You are on page 1of 17

INDIKATOR PROSES

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Manajemen Keperawatan


Dosen Pembimbing : Muhammad Hasib Ardani, S.Kp.M.Kes

Kelompok 4 :

1. Ovi Imroatul Lathifah (22020116120032)


2. Hasna Mufida (22020116120043)
3. Khoirul Bariyah (22020116120047)
4. Yunica Nilam Safitri (22020116120049)
5. Nabella Khoirinnissa (22020116130081)
6. Tyas Widi Rahayu (22020116130088)
7. Sabilla Sanriza Suprapto (22020116130097)
8. Annisa Ma’arifatul Isna (22020116130114)
9. Melani Puji Lestari (22020116140070)

Kelas A16.1

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
A. Mutu
1. Pengertian
Mutu adalah nilai kepatutan yang sebenarnya (proper value) terhadap unit
pelayanan tertentu, baik dari aspek technical (ilmu, ketrampilan, dan teknologi medis
atau kesehatan) dan interpersonal (tata hubungan perawat – pasien, dokter – pasien:
komunikasi, empati dan kepuasan pasien) (Widayat, 2009). Mutu yang baik adalah
tersedia dan terjangkau, tepat kebutuhan, tepat sumber daya, tepat standar profesi atau
etika profesi, wajar dan aman, mutu memuaskan bagi pasien yang dilayani
(Sabarguna, 2006).
Menurut Mirza Tawi (2008), mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk
pada penampilan (performance) dari pelayaan kesehatan yang dikenal dengan
keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi
lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik
positif maupun sebaliknya. Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat
dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment).
Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi
oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan
ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau
kebutuhan.
a. Unsur masukan
Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan
serta peralatan. Secara umum disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana
(kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
(standard of personnel and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai
dengan kebutuhan, maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayanan (Nursalam,
2014).
b. Unsur lingkungan
Unsur lingkungan adalah kebijakan, organisasi, manajemen. Secara umum
disebutkan apabila kebijakan, organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai
dengan standar dan atau tidak bersifat mendukung, maka sulitl diharapkan baiknya
mutu pelayanan (Nursalam, 2014).
c. Unsur proses
Unsur proses adalah tindakan medis, keperawatan atau non medis. Secara
umum disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan (standard of conduct), maka sulit diharapkan mutu pelayanan menjadi
baik (Nursalam, 2014).
2. Dimensi Mutu
Pendekatan dalam kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan adalah
model kualitas dengan metode SERVEQUAL (Service Quality) yang dapat digunakan
sebagai penentuan mutu pelayanan, model ini dikembangkan dengan lima dimensi
mutu pelayanan yaitu :
a. Bukti fisik (Tangibles), yang meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan
ruangan, kebersihan, kerapihan, kenyamanan ruangan, dan penampilan petugas.
b. Kehandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang
tepat atau akurat dan kemampuan memberikan pelayanan sesuai dengan yang
dijanjikan.
c. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu kesediaan untuk membantu pelanggan,
respon dan memberikan pelayanan yang cepat yang meliputi kecepatan karyawan
dalam menangani keluhan pelanggan serta kesigapan karyawan dalam melayani
pelanggan.
d. Jaminan (Assurance), yaitu kegiatan untuk menjamin kepastian terhadap pelayanan
yang akan diberikan kepada pelanggan, hal ini meliputi kemampuan petugas atas
pengetahuan terhadap jasa secara tepat, keterampilan dalam memberikan pelayanan
sehingga dapat menumbuhkan rasa aman pada pelanggan sehingga dapat
menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan.
e. Empati (Emphaty), yaitu membina hubungan dan perhatian secara individual yang
diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti mendengarkan keluhan konsumen,
kemudahan konsumen untuk menghubungi perusahaan, kemampuan petugas untuk
berkomunikasi dengan konsumen/pelanggan dan usaha perusahaan untuk
memahami kebutuhan pelanggannya (Nursalam, 2014).
3. Persepsi Mutu
Pandangan atau sering disebut juga dengan persepsi merupakan suatu proses
dimana individu memberikan makna terhadap kesan indera mereka pada saat
memperoleh pelayanan kesehatan, setiap orang akan mempunyai persepsi yang
berbeda secara objektif, karena persepsi merupakan penafsiran yang nyata dan
masing-masing orang memandang hal tersebut dari sudut perspektif yang berbeda
(Robbins, 2008).
Persepsi mutu pelayanan kesehatan merupakan hasil dari pengalaman dan apa
yang mereka dapatkan dalam layanan kesehatan yang nantinya mempunyai persepsi
berbeda-beda tentang unsur penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan.
Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh terdapatnya perbedaan latar belakang,
pendidikan, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pengalaman, dan lingkungan (Wijono,
2011).
Persepsi mutu adalah pandangan seseorang terhadap stimulus yang diterima
dari panca indera, sehingga nantinya dapat memberikan penilaian atas pelayanan yang
mereka terima, jika sudah sesuai dengan apa yang mereka harapkan maka para
konsumen akan merasa puas akan pelayanan yang telah mereka terima dan rasakan
(Walgito, 2010).
4. Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan
a. Audit Struktur (Input)
Struktur merupakan masukan (input) yang meliputi sarana fisik
perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya manusia
dan sumber daya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur
sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya
anggaran atau biaya dan kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap
perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang tersedia dan dipergunakan untuk
pelayanan. Selain itu pada aspek fisik, penilaian juga mencakup pada karakteristik
dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan. Pendapat yang
hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struktur berhubungan
dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan dan sumber daya yang
memadai (Wijono 2000). Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat melalui :
1) Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan
2) Peralatan, yaitu suplai yang adekuat dan seni menempatkan peralatan
3) Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, rata-rata turnover dan rasio pasien-
perawat
4) Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
5) Tenaga, obat tekhnologi dan informasi
b. Proses (Process)
Pendekatan ini merupakan proses yang mentransformasi struktur (input) ke
dalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara
profesional oleh tenaga kesehatan dalam hal ini perawat dan interaksinya dengan
pasien (Wijono 2000).

Proses adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan


yang telah ditetapkan. Proses dikenal dengan nama fungsi manajemen. Pada
umumnya proses ataupun fungsi manajemen merupakan tanggung jawab pimpinan.
Pendekaan proses adalah semua metode yang dilakukan oleh dokter, perawat, dan
tenaga kesehatan lain dengan cara berinteraksi secara professional dengan pasien.
Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien,
penegakkan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, penanganan penyakit dan
prosedur pengobatan.

Kegiatan proses mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan,


prosedur dan penanganan kasus. Penilaian dilakukan terhadap perawat dalam
merawat pasien. Baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan tidaknya proses
bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar
pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak berlebihan).
Pendekatan ini difokuskan pada pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan
oleh perawat terhadap pasien dengan menjalankan tahap-tahap asuhan
keperawatan. Pada penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi maupun
audit dari dokumentasi keperawatan. Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat
dari kesesuaian pelaksanaan dengan standar operasional prosedur, relevansi
tidaknya dengan pasien dan efektifitas pelaksanaannya.
c. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat
terhadap pasien. Adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif
maupun negatif. Baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan
kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah diberikan (Wijono
2000).
Pada proses pelayanan keperawatan, outcome dapat berupa perubahan yang
terjadi pada konsumen termasuk kepuasan dari konsumen. Tanpa mengukur hasil
kinerja rumah sakit dan tidak diketahui apakah input proses yang baik
menghasilkan output yang baik (Nursalam, 2014).
Pendekatan-pendekatan di atas dapat digunakan sebagai indikator dalam
melakukan penilaian terhadap mutu. Namun, sebagai suatu sistem penilaian mutu
sebaiknya dilakukan pada ketiga unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur,
proses dan hasil. Setelah didapatkan hasil penilaiannya, maka dapat dilakukan
strategi yang tepat untuk mengatasi kekurangan atau penilaian negatif dari mutu
pelayanan tersebut. Seiring berjalannya waktu, strategi peningkatan mutu
mengalami perkembangan yang dapat menjadi wacana kita mengenai strategi mana
yang tepat dalam melakukan upaya yang berkaitan dengan mutu pelayanan.
5. Upaya Peningkatan Mutu
Peningkatan mutu dapat dilakukan dengan berebagai cara yang dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Mengembangkan akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah sakit
b. ISO 9001:2000 yaitu standar internasional untuk sistem manajeman kualitas yang
bertujuan untuk menjamin kesesuaian proses pelayanan keperawatan
c. Memperbaharui keilmuan untuk menjamin tindakan medis dan tindakan
keperawatan didukung oleh bukti ilmiah yang mutakhir
d. Good corporate governance
e. Clinical governance
f. Mengembangkan aliansi dengan rumah sakit di dalam ataupun luar negeri
g. Melakukan evaluasi terhadap strategi pembiayaan
h. Orientasi ada pada pelayanan (Nursalam, 2014).
B. Pelayanan Keperawatan
Menurut Undang-undang No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Pelayanan
keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral
dari pelayanan keperawatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk implementasi
praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu, keluarga
dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan guna
mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata
lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi
(Craven & Hirnle, 2000).
Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional yang
memiliki mutu, kualitas, dbersifat efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan pada
kebutuhan dan keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan atau pasien. Pelayanan
prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat,
maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki
kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi
profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.
Pada proses pengembangan budaya pelayanan keperawatan prima, Gultom (2006)
mengembangkan pelayanan keperawatan prima dengan menyelaraskan faktor-faktor.
Ability (kemampuan), Attitude (sikap), Appearance (penampilan), Attention (perhatian),
Action (tindakan), Accountability (tanggung jawab).
1. Kemampuan (Ability)
Kemampuan adalah pengetahuan dan keterampilan yang mutlak diperlukan
untuk menunjang program layanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang
keperawatan yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif, mengembangkan
motivasi, membina hubungan dengan tenaga kesehatan lain.
Perawat harus mempunyai pengetahuan dan wawasan luas, terlebih lagi pada
saat ini ketika perawat dituntut untuk menjadi seorang profesional. Pengetahuan dan
wawasan yang dimaksud bukan hanya sebatas bidang keperawatan tapi menyeluruh.
Pengetahuan yang luas dari perawat sangat berguna untuk memberikan pelayanan
keperawatan yang profesional. Menurut Utama (1999), keterampilan merupakan
kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baik dan benar. Seorang perawat
dikatakan terampil apabila telah dapat memberikan pelayanan keperawatan dengan
baik dan benar. Baik dan benarnya perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan mengacu pada dasar pendidikannya dan standar keperawatan. Akan
tetapi, keterampilan seorang perawat bukan hanya tergantung dari tingginya
pendidikan yang diterimanya, tapi pengalaman dalam melakukan pelayanan
keperawatan juga sangat berpengaruh (Zulkifli, 1999).
2. Sikap (Attitude)
Sikap adalah perilaku yang harus ditonjolkan perawat ketika menghadapi
pasien. Pada proses memberikan asuhan keperawatan, perawat menggunakan
keahlian, kata-kata yang lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada
disamping pasien dan bersikap sebagai media penberi asuhan. Sikap ini diberikan
melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik. Adapun sikap-sikap dalam pelayanan
prima adalah semangat, memakai cara yang baik, pro-aktif, positif, penuh kesabaran
dan tidak mengada-ada dan tepat waktu.
Pada proses memberikan pelayanan kesehatan, sikaf tersebut harus dimiliki oleh
seorang perawat karena sikaf perawat juga sangat berpengaruh terhadap kepuasan
pasien. Sikap perawat yang baik dan ramah dapat menimbulkan rasa simpati pasien
terhadap perawat.
3. Penampilan (Appearance)
Penampilan perawat baik berupa fisik maupun nonfisik yang mampu
merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas dari pihak lain. Penampilan seseorang
merupakn salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komuniksi interpersonal.
Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. 84% dari kesan
terhadap seseorang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan
Perry, 1993).
Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadiaan, status
sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan
penampilan dirinya dapat menimbulkan cita diri dan profesional yang positif.
Penampilan fisik perawat dapat mempengaruhi persepsi pasien terhadap pelayanan
atau asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap pasien mempunyai citra
bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak
sepenuhnya mecerminkan kemampuan perawat tetapi mungkin akan lebih sulit bagi
perawat untuk membina rasa percaya terhadap pasien jika perawat tidak memenuhi
citra pasien.
4. Perhatian ( Attention)
Perhatian adalah kepedulian penuh terhadap pasien, baik yang berkaitan dengan
perhatian akan kebutuhan dan keinginan pasien maupun pemahaman atas saran dan
kritik. Perhatian yang diberikan perawat, terutama ketika pasien sendiri dan merasa
menadi beban bagi orang lain, adalah sangat berguna untuk mempercepat proses
penyembuhan. Penyakit yang diderita oleh pasien terjadi bukan hanya kelemahan
fisiknya, tetapi dapat juga terjadi karena adanya gangguan pada kejiwaannya. Sikap
yang baik terutama perhatian yang diberikan oleh perawat kepada pasien, diyakuni
ddapat mempercepat proses penyembuhan kejiwaannya. Sehingga dengan sembuhnya
kejiwaan maka dapat mempengaruhi kesembuhan fisiknya.
5. Tindakan (Action)
Tindakan adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam
memberikan layanan kepada pasien. Layanan ini seyogianya berlandaskan ilmu
pengetahuan, prinsip dari teori keperawatan serta penampilan dan sikap serta sesuai
dengan kompetensi dan kewenangan yang diemban kepada perawat tersebut. Apabila
perawat terampil dalam memberikan tindakan keperawatan, maka secara otomatis
pasien juga akan merasakan kepuasan dari tindakan yang diberikan perawat tersebut.
Hal ini teradi karena perawat yang terampil dapat menimbulkan rasa aman dan
nyaman bagi pasien saat melakukan suatu tindakan. Tindakan perawat yang sesuai
dengan standar keperawatan dapat menjamin bahwa asuhan keperawatan yang
diberikan juga berkualitas.
6. Tanggung jawab (Accountability)
Tanggung jawab adalah suatu sikaf keberpihakan kepada pasien sebagai wujud
kepedulian untuk menghindarkan atau meminimalkan kerugian atau ketidakpuasan
pasien. Perawat merupakan salah satu profesi yang berhubungan dan berinteraksi
langsung dengan pasien, baik itu klien sebagai individu, keluarga maupun masyarakat,
oleh karena itu dalam memberikan asuhan keperawatannya perawat dituntut untuk
memahami dan berprilaku sesuai dengan etika keperawatan. Agar seorang perawat
dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat maka perawat harus memegang
teguh nilai-nilai yang mendasari praktik keperawatan itu sendiri., yaitu: perawat
membantu pasien untuk mencapai tingkat kesehatan optimum, perawat membantu
meningkatkan autonomi pasien mengekspresikan kebutuhannya, perawat mendukung
martabat kemanusiaan dan berprilaku sebagai advokat bagi pasien, perawat menjaga
kerahasiaan pasien, beriorentasi pada akuntabilitas perawat, dan perawat bekera dalam
lingkungan yang kompeten, etik, dan aman.
C. Standar Mutu Pelayanan Keperawatan
Sesuai dengan peranan yang dimiliki oleh masing-masing unsur pelayanan
kesehatan, standar dalam program menjaga mutu secara umum dapat dibedakan atas dua
macam yakni:
1. Standar Pelayanan Minimal
Standar persyaratan minimal adalah keadaan minimal yang harus dipenuhi
untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu. Standar
persyaratan minimal terdiri dari :
a. Standar Masukan (stuktur)
Dalam standar masukan ditetapkan persyaratan minimal unsur masukan yang
diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu
terdiri dari :
1) Jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana;
2) Jenis, jumlah dan spesifikasi sarana;
3) Jumlah dana (modal);
Jika standar masukan merujuk pada tenaga pelaksana disebut dengan
nama standar ketenagaan (standard of personnel). Sedangkan jika standar
masukan merujuk pada sarana dikenal dengan nama standar sarana (standard of
facilities). Untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang
bermutu, standar masukan tersebut haruslah dapat ditetapkan.
b. Standar Lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan
yang diperlukan untuk dapat meyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu,
terdiri dari :
1) Garis-garis besar kebijakan (policy);
2) Pola organisasi (organization);
3) Sistem manajemen (management) yang harus dipatuhi oleh setiap pelaksana
pelayanan kesehatan;
Standar lingkungan ini populer dengan sebutan standar organisasi dan
manajemen (standard organization and management). Sama halnya dengan
masukan, untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang
bermutu, maka standar lingkungan harus ditetapkan.
c. Standar Proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang
harus dilakukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
bermutu, terdiri dari :
1) Tindakan medis;
2) Tindakan non medis;
Standar proses dikenal dengan nama standar tindakan (standar of
conduct). Pada dasarnya baik tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat
ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan standar proses, maka haruslah dapat
diupayakan tersusunnya standar proses.
2. Standar Penampilan Minimal
Standar penampilan minimal merujuk pada penampilan layanan kesehatan yang
masih dapat diterima. Standar ini, karena merujuk pada unsur keluaran,
disebut dengan nama standar keluaran, atau populer dengan sebutan standar
penampilan (standar of performance). Standar keluaran merupakan hasil akhir atau
akibat dari layanan kesehatan. Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan
kesehatan berhasi atau gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan
terjadi sebagai hasil dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa
keberhasilan tersebut akan diukur. Standar keluaran berupa penampilan aspek medis
dan penampilan aspek non medis.
Mutu pelayanan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas kewajaran dapat
diketahui dengan membandingkan pada standar keluaran yang ditetapkan. Untuk
dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka keempat standar tersebut perlu
dipantau, dan dinilai secara obyektif serta berkesinambungan. Bila ditemukan
penyimpangan,perlu segera diperbaiki. Pada proses pelaksanaannya pemantauan
standar-standar tersebut tergantung kemampuan yang dimiliki, maka perlu disusun
prioritas.
Pemantauan dan penilaian standar ini diukur dari indikator yang sesuai, yang
secara umum dapat dibedakan pula atas empat macam yaitu indikator masukan,
proses, lingkungan serta keluaran. Dalam praktik sehari-hari, sekalipun indikator
mutu pelayanan kesehatan sebenarnya hanya merujuk pada indikator keluaran, namun
karena pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan hasil interaksi dari unsur
masukan dengan unsur lingkungan dan proses, menyebabkan ukuran pelayanan
kesehaatan bermutu sering dikaitkan pula dengan ketiga indikator tersebut. Dengan
perkataan lain, indikator masukan, proses, serta lingkungan yng sebenarnya lebih
merujuk pada faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan, turut
diperhitungkan pada waktu membicarakan mutu pelayanan kesehatan.
Kegiatan dalam mendukung pencapaian mutu pelayanan kesehatan,
keperawatan sebagai bagian yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan juga
memiliki andil dalam mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu. Upaya
pemantauan yang berkesinambungan diperlukan untuk menilai mutu pelayanan
keperawatan di sarana kesehatan. Program pengendalian mutu yang menunjang
tercapainya pelayanan keperawatan yang efisien dan efektif di sarana kesehatan .
Sehingga diperlukan standar mutu dalam pelayanan keperawatan yang terdiri dari :
a. Struktur
1) Adanya kebijakan program pengendalian mutu pelayanan keperawatan di sarana
kesehatan.
2) Adanya program pengendalian mutu pelayanan keperawatan.
3) Adanya standar pelayanan keperawatan.
4) Adanya mekanisme pelaksanaan program pengendalian mutu.
5) Adanya tim pengendalian mutu dalam Organisasi Pelayanan Kesehatan.
6) Adanya sumber daya yang menandai dalam jumlah dan kualitas.
b. Proses
1) Menyusun alat pengendalian mutu sesuai dengan metoda yang dipilih.
2) Melaksanakan upaya pengendalian mutu antara lain : audit keperawatan/
supervise keperawatan, Gugus Kendali Mutu, survey kepuasan pasien,
keluarga/petugas, presentasi kasusdan ronde keperawatan.
3) Menganalisa dan menginterpretasikan data hasil evaluasi pengendalian mutu.
4) Menyusun upaya tindak lanjut.
c. Hasil
1) Adanya dokumen hasil pengendalian mutu.
2) Adanya dokumen umpan balik dan upaya tindak lanjut.
3) Adanya dokumen hasil survey kepuasan pasien, keluarga dan petugas.
4) Adanya penampilan klinik tenaga keperawatan sesuai dengan standar pelayanan
keperawatan.
5) Menurunya angka kejadian komplikasi sebagai akibat pmberian asuhan
keperawatan antara lain : dekubitus, jatuh, pneumia, pneumia orthostatic, infeksi
nasokomial, drop foot.
D. Fungsi Manajemen dalam Indikator Proses
George Terry merumuskan fungsi manajemen yang terdiri dari Planning,
Organizing, Actuating, dan Controlling (POAC), fungsi manajemen ini kemudian
diadopsi juga oleh Kementerian Kesehatan RI (Munijaya, 2012). Fungsi manajemen
tersebut di atas dapat dijabarkan sebagai berikut.
a. Planning (perencanaan)
Adalah proses perumusan tujuan organisasi sampai penetapan alternatif kegiatan
untuk mencapainya. Tanpa fungsi perencanaan, tidak akan ada kejelasan urutan
kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Melalui fungsi perencanaan, ditetapkan
tugas pokok staf yang kemudian digunakan oleh pimpinan untuk melakukan
supervisi, dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan staf untuk menjalankan
tugasnya.
Perencanaan adalah proses yang mencakup mendefinisikan sasaran organisasi,
menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai sasaran itu, dan menyusun
serangkaian rencana yang menyeluruh untuk mengintegrasikan dan dan
mengoordinasikan pekerjaan organisasi (Robbins, dan Coulter, 2009). Penelitian ini
membuktikan bahwa semakin baik proses perencanaan (P1), maka semakin tinggi
pencapaian cakupan indikator standar pelayanaan minimal yang diperoleh. Sedangkan
kurangnya perencanaan berdampak pada tingginya indikator standar pelayanan
minimal yang tidak mencapai target cakupan. Kurangnnya proses perencanaan
disebabkan antara lain karena,masih ada koordinator program yang membuat
(menyusun) perencanaan tidak sesuai dengan tahapan perencanaan yang baik dan
benar.
b. Organizing (pengorganisasian)
Adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun dan mengatur semua
sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara
efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
Agar peran organisasi ada dan berarti bagi orang-orang, peran-peran itu harus
mencakup :
1. Tujuan yang dapat direalisasikan.
2. Konsep dan batas kewajiban yang jelas.
3. Kebijakan-kebijakan yang dapat dimengerti dan dapat dilaksanakan.
4. Ketersediaan informasi yang diperlukan, alat-alat dan sumber-sumber yang
penting.
Terry (Sukarna, 2011: 46) juga mengemukakan tentang azas-azas organizing, sebagai
berikut, yaitu :
1. The objective atau tujuan.
2. Departementation atau pembagian kerja.
3. Assign the personel atau penempatan tenaga kerja.
4. Authority and Responsibility atau wewenang dan tanggung jawab.
5. Delegation of authority atau pelimpahan wewenang.
c. Actuating (Pelaksanaan)
Actuating atau fungsi penggerakan pelaksanaan meliputi, directing, commanding,
motivating, staffing, coordinating. Actuating atau fungsi penggerakan pelaksanaan
adalah proses bimbingan kepada staf agar mereka menjalankan tugas-tugas pokoknya
sesuai dengan keterampilan yang dimiliki (quality of care) dan dukungan sumber daya
yang tersedia (quality of service). Kejelasan komunikasi, pengembangan motivasi,
dan penerapan kepemimpinan yang efektif akan sangat membantu suksesnya manajer
melaksanaan fungsi manajemen ini.
Menurut Terry (2012), pelaksanaan (actuating) merupakan sebuah fungsi penggerakan
pelaksanaan yang meliputi beberapa proses seperti directing, commanding,
motivating, staffing, dan coordinating. Actuating atau fungsi penggerakan
pelaksanaan adalah proses bimbingan kepada staf agar mereka menjalankan tugas
pokoknya sesuai dengan keterampilan yang dimiliki (quality of care) dan dukungan
sumber daya yang tersedia (quality of service). Kejelasan komunikasi, pengembangan
motivasi, dan penerapan kepemimpinan yang efektif akan sangat membantu
suksesnya manajer melaksanaan fungsi manajemen ini.
Tercapai atau tidaknya tujuan tergantung kepada bergerak atau tidaknya seluruh
anggota kelompok manajemen, mulai dari tingkat atas, menengah sampai kebawah.
Segala kegiatan harus terarah kepada sasarannya, mengingat kegiatan yang tidak
terarah kepada sasarannya hanyalah merupakan pemborosan terhadap tenaga kerja,
uang, waktu dan materi atau dengan kata lain merupakan pemborosan terhadap tools
of management. Hal ini sudah barang tentu merupakan mis-management.
Tercapainya tujuan bukan hanya tergantung kepada planning dan organizing yang
baik, melainkan juga tergantung pada penggerakan dan pengawasan. Perencanaan dan
pengorganisasian hanyalah merupakan landasan yang kuat untuk adanya penggerakan
yang terarah kepada sasaran yang dituju. Penggerakan tanpa planning tidak akan
berjalan efektif karena dalam perencanaan itulah ditentukan tujuan, budget,standard,
metode kerja, prosedur dan program. (Yusiana, 2013)
Faktor-faktor yang dierlukan untuk penggerakan yaitu:
1. Leadership (Kepemimpinan)
2. Attitude and morale (Sikap dan moril)
3. Communication (Tatahubungan)
4. Incentive (Perangsang)
5. Supervision (Supervisi)
6. Discipline (Disiplin).
d. Controlling (Monitoring)
Monitoring atau pengawasan dan pengendalian adalah proses untuk mengawasi secara
terus menerus kegiatan staf dalam melaksanakan rencana kerja yang sudah disusun
dan mengadakan koreksi jika terjadi penyimpangan.peran jembatan antar pribadi
(interpersonal role), peran penyambung informasi (information transfer role), dan
peran pengambil keputusan (decision-making role).
Monitoring atau pengawasan dan pengendalian adalah proses untuk mengawasi secara
terus menerus kegiatan staf dalam melaksanakan rencana kerja yang sudah disusun
dan mengadakan koreksi jika terjadi penyimpangan. Semakin baik proses
pengawasan, pengendalian, dan penilaian, maka semakin tinggi pencapaian cakupan
indikator yang memenuhi target. Rendahnya proses pengawasan, pengendalian, dan
penilaian akan berdampak pada kinerja program dalam memenuhi target cakupan
standar pelayanan minimal. Dengan demikian diduga kuat yang menjadi faktor
determinan rendahnya pencapaian cakupan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di
bidang kesehatan adalah faktor pelatihan, faktor beban kerja, dan perencanaan.
Terry (Sukarna, 2011: 116), mengemukakan proses pengawasan sebagai berikut,
yaitu:
1. Determining the standard or basis for control (menentukan standard atau dasar
bagi pengawasan)
2. Measuring the performance (ukuran pelaksanaan)
3. Comparing performance with the standard and ascerting the difference, it any
(bandingkan pelaksanaan dengan standard dan temukan jika ada perbedaan
4. Correcting the deviation by means of remedial action (perbaiki penyimpangan
dengan cara-cara tindakan yang tepat).
B. Indikator Proses dan Indikator Mutu Keperawatan
1. Indikator Proses Keperawatan menurut Endri (2014) sebagai berikut :
a) Time and quality of care
- Respon time perawat di IGD
- Standar pelayanan keperawatan di RS
- Respon time dokter di IGD
b) Nursing satisfaction and work conditions
- Lingkungan yang aman untuk perawat
- Kepuasan kerja perawat
2. Indikator Mutu Keperawatan menurut ANA

Kategori Ukuran
Ukuran 1 Anga kematian pasien karena komplikasi operasi
2 Angka dekubitus
berfokus
3 Angka pasien jatuh
outcomes 4 Angka psien jatuh dengan cidera
pasien 5 Angka restrain
6 ISK karena pemasangan cateter di ICU
7 Blood stream infection karena pemasangan cateter line central
di ICU dan HDNC
8 VAP di ICU dn HDNC
Ukuran 9 Konseling berhenti merokok pada kasus AMI
10 Konseling berhenti merokok pada kasus Gagal jantung
berfokus pada
11 Konseling berhenti merokok pada kasus Peneumonia
intervensi
perawat
Ukuran 12 Perbandingan antara RN, LVN/LPN, UAP dan kontrak
13 Jam perawatan pasien per hari oleh RN,LPN/LPN dan UAP
berfokus pada
14 Practice Environment Scale—Nursing Work Index
sistem 15 Turn over

3. Indikator Mutu Keperawatan di Iran


Sedangkan Pazargadi et.al, 2008 telah mengembangkan indikator mutu keperawatan
di delapan propinsi di Iran dan didapatkan bahwa indikator mutu keperawatan seperti
yang ada pada Tabel berikut:

Jenis Kategori Indikator


struktur Management and1 Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja
organizational perawat manajer
2 Penetapan tujuan organisasi
leadership
3 Uraian tugas tenaga keperawatan
4 Supervisi keperawatan
Staffing and 5 Perbandingan jumlah perawt: pasien di ICU
6 Pendidikan berkelanjutan perawat
nursing
7 Jam kerja tenaga keperawatan
resources
Facilities and 8 Jumlah jam peningkatan SDM perawat per
budget tahun
9 Fasilitas untuk meningkatkan pengetahuan
perawat : Perpustakaan, internet, dll
10 Pengelolaan dana untuk peningkatan
keselamatan pasien
Proses Time and quality 11 Respon time perawat di IGD
12 Standar Pelayanan keperawatan di RS
of care
13 Respon time dokter di IGD
Nursing 14 Lingkungan yang aman untuk perawat
15 Kepuasan kerja perawat
satisfaction
and work
conditions
Outcomes Patient 16 Kepuasan pasien terhadap pelayanan
satisfaction keperawatan
17 Kepuasan pasien secara umum
18 Kepuasan pasien terhadap komunikasi perawat
Complications 19 Rasio pasien dekubitus di ICU
20 Rasio pasien infiltrasi intravaskuler pada
and
pasien dengan terapi IV di ICU
adverse events
DAFTAR PUSTAKA

Azrul Azwar. 1988. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi kedua, PPT Bina Rupa Aksara.
Astuti, E. 2014. Jenis-jenis Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan diakses dari
https://www.mutupelayanankesehatan.net/19-headline/1272-jenis-jenis-indikator-
mutu-pelayanan-keperawatan pukul 19.51
Craven & Hirnle, 2000 Fundamentals Of Nursing. Philadelphia. Lippincott
Gillies, Dee Ann. 1994. Nursing Management A System Approach, 3rd Edittion. USA:
Saunders
Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam prektik Keperawatan Profesional
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam, 2014. Manajeman Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Edisi Ke 4 Penerbit : Salemba Medika. Jakarta
International Council of Nurses, 2008.
Robbins. Stephen P. 2008. Perilaku Organisasi. Buku kedua, Edisi ke-12. Penerbit; Salemba
Medika. Jakarta.
Satrianegara, M. Fais. 2014. Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan: Teori dan
Aplikasi dalam Pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit. Jakarta: Salemba Medika.
Sabarguna, B. S. 2006. Sistem Bantu Keputusan Untuk Quality Management. Konsorsium RS
Islam Jateng-DIY. Yogyakarta.
The National Database of Nursing Quality Indicators (NDNQI),2007.
Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Andi. Yogyakarta.
Wijono, Dj. 2011. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan: Teori, Strategi dan Aplikasi.
Volume 2. Cetakan Kedua. Surabaya. Airlangga Unniversity Press.
Gde Munijaya, 2010. Manajemen Kesehatan. Edisi.3. Penerbit Buku Kedokteran EGC;
Jakarta, 2010.
Stephen P. Robbins., Mary Coulter, 2010. Manajemen. Edisi 10., Jilid 1. Penerbit Erlangga;
Jakarta, 2010.
Stephen P. Robbins., Timothy A. Judge, 2008. Perilaku Organisasi. Edisi 12., Buku 2.
Salemba Empat. Jakarta, 2008.
Wibowo, 2013. Manajemen Kinerja. Edisi.3, Cetakan 7. Rajawali Pers; Jakarta, 2013.
Yusiana. 2013. Pelaksanaan Manajemen Planning Organizing Actuating Controling (POAC)
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung dalam
Menanggulangi Bahaya Banjir. Bandar Lampung.

You might also like