You are on page 1of 33

LAPORAN PENDAHULUAN POST OPS DEBRIDEMENT

DENGAN COMBUSTIO API

Disusun oleh :
DWI AYUDHA KURNIA W
J230145088

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
LAPORAN PENDAHULUAN POST OPS DEBRIDEMENT DENGAN COMBUSTION API

A. PENGERTIAN

1. Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,
air panas,
2. listrik, bahan kimia dan radiasi juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah.
(Mansjoer, Arif. 2000 : 365).
3. Luka bakar dapat timbul karena kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik atau bahan
kimia (Corwin, Elisabeth, J. 2000 : 5 ).

4. Luka bakar merupakan luka yang disebabkan oleh berpindahnya energi dari sumber
panas ke tubuh (Efendy, Cristantik , 2000 : 5 ).

5. Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh transfer energi dan sumber panas ke
tubuh. (Bruner and Sudart, 2003 : 73 ).

6. Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi
( Moenajat, 2001).

Dapat disimpulkan bahwa luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan
suhu tingi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi yang menimbulkan
kerusakan kulit.

B. ETIOLOGI
Penyebab luka bakar menurut www.info-sehat.com yaitu:
1. Suhu tinggi
2. Api
3. Air panas
4. Listrik
5. Petir
6. Asam dan basa kuat
Penyebab luka bakar secara umum yaitu:
1. Kontak dengan nyala api;

2. Kontak dengan bahan cair/padat yang panas;


3. Kontak dengan bahan kimia;

4. Kontak dengan arus listrik yang voltasenya tinggi; dan

5. Sinar ultraviolet (sengatan matahari).

C. Fase Luka Bakar


1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan
circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa
saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat
cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderiat pada fase akut.

Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera
termal yang berdampak sistemik.

2. Fase sub akut.

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:

a. Proses inflamasi dan infeksi.


b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur.
D. KLASIFIKASI

1. Menurut Kedalaman Luka Bakar

Kedala Jaringan Penyebab Karakteristik Nyeri Penyembuhan


yang terkena
Man yang
lazim

Ketebalan Kerusakan Sinar matahari Kering : tidak Nyeri Sekitar 5 hari


superficial epitel ada lepuh,
(derajat I) minimal merah pink,
memutih
dengan tekanan

Ketebalan Epidermis, Kilat : cairan Basah : pink Nyeri : Sekitar 21 hari,


partial dermis hangat atau merah, hiperestetik jaringan parut
(derajat IIA) minimal lepuh sebagian minimal
memutih

Ketebalan Keseluruhan Benda panas, Kering : pucat, Sensitif Berkepanjangan


partial dermal epidermis, nyala api, cidera berlilin, tidak terhadap membentuk
dalam sebagian radiasi memutih tekanan jaringan
(derajat IIB) dermis hipertrofik :
pembentukan
kontraktur

Ketebalan Semua yang Nyala api Kulit terkelupas Sedikit Tidak dapat
penuh di atas dan berkepanjangan, vascular, pucat nyeri beregenerasi
(derajat III) bagian lemak listrik, kimia, kuning sampai sendiri :
subkutan dan uap panas coklat membutuhkan
dapat tandur kulit
mengenai
jaringan ikat,
otot, tulang

2. Klasifikasi keparahan luka bakar menurut America Bun Associaton (Effendi, Cristanty
2000 : 18 )

a. Cidera luka bakar minor

1) Luka bakar dengan LPTT < 5 % pada orang dewasa, umur < 40 tahun.

2) Luka bakar dengan LPTT < 10 % pada orang dewasa, umur > 40 tahun.

3) Luka bakar dengan LPTT < 10 % pada orang anak-ansk, umur < 10 tahun.

Dengan luka bakar ketebalan penuh LPTT < 2% dan tidak ada resiko kosmetik atau fungsi
pada wajah, mata, telinga, tangan, kaki, atau perineum.

b. Cidera luka bakar sedang


1) Luka bakar dengan LPTT 15 - 25 % pada orang dewasa, umur < 40 tahun.

Lokasi Usia (Tahun)

0-1 1-4 5-9 10-15

Kepala 19 17 13 10

Leher 2 2 2 2

Dada dan perut 13 13 13 13

Punggung 13 13 13 13

Pantat kiri 2,5 2,5 2,5 2,5

Pantat kanan 2,5 2,5 2,5 2,5

Kelamin 1 1 1 1

Lengan atas kanan 4 4 4 4

Lengan atas kiri 4 4 4 4

Lengan bawah kanan 3 3 3 3

Lengan bawah kiri 3 3 3 3

Tangan kanan 2,5 2,5 2,5 2,5

Tangan kiri 2,5 2,5 2,5 2,5

Paha kanan 5,5 6,5 8,5 8,5

Paha kiri 5,5 6,5 8,5 8,5

Tungkai bawah kanan 5 5 5,5 6

Tungkai bawah kiri 5 5 5,5 6

Kaki kanan 3,5 3,5 3,5 3,5

Kaki kiri 3,5 3,5 3,5 3,5

2) Luka bakar dengan LPTT 10 - 20 % pada orang dewasa, umur > 40 tahun.

3) Luka bakar dengan LPTT 10 - 20 % pada orang anak-ansk, umur < 10 tahun.

Dengan luka bakar ketebalan penuh dengan LPTT < 10% dan tidak ada resiko kosmetik atau
fungsi pada wajah, mata, telinga, tangan, kaki atau perineum.
c. Cidera luka bakar mayor

1) Luka bakar dengan LPTT 25 % pada orang dewasa, umur < 40 tahun.

2) Luka bakar dengan LPTT 20 % pada orang dewasa, umur > 40 tahun.

3) Luka bakar dengan LPTT 20 % pada orang anak-anak, umur < 10 tahun.

3. Menurut ukuran luka bakar

Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan salah satu dari 2 metode, yaitu:

a) Rule of nine

Rule of nine digunakan sebagai alat untuk mempekirakan ukuran luka bakar yang tepat.
Dasar dari perhitungan ini adalah dengan membagi - bagi anatomi tubuh dengan kelipatan
9% dari luas permukaan tubuh.

Masing- masing ada perhitungan antara lain :

1) Kepala dan leher 9%;

2) Paha dan tungkai kaki 49%;

3) Genetalia 1%; dan

4) Dada, perut, punggung, bokong 4 x 9 %.

b) Diagram bagan Lund & Browder

4. Menurut derajat keparahan luka bakar


a. Berat
1) Derajat II dengan luas > 25 %.
2) Derajat III dengan luas > 10 % atau terdapat di muka, kaki dan tangan.
3) Luka bakar di sertai trauma jalan nafas atau jaringan lunak atau fraktur.
4) Luka akibat listrik.
b. Sedang
1) Derajat II dengan luas > 15 %
2) Derajat III dengan luas < 10 % kecuali di muka, kaki dan tangan
c. Ringan
1) Derajat II dengan luas < 25 %
2) Derajat III dengan luas < 20 %
5. Menurut lokasi luka bakar
a. Luka bakar pada kepala, leher, dan dada sering berkaitan dengan komlikas pulmonal.
b. Luka bakar pada wajah sering menyebabkan abrasi kornea.
c. Luka bakar pada telinga sering menyebabkan kondritis auricular dan rentan terhadap
infeksi serta kehilangan jaringan lebih lanjut.
d. Luka bakar pada tangan dan persendian berdampak pada kecacatan fisik menetap.
e. Luka bakar pada perineal membuat mudah terserang infeksi akibat autokontaminasi oleh
urin dan feses.
f. Luka bakar sirkumferensial ekstremitas dapay menyebabkan efek penebalan pembuluh
darah dan mengarah padagangguan vascular distal.
g. Luka bakar sirkumferensial thorak dapat mengarah pada inadekuat ekspansi dinding dada
dan insufisiensi pulmonal.
6. Menurut agen penyebab luka bakar
Beberapa agen penyebab luka bakar yaitu thermal, listrik,kimia, radiasi. Luka bakar
dengan trauma inhalasi dapat dibagi dalam 3 kategori (Meyer & Salber) yaitu:
a. Trauma panas pada saluran napas;
b. Trauma kimia pada saluran napas dan parenkim paru; dan
c. Keracunan kimia secara sistemik.
7. Menurut usia korban luka bakar
Usia mempengaruhi keparahan dan keberhasilan dalam perawatan luka bakar. Angka
kematian terjadi lebih tinggi pada anak-anak usia kurang dari 4 tahun, terutama kelompok
usia 0-1 tahun.
E. PATHOFISIOLOGI

Luka disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut
mungkin di pindah melalui kondisi atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar
diklasifikasikan sebagai luka bakar thermal, radiasi atau luka bakar kimiawi kulit dengan
luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun jaringan SC
tergantung factor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas /
penyebabnya. Dalamnya luka bakar akan mempengaruhi kerusakan gangguan intergritas
kulit dan kematian sel – sel.

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air,


natrium, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyababkan
terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan hypovolemia dan hemokonsentrasi.

Kehilangan cairan tubuh pasien luka bakar dapat disebabkan beberapa factor:

1. Peningkatan mineralokortikoid

a.Retensi air, Na dan Cl

b.Ekskresi kalium

2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah

Keluarnya elektrolit dan protein dari pembuluh darah.

3. Perbedaan tekanan osmotic intra sel dan ekstra sel

Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektrolit
tubuh yang selanjutnya akan terlihat pada hasil pemeriksaan laboratorium. Luka bakar
akan mengakibatkan tidak hanya kerusaka kulit, tetapi juga mempengarihi seluruh system
tubuh sehingga menunjukan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi
terhadap luka bakar. Pada pasien luka bakar yang luas (mayor), tubuh tak mampu lagi
untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi.

Berbagai factor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga di
pengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misalnya) suhu benda
yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas api, air panas, minyak panas,
listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran, ruangan yang tertutup.

Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :

1. Keluasan luka bakar

2. Kedalaman luka bakar

3. Umur

4. Agen penyebab

5. Fraktur atau luka – luka yang menyertai

6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti DM, jantung, ginjal dll


7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi

F. PATHWAY
MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis yang dapat dilihat berdasarkan derajat luka bakar (Mansjoer : 2000)

1. Grade I

a. Jaringan rusak hanya epidermis saja

b. Klinis ada rasa nyeri, warna kemerahan

c. Adanya hiperalgisia

d. Akan sembuh kurang lebih 7 hari

2. Grade II

a. Grade II a

1) Jaringan luka bakar sebagian dermis.

2) Klinis nyeri, warna lesi merah / kuning.

3) Klinis lanjutan terjadi bila basah

4) Tes jarum hiper aligesia, kadang normal.

5) Sumber memerlukan waktu 7 – 14 hari

b. Grade II b

2) Jaringan rusak sampai dermis dimana hanya kelenjar keringat saja yang masih utuh.

3) Klinis nyeri, warna lesi merah / kuning.

4) Tes jarum hiper algisia .

5) Waktu sembuh kurang lebih 14 – 12 hari

6) Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada sikatrik

3. Grade III

a. Jaringan yang seluruh dermis dan epidermis.

b. Klinis mirip dengan grade II hanya kulit bewarna hitam / kecoklatan.

c. Tes jarum tidak sakit.

d. Waktu sembuh lebih dari 21 hari.


G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering dialami oleh klien luka bakar yang luas antara lain:

1. Burn shock (shock hipovolemik)

Merupakan komplikasi yang pertama kali dialami oleh klien dengan luka bakar luas
karena hipovolemik yang tidak segera diatasi.

2. Sepsis

Kehilangan kulit sebagai pelindung menyebabkan kulit sangat mudah terinfeksi. Jika
infeksi ini telah menyebar ke pembuluh darah, dapat mengakibatkan sepsis.

3. Pneumonia

Dapat terjadi karena luka bakar dengan penyebab trauma inhalasi sehingga rongga
paru terisi oleh gas (zat-zat inhalasi).

4. Gagal ginjal akut

Kondisi gagal ginjal akut dapat terjadi karena penurunan aliran darah ke ginjal.

5. Hipertensi jaringan akut

Merupakan komplikasi kuloit yang biasa dialami pasien dengan luka bakar yang sulit
dicegah, akan tetapi bias diatasi dengan tindakan tertentu.

6. Kontraktur

Merupakan gangguan fungsi pergerakan.

7. Dekubitus

Terjadi karena kurangnya mobilisasi pada pasien dengan luka bakar yang cenderung

bedrest terus.

Menurut Smeltzer (2000) :

1. Curhing ulcer (ulkus curhing)

2. Septikemia

3. Pneumonia

4. Gagal jantung akut

5. Deformitas
6. Kontraktur

7. Hipertrofi jaringan parut

8. Dekubitus

9. Syok sirkulasi

10. Syndrom kompartemen

11. Ileus parlitik

12. Defisit kalori protein

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hitung darah lengkap

Peningkatan MHT awal menunjukan hemokonsentrasi sehubung dengan perpindahan atau


kehilngan cairan. Selanjutnya menurunnya Hb dan Ht dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan oleh panas terhadap endothelium pembuluh darah.

1. Sel darah putih

Leukosit dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan respon
inflamasi terhadap cidera.

2. GDA

Dasar penting untuk kecurigaan cidera inhalasi.

3. CO Hbg

Peningkatan lebih dari 15 % mengindikasikan keracunan CO cidera inhalasi.

4. Elektrolit serum

Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera jaringan / kerusakan SDm
dan penurunan fungsi ginjal.

5. Natrium urine random

Lebih besar dari 20 MEqL mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan, kurang dari 10
MEq / L menduga ketidak adekuatan resusitasi cairan.
6. Glukosa serum

Rasio albumin / globulin mungkin terbalik sehubungan dengan kehilangan protein pada
edema cairan.

7. Albumin serum

Peningkatan glukosa serum menunjukan respon stress.

8. BUN kreatinin

Peningkatan BUN menujukan penuruna fungsi- fungai ginjal.

9. Urine

10. Foto roentgen dada

Dapat tampak normal pada pansca luka bakar dini meskipun dengan cidera inhalasi,
namun cidera inhalasi yang sesungguhnya akan ada pada saat progresif tanpa foto dada.

11. Bronkopi serat optik

Berguna dalam diagnosa luas cidera inhalasi, hasil dapat meliputi edema, perdarahan
dan / tukak pada saluran pernafasan atas

12. Loop aliran volume

Memberikan pengkajian non invasive terhadap efek / luasnya cidera inhalasi

13. Scan paru

Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya xidera inhalasi

14. EKG

Tanda iskemia miokardiak disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik

15. Foto grafi luka bakar

Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.

PENATALAKSANAAN

A. Resusitasi A, B, C.

1) Pernafasan:

a). Udara panas,mukosa rusak, oedem, obstruksi.


b). Efektoksik dari asap: HCN, NO2, HCL,

Bensin, iritasi, Bronkhokontriksi, obstruksi, gagal nafas.

2) Sirkulasi:

gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra


vaskuler hipovolemi relatif  syok  ATN  gagal ginjal.

B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.

C. Resusitasi cairan  Baxter.

Dewasa : Baxter.

RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:

RL : Dextran = 17 : 3

2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:

< 1 tahun : BB x 100 cc

1 – 3 tahun : BB x 75 cc

3 – 5 tahun : BB x 50 cc

½  diberikan 8 jam pertama

½  diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:

Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

( 3-x) x 80 x BB gr/hr

100

(Albumin 25% = gram x 4 cc)  1 cc/mnt.

Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.


D. Monitor urine dan CVP.

E. Topikal dan tutup luka

- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.

- Tulle.

- Silver sulfa diazin tebal.

- Tutup kassa tebal.

- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

F. Obat – obatan:

o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.

o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.

o Analgetik : kuat (morfin, petidine)

o Antasida : kalau perlu

Secara sistematik dapat dilakukan langkah 6C yaitu clothing, cooling, cleaning,


chemoprophylaksis, covering anda comforting. Pada pertolongan pertama dapat
dilakukan langkan clothing dan cooling selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan .
secara rinci langkah 6 C yaitu :

1. Clothing adalah singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian

yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase
cleaning

2. Cooling adalah dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air

mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia.( Penurunan suhu dibawah normal,

terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah

kejadian luka bakar. Selanjutnya kompres dengan air dingin ( air sring diganti agar

efektif tetap memberian rasa dingin) sebagai analgesia ( penghilang rasa nyeri)

untuk luka yang terlokalisasi. Penggunaan es tidak dibenarkan karena es

menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokontriksi) sehingga justru akan

memperberat derajat luka dan resiko hipotermia. Luka bakar yang diakibatkan olah
zat kimia dan luka bakar didaerah mata, panatalaksanaanya disiram dengan air

mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih,. Bila penyebab luka bakar berupa

bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir

3. Cleaning adalah pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa

sakit. Jaringan yang sudah mati dibuang sehingga proses penyembuhan akan lebih
cepat dan resiko infeksi berkurang

4. Chemoprophylaksis adalah pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang

lebih dalam dari superficial partial thickness. Pemberian cream silver sulfadiazil
untuk penanganan infeksi, dapat deberikan kecuali pada luka bakar superficial.
Pemberian tersebut tidak boleh pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil,
bayui baru lahir, ibu menyusui dengan bayi kurang dari 2 bulan.

5. Covering adalah penutupan luka bakar dengan kasa, dilakukan sesuai dengan derajat

luka bakar. Luka bakar superficial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainya.
Pembalutan luka ( yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengirangi
pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit. Pasien luka bakar
jangan berikan mentega , minyak, oli atau larutan lainya, sehingga akan menghambat
penyembuhan dan meningkatkan resiko infeksi.

6. Comforting dapat dilakukan pemberian obatr pengurang rasa nyeri, berupa

parasetamol dan codein ( PO-peroral) 20 -30 mg /Kg, morfin (1 V-intravena) 0,1


mg/Kgdiberikan dengan dosis titrasibolus atau morfin (IM) 0,2 mg/Kg.

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

PENGKAJIAN

1. Wawancara

Tanyakan tentang :

a. Penyebab luka bakar (kimia, termal, listrik).

b. Waktu luka bakar (penting karena kebutuhan resusitasi cairan dihitung dari

waktu cidera luka bakar, bahkan dari waktu tibanya luka bakar, area

terbuka tertutup).

c. Adanya masalah – masalah medis yang menyertai.


d. Alergi (khususnya sulfa) karena banyak antimikrobial kapital mengandung

sulfa.

e. Tanggal terakhir imunisasi tetanus.

f. Obat-obatan yang digunakan bersamaan.

2. Pemeriksaan fisik

Menurut Doengoes (2000, 804-806) pengkajian ada luka bakar meliputi :

a. Aktivitas/ Istirahat

Tanda :

1. Penurunan kekuatan, tahanan

2. Keterbatasan rentan gerak pada area yang sakit

3. Gangguan masa otot, perubahan tonus

b. Sirkulasi

Tanda (dengan cederaluka bakar lebih dari 20 % APTT)

1. Hipotensi ( shock )

2. Penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera, vasokontriksi

umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin ( Shock listrik)

3. Takikardi ( Shock/ ansietas/ nyeri )

4. Distritmia( Shock listrik).

5. Pembentukan edema jaringan ( semua luka bakar)

c. Integritas ego

Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menari

diri,\ marah.

Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan

d. Eliminasi
Tanda :

1. Haluaran urune menurun/ tak ada selama fase darurat, warna mungkin hitam

kemerahan bila terjadi miogluobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam.

2. Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan kedalam sirkulasi)

3. Penurunan bising usus/ tak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus lebih

besar dari 20 % sebagai stress penurunan motilitas/ peristalticgastric

e. Makanan cairan. Tanda :

1. Edema jaringan umum

2. Anoreksia, mual/ muntah

f. Neurosensori

Tanda :

1. Perubahan orientasi, afek, perilaku

2. Penurunan refleks tendon dalam( RTD) pada cedera ekstremitas

3. Aktifitas kejang ( shock listrik)

4. Laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan ( shock

listrik)

5. Ruptur membran timpani ( shock listrik)

6. Paralisis ( cidera listrik pada aliran ayaraf)

Gejala : area bebas, kesemutan

g. Nyeri/ Kenyamanan

Gejala : Berbagai nyeri, contoh luka bakar derajat pertama secara ekstreme
sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara dan perubahan suhu, luka bakar
ketebalan sedang derajat dua sangat nyeri, sementara respon pada luka bakar
derajat ke dua tergantung pada keutuhan ujung syaraf, luka bakar derajat tiga
tidak nyeri

h. Pernafasan. Tanda :
1. Serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum, ketidakmampuan

Dalam menelan sekresi oral, dan sianosis, indikasi inhalasi

2. Pengembangan thoraks mungkin terbatas pada adanya luka bakar


lingkar dada

3. Jalan nafas atas stridor/ mengi (obstruksi sehubungan dengan laring


spasme, edemalaringeal)

4. Bunyi nafas : gemericik ( edema paru), stridor ( edema laringeal)


sekret jalan nafas dalam ( ronkhi)

Gejala : Terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan

cidera inhalasi

i. Keamanan. Tanda :

1. Kulit : umum : destruksi jarngan dalam mungkin tidak terbukti selama


3-5 hari sehubungan dengan proses trombus mikrovaskuler pada beberapa
luka

2. Area kulit tak terbakar mingkin dingin atau lembab, pucat dengan
pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung
sehubungan dengan adanya kehilangan cairan atau status shock

3. Cidera api : trerdapat area cidera campuran dalam, sehubungan


dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar, bulu
hidung gosong, mukosa hdung dan mulut kering, merah :lepuh pada faring
posterior, edema lingkai mulut dan lingkar nasal

4. Cidera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab

5. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit semak


halus, lepuh, ulkus, nekrosis atau jaringan paru tebal. Cidera secara
umum lebih dalam tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan
dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cidera

6. Cidera listrik : cidera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit dan


bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/ keluar( eksplosif) luka bakar dar hgerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal berhubungan dengan pakaian
terbakar.

3. Pemeriksaan laboratorium/diagnostic
a. IDL : Mengkaji hemokonstriksi.

b. Elektrolit serum: Mendeteksi keseimbangan cairan dan biokimia.

c. GDA dan sinar X dada

Mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cidera inhalasi uap.

d. BUN dan kreatinin

Mengkaji fungsi ginjal.

e. Urinalisis

Menunjukkan mioglobin hemokromegan menandakan kerusakan otot pada luka

bakar.

f. Bronkoskopi

Membantu memastikan cidera inhalasi asap.

g. Koagulasi

Memeriksa faktor- faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.

h. Kadar CO serum, meningkat pada cidera inhalator.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut NANDA : 2005-2006

1. Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar, kerusakan jaringan.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas pembuluh

darah.

3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan keracunan CO dan cidera inhalasi.

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan cidera luka bakar.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit.

6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.


7. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan luka bakar.

INTERVENSI

Menurut NOC : 2013 dan NIC : 2013

1. DX I : Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar, kerusakan jaringan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan nyeri berkurang.

NOC I : Pain Level

Kriteria Hasil :

a. Melaporkan nyeri, frekuensi, dan lama nyeri.

b. Posisi tubuh pasien melindungi nyeri.

c. TD, nadi, suhu dan respirasi dalam batas normal.

Indicator Skala :

1 : Tidak melakukan

2 : Jarang melakukan

3 : Kadang melakukan

4 : Sering melakukan

5 : Selalu melakukan

NOC II : Pain Control.

Kriteria Hasil :

a. Mengungkapkan faktor penyebab timbulnya nyeri.

b. Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik non
farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan ).

c. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri

d. Mampu mengenal nyeri ( skala , intensitas , frekuensi dan tanda nyeri ).


e. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Indicator Skala :

1 : Tidak melakukan

2 : Jarang melakukan

3 : Kadang melakukan

4 : Sering melakukan

5 : Selalu melakukan

NOC III : Comfort Level.

Kriteria Hasil :

a. Melaporkan kondisi yang nyaman.

b. ekspresi puas terhadap pengendalian nyeri.

Indicator Skala :

1 : Tidak melakukan

2 : Jarang melakukan

3 : Kadang melakukan

4 : Sering melakukan

5 : Selalu melakukan

NIC I : Vital Sign Monitor.

Intervensi :

a. Monitor TD, nadi, suhu dan respirasi.

b. Identifikasi adanya perubahan TTV.

c. Cek secara periodik TTV pasien.

NIC II : Pain Management.

Intervensi :
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi : lokasi, karakteristik, dan onset,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas / beratnya nyeri, dan factor- factor predisposisi.

b. Observasi isyarat –isyarat non verbal dari ketidaknyamanan , khususnya dalam


ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.

c. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri

d. Anjurkan penggunaan tekhnik non farmakologi (ex: relaksasi, guided imagery,


terapi musik, distraksi,aplikasi panas-dingin, masase, dll).

e. Berikan anelgetik untuk mengurangi nyeri .

NIC III : Environmental management.

Intervensi :

a. Cegah tindakan yang tidak dibutuhkan.

b. Posisikan pasien pada posisi yang nyaman.

2. DX II : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan

diharapkan volume cairan adekuat.

NOC : Fluid Balance

Kriteria Hasil :

a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, Bj urine normal, HT

normal.

b. TD, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.

c. Tidak ada tanda, dehidrasi, alstisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab,

tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Indicator skala :

1 : Tidak pernah menunjukkan.

2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan

4 : Sering menunjukkan

5 : Selalu menunjukkan

NIC : Fluid Management

Intervensi :

a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.

b. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik).

c. Monitor TTV.

d. Jaga keakuratan pemasukan dan pengeluaran.

e. Kolaborasi pemberian cairan IV.

3. DX III : Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan keracunan CO dan

cidera inhalasi.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan

diharapkan perfusi jaringan efektif.

NOC : Menunjukkan perfusi jaringan ; Perifer.

Kriteria Hasil :

a. Kulit utuh.

b. Warna normal.

c. Suhu ekstremitas hangat.

d. Tidak ada nyeri ekstremitas yang terlokalisasi.

e. Fungsi otot utuh.

Indicator Skala :

1 : Tidak pernah menunjukkan

2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan

4 : Sering menunjukkan

5 : Selalu menunjukkan

NIC : Penatalaksanaan sensasi perifer.

Intervensi :

a. Meminimalkan pemcegahan rasa tidak nyaman pada pasien dengan perubahan

sensasi.

b. Pantau perbedaan ketajaman/tumpul dan panas - dingin perifer).

c. Pantau peristesia, kesbas, kesemutan, hiperestia dan hipoestesia.

d. Pantau tromboplebitis dan trombosis vena profunda.

e. Pantau posisi bagian tubuh saat mandi, duduk, berbaring atau mengubah posisi.

4. DX IV : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan cidera luka bakar.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi pada pasien.

NOC I : Risk Detection

Kriteria Hasil :

a. Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan resiko.

b. menjelaskan kembali tanda dan gejala yang mengidikasi resiko infeksi.

c. Menggunakan sumber dan pelayanan kesehatan untuk mendapatkan

informasi.

Indicator Skala :

1 : Tidak pernah dilakukan

2 : Jarang dilakukan

3 : Kadang dilakukan

4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan

NOC II : Risk Control

a. Membenarkan factor- factor resiko.

b. Memonitor factor resiko dari lingkungan.

c. Memonitor perilaku yang dapat meningkatkan faktor resiko.

d. Merubah gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko.

e. Memonitor dan mengungkapkan status kesehatannya.

f. Membuat strategi dan menjalankan strategi untuk mengontrol resiko.

Indicator Skala :

1 : Tidak pernah dilakukan

2 : Jarang dilakukan

3 : Kadang dilakukan

4 : Sering dilakukan

5 : Selalu dilakukan

NIC I : Infection Protection.

Intervensi :

a. Monitor sistemik lokasi, tanda dan gejala infeksi dan resiko

tinggi infeksi.

b. Anjurkan peningkatan frekuensi istirahat.

c. Anjurkan peningkatan intake nutrisi.

d. Monitor apakah pasien mudah terkena infeksi.

e. Monitor peningkatan granulosit, sel darah putih.

f. Batasi pangunjung yang menjenguk pasien.

g. Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi.


NIC II : Infection Control.

Intervensi :

a. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah digunakan pasien.

b. Ajarkan pasien cara mencuci tangan yang baik dan benar.

c. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

dan kapan harus melaporkannya ke pihak pelayanan kesehatan.

d. Pertahankan tehnik isolasi jika diperlukan.

e. Batasi pengunjung jika diperlukan.

5. DX V : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan

diharapkan integritas klien kembali normal.

NOC I : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes

Kriteria Hasil :

a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.

b. Tidak ada luka / lesi pada kulit.

c. Perfusi jaringan baik.

d. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya

cedera berulang.

e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan

alami.

Indicator skala :

1 : Tidak pernah menunjukkan.

2 : Jarang menunjukkan

3 : Kadang menunjukkan

4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan

NOC II : Penyembuhan Luka ; Tujuan Utama.

Kriteria Hasil :

a. Penyatuan kulit.

b. Resolusi drainase dari luka/drain.

c. Resolusi pada daerah sekitar eritema kulit.

d. Resolusi dari bau luka.

Indicator skala :

1 : Tidak pernah menunjukkan.

2 : Jarang menunjukkan

3 : Kadang menunjukkan

4 : Sering menunjukkan

5 : Selalu menunjukkan

NIC I : Pengawasan Luka

Intervensi :

a. Pengumpulan dan analisa data pasien untuk mempertahankan integritas membran


mukosa dan kulit.

b. Pembersihan, pemantauan dan peningkatan proses penyembuhan luka.

c. Inspeksi adanya kemerahan, pembengkakan, tanda-tanda defisiensi/ efisiensi.

d. Ajarkan anggota keluarga atau pemberi asuhan tentang tanda kerusakan kulit jika
diperlukan.

NIC II : Perawatan Luka.

Intervensi :

a. Pencegahan dari komplikasi luka dan peningkatan proses penyembuhan luka.

b. Inspeksi luka pada setiap ganti balutan.

c. Ajarkan pasien/anggota keluarga tentang prosedur luka.


d. Lakukan pemijatan di sekitar luka untuk merangsang sirkulasi.

6. DX VI : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

neuromuskuler.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan

diharapkan tidak terjadi kerusakan mobilitas fisik,

pasien dapat melakukan aktivitas secara normal.

NOC I : Tingkat Mobilitas.

Kriteria Hasil :

a. Pergerakan sendi dan otot.

b. Melakukan perpindahan.

c. Ambulasi berjalan.

d. Menunjukkan keseimbangan posisi tubuh.

e. Penampilan yang seimbang.

f. Penampilan posisi tubuh.

Indicator Skala :

1 : Tidak pernah dilakukan sama sekali.

2 : Jarang dilakukan.

3 : Kadang dilakukan.

4 : Sering dilakukan.

5 : Selalu dilakukan.

NIC I : Perawatan Bedrest.

a. Atur posisi tubuh yang benar.

b. Kaji alasan pasien bedrest.

c. Monitor kondisi kulit.

d. Berikan tempat tidur yang terapeutik.


e. Ubah posisi tubuh minimal 2 jam berdasarkan jadwal spesifik.

NIC II : Latihan Terapi Pergerakan.

a. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindahan, misal : duduk.

b. Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

c. Berikan latihan ROM aktif/pasif untuk mempertahankan

kekuatan dan ketahanan otot.

d. Ajarkan tehnik perpindahan dan pergerakkan yang sama.

e. Awasi seluruh kegiatan pasien dan bantu aktivitas yang diperoleh.

7. DX VII : Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan luka bakar.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan tidak terjadi cidera pada pasien.

NOC : Risk Control.

Kriteria Hasil :

a. Membenarkan factor resiko.

b. Merubah gaya hidup untuk mengurangi factor resiko.

c. Berpartisipasi dalam mengidentifikasi factor resiko.

d. Memantau factor resiko pribadi dan perorangan.

e. Memonitor factor resiko dari lingkungan.

f. Memonitor dan mengungkapkan status kesehatannya.

Indicator Skala :

1 : Tidak pernah menunjukan

2 : Jarang menunjukan

3 : Kadang menunjukan

4 : Sering menunjukan
5 : Selalu menunjukan

NIC : Fall Prevention.

Intervensi :

a. Identifikasi status kognitif dan fisik pasien yang mungkin meningkatkan resiko jatuh.

b. Identifikasi karakteristik pasien yang berpotensial meningkatkan resiko jatuh pada


pasien.

c. Monitor gerakan - gerakan yang tidak teratur (keseimbangan, kelemahan waktu


beraktivitas).

d. Bantu menolong pasien waktu berpindah temapt.

e. Berikan sandal yang tidak licin.

f. Orientasikan kepada pasien ruangan yang ditempati.

g. Ajarkan kepada pasien bagaimana kalau jatuh dan cara meminimalkan trauma.

h. Berikan cahaya yang terang pada malam hari.

i. Ajarkan kepada anggota keluarga tentang faktor resiko yang dapat meningkatkan

jatuh.

j. Instruksikan pada apasien untuk memanggil keluarga jika ingin beraktivitas, jika

diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth


Edition. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3.Jakarta:EGC

Harahap, M . 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokratis.

Jhonson,Marion,dkk. 1997. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC) Edisi 2. St.
Louis ,Missouri ; Mosby

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : EGC

Mc Closkey, Joanner. 1996 . Iowa Intervention Project Nursing


Intervention Classification(NIC) Edisi 2. Westline Industrial Drive, St. Louis :Mosby

Santosa,Budi .2005- 2006. Diagnosa Keperawatan NANDA .Jakarta : Prima Medika

Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner andSudath, Edisi 8,
Volume 3. Jakarta : EGC

Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikial Bedah Brunner and
Sudath, Edisi 8. Jakarta : EGC

You might also like