Professional Documents
Culture Documents
4.1 Geomorfologi
Analisis Geomorfologi meliputi Morofologi umum derah penelitian,
pola pengaliran, kelurusan, dan satuan geomorfologi daerah penelitian.
4.1.1. Morfologi Umum Daerah Penelitian
Geomorfologi didaerah penelitian diamati dengan melakukan
interpretasi topografi, citra SRTM, citra DEM, dan pengamatan langsung
di lapangan. Secara umum, daerah penelitian terdiri dari perbukitan dan
dataran rendah yang dilalui oleh sungai utama yaitu sungai malakutan.
Elevasi tertinggi didaerah penelitian berada pada bagian barat daya yaitu
625 meter dari atas permukaan laut dan elevasi terendah berada pada
bagian barat laut atau berada pada sungai malakutan yaitu 293 meter dari
permukaan laut. Kemiringan lereng di daerah penelitian landai hingga
curam ( 2% - 70%), yang diklasifikasikan berdasarkan kemiringan lereng
oleh Van Zuidam (1985).
4.1.2. Pola Aliran Sungai
Berdasarkan klasifikasi Howard, 1967), pola aliran sungai daerah
penelitian secara umum dapat dikelompokkan ke dalam pola aliran
subdentritik (Gambar 1.1). Pola aliran subdentritik terletak dibagian
seluruh daerah penelitian yaitu dari arah utara hingga barat yang memiliki
morfologi dominan berupa perbukitan. Pola aliran subdentritik pada
umumnya dipengaruhi oleh kekerasan batuan disekitarnya yang cendrung
keras serta morfologinya yang membentuk perbukitan struktural (sesar,
40
lipatana, ataupun kekar). Secara genetik, sungai di daerah penelitian
yaitu sungai subsekuen. Sungai subsekuen adalah sungai yang arah
alirannya searah dengan jurus lapisan batuan.
41
4.1.4. Satuan Geomorfologi
Berdasarkan pengamatan dari peta topografi, citra satelit SRTM,
DEM, dan pengamatan lapangan, satuan geomorfologi di daerah penelitian
dibagi menjadi dua satuan. Satuan geomorfologi di daerah penelitian yaitu :
Satuan perbukitan struktural
Alluvial
4.1.4.1. Satuan perbukitan struktural
Satuan ini menempati 90% daerah penelitian, seperti yang dilihat
pada peta geomorfologi (Gambar 1.3), dan dicirkan oleh
perbukitan yang terjal dengan utara – selatan maupun barat –
timur . Satuan ini memiliki kemiringan lereng 15% - 70% yang
termasuk daerah lereng yang agak curam sampai curam
(berdasarkan klasifikasi Van Zuidam. 1985), dengan ketinggian
topografi 300 – 600 m diatas permukaan laut. Litologi yang
menyusun satuan ini adalah batupasir karbonatan, batupasir,
batulempung, batuandesit, metasedimen, konglomerat.
42
a)
b)
4.1.4.2. Alluvial
Satuan ini menempati 10 persen daerah penelitian. Satuan ini
dicirikan dengan lembah yang memanjang yang berada pada bagian barat
laut daerah penelitian seperti yang terlihat pada peta geomorfologi (Gambar
1.4). satuan ini memiliki kemiringan lereng 2% - 7% yang termasuk kelas
landai (klasifikasi van zuidam, 1985) dengan ketinggian 295 meter diatas
permukaan laut. Satuan ini terdapat disepanjang sungai malakutan. Satuan
ini terdiri dari material lepas berupa bongkah hingga lempung yang
merupakan hasil rombakan dari batuan beku, batuan sedimen dan batuan
material volkanik. Proses sedimen masih berlangsung hingga saat ini.
43
4.2. Geologi
Secara regional, stratigrafi pada daerah penelitian akan membahas tentang
litologi, satuan batuan serta tatanan stratigrafi daerah penelitian yang
mengacu padaGambar
stratigrafi
1.4peta geologi
Dataran lembar
Alluvial padasolok (Kastowo,
bagian barat laut 1995).
daerah
4.2.1. Litologi penelitian
Litologi yang terdapat pada daerah penelitian memiliki berbagai
macam litologi yaitu diantaranya :
4.2.1.1. Konglomerat
konglomerat terdapat dibagian baratlaut pada daerah penelitian yang
memiliki warna lapuk hitam kehijauan dan warna segarnya merah bata,
teksturnya yaitu (1) besar butiran kerakal (2) kebundarannya yaitu
membundar tanggung hingga membundar (3) kemasnya terbuka.Struktur
sedimen masif, pemilihannya sangat buruk, tidak karbonatan ,mempunyai
kekompakan yang keras, matriknya batupasir. Fragmen tadi dari Carbonate
clast : 5%, cheert clast: 25%, silicateclastic:70%. Nama batuan tersebut
adalah Konglomerat pasiran (gambar 1.5).
44
N 30 5° N 30 °
E E
N 254 ° N 74 °
E E
45
1971 nama batuan pada stasiun ini yaitu batulempung (gambar 1.7).
N 41 ° E N 220 ° E
46
N 245 ° N 55 ° E
E
Konglomerat
Batupasir
47
4.2.1.6. Kontak antara batupasir dengan batulempung
Metasedimen
48
4.2.1.7. Batupasir sisipan batulempung
49
4.2.1.8. Batupasir sisipan batubara
Batupasir sisipan batubara yang mana ketebalan batubara tersebut
yaitu 180 cm ditemukan dibagian timurlaut pada daerah penelitian (gambar
N 240 ° N 60 ° E
2.2). Batupasir dengan warna
E lapuk kuning kehitaman, warna segar kuning,
besar butir pasir sedang, kebundarannya membundar tanggung hingga
membundar, kemas tertutup, memiliki struktur sedimen yaitu perlapisan,
Batubara
pemilahan baik, tidak karbonatan, kekompakan agak keras. Dan pada
batuan ini terdapat komposis mineral Kuarsa 15%, Feldspar 70%, Rock
fragmen 15%. Setelah diklasifikasikan menggunakan segitiga IUGS
berdasarkan pettijhon 19872.2
Gambar nama batuan
Batupasir padabatubara
sisipan stasiunstasiun
ini yaitu
45 batupasir
arkos arenit. Batubara dengan warna hitam, pecahannya berlapis-lapis,
kekerasannya sedang, komposisi mineral karbon, teksturnya amorf.
50
mineral Kuarsa 25%, Feldspar 15%, Rock fragmen 60%. Setelah
diklasifikasikan menggunakan segitiga IUGS berdasarkan diagram batuan
beku afanitik nama batuan pada stasiun ini yaitu batuandesit.
N 158 ° N 336 ° E
E
51
4.3. Satuan Batuan
Berdasarkan litologi – litologi yang di jumpai didaerah penelitian,
maka dapat ditarik kesimpulkan satuan batuan daerah penelitian
pembuatannya menggunkana metode free hand yang mengacu
berdasarkan hasil observasi sebaran batuan langsung dilapangan dan
geologi regional. Maka, hasil interpretasi berupa 4 satuan batuan yang
terdiri dari satuan batupasir karbonat, satuan batupasir, satuan
konglomerat, dan batuandesit.
4.3.1. Satuan Batupasir karbonatan
Satuan batupasir umumnya berada pada dibagian barat daya yang
menerus hingga ke timurlaut, daerah penelitian mengacu pada geologi
regional yang disetarakan dengan Formasi Silungkang. Satuan ini terdiri
dari litologi batupasir karbonatan, batulempung, kontak antara batulempung
dengan batupasir (conformity), batupasir kontak antara andesit
(disconfirmity) yang berumur karbon-trias dan terendapkan pada lingkungan
transisi. Satuan ini ditandai dengan warna kuning gelap pada peta geologi
daerah penelitian.
4.3.2. Satuan Batupasir
Satuan batupasir umumnya berada pada dibagian selatan yang
menerus dari selatan hingga ke utara dan terdapat juga dibagian utara
menerus hingga ke selatan, daerah penelitian mengacu pada geologi regional
yang disetarakan dengan Formasi Brani. Satuan ini terdiri dari litologi
batupasir, batupasir sisipan batulempung, batupasir sisipan batubara yang
berumur paleosen – eosen dan terendapkan pada lingkungan kipas aluvial.
Satuan ini ditandai dengan warna kuning pada peta geologi daerah
penelitian.
4.3.3. Satuan Konglomerat
Satuan konglomerat umumnya berada pada dibagian tenggara yang
menerus hingga ke baratlaut, daerah penelitian mengacu pada geologi
regional yang disetarakan dengan Formasi Brani. Satuan ini terdiri dari
konglomerat, batupasir, kontak antara batupasir dengan konglomerat,
52
batulempung, batuandesit yang berumur paleosen – eosen dan terendapkan
pada lingkungan aluvial. Satuan ini ditandai dengan warna orange pada peta
geologi daerah penelitian.
53
Tabel 4.1 : Kolom Tabel Stratigrafi Daerah Penelitian dengan
Kesebandingan Regional Ph.Silitonga & Kastowo(1991).
54
sekunder diambil dari data kekar yang berkembang di lapangan. Adapun
hasil pengukuran data struktur tersebut sebagai berikut :
4.5.1. Kekar
55
Kekar Stasiun 2 B
Dari hasil plotting data kekar pada stasiun 2B, maka didapatkan arah
tegasan utama / dari analisis stereografi yaitu Barat Daya-Timur laut.
56
Gambar 2.8 Kekar pada stasiun 2C
Kekar Stasiun 2 C
Dari hasil plotting data kekar pada stasiun 2C, maka didapatkan arah
tegasan utama / dari analisis stereografi yaitu Barat -Timur .
57
Gambar 2.9 Stereonet pengukuran data kekar stasiun 2C
Kekar Stasiun 19
Dari hasil plotting data kekar pada stasiun 19, maka didapatkan arah
tegasan utama / dari analisis stereografi yaitu Tenggara – Barat Laut.
58
Gambar 3.0 Kekar pada stasiun 19
Kekar Stasiun
Gambar 34
3.1 Stereonet pengukuran data kekar stasiun 19
Dari hasil plotting data kekar pada stasiun 34, maka didapatkan arah
tegasan utama / dari analisis stereografi yaitu Tenggara – Barat Laut.
59
Gambar 3.2 Kekar pada stasiun 34
Kekar Stasiun 48
Dari hasil plotting data kekar pada stasiun 48 , maka didapatkan arah
tegasan utama / dari analisis stereografi yaitu Barat Daya – Timur Laut.
60
Gambar 3.4 Kekar pada stasiun 48
61
Kekar Stasiun 49
Dari hasil plotting data kekar pada stasiun 49 , maka didapatkan arah
tegasan utama / dari analisis stereografi yaitu Tenggara – Barat Laut
62
Kekar Stasiun 65
Dari hasil plotting data kekar pada stasiun 65 , maka didapatkan arah
tegasan utama / dari analisis stereografi yaitu Barat Daya – Timur Laut.
63
Kekar Stasiun 66
Dari hasil plotting data kekar pada stasiun 66 , maka didapatkan arah
tegasan utama / dari analisis stereografi yaitu Barat Daya – Timur Laut.
64
4.5.2. Sesar
65
B. Pengukuran pitch di stasiun 51 dengan nilai pitch 500 mengindikasikan
bahwa adanya sesar normal.
66
C. Pengukuran pitch di stasiun 52 dengan nilai pitch 300 mengindikasikan
bahwa adanya sesar normal.
67
4.5.2.2. Sesar Geser
4.5.4. Lipatan
68
Lipatan Stasiun 10
69
4.6. Sejarah Geologi
70
Gambar 5.0 Ilustrasi Pengendapan Satuan Batupasir Karbonatan
(Lingkungan transisi).
71
4.7. Lingkungan Pengendapan
72
Gambar 5.3 Batupasir Karbonat
73
Pada daerah penelitian, proses yang terjadi menghasilkan suatu tatanan
bentang alam yang indah dan memiliki nilai ekonomis untuk memajukan
daerah tersebut. Pembentukan ini merupakan fenomena yang dikontrol oleh
serangkaian proses dinamika kebumian yang inik dalam rentang waktu yang
sangat lama. Keberadaan fenomena ini dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan geowisata berupa air terjun yang memiliki pemandangan yang
sangat indah serta air yang mengalir didaerah tersebut sangat jernih dan bersih.
Sebagian warga disana juga sudah ada yang berkunjung atau mandi di air terjun
tersebut. Air terjun pada daerah penelitian itu memiliki tinggi 12 meter
(Gambar 5.6 & 5.7) dan pada daerah penelitian juga ditemukannya sisipan
batubara yang ketebalannya 180 cm, kemungkinan pada daerah tersebut akan
menjadi tambang batubara ditahun yang akan datang. Air terjun dan tambang
batubara bernilai ekonomi yang dapat membantu daerah penelitian tersebut
supaya lebih maju dan berkembang(Gambar 5.8).
Pengolahan lingkungan untuk kawasan geowisata dan tambang dapat
dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam kegiatan pengolahan dan
pemeriksaan rutin terhadap fasilitas infrastruktur dan pengolahan lingkungan
melibatkan pihak pengelola, masyarakat maupun pemerintah, struktur
organisasi yang baik, dan pengembangan dalam potensi geologi.
74
Gambar 5.7 Potensi geowisata air terjun
75