Professional Documents
Culture Documents
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Pada pemetaan geologi ini, yang menjadi objek penelitian adalah
sebagai berikut:
28
3.3. Tahap Persiapan
a) Perizinan
Perizinan dilakukan baik dari pihak Universitas Islam Riau maupun Pemerintah Daerah
di lokasi penelitian.
b) Studi Pustaka
Kekurangan:
a) Masih tergantung pada peta dasar, masih ada kemungkinan salah orientasi.
b) Lintasan terikat oleh azimut yang telah ditetapkan sehingga sering terbentur
oleh medan yang sulit ditembus.
29
lapisan batuan, sampel batuan, foto, sketsa, data singkapan struktur (sesar, kekar)
deskripsi lengkap.
3.5.1.1 Morfografi
Morfografi berasal dari dua kata yaitu morfo yang berarti bentuk dan
graphos yang berarti gambaran, sehingga memiliki arti gambaran bentuk
permukaan bumi.
Secara garis besar gambaran bentuk muka bumi dapat dibedakan menjadi:
30
pendekatan dalam pemetaan geologi seperti bentuk lereng, pola punggungan
dan pola pengaliran.
Gambar 2.1 (A) Pola Dasar Pengaliran Sungai (Zenith, 1932) (A) dan (B) (C)
Pola Modifikasi Pengaliran Sungai (A.D.Howard, 1967)
Penjelasan dari gambar pola pengaliran sungai di atas dapat dilihat pada
(Tabel 1.4) di bawah ini:
31
Tabel 1.4 Pola pengaliran sungai
32
Rektangular Kekar dan/atau sesar Multibasinal Endapan berupa gu-
yang memiliki sudut muk hasil longsoran
kemiringan, tidak me- dengan perbedaan pe
miliki perulangan lapi- nggerusan atau pe-
san batuan dan sering rataan batuan dasar,
memperlihatkan pola merupakan daerah ge
pengaliran yang tidak rakan tanah, vulka-
menerus. nisme, pelarutan ga-
mpingan dan lelehan
salju (perma-frost).
Anular pola aliran sungai
yang bentunya
melingkar.
Pola annular biasanya
ditemui di daerah
kubah (dome)
Karst Batugamping.
33
3.5.1.2 Morfogenetik
3.5.1.3 Morfometri
34
dx = panjang garis potong (cm)
sp = skala peta
Tabel 1.6 Klasifikasi Kemiringan Lereng Berdasarkan Van Zuidam (1983, dalam
Hindartan, 1994)
Kemiringan Beda tinggi (m)
Klasifikasi
Persen (%) Derajat (o)
Datar 0–2 0 – 1,15 <5
Agak landai 2–7 1,15 – 4 5 – 25
Landai 7 – 15 4 – 8,5 25 – 75
Agak curam 15 – 30 8,5 – 16,7 75 – 200
Curam 30 – 70 16,7 – 35 200 – 500
Terjal 70 – 140 35 – 54,5 500 – 1000
Sangat terjal >140 >54,5 > 1000
35
Secara genetik disimpulkan dua golongan (Pettijohn, 1975).
sedimen berkurang dan hubungan antar butir yang satu dengan yang lain
menjadi rapat.
2) Sementasi yaitu turunnya material-material di ruang antar butir sedimen
dan secara kimiawi mengikat butir-butir sedimen satu dengan yang lain.
36
Sementasi makin efektif bila derajat kelurusan larutan (permeabilitas
relatif) pada ruang antar butir makin besar.
3) Rekristalisasi yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dalam suatu
larutan kimia yang berasal dari pelarutan material sadimen selama
diagenesa atau jauh sabelumnya. Reksriatalisasi sangat umum terjadi
pada pembentukan batuan karbonat.
4) Autigenesis yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenetik,
sehingga adanya mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu
sedimen. Mineral autigenik ini yang umum diketahui sebagai berikut:
karbonat, silika, klorite, illite, gipsum dan lain-lain.
5) Metasomatisme yaitu penggantian mineral sedimen oleh berbagai
mineral autigenik, tanpa pengurangan volume asal.
1) Batupasir
37
dan butiran yang memiliki kuarsa, feldspar dan fragmen litik.
Pembagian secara umum (Gilbert, 1982; Pettjohn, 1987; dan Folk, 1974)
dibagi menjadi batupasir kuarsa, batupasir arkose, batupasir litik dan
batupasir greywacke.
38
Gambar 2.3 Klasifikasi konglomerat (Boggs, 1992)
39
karbonat ini banyak sekali macamnya tergantung pada material
penyusunnya.
d. Golongan Silika, proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara
pross organik dan kimiawi untuk lebih menyempurnakannya. Termasuk
golongan ini rijang (chert), radiolaria dan tanah diatom. Batuan golongan
ini tersebarnya hanya sedikit dan terbatas sekali.
e. Golongan Evaporit, proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air
yang memiliki larutan kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan
ini terbentuk di lingkungan danau atau laut yang tertutup, sehingga sangat
memungkinkan terjadi pengayaan unsur-unsur tertentu. Dan faktor yang
penting juga adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk suatu
endapan dari larutan tersebut. Batuan-batuan yang termasuk kedalam
batuan ini adalah gip, anhidrit, batu garam.
f. Golongan Batubara, batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur
organik yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Dimana sewaktu tumbuhan
tersebut mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebal di
atasnya sehingga tidak akan memungkinkan terjadinya pelapukan.
Lingkungan terbentuknya batubara adalah khusus sekali, ia harus
memiliki banyak sekali tumbuhan sehingga kalau timbunan itu mati tertumpuk
menjadi satu di tempat tersebut.
40
Klasifikasi batuan beku berdasarkan genetik (tempat terjadinya)
dibagi menjadi bataun beku intrusif dan ekstrusif. Batuan beku intrusif
terbentuk di bawah permukaan bumi, sering juga disebut batuan beku dalam
atau batuan beku plutonik. Batuan beku ini mempunyai karakteristik
diantaranya, pendinginan sangat lambat (hingga jutaan tahun),
memungkinkan tumbuhnya kristal – kristal yang besar dan sempurna
bentuknya dan menjadi tubuh batuan beku intrusif. Berdasarkan
kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya, struktur tubuh
batuan beku intrusif terbagi menjadi 2, yaitu konkordan dan diskordan.
Selanjutnya batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses
pembekuannya berlangsung di permukaan bumi. Lava pada batuan beku ini
memiliki berbagai struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang
terjadi pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya sheeting
joint, columnar joint, pillow lava, vesikular, amigdaloidal dan struktur
aliran.
kuarsa (Q), atau mineral felspatoid (F), Alkali Feldspar (AF) serta
kandungan mineral plagioklas (P) dapat dilihat pada (Gambar 3.3).
42
Gambar 2.6 Klasifikasi Batuan Karbonat Berdasarkan Dunham, 1962.
43
3.5.4 Analisis Struktur Geologi
44
proyeksi ini disebut Diagram S-Pole.
Gambar 2.7 Proyeksi Stereografi dari Bidang-Bidang pada Suatu Lipatan (a) Diagram
Beta (b) Diagram Phi
3.5.4.2 Strike/Dip
Analisa jurus dan kemiringan diperlukan adanya bantuan dari kompas
geologi, untuk pengukuran komponen arah yang harus diperhatikan adalah
bagian bulls eye, jarum kompas, klinometer, dan lingkaran pembagian derajat
dan untuk pengukuran arah kemiringan lapisan, tempelkan bagian belakang
kompas (bagian bawah engsel cermin) pada bidang lapisan paling atas, dengan
posisi kompas tegak lurus.
3.5.4.3 Kekar
Gambar 2.8 (a) Diagram frekuensi dan diagram kontur dari kekar-kekar yang
dapat dipergunakan untuk menentukan tegasan utama (b) Diagram
blok pola-pola kekar dan hubungannya dengan tegasan regional
disuatu wilayah.
45
Cara pendekatan lain untuk menganalisa kekar yaitu dengan
melihat gejala yang terdapat pada jalur sesar. Mengingat bahwa akibat gerak
dari sesar, struktur kekar juga dapat terbentuk. Beberapa contoh gerak
sesar dapatmenimbulkan pola kekar“pinnate” (struktur bulu ayam),
“enechelon” fractures seperti pada (Gambar 3.8). Kekar-kekar ini umumnya
merupakan kekar regangan yang sudut lancip searah dengan gerak sesar.
Gambar 2.9. Pola Kekar Regangan yang dapat Dipakai untuk Menentukan Gerak Sesar
3.5.4.4. Sesar
c. Endapan sungai yang telah bermeander dengan ciri – ciri single channel,
yaitu alurnya biasanya hanya satu. Slope kecil dan erosi yang intensif ke arah
lateral. Adanya desa – desa yang mempunyai pola tertentu, misalnya
melengkung – melengkung (bekas danau tapal kuda atau ex Bow Lake).
Cross bedding dapat dijumpai dalam skala kecil.
ialah silang-siur, current fill, graded bedding, ripple mark. Akibat pengaruh
gelombang, sortasi pada endapan ini tidak baik. Adanya fauna darat dapat
laut.
48
g. Endapan Prodelta clay materialnya merupakan campuran material darat-
laut. Lebih banyak “marine clay” dibanding yang asal darat. Sedimen ini
mempunyai kemiringan yang sama dengan dasar pengendapannya.
Komposisi yang dominan lempung dan fauna lautnya sudah melimpah.
49
DIAGRAM ALIR PEMETAAN GEOLOGI PENDAHULUAN
- Studi Pustaka
- Perizinan
- Pemilihan Lokasi
- Pembuatan Peta
TAHAP PERSIAPAN Peta Topografi
Peta
Geomorfologi
Peta Geologi
- Pengamatan Lokasi
- Pengamatan Lokasi
TAHAP PENELITIAN dan Penelitian Dengan
Metode Kompas
- Pengamatan singkapan
- Pengukuran
- Analisis Geomorfologi
• Morfologi
• Morfometri
• Morfigenetik
- Analisis Stratigrafi
- Analisis Petrologi
TAHAP ANALISIS DATA - Analisis Struktur Geologi
• Lipatan
• Sesar
• Kekar
- Analisis sesjarah Geologi
- Peta Topografi
- Peta Geomorfologi
- Peta Lintasan
TAHAP PENYUSUNAN - Peta Kerangka
LAPORAN - Pola Jurus
- Peta Geologi
- Laporan Pemetaan
50
DAFTAR PUSTAKA
Situmorang, Bona, Yulihanto, Berlian, Guntur Agus, Himawan Romina, Jacob T Gamal,
1991, Structural Development of The Ombilin Basin West Sumatra, Proceedings Indonesia
Petroleum Association, Jakarta.
Barber, A.J., M.J. Crow & J.S. Milsom. 2005, Sumatra: Geology, Resources and Tectonic
Evolution. Geol Soc., London, Mem. 31.
Koesoemadinata R.P, Matasak Th, 1981, Stratigraphy and Sedimentation Ombilin Basin
Central Sumatra, Proceedings Indonesian Petroleum Association, Jakarta.
Kastowo, Leo, G. W., Gafoer, S., dan Amin, T. C. (1996). Peta Geologi Lembar Padang
Sumatra, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, 0715.
Hastuti Sulistya Wahyu Marhaendrasworo, Pramumijoyo Subagyo, 1999, Evolusi
Tektonik Cekungan Tarik Pisah Ombilin Sumatra Barat : Analisis Citra Landsat, Prosiding
Seminar Nasional Sumberdaya Geologi, Yogyakarta.
Barnes, (1981)
Zakaria, (2005)
P.H Silitonga & Kastowo (1995)
Zulfikar Basmoesa, 2008
Koesomadinata dan Matasak, (1981)
Koning, (1985)
Tobler (1922)
van Bemmelen (1949)
Situmorang, dkk., (1991)
Hastuti, dkk, (2001)
De Smet (1991)
Barber, dkk (2005)
Zenith (1932)
A.D.Howard (1967)
51