30.000 9.000 - - -
Lapangan Kecamatan 120.000 24.000 - - -
Pemakaman Umum 120.000 30.000 - - -
RTH (Taman & TPU) 0,15
Taman Lingkungan 250 250 6 1.500 0,15
Taman Kawasan (0,3 m2 per penduduk) 120.000 3.000 - - -
Lapangan Olah Raga 30.000 9.000 - - -
FASILITAS PERDAGANGAN -
Pertokoan 6.000 3.000 - - -
Pasar Lingkungan 30.000 10.000 - - -
Pusat Perbelanjaan+Niaga 120.000 36.000 - - -
TOTAL 4.600 0,46
Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

RTH DAN RUANG PUBLIK


Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa Ruang
Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam. Perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat
penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari
luas wilayah kota. Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang
terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota,
baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis
lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yangdiperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Berdasarkan perhitungan lingkungan perumahan bila diasumsikan pekarangan high end 10%
dari kapling, pekarangan medium dan low end @5% dari kapling, maka sumbangan RTH
lingkungan permukiman adalah sebesar 12,4 ha (29,5%).
Luas RTH RTH Privat/ TOTAL
Kelas Sosial
(ha) Publik Pekarangan RTH
High Ends 16,45 4,1 0,3 4,4
Med Ends 22,63 4,5 0,6 5,1
Low Ends 2,95 0,4 0,1 0,6
TOTAL 42,03 9,1 3,3 12,4
29,5%

You might also like