You are on page 1of 7

Devide et impera merupakan politik pecah belah atau disebut juga dengan adu

domba adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan
dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok
kecil yang lebih mudah ditaklukan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti
mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang
lebih kuat

Kemunduran kerajaan Banten

Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan memberikan
kompensasi kepada VOC di antaranya pada 12Maret1682, wilayah Lampung diserahkan
kepada VOC, seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin,
Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian
dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22Agustus1682 yang membuat VOC memperoleh
hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain itu berdasarkan perjanjian
tanggal 17April1684, Sultan Haji juga mesti mengganti kerugian akibat perang tersebut
kepada VOC.

Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di
Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan
dari GubernurJendralHindiaBelanda diBatavia. SultanAbuFadhlMuhammadYahya diangkat
mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga tahun, selanjutnya digantikan
oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul
Abidin dan kemudian dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.

Karena terjadinya perang saudara antara sultan haji yang mendapatkan bantuan dari belanda dengan
sultan ageng , maka sultan ageng terkalahkan
kemenangan sultan haji tersebut merupakan awal keruntuhan kerajaan demak

Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan


masa berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak ketidakpuasan
masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat
kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan SultanAbul Fathi Muhammad Syifa
Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik
yang berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta bantuan VOC dalam meredam
beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi vassal dari VOC.

1. Aspek kehidupan masyarakat

Aspek kehidupan kerajaan Banten meliputi :

1. Sistem Ekonomi
Dalam meletakan dasar pembangunan ekonomi Banten, selain di bidang perdagangan untuk
daerah pesisir, pada kawasan pedalaman pembukaan sawah mulai diperkenalkan. Asumsi ini
berkembang karena pada waktu itu di beberapa kawasan pedalaman seperti Lebak,
perekonomian masyarakatnya ditopang oleh kegiatan perladangan, sebagaimana penafsiran
dari naskah sanghyangsiksakandangkaresian yang menceritakan adanya
istilah pahuma(peladang), panggerek (pemburu) dan panyadap (penyadap). Ketiga istilah ini
jelas lebih kepada sistem ladang, begitu juga dengan nama peralatanya
seperti kujang, patik, baliung, kored dan sadap.
Pada masa Sultan Ageng antara 1663 dan 1667 pekerjaan pengairan besar dilakukan untuk
mengembangkanpertanian. Antara 30 dan 40 km kanal baru dibangun dengan menggunakan
tenaga sebanyak 16 000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40 000 ribu hektar
sawah baru dan ribuan hektar perkebunan kelapaditanam. 30 000-an petani ditempatkan di
atas tanah tersebut, termasuk orang Bugis dan Makasar. Perkebunantebu, yang
didatangkan saudagar Cina pada tahun 1620-an, dikembangkan. Di bawah Sultan Ageng,
perkembangan penduduk Banten meningkat signifikan.
Tak dapat dipungkiri sampai pada tahun 1678, Banten telah menjadi kota metropolitan,
dengan jumlah penduduk dan kekayaan yang dimilikinya menjadikan Banten sebagai salah
satu kota terbesar di dunia pada masa tersebut.

1. Sistem Sosial

Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa selain Kerajaan Demak,
Kasepuhan Cirebon, Giri Kedaton, dan Mataram Islam.Kehidupan sosial rakyat Banten
berlandaskan ajaran-ajaran yang berlaku dalam agamaIslam.Pada masa pemerintahan Sultan
Ageng Tirtayasa, kehidupan sosial masyarakat Banten semakin meningkat dengan pesat
karena sultan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.Usaha yang ditempuh oleh Sultan
Ageng Tirtayasa adalah menerapkan sistem perdagangan bebas dan mengusir VOC dari
Batavia.
Menurut catatan sejarah Banten, Sultan Banten termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW
sehingga agama Islam benar-benar menjadi pedoman hidup rakyat. Meskipun agama Islam
mempengaruhi sebagian besar kehidupan Kesultanan Banten, namun penduduk Banten telah
menjalankan praktek toleransi terhadap keberadaan pemeluk agama lain. Hal ini dibuktikan
dengan dibangunnya sebuah klenteng di pelabuhan Banten pada tahun 1673.

1. Sistem Politik

Gambar 1.3
Bendera Kesultanan Banten (1527–1813)
Pada awal berkembangnya masyarakat pantai Banten, Banten merupakan daerah kekuasaan
KerajaanPajajaran.Namun pada tahun 1524 wilayah Banten berhasil dikuasai oleh Kerajaan
Demak di bawah pimpinan SyarifHidayatullah.Pada waktu Demak terjadi perebutan
kekuasaan, Banten melepaskan diri dan tumbuh menjadi kerajaan besar.
Setelah itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan Hasanudin, putra Syarif
Hidayatullah.Sultan Hasanudin dianggap sebagai peletak dasar Kerajaan Banten. Banten
semakin maju di bawah pemerintahan Sultan Hasanudin karena didukung oleh faktor-faktor
berikut ini:
Letak Banten yang strategis terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Banten
menjadi bandar utama karena dilalui jalur perdagangan laut.
Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi perdagangan utama bangsa Eropa
menuju Asia.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa. Hal-hal yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa terhadap kemajuan Kerajaan
Banten adalah sebagai berikut:
Memajukan wilayah perdagangan.Wilayah perdagangan Banten berkembang sampai ke
bagian selatan Pulau Sumatera dan sebagian wilayah Pulau Kalimantan.
Banten dijadikan sebagai tempat perdagangan internasional yang mempertemukan pedagang
lokal dengan para pedagang asing dari Eropa.
Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid yang belajar agama
Islam ke Banten.
Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas Cardeel.Sejumlah
situs bersejarah peninggalan Kerajaan Banten dapat kita saksikan hingga sekarang di wilayah
Pantai Teluk Banten.
Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan. Kekuatan ekonomi Banten
didukung oleh pasukan tempur laut untuk menghadapi serangan dari kerajaan lain di
Nusantara dan serangan pasukan asing dari Eropa.
Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja yang gigih menentang pendudukan VOC
di Indonesia.Kekuatan politik dan angkatan perang Banten maju pesat di
bawah kepemimpinannya.Namun akhirnya VOC menjalankan politik adu domba antara
Sultan Ageng dan putranya, Sultan Haji.Berkat politik adu domba tersebut Sultan Ageng
Tirtayasa kemudian berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat pada tahun
1629 Masehi.

1. Sistem Budaya

Masyarakat yang berada pada wilayah Kesultanan Banten terdiri dari beragam etnis yang ada
di Nusantara, antara lain: Sunda, Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, dan Bali. Beragam suku
tersebut memberi pengaruh terhadap perkembangan budaya di Banten dengan tetap
berdasarkan aturan agama Islam. Pengaruh budaya Asia lain didapatkan dari migrasi
penduduk Cina akibat perang Fujian tahun 1676, serta keberadaan pedagang India dan Arab
yang berinteraksi dengan masyarakat setempat.
Dalam bidang seni bangunan Banten meninggalkan seni bangunan Masjid Agung Banten
yang dibangun pada abad ke-16.Selain itu, Kerajaan Banten memiliki bangunan istana dan
bangunan gapura pada Istana Kaibon yang dibangun oleh Jan Lucas Cardeel, seorang
Belanda yang telah memeluk agama Islam.Sejumlah peninggalan bersejarah di Banten saat
ini dikembangkan menjadi tempat wisata sejarah yang banyak menarik kunjungan wisatawan
dari dalam dan luar negeri.

MASA SEJAK BERDIRINYA KERAJAAN GOWA DANKERAJAAN TALLO


1. Kerajaan Gowa berdiri kira-kira tahun 1300 Masehi dengan rajayang pertama adalah seorang
perempuan bernamaTUMANURUNG (1320-1345) yang kawin dengan KARAENGBAYO
berasal dari Bonthain yang menurunkan raja-raja Gowaselanjutnya.2. Pusat Kerajaan Gowa ini
terletak diatas bukit Takka'bassiayang kemudian berubah namanya menjadi Tamalate,
tempat inimenjadi pusat Kerajaan Gowa sampai kepada masapemerintahan Raja Gowa
ke-VIII I-PAKERE TAU TUNIJALLO RIPASSUKKI (1460-1510).3. Dalam masa pemerintahan
Raja Gowa ke-VI TUNATANGKALOPI 1445-1460) terjadi pembagian kerajaan, yaitu
KerajaanGowa dan Kerajaan Tallo, masing-masing dipegang oleh keduaputeranya yaitu
Kerajaan Gowa dipegang oleh BATARA GOWATUNIAWANGA RI PARALEKKANNA
sebagai Raja Gowa ke-VII(1460) dan Kerajaan Tallo dipegang oleh KARAENG LOE RISERO
sebagai Raja Tallo Pertama.4. Raja Gowa ke-IX DAENG MATANRE
KARAENGMANGNGUNTUNGI yang bergelar TUMAPA'RISI KALLONAkedua kerajaan
Gowa dan Tallo disatukan kembali dan diperintaholeh Raja Gowa, dan yang menjadi
Mangkubumi adalah RajaTallo. Kedua kerajaan ini sering disebut Kerajaan
Makassar.5. Pembangunan Benteng Somba Opu dari tanah liat pada tahun1525 oleh Raja Gowa
ke-IX TUMAPA'RISI KALLONNA (1510-1546). Dalam benteng ini dibanguna istana raja Gowa.
Makassar (Kerajaan Gowa) menjadi pusat bandar niaga dengansyahbandar adalah DAENG
PAMMATE yang diangkat padatahun 1538. Sejak itu Makassar menjadi Ibu Negeri,
denganbertitik pusat pada Kota Raja Somba Opu

Raja-raja Kesultanan Makassar[sunting | sunting sumber]


Perkembangan Kesultanan Makassar tidak terlepas dari peranan Raja-raja yang memerintah.[4] Adapun
Raja-raja yang pernah memerintah Kesultanan Makassar, antara lain sebagai berikut:[4]

1. Sultan Alauddin (1591-1629 M).[4] Sultan Alauddin sebelumnya bernama asli Karaeng Matowaya
Tumamenaga Ri Agamanna dan merupakan raja Makassar pertama yang memeluk
agama Islam.[4] Pada pemerintahan Sultan Alauddin, Kerajaan Makassar mulai terjun dalam
dunia pelayaran dan perdagangan.[4]
2. Sultan Muhammad Said (1639-1653 M).[4] Pada Pemerintahan Sultan Muhammad Said,
perkembangan Makassar maju pesat sebab Bandar transit, bahkan Sultah Muhammad Said juga
pernah mengirimkan pasukan ke Maluku untuk membantu rakyat Maluku berperang
melawan Belanda.[4]
3. Sultan Hasanuddin (1653-1669 M).[4] Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Makassar
mencapai masa kejayaan.[4] Makassar berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Sulawesi
Selatan dan memperluas wilayah kekuasaannya ke Nusa Tenggara (Sumbawa dan
sebagian Flores).[4] Hasanuddi mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur, karena keberaniannya
dan semangat perjuangannya untuk Makassar menjadi besar.
Keruntuhan kerajaan
Raja Bone Aru Palaka meminta bantuan Belanda untuk menyerang Hasanuddin karena
wilayahnya dikuasai Gowa Tallo, maka dengan cepat Belanda menyambutnya.
Belanda menyerang dari laut, sedangkan Aru Palaka menyerang dari darat. Dengan tekanan
yang demikian berat akhirnya Belanda mempu memaksa Gowa Tallo menandatangani
Perjanjian Bongaya (1667).

Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:

a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.

b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.

c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di


luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.

Gowa Tallo menyerah kepada Belanda tahun 1669.


Akibat penyerahan Gowa Tallo kepada Belanda adalah seperti berikut:
•Peranan Makasar sebagai pusat pelayaran dan perdagangan di Indonesia Timur berakhir.
•Belanda menguasai Gowa Tallo dan mendirikan benteng di New Rotterdam.
•Pejuang Makasar banyak yang pergi ke luar daerah untuk melanjutkan perjuangannya
melawan penjajah Belanda. Para pejuang tersebut antara lain Kraeng Galengsung dan
Montemaramo yang pergi ke Jawa melanjutkan perjuangannya di Jawa.

Beberapa akibat di atas mengakhiri Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan berakhir pula
peranannya sebagai pelabuhan transito yang besar.

Keruntuhan Kerajaan
Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba
antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa
dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar.
Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Raja Bone Aru Palaka meminta bantuan Belanda untuk menyerang Hasanuddin karena wilayahnya dikuasai
Gowa Tallo, maka dengan cepat Belanda menyambutnya.

Belanda menyerang dari laut, sedangkan Aru Palaka menyerang dari darat. Dengan tekanan yang demikian berat
akhirnya Belanda mempu memaksa Gowa Tallo menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa
kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya
tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.

Isi dari perjanjian Bongaya antara lain

1. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.


2. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
3. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
4. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
5. Gowa Tallo menyerah kepada Belanda tahun 1669.
6. Akibat penyerahan Gowa Tallo kepada Belanda adalah seperti berikut:
7. Peranan Makasar sebagai pusat pelayaran dan perdagangan di Indonesia Timur berakhir.
8. Belanda menguasai Gowa Tallo dan mendirikan benteng di New Rotterdam.
9. Pejuang Makasar banyak yang pergi ke luar daerah untuk melanjutkan perjuangannya melawan
penjajah Belanda. Para pejuang tersebut antara lain Kraeng Galengsung dan Montemaramo yang pergi
ke Jawa melanjutkan perjuangannya di Jawa.

Akibat dari kekalahan dari VOC akhirnya mengakhiri Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan berakhir
pula peranannya sebagai pelabuhan transito yang besar.

Seingat saya, setelah ada perjanjian BONGAYA, prajurit gowa tallo tetap melakukan
perlawanan terhadap belanda, tapi mereka kalah dalam kualitas dan kuantitas terhadap
pasukan belanda

dengan rajayang pertama adalah seorang perempuan bernamaTUMANURUNG


(1320-1345) yang kawin dengan KARAENGBAYO berasal dari Bonthain yang
menurunkan raja-raja Gowaselanjutnya.2. Pusat Kerajaan Gowa ini terletak diatas
bukit Takka'bassiayang kemudian berubah namanya menjadi Tamalate

Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah
benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai
sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545
oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung
Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada
masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti
menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros.
Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak
turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu
dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di
daratan maupun di lautan. Nama asli benteng in i adalah Benteng Ujung Pandang.
Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami
beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan Mahmud
(1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan Andi
Baso, Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit mengidentifikasi bagian paling awal (asli)
bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.
Makam raja-raja. Tallo adalah sebuah kompleks makam kuno yang dipakai sejak
abad XVII sampai dengan abad XIX Masehi. Letaknya di RK 4 Lingkungan Tallo,
Kecamatan Tallo, Kota Madya Ujungpandang. Lokasi makam terletak di pinggir barat
muara sungai Tallo atau pada sudut timur laut dalam wilayah benteng Tallo.
Ber¬dasarkan basil penggalian (excavation) yang dilakukan oleh Suaka Peninggalan
sejarah dan Purbakala (1976¬-1982) ditemukan gejala bah wa komplek makam
ber¬struktur tumpang-tindih. Sejumlah makam terletak di atas pondasi bangunan, dan
kadang-kadang ditemukan fondasi di atas bangunan makam.
Kompleks makam raja-raja Tallo ini sebagian ditempat¬kan di dalam bangunan
kubah, jirat semu dan sebagian tanpa bangunan pelindung: Jirat semu dibuat dan
balok¬balok ham pasir. Bangunan kubah yang berasal dari kuran waktu yang lebih
kemudian dibuat dari batu bata. Penempatan balok batu pasir itu semula tanpa
memper¬gunakan perekat. Perekat digunakan Proyek Pemugaran. Bentuk bangunan
jirat dan kubah pada kompleks ini kurang lebih serupa dengan bangunan jirat dan
kubah dari kompleks makam Tamalate, Aru Pallaka, dan Katangka. Pada kompleks ini
bentuk makam dominan berciri abad XII Masehi.

Batu Pelantikan Raja (Batu Pallantikang) terletak di sebelah tenggara kompleks makam
Tamalate. Dahulu, setiap penguasa baru Gowa-Tallo di sumpah di atas batu ini

You might also like