You are on page 1of 21

i

MAKALAH TEKNOLOGI PAKAN


“Teknologi Pengolahan Hijauan Secara Biologis”

OLEH:
KELOMPOK 10
KELAS D

Rendra Radjasa 200110150214


Ilman Maulani 200110160261
M Fadly N 200110160268
Clara E.B Sagala 200110160272
Vina Ristiani Nurmalia 200110160273

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018

ii
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat

Rahmat dan Karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan penulisan makalah ini

tanpa adanya hambatan yang berarti. Shalawat serta salam semoga senantiasa

terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para

sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman.

Penulisan makalah yang berjudul “Teknologi Pengolahan Hijauan Secara

Biologis” ini penyusun ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi
Pakan. Tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

secara langsung maupun tidak langsung telah ikut terlibat dalam pembuatan

makalah ini.

Penyusun berharap dengan dibuatnya makalah ini dapat menambah

pengetahuan dan wawasan kita semua. Kami juga menyadari bahwa dalam

pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu

penyusun mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak agar dalam pembuatan
makalah selanjutnya dapat lebih baik.

Sumedang, November 2018

Penyusun

ii
3

DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah .......................................................................... 2
1.3 Maksud dan Tujuan ........................................................................... 2

II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

2.1 Pengertian Silage .............................................................................. 3


2.2 Metode dan Prinsip Dasar Pembuatan Silase .................................... 3
2.3 Tahap atau fase fermentasi silase ...................................................... 5
2.4 Kualitas Silage .................................................................................. 7
2.5 Pembahasan Jurnal ............................................................................ 10
2.6 Pengertian Jerami .............................................................................. 11
2.7 Daya Cerna Jermai ............................................................................ 11
2.8 Pengolahan Jerami ............................................................................ 12
2.9 Pengawetan Jerami ............................................................................ 13
2.10 Fermentasi Jerami ........................................................................... 14

V KESIMPULAN ..................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 17

LAMPIRAN ........................................................................................... 18

ii
1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan merupakan faktor penting dalam program pembangunan peternakan,

yang mempengaruhi efisiensi dan kesuksesan dalam usaha peternakan baik dari

segi kualitas maupun kuantitasnya. Hijauan adalah pakan utama yang diberikan

pada ternak ruminansia digunakan sebagai sumber karbohidrat, protein, vitamin dan

mineral. Hijauan sangat diperlukan oleh ternak ruminansia, karena 74–90%

makanan yang dikonsumsi berasal dari hijauan baik dalam bentuk segar maupun

dalam bentuk kering (Susetyo, 1980).

Menurut penelitian Purba et al., (1997) menyatakan bahwa pelepah sawit

yang diberikan secara lansung dapat terjadi penurunan berat badan 7,9% selama 30

hari. Hal ini karena faktor pembatas yang terdapat pada pelepah kelapa sawit.

Faktor pembatas pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit sebagai pakan ternak

adalah terdapatnya kandungan lignin yang tinggi dan kadar proteinnya rendah

(Prabowo dkk, 2011). Kandungan protein kasar pelepah sawit yang rendah dan

kandungan lignin yang tinggi maka akan menjadi kendala pelepah sawit sebagai

pakan ternak. Kadar lignin yang tinggi pada pelepah sawit yaitu 16,9%, diperlukan

teknologi pengolahan pelepah sawit. Pengolahan bertujuan untuk merenggangkan

dan memutus ikatan lignoselulosa.

Kemajuan teknologi dibidang pengolahan pakan yang ada saat ini dapat

diterapkan untuk meningkatkan kualitas limbah agroindustri menjadi bahan pakan

yang bermutu yaitu dengan bioteknologi. Pengolahan pakan dapat dilakukan untuk

meningkatkan nilai gizi pada bahan pakan yaitu pengolahan secara kimia dan secara

ii
2

biologis. Pengolahan secara kimia adalah upaya mengubah sifat pakan melalui

penambahan bahan kimia seperti amoniasi urea yang dapat dilakukan dengan cara

basah dan cara kering sedangkan pengolahan secara biologis yaitu pengolahan

bahan dilakukan dengan enzim melalui bantuan mikroba yang sesuai disebut juga

dengan fermentasi. Perlakuan amoniasi urea dapat merenggangkan ikatan

lignoselulosa dan lignohemiselulosa sehingga bahan yang diamoniasi tersebut

mudah dicerna oleh enzim mikroba rumen di samping dapat meningkatkan

kandungan nitrogennya (Komar, 1984)

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan silase/silage.

2. Bagaimana prinsip dasar fermentasi pada silase.

3. Apa saja tahan atau fase silase.

4. Apa yang dimaksud dengan umum jerami.

5. Bagaimana fermentasi jerami.

1.3 Maksud dan Tujuan

1. Mengetahui yang dimaksud dengan silase/silage.

2. Mengetahui prinsip dasar fermentasi pada silase.

3. Mengetahui tahap atau fase silase.

4. Mengetahui yang dimaksud dengan jerami.

5. Mengetahui fermentasi jerami.

ii
3

II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Silase

Silase merupakan awetan basah segar yang disimpan dalam silo, sebuah

tempat yang tertutup rapat dan kedap udara, pada kondisi anaerob. Pada suasana

anaerob tersebut akan mempercepat pertumbuhan bakteri anaerob untuk

membentuk asam laktat (Mugiawati, 2013). Indonesia melimpah akan limbah

pertanian dan hasil samping agroindustri yang dapat digunakan sebagai pakan

ternak jika diolah dengan benar seperti diawetkan dalam bentuk silase. Hijauan

yang ideal digunakan sebagai silase adalah segala jenis tumbuhan atau hijauan

serta bijian, terutama yang mengandung banyak karbohidrat, seperti : rumput,

sorghum, jagung, biji-bijian kecil, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol

jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi. Pakan tersebut merupakan

pakan yang paling digemari olah ternak termasuk ternak ruminansia (Direktorat

Pakan Ternak, 2011). Suparjo (2004) menambahkan bahwa salah satu

keberhasilan dalam pembuatan silase yakni dari faktor tanaman. Bahan yang baik

dijadikan silase hendaknya mengandung karbohidrat terlarut berupa gula atau

WSC (Water Soluble Carbohydrates) yang cukup, biasanya WSC tanaman

dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni jenis spesies, fase pertumbuhan, budidaya

dan iklim.

2.2 Metode dan Prinsip Dasar Pembuatan Silase

2.2.1 Metode Pemotongan

1. Hijauan dicincang dahulu dengan ukuran 3-5 cm.

ii
4

2. Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastic

3. Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak)

4. Tutup dengan plastik dan tanah

2.2.2 Metode Pencampuran

Hijauan dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk

mempercepat fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk,

meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan. Bahan campuran dapat berupa:

asam-asam organik (asam formiat, asam sulfat, asam klorida, asam propionat),

molases/tetes, garam, dedak padi, menir /onggok.

2.2.3 Metode Pelayuan

1. Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering 40%

50%)

2. Lakukan seperti metode pemotongan

Proses pembuatan silase secara garis besar terdiri atas empat fase : (1) fase

aerob; (2) fase fermentasi; (3) fase stabil dan (4) fase pengeluaran untuk diberikan

kepada ternak. Setiap fase mempunyai ciri-ciri khas yang sebaiknya diketahui agar

kualitas hijauan sejak dipanen, pengisian ke dalam silo, penyimpanan dan periode

pemberian pada ternak dapat dipelihara dengan baik agar tidak terjadi penurunan

kualitas hijauan tersebut (Sapienza dan Bolsen, 1993).

Proses pembuatan silase (ensilage) akan berjalan optimal apabila pada saat

proses ensilase diberi penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa inokulum

bakteri asam laktat ataupun karbohidrat mudah larut. Fungsi dari penambahan

akselerator adalah untuk menambahkan bahan kering untuk mengurangi kadar air

silase, membuat suasana asam pada silase, mempercepat proses ensilase,

menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur, merangsang produksi

ii
5

asam laktat dan untuk meningkatkan kandungan nutrien dari silase (Schroeder,

2004).

Selama proses fermentasi asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai

zat pengawet sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme

pembusuk. Bakteri asam laktat dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan

berkembang pada saat dilakukan fermentasi secara alami, tetapi untuk menghindari

kegagalan fermentasi dianjurkan untuk melakukan penambahan inokulum bakteri

asam laktat (BAL) yang homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya fermentasi

asam laktat. Inokulum BAL merupakan additive paling populer dibandingkan asam,

enzim atau lainnya. Peranan lain dari inokulum BAL diduga adalah sebagai

probiotik, karena inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen ternak

dan silase pakan ternak dapat meningkatkan produksi susu dan pertambahan berat

badan pada sapi (Weinberg et al., 2004).

2.3 Tahap atau fase fermentasi silase

Secara esensial tujuan peternak membuat silase adalah sebagai alternatif

pakan ternak pada saat musim kemarau datang akibat susahnya memperoleh

hijauan pakan ternak pada saat musim kemarau, meskipun hal ini sangat

kontradiktif dengankondisi ketersediaan pakan hijauan pada saat musim hujan,

namun dengan adanya silase kesulitan dalam memperoleh pakan ternak pada

musim kemaraupun dapat teratasi. Selain itu tujuan dibuatnya silase adalah untuk

emaksimalkan pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau

bahan pakan ternak lainnya, agar bisa disimpan dalam kurun waktu yang lama

(Direktorat Pakan Ternak, 2011)

ii
6

Menurut Elfering (2010), proses fermentasi pada silase terdapat 4 tahapan,

yaitu:

1. Fase aerobik, normalnya fase ini berlangsung sekitar beberapa jam yaitu

ketika oksigen yang berasal dari atmosfir dan berada diantara partikel

tanaman berkurang. Oksigen yang berada diantara partikel tanaman

digunakan untuk proses repirasi tanaman, mikroorganisme aerob, dan

fakultatif aerob seperti yeast dan Enterobacteria.

Kondisi ini merupakan sesuatu yang tidak diinginkan pada proses ensilase

karena mikroorganisme aerob tersebut juga akan mengkonsumsi karbohidrat yang

sebetulnya diperlukan bagi bakteri asam laktat. Kondisi ini akan menghasilkan air

dan peningkatan suhu sehingga akan mengurangi daya cerna kandungan nutrisi.

Dalam fase ini harus semaksimal mungkin dilakukan pencegahan masuknya

oksigen yaitu dengan memperhatikan kerapatan silo dan kecepatan memasukkan

bahan dalam silo. Selain itu juga harus diperhatikan kematangan bahan,

kelembaban bahan, dan panjangnya pemotongan hijauan (Direktorat Pakan Ternak,

2011).

2. Fase fermentasi, fase ini merupakan fase awal dari reaksi anaerob. Fase ini

berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung dari

komposisi bahan dan kondisi silase. Jika proses ensilase berjalan sempurna

maka bakteri asam laktat sukses berkembang. Bakteri asam laktat pada fase

ini menjadi bakteri predominan dan menurunkan pH silase sekitar 3,8-5.

Bakteri asam laktat akan menyerap karbohidrat dan menghasilkan asam

laktat sebagai hasil akhirnya. Penurunan pH dibawah 5,0 perkembangan

bakteri asam laktat akan menurun dan akhirnya berhenti. Dan itu merupakan

ii
7

tanda berakhirnya fase-2 dalam fermentasi hijauan fase ini berlangsung

sekitar 24-72 jam (Direktorat Pakan Ternak, 2011).

3. Fase stabilisasi, fase ini merupakan kelanjutan dari fase kedua. Fase

stabilisasi menyebabkan aktivitas fase fermentasi menjadi berkurang secara

perlahan sehingga tidak terjadi peningkatan atau penurunan nyata pH,

bakteri asam laktat, dan total asam.

4. Fase feed-out atau aerobic spoilage phase. Silo yang sudah terbuka dan

kontak langsung dengan lingkungan maka akan menjadikan proses

aerobik terjadi. Hal yang sama terjadi jika terjadi kebocoran pada silo maka

akan terjadi penurunan kualitas silase atau kerusakan silase.

Ratnakomala (2009) menambahkan bahwa pada saat proses ensilase

terjadi 3 proses perombakan yang penting yaitu proses yang terjadi pada tanaman,

proes kimiawi dan proses biologi.

2.4 Kualitas Silage

2.4.1 Kualitas silase secara kualitatif

Silase jika dinilai dari segi kualitatif dapat ditinjau dari beberapa

parameter seperti pH, suhu, tekstur, warna dan kandungan asam laktatnya

(Ratnakomala, 2006). Silase dikatakan memiliki kualitas yang baik jika pH

maksimum 3,8-4,2, kemudian memiliki bau seperti buah-buahan dan sedikit

asam, sangat wangi, sehigga terdorong untuk mencicipinya, kemudian apabila

digigit terasa manis dan terasa asam seperti yogurt atau yakult, kemudian

memiliki warna hijau kekuning-kuningan. Silase yang baik memiliki tekstur

kering, namun apabila dipegang terasa lembut dan empuk (Direktorat Pakan

Ternak, 2012).

ii
8

Direktorat Pakan Ternak (2011) melaporkan bahwa kriteria silese yang

baik dapat dinilai dari beberapa aspek yaitu:


Indikator Bobot Penjelasan Nilai
Penilaian
Wangi 25  Wangi seperti buah-buahan dan 25
sedikit asam, sangat wangi
 Bau asam wangi
 Tidak ada bau 20
 Seperti jamur dan kompos bau 10
tidak sedap 0
Rasa 25  Manis, sedikit asam, seperti yogurt 25
 Sedikit asam 20
 Tidak ada rasa 10
 Tidak sedap 0
Warna 25  Hijau kekuning-kuningan 25
 Coklat agak kehitaman 10
 Hitam mendekati warna kompos 0
Sentuhan 25  Kering tetapi kalau dipegang terasa 25
lembut, lunak. 20
 Kandungan airnya terasa sedikit
banyak tapi tidak basah 0
 Terasa basah sedikit becek

Jumlah 100 Jumlah nilai: wangi + warna + bau +


Sentuhan

Kualitas silase yang baik selalu ditunjukkan dengan didapatkannya pH

yang optimum yaitu antara 3,8-4,2. Kegagalan dalam pembuatan silase dapat

disebabkan, oleh beberapa faktor antara lain proses pembuatan yang salah, terjadi

kebocoran silo sehingga tidak tercapai suasana yang anaerob, tidak tersedianya

karbohidrat terlarut berupa gula, berat kering awal yang rendah sehingga silase

ii
9

menjadi terlalu basah, dan memicu pertumbuhan mikroorganisme pembusuk

yang tidak diharapkan (Ratnakomala et al., 2006).

Kerusakan silase diperhitungkan sebagai persentase dari silase yang rusak

dibandingkan dengan jumlah keseluruhan silase dalam satu silo. Silase yang

mengalami kerusakan dapat terlihat dari tekstur silase yang rapuh, berwarna

coklat kehitaman, dan berbau busuk serta banyak ditumbuhi jamur. Pada

umumnya kerusakan terjadi pada permukaan dekat penutup silo (Ratnakomala et

al., 2006).

2.4.2 Kualitas silase secara kuantitatif

Hernaman (2009) menerangkan bahwa karbohidrat bersifat hidrofilik dan

dapat menarik air sehingga dapat meningkatkan kadar air pada pakan hijauan

yang dikonversi menjadi silase. Penelitian dari Mugiawati (2013) didapatkan

bahwa dengan menggunakan bakteri asam laktat 60 ml pada pembuatan silase

rumput gajah menghasilkan kadar air yang lebih tinggi dengan kadar air 79,53%

dibandingkan dengan perlakuan yang hanya menggunakan bakteri asam laktat

sebanyak 40 ml hal ini dikarenakan bakteri asam laktat yang mampu mengubah

glukosa menjadi air. Mc Donald (1981) selama proses ensilase berlangsung maka

terjadi penurunan kandungan bahan kering (BK) dan peningkatan kadar air yang

disebabkan oleh tahap ensilase yang pertama yaitu dimana respirasi masih

berlangsung dimana glukosa diubah menjadi CO2, H2O, dan panas Kadar air

ideal dalam pembuatan silase yakni sekitar 60%-70% karena jika kadar air

melebihi 70% maka silase yang dihasilkan tidak begitu disukai ternak. Silase ini

kurang masam dan mempunyai konsentrasi asam butirat dan N-Amonia tinggi.

Sedangkan silase dengan konsentrasi akan mengakibatka proses fermentasi

terbatas. Hal ini akan berdampak pada silase yang dihasilkan akan memiliki pH

ii
10

yang tinggi dan konsentrasi asam laktat rendah sehingga dapat memicu bakteri

pembusuk tumbuh (Suparjo, 2004). Protein merupakan elemen yang pentin

dalam jaringan-jaringan tubuh. Tubuh memerlukan protein untuk mengganti sel-

sel yang rusak serta untuk produksi. Protein juga akan diubah menjadi energi saat

diperlukan. Akan tetapi tidak seperti tumbuhan, hewan tidak mampu

menghasilkan protein sendiri dari zat-zat anargonis. Oleh karena itu, hewan perlu

mendapatkan protein dari bahan-bahan pakan yang dikonsumsi. Dalam bahan

pakan setidaknya protein yang terkandung antara 13%-19% tergantung pada

kondisi ternak (Sudarmono, 2008). Bahan pakan lengkap yang diberikan kepada

ternak idealnya mengandung protein 14% (Direktorat Pakan Ternak, 2011).

Penelitian (Yunus, 2009) pada penelitian pembuatan silase dengan

penambahan lamtoro 30% dan molases 5% mampu meningkatkan kandungan

protein yang terkandung dalam silase rumput gajah hingga 5,44%.

Serat kasar merupakan hidrat arang yang tidak larut sehingga bahan ini

akan tinggal dalam rumen lebih lama dan dapat menekan konsumsi. Bahan ini

berfungsi sebagai bulky pengenyang dan dapat merangsang proses pencernaan

agar berlangsung lebih baik. Kandungan serat kasar yang ideal diberikan pada

ternak sapi paling sedikit 13% dari bahan kering didalam ransum.

2.5 Pengaruh Penambahan Dedak Padi dan Lactobacillus planlarum

lBL-2 dalam Pembuatan Silase Rumput Gajah

Penggunaan aditif dedak padi pada pembuatan silase dengan berbagai

level dedak dengan penambahan Lactobacillus plantarum I BL-2 106 cfir/g hijauan

memberikan pengaruh terhadap beberapa parameter kualitas silase. Level dedak

padi memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap penunman pH silase,

ii
11

kandungan total asam (DP 5o/o), % ADF dan % NDF (DP 3%) dibandingkan

dengan kontrol. Perlakuan antara level dedak padi DP l% dan DP 5% tidak

memberikan perbedaan yang nyata terhadap beberapa parameter kualitas silase

yaitu bahan organik, abu, bahan kering, srn^.r panen, % rusah jumlah koloni

bakteri asam laktat akhir dan asam laktat. trvel dedak dalam aplikasi pernbuatan

silase dapat berpengaruh terhadap kualitas silase dan dapat digunakan sebagai

tambahan mulai l%w/w sampai5%w/w.

2.6 Pengertian Jerami

Yang dimaksud jerami adalah bagian batang tumbuhan yang setelah dipanen

bulir-bulir buahnya baik bersama tangkainya atau tidak dikurangi dengan akar dan

sisa batang yang disabit dan masih tegak dipermukaan tanah. Produksi jerami padi

bervariasi yaitu dapat mencapai l2- 15 ton per hektar satu kali panen, atau 4-5 ton

bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang

digunakan. Jerami padi dihasilkan 1-2 kali di daerah kering, dan sebagian petani

masih membiarkannya tertumpuk pada lahan sawah sampai datangnya musim

tanam kembali.

Jerami padi melimpah selama musim hujan, namun langka pada musim

kemarau. Jumlahnya cukup besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan, potensinya

sebagai salah satu sumber makanan ternak memang memiliki nulai nutrisi yang

relatif rendah.

2.7 Daya Cerna Jerami

Jika dibandingkan dengan rumput maka daya cerna jerami padi lebih

lambat. Yang dimaksud daya cerna adalah lamanya makanan berada dalam saluran

ii
12

pencernaan sejak mulai masuk dari mulut sampai keluar melalui anus. Untuk

jerami padi waktu cerna dapat mencapai 5-12 hari, sedangkan rumput hanya 2-3

hari saja. Semakin cepat waktu cernanya maka ternak makin mudah lapar lagi dan

akan mengkonsumsi makanan lebih banyak. Sebaliknya makin lambat proses

pencernaan maka hewan juga akan membutuhkan waktu yang lama untuk lapar

kembali sehingga menyebabkan jumlah pakan yang dikonsumsi lebih

sedikit. Ditambah lagi nilai nutrisi jerami yang relatif rendah menyebabkan nutrisi

yang masuk ke tubuh ternak jga sedikit dan ternak menjadi kekurangan nutrisi.

Penghambat daya cerna pada jerami adalah kandungan lignin, silika dan

kutin yang relatif tinggi karena jerami adalah tanaman yang sudah tua dan telah

melewati fase generatif (sudah berbuah). Namun potensi jerami sebagai sumber

energi cukup baik. Pengolahan dan Pengawetan jerami merupakan upaya untuk

dapat meningkatkan daya cerna dan mempertahanakan kualitas selama mungkin

selama penyimpanan. Jerami bisa disimpan dan diawetkan dengan cara

pengeringan (haylage) dan silage.

2.8 Pengolahan Jerami

Pengolahan yang dimaksud di sini adalah daya upaya untuk meningkatkan

daya cerna jerami sesuai dengan kualitas rielnya. Efektifitas cerna mikroorganisme

ditingkatkan agar dapat menghancurkan lignin, silika dan kutin, di samping itu

masih dapat meningkatkan kandungan protein.

Kandungan zat-zat makanan pada jerami padi


Uraian Kandungan (%)
Bahan kering (BK) 47,95
Protein kasar (% BK) 4,04
Serat kasar (% BK) 31,62
Lemak (% BK) 0,53

ii
13

2.9 Pengawetan Jerami

Jerami bisa disimpan dalam keadaan segar dan kering. Pada prinsipnya

dalam upaya menyimpan jerami agar tidak mengalami kerusakan selama

penyimpanan, perlu diusahakan agar tidak terjadi perkembangan jamur dan bakteri

yaitu dengan menambahkan urea.

Peyimpanan segar :

Bahan-dan alat :

 Jerami segar seberat 500 kg

 Urea 7,5 kg

 Terpal 2 buah

 Sabit/Parang

 Tali plastik

Cara mengawetkan :

 Jerami padi segar setelah dipanen, dikumpulkan kemudian dikat padat atau

dipres

 Bagian ujung jerami yang tidak rata dipotong dan dirapikan pada saat jerami

dipres (ditekan atau dipadatkan).

 Terpal plastik dibentangkan di atas tanah karena nantinya jerami akan

dibungkus dengan terpal tersebut. Kemudian jerami diletakan secara

berlapis-lapis, setiap lapisan ditaburi urea secara merata.

 Jika telah cukup, maka terpal plastik digunakan sebagai pembungkusnya

dan diupayakan agar padat dan rapat agar udara tidak masuk.

 Terpal diikat kencang agar udara tidak masuk kedalam bungkusan jerami.

ii
14

 Jerami dapat disimpan selama 30-90 hari. Sebelum diberikan pada ternak,

pembungkus jerami (terpalnya) dibuka dulu dan biarkan jerami diangin-

anginkan. Setelah itu siap diberikan pada ternak.

2.10 Jerami Fermentasi

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas jerami padi,

baik dengan cara fisik, kimia maupun biologis. Tetapi cara-cara tersebut biasanya

disamping mahal, juga hasilnya kurang memuaskan. Dengan cara fisik misalnya,

memerlukan investasi yang mahal; secara kimiawi meninggalkan residu yang

mempunyai efek buruk sedangkan dengan cara biologis memerlukan peralatan yang

mahal dan hasilnya kurang disukai ternak (bau amonia yang menyengat). Cara yang

relatif murah, praktis dan hasilnya sangat disukai ternak adalah fermentasi dengan

menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik,

lipolitik dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (contohnya : starbio,

starbioplus, EM-4 dan lain-lain).

Bahan.

 Jerami : 1 ton

 Urea : 6 kg

 Starbio atau bahan sejenis : 6 kg

 Air secukupnya

Tempat pembuatannya harus ada naungan/atap terhindar dari hujan dan sinar

matahari langsung.

Cara Pembuatan :

ii
15

 Jerami kering panen dilayukan selama ± 1 hari untuk mendapatkan kadar

air mendekati 60%, dengan tanda-tanda jerami kita remas, air tidak menetes

tetapi tangan kita basah.

 Jerami yang sudah dilayukan tersebut dipindahkan ke tempat pembuatan

dengan cara ditumpuk setebal 20-30 cm (boleh diinjak-injak)

 Kemudian ditaburkan urea, bahan pemacu mikroorganisme (starbio atau

bahan sejenis) dan air secukupnya kemudian ditumpuk lagi jerami.

 Seperti cara di atas sehingga mencapai ketinggian + 1,5 m.

 Tumpukan jerami dibiarkan selama 27 hari (tidak perlu dibolak-balik).

 Setelah 21 hari tumpukan jerami dibongkar lalu diangin-anginkan atau

dikeringkan.

 Jerami siap diberikan pada ternak atau kita stok dengan digulung, dibuka

dan disimpan dalam gudang.

 Tahan disimpan selama ± 1 tahun.

Catatan :

Dalam membuat jerarni fermentasi tidak perlu ditutup. Apabila membuat

jerami fermentasi dalam jumlah sedikit tumpukan jerami bisa ditutup dengan

sehelai karung goni. Selain jerami, bahan lain yang bisa difermentasi untuk

makanan ternak antara lain : alang-alang, pucuk tebu dll. Alang-alang dibuat

fermentasi dengan dilayukan terlebih dahulu dan harus dipotong-potong antara 5-

10 cm (bahan sama yaitu starbio dan urea).

Fungsi urea pada proses pembuatan fermentasi adalah sebagai pensuplai NH4 ini

digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam proses fermentasi. Jadi

disini urea tidak sebagai penambah nutrisi pakan. Bisa juga dikatakan sebagai

katalisator dalam proses fermentasi

ii
1

KESIMPULAN

1. Silase merupakan pakan yang telah diawetkan yang di proses dari bahan

baku yang berupa tanaman hijauan, limbah industri pertanian, serta bahan

pakan alami lainya, dengan jumlah kadar / kandungan air pada tingkat

tertentu kemudian di masukan dalam sebuah tempat yang tertutup rapat

kedap udara, yang biasa disebut dengan Silo, selama sekitar tiga minggu.

2. Prinsip dasar silase yaitu pemotongan, pelayuan dan pencampuran.

3. Proses fermentasi terjadi dalam enam fase. Fase pertama terjadi respirasi

sel, fase kedua terjadi produksi asam asetat, asam laktat, dan etanol, fase

ketiga sampai keempat terjadi pembentukan asam laktat, fase kelima terjadi

penyimpanan material, dan fase keenam terjadi dekomposisi aerob saat silo

dibuka.

4. Jerami adalah bagian batang tumbuhan yang setelah dipanen bulir-bulir

buahnya baik bersama tangkainya atau tidak dikurangi dengan akar dan sisa

batang yang disabit dan masih tegak dipermukaan tanah. Produksi jerami

padi bervariasi yaitu dapat mencapai l2- 15 ton per hektar satu kali panen,

atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman

yang digunakan.

5. Fermentasi jerami yaitu dengan menambahkan bahan mengandung mikroba

proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik dan bersifat fiksasi nitrogen non

simbiotik (contohnya : starbio, starbioplus, EM-4 dan lain-lain).

ii
2

DAFTAR PUSTAKA

BIP. 1983. Petunjuk Pengawetan Hijauan Makanan Ternak. Balai Informasi


Pertanian NTB. Departemen Pertanian.
BIP. 1986. Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pakan Ternak. Departemen
Pertanian. Ciawi.
Direktorat Pakan Ternak]. 2011. Pedoman Umum Pengembangan Lumbung Pakan
Ruminansia. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Dirta, M. 2007. Hubungan Umur dengan Zat Makanan Empelur Pelepah Sawit.
Fakultas Peternakan. Universitas Jambi. Jambi.
Efryantoni. 2012. Pola Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit–Sapi
sebagai Penjamin Ketersediaan Pakan Ternak. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Hartati, Erna. 2010. Bahan Ajar Mandiri Teknologi Pengolahan Pakan. Fakultas
Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang
Hidayat, Nur. April 2014. Karakteristik dan Kulitas Silase Rumput Raja
Menggunkana Berbagai Sumber dan Tingkat Penambahan Karbohidrat
Fermentable. Vol 14 No.1
Imsya, A. 2007. Konsentrasi N-Amonia, Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan
Bahan Organik Pelepah Sawit Hasil Amoniasi Secara In-vitro. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. Hal : 111-
114.
Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sebagai Makanan Ternak.
Yayasan Dian Grahita. Bandung
Mugiawati, R.E. 2013. Kadar Air dan pH Silase Rumput Gajah pada Hari ke-21
dengan Penambahan Jenis Additive dan Bakteri Asam Laktat. Jurnal
Ternak Ilmiah. 1 (1): 201-207
Murni,R.Suparjo,dkk. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk
Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Jambi
Ridwan, R, dkk. Desember 2005. Pengaruh Penambahan Dedak Padi dan
Lactobacillus Plantarum 1BL-2 dalam Pembuatan Silase Rumput Gajah.
Vol, 28 No.3.
Rismunandar, 1989. Mendayagunakan Tanaman Rumput. CetakanKe-III. PT
Sinar Baru: Bandung
Siregar, S.B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susetyo, B. 1980. Padang Penggembalaan. Departemen Ilmu Makanan Ternak
Fakultas Peternakan IPB. Bogor
Sutardi. 1996. Perubahan kadar vitamin E, B, dan karoten selama perkecambahan
beberapa kacang-kacangan. [Laporan Penelitian] Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Gadjah Mada.

ii
3

Taufikurrahman. Maret 2014. Pengaruh Penambahan Additive yang Berbeda


Terhadap Kualitas Fisik dan Derajat ke Asaman Silase Rumput Raja.
Uhudubdullah.blogspot.com/2014/03/ pengaruh-penambahan-aditive
Widyastuti, Y. 2008. Fermentasi Silase dan Manfaat Probiotik Silase bagi
Rouminansia. Media Peternakan. 31 (3) : 225-232.
Zailzar, L., Sujono, Suyatno dan A. Yani. 2011. Peningkatan Kualitas
Dan Ketersediaan Pakan Untuk Mengatasi Kesulitan di Musim Kemarau
Pada Kelompok Peternak Sapi Perah. Jurnal Dedikasi Vol. 8

ii

You might also like