You are on page 1of 13

TEORI AKUNTANSI

[Accounting Theory Construction - Chapter 2]

Disusun oleh
Sarah Laraswita 120110150068
Melisa Ekasari 120110150069

UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
A. PENDAHULUAN

Dalam mempelajari dan menilai teori akuntansi maka pendekatan yang digunakan adalah
dengan menggolongkan berdasarkan asumsi yang digunakannya, bagaimana teori itu
dirumuskan dan bagaimana pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan dan
meramalkan peristiwa-peristiwa sebenarnya.
Teori akuntansi berisi keseluruhan analisis dan komponennya yang menjadi sumber acuan
untuk menjelaskan dan memprediksi gejala atau peristiwa dalam akuntansi. Seperangkat
konsep, definisi dan proposisi yang saling berkaitan secara sistematis yang diajukan untuk
menjelaskan dan memprediksi fenomena atau fakta. Seperangkat hipotesis tsb merupakan
hasil penelitian dengan menggunakan metode ilmiah tertentu. Dengan demikian, status
teori akuntansi akan menjadi sains setara dengan pengertian teori dalam astronomi,
ekonomika, fisika , biologi dsb.
Teori akuntansi merupakan teori yang membahas proses pemikiran atau penalaran untuk
menjelaskan kelayakan prinsip atau praktik akuntansi tertentu yang sudah berjalan atau
untuk memberikan landasan konseptual dalam penentuan standar atau praktik yang baru.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa teori akuntansi merupakan penalaran
logis, gagasan-gagasan mendasar, atau gagasan-gagasan yang berkaitan dan konsisten.
Proses penalaran logis tersebut dapat disebut sebagai perekayasaan. Hasil perekayasaan
dalam hal ini dapat berupa seperangkat prinsip umum, seperangkat doktrin, atau suatu
struktur/kerangka konsep-konsep yang terpadu.
B. PRAGMATIC THEORIES

Teori pragmatis menekankan pada pengaruh laporan serta ikhtisar akuntansi terhadap
perilaku atau keputusan. Penekanan dalam perkembangan teori akuntansi adalah
penerimaan orientasi komunikasi dan pengambilan keputusan. Sasarannya pada relevansi
informasi yang dikomunikasikan kepada para pengambil keputusan dan perilaku berbagai
individu atau kelompok sebagai akibat penyajian informasi akuntansi serta pengaruh
laporan dari pihak eksternal terhadap manajemen dan pengaruh umpan balik terhadap
tindakan para akuntan dan auditor. Jadi, teori perilaku mengukur dan menilai pengaruh-
pengaruh ekonomik, psikologis, dan sosiologis dari prosedur akuntansi alternatif dan
media pelaporannya.

a. Description Pragmatic Approach


Metode tertua dan paling universal pengembangan teori akuntansi yaitu dengan
menggunakan deskriptif pragmatik. Metode ini mengamati perilaku akuntan untuk
menyalin prosedur akuntansi dan prinsip-prinsip. Disebut juga dengan pendekatan
induktif dalam pengembangan teori akuntansi.

Ada beberapa kritik dari pendekatan ini untuk teori konstruksi;

a) Tidak ada penilaian logis terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan akuntan;

b) Metode tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan perubahan, karena


pendekatannya tidak berujung pangkal; dan

c) Dengan memusatkan pada pragmatik, perhatian cenderung dipusatkan pada


perilaku-perilaku akuntan, bukan pada pengukuran atribut-atribut perusahaan
seperti aktiva, hutang, pendapatan dll.

b. Psychological Pragmatic Approach

Pendekatan pragmatik psikologis merupakan pendekatan dalam membentuk suatu teori


akuntansi yang didasarkan pada pengamatan atas reaksi para pengguna output yang
dihasilkan oleh akuntan. Kelemahan pendekatan ini yaitu beberapa pengguna output
akuntan mungkin bereaksi secara tidak logis, sedang yang lain mungkin memilik
respon khusus yang sudah mereka lakukan sebelum laporan tersebut diterbitkan. Yang
lainnya lagi mungkin tidak bereaksi walau mereka seharusnya bereaksi.

C. SYNTACTIC AND SEMANTIC THEORIES

a. Syntactic Theories

Teori ini berhubungan dengan struktur proses pengumpulan data dan pelaporan
keuangan. Teori sintaksis mencoba menerapkan praktek akuntansi yang sedang
berjalan dan meramalkan bagaimana para akuntan harus bereaksi terhadap situasi
tertentu atau bagaimana mereka akan melaporkan kejadian-kejadian tertentu.

Teori-teori yang berhubungan dengan struktur akuntansi antara lain teori praktek
akuntansi tradisional (oleh Ijiri dan Sterling) yang disebut model Ijiri, model ini
menerangkan praktek akuntansi tradisional yang ditekankan pada sistem biaya historis/
harga perolehan (historical cost system). Diperlukan untuk memperoleh
pandangan yang lebih luas tentang praktek yang sedang berlangsung. Teori ini
memungkinkan untuk dievaluasi secara lebih tepat, juga memungkinkan
pengevaluasian terhadap praktek-praktek yang ada, yang tidak sesuai dengan teori
tradisional. Teori yang berhubungan dengan struktur akuntansi dapat diuji untuk
melihat konsistensi logis dalam teori itu, atau untuk melihat apakah teori-teori itu
bener-bener dapat meramalkan apa yang dikerjakan akuntan. Pengujian lain
menunjukkan bahwa meskipun teori tradisional tidak lengkap, namun sudah
menunjukkan variabel-variabel yang relevan.

b. Semantic Theories

Teori ini berkonsentrasi pada hubungan antara gejala (obyek atau kejadian) dan istilah
atau simbol yang menunjukkannya.

Teori-teori yang berhubungan dengan interpretasi (semantik) diperlukan untuk


memberikan pengertian dalil-dalil akuntansi yang bertujuan meyakinkan bahwa
penafsiran konsep oleh para akuntan sama dengan penafsiran para pemakai laporan
akuntansi.

Pada umumnya, konsep akuntansi tidak dapat diinterpretasikan dan tidak mempunyai
arti selain sebagai hasil prosedur akuntansi tertentu. Misalnya, laba akuntansi
merupakan konsep buatan yang mencerminkan kelebihan pendapatan atas beban
sesudah menerapkan aturan tertentu untuk mengukur pendapatan dan beban. Teori
interpretasi memberikan interpretasi yang berguna terhadap konsep buatan dan menilai
prosedur akuntansi alternatif berdasarkan interpretasi. Namun, konsep-konsep umum
sering tidak dapat diinterpretasikan dan diberi pengertian yang berbeda oleh para
peneliti yang berbeda. Misalnya, nilai tidak memiliki interpretasi khusus. Current value
(nilai saat ini/nilai berlaku) akan mempunyai pengertian yang sama, sebelum
menginterpretasikan kita harus melihat subkonsepnya dahulu sehingga terdapat
kesepakatan yang jelas mengenai interpretasinya. Konsep nilai sekarang dari jasa yang
akan datang, arus kas yang didiskontokan (discounted cash flows), harga pasar berlaku
(current market prices), dan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value)
semuanya merupakan subkonsep dari nilai berlaku (current value) dan masing-masing
dapat diberi aturan interpretasi khusus.
Contoh penerapan teori interpretif adalah sebagai berikut: pengukuran nilai persediaan
pada saat ini, langkah pertama adalah menunjukkan sub konsep untuk menerapkan
aturan interpretasi khusus. Jika harga beli berlaku yang dipilih maka current value
dapat didefinisikan sebagai harga tukar untuk suatu barang di pasar pembelian pada
tanggal neraca. Jika harga pasar tidak ada dapat dianggap harga pasar tidak layak
pakai, maka alternatifnya adalah menilai prosedur akuntansi lain yang tersedia dalam
kondisi interpretasi ini.

Pembuktian teori ini dapat diperoleh dari riset yang dilakukan untuk menentukan
apakah pemakai informasi akuntansi memahami makna yang dimaksudkan oleh
pembuat informasi, apakah telah konsisten dengan teori yang ada.

D. NORMATIVE THEORIES

Normatif dalam kamus besar bahasa indonesia berarti berpegang teguh pada
norma/menurut norma atau kaidah yang berlaku. Watt & Zimmerman (1986) menjelaskan
teori normatif sebagai berikut: teori normatif berusaha menjelaskan informasi apa yang
seharusnya dikomunikasikan kepada para pemakai informasi akuntansi dan bagaimana
akuntansi tersebut akan disajikan. Dalam hal ini teori normatif berusaha menjelaskan
tentang informasi keuangan yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan, bukan
menjelaskan tentang apa informasi keuangan dan mengapa informasi keuangan tersebut
disajikan. Menurut Nelson (1973) dalam literature akuntansi teori normatif sering
dinamakan teori apriori (artinya dari sebab ke akibat atau bersifat deduktif). Alasannya
teori normatif bukan dihasilkandari penelitian empiris, tetapi dihasilkan dari kegiatan
“semi-research”.

Pendekatan normatif terhadap teori akuntansi mulai berkembang pada tahun 1950-an dan
1960-an.Dalam periode ini, perumusan teori mulai mendefinisikan norma – norma atau
praktik akuntansi yang baik, dan pengembangan teori akuntansi lebih menekankan pada
“apa yang seharusnya”. Akuntansi dianggap sebagai norma peraturan yang harus diikuti.
Disini mulai muncul kritikan terhadap konsep biaya historis (historical cost accounting).
Informasi yang disajikan berdasarkan nilai pasar wajar ternyata lebih relevan bagi
penggunan laporan keuangan dibandingkan dengan biaya historis. Pengukuran dengan
menggunakan nilai wajar, menyediakan gambaran yang lebih baik tentang nilai
aktiva dan kewajiban perusahaan serta menyediakan dasar lainnya untuk menilai prospek
arus kas di masa mendatang.

Teori normatif dalam periode tersebut lebih banyak membahas tentang dua hal yaitu:

a. True Income atau penciptaan laba sesungguhnya

Dimana para pakar berfokus pada bagaimana menghasilkan pengukuran tunggal dan
unik terhadap aset dan profit.

b. Decision Usefulness atau pengambilan keputusan

Para pakar mengasumsikan bahwa tujuan utama akuntansi adalah membantu proses
pengambilan keputusan oleh para pengguna informasi akuntansi dengan menyediakan
data akuntansi yang bermanfaat atau relevan.

Teori yang berkembang mendasarkan pada konsep ekonomi klasik tentang laba dan
kemakmuran. Para pakar membuat penyesuaian pada biaya historis (historical cost
accounting) dengan mengukur tingkat inflasi atau nilai wajar (market value) suatu aset.
Asumsi – asumsi yang berkembang dalam teori ini antara lain:

a. Akuntansi seharusnya adalah sebuah sistem pengukuran;

b. Laba dan nilai dapat diukur dengan akurat;

c. Akuntansi keuangan berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi

d. Pasar tidak efisien atau bisa dimanipulasi oleh akuntan yang ‘kreatif’

e. Akuntansi konvensional (pragmatis) tidak efisien dalam hal memberikan informasi


yang akurat

f. Terdapat suatu pengukuran tunggal terhadap profit

Dalam perkembangannya teori normatif dianggap merupakan pendapat pribadi yang


subjektif sehingga tidak dapat diterima begitu saja dan harus dapat diuji secara empiris
agar memiliki dasar teori yang kuat. Beberapa kelemahan teori normatif dalam
pengembangan teori akuntansi menurut Watt & Zimmerman (1986) antara lain:

a. Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris, karena


didasarkan pada premis atau asumsi yang salah sehingga tidak dapat diuji
keabsahannya secara empiris;
b. Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor (pengguna
informasi) secara individu daripada kemakmuran secara luas;

c. Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi sumber


daya ekonomi secara optimal di pasar modal. Hal ini mengingat bahwa dalam sistem
perekonomian yang mendasarkan adanya mekanisme pasar, informasi akuntansi dapat
menjadi alat pengendali masyarakat dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi
secara efisien.

Kelemahan kelemahan tersebut mendorong bergesernya pendekatan normatif menjadi


pendekatan positif dalam pengembangan teori akuntansi.

E. POSITIVE THEORIES

Selama tahun 1970-an teori akuntansi menerapkan metode empiris yang juga disebut
sebagai metodologi positif atau empiris berarti pengujian, atau hipotesis atau teori
akuntansi harus dikembalikan sesuai fakta dan kejadian yang ada dalam dunia nyata.
Fokus utama kajian akuntansi positif adalah pada pengujian empiris beberapa asumsi-
asumsi yang dibuat oleh teoritis akuntansi normatif. Contohnya dengan menggunakan
kuisioner dan teknik survei lainnya, sifat atau bentuk dari manfaat teknik-teknik akuntansi
yang berbeda akan ditentukan.

Teori akuntansi positif berupaya menjelaskan sebuah proses, yang menggunakan


kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta penggunaan kebijakan
akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tertentu dimasa mendatang. Teori
akuntansi positif pada prinsipnya beranggapan bahwa tujuan dari teori akuntansi adalah
untuk menjelaskan dan memprediksi praktik-praktik akuntansi.

Perkembangan teori positif tidak dapat dilepaskan dari ketidakpuasan terhadap teori
normatif (Watt & Zimmerman,1986). Selanjutnya dinyatakan bahwa dasar pemikiran
untuk menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normatifterlalu sederhana dan tidak
memberikan dasar teoritis yang kuat. Terdapat tiga alasan mendasar terjadinya pergeseran
pendekatan normatif ke positif yaitu (Watt & Zimmerman,1986 ):

Perbedaan utama antara teori positif dan normatif adalah:


a. Teori normatif bersifat preskriptif sedangkan teori positif bersifat deskriptif, penjelasan
atau prediksi;

b. Teori normatif menuntun untuk memerintah bagaimana akuntan seharusnya bertindak


untuk meraih outcome yang dianggap baik, cocok dan adil dan sebagainya. Sedangkan
teori positif menggambarkan bagaiman seseorang bertindak dengan baik, menjelaskan
mengapa orang-orang harus bertindak dengan cara tepat.

F. DIFFERENT PERSPECTIVES

Sampai saat ini, kita telah terfokus pada pendekatan yang terstruktur untuk formulasi teori
yaitu pendekatan ilmiah. Kita mulai dengan teori yang berdasarkan pada pengetahuan
terdahulu atau konstruksi teori ilmiah yang sudah diterima sebelumnya. Ketika kita
mengamati realitas di dunia nyata yang tidak sesuai dengan teori, kita memperlakukan
anomaly tersebut sebagai bahan penelitian dan menyatakannya sebagai objek penelitian
yang harus dijelaskan. Kita mengembangkan teori untuk menjelaskan perilaku yang kita
amati dan menggunakan teori itu untuk menciptakan hipotesis yang teruji yang akan
dikuatkan hanya jika teori itu benar. Kita lalu mengikuti metode yang tepat dan sangat
terstruktur atau prosedur untuk mendapatkan data dan setelah memproses data dengan
teknik matematis atau statistic, kita memvalidasi atau membuktikan kesalahan dari
hipotesis kita.
Pendekatan ini memiliki asumsi melekat bahwa bidang yang akan kita teliti adalah sebuah
objek yang sangat mampu untuk diperiksa dalam skala besar atau statistic rata-rata. Tipe
penelitian ini dengan hipotesis tambahan yang akan dikombinasikan untuk menyediakan
pemahaman yang lebih luas atau perkiraan yang lebih baik dari akuntansi. Asumsinya
adalah teori yang baik akan bertahan dan bersifat tetap melintasi waktu dan berbagai
industry dan perusahaan.
Pendekatan penelitian ini biasanya dijelaskan sebagai pendekatan ilmiah dan pendekatan
ini biasanya digunakan oleh sebagian besar peneliti akuntansi, dan pendekatan yang
diterbitkan dalam sebagian besar jurnal akuntansi. Penting untuk diketahui bahwa hal ini
berdasarkan pada asumsi ontologis tertentu (cara kita memandang dunia), yang
menyiratkan epistemologi yang berbeda (cara kita mengumpulkan pengetahuan) dan
metodologi penelitian yang berbeda. Hal ini pada gilirannya akan mempengaruhi jenis
metodlogi penelitian yang diajukan dan hipotesis yang diuji. Penting bagi para penliti
akuntansi untuk dengan jelas menyadari asumsi yang mendasari penelitian mereka dan
mana metodologi penelitian yang lebih cocok. Banyak peneliti sekarang yang menyadari
bahwa pendekatan yang paling cocok tergantung pada sifat dari penelitian tersebut.
Kritik pertama dari pendekatan ilmiah adalah penelitian statistic dalam skala besar
cenderung untuk membengkak. Hipotesis yang didasarkan pada penggunaan harga pasar
saham atau survey membuat banyak penelitian akuntansi jauh dari dunia praktisi. Juga,
tidak selaras dengan permasalahan yang dihadapi oleh para akuntan. Beberapa peneliti
menganjurkan kepada para peneliti untuk focus pada akuntansi yang berada pada keadaan
yang senatural mungkin. Idenya adalah kita melakukan penelitian sealami mungkin.
Pendekatan ini memiliki dua implikasi. Pertama, kita tidak punya asumsi atau teori yang
terbentuk sebelumnya. Kedua, kita focus pada masalah khusus. Hal ini dilakukan dengan
pendekatan penelitian yang fleksibel menggunakan pengamatan secara detail dan tidak
terlalu menekankan pada analisis matematis, tes statistic, dan tes laboratories dan survey.
Cara biasa untuk melakukan penelitian naturalistic adalah dengan studi kasus individual
dan kerja lapangan yang lebih rinci. Tipe penelitian ini secara spesifik jah lebih kecil
karena ditujukan untuk meyelesaikan masalah individual pada perusahaan tertentu. Oleh
karena itu hasilnya mungkin akan lebih sulit untuk digeneralisasi.
Pendekatan naturalistic dapat dibandingkan dengan penelitian ilmiah akuntansi, yang lebih
rentan terhadap menggabungkan hasil dari pengujian sejumlah hipotesis dalam rangka
membentuk teori akuntansi yang umum. Penelitian naturalistic dimulai dari situasi dalam
dunia nyata yang spesifik, tujuan utama adalah untuk menjawab pertanyaan “apa yang
terjadi disini?”, bukan untuk menyediakan kondisi yang digeneralisir untuk segmen
masyarakat yang lebih luas.
Pendekatan studi kasus dipandang oleh sebagian peneliti memenuhi peran penelitian
naturalistic yaitu menjelajahi dan kristalisasi dari masalah penelitian. Contohnya: …
Situasi di mana tidak layak untuk mengembangkan model teoritis sebelum pengamatan
empiris, alternatif terbaik berikutnya (pendekatan eksplorasi) dapat diikuti.
Tomkins dan Grove tidak setuju dengan pendapat ini. Mereka menganggap pendekatan
penelitian naturalistic lebih tepat untuk asumsi ontologis yang berbeda. Perbedaan pada
asumsi ontologism mengakibatkan jenis penelitian yang berbeda dan mempengaruhi
pertanyaan yang akan diteliti. Contohnya, kita melihat akuntansi sebagai konstruksi
social. Kita mungkin berharap akan memahami anggapan orang terhadap dirinya sendiri,
asumsi apa yang mendasari pandangan tersebut atau apa yang persepsi tersebut lakukan
pada perilaku orang tersebut pada kehidupan dia sehari-hari. Ini adalah jenis-jenis
pertanyaan yang akan diteliti dengan menggunakan subjektif ontology.
Untuk lebih menjelaskan ontology dan gaya penelitian berbeda yang akan digunakan,
kami menggunakan artikel dari Tomkins dan Groves. Pertama, mereka membuat enam
klasifikasi sifat dari dunia social.
Kategori 1-6 adalah cara alternative untuk melihat dunia. Kategori 1 adalah pandangan
objektif yang ketat dari dunia, dimana perilaku mencocokan diri dengan sekumpulan
peraturan perilaku dan hasil keputusan dan tindakan sangat bisa diprediksi. Dalam
hubungannya dengan kategori 1, contohnya, peneliti berasumsi bahwa semua manajer
pasti bertujuan untuk memaksimalkan kekayaan pribadi mereka dan dan mereka
mengetahui teknik-teknik akuntansi untuk melakukannya. Ini membuat para peneliti
mampu untuk memprediksi metode akuntansi apa yang akan digunakan manajer apabila
tidak ada pilihan akuntansi yang teregulasi. Peneliti akan memperediksi bahwa semua
manajer akan berperilaku sama karena mereka cenderung memiliki tujuan yang sama.
Ketika peneliti melihat dunia sebagai stuktur yang solid. (kategori 1), ini membuat mereka
menggunakan pendekatan ilmiah dan metode statistic untuk menguji prediksi mereka.
Pendekatan ilmiah cocok ketika perilaku yang akan diselidiki diduga akan terjadi secara
sistematis.
Kategori Asumsi
1 Realitas sebagai struktur kongkrit
2 Realitas sebagai proses konkrit
3 Realitas sebagai bidang informasi kontekstual
4 Realitas sebagai wacana simbolik
5 Realitas sebagai konstruksi social
6 Realitas sebagai imajinasi manusia

Semakin kebawah pada kategori-kategori ini kita melihat dunia sebagai suatu struktur
yang lebih lentur atau semakin tidak solid. Kategori 1 berasumsi bahwa dunia itu solid dan
stabil, kategori 6 melihat dunia itu tidak stabil dan manusiawi. Pada kategori 6, manusia
tidak diharapkan untuk berperilaku sama. Hubungan antar manusia yang
kompleks dan keputusan individu juga diperhatikan. Setiap individu tidak mungkin
berpikiran sama. Karena individualism diperhitungkan di kategori 6, maka metode ilmiah
dan pengujian statistic tidak cocok karena melanggar asumsi dari pendekatan tersebut.
Meskipun setiap individu mungkin berperilaku secara rasional menurut pemahaman
mereka terhadap dunia, tapi mereka tidak memiliki pemahaman yang sama terhadap
bagaimana dunia itu bekerja dan mereka bisa jadi mengharapkan hasil yang berbeda dari
keputusan mereka. Contohnya, beberapa manajer mungkin memilih untuk memaksimalkan
kekayaan pribadi mereka, sebagian lagi mungkin lebih memilih untuk memaksimalkan
kepuasan bekerja dari para bawahan mereka dan yang lainnya mungkin memfokuskan diri
pada peningkatan kinerja. Memahami cara pengambilan keputusan melibatkan pemahaman
terhadap persepsi dan pilihan dari masing-masing individu.
Untuk kategori 1-3, lebih cocok menggunakan pendekatan ilmiah, dengan pengamatan dan
pengukuran yang cocok, diasumsikan bahwa seseorang memiliki fungsi tersedia, stabil dan
biasanya sangat sederhana yang berkaitan dengan subset terisolasi dan kecil dari dunia
sosial yang dapat digunakan untuk prediksi yang akurat.
Untuk kategori 4-6, Tomkins dan Groves menunjukkan bahwa pendekatan naturalistic atau
penelitian eksploratoris lebih tepat. Tiga kategori ini biasanya diberi label sebagai
“symbolic interracsionist”. Interaksionis simbolis melihat dunia sebagai satu kesatuan
dimana orang-orang membentuk kesan mereka yang berbeda-beda melalui proses interaksi
dan negosiasi antar manusia. Mereka percaya bahwa tindakan dan interaksi social
dimungkinkan melalui pertukaran dari interpretasi terhadap label yang melekat pada
orang-orang, hal dan situasi. Realitas tidak diwujudkan dalam interpretasi itu sendiri, tapi
dari pengertian yang didapat dari hasil interpretasi manusia terhadap kejadian dan situasi
yang dialami. Pendekatan ilmiah dalam meneliti interpretasi manusia bisa menguraikan
kaidah-kaidah tertentu melalui penelitian statistic berskala besar pada area yang dianggap
banyak orang sebagai area yang stabil. Sebaliknya, para naturalis akan meneliti
permasalahan dengan menekankan “feeling one way inside the experience of the actor”
dalam rangka memahami permasalahan. Perbedaan penelitian ilmiah dengan penelitian
naturalistic:

Penelitian Ilmiah Penelitian Naturalistik

Asumsi Realitas objektif dan konkret. Realitas dikonstruksi secara


Ontologi Akuntansi adalah realitas sosial dan diproduksi dari
objektif yang terpisah dari imajinasi manusia.
peneliti. Akuntansi dibangun dari
realitas.

Holisti
k
Satu demi kemajuan
Kompleksitas dunia tidak dapat
pengetahuan
diselesaikan dengan
Pendekatan
reduksionisme
reduksionisme
Epistimologi
Pengujian hipotesis individual
Hukum Kerumitan yang tak
Mampu generalisasi Hukum
Teruraikan

Tersusun
Tidak terstruktur
Metodologi Sebelum teoritis dasar Tidak ada teori sebelumnya
Empiris validasi atau ekstensi
Sintaksis model formulasi
Studi kasus
Empiris induksi untuk
Eksplorasi oleh fleksibilitas
Metode
membentuk hipotesis
Pengalaman peristiwa individu
Sesuai metode statistic

G. SCIENTIFIC APPROACH APPLIED TO ACCOUNTING

Hal ini dikatakan “Kesalahpahaman tujuan”

Upaya untuk menerapkan pendekatan ilmiah untuk akuntansi adalah untuk membuat para
ilmuwan dari praktisi akuntansi. Pandangan ini tentu saja tidak sesuai dengan tujuan
akuntansi. Seorang ilmuwan adalah salah satu yang menggunakan metode ilmiah dan, oleh
karena itu, terutama peneliti. Profesi medis memberikan analogi yang baik dari perbedaan
antara peneliti dan praktisi dan penggunaan dan efek dari metode ilmiah.

Para peneliti medis adalah seorang ilmuwan, tetapi praktisi medis (dokter) adalah tidak.
Yang terakhir adalah seorang teknisi, orang yang menerapkan alat-alat kedokteran. Dia
adalah orang yang profesional yang diharapkan untuk menggunakan penilaian untuk
mendiagnosis penyakit dan merekomendasikan pengobatan. Alat kedokteran yang
diterapkan terutama terdiri dari pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian ilmiah oleh
peneliti medis. Namun, seperti di beberapa bidang lain, penelitian ilmiah tidak
menemukan semua jawaban atas pertanyaan medis dan beberapa kesimpulan yang tidak
persuasif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah general, tapi praktisi dihadapkan dengan
kasus-kasus tertentu yang mungkin tidak sesuai persis dengan kesimpulan umum.

Untuk alasan ini, pertimbangan praktisi selalu diperlukan dalam mengambil tindakan.
Yang penting adalah bahwa dokter mengambil sikap ilmiah dalam praktek - Penting
baginya mengamati bukti secara serius untuk mendukung diagnosis atau pengobatan.
Seorang akuntan yang percaya pada pendekatan ilmiah ingin bukti empiris dan penjelasan
logis untuk mendukung praktik akuntansi sehingga praktisi dapat merekomendasikan
metode yang paling sesuai untuk situasi yang diberikan berdasarkan bukti ini. Orang
melihat bahwa pernyataan lebih meyakinkan ketika didukung secara obyektif dan bukti
empiris daripada hanya berdasarkan rasionalisasi yang dapat diperdebatkan.

Kesalahpahaman umum lain tentang penerapan pandangan ilmiah dalam akuntansi adalah
menginginkannya ‘kebenaran mutlak’, yang tentu saja tidak mungkin. Oleh karena itu,
mereka yang membantah pendekatan ilmiah untuk perumusan teori berpendapat bahwa hal
itu sia-sia untuk mencari hal yang tidak mungkin.

You might also like