You are on page 1of 38

1

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang rawat rumah sakit dengan
staf dan perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien dengan
penyakit, trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa. Peralatan standar di
Intensive Care Unit (ICU) meliputi ventilasi mekanik untuk membantu usaha
bernapas melalui Endotrakeal Tube (ETT) atau trakheostomi. Salah satu
indikasi klinik pemasangan alat ventilasi mekanik adalah gagal napas
(Musliha, 2010).
Gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan dan kematian
yang tinggi di instalasi perawatan intensif. Gagal napas terjadi bila pertukaran
oksigen terhadap karbondioksida dalam paru–paru tidak dapat memelihara
laju konsumsi oksigen (O2) dan pembentukan karbon dioksida (CO2) dalam
sel-sel tubuh. Hal ini mengakibatkan tekanan oksigen arteri kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbon dioksida lebih besar
dari 45 mmHg (Hiperkapnia). Gagal napas masih menjadi penyebab angka
kesakitan dan kematian yang tinggi di ruang perawatan intensif (Brunner&
Suddarth, 2002).
Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal napas adalah obstruksi
jalan napas, termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube (ETT). Obstruksi
jalan napas merupakan kondisi yang tidak normal akibat ketidak mampuan
batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau
berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak
efektif (Hidayat, 2005).
Hasil studi di Jerman dan Swedia melaporkan bahwa insidensi gagal
napas akut pada dewasa 77,6-88,6 kasus/100.000 penduduk/tahun. The
American- European Consensus on ARDS menemukan insidensi Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) antara 12,6-28,0 kasus/100000
penduduk/tahun serta kematian akibat gagal napas dilaporkan sekitar 40%.
Berdasarkan data peringkat 10 Penyakit Tidak Menular (PTM) yang terfatal
menyebabkan kematian berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) pada rawat

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
2

inap rumah sakit pada tahun 2010, angka kejadian gagal napas menempati
peringkat kedua yaitu sebesar 20,98% (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Data yang diperoleh dari buku registrasi pasien ICU RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado mulai dari bulan Januari- Oktober 2013 total pasien yang
dirawat di ICU adalah sebanyak 411 pasien dan yang mengalami kejadian
gagal napas sebanyak 132 pasien (32,1 %). Rata-rata pasien yang dirawat di
ICU adalah 41-42 pasien/bulan dan rata-rata yang mengalami kejadian gagal
napas adalah 13-14 pasien/bulan serta 10-11 pasien/bulan meninggal akibat
gagal napas (Berty, 2013).
Penanganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi pada
Endotrakeal Tube pada pasien kritis adalah dengan melakukan tindakan
penghisapan lendir (suction) dengan memasukkan selang kateter suction
melalui hidung/mulut/Endotrakeal Tube (ETT) yang bertujuan untuk
membebaskan jalan napas, mengurangi retensi sputum dan mencegah infeksi
paru. Secara umum pasien yang terpasang ETT memiliki respon tubuh yang
kurang baik untuk mengeluarkan benda asing, sehingga sangat diperlukan
tindakan penghisapan lendir (suction) (Nurachmah & Sudarsono, 2000).
Menurut Wiyoto (2010), apabila tindakan suction tidak dilakukan pada
pasien dengan gangguan bersihan jalan napas maka pasien tersebut akan
mengalami kekurangan suplai O2 (hipoksemia), dan apabila suplai O2 tidak
terpenuhi dalam waktu 4 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak
yang permanen. Cara yang mudah untuk mengetahui hipoksemia adalah
dengan pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2) yang dapat mengukur
seberapa banyak prosentase O2 yang mampu dibawa oleh hemoglobin.
Pemantauan kadar saturasi oksigen adalah dengan menggunakan alat
oksimetri nadi (pulse oxymetri), dengan pemantauan kadar saturasi oksigen
yang benar dan tepat saat pelaksanaan tindakan penghisapan lendir, maka
kasus hipoksemia yang dapat menyebabkan gagal napas hingga mengancam
nyawa bahkan berujung pada kematian bisa dicegah lebih dini.
Penelitian yang dilakukan Berty, dkk di ICU RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado tahun 2013 pada 16 pasien yang terpasang ETT dan terdapat
lendir. Sesudah dilakukan tindakan suction mengalami penurunan saturasi

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
3

oksigen. Tindakan suction ETT dapat memberikan efek samping antara lain
terjadi penurunan kadar saturasi oksigen >5%. Sebagian besar responden
yang mengalami penurunan kadar saturasi oksigen secara signifikan pada
saat dilakukan tindakan penghisapan lendir ETT yaitu terdiagnosis dengan
penyakit pada sistem pernapasan. Komplikasi yang mungkin muncul dari
tindakan penghisapan lendir salah satunya adalah hipoksemia/hipoksia. Hal
ini diperkuat oleh penelitian Maggiore et al, (2013) tentang efek samping dari
penghisapan lendir ETT salah satunya adalah dapat terjadi penurunan kadar
saturasi oksigen lebih dari 5%. Sehingga pasien yang menderita penyakit
pada sistem pernapasan akan sangat rentan mengalami penurunan nilai kadar
saturasi oksigen yang signifikan pada saat dilakukan tindakan penghisapan
lendir, hal tersebut sangat berbahaya karena bisa menyebabkan gagal napas
(Berty, 2013). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di ICU
RSUD Tenriawaru Kelas B Kabupaten Bone didapatkan data jumlah tempat
tidur di ICU sebanyak 10 tempat tidur, pasien yang dirawat di ICU 50%
terpasang ETT. Pada bulan November - Desember 2017 jumlah pasien yang
terpasang ETT sebanyak 10 pasien.
Mengingat pentingnya pelaksanaan tindakan penghisapan lendir (suction)
agar kasus gagal napas yang dapat menyebabkan kematian dapat dicegah
maka sangat diperlukan pemantauan kadar saturasi oksigen yang tepat. Hal
inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang sejauh
mana perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis yang dilakukan tindakan
suction endotracheal tube di Ruang Intensive Care Unit RSUD Tenriawaru
Kelas B Kabupaten Bone.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan diatas
maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut, adakah
perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis setelah dilakukan
tindakan suction endotracheal tube di ICU RSUD Tenriawaru Kelas B
Kabupaten Bone?

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
4

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui sejauh mana perubahan saturasi oksigen pada pasien
kritis yang dilakukan tindakan suction endotracheal tube di ICU RSUD
Tenriawaru Kelas B Kabupaten Bone.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui saturasi oksigen pada pasien sebelum dilakukan
tindakan suction.
b. Mengetahui saturasi oksigen pada pasien sesudah dilakukan
tindakan suction.
c. Menganalisis perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis sebelum
dan sesudah dilakukan tindakan suction.
d. Mengidentifikasi respon pasien pada saat mengalami perubahan
saturasi oksigen.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Perawat ICU
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi perawat dalam
melakukan tindakan suction untuk mencegah terjadinya perubahan
saturasi oksigen pada pasien kritis yang terpasang endotracheal tube.
2. Manfaat Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
sebagai dasar pertimbangan dalam metode melakukan tindakan suction
endotracheal tube pada pasien kritis.
3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pengalaman,
dan wawasan mengenai perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis
yang dilakukan tindakan suction endotracheal tube.
4. Manfaat Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan referensi atau acuhan
tambahan bila diadakan penelitian lebih lanjut khususnya bagi pihak lain
yang ingin mempelajari mengenai perubahan saturasi oksigen pada

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
5

pasien kritis yang dilakukan tindakan suction endotracheal tube.


5. Manfaat Bagi Peneliti
Menambah pengalaman dan wawasan peneliti dalam keperawatan
mengenai perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis yang dilakukan
tindakan suction endotracheal tube.

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI
1. Saturasi Oksigen
a. Oksigen
Oksigen atau zat asam adalah salah satu bahan farmakologi,
merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau digunakan untuk
proses pembakaran dan oksidasi. Oksigen merupakan unsur
golongan kalkogen dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir
semua unsur lainnya (utamanya menjadi oksida). Pada Temperatur
dan tekanan standar, dua atom unsur ini berikatan menjadi dioksigen,
yaitu senyawa gas diatomik. (Swidarmoko, 2010 ).
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur
vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini
diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali
bernapas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh
interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis
(Harahap, 2005).
Indikasi primer terapi oksigen adalah pada kasus hipoksemia
yang telah dibuktikan dengan pemeriksaan analisa gas darah.
Indikasi lain adalah trauma berat, infark miokard akut, syok, sesak
napas, keracunan CO, pasca anestesi dan keadaan-keadaan akut yang
diduga terjadi hipoksemia. Hipoksemia adalah penurunan tekanan
oksigen arteri dalam darah dapat memunculkan masalah perubahan
status mental (mulai dari gangguan penilaian, orientasi, kelam pikir,
letargi, dan koma), dyspnea, peningkatan tekanan darah, perubahan
frekuensi jantung, disritmia, sianosis, diaforesis dan ekstremitas
dingin. Kondisi hipoksemia ini biasanya mengarah kepada hipoksia
(Brunner & Suddarth, 2001).
b. Saturasi Oksigen
Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan
dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
7

95 – 100 %. Oksigen saturasi (SO2) dalam kedokteran sering disebut


sebagai "SATS", untuk mengukur persentase oksigen yang diikat
oleh hemoglobin di dalam aliran darah. Pada tekanan parsial
oksigen yang rendah, sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi,
maksudnya adalah proses pendistribusian darah beroksigen dari
arteri ke jaringan tubuh ( Hidayat, 2007).
Pada sekitar 90% (nilai bervariasi sesuai dengan konteks klinis)
saturasi oksigen meningkat menurut kurva disosiasi hemoglobin-
oksigen dan pendekatan 100% pada tekanan parsial oksigen >10
kPa. Saturasi oksigen atau oksigen terlarut (DO) adalah ukuran
relatif dari jumlah oksigen yang terlarut atau dibawa dalam media
tertentu, hal ini dapat diukur dengan probe oksigen terlarut seperti
sensor oksigen atau optode dalam media cair.
c. Pengukuran Saturasi Oksigen
Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa
tenik. Penggunaan oksimetri nadi merupakan tenik yang efektif
untuk memantau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang
kecil atau mendadak (Tarwoto, 2006).
Adapun cara pengukuran saturasi oksigen antara lain :
1) Saturasi Oksigen Arteri (SaO2)
Nilai dibawah 90% menunjukan keadaan hipoksemia (yang juga
dapat disebabkan oleh anemia). Hipoksemia karena SaO2 rendah
ditandai dengan sianosis. Oksimetri nadi adalah metode
pemantauan non invasif secara kontinyu terhadap saturasi
oksigen hemoglobin (SaO2). Meski oksimetri oksigen tidak bisa
menggantikan gas-gas darah arteri, oksimetri oksigen
merupakan salah satu cara efektif untuk memantau pasien
terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil dan mendadak.
Oksimetri nadi digunakan dalam banyak lingkungan, termasuk
unit perawatan kritis, unit keperawatan umum, dan pada area
diagnostik dan pengobatan ketika diperlukan pemantauan
saturasi oksigen selama prosedur.

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
8

2) Saturasi Oksigen Vena (SvO2)


Diukur untuk melihat berapa banyak mengkonsumsi oksigen
tubuh. Dalam perawatan klinis, SvO2 di bawah 60%,
menunjukkan bahwa tubuh adalah dalam kekurangan oksigen,
dan iskemik penyakit terjadi. Pengukuran ini sering digunakan
pengobatan dengan mesin jantung-paru (Extracorporeal
Sirkulasi), dan dapat memberikan gambaran tentang berapa
banyak aliran darah pasien yang diperlukan agar tetap sehat.
3) Tissue oksigen saturasi (StO2)
Dapat diukur dengan spektroskopi inframerah dekat tissue
oksigen saturasi memberikan gambaran tentang oksigenasi
jaringan dalam berbagai kondisi.
4) Saturasi oksigen perifer (SpO2)
Adalah estimasi dari tingkat kejenuhan oksigen yang biasanya
diukur dengan oksimeter pulsa.
Pemantauan saturasi O2 yang sering adalah dengan
menggunakan oksimetri nadi yang secara luas dinilai sebagai salah
satu kemajuan terbesar dalam pemantauan klinis (Giuliano &
Higgins, 2005). Alat ini merupakan metode langsung yang dapat
dilakukan di sisi tempat tidur, bersifat sederhana dan non invasive
untuk mengukur saturasi O2 arterial (Astowo, 2005 ).
d. Alat yang Digunakan dan Tempat Pengukuran
Alat yang digunakan adalah oksimetri nadi yang terdiri dari dua
diode pengemisi cahaya (satu cahaya merah dan satu cahaya
inframerah) pada satu sisi probe, kedua diode ini mentransmisikan
cahaya merah dan inframerah melewati pembuluh darah, biasanya
pada ujung jari atau daun telinga, menuju fotodetektor pada sisi lain
dari probe (Welch, 2005).
e. Faktor yang Mempengaruhi Bacaan Saturasi
Kozier (2002) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi
bacaan saturasi :
1) Hemoglobin (Hb)

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
9

Hb tersaturasi penuh dengan O2 walaupun nilai Hb rendah maka


akan menunjukkan nilai normalnya, misalnya pada klien dengan
anemia memungkinkan nilai SpO2 dalam batas normal.
2) Sirkulasi
Oksimetri tidak akan memberikan bacaan yang akurat jika area
yang di bawah sensor mengalami gangguan sirkulasi.
3) Aktivitas
Menggigil atau pergerakan yang berlebihan pada area sensor
dapat menggangu pembacaan SpO2 yang akurat.
f. Prosedur pengukuran
1) Persiapan Alat
a) Oksimetri nadi
b) Sensor probe
c) Pembersih cat kuku
2) Persiapan Pasien
a) Pada pasien dan keluarganya
b) Bersihkan tempat yang akan diukur
c) Tentukan tepat yang akan diukur
g. Pelaksanaan
1) Cuci tangan
2) Cek sirkulasi perifer dengan menggunakan teknik pengisian
kapiler
3) Cek fungsi alat oksimetri nadi
4) Bersihkan kuku dari cat kuku atau lepaskan anting-anting bila
kita akan mengukur ditelinga
5) Bersihkan area pengukuran dengan alcohol
6) Pasang sensor probe
7) Anjurkan pasien untuk bernafas biasa
8) Tekan tombol on pada oksimetri nadi
9) Dengarkan suara atau tanda dari oksimetri nadi
10) Observasi gelombang yang ada pada oksimetri nadi
11) Yakinkan bahwa batas alarm alat sudah sesuai dengan kondisi

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
10

yang diperlukan
12) Baca dan catat hasil pengukuran
13) Bila dilakukan pemantauan yang terus menerus maka pindahkan
sensor probe tiap 2 jam
14) Bila dilakukan sesaat, lepaskan probe dan matikan
oksimetri nadi
15) Cuci tangan (Kozier & Erb, 2009).
h. Analisa Perubahan SaO2 Sebelum dan Sesudah Suction
Penelitian yang dilakukan Berty, dkk di ICU RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado tahun 2013 pada 16 pasien yang terpasang
ETT dan terdapat lendir. Sesudah dilakukan tindakan suction
mengalami penurunan saturasi oksigen. Tindakan suction tidak
hanya menghisap lendir, suplai oksigen yang masuk ke saluran napas
juga ikut terhisap, sehingga memungkinkan untuk terjadi hipoksemi
sesaat ditandai dengan penurunan saturasi oksigen (SpO2).
Tindakan suction ETT dapat memberikan efek samping antara
lain terjadi penurunan kadar saturasi oksigen >5%. Sebagian besar
responden yang mengalami penurunan kadar saturasi oksigen secara
signifikan pada saat dilakukan tindakan penghisapan lendir ETT
yaitu terdiagnosis dengan penyakit pada sistem pernapasan.
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan penghisapan lendir
salah satunya adalah hipoksemia/hipoksia, hal ini diperkuat oleh
penelitian Maggiore et al, (2013) tentang efek samping dari
penghisapan lendir ETT salah satunya adalah dapat terjadi
penurunan kadar saturasi oksigen lebih dari 5%. Pasien yang
menderita penyakit pada sistem pernapasan akan sangat rentan
mengalami penurunan nilai kadar saturasi oksigen yang signifikan
pada saat dilakukan tindakan penghisapan lendir, hal tersebut sangat
berbahaya karena bisa menyebabkan gagal napas (Berty, 2013).
Hiperoksigenasi adalah teknik terbaik untuk menghindari
hipoksemi akibat penghisapan dan harus digunakan pada semua
prosedur penghisapan. Hiperoksigenasi dapat dilakukan dengan

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
11

menggunakan kantong resusitasi manual atau melalui ventilator dan


dilakukan dengan meningkatkan aliran oksigen, biasanya sampai
100% sebelum penghisapan dan ketika jeda antara setiap
penghisapan lendir (Kozier & Erb, 2002).
Prosedur yang ada saat ini juga mempersyaratkan
hiperoksigenasi sebelum dilakukan tindakan hisap lendir, namun
pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi juga bisa menyebabkan
keracunan oksigen.

2. Pasien ICU
a. Pengertian Pasien
Pasien atau pesakit adalah seseorang yang menerima perawatan
medis. Kata pasien dari bahasa Indonesia analog dengan kata patient
dari bahasa Inggris. Patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu
patiens yang memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati yang
artinya "menderita”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pasien adalah orang sakit yang dirawat dokter. Dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran menyebutkan bahwa pasien adalah setiap orang yang
melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun
tidak langsung kepada dokter (Menerez, 2012).
Pasien kritis adalah pasien yang secara fisiologis tidak stabil,
sehingga mengalami respon hipermetabolik kompleks terhadap
trauma, sakit yang dialami akan mengubah metabolisme tubuh,
hormonal, imunologis dan homeostasis nutrisi. Pasien dengan sakit
kritis yang dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU) sebagian
besar menghadapi kematian, mengalami kegagalan multi organ,
gagal napas, menggunakan ventilator, dan memerlukan support
teknologi (Menerez, 2012).
b. Definisi ICU
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
12

yang dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat


dan mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat
memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ
ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan
kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis erat
kaitannya dengan perawatan intensif sehingga memerlukan
pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring serta
dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau
akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2007).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah sakit, ICU adalah suatu
bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur
pelayanan), dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus yang
di tujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam
nyawa atau potensial mengancam nyawa.
c. Indikasi Pasien Masuk ICU
1) Pasien sakit berat, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif seperti bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif
melalui infus secara terus-menerus. Contohnya pasien gagal
napas berat, pasca bedah jantung terbuka, shock septik.
2) Pasien yang memerlukan bantuan pemantauan intensif atau non
invasive sehingga komplikasi berat dapat dihindari atau
dikurangi. Contoh pasien pasca bedah besar dan luas, pasien
dengan penyakit jantung, paru, ginjal atau lainnya.
3) Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi
komplikasi akut, sekalipun manfaat ICU ini sedikit. Contoh
pasien dengan tumor ganas metastasis dengan komplikasi
infeksi, tamponade jantung, sumbatan jalan napas (Direktorat
Keperawatan dan Keteknisan Medik, 2006).

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
13

d. Indikasi Pasien Tidak Perlu Masuk ICU


1) Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan
laboratorium), kecuali keberadaannya diperlukan sebagai donor
organ.
2) Pasien menolak terapi bantuan hidup.
3) Pasien secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan lagi.
Contohnya pasien karsinoma stadium akhir, kerusakan susunan
saraf pusat dengan keadaan vegetatif (Direktorat Keperawatan
dan Keteknisan Medik, 2006).
e. Indikasi Pasien yang Boleh Keluar ICU
1) Pasien tidak memerlukan lagi terapi intensif karena keadaan
membaik atau terapi telah gagal dan prognosis dalam waktu
dekat akan memburuk, serta manfaat terapi intensif sangat kecil.
Dalam hal yang kedua perlu persetujuan dokter yang mengirim
2) Bila pada pemantauan intensif ternyata hasilnya tidak
memerlukan tindakan atau terapi intensif lebih lama.
3) Terapi intensif tidak memberi manfaat dan tidak perlu
diteruskan lagi pada:
a) Pasien usia lanjut dengan gagal 3 organ atau lebih yang
tidak memberikan respons terhadap terapi intensif selama
72 jam.
b) Pasien mati otak atau koma (bukan karena trauma) yang
menimbulkan keadaan vegetatif dan sangat kecil
kemungkinan untuk pulih.
4) Pasien dengan bermacam-macam diagnosis seperti PPOM
(Penyakit Paru Obstruktif Menahun), jantung terminal,
karsinoma yang menyebar (Direktorat Keperawatan dan
Keteknisan Medik, 2006).
f. Pembagian ICU Berdasarkan Kelengkapan
Berdasarkan kelengkapan penyelenggaraan maka ICU dapat
dibagi atas tiga tingkatan. Pertama ICU tingkat I yang terdapat di
rumah sakit kecil yang dilengkapi dengan perawat, ruangan

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
14

observasi, monitor, resusitasi dan ventilator jangka jangka pendek


yang tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat bergantung kepada ICU
yang lebih besar. Kedua, ICU tingkat II yang terdapat pada rumah
sakit umum yang lebih besar di mana dapat dilakukan ventilator
yang lebih lama yang dilengkapi dengan dokter tetap, alat diagnosa
yang lebih lengkap, laboratorium patologi dan fisioterapi. Yang
ketiga, ICU tingkat III yang merupakan ICU yang terdapat di rumah
sakit rujukan dimana terdapat alat yang lebih lengkap antara lain
hemofiltrasi, monitor invasif termasuk kateterisasi dan monitor
intrakranial. ICU ini dilengkapi oleh dokter spesialis dan perawat
yang lebih terlatih dan konsultan dengan berbagai latar belakang
keahlian ( Rab, 2007).
Terdapat tiga kategori pasien yang termasuk pasien kritis yaitu :
kategori pertama, pasien yang di rawat karena penyakit kritis
meliputi penyakit jantung koroner, respirasi akut, kegagalan ginjal,
infeksi, koma non traumatik dan kegagalan multi organ. Kategori
kedua, pasien yang di rawat yang memerlukan monitoring karena
perubahan patofisiologi yang cepat seperti koma. Kategori ketiga,
pasien post operasi mayor. Tanda-tanda klinis penyakit kritis
biasanya serupa karena tanda-tanda ini mencerminkan gangguan
pada fungsi pernapasan, kardiovaskular, dan neurologi (Nolan et al.
2005). Tanda-tanda klinis ini umumnya adalah takipnea, takikardia,
hipotensi, gangguan kesadaran (misalnya letargi, konfusi/bingung,
agitasi atau penurunan tingkat kesadaran (Jevons dan Ewens, 2009).
g. Perawat ICU
Seorang perawat yang bertugas di ICU melaksanakan tiga tugas
utama yaitu life support, memonitor keadaan pasien dan perubahan
keadaan akibat pengobatan dan mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi sehingga diperlukan satu perawat untuk setiap pasien dengan
pipa endotrakeal baik dengan menggunakan ventilator maupun yang
tidak. Klasifikasi empat kriteria perawat ICU di Australia yaitu,
perawat ICU yang telah mendapat pelatihan lebih dari dua belas

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
15

bulan ditambah dengan pengalaman, perawat yang telah mendapat


latihan sampai dua belas bulan, perawat yang telah mendapat
sertifikat pengobatan kritis (critical care certificate), dan perawat
sebagai pelatih (trainer) (Rab, 2007).
Ketenagaan perawat ICU di Indonesia diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan ICU di Rumah Sakit yaitu, untuk ICU level I maka
perawatnya adalah perawat terlatih yang bersertifikat bantuan hidup
dasar dan bantuan lanjut, untuk ICU level II diperlukan minimal
50% dari jumlah seluruh perawat di ICU merupakan perawat terlatih
dan bersertifikat ICU, dan untuk ICU level III diperlukan minimal
75% dari jumlah seluruh perawat di ICU merupakan perawat terlatih
dan bersertifikat ICU.

3. Suction
a. Pengertian Suction
Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas
dengan memakai kateter penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT),
orotraceal tube (OTT), traceostomy tube (TT) pada saluran
pernafasa bagian atas. Bertujuan untuk membebaskan jalan nafas,
mengurangi retensi sputum, merangsang batuk, mencegah terjadinya
infeksi paru. Prosedur ini dikontraindikasikan pada klien yang
mengalami kelainan yang dapat menimbulkan spasme laring
terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea gangguan
perdarahan, edema laring, varises esophagus, perdarahan gaster,
infark miokard (Elly, 2000).
b. Jenis Suction
Suction trakhea seringkali dilakukan pada pasien yang
menggunakan ventilasi mekanik. Terdapat laporan yang
menunjukkan pasien yang terpasang ventilasi mekanik dilakukan
suction hingga 8-17 kali sehari. Sekret trakhea dibuang untuk

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
16

memastikan patennya jalan napas dan menghindari obstruksi lumen


pernapasan yang mengakibatkan peningkatan kerja napas, infeksi
paru, atelektasis dan infeksi paru. Penggunaan suction terdapat
beberapa resiko efek samping seperti gangguan detak jantung,
hipoksemia, dan pneumonia terkait ventilator/ventilator associated
pneumonia (VAP). Selain itu juga dikarenakan prosedur yang invasif
dan tidak nyaman. Terdapat dua sistem suction yang tersedia: Open
Suction System (OSS) dan Closed Suction System (CSS).
Jenis OSS hanya digunakan sekali dan membutuhkan lepasnya
ventilator dari pasien. CSS diletakkan di antara tube trakhea dan
sirkuit ventilator mekanik dan bisa berada didalam pasien lebih dari
24 jam. Penggunaan CSS di Amerika Serikat telah populer selama
dekade terakhir ini dan berdasarkan statistika penggunaannya yang
makin meningkat yaitu pada 58% dari kasus-kasus, sementara OSS
hanya dipergunakan pada 4% dari kasus yang ada. Beberapa
penelitian penggunaan OSS memiliki beberapa keuntungan seperti
insidensi pneumonia yang lebih rendah, kurangnya perubahan
fisiologis selama prosedur, kurangnya kontaminasi bakteria, dan
ongkos yang lebih rendah. Penggunaan CSS memberikan sejumlah
keuntungan antara lain penggunaannya yang multiple-use, tanpa
melepas ventilator dari pasien yang dapat berakibat pada munculnya
tekanan negatif sehingga terjadi kehilangan volume paru yang intens
sehingga berakibat pada hipoksemia (Debora, 2012).
c. Ukuran dan Tekanan Suction
Ukuran kanul suction yang direkomendasikan (Lynn, 2011)
adalah :
1) Anak usia 2-5 tahun : 6-8F
2) Usia sekolah 6-12 tahun : 8-10F
3) Remaja-dewasa : 10-16F
Tekanan yang direkomendasikan Timby (2009) dijelaskan
dalam tabel 2.1

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
17

Tabel. 2.1
Tekanan Suction

Usia Suction dinding Suction portable

Dewasa 100-140 mmHg 10-15 mmHg

Anak-anak 95-100 mmHg 5-10 mmHg

Bayi 50-95 mmHg 2-5 mmHg

d. Indikasi Tindakan Suction


Menurut Smeltzer et al, (2002), indikasi penghisapan lendir
lewat endotrakeal adalah untuk:
1) Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenance),
apabila:
a) Pasien tidak mampu batuk efektif.
b) Diduga aspirasi
2) Membersihkan jalan napas (bronchial toilet), apabila
ditemukan:
a) Pada auskultasi terdengar suara napas yang kasar atauu ada
suara napas tambahan.
b) Diduga ada sekresi mucus pada saluran pernapasan.
c) Apabila klinis memperlihatkan adanya
peningkatan beban kerja sistem pernafasan.
3) Pengambilan specimen untuk pemeriksaan laboratorium.
4) Sebelum dilakukan radiologis ulang untuk evaluasi.
5) Untuk mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal.
e. Prosedur
Prosedur hisap lendir ini dalam pelaksanaannya diharapkan
sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan agar pasien
terhindar dari komplikasi dengan selalu menjaga kesterilan dan
kebersihan.
Prosedur hisap lender menurut Kozier & Erb, (2004) adalah:

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
18

1) Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan, mengapa


perlu, dan bagaimana pasien dapat menerima dan bekerjasama
karena biasanya tindakan ini menyebabkan batuk dan hal ini
diperlukan untuk membantu dalam mengeluarkan sekret.
2) Cuci tangan sebelum melakukan tindakan.
3) Menjaga privasi pasien.
4) Atur posisi pasien sesuai kebutuhan.
Posisikan pasien semiflower jika tidak ada kontraindikasi agar
pasien dapat bernapas dalam, paru dapat berkembang dengan
baik sehingga mencegah desaturasi dan dapat mengeluarkan
sekret saat batuk. Berikan analgesik sebelum penghisapan,
karena penghisapan akan merangsang refleks batuk, hal ini
dapat menyebabkan rasa sakit terutama pada pasien yang telah
menjalani operasi toraks atau perut atau yang memiliki
pengalaman traumatis sehingga dapat meningkatkan
kenyamanan pasien selama prosedur penghisapan.
5) Siapkan peralatan
a) Pasang alat resusitasi ke oksigen dengan aliran oksigen 100
%.
b) Catheter suction steril sesuai ukuran.
c) Pasang pengalas bila perlu.
d) Atur tekanan sesuai penghisap dengan tekanan sekitar 100-
120 mm hg untuk orang dewasa, dan 50-95 untuk bayi dan
anak.
e) Pakai alat pelindung diri, kaca mata, masker, dan gaun bila
perlu.
f) Memakai sarung tangan steril pada tangan dominan dan
sarung tangan tidak steril di tangan nondominan untuk
melindungi perawat
g) Pegang suction catether di tangan dominan, pasang kateter
ke pipa penghisap.
h) Suction catether tersebut diberi pelumas.

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
19

(1) Menggunakan tangan dominan, basahi ujung catether


dengan larutan garam steril.
(2) Menggunakan ibu jari dari tangan yang tidak dominan,
tutup suction catheter untuk menghisap sejumlah kecil
larutan steril melalui catether. Hal ini untuk mengecek
bahwa peralatan hisap bekerja dengan benar dan
sekaligus melumasi lumen catether untuk memudahkan
penghisapan dan mengurangi trauma jaringan selama
penghisapan, selain itu juga membantu mencegah
sekret menempel ke bagian dalam suction catether.
i) Jika klien memiliki sekret yang berlebihan, lakukan
pemompaan dengan ambubag sebelum penyedotan.
(1) Panggil asisten untuk prosedur ini
(2) Menggunakan tangan non dominan, nyalakan oksigen
ke 12-15 l/menit.
(3) Jika pasien terpasang trakeostomi atau
ett, sambungkan ambubag ke tracheascanul atau ett
(4) Pompa dengan Ambubag 3 - 5 kali, sebagai inhalasi,
hal ini sebaiknya dilakukan oleh orang kedua yang bisa
menggunakan kedua tangan untuk memompa, dengan
demikian volume udara yang masuk lebih maksimal.
(5) Amati respon pasien untuk mengetahui kecukupan
ventilasi pasien.
(6) Bereskan alat dan cuci tangan
6) Komplikasi
Tindakan hisap lendir harus memperhatikan komplikasi
yang mungkin dapat ditimbulkan, antara lain yaitu (Kozier &
Erb, 2002):
a) Hipoksemia
b) Trauma jalan nafas
c) Infeksi nosokomial
d) Respiratory arrest

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
20

e) Bronkospasme
f) Perdarahan pulmonal
g) Disritmia jantung
h) Hipertensi/hipotensi
i) Nyeri
j) Kecemasan

4. Endotracheal Tube
a. Pengertian Endotracheal Tube
Endotracheal Tube adalah alat yang digunakan untuk
mengamankan jalan napas atas. ETT digunakan atas indikasi
kepentingan anestesi umum dan pembedahan atau perawatan pasien
sakit kritis di unit rawat intensif untuk kepentingan pengelolaan jalan
napas (airway management) (Handayanto, 2013).
b. Indikasi Pemasangan Endotracheal Tube
1) Hilangnya refleks pernafasan
2) Obstruksi jalan nafas besar (epiglotitis, corpus alienum, paralisis
pita suara) baik secara anatomis maupun fungsional.
3) Perdarahan faring (luka tusuk, luka tembak pada leher)
4) Tindakan profilaksis (pasien yang tidak sadar untuk pemindahan
ke rumah sakit lain atau pada keadaan di mana potensial terjadi
kegawatan nafas dalam proses transportasi pasien) (dr.
Catharina, 2015).
c. Alat dan bahan
1) Laryngoscope lengkap dengan handle dan blade-nya
2) Pipa endotrakeal (orotracheal) dengan ukuran : perempuan no.
7; 7,5 ; 8 . Laki-laki : 8 ; 8,5. Keadaan emergency : 7,5
3) Forceps (cunam) magill (untuk mengambil benda asing di
mulut)
4) Benzokain atau tetrakain anestesi lokal semprot
5) Spuit 10 cc atau 20 cc
6) Stetoskop, ambubag, dan masker oksigen

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
21

7) Alat penghisap lender


8) Plester, gunting, jelli
9) Stilet
d. Teknik Pemasangan Endotracheal Tube
1) Beritahukan pada penderita atau keluarga mengenai prosedur
tindakan yang akan dilakukan, indikasi dan komplikasinya, dan
mintalah persetujuan dari penderita atau keluarga (informed
consent).
2) Cek alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi dengan baik
dan pilih pipa endotrakeal (ET) yang sesuai ukuran. Masukkan
stilet ke dalam pipa ET. Jangan sampai ada penonjolan keluar
pada ujung balon, buat lengkungan pada pipa dan stilet dan cek
fungsi balon dengan mengembangkan dengan udara 10 ml, jika
fungsi baik kempeskan balon kemudian beri pelumas pada ujung
pipa ETT sampai daerah cuff.
3) Letakkan bantal kecil atau penyangga handuk setinggi 10 cm di
oksiput dan pertahankan kepala sedikit ekstensi.
4) Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan faring
dan berikan semprotan bensokain atau tetrakain jika pasien
sadar atau tidak dalam keadaan anestesi dalam.
5) Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik melalui bag masker
dengan Fi O2 100 %.
6) Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang
laringoskop.
7) Masukkan bilah laringoskop dengan lembut menelusuri mulut
sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri. Masukkan bilah sedikit
demi sedikit sampai ujung laringoskop mencapai dasar lidah,
perhatikan agar lidah atau bibir tidak terjepit di antara bilah dan
gigi pasien.
8) Angkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30
samapi 40 sejajar aksis pengangan. Jangan sampai
menggunakan gigi sebagai titik tumpu.

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
22

9) Bila pita suara sudah terlihat, tahan tarikan/posisi laringoskop


dengan menggunakan kekuatan siku dan pergelangan tangan.
Masukkan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke faring sampai
bagian proksimal dari cuff ET melewati pita suara ± 1 – 2 cm
atau pada orang dewasa atau kedalaman pipa ET ±19 -23 cm.
10) Angkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan
udara 5 – 10 ml. Waktu intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik.
11) Hubungan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi
sambil melakukan auskultasi (asisten), pertama pada lambung,
kemudaian pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan
pengembangan dada. Bila terdengar gurgling pada lambung dan
dada tidak mengembang, berarti pipa ET masuk ke esofagus dan
pemasangan pipa harus diulangi setelah melakukan
hiperventilasi ulang selama 30 detik. Berkurangnya bunyi nafas
di atas dada kiri biasanya mengindikasikan pergeseran pipa ke
dalam bronkus utama kanan dan memerlukan tarikan beberapa
cm dari pipa ET.
12) Setelah bunyi nafas optimal dicapai, kembangkan balon cuff
dengan menggunakan spuit 10 cc.
13) Lakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau
tercabut.
14) Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit pipa ET
jika mulai sadar.
15) Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 % (aliran 10 sampai
12 liter per menit).
e. Komplikasi
1) Pipa ET masuk ke dalam esofagus dapat menyebabkan hipoksia.
2) Luka pada bibir dan lidah akibat terjepit antara laringoskop
dengan gigi.
3) Gigi patah.
4) Laserasi pada faring dan trakea akibat stilet pada ujung pipa.
5) Kerusakan pita suara.

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
23

6) Perforasi pada faring dan esofagus.


7) Muntah dan aspirasi.
8) Pelepasan adrenalin dan noradrenalin akibat rangsangan intubasi
sehingga terjadi hipertensi, takikardi, dan aritmia.
9) Pipa masuk ke salah satu bronkus, umumnya masuk ke bronkus
kanan. Untuk mengatasinya, tarik pipa 1-2 cm sambil dilakukan
inspeksi gerakan dada dan auskultasi bilateral.
5. Hemodinamika
Hemodinamika dapat didefinisikan sebagai pemeriksaan aspek fisik
dari sirkulasi darah, termasuk fungsi jantung dan karakteristik fisiologis
vaskular perifer. Pemantauan hemodinamika merupakan pusat dari
perawatan pasien kritis. Pengukuran hemodinamika penting untuk
menegakkan diagnosis yang tepat, menentukan terapi yang sesuai,
memantau respon terhadap terapi yang diberikan, dan mendapatkan
informasi keseimbangan homeostatik tubuh. Pengukuran hemodinamik
ini terutama dapat membantu untuk mengenali syok sedini mungkin
dimana pemberian dengan segera bantuan sirkulasi adalah yang paling
penting.
Dasar dari pemantauan hemodinamik adalah perfusi jaringan yang
adekuat seperti keseimbangan antara pasokan oksigen dengan yang
dibutuhkan, mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan
elektrokimiawi sehingga manifestasi klinis dari gangguan hemodinamik
berupa gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak ditangani secara
cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel.
Pemantauan hemodinamik bertujuan untuk mengenali dan mengevaluasi
perubahan-perubahan fisiologis hemodinamik pada saat yang tepat, agar
segera dilakukan terapi. Parameter yang digunakan untuk menilai
pemantauan hemodinamik yang ada di bed site monitor dan berlangsung
secara continus diantaranya adalah pengukuran tanda- tanda vital yaitu:
a. Monitoring Suhu Tubuh
Pemantauan suhu pada pasien kritis merupakan hal yang vital
walaupun sering diabaikan dalam penatalaksanaan pasien kritis.

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
24

Suhu tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara produksi panas


oleh kontraksi otot dan pembebasan panas karena evaporasi tubuh.
Produksi panas yang dihasilkan tubuh antara lain berasal dari:
Metabolisme dari makanan (Basal Metabolic Rate), olahraga,
shivering atau kontraksi otot skelet, peningkatan produksi hormone
tiroksin (meningkatkan metabolisme seluler), proses penyakit
infeksi, termogenesis kimiawi (rangsangan langsung dari
norepinefrin dan efinefrin atau dari rangsangan langsung simpatetik.
Pengukuran suhu tubuh oleh otak hipotalamus, permukaan kulit, dan
medula spinalis. Rangsangan panas akan menyebabkan vasodilatasi
yang menyebabkan keringat, sebaliknya bila terjadi perangsangan
dingin akan terjadi vasokontriksi dan menggigil agar suhu tubuh
dapat kembali mencapai bantuan normal yakni. Suhu normal
berkisar antara 36,5°C –37.5°C. Lokasi pengukuran suhu adalah oral
(dibawah lidah), aksila, dan rektal.
b. Monitoring Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding arteri
oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung. Tekanan
sistemik atau arteri darah dalam sistem arteri tubuh adalah indikator
yang baik tentang kesehatan kardiovaskuler. Aliran darah mengalir
pada sistem sirkulasi karena perubahan tekanan. Darah mengalir dari
daerah yang tekanannya tinggi ke daerah yang tekanannya rendah.
Kontraksi jantung mendorong darah dengan tekanan tinggi ke aorta.
Puncak dari tekanan maksimum saat ejeksi terjadi adalah tekanan
darah sistolik. Pada saat ventrikel relaks darah yang tetap dalam
arteri menimbulkan tekanan diastolik atau minimum.
Tekanan diastolik adalah tekanan minimal yang mendesak
dinding arteri setiap waktu. Unit standar untuk pengukuran tekanan
darah adalah milimeter air raksa (mmhg). Tekanan darah
menggambarkan interelasi dari curah jantung, tahanan vaskuler
perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri. Menurut
WHO batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
25

kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi, dan dinyatakan hipotensi dimana
tekanan darah seseorang turun dibawah angka normal, yaitu
mencapai nilai rendah 90/60 mmHg.
c. Monitoring Respirasi
Monitoring respirasi di ICU untuk mengidentifikasi penyakit
dan menilai beratnya penyakit. Monitoring ini juga bersamaan
dengan riwayat penyakit, pemeriksaaan radiografi, analisa gas darah
dan spirometer. Beberapa parameter yang diperlukan kecepatan
pernafasan per menit, volume tidal, oksigenasi dan karbondioksida.
ICU biasanya digunakan impedance monitor yang dapat mengukur
kecepatan pernafasan, volume tidal dan alarm apnea. Pernapasan
normal dimana kecepatan 16 - 24 x/menit, klien tenang, diam dan
tidak butuh tenaga untuk melakukannya, tachipnea yaitu pernapasan
yang cepat, frekuensinya lebih dari 24 x/menit, bradipnea yaitu
pernapasan yang lambat, frekuensinya kurang dari 16 x/menit, dan
apnea yaitu keadaan terhentinya pernapasan.
d. Monitoring SaO2
Pengukuran oksigen pada memberikan informasi yang penting
pada perawatan dan merupakan hal yang vital dalam pengukuran
kondisi fisiologis. Saturasi oksigen adalah rasio antara jumlah
oksigen aktual yang terikat oleh hemoglobin terhadap kemampuan
total Hb darah mengikat O2. Saturasi oksigen (SaO2) merupakan
persentase hemoglobin (Hb) yang mengalami saturasi oleh oksigen
yang mencerminkan tekanan oksigen arteri darah (PaO2) yang
digunakan untuk mengevaluasi status pernafasan. Dari beberapa
pengertian tadi, maka dapat disimpulkan bahwa saturasi oksigen
adalah perbandingan kemampuan oksigen untuk berikatan dengan
hemoglobin dan dibandingkan dengan jumlah total keseluruhan
jumlah darah. Pengukuran SaO2 dilakukan dengan mengunakan
Oksimeter denyut (pulse oximetry) yaitu alat dengan prosedur non
invasif yang dapat dipasang pada cuping telinga, jari tangan, ataupun

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
26

hidung. Pada alat ini akan terdeteksi secara kontinue status SaO2.
Alat ini sangat sederhana, akurat, tidak mempunyai efek samping
dan tidak membutuhkan kalibrasi. Pulse oximetry bekerja dengan
cara mengukur saturasi oksigen (SaO2) melalui transmisi cahaya
infrared melalui aliran darah arteri pada lokasi dimana alat ini
diletakkan. Oksimeter dapat mendeteksi hipoksemia sebelum tanda
dan gejala klinis muncul, seperti warna kehitaman pada kulit atau
dasar kuku. Kisaran SaO2 normal adalah 95-100% dan SaO2
dibawah 70% dapat mengancam kehidupan (Zakkiyah, 2014).

B. Kerangka Teori
Pasien Kritis
Dirawat diICU

Gagal Nafas

Pemasangan ET

Obstruksi Jalan Nafas

Sekresi berlebihan

Tindakan Suction

Perubahan Saturasi O2

Gambar 2.1
Kerangka Teori
Sumber: (Musliha, 2010), (Hidayat, 2005),
(Menerez, 2012), (Maggiore, et al, 2013)

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
27

C. Fokus Penelitian

Tindakan Perubahan
Suction Saturasi O2

Gambar 2.2
Fokus Penelitian
Fokus pada penelitian ini untuk mengetahui perubahan saturasi oksigen
pada pasien kritis yang terpasang endotracheal tube saat dilakukan tindakan
suction.

D. Keaslian Penelitian
Tabel 2.2
Keaslian Penelitian

Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil


Penelitian Penelitian
Berty Irwin Pengaruh Metode PreHasil
Eksperimen dengan menggunaka
Kitong Tindakan penelitian One- penelitian
(2013) Penghisapan Group Pretest- menunjukkan
Lendir Posttest sebanyak 16
Endotrakeal Tube Design. pasien
(ETT) Terhadap mengalami
Kadar Saturasi penurunan
Oksigen Pada saturasi
Pasien yang oksigen setelah
Dirawat di Ruang dilakukan
ICU RSUP Prof. tindakan
dr. R. D. Kandou suction.
Manado.
Sri Paryanti Hubungan Deskriptif Keterampilan
(2007) Tingkat analitik, perawat dalam
Pengetahuan dengan metode melaksanakan
Perawat Dengan cross sectional. prosedur
Ketrampilan suction
Melaksanakan diRuang ICU
Prosedur Tetap RSUD Prof.
Isap Lendir / Dr. Margono
Suction di Ruang Soekarjo
ICU RSUD Purwokerto
Prof. Dr. sebagian besar
Margono dalam kategori
Soekarjo baik.
Purwokerto
Maggiore et al Decreasing the Kuantitatif 46,8%
(2013) Adverse Effects responden
of Endotracheal mengalami

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
28

Suctioning penurunan
During saturasi
Mechanical oksigen dan
Ventilation by 6,5%
Changing disebabkan
Practice karena
tindakan
suction.

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
29

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologis (Saryono & Anggraini, 2010). Menurut Ircham
(2013) penelitian kualitatif menempatkan perhatian pada pembuktian
pemahaman yang komprehensif/pemahaman secara holistik dari suatu
keadaan sosial dimana penelitian dilakukan. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi. Pendekatan
fenomenologi digunakan dengan alasan karena peneliti akan berusaha
memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang
biasa dalam situasi-situasi tertentu. Penelitian kualitatif efektif digunakan
untuk memperoleh informasi yang spesifik mengenai nilai, opini, perilaku,
dan konteks sosial menurut keterangan populasi. Pendekatan fenomenologis
merupakan pendekatan yang berusaha untuk memahami makna dari
berbagai peristiwa dan interaksi manusia didalam situasi yang khusus
(Sutopo, 2006).
Menurut Sutopo (2006) rancangan fenomenologis ini dilaksanakan
dengan melakukan beberapa tahapan. Melakukan studi awal, memantapkan
proposal penelitian, melaksanakan penelitian. Pelaksanakan penelitian ada
beberapa langkah yang harus dilakukan, diantaranya mempersiapkan
pengumpulan data, melakukan pengumpulan data, dan melakukan refleksi,
mengatur data, melakukan analisis data dan menyusun reduksi data, dan
yang terakhir menyiapkan sajian data.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan studi fenomenologi karena peneliti akan melihat tindakan dari
perawat yang melakukan suction pada pasien yang terpasang endotracheal
tube. Peneliti akan menggali secara mendalam dan melakukan observasi
terhadap tindakan suction yang dilakukan oleh perawat yang dapat
mempengaruhi perubahan saturasi oksigen di ruang ICU RSUD Tenriawaru
Kelas B Kabupaten Bone.

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
30

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat
Tempat dan waktu penelitian sangat mempengaruhi hasil yang
diperoleh dalam penelitian. Pemilihan tempat penelitian harus
disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian,
sehingga tempat yang ditentukan benar-benar menggambarkan kondisi
informan sesungguhnya. Tempat penelitian adalah tempat interaksi
informan dengan lingkungannya yang akan membangun pengalaman
hidupnya (Saryono & Anggraini, 2010).
Penelitian ini dilakukan di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD
Tenriawaru Kelas B Kabupaten Bone terhadap pasien yang terpasang
endotracheal tube dan dilakukan tindakan suction.
2. Waktu
Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan yaitu tanggal 9 Februari sampai
8 Maret 2018.

C. Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini yaitu semua perawat di ruang ICU RSUD
Tenriawaru Kelas B Kabupaten Bone yang berjumlah 28 orang dengan
kriteria yang sudah ditentukan. Teknik pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu pengambilan
sampel didasarkan atas berbagai pertimbangan tertentu, dengan
kecenderungan peneliti untuk memilih informannya berdasarkan posisi
dengan akses tertentu yang dianggap memiliki informasi yang berkaitan
dengan permasalahan secara mendalam dan dapat dipercaya sebagai
sumber data yang mantap. Pelaksanaan pengumpulan data sesuai dengan
sifat peneliti yang lentur dan terbuka, pilihan informan dan jumlahnya dapat
berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam
memperoleh data (Sutopo, 2006).

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
31

Partisipan dalam penelitian ini adalah perawat yang melakukan


tindakan suction kepada pasien yang terpasang endotracheal tube dengan
jumlah 4 partisipan. Pengambilan partisipan dalam penelitian ini
menggunakan kriteria inklusi:
1. Menyetujui informed consent
2. Pendidikan minimal D3 Keperawatan
3. Lama bekerja minimal tiga tahun di ICU
4. Melakukan tindakan suction
Pengambilan sampel dihentikan apabila peneliti sudah mencapai titik
saturasi data yaitu jika dari informan yang dipilih sudah tidak memberikan
data baru lagi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara kepada
perawat dan observasi terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien
yang dilakukan tindakan suction endotracheal tube. Observasi dilakukan
pada 3 pasien di ruang ICU dengan kriteria :
1. Terpasang endotracheal tube
2. Terdapat sekret
3. Dilakukan tindakan suction
Data yang diperoleh saat observasi kemudian divalidasi dengan
wawancara terhadap perawat yang melakukan tindakan suction.

D. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data


1. Instrumen
Instrument dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu :
a. Instrument inti
Peneliti dalam penelitian ini merupakan instrument/alat dalam
penelitian, karena peneliti sebagai perencana, penafsir data
pengevaluasi hasil penelitian. Peneliti harus paham metode
penelitian, penguasaan teori wawancara terhadap bidang yang akan
diteliti, dan peneliti siap untuk memasuki objek penelitian, baik
secara akademik maupun logistiknya.
b. Instrumen penunjang
Alat bantu dalam pengumpulan data yang digunakan yaitu :

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
32

1) Rekam medik pasien untuk mengetahui dignosa dan riwayat


penyakit pasien.
2) Lembar alat pengumpul data (meliputi nama, umur, alamat,
pendidikan) untuk mencatat identitas informan.
3) Alat tulis (buku dan bolpoin) untuk menulis hasil wawancara
antara peneliti dan informan.
4) Lembar pedoman wawancara sebagai pedoman dalam
mengajukan pertanyaan kepada partisipan. Wawancara yang
digunakan adalah semi terstruktur dimana saat melakukan
wawancara pertanyaan yang sudah dibuat dikembangkan lagi
oleh peneliti saat wawancara. Pertanyaan yang diajukan pada
partisipan diantaranya tentang pemahaman SOP suction, ETT
dan perawatannya, saturasi oksigen, penyebab perubahan
saturasi oksigen, akibat perubahan saturasi oksigen.
5) Alat perekam suara untuk merekam wawancara antara peneliti
dan informan.
6) Lembar catatan lapangan untuk menulis hasil observasi pada
pasien yang dilakukan tindakan suction endotracheal tube.
7) Kamera untuk mendokumentasikan wawancara dengan
informan dan observasi yang dilakukan peneliti pada pasien
yang terpasang endotracheal tube.
2. Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain
(Creswell, 2013) :
Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain:
a. Wawancara Mendalam
Wawancara adalah tehnik pengumpulan data melalui proses
tanya jawab yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang
dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang di
wawancarai (Fatoni 2006).
Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif
adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai narasumber atau
informan. Mengumpulkan informasi dari sumber data ini

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
33

diperlukan teknik wawancara, yang dalam penelitian kualitatif


khususnya dilakukan dalam bentuk yang disebut wawancara
mendalam. Teknik wawancara ini merupakan teknik yang paling
banyak digunakan dalam penelitian kualitatif (Sutopo 2006).
Teknik pengambilan data kepada partisipan dengan cara
wawancara mendalam yaitu dengan memberi pertanyaan kepada
partisipan kemudian jawaban partisipan digali lebih mendalam
sampai tidak ada pendapat atau ide-ide baru dari partispa
b. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan- pencatatan
terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran (Fatoni 2006).
Menurut Sutopo (2006) observasi dibagi menjadi dua yaitu tak
berperan dan observasi berperan. Observasi berperan meliputi
observasi berperan aktif, dan observasi berperan penuh (Sutopo
2006).
Pada penelitian ini pengolahan data termasuk kedalam
observasi tak berperan, kehadiran peneliti dalam melakukan
observasi tidak diketahui oleh subjek yang diamati. Peneliti benar-
benar tidak melakukan peran sama sekali sehingga apapun yang
dilakukan peneliti sebagai pengamat tidak akan mempengaruhi
segalanya yang terjadi pada sasaran yang diamati (Sutopo 2006).
Observasi pada penelitian ini langsung dilakukan selama
rumah sakit dan seberapa besar perubahan saturasi oksigen pada
pasien setelah dilakukan tindakan suction.
c. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang (Sugiyono, 2011).
Studi dokumentasi penelitian ini dengan menyalin SOP
tindakan suction di ICU RSUD Tenriawaru dan dokumentasi
partisipan berupa foto pada setiap wawancara kepada partisipan.

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
34

Dokumentasi ini dengan cara memfoto partisipan dari belakang


ketika wawancara sedang berlangsung sesuai etika penelitian.
Dengan tahapan penelitian sebagai berikut:
1) Tahap Persiapan
Setelah peneliti mendapat surat izin penelitiaan dari
STIKES Puangrimaggalatung peneliti akan minta izin kepada
RSUD Tenriawaru Kelas B Kabupaten Bone untuk meneliti di
tempat tersebut, setelah mendapat izin peneliti akan meminta
izin kepada calon partisipan sesuai kriteria inklusi yang ada
pada rencana penelitian. Sebelum peneliti melakukan
wawancara, peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan
kepada partisipan, menjelaskan tujuan yang akan
dilakukannya, mengecek instrumen penunjang seperti alat
perekam, lembar pedoman wawancara dan pertanyaan, lembar
catatan lapangan, peneliti harus menguasai 7 kali untuk
mengamati tindakan perawat saat melakukan tindakan suction
pada pasien yang terpasang endotracheal tube dan untuk
mengetahui perubahan saturasi oksigen pada pasien yang
dilakukan tindakan suction di Ruang ICU RSUD Tenriawaru.
Pada hal ini yang perlu diamati adalah tindakan suction
perawat apakah sudah sesuai dengan SOP yang ada dikonsep,
latihan wawancara terlebih dahulu dan menguji coba
wawancara terlebih dahulu.
2) Tahap Pelaksanaan
Setelah itu wawancara secara mendalam dilakukan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data dan untuk memperkuat
penelitiannya. Wawancara semi terstruktur, tujuan wawancara
ini adalah menemukan permasalahan secara lebih terbuka,
dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan
ide-idenya. Wawancara ini termasuk dalam kategori in-dept
interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas. Dalam
melakukan wawancara peneliti mendengarkan secara teliti dan

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
35

mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Urutan


pertanyaan tergantung pada proses wawancara dan jawaban
tiap individu, wawancara ini menggunakan pertanyaan terbuka
(Open-ended questions) dan menggunakan bantuan pertanyaan
wawancara yang telah disiapkan sebelumnya (Stars H, 2007).
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan selama 7 kali
terhadap 4 partisipan yang sesuai dengan kriteria kriteria yang
sudah ditetapkan. Wawancara terhadap partisipan dilakukan
secara mendalam, pertanyaan dalam pedoman wawancara
dikembangan lagi oleh peneliti sehingga bisa menggali
informasi lebih banyak dari partisipan. Pengambilan data
dihentikan apabila data yang diperoleh sudah mancapai
saturasi data. Observasi dilakukan terhadap perawat yang
melakukan tindakan suction untuk mengetahui apakah
tindakan suction yang perawat lakukan sudah sesuai dengan
SOP yang ada di rumah sakit, selain itu juga untuk mengetahui
perubahan saturasi oksigen sebelum dan sesudah tindakan
suction.
3) Tahap Terminasi
Penulis menulis laporan dan mendokumentasikan
hasilnya, dalam penulisan laporan peneliti harus mampu
menuliskan setiap frasa kata dan kalimat serta pengertian
secara tepat sehingga dapat mendeskripsikan data dan hasil
analisa yang telah diambil. Penulis mencatat kembali jika ada
data tambahan, peneliti menyatakan bahwa penelitiannya
sudah selesai kepada partisipan.

E. Analisa Data
Analisa Data merupakan proses pengumpulan data, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dari peneliti dan menulis catatan singkat sepanjang
penelitian. Teknik analisa yang dapat digunakan pada penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode collaizi (Polit, 2006).

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
36

Adapun langkah-langkah analisa sebagai berikut :


1. Membuat transkip wawancara tentang tentang perubahan saturasi oksigen
pada pasien yang terpasang endotracheal tube saat dilakukan tindakan
suction dari partisipan dalam bentuk narasi yang bersumber dari
wawancara mendalam.
2. Membaca kembali secara keseluruhan deskripsi informasi dari informan
untuk memperoleh perasaan yang sama seperti pengalaman informan
tentang perubahan saturasi oksigen pada pasien yang terpasang
endotracheal tube saat dilakukan tindakan suction. Peneliti melakukan 3-
4 kali membaca transkrip untuk merasa hal yang sama seperti partisipan.
3. Mengidentifikasi kata kunci melalui penyaringan pernyataan informan
yang signifikan tentang perubahan saturasi oksigen pada pasien yang
terpasang endotracheal tube saat dilakukan tindakan suction. Pernyataan-
pernyataan yang merupakan pengulangan dan mengandung makna yang
sama atau mirip maka pernyataan ini diabaikan.
4. Memformulasikan arti dari kata kunci dengan cara mengelompokkan
kata kunci yang sesuai pernyataan penelitian, selanjutnya
mengelompokkan lagi kata kunci yang sejenis sesuai dengan kriteria
partisipan yaitu menyetujui informed consent, minimal D3 keperawatan,
lama bekerja minimal tiga tahun di ICU, berpengalaman melakukan
suction. Peneliti sangat berhati-hati agar tidak membuat penyimpangan
arti dari pernyataan informan dengan merujuk kembali pada pernyataan
informan yang signifikan. Cara yang perlu dilakukan adalah menelaah
kalimat satu dengan yang lain.
5. Mengorganisasikan arti-arti yang telah teridentifikasi dalam beberapa
kelompok tema. Setelah tema-tema terorganisir, peneliti memvalidasi
kembali kelompok tema tersebut dengan cara menanyakan kembali hasil
wawancara yang disampaikan informan apakah partisipan mau
menambahi atau mengurangi jawaban tersebut.
6. Mengintegrasikan semua hasil penelitian ke dalam suatu narasi yang
menarik dan mendalam sesuai dengan topik penelitian perubahan saturasi
oksigen pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction endotracheal

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
37

tube.
7. Mengembalikan semua hasil penelitian pada masing-masing informan
lalu diikutsertakan pada diskripsi hasil akhir penelitian.

F. Keabsahan Data
Dalam pengujian keabsahan data, metode yang digunakan pada
penelitiam ini meliputi :
1. Pengujian Kredibility
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan
teman sejawat, analisis kasus negatif dan member check.
2. Pengujian Transferability
Transferability (validitas eksternal) menunjukkan derajat ketepatan atau
dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut
diambil. Nilai transfer berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil
penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Bagi
peneliti naturalistik, nilai transfer bergantung pada peneliti, hingga hasil
penelitian tersebut dapat digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain.
3. Pengujian Dependebility
Uji depenadability dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi
peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa
memberikan data. Peneliti seperti ini perlu diuji depenability nya. Kalau
proses penelitian tidak dilakukan tetapi datanya ada, maka penelitian
tersebut tidak reliabel atau dependable.
4. Pengujian Konfirmability
Penelitian kualitatif, uji confirmability mirip dengan uji dependability,
sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji
confirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses
yang dilakukan. Hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian
yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018
38

confirmability (Sugiyono, 2012)

G. Etika Penelitian
1. Informed Consent
Peneliti menegaskan kembali mengenai maksud dan tujuan, setelah
partisipan mengerti, peneliti memberikan lembar informed consent
kepada partisipan.
2. Anonimity
Nama partisipan selama penelitian tidak digunakan melainkan diganti
dengan nomor dan inisial penulisan. Nomor dan inisial dari partisipan ini
digunakan dengan tujuan untuk menjaga kerahasiaan partisipan dan
mencegah kekeliruan peneliti dalam memasukkan data.
3. Confidentiality
Peneliti akan menjaga kerahasiaan dari informasi yang diberikan
partisipan, data ini hanya digunakan dalam kegiatan penelitian serta tidak
akan dipublikasikan tanpa izin dari partisipan.
(Sugiyono, 2012)

STIKES PUANGRIMAGGALATUNG

Perubahan Saturasi..., Fera Juniarti, PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN, 2018

You might also like