You are on page 1of 6

a.

Pengertian humor

Hartanti mengemukakan humor berasal dari kata umor yaitu You-moors= cairan-mengalir[1].
Namun, Dananjaya berpendapat semua berasal dari suatu istilah yang berarti cairan. Arti ini
berasal dari doktrin ilmu faal kuno mengenai empat macam cairan, seperti darah, lendir, cairan
empedu, dan cairan empedu hitam. [2]

Menurut Friedmen, keempat cairan tersebut untuk beberapa abad dianggap menentukan
tempramen seseorang. Sheinowizt menyatakan: ”humor adalah kualitas yang bersifat lucu dari
seseorang yang menggelikan dan menghibur”. Humor dapat juga diartikan suatu kemampuan
untuk menerima, menikmati dan menampilkan sesuatu yang lucu, ganjil/aneh yang bersifat
menghibur.

James Dananjaya menyatakan bahwa humor adalah sesuatu yang bersifat dapat menimbulkan
atau menyebabkan pendengarannya merasa tergelitik perasaan lucunya, sehingga terdorong
untuk tertawa. Terjadinya hal ini menurut Dananjaya, karena sesuatu yang bersifat menggelitik
perasaan disebabkan kejutannya, keanehannya, ketidakmasukakalannya, kebodohannya, sifat
pengecohannya, kejanggalannya, kekontradiksiannya, kenakalannya, dan lain-lain. [3]

Humor identik dengan segala sesuatu yang lucu, yang membuat orang tertawa. Pengertian awam
tersebut tidaklah keliru. Dalam Ensiklopedia Indonesia, seperti yang dinyatakan oleh Setiawan,

“Humor itu kualitas untuk menghimbau rasa geli atau lucu, karena keganjilannya atau
ketidakpantasannya yang menggelikan; paduan antara rasa kelucuan yang halus di dalam diri
manusia dan kesadaran hidup yang iba dengan sikap simpatik.”

Pendapat Ziv dalam Jones, rasa humor diartikan sebagai suatu kualitas mental yang
menghasilkan sesuatu yang lucu, yang dapat ditertawakan, menggelikan, jenaka, menyenangkan,
serta merupakan variasi khusus dari temperamen, disposisi, kehendak hati atau mood. Kualitas
mental ini kemudian dituangkan dalam bentuk tawa, yaitu suatu fenomena gerakan tubuh, seperti
suara, ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang membentuk ekspresi instingtif mengenai
kegembiraan, keriangan atau suatu perasaan yang menggelikan.

Chapman and Foot defined humor using three constructs, stimulus, response, and disposition.
As a stimulus, humor is any communication intended to elicit a response characterized by
laughing or smiling. A response is the amount of laughter and smiling elicited from the situation.
Disposition is related more to a personality trait that may be considered an individual’s “sense of
humor.”
Artinya Chapman dan Foot mendefinisikan humor kedalam tiga bentuk, yaitu sebagai stimulus,
respon dan bagian dari watak atau kepribadian. Humor dikatakan sebagai stimulus karena dapat
menimbulkan respon tertawa atau tersenyum, sedangkan sebagai respon karena humor
mendatangkan tertawa, serta humor sebagai watak, menunjukkan bahwa rasa humor yang
dimiliki oleh individu merupakan ciri kepribadian, dimana setiap manusia mempunyai rasa
humor namun intensitasnya berbeda-beda. [4]

Dapat disimpulkan bahwa humor merupakan kualitas mental terhadap suatu keadaan atau
kondisi yang berhubungan dengan kelucuan, jenaka, menyenangkan dan dapat menyebabkan
tertawa. Tertawa merupakan respon fisik terhadap humor.

Manser membagi teori humor menjadi tiga kelompok, meliputi:

1. Teori superioritas dan meremehkan

yaitu jika yang menertawakan berada pada posisi super; sedangkan objek yang ditertawakan
berada pada posisi degradasi (diremehkan atau dihina). Plato, Cicero, Aristoteles, dan Francis
Bacon dalam Gauter mengatakan bahwa orang tertawa apabila ada sesuatu yang menggelikan
dan di luar kebiasaan. Menggelikan diartikan sebagai sesuatu yang menyalahi aturan atau sesuatu
yang sangat jelek. Lelucon yang menimbulkan ketertawaan, juga mengandung banyak
kebencian. Lelucon selalu timbul dari kesalahan/kekhilafan yang menggoda dan kemarahan;

2. Teori mengenai ketidakseimbangan, putus harapan, dan bisosiasi

Arthur Koestler (dalam Setiawan), dalam teori bisosiasinya mengatakan bahwa hal yang
mendasari semua bentuk humor adalah bisosiasi, yaitu mengemukakan dua situasi atau kejadian
yang mustahil terjadi sekaligus. Konteks tersebut menimbulkan bermacam-macam asosiasi;

3. Teori mengenai pembebasan ketegangan atau pembebasan dari tekanan

Humor dapat muncul dari sesuatu kebohongan dan tipuan muslihat; dapat muncul berupa rasa
simpati dan pengertian; dapat menjadi simbol pembebasan ketegangan dan tekanan; dapat berupa
ungkapan awam atau elite; dapat pula serius seperti satire dan murahan seperti humor jalanan.
Humor tidak mengganggu kebenaran.

Fuad Hasan dalam tulisan Humor dan Kepribadian membagi humor dalamdua kelompok besar,
yaitu: (1) humor pada dasarnya berupa tindakan agresif yang dimaksudkan untuk melakukan
degradasi terhadap seseorang; (2) humor adalah tindakan untuk melampiaskan perasaan tertekan
melalui cara yang ringan dan dapat dimengerti, dengan akibat kendornya ketegangan jiwa.
Arwah Setiawan dalam Suhadi, mengatakan sebagai berikut: Humor itu adalah rasa atau gejala
yang merangsang kita untuk tertawa atau cenderung tertawa secara mental, ia bisa berupa rasa,
atau kesadaran, di dalam diri kita (sense of humor); bisa berupa suatu gejala atau hasil cipta dari
dalam maupun dari luar diri kita.

Teori humor mencoba menerangkan bagaimana suatu hal dapat membangkitkan tawa atau geli
pada seseorang. Seperti yang diungkapkan Setiawan dalam majalah Astaga, teori humor
digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

1. Teori keunggulan

Seseorang akan tertawa jika ia secara tiba-tiba memperoleh perasaan unggul atau lebih sempurna
dihadapkan pada pihak lain yang melakukan kesalahan, kekurangan atau mengalami keadaan
yang tidak menguntungkan. Kita dapat tertawa terbahak-bahak pada waktu melihat pelawak
terjatuh, terinjak kaki temannya serta melakukan berbagai kekeliruan dan ketololan,

2. Teori ketaksesuaian

Perasaan lucu timbul karena kita dihadapkan pada situasi yang sama sekali tak terduga atau tidak
pada tempatnya secara mendadak, sebagai perubahan atas situasi yang sangat diharapkan.
Harapan dikacaukan, kita dibawa pada suatu sikap mental yang sama sekali berbeda.[5]

Sementara itu Kaplan dan Pascoe, menyatakan bahwa ada banyak teori tentang humor, tetapi
dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Kelompok Teori Psikologi

Teori humor pada kelompok teori psikologis terdiri dari delapan subkelompok yaitu: (1) teori
superiotitas (superioritas theory), (2) teori evolusi/instink/biologi, (3) teori ingkongruitas, (4)
teori kejutan (surprise theory), (5) teori kelepasan (release) dan keringanan (relief), (6) teori
konfigurasi, (7) teori psikoanalisis, dan (8) teori ambivalensi. [6]

2. Kelompok Teori Antropologi

Ilmu antropologi yang mengkaji humor memusatkan diri pada relasi humor (joking relationship)
di antara siapa saja atau dalam ikatan kekerabatan yang bagaimana humor itu dapat terjadi.
Menurut Bahrun Yunus, dkk., teori ini dikemukakan pertama kali oleh Apte. [7]

3. Kelompok Teori Kebahasaan

Victor Rasikin yang menulis sebuah artikel berjudul “Jokes” dalam majalah Psychology Today
telah mengemukakan sebuah teori humor yang berdasarkan linguistik (ilmu kebahasaan). Rasikin
yang dikutip dari Bahrum Yunus, dkk., menyatakan bahwa teori tersebut dinamakan Scriptbased
semantic theory (teori semantik berdasarkan skenario). Berdasarkan teori ini, tingkah laku
manusia ataupun kehidupan pribadinya telah terpapar dan terekam dalam sebuah peta semantis.
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada peta tersebut akan merusak keseimbangan dan
akan menimbulkan kelucuan. [8]

b. Pengertian Sense of Humor

Setiap manusia sebenarnya memiliki sense of humor. Namun ada yang berpikir terlalu sempit
bahwa orang yang suka humor adalah orang yang kurang serius. Padahal terlalu serius itu juga
kurang baik. humor amat berkaitang dengan tertawa, pada saat tertawa, kita akan menghirup
oksigen enam kali lebih banyak daripada tidak tertawa. Jadi dengan kadar oksigen lebih banyak
yang beredar dalam tubuh, membuat pernapasan lancar serta peredaran darah. Dan pada akhirnya
tubuh akan menjadi segar. [9]

Menurut Mendatu sense of humor adalah kemampuan seseorang untuk menangkap hal-hal lucu
dari sebuah peristiwa. Semakin mudah seseorang menangkap hal-hal lucu, maka semakin tinggi
rasa humornya. Proses merasakan humor tidak sederhana. Mula-mula pikiran berusaha
menangkap adanya sisi lucu, sehingga berpikir ada sesuatu yangmenggelitik dalam suatu
peristiwa. Lalu secara otomatis perasaan meresponnya dengan rasa riang dan tubuh akan
merespon dengan tertawa.[10]

Martin dalam Kelly mendefinisikan sense of humor sebagai komprehensi, apresiasi dan
menciptakan humor.[11] Menurut Ruch sense of humor menuju pada humor sebagai sebuah ciri
kematangan seseorang.

Sense of humordapat dikonsepkan sebagai corak kebiasaan (kecenderungan dan frekuensi


tertawa, menceritakan lelucon dan menghibur yang lain, tertawa karena lelucon orang lain),
sebuah bakat (bakat untuk membuat humor, membuat orang lain tertawa, untuk mendapatkan
lelucon, untuk mengingat lelucon), ciri temperamen (penuh keceriaan), sebuah tanggapan estetik
(menikmati setiap tipe humor), memandang dunia (mengagumi pemandangan dalam kehidupan)
atau strategi untuk menghadapi masalah (kecenderungan untuk menggunakan humor dalam
keadaan sulit). [12]

c. Multi Dimensi Sense of Humor

Thorson dan Powell menyatakan empat aspek penting Sense of Humor, yang terdiri dari :[13]

1. Humor production

Kemampuan untuk menemukan humor pada setiap peristiwa dan berhubungan dengan perasaan
diterima oleh lingkungan.
2. Coping with humor

Bagaimana individu menggunakan humor untuk mengatasi emosional dan situasi yang
mengandung stressful pada individu.

3. Humor appreciation

Kemampuan untuk mengapresiasikan humor yang dihubungkan dengan internal locus of control
seseorang, sebuah indikasi dari seberapa banyak individu mempersepsikan setiap peristiwa lucu
sebagai bagian dari perilaku orang lain.

4. Attitude toward humor

Kecenderungan untuk tersenyum atau tertawa pada setiap situasi yang lucu

d. Meningkatkansense of humor

Dalam melucu, kita harus lebih dulu merangsang sense of humor dalam diri kita untuk
mengeluarkan materi-materi yang lucu, berkelas, dan sesuai dengan diri kita, dibanding sekadar
mengerti teknik-teknik melucu.[14]

Menurut Mike More, seorang humorolog dunia, sense of humor is not inherited, it’s
learned(kepekaan humor itu bukan bakat, melainkan dipelajari).

Menurutnya ada lima cara untuk meningkatkan kepekaan humor kita, diantaranya : [15]

1. Menertawakan diri sendiri.

2. Sering membaca cerita humor dan kartun.

3. Tanamkan kondisi humor dan tawa di lingkungan kita.

4. Bergaul dengan orang yang suka humor, dan

5. Gunakan humor untuk menetralisir konflik.

Mendatu dalam bukunya menyebutkan langkah-langkah untuk meningkatkan sense of humor.


Langkah-langkah ini merupakan adaptasi dari metode yang dikembangkan oleh Paul McGhee.
[16]

1. Temukan hal-hal yang menurut Anda paling lucu,

2. Memperkaya rasa bercanda dan sikap bermain,


3. Tertawa lebih sering dan lebih lepas,

4. Berlatih menceritakan joke dan cerita lucu,

5. Mulai bermainmain dengan bahasa,

6. Menemuka hal lucu dalam hidup keseharian,

7. Belajar menertawakan diri sendiri, dan

8. Gunakan humor untuk mengelola stress.

e. Keuntungan memiliki sense of humor

Menurut Martin mempunyai sense of humor mengandung banyak keuntungan. Individu dengan
sense of humor yang lebih tinggi, lebih termotivasi, lebih ceria, dapat dipercaya dan mempunyai
harga diri yang lebih tinggi. Kelly menyatakan bahwasannya salah satu keuntungan terbesar
dengan memiliki sense of humor adalah pengaruhnya pada kesehatan.[17]

Dalam pandangan Shurcliff, humor berfungsi sebagai alat pelegaan dari kemarahan memuncak
yang berhubungan dengan antisipasi akan pengalaman negatif, secara pokok, humor membantu
melepaskan tekanan karena ketegangan dan momen tragis, bukan hanya dalam produksi drama
juga dalam kehidupan nyata.

Budi Gunawan, seorang perwira tinggi polisi pun mengatakan, “kemampuan seseorang dalam
menciptakan humor dalam kehidupannya sangat berpengaruh terhadap kondisi emosional,
kesehatan, dan hubungan sosialnya. Humor membantu meringankan beban akibat stres pekerjaan
dan pengendalian emosi menjadi lebih baik”. Budi mengutip pendapat Frank Caprio dalam
bukunya How to Enjoy Yourself bahwa “humor itu sangat perlu dan penting bagi kehidupan.”

Tidaklah berlebihan bahwa menurut akal sehat, humor tidak hanya dapat mengobati stres, tetapi
juga mengatasi rasa sakit, menyembuhkan penyakit dan membantu pemulihan kesehatan. [18]

You might also like