You are on page 1of 13

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI
Manusia memiliki organ saluran kemih yang berguna dalam pengeluaran urine keluar
tubuh. Organ-organ tersebut mencakup dua ginjal, dua ureter, buli-buli, dua otot sfingter, dan
uretra. Secara garis besar sistem tersebut terletak di rongga retroperitoneal dan terlindung
oleh organ lain yang mengelilinginya.
Ginjal adalah organ yang jumlahnya sepasang, merupakan saluran kemih atas yang
mempunyai fungsi utama dalam membentuk urine. Selain mengeluarkan zat toksik dan sisa
hasil metabolisme tubuh dalam bentuk urine, ginjal juga memiliki fungsi dalam menghasilkan
dan mengatur sekresi hormon, mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D, dan
mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Urine dari ginjal kemudian dialirkan ke buli-
buli melalui sebuah tabung kecil bernama ureter. Pada dinding ureter terdapat otot polos yang
dapat melakukan gerakan peristaltik untuk mendorong urine ke buli-buli. Jika terjadi
sumbatan urin maka terjadi kontraksi otot.1

Gambar 1. Uretra Pria.2


yang berlebih untuk mendorong sumbatan tersebut dari saluran ureter. Kontraksi
berlebih tersebut dirasakan sebagai nyeri kolik, datangnya hilang timbul sesuai irama gerakan
peristaltik ureter. Saat mencapai buli-buli, posisi ureter miring agar mencegah terjadinya
aliran balik urine dari buli-buli ke ureter saat buli-buli berkontraksi. Buli-buli adalah organ
berongga yang terdiri dari tiga otot lapis detrusor yang saling beranyaman. Kontraksi otot ini
merupakan tahap utama dalam pengosongan urine dalam buli-buli dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi. Uretra merupakan saluran yang
membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa
perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan
juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan
uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, pria memiliki dua otot sphincter
yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan
m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita
hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat
volunter).Uretra merupakan saluran akhir dalam pengeluaran urine keluar tubuh. Uretra pada
pria memiliki fungsi ganda yaitu sebagai saluran urine dan saluran untuk semen dari organ
reproduksi. Gambar 3. Uretra laki-laki
Secara anatomis uretra pria dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra
anterior. Uretra pria dibagi atas :
1. Uretra Posterior, dibagi menjadi:
a. Pars prostatika : dengan panjang sekitar 2,5 cm, berjalan melalui kelenjar prostate.
b. Pars membranacea : dengan panjang sekitar 2 cm, berjalan melalui diafragma urogenital
antara prostate dan penis
2. Uretra Anterior, dibagi menjadi:
a. Pars bulbaris: terletak di proksimal, merupakan bagian uretra yang melewati bulbus penis.
b. Pars pendulum /cavernosa/spongiosa: dengan panjang sekitar 15 cm, berjalan melalui penis
(berfungsi juga sebagai transport semen).
c. Pars glandis: bagian uretra di gland penis. Uretra ini sangat pendek dan epitelnya sangat
berupa squamosa ( squamous compleks noncornificatum). Gambar 4. Uretra wanita
Uretra dilengkapi dengan dua otot sfingter yang berguna untuk menahan laju urine.
Uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dipersarafi oleh sistem
simpatik, sehingga jika buli-buli penuh sfingter ini akan terbuka. Sfingter uretra eksterna
terletak pada perbatasan uretra posterior dengan uretra anterior, dipersarafi oleh sistem
somatik yang dapat diperintah sesuai keinginan seseorang.1,3
STRIKTUR URETRA

DEFINISI

Striktur uretra merupakan penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena


pembentukan jaringan fibrotik (parut) pada uretra dan/atau daerah peri uretra, yang pada
tingkat lanjut dapat menyebabkan fibrosis pada korpus spongiosum.1

EPIDEMIOLOGI

Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut.
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya perbedaan panjang
uretra. Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5 cm.
Karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau terkena trauma dibanding wanita.
Beberapa faktor resiko lain yang diketahui berperan dalam insiden penyakit ini, diantaranya
adalah pernah terpapar penyakit menular seksual, ras orang Afrika, berusia diatas 55 tahun,
dan tinggal di daerah perkotaan.4

KLASIFIKASI
Derajat penyempitan, ada 3 tingkatan :
a. Ringan : oklusi terjadi <1/3 diameter lumen uretra
b. Sedang : oklusi terjadi 1/3 – 1/2 diameter lumen uretra
c. Berat : oklusi terjadi >1/2 diameter lumen uretra dan teraba spongiofibrosis.
Jenis striktur berdasarkan tempatnya:
a.Pars membranosa, biasanya disebabkan oleh trauma pelvis atau kesalahan saat kateterisasi
b.Pars bulbosa, disebabkan karena cidera pada selangkangan dan pasca uretritis
c.Pars bulbo membranosa, hal ini diakarenakan fiksasi kateter yang salah
d.Meatus uretra, disebabkan pasca meatitis.1
Gambar 2. Derajat penyempitan
lumen.1

ETIOLOGI
Penyebab striktur uretra adalah:
a. Kongenital Hal ini jarang terjadi. Misalnya: Meatus kecil pada meatus ektopik pada
pasien hipospodia. Divertikula kongenital -> penyebab proses striktura uretra.
b. Trauma Merupakan penyebab terbesar striktura (fraktur pelvis, trauma uretra anterior,
tindakan sistoskopi, prostatektomi,katerisasi).
1. Trauma uretra anterior, misalnya karena straddle injury. Pada straddle injury,
perineal terkena benda keras, misalnya plantangan sepeda sehingga menimbulkan
trauma uretra pars bulbaris.
2. Fraktur/trauma pada pelvis dapat menyebabkan cedera pada uretra posterior. Jadi
seperti kita ketahui, antara prostat dan os pubis dihubungkan oleh ligamentum
puboprostaticum. Sehingga kalau ada trauma disini, ligamentum tertarik, uretra
posterior bisa sobek. Jadi memang sebagian besar striktura uretra terjadi dibagian-
bagian yang terfiksir seperti bulbus dan prostat. Di pars pendulan jarang terjadi
cedera karena sifatnya yang mobile.
3. Kateterisasi juga bisa menyebabkan striktura uretra bila diameter kateter dan
diameter lumen uretra tidak proporsional.
c. Infeksi, seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik (GO,TBC). Pada uretritis akut,
setelah sembuh jaringan penggantinya sama dengan jaringan asal. Jadi kalau asalnya epitel
squamous, jaringan penggantinya juga epitel squamous. Kalau pada uretritis kronik, setelah
penyembuhan, jaringan penggantinya adalah jaringan fibrous. Akibatnya lumen uretra
menjadi sempit, dan elastisitas ureter menghilang.
d. Tumor bisa menyebabkan striktura melalui dua cara, yaitu proses penyembuhan tumor
yang menyebabkan striktura uretra, ataupun tumornya itu sendiri yang mengakibatkan
sumbatan uretra.5

PATOGENESIS

Diagram 1. Patogenesis terjadinya striktur.6


Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya
jaringan parut pada uretra. Jaringan parut ini berisi kolagen dan fibroblast, dan ketika mulai
menyembuh jaringan ini akan berkontraksi ke seluruh ruang pada lumen dan menyebabkan
pengecilan diameter uretra, sehingga menimbulkan hambatan aliran urine. Karena adanya
hambatan, aliran urine mencari jalan keluar di tempat lain dan akhirnya mengumpul di
rongga periuretra. Karena ekstravasasi urine, daerah tersebut akan rentan terjadi infeksi akan
menimbulkan abses periuretra yang kemudian bisa membentuk fistula uretrokutan (timbul
hubungan uretra dan kulit). Selain itu resiko terbentuknya batu buli-buli juga meningkat,
timbul gejala sulit ejakulasi dan gagal ginjal. Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya,
striktur uretra dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu: 1) Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang
dari sepertiga diameter lumen uretra 2) Sedang : jika terdapat oklusi setengah sampai
sepertiga diameter lumen uretra 3) Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari setengah
diameter lumen uretra Pada penyempitan derajat berat, kadang kala teraba jaringan keras di
korpus spongiosum, yang dikenal dengan spongiofibrosis.1,3
Gambar 3. Anatomi striktur uretra anterior meliputi, dalam banyak kasus, yang mendasari
spongiofibrosis. A, Sebuah lipat, mukosa. B, Iris penyempitan. C, Full-ketebalan keterlibatan
dengan fibrosis minimal dalam jaringan spons. D, Full-ketebalan spongiofibrosis. E,
Peradangan dan fibrosis yang melibatkan jaringan luar korpus spongiosum. F, striktur
kompleks rumit dengan fistula.2

MANIFESTASI
Gejala penyakit ini mirip seperti gejala penyebab retensi urine tipe obstruktif lainnya.
Diawali dengan sulit kencing atau pasien harus mengejan untuk memulai kencing namun
urine hanya keluar sedikit-sedikit. Gejala tersebut harus dibedakan dengan inkontinensia
overflow, yaitu keluarnya urine secara menetes, tanpa disadari, atau tidak mampu ditahan
pasien. Gejala-gejala lain yang harus ditanyakan ke pasien adalah adanya disuria, frekuensi
kencing meningkat, hematuria, dan perasaan sangat ingin kencing yang terasa sakit. Jika
curiga penyebabnya adalah infeksi, perlu ditanyakan adanya tanda-tanda radang seperti
demam atau keluar nanah. Selain itu, bisa juga disertai pembengkakan/abses di daerah
perineum dan skrotum, serta bila terjadi infeksi sistematik juga timbul panas badan,
menggigil, dan kencing berwarna keruh.1

DIAGNOSIS

Adapun pemeriksaan fisis yang dilakukan untuk mengetahui adanya striktur uretra
adalah:
a. Anamnesis yang lengkap (uretritis, trauma dengan kerusakan pada panggul, straddle injury,
instrumentasi pada uretra, penggunaan kateter uretra, kelainan, sejak lahir)
b.Inspeksi: meatus eksternus sempit,pembengkakan serta fistula di daerah penis, skrotum,
perineum, suprapubik.
c. Palpasi: teraba jaringan parut sepanjang perjalanan uretra anterior; pada bagian ventral
penis, muara fistula bila dipijit mengeluarkan getah/nanah
h) Rectal toucher (colok dubur)
i) Pemeriksaan penunjang berguna untuk konfirmasi diagnosis dan menyingkirkan diagnosis
banding. Uroflowmetri adalah alat untuk mengetahui pancaran urine secara obyektif.
Derasnya pancaran diukur dengan membagi volume urine saat kencing dibagi dengan lama
proses kencing. Kecepatan pancaran normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran
kurang dari 10 ml/detik menandakan adanya obstruksi. Namun pemeriksaan foto Retrograde
Uretrogram dikombinasikan dengan Voiding Cystouretrogram tetap dijadikan standar
pemeriksaan untuk menegakan diagnosis. Radiografi ini dapat menentukan panjang dan
lokasi dari striktur. Penggunaan ultrasonografi (USG) cukup berguna dalam mengevaluasi
striktur pada pars bulbosa. Dengan alat ini kita juga bisa mengevaluasi panjang striktur dan
derajat luas jaringan parut, contohnya spongiofibrosis. Ini membantu kita memilih jenis
tindakan operasi yang akan dilakukan kepada pasien. Kita dapat mengetahui jumlah residual
urine dan panjang striktur secara nyata, sehingga meningkatkan keakuratan saat operasi.
Pemeriksaan yang lebih maju adalah dengan memakai uretroskopi dan sistoskopi, yaitu
penggunaan kamera fiberoptik masuk ke dalam uretra sampai ke buli-buli. Dengan alat ini
kita dapat melihat penyebab, letak, dan karakter striktur secara langsung. Pencitraan
menggunakan magneting resonance imaging
bagus dilakukan sebelum operasi karena dapat mengukur secara pasti panjang striktur,
derajat fibrosis, dan pembesaran prostat. Namun alat ini belum tersedia secara luas dan
biayanya sangat mahal sehingga jarang digunakan. Pemeriksaan laboratorium seperti
urinalisis atau cek darah lengkap rutin dikerjakan untuk melihat perkembangan pasien dan
menyingkirkan diagnosis lain.5

PENGOBATAN
Tujuan dari pengobatan striktur uretra adalah kesembuhan permanen, tidak hanya
sembuh sementara. Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada lokasi striktur,
panjang/pendek striktur, dan kedaruratannya. Contohnya, jika pasien datang dengan retensi
urine akut, secepatnya lakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine dari buli-
buli. Sistostomi adalah tindakan operasi dengan membuat jalan antara buli-buli dan dinding
perut anterior. Jika dijumpai abses periuretra, kita lakukan insisi untuk mengeluarkan nanah
dan berikan antibiotika. Jika lokasi striktur di uretra pars bulbosa dimana terdapat korpus
spongiosum yang lebih tebal daripada di uretra pars pedularis, maka angka kesuksesan
prosedur uretrotomi akan lebih baik jika dikerjakan di daerah tersebut. Penanganan
konvensional seperti uretrotomi atau dilatasi masih tetap dilakukan, walaupun pengobatan ini
rentan menimbulkan kekambuhan. Hasil sebuah studi mengindikasikan 80% striktur yang
ditangani dengan internal uretrostomi mengalami kekambuhan dalam 5 tahun berikutnya.
Pemasangan stent adalah alternatif bagi pasien yang sering mengalami rekurensi striktur.
Namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadi komplikasi seperti hiperplasia jaringan
uretra sehingga menimbulkan obstruksi sekunder. Tindakan khusus yang dilakukan terhadap
striktur uretra adalah:
1.Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan
yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya
menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan (
false route). Ini merupakan cara yang paling lama dan paling sederhana dalam penanganan
striktur uretra. Direkomendasikan pada pasien yang tingkat keparahan striktur masih rendah
atau pasien yang kontra indikasi dengan pembedahan. Dilatasi dilakukan dengan
menggunakan balon kateter atau busi logam dimasukan hati-hati ke dalam uretra untuk
membuka daerah yang menyempit. Pendarahan selama proses dilatasi harus dihindari karena
itu mengindikasikan terjadinya luka pada striktur yang akhirnya menimbulkan striktur baru
yang lebih berat. Hal inilah yang membuat angka kesuksesan terapi menjadi rendah dan
sering terjadi kekambuhan.
2.Uretrotomi interna, yaitu memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau
Otis/Sachse. Otis dikerjakan bila belum terjadi striktur uretra total, sedangkan padas triktur
yang lebih berat, pemotongan striktur dikerjakan secara visual dengan memakai pisau Sachse.
Tujuan uretrotomi interna adalah membuat jaringan epiteluretra yang tumbuh kembali di
tempat yang sbelumnya terdapat jaringan parut. Jikatejadi proses epitelisasi sebelum
kontraksi luka menyempitkan lumen, uretrotomi interna dikatakan berhasil. Namun jika
kontraksi luka lebih dulu terjadi dariepitelisasi jaringan, maka striktur akan muncul kembali.
Angka kesuksesan jangka
pendek terapi ini cukup tinggi, namun dalam 5 tahun angka kekambuhanya mencapai 80%.
Selain timbulnya striktur baru, komplikasi uretrotomi interna adalah pendarahan yang
berkaitan dengan ereksi, sesaat setelah prosedur dikerjakan, sepsis,inkontinensia urine, dan
disfungsi ereksi.
3. Uretrotomi eksterna, adalah tindakan operasi terbuka berupa pemotongan
jaringanfibrosis, kemudian dilakukan anastomosis di antara jaringan uretra yang masihsehat.
4. Pemasangan Stent, Stent adalah benda kecil, elastis yang dimasukan pada
daerahstriktur. Stent biasanya dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi interna. Ada dua jenis
stent yang tersedia, stent sementara dan permanen. Stent permanen cocokuntuk striktur uretra
pars bulbosa dengan minimal spongiofibrosis. Biasanya digunakan oleh orang tua, yang tidak
fit menjalani prosedur operasi. Namun stent permanen juga memiliki kontra indikasi terhadap
pasien yang sebelumnya menjalaniuretroplasti substitusi dan pasien straddle injury dengan
spongiosis yang dalam.Angka rekurensi striktur bervariasi dari 40%-80% dalam satu tahun.
Komplikasisering terjadi adalah rasa tidak nyaman di daerah perineum, diikuti nyeri saat
ereksidan kekambuhan striktur.
5. Uretroplasti, Uretroplasti merupakan standar dalam penanganan striktur
uretra,namun masih jarang dikerjakan karena tidak banyak ahli medis yang menguasaiteknik
bedah ini. Sebuah studi memperlihatkan bahwa uretroplasti dipertimbangkan sebagai teknik
bedah dengan tingkat invasif minimal dan lebih efisien daripadauretrotomi. Uretroplasti
adalah rekonstruksi uretra terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis. Ada dua jenis
uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis dansubstitusi. Uretroplasti anastomosis dilakukan
dengan eksisi bagian strikturkemudian uretra diperbaiki dengan mencangkok jaringan atau
flap dari jaringan sekitar. Teknik ini sangat tepat untuk striktur uretra pars bulbosa dengan
panjangstriktur 1-2 cm. Uretroplasti substitusi adalah mencangkok jaringan striktur
yangdibedah dengan jaringan mukosa bibir, mukosa kelamin, atau preputium. Inidilakukan
dengan graft , yaitu pemindahan organ atau jaringan ke bagian tubuh lain,dimana sangat
bergantung dari suplai darah pasien untuk dapat bertahan.
6. Prosedur rekonstruksi multiple adalah suatu tindakan bedah dengan membuat
saluran uretra di perineum. Indikasi prosedur ini adalah ketidak mampuan mencapai panjang
uretra, bisa karena fibrosis hasil operasi sebelumnya atau teknik substitusi tidak bisa
dikerjakan. Ketika terjadi infeksi dan proses radang aktif sehingga teknik Graft tidak bisa
dikerjakan, prosedur ini bisa menjadi pilihan operasi. Rekonstruksimultiple memang
memerlukan anestesi yang lebih banyak dan menambah lamarawat inap pasien, namun
berguna bila pasien kontra indikasi terhadap teknik lain.7

KOMPLIKASI
Pada striktur urethra terjd penyempitan lumen, hingga terjadi dilatasi bagian proksimalnya.
Otot vesica urinaria akan berkontraksi melawan aliran refluks, bila prosesini berlangsung
lama otot tersebut tidak mampu lagi mengosongkan isinya. Proses selanjutnya akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal.1

PROGNOSIS
Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani pemeriksaan yang
teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelahdilakukan observasi selama 1
tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan. Setiap pasien kontrol berkala dilakukan
pemeriksaan pancaran urine yang langsung dilihat olehdokter atau dengan pemeriksaan
uroflowmetri. Untuk mencegah terjadinyakekambuhan, sering kali pasien harus menjalani
beberapa tindakan, antara lain dilatasi berkala dengan busi dan kateterisasi bersih mandiri
berkala (KBMB) atau CIC (Clean intermitten catheterization), yaitu pasien dianjurkan
melakukan kateterisasi secara periodik pada waktu tertentu dengan kateter yang bersih (tidak
perlu steril).8
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo BB. 2007. Dasar-dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta:CV Sagung Seto
2. Wein. Urethral Stricture Disease. In. Campbell-Walsh Urology, 9th ed. Wein, Alan J.
Et al (editor) Saunders Elsevier, 2007.
3. Price. 2000. Anatomi Ginjal dan Saluran Kemih.Jakarta:EGC
4. Agung Wistara, dkk. 2010. Diagnosis dan Penanganan Striktur Uretra. Bali:
Universitas Udayana
5. dr. Besyt daryanto. 2010. Pedoman Diagnosis & Terapi, Bedah Urologi. Malang:
Universitas brawijaya
6. Mundy, Anthony R. and Andrich, Daniela E. Urethral strictures. BJU International.
2010;107,6-26.
7. Santucci RA, JoyceGF,Wise M. Male urethral stricture disease. Journal of Urology
2007; 177(5):1667– 74.
8. Lumen N, Hoebeke P,Willemsen P, De Troyer B, Pieters R, Oosterlinck W. Etiology
of urethral stricture disease in the 21st century. Journal of Urology 2009;182(3):983-
7.
ANALISIS KASUS

Dari kasus di atas, Tn. A usia 65 tahun datang dengan keluhan sulit buang air kecil (miksi)
sejak 1 bulan yang lalu. Keadaan ini disebut sebagai retensio urin yaitu suatu keadaan dimana
penderita tidak dapat kencing padahal kandung kemih penuh. Keadaan ini bisa disebabkan
oleh sumbatan mekanis pada uretra ataugangguan fungsional kandung kemih dan sfingternya.
Dari anamnesa didapatkan keluhan berupa sulit BAK, BAK mengejan, setelah BAK
penderita merasa tidak puas dan pancaran urin yang kecil, Keluhan ini merupakan gejala
obstruktif saluran kemih. Jadi kesimpulan yang diambil bahwa penderita mengalami suatu
gejala obstruktif saluran kemih. Dan juga ditemukan adanya keluhan sering berkemih (
frequency) terutama pada malam hari (nocturia),sehingga pasien ini disimpulkan mengalami
gejala iritatif dari saluran kemih.Berdasarkan kondisi diatas pasien ini mengalami gejala
obstruktif dan gejalairitatif saluran kemih yang dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract
Symptoms).LUTS merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan pada saluran
kemih bagian bawah yang meliputi gejala obstruktif dan iritatif pada saluran kemih. Gejala
obstruktif pada saluran kemih yaitu mengedan ketika miksi (

straining

),menunggu pada awal miksi (

hesitancy

), pancaran melemah (

weakness

), miksi terputus(

intermitten

), dan tidak lampias setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif meliputi rasaingin miksi yang
tidak bisa ditahan (

urgency

), sering miksi (

frequency
), sering miksi padamalam hari (

nocturia

), dan nyeri ketika miksi (

dysuria

). Dari keluhan utama dananamnesis pada pasien ini terjadi suatu retentio urine yang
disebabkan adanya sumbatan pada saluran kemih bagian bawah yang bisa disebabkan oleh
gangguan pada vesikaurinaria atau infravesika. Gangguan pada vesika urinaria bisa berupa
batu vesika ataugangguan neurogenic pada vesika. Sedangkan gangguan infravesika berupa
pembesaran prostat dan striktur uretra.Kemudian pada riwayat penyakit dahulu, riwayat
kencing manis dan riwayat pernah trauma disangkal.

You might also like