You are on page 1of 60

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

DALAM SPINAL MUSCULAR


ATROPHY (SMA)
Oleh
Dinityas Sulistya R ( P27226013170)
Norma Novita Sari (P27226013187)

PROGRAM STUDI DIV FISIOTERAPI


JURUSAN FISIOTERAPI
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2016
LATAR BELAKANG
Prevalensi Spinal Muscular Atrophy (SMA)
Insiden SMA adalah sekitar 1 dari 10.000
kelahiran hidup di dunia dengan frekuensi
pembawa gen (carrier) 1 dari 50 (AHM Lai, 2005)
RUMUSAN MASALAH

Apakah penatalaksanaan fisioterapi pada anak


dengan kasus Spinal Muscular Atrophy (SMA)
mengunakan modalitas terapi latihan dapat terjadi
peningkatan kekuatan otot?
TUJUAN

Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada


anak dengan kasus Spinal Muscular Atrophy (SMA)
mengunakan modalitas terapi latihan dapat terjadi
peningkatan kekuatan otot.
MANFAAT
(1) Untuk penulis supaya menambah wawasan
pengetahuan penulis,
(2) Untuk teman sejawat supaya menjadi
bacaan atau acuan untuk pembuatan makalah
selanjutnya,
(3) Untuk pembaca supaya menjadi ilmu
pengetahuan,
(4) Untuk instansi terkait supaya menjadi
acuan untuk pembuatan makalah selanjutnya.
PENGERTIAN SPINAL MUSCULAR
ATROPHY (SMA)
 Penyakit genetik otot-saraf (neumuscular genetic
disorder) yang ditandai dengan kelumpuhan otot.
Walaupun tampilan klinik yang nyata dari pasien-
pasien SMA adalah kelumpuhan otot, terutama pada
kedua kaki.
 Sumber utama kelumpuhan bukan disebabkan oleh
rusaknya sel-sel otot itu sendiri. Kelumpuhan yang
terjadi murni disebabkan oleh rusaknya sel-sel saraf
pada sumsum tulang belakang (spinal cord). Ini
berbeda dengan distrofi otot dimana kerusakannya
memang terjadi di otot itu sendiri. 
ETIOLOGI SPINAL MUSCULAR
ATROPHY (SMA)
SMA secara anatomis ditandai dengan hilangnya lower
(alpha) motor neuron sepanjang medula spinalis dan
nukleus saraf motorik tertentu di batang otak (yaitu
nukleus saraf kranialis V, VI, IX dan XII).

Penelitian menunjukkan pada penderita SMA terjadi


mutasi kromosom yang mengkode pembentukan
pembentukan protein survival motor neuron (SMN).
Mutasi pada gen tersebut menyebabkan SMN yang
terbentuk tidak dapat berfungsi membentuk  spliceosoma
small nuclear ribonucleoproteins (snRPNs), padahal
snRPNs berperan pada fase awal pembentukan
mRNA.Tetapi mengapa kerusakan yang terjadi hanya
mengenai LMN dan bersifat progresif masih belum jelas.
Jenis Spinal Muscular Atrophy (SMA)
Berdasarkan tingkat keparahannya, SMA dibagi
kedalam empat tipe:
 SMA Tipe I, atau disebut juga Werdnig-Hoffmann
Disease, adalah tipe yang paling parah.
 SMA Tipe II memiliki tingkat keparahan yang
kurang, jika dibandingkan dengan tipe I.
 SMA tipe III atau yang juga disebut Kugelberg-
Welander Disease, adalah tipe dengan tingkat
keparahan paling rendah.
 SMA tipe IV – onset dewasa
SMA TIPE I – INFANTIL AKUT ATAU PENYAKIT WERDNIG-
HOFFMAN

 Pasien datang pada usia 6 bulan, dengan 95%


dari pasien mengalami tanda dan gejala selama
3 bulan. Mereka memiliki kelemahan otot berat,
progresif dan tonus otot yang lemah (hypotonia).
Disfungsi bulbar mencakup kemampuan
menyedot yang lemah, reduksi penelanan, dan
gagal pernafasan. Pasien tidak memiliki
keterlibatan otot luar mata, dan kelemahan
wajah seringkali minimal atau tidak ada.Pada
pasien tidak ditemukan bukti keterlibatan otak,
dan bayi tampak waspada.
CONT. .
 Laporan gangguan pada gerakan janin diamati
dalam 30% kasus, dan 60% bayi dengan SMA
tipe I tampak terkulai saat lahir. Sianosis
berkepanjangan dapat terlihat pada saat
kelahiran. Dalam beberapa kasus, penyakit ini
dapat menyebabkan kelemahan fulminan pada
beberapa hari pertama kehidupan. Kelemahan
yang parah dan disfungsi bulbar dini
berhubungan dengan harapan hidup yang
pendek, dengan kelangsungan hidup rata-rata
5,9 bulan. Dalam 95% kasus, bayi meninggal
akibat komplikasi penyakit pada usia18 bulan.
SMA TIPE II – BENTUK KRONIS INFANTIL

 Merupakan bentuk paling umum dari atrofi otot


spinalis (SMA), dan beberapa ahli percaya bahwa
SMA tipe II mungkin tumpang tindih dengan
tipe I dan III. 
 Sebagian besar muncul pada anak berusia
antara 6 dan 18 bulan. 
 Manifestasi paling umum bahwa orang tua dan
dokter diperhatikan adalah keterlambatan
perkembangan motorik.Bayi yang menderita
SMA tipe II sering memiliki kesulitan untuk
duduk mandiri atau tidak mampu untuk berdiri
pada usia 1 tahun.
CONT..
 Fitur yang tidak biasa dari penyakit ini adalah
adanya tremor postural yang mempengaruhi
jari. Hal ini diduga terkait dengan fasikulasi
pada otot rangka.
 Pseudohypertrophy dari otot gastrocnemius,
deformitas muskuloskeletal, dan kegagalan
pernafasan dapat terjadi.
 Jangka hidup pasien dengan SMA tipe II
bervariasi dari 2 tahun hingga dekade ketiga
kehidupan. infeksi pernapasan bertanggung
jawab untuk kebanyakan kematian.
SMA TIPE III – REMAJA KRONIS ATAU
SINDROM-WELANDER KUGELBERG 

 Ini adalah bentuk ringan atrofi autosom resesif


otot spinalis yang muncul setelah umur 18
bulan. 
 SMA tipe III ini ditandai dengan kelemahan
proksimal progresif lambat. Kebanyakan anak
dengan SMA tipe III dapat berdiri dan berjalan
tapi mengalami masalah dengan keterampilan
motorik, seperti naik dan turun tangga. 
CONT..
 Pasien mungkin menunjukkan tampilan
pseudohypertrophy, seperti pada pasien dengan
SMA tipe II.
 Penyakit ini berkembang lambat, dan jalur
penyakit secara keseluruhan ringan. Banyak
pasien memiliki harapan hidup normal.
SMA TIPE IV – ONSET DEWASA

 Onset biasanya pada usia pertengahan 30-an. 


 Dalam banyak hal, penyakit ini meniru gejala
tipe III.
 Secara keseluruhan, perjalanan penyakit ini
jinak, dan pasien memiliki harapan hidup
normal.
INTERVENSI FT PADA SMA

• mencegah terjadinya kelumpuhan


pada otot-otot, memperlancar
Gerak peredaran darah, mecegah
terjadinya atrofi, dan untuk
aktif mendorong dan membantu agar
pasien dapat menggunakan lagi
anggota gerak yang lumpuh.

• Efek pada latihan ini adalah


memperlancar sirkulasi darah, rileksasi
Gerak otot, memeliharadan meningktkan luas
gerak sendi,memperbaikipemendekan
pasif otot, mengurangi perlengketan jaringan.
Tiap gerakan dilakukan sampai batas
nyeri pasien.
CONT..
• menambah kekuatan dan daya tahan
otot, memperbaiki ketidakseimbangan
Strengthenin otot, mengembangkan koordinasi
g gerakan, memperbaiki kemampuan
fungsional dan , memperbaiki kondisi
umum pasien.
• meningkatkan ventilasi,
meningkatkan efektifitas mekanisme
batuk, mencegah atelektasis,
meningkatkan kekuatan, daya tahan
dan koordinasi otot-otot respirasi,
Breathing mempertahankan atau meningkatkan
exercise mobilitas chest dan thoracal spine,
koreksi pola-pola nafas yang tidak
efisien dan abnormal, meningkatkan
relaksasi, dan mengajarkan pasien
bagaimana melakukan tindakan bila
terjadi gangguan nafas
PELAKSANAAN FISIOTERAPI
Identitas Pasien

 Nama Anak : Alin Afifah


 Umur : 7 Tahun
 JenisKelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 PekerjaanOrtu : Swasta
 Alamat : Trenggalek
 No. CM : 9862
CONT..
 Diagnosis medis : Spinal Muscular Atrophy
 Keluhan Utama : Ibu pasien mengeluh anaknya masih
belum bisa berdiri dan kelemahan pada kedua
kedua kakinya sehingga sulit untuk berdiri.
 Riwayat Penyakit Sekarang :
-Pre Natal : Normal tidak ada keluhan dan gangguan.
-Natal : Anak lahir normal, ;ahir spontan, anak lahir
cukup bulan.
-Post Natal : Demam tinggi pada usia 4-8 bulan.
CONT..
 Ibu pasien yang anaknya berusia 7 tahun mengeluh
masih belum bisa berdiri dan kelemahan pada kedua
kakinya sehingga sulit untuk berdiri.
 Keluhan terjadi saat anak memasuki usia 1 tahun. Anak
belum bisa berjalan hingga saat ini.
 Sebelumnya anak berkembang dengan normal. Pada
usia 3 bulan anak mampu tengkurap, usia 6 bulan
mampu berguling, 9 merangkak, dan pada umur 14
bulan anak masih belum bisa berjalan.
 Riwayat saat pre natal dan natal tidak ditemukan
adanya gangguan pada anak maupun ibu. Tetapi pada
post natal anak mengalami demam tinggi pada usia 4-8
bulan.
CONT..
 Vital Sign :
 DN : 90x/menit
 RR : 22x/menit
 Temp : normal

 TB : 105 cm
 BB : 20 kg
 Pemeriksaan Penunjang :

 Hasil Lab : profil jantung normal


 Status GPA : G1 P1 A0
CONT..
Pemeriksaan Fisik
Observasi
 Statis:

 Neck : cenderung fleksi

 Shoulder : cenderung protraksi

 Elbow &wrist : tampak normal


 Trunk : lordosis ringan dan dada agak membusung
ke depan
 Pelvic : torsi anterior

 Hip, knee, dan ankle : kelemahan pada ankle, sehingga

pasien hanya berdiri dengan menumpu kedua lututnya.


CONT..
 Dinamis :
 Pasien belum bisa berjalan secara mandiri.

 Pasien tidak mampu berdiri dari posisi duduk


sehingga membutuhkan bantuan orang lain
CONT..
 Pemeriksaan Khusus :
 Tes Sensorik:

- Fisioterapi memberikan rangsangan dengan mendubit


pasien, kemudian lihat reaksi dari mimik wajahnya.
- Hasil : normal
CONT..
 Sensomotor :
 Penglihatan : 2
 Pendengaran : 2
 Penciuman : 2
 Pengecapan : 2
 Otot Sendi : 1
 Keseimbangan : 1

 Keterangan :
0 : Tidak berfungsi sama sekali
1 : Kurang fungsinya
2 : Normal
CONT..
 Tes Keseimbangan:
Pasien dalam posisi berdiri dengan menumpu lutut,
kemudian fisioterapi mendorong tubuh anak tersebut
ke kiri, ke kanan, kebelakang.
Hasil : anak bisa bertahan, walau kadang-kadang
hampir terjatuh.
 Tes kognitif : Pasien diminta untuk bercerita/ ditanya
tentang dirinya.
Hasil : anak masih malu-malu.
CONT..
 GMFM
 Dimensi A : 92,1 %

 Dimensi B : 83,3 %

 Dimensi C : 86 %

 Dimensi D : 0%

 Dimensi E : 0%

 TOTAL : 261,4 : 5 = 52,28 (DIMENSI C)


CONT..
 Kekuatan otot dengan MMT

N Nama Otot Nilai Otot


O Dekstra Sinistra

1 Upper Trapezius 3 3
2 Lower Trapezius 3 3
3 Rhomboideus 3 3
4 Deltoideus 3 3
5 Pectoralis 3 3
CONT..
N Nama Otot Nilai Otot
O Dekstra Sinistra

7 Serratus Anterior 3 3
8 Latisimus Dorsi 3 3
9 Iliopsoas 3 3
10 Quadriceps 4 4
11 Gluteus Maximus 3 3
12 Gluteus Medius 3 3
CONT..
 Kesimpulan : Ditemukan adanya kelemahan pada otot
ekstremitas atas dan bawah terutama pada otot
deltoid, rhomboid, pectoralis, serratus anterior,
latisimus dorsi, trapezius, triceps, ilipsoas, dan
gluteus dan abdominalis dengan nilai otot 3,
sedangkan tibialis anterior dengan nilai 1. Pada otot
quadriceps memiliki nilai 4. Pemeriksaan progresifitas
belum bisa dilakukan karena pemeriksaan baru
dilakukan satu kali dan onset belum terjadi lebih dari
setahun.
CONT..
 Pemeriksaan antropometri lingkar segmen dan
ekspansi thoraks dengan midline
-Pengukuran Ekspansi Thoraks

No Patokan Hasil

1 Manubrium sterni 0,5 cm

2 Papilla mamae 1 cm

3 Proc. Xhypoideus 1 cm
CONT..
 Pengukuran Lingkar Segmen (Tungkai)
Patokan Kanan (cm) Kiri (cm)

15 cm diatas condylus lateral 28 27

10 cm diatas condylus lateral 26 25,5

5 cm diatas condylus lateral 23 23

tepat pada condylus lateral 23 21

5 cm dibawah condylus lateral


21 20
10 cm dibawah condylus lateral
21 20
15 cm dibawah condylus lateral

20 20
CONT..
 Pengukuran Lingkar Segmen (Lengan)
Patokan Kanan (cm) Kiri (cm)

15 cm diatas epicondylus lateral 17,5 17,5

10 cm diatas epicondylus lateral 16 16

5 cm diatas epicondylus lateral 17 16,5

tepat pada epicondylus lateral 15 16

5 cm dibawah epicondylus lateral


16 15
10 cm dibawah epicondylus lateral
13 12,5
15 cm dibawah epicondylus lateral
13 12
CONT..
 Kesimpulan : Pada pemeriksaan ekspansi thoraks
anak saat inspirasi dan inspirasi ditemukan hasil 0,5-
1 cm saat diukur dengan midline. Hal ini
menunjukkan kurangnya mobilitas dan fleksibilitas
pada thoraks saat digunakan untuk bernafas.
 Pada pemeriksaan lingkar segmen, ditemukan bahwa
lengan dan tungkai kiri lebih besar dibandingkan
dengan lengan dan tungkai kanan. Namun selisihnya
tidak terlalu jauh, hanya berkisar 0,5-1 cm saja.
CONT..
 Test gerak fungsi dasar
 Pasien diminta untuk melakukan beberapa gerak aktif
misal menekuk kaki dan tangannya.
Hasil : Pada grup AGA pasien melakukan dengan full
ROM, pada grup AGB tidak bisa full ROM.
 Fisioterapi melakukan beberapa gerakan pasif seperti
fleksi ekstensi kaki dan tangan.
Hasil: Normal (AGA : Full ROM, dan AGB : Full
ROM).
CONT.. (PEMERIKSAAN FUNGSIONAL DENGAN INDEKS BARTHEL)

No Aktivitas Bantuan Mandiri Nilai

1 Makan 5 10 10

Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan


2 5-10 15 5
sebalinya/ termasuk duduk di tempat tidur
Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir,
3 0 5 5
mencukur dan menggosok gigi)

4 Aktivitas di toilet (menyemprot, mengelap) 5 10 10

5 Mandi 0 5 0

Berjalan di jalan yang datar ( jika tidak


6 mampu jalan melakukannya dengan kursi 10 15 10
roda)

7 Naik turun tangga 5 10 5

8 Berpakaian (termasuk memakai sepatu) 5 10 5

9 Mengontrol BAB 5 10 10

10 Mengontrol BAK 5 10 10

70
CONT..
Kesimpulan : Pada pemeriksaan fungsional dengan
indeks barthel, ditemukan bahwa tingkat
ketergantungan anak adalah moderat yaitu dengan
skor nilai 70. Anak masih membutuhkan bantuan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari yaitu pada
saat mandi, naik turun tangga, dan berpakaian.
Pre Natal : Natal: Post Natal :

-Kondisi ibu saat hamil tidak -anak lahir normal, Lahir -demam tinggi pada
mengeluhkan apa-apa spontan, anak lahir cukup bulan usia 4-8 bulan.
-Tidak terdapat infeksi virus

Rusaknya sel-sel saraf pada spinal


cord

SMA

Impairmen
Functional Participation
t
Limitation Restriction

Dasa Aktivita Kognitif


Sensoris Motoris
r s
-Kelemahan berdiri -Naik turun
Vestibular
otot dari tangga,,toileti - Pemalu,
propioceptif jongkok ng sedikit bicara
-LGS menurun

-Potensi kontraktur

-Gangguan respirasi

-Strengthening -Strengthening
-Breathing
exercise
-Gerak aktif -Gerak aktif
-Strengthening
-Play
-Gerak aktif Therapy

-Gerak pasif -Komunikasi


DIAGNOSIS FISIOTERAPI

IMPAIRMENT:
 Kondisi umum : adanya gangguan respirasi karena
anak mudah lelah dan nafas pendek
 Adanya gangguan sensoris pada vesitibular
 Postur trunk mulai lordosis
 Tonus postural hipotonus karena sulit melawan
gravitasi saat hendak berdiri dari posisi duduk
 Adanya kelemahan otot trapezius, deltoid, gluteus,
quadriceps, dan gastroc.
 Adanya potensial kontraktur pada otot trapezius,
deltoid, gluteus, quadriceps, dan gastroc.
CONT..
Functional Limitation

 Pasien sudah bisa :


Berdiri dengan menumpu lutut
 Pasien belum bisa :

Berdiri

Disability

Pasien bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar


meskipun dengan sedikit bantuan.
PROGRAM FISIOTERAPI
Tujuan Jangka Panjang
- Anak mampu berdiri dari posisi duduk meskipun dengan sedikit
bantuan
- Anak mampu mengangkat lengan ke atas sehingga dapat
melakukan aktivitas fungsional tangan dengan baik
- Menjaga postur agar tidak timbul problem sekunder seperti
skoliosis, lordosis, maupun kifosis
Tujuan Jangka Pendek
- Meningkatkan kondisi umum pasien terutama pada problem
respirasi
- Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kontraktur pada
otot AGA dan AGB
- Meningkatkan tonus otot postural agar bisa melawan gravitasi
- Memperbaiki gangguan sensoris vestibular
TEKNOLOGI INTERVENSI
FISIOTERAPI

 Breathing excercise
 Strengthtening
 Latihan gerak pasif dan aktif
RENCANA EVALUASI

 Evaluasi kekuatan otot dengan MMT


 Evaluasi antropometri lingkar segmen dan

ekspansi thoraks dengan midline


 Evaluasi gerak aktif dan pasif

 Evaluasi sensoris

 Evaluasi postur dengan GMFM

 Evaluasi fungsional dengan indeks barthel


PROGNOSIS

 Quo ad vitam : baik


 Quo ad sanam : baik
 Quo ad functionam : baik

 Quo ad cosmeticam: baik


EVALUASI KEKUATAN OTOT DENGAN MMT

Nilai Otot

No Nama Otot Dekstra Sinistra

T awal T akhir T awal T akhir

1 Upper Trapezius 3 3 3 3

2 Lower Trapezius 3 3 3 3

3 Rhomboideus 3 3 3 3

4 Deltoideus 3 3 3 3

5 Pectoralis 3 3 3 3

6 Triceps Brachii 3 3 3 3

7 Serratus Anterior 3 3 3 3
CONT...

8 Latisimus Dorsi 3 3 3 3

9 Iliopsoas 3 3 3 3

10 Quadriceps 4 4 4 4

11 Gluteus Maximus 3 3 3 3

12 Gluteus Medius 3 3 3 3

13 Tibialis Anterior 1 1 1 1

14 Abdominalis 3 3 3 3
CONT..

 Kesimpulan : belum tercapai adanya


peningkatan kekuatan pada otot ekstremitas
atas dan bawah secara signifikan.Pada otot
deltoid, rhomboid, pectoralis, serratus anterior,
latisimus dorsi, trapezius, triceps, ilipsoas, dan
gluteus dan abdominalis dengan nilai otot 3,
sedangkan tibialis anterior dengan nilai 1. Pada
otot quadriceps memiliki nilai 4. Walaupun
begitu, latihan penguatan akan tetap menjaga
fungsi fisiologis otot sehingga keadaan anak
tidak menjadi lebih buruk.
EVALUASI PENGUKURAN EKSPANSI THORAKS

No Patokan Hasil

1 Manubrium sterni 0,5 cm

2 Papilla mamae 1 cm

3 Proc. Xhypoideus 1 cm
EVALUASI PENGUKURAN LINGKAR
SEGMEN (TUNGKAI)

Patokan Kanan (cm) Kiri (cm)

15 cm diatas condylus lateral 28 27

10 cm diatas condylus lateral 26 25,5

5 cm diatas condylus lateral 23 23

tepat pada condylus lateral 23 21

5 cm dibawah condylus lateral


21 20
10 cm dibawah condylus lateral
21 20
15 cm dibawah condylus lateral
20 20
EVALUASI PENGUKURAN LINGKAR SEGMEN (LENGAN)

Patokan Kanan (cm) Kiri (cm)


15 cm diatas epicondylus lateral 17,5 17,5

10 cm diatas epicondylus lateral 16 16

5 cm diatas epicondylus lateral 17 16,5

tepat pada epicondylus lateral 15 16

5 cm dibawah epicondylus

lateral 16 15
10 cm dibawah epicondylus

lateral 13 12,5
15 cm dibawah epicondylus

lateral 13 12
CONT...

 Kesimpulan : setelah dilakukan breathing


excercise dan strenghtening otot, belum
ditemukan adanya peningkatan ekspansi
thoraks. Pada evaluasi ekspansi thoraks anak
saat inspirasi dan inspirasi ditemukan hasil 0,5-
1 cm saat diukur dengan midline. Hal ini
menunjukkan masih kurangnya mobilitas dan
fleksibilitas pada thoraks saat digunakan untuk
bernafas. Kemudian pada pemeriksaan lingkar
segmen, ditemukan bahwa lengan dan tungkai
kiri lebih besar dibandingkan dengan lengan dan
tungkai kanan. Namun selisihnya tidak terlalu
jauh, hanya berkisar 0,5-1 cm.
CONT...
 Test gerak fungsi dasar
 Pasien diminta untuk melakukan beberapa
gerak aktif misal menekuk kaki dan tangannya.
Hasil : Pada grup AGA pasien melakukan
dengan full ROM, pada grup AGB tidak bisa full
ROM.
 Fisioterapi melakukan beberapa gerakan pasif
seperti fleksi ekstensi kaki dan tangan.
Hasil: Normal (AGA : Full ROM, dan AGB : Full
ROM).
CONT..

 Kesimpulan : belum ada peningkatan LGS aktif


yang signifikan, namun anak sudah mau
berusaha untuk meningkatkan gerakannya.
EVALUASI SENSORIS
Sensoris T Awal T Akhir

Visual 2 2

Auditori 2 2

Touch (hand & foot) 2 2

Smell 2 2

Taste 2 2

Tactile 2 2

Proprioceptive 1 1

Vestibullar 1 1
CONT...

 Kesimpulan : setelah diberikan perlakuan, belum


ditemukan adanya perbaikan yang signifikan
pada pemeriksaan sensorik, yaitu masih
ditemukan adanya gangguan pada sensoris
vestibular dan propioseptif dengn nilai 1. Hal ini
ditunjukkan dengan ketergantungan anak untuk
bangkit berdiri. Anak masih membutuhkan
bantuan penuh dari orang lain untuk bangkit
berdiri dari posisi duduk. Namun anak sudah
jarang jatuh tanpa sebab setelah terapi.
EVALUASI POSTUR DENGAN GMFM

 Dimensi A : 92,1 %
 Dimensi B : 83,3 %

 Dimensi C : 90,4 %

 Dimensi D : 15,38%

 Dimensi E : 0%

TOTAL : 281,18 : 5 = 56,23 %


 Kesimpulan : terdapat sedikit peningkatan

(3,95%) kemampuan gross motor yang dicapai


anak tetapi GMFM tetap pada dimensi C.
EVALUASI FUNGSIONAL DENGAN INDEKS
BARTHEL

No Aktivitas T Awal T Akhir

1 Makan 10 10
Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan
2 5 10
sebalinya/ termasuk duduk di tempat tidur
Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir, mencukur
3 5 5
dan menggosok gigi)
4 Aktivitas di toilet (menyemprot, mengelap) 10 10
5 Mandi 0 0
Berjalan di jalan yang datar ( jika tidak mampu jalan
6 10 15
melakukannya dengan kursi roda)
7 Naik turun tangga 5 5
8 Berpakaian (termasuk memakai sepatu) 5 5
9 Mengontrol BAB 10 10
10 Mengontrol BAK 10 10
CONT..

 Skor ketergantungan : 70 (ketergantungan


moderat)
 Kesimpulan : pada pemeriksaan fungsional
dengan indeks barthel, belum ditemukan adanya
peningkatan kemandirian dari anak. Tingkat
ketergantungan anak masih pada level moderat
yaitu dengan skor nilai 70. Anak masih
membutuhkan bantuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari yaitu pada saat mandi, naik
turun tangga, dan berpakaian.
KESIMPULAN
 Setelah dilakukan fisioterapi pada pasien An.
Alin Afifa dengan diagnosa Spinal Muscular
Atrophy dengan strengthening dan terapi latihan
didapati adanya sedikit peningkatan pada
GMFM.

You might also like