Professional Documents
Culture Documents
‘’ ANALISA VOLUMETRI ’’
ANGGOTA :
KELAS : 02TKME001
UNIVERSITAS PAMULANG
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan saya
kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini, dan dalam makalah ini saya membahas
tentang ‘’Analisa Volumetri’ dengan ini, saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih
banyak kesalahan dan kekurangan.
Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang
saya miliki sebagai mahasiswa. Namun demikian, banyak pula pihak yang telah membantu
saya dan memberikan pemikiran serta solusi untuk pemecahan masalah saya.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah ini di
waktu yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi
pembaca umumnya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu kimia adalah ilmu mempelajari tentang komposisi, struktur dan sifat kimia atau
materi berdasarkan perubahan yang menyertai terjadinya reaksi kimia serta dapat menjelaskan
proses atau reaksi yang ditimbulkan dari kejadian tersebut misalnya terjadi perubahan materi
dan energi.
Dalam percobaan laboratorium kita sebagai mahasiswa jurusan kimia sering
dipertemukan dengan suatu praktek yang disebut dengan titrasi, Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi. Proses titrasi juga sering disebut
dengan analisa volumetri.
Pada percobaan volumetri, penentuan dilakukan dengan jalan titrasi yaitu, suatu proses
di mana larutan baku (dalam bentuk larutan yang telah diketahui konsentrasinya) ditambahkan
sedikit demi sedikit dari sebuah buret pada larutan yang ditentukan atau yang dititrasi sampai
keduanya bereaksi secara sempurna dan mencapai jumlah equivalen larutan baku sama dengan
nol equivalen larutan yang dititrasi dan titik titrasi ini dinamakan titik equivalen atau titik akhir
titrasi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Analisa titrimetri atau volumetri
2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetric
3. Macam-macam analisis volumetri
4. Klasifikasi analisa titrimetri atau volumetri
5. Pembagian Analisa dalam Volumetri
C. TUJUAN
1. Agar dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan analisa titrimetri atau volumetri
2. Agar dapat mengetahui pembagian analisa titrimetri
3. Agar dapat mengetahui macam-macam analisa volumetri
4. Agar dapat mengetahui klasifikasi pada pembagian analisa volumetri
5. Agar dapat mengetahui reaksi –reaksi kimia pada analisa titrimetric.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
B. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetric
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik adalah
sebagai berikut :
1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang
kuantitatif/stokiometrik.
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia
maupun secara fisika.
4. Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika.
Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.
4. Acidimetri
Acidimetri adalah metode yang digunakan untuk menentukan kadar suatu zat
yang bersifat basa dengan menggunakan larutan standar yang bersifat asam. Pada titrasi
acidimetri terjadi penetralan asam basa menurut reaksi
6
5. Permanganometri
Permanganometri adalah metode yang digunakan untuk menentukan kadar
suatu zat yang bersifat reduktor dengan menggunakan larutan standar KMnO4yang
bersifat oksidator. Pada titrasi permanganometri terjadi reaksi redoks. Titrasi
permanganometri tidak menggunakan indikator karena KMnO4 sudah berfungsi
sebagai auto indikator
6. Iodometri
Iodometri adalah metode yang digunakan untuk menentukan kadar suatu zat
yang bersifat reduktor dengan menggunakan larutan standar I2 yang bersifat oksidator.
Penambahan amylum dilakukan menjelang TAT. Bila amylum ditambahkan lebih
dahulu akan mengganggu jalannya pengamatan pada TAT sebab I2 dapat mengikat
amylum sehingga iod amylum sukar dipisah.
7. Iodimetri
Iodometri adalah menentukan kadar suatu zat yang bersifat oksidator (I2)
dengan menggunakan larutan standar yang bersifat reduktor.
7
4. Reaksi kompleksometri
Titrasi kompleksometri digunakan untuk menetapkan kadar ion-ion alkali dan alkali
tanah/ ion-ion logam. Larutan bakunya : EDTA
8
basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan
indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga
tetes.Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator
yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.Keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai “titik akhir
titrasi”.
Dalam percobaan,Larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke
dalam suatu erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai
reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan warna
Perubahan ini dapat dihasilkan oleh larutan standarnya sendiri atau karena penambahan
suatu zat yang disebut indikator. Titik di mana terjadinya perubahan warna indikator ini
disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi seharusnya sama dengan titik
akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang
disebut kesalahan titrasi.
Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah kalau kita memakai sistem
ekivalen (larutan normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekivalen dari zat yang
dititrasi = jumlah ekivalen zat penitrasi. Berat ekivalen suatu zat sangat sukar dibuat
definisinya, tergantung dari macam reaksinya. Pada titrasi asam basa, titik akhir titrasi
ditentukan oleh indikator. Indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang
mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada sutau harga
tertentu dan suatu warna lain jika konsentrasi itu lebih rendah. Pada saat titik ekuivalen
maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat
kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume
maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah
ion H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
9
a. Berdasarkan jenis reaksi dalam proses titrasi, maka titrasi dapat di bedakan
menjadi:
1) Titrasi yang melibatkan reaksi asam basa, disebut titrasi asam basa.
2) Titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks, disebut titrasi
kompleksometri.
3) Titrasi yang melibatkan reaksi reduksi dan oksidasi disebut titrasi redoks.
b. Berdasarkan larutan baku yang di gunakan, titrasi dibagi menjadi 2 yakni sebagai
berikut:
1) Asidimetri, penentuan konsentrasi larutan basa dengan menggunakan larutan
baku asam.
2) Alkalimetri, penentuan konsentrasi larutan asam dengan menggunakan larutan
baku basa.
c. Ada dua cara untuk menentukan titik ekuivalen (arti secara stoikiometri), yaitu
ketika titran dan titer tepat habis bereaksi)
1) Dengan menggunakan pH meter
pH meter dapat digunakan untuk mengetahui perubahan pH selama titrasi di
lakukan. Data pH dengan volume titrasi di gunakan untuk membuat kurva
titrasi. Titik ekuivalen merupakan titik tengah dari kurva titrasi.
2) Indikator asam basa
Indikator di gunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi (keadaan di mana
titrasi di hentikan) yang di tandai dengan adanya perubahan warna. Indikator
akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, lebih tepatnya saat titrasi di
hentikan. Pada umumnya cara kedua lebih dipilih karena kemudahan dalam
pengamatan, tidak di perlukan alat tambahan, dan sangat praktis, walaupun
tidak seakurat dengan pH meter.
Pada dasarnya reaksi dalam titrasi merupakan reaksi penetralan. Bahasan ini
tentu sudah kita pelajari pada pembelajaran sebelumnya. Titrasi di hentikan tepat
pada saat jumlah mol ion H+ setara dengan jumlah mol ion OH-. Pada saat itu
10
larutan bersifat netral dan disebut titik ekuivalen. Bagaimana cara menetukan titik
ekuivalen? Untuk mengamati titik ekuivalen dapat di gunakan indikator yang
perubahan warnanya di sekitar titik ekuivalen. Saat terjadi perubahan warna itu di
sebut titik akhir titrasi.
Pada saat titik ekuivalen maka mol ekuivalen asam akan sama dengan mol
ekuivalen basa, maka hal ini dapat di tulis sebagai berikut:
Jika valensi dari asam A dan basa B yang bereaksi diketahui, konsentrasi larutan
asam/basa juga dapat dicari dengan rumus:
Sebanyak 40 mL larutan asam sulfat 0,25 M dititrasi dengan suatu basa bervalensi
satu, dan ternyata dibutuhkan 57 mL basa tersebut. Berapakah kemolaran basa yang
digunakan tersebut?
Jawab:
Reaksi netralisasi terjadi antara asam sulfat H2SO4 (asam kuat bervalensi dua)
dengan suatu basa bervalensi satu.
11
e. Langkah-langkah Titrasi Asam Basa
1) Siapkan larutan yang akan di tentukan molaritas nya. Pipet larutan tersebut ke
dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet volume.
2) Pilih indikator berdasarkan trayek pH dan perubahan warna indikator untuk
memudahkan pengamatan. Tambahkan beberapa tetes pada larutan.
3) Tambahkan zat penitrasi setetes demi setetes dengan selalu menggoyangkan
erlenmeyer agar terjadi reaksi sempurna.
4) Sesekali, pinggiran erlenmeyer di bilas agar zat yang bereaksi tidak menempel
di dinding erlenmeyer.
5) Ketika mendekati titik ekuivalen, penambahan zat penitrasi di lakukan dengan
sangat hati-hati. Buka keran buret, peniter yang keluar jangan sampai menetes,
tetapi di tempelkan pada dinding erlenmeyer kemudian bilas dan goyangkan.
Ada baiknya titrasi di lakukan sebanyak dua atau tiga kali (duplo atau triplo).
Yang di maksud zat penitrasi adalah zat yang di tambahkan ketika melakukan
titrasi.
6) Hitung volume larutan peniter, lalu tentukan molaritas larutan titran.
f. Kurva Titrasi
Perubahan pH pada titrasi asam basa ada bermacam-macam dan dapat di buat grafik
sesuai kekuatan asam basa yang di reaksikan, sebagai berikut:
1) Jika larutan asam di tetesi basa, maka pH larutan naik, sebaliknya jika larutan
basa di tetesi asam maka pH larutan turun.
2) Grafik perubahan pH pada titrasi asam dengan basa (atau sebaliknya) di sebut
kurva titrasi.
3) Macam perhitungan pH dalam titrasi, yaitu sebagai berikut:
a) Pada titik awal, sebelum titrasi di mulai.
12
b) Daerah antara, titrasi sudah di lakukan akan tetapi sebelum tercapai titik
setara.
c) Titik setara (ekuivalen), pada saat larutan tepat habis bereaksi.
d) Di atas titik ekuivalensi, setelah titik akhir di lewati, penambahan larutan dari
buret masih dilakukan.
Sebagai contoh, 40 mL larutan HCl 0,1 M ditetesi dengan larutan NaOH 0,1 M
sedikit demi sedikit. Berikut kurva titrasi yang menggambarkan perubahan pH
selama titrasi tersebut.
13
menggambarkan perubahan pH selama titrasi tersebut dibandingkan dengan kurva
titrasi HCl dengan NaOH yang berwarna merah.
Kurva titrasi CH3COOH dengan NaOH dan titrasi HCl dengan NaOH
Sebagai contoh, 40 mL larutan NH3 0,1 M ditetesi dengan larutan HCl 0,1 M
sedikit demi sedikit. Berikut ditampilkan kurva titrasi yang menggambarkan
perubahan pH selama titrasi tersebut
14
Dari kurva tersebut dapat disimpulkan:
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa
lemah. Misal : Asam asetat dan NH4OH
15
Data Pengamatan
Analisa Data
· Vrata-rata = ( 5,5 + 8,5 +5,5 ) /3 = 6,5 ml
· Titrasi asam basa
VHCl x MHCl x n = V NaOH x M NaOH x n NaOH
10 x M x 1 = 6,5 x o,1 x 1
10 MHCl = 0,65
MHCl = 0,65 / 10
MHCL = 0,065 M
· V1 x M1 = V2 x M2
10 x M = 6,5 x 0,065
M = 0,4225 / 10
M = 0,04225 M = 0,04 M
Kesimpulan :
Dari 3 kali percobaan yang kami lakukan, kami menyimpulkan bahwa Molaritas
adalah 0,04 M
2. Titrasi pengendapan
Titrasi pengendapan merupakan suatu proses titrasi yang dapat mengakibatkan
terbentuknya endapan dari zat-zat yang saling bereaksi (analit dan titran ). Suatu reaksi
endapan dapat berkesudahan bila kelarutan endapannya cukup kecil. konsentrasi ion-
ion yang akan mengalami perubahan yang besar di dekat titik ekuvalennya.
16
Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin argentum, yang berarti perak.
Jadi argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu
larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+.
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat AgNO3. Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan.Terdapat 3 cara penentuan suatu senyawa
dengan titrasi pengendapan yaitu :
a. Cara Mohr
Pada metode ini, titrasi halide dengan AgNO3 dilakukan dengan K2CrO4. Pada
titrasi ini akan terbentuk endapan baru yang berwarna. Pada titik akhir titrasi, ion
Ag+ yang berlebih diendapkan sebagai Ag2CrO4 yang berwarna merah bata. Larutan
harus bersifat netral atau sedikit bas, tetapi tidak boleh terlalu basa sebab Ag akan
diendapkan sebagai Ag(OH)2. Jika larutan terlalu asam maka titik akhir titrasi tidak
terlihat sebab konsentrasi CrO4- berkurang.
Pada kondisi yang cocok, metode mohr cukup akurat dan dapat digunakan pada
konsentrasi klorida yang rendah. Pada jenis titrasi ini, endapan indikator berwarna
harus lebih larut disbanding endapan utama yang terbentuk selama titrasi. Indikator
tersebut biasanya digunakan pada titrasi sulfat dengan BaCl2, dengan titik akhir
akhir terbentuknya endapan garam Ba yang berwarna merah.
b. Cara Volhard
Titrasi Ag dengan NH4SCN dengan garam Fe(III) sebagai indikator adalah
contoh metode volhard, yaitu pembentukan zat berwarna didalam larutan. Selama
titrasi, AgSCN terbentuk sedangkan titik akhir tercapai bila NH4SCN yang berlebih
bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna merah gelap [FeSCN]2+.
Pada metode volhard, untuk menentukan ion klorida suasana haruslah asam
karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 berlebih yang
ditambahkan ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag+ tersebut
kemudian dititrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai indikator.
c. Cara Fajans
Dalam titrasi fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat
yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna.
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen, antara lain dengan
memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
17
Indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organic yang dapat membentuk
endapan dengan ion perak. Misalnya flouresein yang digunakan dalam titrasi ion
klorida. Dalam larutan, flouresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFI) :
HFI Û H+ + FI-
Ion FI- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan
berwarna merah muda.
Flouresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir
dalam titrasi ini diketahui berdasar tiga macam perubahan, yakni (i) endapan yang
semula putih menjadi merah muda dan endapan terlihat menggumpal, (ii) larutan
yang semula keruh menjadi lebih jernih, dan (iii) larutan yang semula kuning hijau
hampir tidak berwarna lagi.
I II x
Volume
Larutan NaCl 10 ml 10 ml 10 ml
Volume I II x
Sampel air
25 ml 25 ml 25 ml
laut
20
Larutan
13,1 ml 3,1 ml 3,1 ml
AgNO3
Volume I II x
Sampel garam 25 ml 5 ml 5 ml
Larutan
24,1 ml 4 ml 4,05 ml
AgNO3
Volume I II x
Volume I II x
Sampel garam 25 ml 25 ml 25 ml
Perhitungan
21
3) Penentuan kadar Cl dalam air laut (Metode Mohr)
Reaksi
merah coklat
22
- Metode Fajans
Putih
3. Titrasi Reduksi-Oksidasi
Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau
oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana redoktur akan teroksidasi
dan oksidator akan tereduksi. Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi
redoks harus memenuhi persyaratan umum sebagai berikut :
a. Reaksi harus cepat dan sempurna.
b. Reaksi berlangsung secara stiokiometrik, yaitu terdapat kesetaraan yang pasti antara
oksidator dan reduktor.
c. Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau
secara potentiometrik.
Salah satu aplikasi titrasi redoks khususnya iodometri dengan I2 sebagai
titran adalah untuk menentukan bilangan iod lemak dan miyak.Karena kemampampuan
mengoksidasi yang tidak besar, tidak banyak zat yang dapat dititrasi berdasarkan
iodometri langsung. Pengunaan ini memeanfaatkan kesangupan ikatan rangkap zat
organic untuk mengadisi iod. Penentuan kadar vitamin C (asam arkobat) pun dapat
dialakukan dengan titrasi ini.
Aplikasi lain dadi titrasi redoks ini adalah penentuan kadar air cara Karl
Fischer. Pereaksinya tediri dari iod, belerang dioksida, piridin dan methanol. Iod dan
belerang dioksida membentuk kompleks dengan piridin, dan bila terdapat air, maka
kedua kompleks ini dengan kelebihan piridin beraksi dengan air.
Titrasi ini didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara analit dan titran.
Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran berupa larutan standar
dari oksidator atau sebaliknya. Berbagai reaksi redoks data digunakan sebagai dasar
reaksi oksidimetri, misalnya penetapan ion besi(II), Fe2+ dalam analit dengan
menggunakan titran larutan standar cesium(IV), Ce4+ yang mengikuti persamaan reaksi
Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa
yang bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Sepertinya akan menjadi tidak mungkin
23
bisa mengaplikasikan titrasi redoks tanpa melakukan penyetaraan reaksinya dulu.
Selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga
sangat berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka
perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah. Perlu diingat dari
penyetaraan reaksi kita akan mendapatkan harga equivalen tiap senyawa untuk
perhitungan.
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan membuat kurva
titrasi antara potensial larutan dengan volume titrant (potensiomteri), atau dapat juga
menggunakan indicator. Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka
titrasi redoks dengan indicator sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks
menggunakan warna titrant sebagai indicator contohnya penentuan oksalat dengan
permanganate, atau penentuan alkohol dengan kalium dikromat.
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat
anorganik maupun organik. Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial,
sehingga reaksi redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik
akhir satu titrasi. Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan
indicator.
Semula istilah “oksidasi” diterapkan pada reaksi suatu senyawa yang bergabung
dengan oksigen dan istilah “reduksi” digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana
oksigen diambil dari suatu senyawa. Suatu reaksi redoks dapat terjadi apabila suatu
pengoksidasian bercampur dengan zat yang dapat tereduksi. Dari percobaan masing-
masing dapat ditentukan pereaksi dan hasil reaksi serta koefisiennya masing-masing.
Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam
lain, ada kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya:
24
Ni(s) + Cu2+(l) àNi2+ + Cu(s)
Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+ dan Cu2+ di reduksi menjadi logam
Cu.Demikian pula peristiwa redoks tersebut terjadi pada logam lain seperti besi.
Sepotong besi yang tertutup lapisan air yang mengandung oksigen akan mengalami
korosi.
Titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titrant dan
analit.Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa
yang bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya
penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan
kadar alkohol dengan menggunakan kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain
adalah penentuan asam oksalat dengan menggunakan permanganate, penentuan besi(II)
dengan serium(IV), dan sebagainya.
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan mebuat kurva
titrasi antara potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan
indicator. Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks
dengan indicator sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan
warna titrant sebagai indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau
penentuan alkohol dengan kalium dikromat.
Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi redoks,
maka dikenal beberapa jenis titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri dan
permanganometri.
25
Baik dalam iodometri ataupun iodimetri penentuan titik akhir titrasi didasarkan
adanya I2 yang bebas. Dalam iodometri digunakan larutan tiosulfat untuk
mentitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan natrium tiosulfat merupakan
standar sekunder dan dapat distandarisasi dengan kalium dikromat atau kalium
iodidat. Dalam suatu titrasi, bila larutan titran dibuat dari zat yang
kemurniannya tidak pasti, perlu dilakukan pembakuan.
Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut larutan
baku primer, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara
penimbangan zat secara seksama yang digunakan untuk standarisasi suatu
larutan karena zatnya relatif stabil. Selain itu, pembakuan juga bisa dilakukan
dengan menggunakan larutan baku sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya
dapat diketahui dengan cara dibakukan oleh larutan baku primer, karena
sifatnya yang labil, mudah terurai, dan higroskopis .
Day & Underwood (2002) dalam Steven (2012) mengatakan syarat-
syarat larutan baku primer yaitu :
a) Mudah diperoleh dalam bentuk murni
b) Mudah dikeringkan
c) Stabil
d) Memiliki massa molar yang besar
e) Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stoikiometri sehingga dicapai dasr
perhitungan.
I2 + 2 e → 2 I- Eo = + 0,535 volt
Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam larutan amilosa dan
berwarna merah pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi diatas reaksi redoks
dapat diikuti dengan menggunaka indikator amilosa atau amilopektin.
26
dengan iodometri. Dalam titrasi ini digunakan indikator amilosa, amilopektin,
indikator carbon tetraklorida juga digunakan yang berwarna ungu jika mengandung
iodine.
2) Permanganometri
Larutan permanganat berwarna ungu, jika titrasi dilakukan untuk larutan yang
tidak berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun jika larutan permangant yang
kita pergunakan encer, maka penambahanindikator dapat dilakukan. Beberapa
indikator yang dapat dipergunakan seperti feroin, asam N-fenil antranilat.
Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti dalam
analisis vitamin C (asam askorbat). Dalam analisis ini teknik iodimetri
dipergunakan. Pertama-tama, sampel ditimbang seberat 400 mg kemudian
dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas dari gas carbondioksida (CO2),
selanjutnya larutan ini diasamkan dengan penambahan asam sulfat encer sebanyak
27
10 mL. Titrasi dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir titrasi gunakan larutan
kanji atau amilosa.
3) Dikromatometri
4) Serimetri
Larutan serium IV sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat pengoksidasi
yang kuat dan lebih stabil daripada larutan kalium permanganat, dengan suatu
syarat bahwa asam sulfat cukup mampu menghindari hidrolisis dan pengendapan
garam basanya.kalau larutan kalium permanganate dapat direduksi menjadi
beberapa macam keadaan hasil reduksi, maka reduksi larutan serium (IV) sulfat
selalu menghasilkan ion serium (III), menurut reaksi :
Ce4+ e- à Ce3+
5) Nitrimetri
Reaksi ini tidak stabil dalam suhu kamar, karena garam diazonium yang
terbentu mudah tergedradasi membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen. Sehingga
reaksi dilakukan pada suhu dibawah 15oC. Reaksi diazotasi dapat dipercepat dengan
panambahan garam kalium bromida.
28
Reaksi dilakukan dibawah 15 oC, sebab pada suhu yang lebih tinggi garam
diazonium akan terurai menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi diazonasi dapat
dipercepat dengan menambahkan kalium bromida. Titik ekivalensi atau titik akhir
titrasi ditunjukan oleh perubahan warna dari pasta kanji iodide atau kertas iodida
sebagai indicator luar.
Kelebihan asam nitrit terjadi karena senyawa fenil sudah bereaksi seluruhnya,
kelebihan ini dapat berekasi dengan yodida yang ada dalam pasta kanji atas kertas,
reaksi ini akan mengubah yodida menjadi iodine diikuti dengan perubahan warna
menjadi biru. Kejadian ini dapat ditunjukkan setelah larutan didiamkan selama
beberapa menit. Reaksi perubahan warna yang dijadikan infikator dalam titrasi ini
adalah :
KI +HCl → KCl + HI
2 HI + 2 HONO → I2 + 2 NO + H2O
I2 + Kanji yod (biru)
Penetapan titik akhir dapat juga ditunjukkan dengan campuran tropiolin dan
metilen blue sebagai indikator dalam larutan. Titik akhir titrasi juga dapat
ditentukan dengan teknik potensiometri menggunakan platina sebagai indikator
elektroda dan saturated calomel elektroda sebagai elektroda acuan (Zulfikar, 2010).
29
b. Indikator Titrasi Redoks
Indikator Redoks adalah indikator yang berubah warnanya karena terjadi reaksi
reduksi-oksidasi (redoks). Disini indikator memperlihatkan warna teroksidasi dan
warna tereduksi. Dalam titrasi redoks ada 3 jenis indikator:
Indikator oksidasi - reduksi yang sebenarnya yang tidak tergantung dari salah
satu zat, tetapi hanya pada perubahan potensial larutan selama titrasi. Indikator ini
dapat dioksidasi dan direduksi secara reversibel (bolak-balik).
Indikator yang berubah warnanya karena oksidasi dari oksidator dan sifatnya
tidak dapat berubah kembali seperti semula.
Indikator khusus yang bereaksi dengan salah satu komponen yang bereaksi,
Contoh indikator yang paling kita kenal ialah Amilum, yang membentuk kompleks
biru tua dengan ion triIodida.
Indikator yang sebenarnya jauh lebih luas penerapannya karena hanya tergantung
dari perubahan potensial larutan . Sudah dikemukakan bahwa indikator tersebut
sebenarnya juga dapat dioksidasi – reduksi dan mempunyai warna yang berbeda
dalam bentuk tereduksi.
Indikator ini dipakai pada Iodometri dan Iodimetri, indikator yang biasa
digunakan adanya Amylum dan Chloroform. Pemakaian indikator ini tidak
30
terpengaruh oleh naik turunnya bilangan oksidasi atau potensial larutan, melainkan
berdasarkan pembentukan kompleks dengan iodium.
a).Amylum
Penggunaan Indikator ini berdasarkan pembentukan kompleks Iod-Amylum
yang larut dengan Iodium (I2) yang berwarna biru cerah. Mekanisme pewarnaan
biru ini karena terbentuknya suatu senyawa dala dari amilum dan atom iod. Fraksi
Amilosa-amilum mempunyai bentuk helikal dan dengan itu membentuk celah
berbentuk saluran. Dalam saluran itu terdapat suatu rantai iod linear, Warna biru
disebabkan oleh ketujuh elektron luar atom Iod yang mudah bergerak.
Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka kompleks ini dipecah dan bila
konsentrasi Iod habis maka warna biru tadi akan hilang. Penambahan indikator
amylum sebaiknya menjelang titik akhir titrasi karena kompleks iod-amilum
yang terbentuk sukar dipecah pada titik akhir titrasi sehingga penggunaan
Tiosulfat kelebihan berakibat terjadi kesalahan titrasi. Bila Iod masih banyak
sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu
perubahan warna pada titik akhir titrasi.
b).Chloroform
Penggunaan indikator ini untuk titrasi Iodometri, berdasarkan fungsi
Chloroform sebagai pelarut organik yang melarutkan iodium dalam fase organik
(fase nonpolar). Melarutnya Iodium dalam Chloroform memberi warna violet.
Hal ini patut dipahami karena Iodium sukar larut dalam air, larut hanya sekitar
0,0013 mol perliter pada suhu 25O C. Tetapi sangat mudah larut dalam larutan
KI karena membentuk Ion TriIodida (I3-)dan dalam Chloroform.
Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka Iodium akan diubah menjadi Iodida
dan bila konsentrasi iod habis maka warna violet tadi akan hilang.
Langkah Kerja
1. Pembuatan Larutan
a. Membuat 50 ml Larutan Asam Oksalat 0.1 N
b. Membuat 50 ml Larutan KmnO4 0.1 N
2. Prosedur standarisasi KMnO4
3. Prosedur Penentuan Kandungan H2O2
31
Hasil Percobaan
I 10 mL 12 mL
II 10 mL 13,8 mL
Rata-rata 10 mL 12,9 mL
I 10 mL 3 mL
II 10 mL 2,7 mL
Rata-rata 10 mL 2,85 mL
Perhitungan
1. Asam oksalat
Dit : N? Jawab : gr = N x BE x V
0,3142 = N x 63 x 0,05
N = 0,3142/3,15
N = 0,099 N
2. KMnO4
32
Dik : gr = 0,157 gram V = 50 ml = 0,05 L BE = 31,6
Dit : N? Jawab : Gr = N x BE x V
1,58 N= 0.157
N = 0.099
0,01.0,099 = 0,0129 . N2
0,00099 = 0,0129 N2
N2 = 0,00099/ 0,0129
N2 = 0,076 N
0,01.N1 = 0,00285.0,076
0,01. N1 = 0,00021
N1 = 0,00021/ 0,1
N1 = 0,021 N
33
1. Konsentrasi KMnO4 yang didapat dengan larutan standar primer asam oksalat
yaitu sebesar 0,076 N.
2. Kadar H2O2 dengan larutan standar sekunder KMnO4 yaitu 0,021 N.
3. Persamaan reaksi redoks selama percobaan yaitu:
2MnO4- + 5H2C2O4+ 6H+ → 2Mn2 + 10CO2 + 8H2O
5H2C2O4 + 2KMnO4 + 5H2SO4 → K2SO4 2MnSO4 + 8H2O + 10CO2
2KMnO4 + 5H2O2 + 3H2SO4 K2SO4 + MnSO4 + 8H2O + 5O2
4. Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri adalah cara penetapan kadar ion logam berdasarkan
terbeentuknya senyawa kompleks antara ion logam dan senyawa pembentuk kompleks,
yang merupakan donor elektron.. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi
yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul
netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan
kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi.
Dalam titrasi kompleksometri perlu diperhatikan pH larutan yang dititrasi,
sebab asam edtat terionisasi dalam 4 tingkat (pKl = 2,0 ; pK2 = 2,67 ; pK3 = 6,16 dan
pK4 = 10,20) dan spesies pembentuk kompleks yang sebenarnya adalah Y=. Dengan
demikian, kompleks akan terbentuk lebih efisien dan lebih stabil dalam larutan alkalis.
Salah satu senyawa pembentuk kompleks yang banyak digunakan adalah
Na.EDTA. senyawa EDTA ini dengan banyak kation membentuk kompleks dengan
perbandingan 1:1 beberapa valensi.
M++ + (H2Y)= (MY)= + 2H+
34
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa
kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk
kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam
dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun
sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk
melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral.
Titrasi kompleksometri atau kelatometri adalah suatu jenis titrasi dimana reaksi
antara bahan yang dianalisis dan titrat akan membentuk suatu kompleks senyawa.
Kompleks senyawa ini dsebut kelat dan terjadi akibat titran dan titrat yang saling
mengkompleks. Kelat yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komonen yang
membentuk ligan dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati. Kelat
yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komponen yang membentuk ligan dan
tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati.
Dalam larutan dengan pH tertentu sebagaian besar kation atau logam dapat
bereaksi dengan KOMPLEKSON yang kemudian membentuk ion kompleks. contoh :
Ag+ → [Ag(CN)2]¯
35
Cu2+ → [Cu(NH₃)₄]²⁺
Muatan sebuah kompleks dapat positif, negatif atau nol. Muatan tersebut
merupakan jumlah muatan inti dan semua ligand yang diikatnya. Ligand yang
mempunyai satu atom donor pasangan elektron (missal I¯ dan CN¯) monodentat atau
unidentat, sedang Ligand yang mempunyai atom donor lebih dari stu disebut poli- atau
muktidentat, bidentat kalau punya dua donor, terdentat bila 3, kuadridentat, pentedentat,
heksadentat, dst.
Bila mislanya ion Zn²⁺ berkompleks dengan ligand etilendiamin (dua molekul
ligand perion Zn karena bilangan koordinasi Zn mencapai 4), maka terbentuk ikatan –
ikatan yang mempunyai bentuk cincin atau lingkaran (ring). Lingkaran demikian
lingkaran kelat (chelat ring) dari kata yunani chele yang berarti cakar. Jenis Ligan :
Kompleks yang berisi lingkaran kelat dinamakan kelat (chelate) dan ligand yang
bersangkutan disebut suatu pembentuk kelat (pengkelat, chelating agent).
EDTA ialah suatu ligand yang heksadentat (mempunyai enam buah atom donor
pasangan elecron), yaitu melalui kedua atom N dan keempat atom O (dari OH). Karena
asam diatas sukar larut dalam air, maka digunakan garam natriumnya, yaitu : Natrium
tetra asetat.
HOOCCH2 CH2COONa
36
N – CH2 – CH2 – N
NaCOOCH2 CH2COOH
Nama lainnya : Tri ion, Chelaton III , Complekson, Na₂EDTA, Squesterine, Titriplex
III, Dinatrium etilen diamin tetra acetat
Untuk praktisnya, EDTA ditulis dengan H4Y dan garam natriumnya Na₂H₂Y atau
anionya (H₂Y)= . Pada penggunaan EDTA sebagai titran akan membentuk 4 atau 6
atom yang terikat secara koordinasi dengan kation logam. Tidak tergantung dari
valensi kation, H4Y selalu membentuk kompleks dengan perbandingan 1 : 1.
Kestabilan senyawa komplek dengan EDTA, berbeda antara satu logam dengan
logam yang lain.
Faktor-faktor yang mempbuat EDTA ampuh sebagai pereaksi titrimetri antara lain:
37
Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator ion logam atau metal
indikator atau metal ion indikator, yaitu zat warna yang bersifat sebagai komplekson,
sehingga dapat membentuk kompleks dengan ion logam yang mempunyai warna yang
berbeda dengan warna indicator itu sendiri.
c. Indikator
Indikator dalam titrasi kompleksometri tidak berubah karena perubahan pH, tidak
juga karena daya oksidasi titrat berubah, akan tetapi karena perubahan pM (M adalah
khelat logam). (Roth 1988). Syarat-syarat indikator logam, yaitu:
1) Reaksi warnanya harus sensitif, dengan kepekaan yang besar terhadap logam.
2) Perubahan warna pada titik ekivalen tajam
3) Perbedaan warna dari indikator bebas dengan indikator kompleks harus
mempunyai kestabilan yang efektif dimana pH titrasi tidak boleh tidak
teroksidasi dan tereduksi.
4) Kestabilan kompleks logam indikator harus cukup.
5) Ikatan senyawa logam EDTA harus lebih kuat dari pada logam-logam indikator.
Artinya ikatan logam – logam Indikator logamnya harus dapat direbut oleh
EDTA.
Didunakan pada daerah pH 7 – 11. Suatu kelemahan dari EBT bahwa larutannya tidak
stabil, bila disimpan akan terjadi peruraian secara lambat,sehingga setelah janka waktu
tertentu indikator tidak berfungsi lagi. Suatu kesulitan yang dialami indikator
metalokromik adalah pembentukan kelat dengan logam yang tidak reversibel atau
terlalu kuat. Bila hal ini terjadi maka tidak dapat terjadi perubahan warna dan indikator
kehilangan fungsinya. Kejadian ini disebut blocking indikator. Mengalami blocking
dengan Fe³⁺. Merupakan asam lemah, tidak stabil dalam air karena senyawa organik ini
merupakan gugus sulfonat yang mudah terdisosiasi sempurna dalam air dan
mempunyai 2 gugus fenol yang terdisosiasi lambat dalam air.
2. Murexide
38
Merupakan indikator yang sering digunakan untuk titrasi Ca2+, pada pH=12.
3. Jingga Xylenol
4. Calmagite
Dapat digunakan sebagai pengganti EBT, karena calmagite lebih stabil, daerah
terjadinya pada pH 8,1-12,4 dan warna indikator bebasnya biru. Mengalami blocking
dengan Cu, Ni, Fe³⁺, dan Al.
5. Arzenazo
Digunakan untuk Ca maupun Mg, juga baik untuk titrasi Pb(IV) dengan EDTA.
Keuntungan menggunakan indikator ini adalah :
· Tidak mengalami blocking oleh Cu(II) dan Fe(III) dalam jumlah kecil.
6. NAS
Digunakan pada daerah pH 3-9. Dalam larutan yang sangat asam NAS berwarna merah
violet pada pH 3,5 keatas berwarna merah jingga. Penggunaan NAS cukup luas dan
dianjurkan untuk titrasi Cu, Co(II), Cd, Ni, Zn, Al dengan EDTA.
7. Calcon
Calcon merupakan garam natrium dari Eriochrome Blue Black R, yang disebut juga
Pontachrome Blue Black R. Molekul indikator berwarna hijau dan hanya terdapat
dalam larutan asam kuat. Pada pH 7 sampai 10 berwarna merah, kemudian biru sampai
pH 13,5 dan diatasnya jingga. Kelat Calcon dengan logam berwarna merah dan ternyata
sangat cocok untuk titrasi Ca pada pH 12,5 – 13 tanpa terganggu oleh Mg. Perubahan
warna dari merah menjadi biru. Dengan indikator ini maka dapat ditentukan kesadahan
air yang disebabkan oleh Ca saja tidak termasuk kesadahan oleh Mg.
39
prakteknya sering dibuat pengenceran dengan NaCl atau KNO3 dengan perbandingan
1:500.
Baik asam bebas H4Y mauoun garam dinatrium dihidrat Na₂H₂Y-2H₂O, dapat
diperoleh dengan mutu pereaksi. H4Y dapat digunakan sebagai larutan standar primer
setelah pengeringan selama beberapa jam pada 130-145ºc lalu dilarutkan dalam basa
sesedikitmungkin sampai larut sempurna. Lebih baik digunakan garam dinatrium
EDTA, karena :
Air digunakan untuk melarutkan, harus air bebas ion (demineralised water) untuk
menghindari kation yang dapat memblock indikator yang digunakan kemudian.
Sebaiknya larutan EDTA disimpan dalam botol gelas, terjadi pelarutan ion-ion dari
gelas yang bereaksi dengan EDTA dan dapt menurunkan konsentrasi EDTA samapi 1%
40
setelah penyimpanan 1 bulan. Larutan EDTA dapat distandarisasi dengan larutan
ZnCl₂ atau ZnSO₄, MgCl₂, MgSO₄ atau MnCl₂.
1) Diambil 250 ml cuplikan air (air sumur) dan memasukkan dalam gelas beker
2) Dididihkan selama 30 menit
3) Didinginkan, menyaring dengan kertas saring
4) Ditampung filtrat kedalam labu Erlenmeyer 250 ml tanpa pembilasan kertas
saring
5) Diambil 50 ml filtrat dan ditambahkan 1 ml larutan buffer pH =10
6) Ditambahkan 0,05 gram EBT – NaCl
7) Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M hingga larutan berwarna biru jelas
dan Dilakukan duplo
41
1) Kesadahan sementara diperoleh dari kesadahan total dikurangi kesadahan
tetap.
Hasil
Perhitungan
42
BM ZnCl2 = 136,38 gr/mol
= 1,9628 x 10-4 g
= 0,19628 mg
Berat CaO
ppm
CaO = Vsampel
0,19628
== 0,01
= 19,628 ppm
= 1,6824x 10-4g
43
= 0,16824 mg
Berat CaO
ppm
CaO = Vsampel
0,16824
== 0,01
= 16,824 ppm
44
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat saya ambil dari makalah ini yaitu :
1. Analisa volumetri adalah analisa kimia kuantitatif yang dilakukan dengan jalan
mengukur volume suatu larutan standar yang bereaksi langsung dengan larutan yang
dianalisis.
2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik adalah
sebagai berikut :
a. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
b. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi
yang kuantitatif/stokiometrik.
c. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik
secara kimia maupun secara fisika.
d. Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau
fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.
3. Adapun macam-macam analisis volumetri ada tujuh, yakni: Gasometri, Titrimetri,
Alkalimetri, Acidimetri, Permanganometri, Iodometri dan Iodimetri.
4. Penggolongan analisis titrimetri yaitu: Reaksi Kimia asam basa, Reaksi oksidasi-
reduksi (redoks), Reaksi Pengendapan (presipitasi) dan Reaksi kompleksometri
5. Berdasarkan atas hasil reaksi antara analit dengan larutan standar, maka analisis
volumetri dibagi atas : Titrasi asam-basa, Titrasi pengendapan, Titrasi redoks dan Titasi
kompleksometri
B. Saran
Dalam melakukan analisis volumetri dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian agar
tidak salah dalam menganalisis. Karena jika terdapat kesalahan kecil yang disebabkan
oleh peneliti, akan mengakibatkan kesalahan besar dalam menganalisis.
45
DAFTAR PUSTAKA
Ritawidya, Rien, Martalena Ramli dan Cecep Taufik Rustendi. 2014. Validase Metode
Penentuan Kadar Gadolinum (III) dan Ligan Diethyl Tetramine Penta Acetic ( DTPA) dalam
Contrast Agent Gd. DTPA. Jurnal Radisotop dan Radiofarmaka. ISSN: 1410-8542. 17 (1)
Suirta I,W. 2010. Sintesis senyawa orto fenilazo -2-Naftol Sebagai Indikator dalam Titrasi.
Jurnal Kimia 4 (1).
Tim Dosen Kimia UNHAS. 2012. Kimia Dasar. Makassar : Universitas Hasanuddin
Tim Penyusun Modul Kimia UNY. 2011. Kimia. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta
Bassett, J. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Buku Kedokteran :
EGC. Jakarta.
Day, RA. Jr dan Al Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif edisi kelima. Erlangga.
Jakarta.
46