You are on page 1of 73

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu
faktor resiko ynag mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya
pada masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami
gangguan mental dan fisik pada usia tumnuh kembang selanjutnya, sehingga
membutuhkan biaya perawatan yang tinggi.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang
menderita energy kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR
berkaitan denagn tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat
berdampak sarius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan memperlambat
pertumbuhan dan perkembangan anak, serta berpengaruh pada penurunan
kecerdasan.
Salah satu indicator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat
adalah angka kematian bayi (AKB). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini
masih tergolong tinggi, makan kematian bayi di Indonesia saat ini masih
tergolong tinggi, maka kematian bayi di Indonesia tercatat 510 per 1000
kelahiran idup pada tahun 2003. Ini memang bukan gambaran yang indah
karena masih tergolong tinggi bila di bandingkan dengan negara-negara di
ASEAN. Penyebab kematian bayi terbanyak karena kelahirn bayi berat lahir
rendah (BBLR), sementara itu pravelansi BBLR pada saat ini di perkirakan 7-
14% yaitu sekitar 459.200-900.000 bayi (Depkes RI 2010)
Menurut perkiraan WHO, pada tahun 1995 hampir semua 98% dari 5 juta
kematian neonatal di negara berkembang atau berpenghasilan rendah. Lebih
dari 2/3 kematian adalah BBLR yaitu berat badan kurang dari 2500 gram.

1
Secara global di perkirakan terdapat 25 juta persalinan per tahun dimana
17% diantaranya adalah BBLR dan hampir semua terjadi di negara
berkembang.
Bayi incubator adalah tempat penyimpanan adalah tempat penyimpanan
bayi yang lahir. Suhu di dalam bayi incubator di sesuaikan denagn suhu tubuh
ibunya yaitu sekitar 36-37’C, perlengkapan sebuah bayi incubator pada
umumnya terdiri dari sensor suhu, heater, dan sistem alarm (buzzer). Setting
suhu dilakukan dengan menekan tombol pemilihan (keypad) dan di tampilkan
pada LCD, sehingga sensor suhu di gunakan IC LM35 yang mendeteksi suhu
didalam incubator.
Informasi mengenaiefek samping incubator yang dapat menyebabkan
dampak buruk terhadap kesehatan bayi sempat mencuat pemberitaanya
beberapa waktu lalu.Tak ayal hal ini membuat resah beberapa orang yang
bayinya sedang dirawat di incubator.Selama ini, incubator di gunakan para
dokter untuk menjaga kondisi bayi yang premature dalam beberapa minggu
ini.Fungsi utama alat ini adalah menjaga supaya udara hangat tetap
menyelimuti tubuh bayi. Namun begitu, penggunaan mesin penggerak atau
motor telah menimbulkan medan magnet di sekitar alat dan tempat bayi.
Metode kangguru adala hmetode perawatan dini dengan sentuhan kulit ke
kulit antara ibu dan bayi baru lahir dalam posisi seperti kangguru.Denagan
metode ini mampu memenuhi kebutuhan asasi bayi baru lahir premature
dengan menyediakan situasi dan kondisi yang mirip dengan kangguru.
Metode kangguru ini memberi peluang untuk dapat beradaptasi baik
dengan dunia luar.Perawatan kangguru ini telah terbukti dapat menghasilkan
pengaturan suhu tubuh yang efektif dan lama serta denyut jantung dan
pernapasan yang stabil pada bayi premature. Perawatan kulit ke kulit
mendorong bayi untuk mencari puting dan mengisapnya, hal ini mempererat

2
ikatan antara ibu dan bayi serta membantu keberhasilan pemberian ASI
(Hederson, 2006)
Perawatan metode kangguru (PMK) atau kangguru mother care
merupakan suatu cara perawatan untuk bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) dengan meniru binatang kangguru yang meletakkan bayinya yang
selalu lahir premature (kurang bulan) dalam kantongnya hingga siap untuk
hidup di dunia luar.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui bagaimana gambaran tentang asuhan
keperawatan pada bayi berat lahir rendah (BBLR), perawatan bayi dengan
incubator, dan juga perawatan bayi dengan metode kangguru.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui konsep dasar tentang Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
2) Asuhan keperawatan pada bayi BBLR
3) Perawatan bayi di dalam incubator
4) Definisi dan manfaat perawatan dengan metode kangguru
5) Prinsip perawatan metode kangguru
6) Tujuan metode kangguru
7) Manfaat perawatan metode kangguru
8) Teknik penerapan metode kangguru pada bayi BBLR

C. Sitematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab utama. Bab I berisi
tentang latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah dan metode
penulisan makalah ini. Bab II berisi tentang konsep asuhan keperawatan padi
bayi engan BBLR, perawatan abyi dengan incubator, dan perawatan bayi

3
dengan metode kangguru atau kangguru mother care. Bab III merupakan
bagian terakhir yang berisi kesimpulan dan saran serta daftar pustaka.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan pada bayi dengan BBLR (berat badan lahir rendah)
1. Konsep Dasar BBLR
a. Pengertian
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat bayi saat lahir
kurang dari 2500 gram yang merupakan hasil dari kelahiran prematur
(sebelum 37 minggu usia kehamilan). Bayi dengan berat badan lahir
rendah sangat erat kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas, sehingga
akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif serta
penyakit kronis di kemudian hari (WHO, 2004).
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari 2.500 gram saat lahir. Bayi BBLR
sebagian besar dikarenakan retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR)
dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Bayi BBLR memiliki
risiko empat kali lipat lebih tinggi dari kematian neonatal dari pada bayi
yang berat badan lahir 2.500-3.499 gram (Muthayya, 2009). Bayi berat
badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang berat badannya kurang dari
2500 gram, tanpa memperhatikan usia gestasi. Bayi BBLR dapat terjadi
pada bayi kurang bulan (kurang dari 37 minggu usia kehamilan) atau
pada usia cukup bulan (intrauterine growth retriction) (Wong, 2008).
BBLR dapt dibagi menjadi 2 golongan :
1) Prematur murni
Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan BB sesuai dengan berat
badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan
sesuai untuk masa kehamilan.

5
2) Dismaturitas
Bayi lahir dengan BB kurang dari BB seharusnya untuk masa
gestasi itu, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin
dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.
(Indrasanto, 2008)

PERBEDAAN PREMATURE DISMATURE


1. Penyebab BB Pertumbuhan Kekurangan makanan
rendah terhambat ketika sewaktu dalam
dalam rahim kandungan
2. Kulit Sangat tipis, kering, Kulit pucat, kering,
keriput, penuh lanugo keriput
3. Usia Kehamilan Terjadi pada UK < 37 Dapat terjadi pada

6
minggu preterm, aterm dan
posterm
4. Alat kelamin Pria : Pria :
Scrotum datar, Testis tidak turun,
lembut dan kadang ruge mungkin
belum bisa dibedakan banyak/ tidak pada
jenis kelaminnya scrotum
Wanita : Wanita : labia minora
Labia datar dan lebih besar dari labia
klitoris sangat mayora dengan
menonjol klitoris menonjol
5. Gerak Pergerakan kurang Tampak gesit, aktif
dan lemah dan kuat

 Tanda –Tanda Vital Pada Neonatus :


Menurut Evelyn
1. RR : 30-40 x/menit
2. Nadi : 90-170 x/menit
3. Suhu : 36,11-37,22°C

BALLARD SCORE

Sistem penilaian ini dikembangkan oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD


untuk menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian
neuromuskular dan fisik. Penilaian neuromuskular meliputi postur,
square window, arm recoil, sudut popliteal, scarfsign dan heel to ear
maneuver. Penilaian fisik yang diamati adalah kulit, lanugo,

permukaanplantar, payudara, mata/telinga, dan genitalia .

7
1. Penilaian Maturitas Neuromuskular

a. Postur

Tonus otot tubuh tercermin dalam postur tubuh bayi saat


istirahat dan adanya tahanan saat otot diregangkan (Gambar II.3).
Ketika pematangan berlangsung, berangsur-angsur janin
mengalami peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal,
dimana ekstremitas bawah sedikit lebih awal dari ekstremitas atas.
Pada awal kehamilan hanya pergelangan kaki yang fleksi. Lutut
mulai fleksi bersamaan dengan pergelangan tangan. Pinggul mulai
fleksi, kemudian diikuti dengan abduksi siku, lalu fleksi bahu. Pada
bayi prematur tonus pasif ekstensor tidak mendapat perlawanan,
sedangkan pada bayi yang mendekati matur menunjukkan
perlawanan tonus fleksi pasif yang progresif.

Untuk mengamati postur, bayi ditempatkan terlentang dan


pemeriksa menunggu sampai bayi menjadi tenang pada posisi
nyamannya. Jika bayi ditemukan terlentang, dapat dilakukan
manipulasi ringan dari ekstremitas dengan memfleksikan jika
ekstensi atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan bayi
menemukan posisi dasar kenyamanannya. Fleksi panggul tanpa
abduksi memberikan gambaran seperti posisi kaki kodok.

8
Gambar II.3. Postur Bayi

b. Square Window 3,4

Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap


peregangan ekstensor memberikan hasil sudut fleksi pada
pergelangan tangan. Pemeriksa meluruskan jari-jari bayi dan
menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari dengan lembut.
Hasil sudut antara telapak tangan dan lengan bawah bayi dari
preterm hingga posterm diperkirakan berturut-turut > 90 °, 90 °, 60
°, 45 °, 30 °, dan 0 ° (Gambar II.4).

9
Gambar II.4. Square Window

c. Arm Recoil

Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot


biseps dengan mengukur sudut mundur singkat setelah sendi siku
difleksi dan ekstensikan. Arm recoil dilakukan dengan cara evaluasi
saat bayi terlentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan lengan
bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua
lengan dan lepaskan.Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor
0: tangan tetap terentang/ gerakan acak, Skor 1: fleksi parsial 140-
180 °, Skor 2: fleksi parsial 110-140 °, Skor 3: fleksi parsial 90-100
°, dan Skor 4: kembali ke fleksi penuh (Gambar II.5).

10
Gambar II.5. Arm Recoil

d. Popliteal Angle

Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi


lutut dengan menguji resistensi ekstremitas bawah terhadap
ekstensi. Dengan bayi berbaring telentang, dan tanpa popok, paha
ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk penuh.
Setelah bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu
sisi dengan lembut dengan satu tangan sementara mendukung sisi
paha dengan tangan yang lain. Jangan memberikan tekanan pada
paha belakang, karena hal ini dapat mengganggu interpretasi.

Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap


ekstensi. Ukur sudut yang terbentuk antara paha dan betis di daerah
popliteal. Perlu diingat bahwa pemeriksa harus menunggu sampai
bayi berhenti menendang secara aktif sebelum melakukan ekstensi
kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan mengganggu manuver ini

11
untuk 24 hingga 48 jam pertama usia karena bayi mengalami
kelelahan fleksor berkepanjangan intrauterine. Tes harus diulang

setelah pemulihan telah terjadi (Gambar II.6).

Gambar II.6. Popliteal Angle

e. Scarf Sign

Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu.


Dengan bayi berbaring telentang, pemeriksa mengarahkan kepala
bayi ke garis tengah tubuh dan mendorong tangan bayi melalui
dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi
lain pemeriksa diletakkan pada siku bayi.

12
Siku mungkin perlu diangkat melewati badan, namun kedua bahu
harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala tetap lurus dan
amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada
lembar kerja, yakni, penuh pada tingkat leher (-1); garis aksila
kontralateral (0); kontralateral baris puting (1); prosesus xyphoid (2);
garis puting ipsilateral (3); dan garis aksila ipsilateral (4) (Gambar II.7).

Gambar II.7. Scarf Sign

f. Heel to Ear

Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul
dengan memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior
fleksor pinggul. Dengan posisi bayi terlentang lalu pegang kaki bayi
dengan ibu jari dan telunjuk, tarik sedekat mungkin dengan kepala tanpa
memaksa, pertahankan panggul pada permukaan

13
meja periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat
ekstensi lutut ( bandingkan dengan angka pada lembar kerja). Penguji
mencatat lokasi dimana resistensi signifikan dirasakan. Hasil dicatat
sebagai resistensi tumit ketika berada pada atau dekat: telinga (-1);
hidung (0); dagu (1); puting baris (2); daerah pusar (3); dan lipatan
femoralis (4) (Gambar II.8).

Gambar II.8. Heel to Ear

Penilaian Maturasi Fisik

a. Kulit

Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur


intrinsiknya bersamaan dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan
pelindung, yaitu vernix caseosa. Oleh karena itu kulit menebal,

14
mengering dan menjadi keriput dan / atau mengelupas dan dapat timbul
ruam selama pematangan janin. Fenomena ini bisa terjadi dengan
kecepatan berbeda-beda pada masing-masing janin tergantung pada pada
kondisi ibu dan lingkungan intrauterin. Sebelum perkembangan lapisan
epidermis dengan stratum corneumnya, kulit agak transparan dan
lengket ke jari pemeriksa. Pada usia perkembangan selanjutnya kulit
menjadi lebih halus, menebal dan menghasilkan pelumas, yaitu vernix,
yang menghilang menjelang akhir kehamilan. pada keadaan matur dan
pos matur, janin dapat mengeluarkan mekonium dalam cairan ketuban.
Hal ini dapat mempercepat proses pengeringan kulit, menyebabkan
mengelupas, pecah-pecah, dehidrasi, sepeti sebuah perkamen

b. Lanugo

Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada


extremeprematurity kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo
mulai tumbuh padausia gestasi 24 hingga 25 minggu dan biasanya sangat
banyak, terutama di bahu dan punggung atas ketika memasuki minggu
ke 28.

Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah. Daerah


yang tidak ditutupi lanugo meluas sejalan dengan maturitasnya dan
biasanya yang paling luas terdapat di daerah lumbosakral. Pada
punggung bayi matur biasanya sudah tidak ditutupi lanugo. Variasi
jumlah dan lokasi lanugo pada masing-masing usia gestasi tergantung
pada genetik, kebangsaan, keadaan hormonal, metabolik, serta pengaruh
gizi. Sebagai contoh bayi dari ibu dengan diabetes mempunyai lanugo
yang sangat banyak.

15
Pada melakukan skoring pemeriksa hendaknya menilai pada
daerah yang mewakili jumlah relatif lanugo bayi yakni pada daerah atas
dan bawah dari punggung bayi (Gambar II.

Gambar II.9. Lanugo

c. Permukaan Plantar

Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini
kemungkinan berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan.
Bayi dari ras selain kulit putih mempunyai sedikit garis telapak kaki
lebih sedikit saat lahir. Di sisi lain pada bayi kulit hitam dilaporkan
terdapat percepatan maturitas neuromuskular sehingga timbulnya garis
pada telapak kaki tidak mengalami penurunan. Namun demikian
penialaian dengan menggunakan skor Ballard tidak didasarkan atas ras
atau etnis tertentu.

16
Bayi very premature dan extremely immature tidak mempunyai
garis pada telapak kaki. Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi
tersebut berdasarkan permukaan plantar maka dipakai ukuran panjang
dari ujung jari hingga tumit. Untuk jarak kurang dari 40 mm diberikan
skor -2, untuk jarak antara 40 hingga 50 mm diberikan skor -1. Hasil
pemeriksaan disesuaikan dengan skor di tabel (Gambar II.10).

Gambar II.10. Permukaan Plantar

d. Payudara

Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh


akibat stimulasi esterogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung
dari nutrisi yang diterima janin. Pemeriksa menilai ukuran areola
dan menilai ada atau tidaknya bintik-bintik akibat pertumbuhan
papila Montgomery (Gambar II.11). Kemudian dilakukan palpasi
jaringan mammae di bawah areola dengan ibu jari dan telunjuk
untuk mengukur diameternya dalam milimeter.

17
Gambar II.11. Payudara Neonatus

e. Mata/Telinga

Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago


seiring perkembangannya menuju matur. Pemeriksaan yang
dilakukan terdiri atas palpasi ketebalan kartilago kemudian
pemeriksa melipat daun telinga ke arah wajah kemudian lepaskan
dan pemeriksa mengamati kecepatan kembalinya daun telinga ketika
dilepaskan ke posisi semulanya (Gambar II.12).

18
Gambar II.12. Pemeriksaan Daun Telinga

Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap terlipat


ketika dilepaskan. Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan
berdasarkan perkembangan palpebra. Pemeriksa berusaha membuka
dan memisahkan palpebra superior dan inferior dengan menggunakan
jari telunjuk dan ibu jari. Pada bayi extremelypremature palpebara
akan menempel erat satu sama lain (Gambar II.13).
Denganbertambahnya maturitas palpebra kemudian bisa dipisahkan
walaupun hanya satu sisi dan meningggalkan sisi lainnya tetap pada
posisinya.

19
Hasil pemeriksaan pemeriksa kemudian disesuaikan dengan skor
dalam tabel. Perlu diingat bahwa banyak terdapat variasi kematangan
palpebra pada individu dengan usia gestasi yang sama. Hal ini
dikarenakan terdapat faktor seperti stres intrauterin dan faktor humoral
yang mempengaruhi perkembangan kematangan palpebra.

Gambar II.13. Palpebra Neonatus Prematur

f. Genital (Pria)

Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam


scrotum kurang lebih pada minggu ke 30 gestasi. Testis kiri turun
mendahului testis kanan yakni pada sekitar minggu ke 32. Kedua testis
biasanya sudah dapat diraba di canalis inguinalis bagian atas atau
bawah pada minggu ke 33 hingga 34 kehamilan.

20
Bersamaan dengan itu, kulit skrotum menjadi lebih tebal dan
membentuk rugae (Gambar II.14) .

Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di


dalam zona berugae. Pada nenonatus extremely premature scrotum
datar, lembut, dan kadang belum bisa dibedakan jenis kelaminnya.
Berbeda halnya pada neonatus matur hingga posmatur, scrotum
biasanya seperti pendulum dan dapat menyentuh kasur ketika
berbaring.

Pada cryptorchidismus scrotum pada sisi yang terkena kosong,


hipoplastik, dengan rugae yang lebih sedikit jika dibandingkan sisi
yang sehat atau sesuai dengan usia kehamilan yang sama.

Gambar II.14. Pemeriksaan Genitalia Neonatus laki-laki

21
g. Genital (wanita)

Untuk memeriksa genitalia neonatus perempuan maka neonatus

harus diposisikan telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45o

dari garis horisontal. Abduksi yang berlebihan dapat menyebabkan


labia minora dan klitoris tampak lebih menonjol sedangkan aduksi
menyebabkankeduanya tertutupi oleh labia majora. Pada neonatus
extremely premature labia datar dan klitoris sangat menonjol dan
menyerupai penis. Sejalan dengan berkembangnya maturitas fisik,
klitoris menjadi tidak begitu menonjol dan labia minora menjadi lebih
menonjol. Mendekati usia kehamilan matur labia minora dan klitoris
menyusut dan cenderung tertutupi oleh labia majora yang membesar
(Gambar II.15).

Labia majora tersusun atas lemak dan ketebalannya bergantung


pada nutrisi intrauterin. Nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan
labia majora menjadi besar pada awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang
kurang menyebabkan labia majora cenderung kecil meskipun pada
usia kehamilan matur atau posmatur dan labia minora serta klitoris
cenderung lebih menonjol.

22
Gambar II.15. Penilaian Genitalia Neonatus Wanita

Interpretasi Hasil

Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuskular


maupun fisik disesuaikan dengan skor di dalam tabel (Tabel II.2) dan
dijumlahkan hasilnya. Interpretasi hasil dapat dilihat pada tabel skor.

23
b. Etiologi
1) Faktor Ibu
a) Penyakit, penyakit yang berhubungan langsung dengan pasien
misalnya perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM,
toksemia gravidarum, dan nefritis akut.
b) Usia ibu, angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20
tahun, dan multi gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat. Kejadian
terendah ialah pada usia antara 26-35 tahun.
c) Keadaan sosial ekonomi, keadaan ini sangat berperan terhadap
timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi teradapat pada golongan
social ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang
kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang. Demikian pula
kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak
sah, ternyata lebih tinggi bila dibandingakan dengan bayi yang lahir
perkawinan yang sah.
d) Sebab lain, karena ibu merokok, ibu peminum alkohol dan pecandu
obat narkotik.

24
2) Faktor Janin
Faktor janin diantaranya hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan
kromosom

3) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan di antaranya tempat tinggal di dataran tinggi radiasi dan
zat-zat tertentu.

(Suryadi dan Yuliani, 2006 )

c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir
rendah (Mitayani, 2009):
1) Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm,
lingkar dada kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.
2) Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
3) Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.
4) Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
5) Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.
6) Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm,
lingkar dada kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.
7) Masa gestasi kurang dari 37 minggu.

25
8) Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45
cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari
33cm.
9) Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
10) Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat
sedikit.
11) Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
12) Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.
13) Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum
teratur dan sering mendapatkan serangan apnea.
14) Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan
belum sempurna.

d. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan
yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan
dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu),
tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya,
yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya
gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan
oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan
keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi
berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan
janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi
dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem
reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi
pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih
besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang
sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil

26
sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang
tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Sistem pernapasan pada dasarnya cenderung kurang berkembang
pada bayi prematur. Kapasitas vital dan kapasitas residual fungsional
paru-paru pada dasarnyakecil berkaitan dengan ukuran bayi. Sebagai
akibatnya sindrom gawat napas sering merupakan penyebab umum
kematian. Masalah besar lainnya pada bayi premature adalah pencernaan
dan absorpsi makanan yang inadekuat. Bila prematuritas bayilebih dari
dua bulan, system pencernaan dan absorpsi hampir selalu inadekuat.
Absorpsi lemak juga sangat buruk sehingga bayi premature harus
menjalani diet rendah lemak. Lebih jauh lagi, bayi premature memiliki
kesulitan dalam absorpsi kalsium yang tidak lazim dan oleh karena itu
dapat mengalami rikets yang berat sebelum kesulitan tersebut dikenali.
Imaturitas organ lain yang sering menyebabkan kesulitan yang berat pada
bayi premature meliputi system imun yang menyebabkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG gamma
globulin, serta bayi premature relatif belum sanggup membentuk
antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih
belum baik sehingga bayi premature beresiko mengalami infeksi, system
integumen dimana jaringan kulit masih tipis dan rawan terjadinya lecet,
system termoregulasi dimana bayi premature belum mampu
mempertahankan suhu tubuh yang normal akibat penguapan yang
bertambah karena kurangnya jaringan lemak di bawah kulit dan pusat
pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana mestinya sehingga
beresiko mengalami hipotermi atau kehilangan panas dalam tubuh
(Ngastiyah, 2005)

27
Pathways

Faktor Pencetus

Faktor Ibu Faktor Janin Faktor Lingkungan

1. Faktor penyakit 1. Hydroamnion 1. Tempat tinggal di


(toksemia 2. Kehamilan dataran tinggi
gravidarum, multiple/ganda 2. Radiasi
trauma fisik, dll) 3. Kelainan 3. Zat-zat beracun
2. Faktor usia kromosom

BBLR

Kulit tipis dan lemak Imaturitas system pernafasan Reflek menelan dan menghisap blm
subcutan kurang sempurna

Tidak dapat menyimpan Pernafasan belum Intake nutrisi tidak adekuat


panas sempurna

Asupan gizi kurang


Mudah kehilangan panas O2 dalam darah CO2

Sel-sel kekurangan nutrisi


kedinginan O2 dalam sel darah rendah Co2
tinggi

Kerusakan sel
hipotermi
Asidosis respiratoris

Penurunan BB/kematian

Gangguan pertukaran
gas

28
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh

e. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia


2. Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan
3. Titer Torch sesuai indikasi
4. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
5. Pemantauan elektrolit
6. Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan ( missal : foto thorax )
(Ngastiyah, 2005)

f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi dengan berat lahir rendah
(Mitayani, 2009) :
1) Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium adalah gangguan pernapasan pada
bayi baru lahir yang disebabkan oleh masuknya mekonium (tinja bayi)
ke paru-paru sebelum atau sekitar waktu kelahiran (menyebabkan
kesulin bernafas pada bayi).
2) Hipoglikemi simptomatik
Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glokosa
serum yang rendah. Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar
glukosa dibawah 40 mg/dL. Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR,
karena cadangan glukosa rendah ,terutama pada laki-laki.

29
3) Penyakit membran hialin yang disebabkan karena membran surfaktan
belum sempurna atau cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi
mengadakan aspirasi, tidak tertinggal udara dalam alveoli, sehingga
dibutuhkan tenaga negative yang tinggi untuk pernafasan berikutnya
4) Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
5) Hiperbilirubinemia (gangguan pertumbuhan hati)
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya
kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.

Peran Surfaktan dalam Paru


Fungsi dari surfaktan ialah melawan tegangan permukaan
sehingga alveoli tidak mengempis /kollaps. Senyawa ini terdiri dari
fosfolipid (hampir 90% bagian), berupa Dipalmitoyl
phosphatidylcholine (DPPC. Yangjuga di sebut lesitin, dan protein
srufaktan sebagai SPA, SPB, SPC, dan SPD (10% bagian). DPPC
murni tidak dapat bekerja dengan bauk pada srfaktan pada suhu
normalbadan 37°C ,di perlukan fosfolipid lain dan juga memerlukan

protein surfaktan untuk mencapai air liquid-interface dan untuk


penyebarannya keseluruhan permukaan.
Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II ynag mulai tumbuh
pada gestasi 22-24 minggu dan ulai mengeluarkan keaktifan pada
gestasi 24-26 minggu, yang mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36
minggu. Prodksi surfaktan pada janin di kontrol oleh kortisol melalui
reseptor kartisol yang terdapat pada sel alveolus type II. Produksi
surfaktan dapat di percepat lebih dini dengan meningkatknya
pengeluaran kortisol janin yang di sebabkan oleh stress, atau oleh
pengobatan dexametashone yang di berikan kepada ibu yang di duga

30
akan melahirkan bayi dengan defisiensi surfaktan. Karena paru-paru
janin berhubungan dengan cairan amnion dapat untuk menilai
produksi surfaktan. Karena paru-paru janin berhubungan dengan
amnion , maka jumlah fosfolipi dalam cairan amnion dapat untuk
menilai produksi surfaktan . karena paru-paru janin berhubungan
dengn cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion
dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolak ukur
kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin/sfingomielin
dari cairan amnion. Sfingomielin adalah fosfolipid yang berasal dari
jaringan tubuh lainnya kecuali paru-paru.Jumlah lesitin meningkat
dengan bertambahnya gestasi, sedangkan sfingomielin jumlahnya
menetap. Rasio L/S biasanya 1:1 pada gestasi 31-31 minggu, dan
menjadi 2:1 pada gestasi 35 minggu. Rasio L/S 2:1 aau lebih diaggap
fungsi paru telah matang sempurna, rasio 1,5-1,9 sejumlah 50% akan
menjadi RDS, dan rasio kurang dari 1.5 sejumlah 73% akan menjadi
RDS. Bila radius alveolus mengecil, surfaktan yang memiliki sifat
permukaan alveolus, dengan demikian mencegah kolapsnya alveolus
pada waktu ekspirasi.

Surfaktan merupakan suatu komplek material yang menutupi


permukaan alveoli paru, yang mengandung lapisan fosfolipid
heterogen dan menghasilkan selaput fosfolipid cair, yang dapat
menurunkan tegangan permukaan antara air-udara dengan
hargamendekati nol, memastikan bahwa ruang alveoli tetap terbuka
selama siklus respirasi dan mempertahankan volume residual paru
pada saat akhir ekspirasi. Rendahnya tegangan permukaan juga
memastikan bahwa jaringan aliran cairan adalah dari ruang alveoli ke
dalam intersisial. Kebocoran surfaktan menyebabkan akumulasi cairan
ke dalam ruang alveoli. Surfaktan juga berperan dalam meningkatkan
klirens mukosiliar dan mengeluarkan bahan particulate dari paru.

31
Jenis Surfaktan

Terdapat 2 jenis surfaktan , yaitu :

1. Surfaktan natural atau asli, yang berasal dari manusia,


didapatkan dari cairan amnion sewaktu seksio sesar dari ibu
dengan kehamilan cukup bulan

2. Surfaktan eksogen barasal dari sintetik dan biologic:

a. Surfaktan eksogen sintetik terdiri dari


campuranDipalmitoylphosphatidylcholine(DPPC),hexadecan
ol,dan tyloxapol yaitu Exosurfdan Pulmactant ( ALEC)dibuat
dari DPPC 70% danPhosphatidylglycerol 30%, kedua
surfaktan tersebut tidak lama di pasarkan di amerika dan
eropa.2,5 Ada 2 jenis surfaktan sintetis yang sedang
dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC (
Venticute), belum pernah ada penelitian tentang keduanya
untuk digunakan pada bayi prematur

b. Surfaktan eksogen semi sintetik, berasal dari campuran


surfaktan paru anak sapi dengan dipalmitoyl phos phatidyl
choline(DPPC), tripalmitin, dan palmitic misalnyaSurfactant
TA, Survanta.

c. Surfaktan eksogen biologik yaitu surfaktan yang diambil dari


paru anak sapi atau babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES,
sedangkan yang diambil dari paru babi adalah Curosurf

Saat ini ada 2 jenis surfaktan di indonesia yaitu :

 Exosurf neonatal yang dibuat secara sintetik dari DPPC ,


hexadecanol, dan tyloxapol.

32
 Surfanta dibuat dari paru anak sapi, dan mengandung
protein, kelebihan surfanta biologi dibanding sintetik terletak
di protein.

g. Penatalaksanaan
Menurut Prawirohardjo (2005), penanganan bayi dengan berat badan
lahir rendah adalah sebagai berikut :

1) Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin
besar perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi
serangan sianosis lebih besar. Semua perawatan bayi harus dilakukan
didalam incubator

2) Pelestarian suhu tubuh

Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam


mempertahankan suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara
memuaskan, asal suhu rectal dipertahankan antara 35,50 C s/d 370 C.

Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan


dimana suhu normal tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolic
yang minimal. Bayi berat rendah yang dirawat dalam suatu tempat
tidur terbuka, juga memerlukan pengendalian lingkungan secara
0
seksama. Suhu perawatan harus diatas 25 C, bagi bayi yang berat
sekitar 2000 gram, dan sampai 300 C untuk bayi dengan berat kurang
dari 2000 gram

3) Inkubator
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam incubator.
Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui “jendela“ atau “lengan
baju“. Sebelum memasukkan bayi kedalam incubator, incubator

33
0
terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4 C, untuk bayi
dengan berat 1,7 kg dan 32,20C untuk bayi yang lebih kecil. Bayi
dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan pernafasan
yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi
terhadap pernafasan lebih mudah.

4) Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi
preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi
O2yang diberikan sekitar 30- 35 % dengan menggunakan head box,
konsentrasi o2 yang tinggi dalam masa yang panjang akan
menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat
menimbulkan kebutaan

5) Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi
yang kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki
ketahanan terhadap infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat harus
menggunakan gaun khusus, cuci tangan sebelum dan sesudah merawat
bayi, memakai masker, gunakan gaun/jas, lepaskan semua asessoris
dan tidak boleh masuk kekamar bayi dalam keadaan infeksi dan sakit
kulit.

6) Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu
mencegah terjadinya hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI
merupakan pilihan pertama, dapat diberikan melalui kateter ( sonde ),
terutama pada bayi yang reflek hisap dan menelannya lemah. Bayi
berat lahir rendah secara relative memerlukan lebih banyak kalori,
dibandingkan dengan bayi preterm.

34
2. Asuhan keperawatan pada bayi dengan BBLR
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2014 jam 08.00 WIB
1. Identitas Data
a. Nama : By. Ny. U
b. Alamat : Jembangan Kec. Sukolilo Kab. Pati
c. Tanggal Lahir/ Umur : 16 Oktober 2014/ 1 Hari
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Agama : Islam
f. No. Register : 302468
g. Tanggal Masuk/ Jam : 16 Oktober 2014 jam 15.00
h. Diagnosa Medis : Neonatus Preterm, BBLSR,
Asfiksia Berat, neonatus Infeksius

Nama Penanggung Jawab

a. Nama Ayah : Tn. W


b. Pendidikan : SMA
c. Pekerjaan : Wiraswasta
d. Nama Ibu : Ny. U
e. Pendidikan : SMA
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

2. Keluhan Utama
Bayi menangis lemah, reflek hisap belum ada, berat bayi lahir
sangat rendah yaitu 1060 gram.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang


Bayi lahir pada tanggal 16 oktober 2014 di RSUD Kota Semarang
secara spontan diusia kehamilan 30 minggu dengan berat bayi

35
lahir yaitu 1060 gram. Selain itu setelah lahir bayi tidak langsung
menangis dengan nilai apgar score yaitu 4-5-6 (asfiksia sedang),
oleh karena itu bayi sekarang dipindah keruang Perinatologi untuk
mendapat tindakan lebih lanjut.

4. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


a. Pre Natal
Ibu klien mengatakan selama hamil memeriksakan
kehamilannya di bidan tiap 2 bulan sekali. Selama kehamilan
ditemukan riwayat penyakit kehamilan TORCH. G : 3 P : 1 A :
2.
b. Intra Natal
Bayi lahir secara spontan di usia kehamilan 30 minggu,
ditandai dengan ketuban pecah sebelum persalinan, lama
persalinan 1 jam dan bayi lahir pada jam 14.45 WIB. Panjang
lahir 34 cm dan berat lahir 1060 gram.
c. Post Natal
Setelah kelahiran bayi sempat tidak menangis dan langsung
dipasang kanul O2 dengan resusitasi selama 3 menit dengan
nilai apgar score 4-5-6, keadaan lemah, nafas tidak teratur.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


a. Genogram

36
Keterangan

= Laki-laki = Pasien

= Perempuan = Tinggal serumah

6. Riwayat Sosial
a. Yang Merawat
Saat ini klien diwarat diruang perinatologi dan dirawat oleh
perawat dan sesekali ibu klien menjenguk saat jam kunjung
rumah sakit.
b. Hubungan dengan Keluarga
Ibu klien bisa mengunjungi, melihat, dan menyentuh bayinya
saat berkunjung mskipun bayi dalam incubator, sedangkan
ayahnya tidak boleh melihat bayinya karena sudah aturan dari
pihak rumah sakit.

7. Pola Sehari-hari
a. Nutrisi dan Metabolisme
Saat ini pasien mendapat diit susu formula khusus BBLR 3 jam
sekali sekitar 30 cc melalui selang OGT
b. Eliminasi Urine dan Feses
Klien BAB ± 3-5x sehari dengan konsistensi warna hitam,
lembek cair, bau khas feses bayi. BAK menggunakan pempers
dan diganti setian 6 jam sekali dan terisi ± 100 cc
c. Istirahat dan Tidur

37
Klien terlihat sering tidur dan bangun jika lapar dan merasa
kotor setelah BAB dan BAK, rata-rata tidur per hari yaitu 20-
22 jam
d. Peran dan Hubungan
Keluarga mengatakan anak akan diasuh oleh orang tuanya
sendiri, dan selama ini ibu bayi menengok keruang perinatologi
e. Toleransi Stress dan Koping
Klien menangis saat merasa lapar, tidak nyaman, dan saat kotor

8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemas, kurang aktif, menangis
lemah,perawatan dalam inkubator
b. Tanda-tanda Vital
- Nadi : 132 x per menit
- Pernafasan : 40 x per menit
- Suhu : 36,2°C
c. Antropometri
- Panjang Badan : 34 cm
- Berat Lahir : 1060 gram
- Lingkar Dada : 26 cm
- Lingkar Kepala : 23 cm
d. Kepala : Fontanel anterior lunak, wajah
simetris,rambut hitam
e. Mata : Simetris antara kanan dan kiri,
sclera tidak ikterik
f. Hidung : Terpasang C-PAP Ventilator 2
lt/menit
g. Mulut : Reflek hisap belum ada, terpasang
selang OGT, mukosa kering
h. Telinga : Simetris kanan dan kiri, tidak ada
luka

38
i. Dada : Tidak ada luka, warna kecoklatan
j. Jantung
- Inspeksi : Tampak ictus cordis
- Palpasi : Ictus cordis teraba dengan getaran
- Perkusi : Tak terkaji
- Auskultasi : BJ I & II regular, tidak terdengar
gallop
k. Paru
- Inspeksi : Gerakan pernafasan kanan-kiri
simetris, RR : 40 x per menit
- Palpasi : Rabaan gerak pernafasan simetris
- Perkusi : Redup/ Dullness
- Auskultasi : Ronchi
l. Abdomen
- Inspeksi : Pusar insersi ditengah, buncit,
terpasang infus umbilical
- Auskultasi : Peristaltik usus 18 x per memit
- Palpasi : Lunak, tidak ada pembesaran
hati/limfa
- Perkusi : Tympani
m. Punggung : Bentuk tulang belakang semi fleksi
n. Genetalia : Jenis kelamin perempuan, labia
mayora belum menutupi labia minora, anus paten
o. Ekstremitas
- Atas : Lengkap, tidak ada kelainan
- Bawah : Lengkap, tidak ada kelainan, kaki
kanan terpasang SPO2, akral sedikit dingin
p. Kulit : Warna kulit coklat gelap, tidak
ikterik, turgor kulit cukup

9. Therapi

39
- PO Ferlin drop 1x0.3cc
- O2 nasal kanul 0.5 liter/menit
- Susu formula BBLR 8x30cc/hari melalaui selang OGT
- Termoregulasi incubator suhu 34°C
- Infuse umbilical 5%
10. Data Penunjang
Laboratorium tanggal 16-10-2014

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hematologi

Hemoglobin 15.9 g/Dl 12.0-16.0

Hematokrit 49.50 % 37-47

Jumlah Eritrosit 4.14 /Ul 4.2-5.4

Jumlah Lekosit 24.7 /Ul 4.8-10.8

Jumlah Trombosit 249 10^3/ul 150-400

Kimia Klinik

Natrium 137.0 mmol/L 134.0-147.0

Kalium 5.30 mmol/L 3.50-5.20

Calsium 1.20 mmol/L 1.12-1.32

B. Analisa Data
N DATA PROBLEM ETIOLOGI
O
1 DS : - Resiko hipotermi Jaringan lemak
DO : subkotis tipis

40
- Akral sedikit dingin
- Lahir premature 30 minggu
- BBLRS 1060 gram
- Suhu tubuh 36,2°C
- Perawatan dalam inkubator
2 DS : - Resiko Infeksi Prematuritas dan
DO : system imun yang
- Keadaan umum lemah tidak adekuat
- Lahir premature 30
minggu
- BB 1060 gram
- Suhu tubuh 36,2°C
- Lekosit 24.7/uL
3 DS : - Ketidakseimbang Prematuritas,
DO : an nutrisi : ketidakmampuan
- Terpasang selang OGT kurang dari mengabsorbsi
- Reflek hisap lemah kebutuhan tubuh nutrisi
- BB 1060 gram
- Terpasang infus umbilical
D5%
4 DS : - Ketidakefektifan Penumpukan
DO : jalan nafas cairan di rongga
- Terpasang ventilator paru
2lt/menit
- RR 40x/menit
- Perkusi paru dullness
- Auskultsi paru ronkhi

C. Diagnosa Keperawatan

41
N TANGGA DIAGNOSA KEPERAWATAN PARA
O L F

1 17/10/2014 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

2 17/10/2014 Resiko hipotermi berhubungan dengan jaringan


subkotis tipis
3 17/10/2014 Ketidakefektifan nutrisi : kurang darikebutuhan
tubuh berhubungan dengan prematuritas,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi
4 17/10/2014 Resiko infeksi berhubungan dengan
Prematuritas dan system imun yang tidak
adekuat

D. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA INTERVENSI KEPERAWATAN
N TT
KEPERAWATA TUJUAN TINDAKAN RASIONAL
O
N
1 Ketidakefektifan Setelah - Observasi - Sebagai
bersihan jalan dilakukan TTV, cuping acuan
nafas tindakan hidung, penatalaksan
keperawatan retraksi dada aan tindakan
selama 3x24 - Berikan - Mensuplai
jam jalan nafas terapi O2 O2 dalam
adekuat, 2lt/menit tubuh
dengan kriteria - Posisikan - Memberikan
hasil : klien semi rasa nyaman
- Pernafasan fowler klien
adekuat 16- - Jaga - Jalan nafas
30 x/menit kepatenan tidak ada
- Perkusi jalan nafas : sumbatan

42
paru sonor suction
- Auskultasi
vesikuler
- Tidak ada
penumpuka
n cairan di
paru
2 Resiko hipotermi Setelah -Pantau suhu - Sebagai
berhubungan dilakukan setiap 3 jam acuan
dengan jaringan tindakan sekali penatalaksan
subkotis tipis keperawatan aan tindakan
selama 3x24 - Mengikuti
jam hipotermi -Atur suhu program
tubuh stabil , incubator yang
dengan kriteria sesuai indikasi dianjurkan
hasil : -Hindarkan
- Suhu tubuh bayi kontak
normal 36- langsung
37,5°C dengan
- Akral sumber
hangat dingin/panas - Menjaga
- Bayi tidak -Ganti popok kenyamanan
menggigil bila basah klien

3 Ketidakefektifan Setelah - Monitor BB - mengetahui


nutrisi : kurang dilakukan klien perkembang
dari kebutuhan tindakan an nutrisi
tubuh keperawatan bayi
berhubungan selama 3x24

43
dengan kebutuhan - Pasang - membantu
prematuritas, nutrisi selang OGT suplai nutrisi
ketidakmampuan terpenuhi , untuk tubuh
mengabsorbsi dengan kriteria - indikasi bayi
nutrisi hasil : mampu
- BB - Kaji menyerap
seimbang kemampuan nutrisi
2500-3500 reflek hisap - mengatur
gram keseimbanga
- Reflek - Monitor n cairan
hisap kuat asupan pada klien
- Intake ASI intake dan
adekuat output cairan - asupan
- Kolaborasi nutrisi bayi
dengan ahli bisa
gizi untuk tercukupi
pemberian
nutrisi
4 Resiko infeksi Setelah - Pantau tanda - Sebagai
berhubungan dilakukan gejala acuan
dengan tindakan infeksi : penatalaksan
Prematuritas dan keperawatan suhu, lekosit, aan tindakan
system imun yang selama 3x24 penurunan
tidak adekuat tidak terjadi BB
infeksi, dengan - Batasi - Memberi
kriteria hasil : jumlah kenyamanan
- Tidak ada pengunjung pada klien
tanda tanda
infeksi
- Jumlah - Gunakan - Agar tidak
lekosit teknik terjadinya

44
dalam aseptic infeksi pada
batas selama klien
normal berinteraksi
5000- dengan klien
10000 - Bersihkan - Menjaga
incubator incubator
secara tetap terjaga
berkala kebersihann
ya
- Berikan anti - Mencegah
biotik sesuai penyebaran
advis dokter infeksi

45
E. Implementasi Keperawatan
NO TANGGAL TT
TINDAKAN RESPON KLIEN
DX JAM
1,2 17 Okt 2014 - Mengobservasi S:-
,3, 08.00 ttv,cuping hidung retraksi O : Nadi : 132x/mnt ,
4 dada RR : 40x/mnt , S : 36,2

1 09.00 -Memberikan terapi O2 S:-


2ltr/menit O : klien tampak
terpasang ventilator O2
2ltr/mnt dengan SPO2
98%

1 10.00 -Memposisikan semi S:-


fowler O: klien tampak
nyaman dengan posisi
semi fowler

2 10.30 -Memantau suhu klien S:-


O : Suhu klien 36,2

3 11.00 -Memonitor BB klien S:-


O : BB : 1060 gram ,
LD : 26 cm , PB : 34cm
, LK : 23cm

4 12.00 -Membersihkan incubator S:-


secara berkala O : Incubator tampak
bersih

46
3 14.00 -mengkaji reflek hisap S:-
O : Reflek hisap klien
tampak lemah
3 15.00 -memasang selang OGT S:-
O : Terpasang selang
OGT pada klien
3 18.00 -mengkolaborasi dengan S:-
ahli gizi untuk pemberian O : klien mendapat diit
nutrisi susu 30cc/OGT
1 18 oktober 2014 - memberikan terapi O2 S:-
03.00 2lt/menit O : klien tampak
terpasang ventilator O2
2ltr/mnt dengan SPO2
88%
1 05.00 - menjaga kepatenan jalan S:-
nafas : suction O : Cairan dalam
tabung suction tampak
jernih
1,2 10.00 - mengobservasi ttv,cuping S : -
,3, hidung retraksi dada O : Suhu : 36°C Nadi :
4 100x/menit, RR :
48/menit
4 10.15 - memberikan anti biotik S:-
sesuai advis dokter O : klien mendapat
terapi PO Ferlin drop
1x0,3cc
3 12.00 - mengkaji kemampuan S:-
reflek hisap O : reflek hisapklien
masih tampak lemah
2 13.00 - mengatur suhu incubator S:-

47
sesuai indikasi O : Terlihat suhu
incubator klien 34oC
4 17.00 - membatasi jumlah S :-
pengunjung O : tampak hanya ada
satu pengunjung di
ruangan
3 17.30 - Memonitor asupan S:-
intake dan output cairan O : terlihat diit yang
diberikan habis, tidak
ada residu
3 20.00 - mengkolaborasi dengan S:-
ahli gizi untuk pemberian O : klien mendapat diit
nutrisi susu BBLR 30cc/OGT

1,2 19 oktober 2014 - mengobservasi ttv,cuping S : -


,3, 10.00 hidung retraksi dada O : suhu : 36,4oC , nadi
4 : 100x/menit RR :
45x/menit
1 10.20 - Memberikan terapi O2 S:-
2ltr/menit O : klien masih tampak
terpasang ventilator O2
2ltr/mnt dengan SPO2
90%
2 12.00 - Mengganti popok bila S : ( klien menangis)
basah O : klien tampak
menangis saat
popoknya diganti
4 12.15 - menggunakan teknik
aseptic selama
berinteraksi dengan
klien

48
4 12.40 - memberikan anti biotik S:-
sesuai advis dokter O : klien terpasang
infus umbilical 5%
dengan teraphi PO
Ferlin drop 1x0,3cc
3 14.00 - mengkolaborasi dengan S:-
ahli gizi untuk O : klien masih
pemberian nutrisi terpasang OGT dengan
diit 30cc

F. Evaluasi
NO TANGGAL TT
EVALUASI
DX JAM
1 17-10-2014 S:-
14.00 O : Klien tampak terpasang ventilator O2
2ltr/mnt dengan SPO2 98% , auskultasi paru :
ronchi
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Berikan terapi O2 2lt/m
- Jaga kepatenan jalan napas (suction)
- Observasi ttv,cuping hidung,retraksi
dada
- Posisikan klien semi fowler

2 14.00 S:-
O : Suhu : 36,2
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

49
- Atur suhu incubator sesuai indikasi
- Pantau suhu setiap 3 jam sekali
- Ganti popok bila basah
- Hindarkan bayi kontak langsung dengan
sumber dingin/panas

3 14.00 S:-
O : BB : 1060gram
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor BB klien
- Monitor asupan intake dan output cairan
- Kaji kemampuan reflek hisap
- Pasang selang OGT
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian nutrisi

4 14.00 S:-
O : Hasil leukosit klien 24.7
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- pantau tanda gejala infeksi suhu , lekosit,
penurunan BB
- berikan antibiotic sesuai advis dokter
- batasi jumlah pengunjung
- gunakan tekhnik aseptic selama
berinteraksi dengan klien

1 18-10-2014 S:-
14.00 O : Cairan dalam tabung suction tampak jernih

50
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Berikan terapi O2 2lt/m
- Jaga kepatenan jalan napas (suction)
- Observasi ttv,cuping hidung,retraksi
dada
- Posisikan klien semi fowler

2 14.00 S:-
O : Suhu : 36oC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Atur suhu incubator sesuai indikasi
- Pantau suhu setiap 3 jam sekali
- Ganti popok bila basah
- Hindarkan bayi kontak langsung dengan
sumber dingin/panas

3 14.00 S:-
O : Klien tampak masih terpasang OGT dengan
diit 30cc
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor BB klien
- Monitor asupan intake dan output cairan
- Kaji kemampuan reflek hisap
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian nutrisi

4 14.00 S:-
O : Leukosit 24.7

51
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- pantau tanda gejala infeksi suhu , lekosit,
penurunan BB
- berikan antibiotic sesuai advis dokter
- gunakan teknik aseptic selama
berinteraksi dengan klien
- bersihkan incubator secara berkala

1 19-10-2014 S:-
14.00 O : Klien tampak terpasang ventilator O2
2ltr/mnt dengan SPO2 90% , auskultasi : ronchi
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Berikan terapi O2 2lt/
- Jaga kepatenan jalan napas (suction)
- Observasi ttv,cuping hidung,retraksi
dada
- Posisikan klien semi fowler

2 14.00 S :-
O : Suhu 36,4oC
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Atur suhu incubator sesuai indikasi
- Pantau suhu setiap 3 jam sekali
- Hindarkan bayi kontak langsung dengan
sumber dingin/panas
- Ganti popok bila basah

52
3 14.00 S :-
O : Klien tampak masih terpasang infus
umbilikel 5%
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor BB klien
- Monitor asupan intake dan output cairan
- Kaji kemampuan reflek hisap
- Pasang selang OGT
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian nutrisi

4 14.00 S:
O : Hasil leukosit 24,7
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- pantau tanda gejala infeksi suhu , lekosit,
penurunan BB
- berikan antibiotic sesuai advis dokter
- batasi jumlah pengunjung
- gunakan teknik aseptic selama
berinteraksi dengan klien
- bersihkan incubator secara berkala

53
B. Perawatan bayi dengan inkubator

Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu lingkungan


yang optimal, sehingga dapat memberikan suhu yang normal dan dapat
mempertahankan suhu tubuh. Pada umumnya terdapat dua macam inkubator
yaitu inkubator tertutup dan inkubator terbuka (Hidayat, 2005).
Inkubator bayi adalh alat yang di gunakan untuk mempertahankan kondisi
lingkungan yang cocok untuk bayi baru lahir, terutama pada kelahiran
premature. Saat ini masalah mengenai kelahiran premature bukanlah sesuatu
hal yang baru lagi, bahkan pada awal abad 16 dan 18 sudah terdapat makalah
ilmiah yang membahas mengenai kelahiran bayi premature atau sakit, yang
tetap di lahirkan atau di rawat di rumah tanpa adanya penanganan medis yang
baik.
Jenis perawatan bayi itu sendiri ada dua macam, yaitu :
1. Perawatan bayi dalam inkubator tertutup
a. Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan
tertentu seperti apnea, dan apabila membuka inkubator usahakan suhu
bayi tetap hangat dan oksigen harus selalu disediakan.
b. Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung.
c. Bayi harus dalam keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk
memudahkan observasi.
d. Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh.
e. Pengaturan oksigen selalu diobservasi.
f. Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan
suhu 27 derajat celcius.
2. Perawatan bayi dalam inkubator terbuka
a. Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian
perawatan pada bayi.
b. Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu
normal dan kehangatan.

54
c. Membungkus dengan selimut hangat.
d. Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah
aliran udara.
e. Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui
kepala.
f. Pengaturuan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan sesuai
dengan ketentuan.

2. Fungsi Inkubator Bayi


Perawatan bayi pada saat setlah proses kelahiran merupakan hal
yang sangat penting. Bayi yang baru lahir mempunyai tingkat sensivitas
yang tinggi terhadap lingkungan di sekitarnya terutama pada suhu udara di
sekitarnya.Bayi yang baru lahir di anjurkanuntuk segra di handuki samai
bersih lalu di selimuti sampai hangat sebelum di mandikan atau di timbang.
Perawatan bayi baru lahir dalam hal kehangatan tubuh bayi di anjurkan
menggunakan kangguru, yaitu bayi dalam pelukan sang ibu kulit bayi
menempel pada kulit ibu layaknya kangguru.akan tetapi tidak semua kondisi
sang ibu dapat menerapkan metode ini. Hal ini di sebabkan oleh kondisi
sang ibu yang kadang kala tidak sadarkan diri atau masih terbaring lemas
setlah proses kelahirannya. Maka di temukan lah sebuah alat yang di
gunakan untuk menjaga kondisi tubuh bayi yaitu incubator bayi.
Sebagai mana yang kita ketahui bersama, fungsi utama dari
incubator adalah mempertahankan kehidupan bayi premature dengan
menjaga suhu tubuh bayi tetap hangat seperti didalam rahim ibunya.Untuk
itu, hal utama yang paling penting adalah memenuhi standar keamanan
incubator secara maksimal, menjaga keselamatan bayi dan memenuhi
kebutuhan utama bayi premature.
Selain berfungsi sebagai penghangat, incubator juga berfungsi
meling=dungi bayi dari bahaya infeksi. Di tempat ini tersedia juga alat
penyinaran sinar biru bagi bayi premature yang mengalami peningkatan

55
kadar bilirubin dalam darahnya sebagai akibat hati bayi yang belum bekerja
sempurna.
Bayi premature juga mendapat bantuan pernapasan dalam bentuk
bantuan oksigen dalam jumlah tertentu. Hal ini pun harus di lakukan dengan
hati-hati, sebab jumlah kadar oksigen pada bayi premature harus di
perhatikan dengan benar. Bila jumlah oksigen pada bayi premature terlalu
sedikit, jumlah karbondioksidanya akan meningkat. Akibatnya, pembuluh
darah di otak akan melebar, bahkan bisa percah, dan mengakibatkan
perdarah di otak. Sebaliknya bila oksigen terlalu banyak, maka pembuluh-
pembuluh darah bisa menyempit, dan mengakibatkan sel-sel tubh bayi
kurang mendapatkan makanan.

3. Kriteria bayi yang dirawat dalam inkubator


Perawatan bayi baru lahir rendah dalam inkubator merupakan cara
perawatan pada bayi dengan memasukkan bayi ke dalam alat (inkubator)
yang berfungsi untuk menciptakan lingkungan dengan suhu yang cukup
hangat untuk bayi (Hidayat, 2008). (Syaifuddin, 2008) :
1. Asfiksia kelahiran
Asfiksia atau kekurangan oksigen kadangkala menyerang bayi
sebelum atau selama kelahiran karena gangguan terhadap ari – ari atau
tali pusat.Asfiksia berat dapat mempengaruhi semua sistem tubuh.
2. Cedera lahir
Bayi mungkin cedera selama kelahiran yang sulit sehingga ia
membutuhkan pengawasan sejenak dalam unit perawatan khusus atau
inkubator.
3. Berat bayi lahir rendah
Sebagian bayi berat lahir rendah betul – betul sehat ketika lahir, akan
tetapi pada umumnya mereka lebih rentan dari pada bayi yang
mempunyai berat rata–rata. Bayi yang lebih kecil biasanya memerlukan

56
perawatan intensif. Kesukaran bernafas adalah masalah yang paling biasa
pada bayi yang lebih kecil.

4. Perawatan Bayi Baru Lahir Rendah di dalam Inkubator


Pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan BBLR, tidak jauh berbeda dengan perawatan pada bayi baru
lahir normal. Cara melakukan pengkajian dan perencanaan adalah sama,
perbedaannya terletak pada tehnik-tehnik pelaksanaan tindakan
keperawatan. Begitu pula dalam melakukan evaluasi, kriteria hasil yang
ditetapkan dari tiap tahap perencanaan tidak dapat sekaligus mengharapkan
dalam batas normal, namun dilihat dari peluang untuk seberapa jauh
perubahan ke arah normal dapat dicapai (Doengoes, 2001).
Berdasarkan penjelasan diatas terkait kriteria bayi yang dirawat di
dalam inkubator dapat diidentifikasi beberapa masalah keperawatan berikut
intervensi yang mungkin pada BBLR selama perawatan dalam inkubator
(Martin, 1987) :
1.Pertukaran gas yang terganggu yang berhubungan dengan kurangnya
surfactant.
a. Perencanaan/Intervensi :
 Amati dan laporkan tanda-tanda dan gejala-gejala tekanan aspirasi :
Tachypnea, sianosis, gerak cuping hidung.
 Mempertahankan saluran pernafasan terbuka dengan penyedotan
bila diperlukan.
 Memberikan oksigen bersama dengan pemonitoran gas darah yang
tepat.
 Memonitor fungsi dan pengaturan ventilator
 Periksa konsentrasi oksigen setiap jam
b. Evaluasi :
Bayi bernafas secara normal atau ringan dengan ventilator.

57
2. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan air yang
tidak dapat dirasakan dan intake cairan yang tidak adekuat
a. Perencanaan/Intervensi :
 Mempertahankan jalur intravena dan memonitor infiltrasi
 Memberikan cairan yang tepat dan jumlah yang tepat per jam
 Amati tanda-tanda dehidrasi : turgor kulit, output urin, membran
mukus, karakter fontanel.
 Timbang secara harian pada waktu yang sama
b. Evaluasi : Bayi kehilangan berat badan minimal dan bertambah terus.

3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


asupan lebih kecil dari kebutuhan kalori.
a. Perencanaan/Intervensi :
 Berikan asupan kalori yang adekuat
 Ukur lingkaran abdomen bila diperlukan
 Biarkan orangtua berpartisipasi dalam rencana pemberian makan

b.Evaluasi :

 Bayi disesuaikan dengan metode pemberian makan


 Bayi mempertahankan pergerakan bowel normal

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tape dan material abrasif


lainnya yang digunakan sebagai alat-alat pemonitoran.
a. Perencanaan/Intervensi :
 Pasang sedikit mungkin tape pada kulit
 Gunakan opsite untuk alat-alat kulit lainnya
 Pertahankan lotion yang memiliki kontak kulit langsung dengan
minimum
 Tempatkan bayi pada water bed atau sheepskin
 Putar dan atur kembali posisi secara sering

58
b. Evaluasi : Bayi mempertahankan kesehatan kulit

5. Potensial untuk injuri (tekanan hawa dingin) berhubungan dengan


mekanisme pengaturan temperatur immature.
a. Perencanaan/Intervensi :
 Mempertahankan lingkungan termis normal
 Memonitor temperatur kulit dengan cara memeriksa temperatur
unit inkubator
 Menghindari bayi pada kehilangan panas melalui penguapan,
konveksi, konduksi, dan radiasi.

b. Evaluasi :
 Bayi tidak mengalami tekanan hawa dingin
 Bayi mempertahankan temperatur yang stabil

6. Resiko infeksi, berhubungan dengan sistem kekebalan immature.


a.Perencanaan/Intervensi :
• Batasi kontak dengan bayi secara tepat yaitu pantau petugas,
orangtua, dan pengunjung terhadap infeksi, lesi kulit, demam atau
herpes.
• Pelihara peralatan individu dan bahan-bahan persediaan untuk setiap
bayi
• Inspeksi kulit setiap hari terhadap ruam atau kerusakan integritas
kulit
b.Evaluasi : Bayi bebas dari tanda-tanda infeksi.

7. Defisit pengetahuan orangtua berhubungan dengan perawatan bayi


prematur.
a. Perencanaan/Intervensi :
• Berikan informasi yang adekuat dan realistis kepada orangtua
mengenai kondisi bayi

59
• •Anjurkan orangtua untuk berkunjung dan melakukan tugas
pengasuhan pada bayi
b. Evaluasi :
• Orangtua mengindikasikan pengetahuan dan keahlian dengan
melaksanakan tugas-tugas pengasuhan.
• Orangtua mengunjungi NICU secara reguler

5. Prosedur Perawatan Bayi Baru Lahir Rendah Dalam Inkubator


a. Tentukan suhu yang tepat untuk inkubator berdasarkan usia dan berat
badan bayi.
Suhu inkubator yang direkomendasikan seperti pada tabel dibawah
ini. Tabel 1
Berat Badan Bayi Suhu Inkubator Sesuai Usia
35°C 34°C 33°C 32°C
Kurang dari 1,5 kg Usia 1-10 Usia 11 Usia 3-5 Usia lebih dari
hari hari-3 minggu 5 minggu
minggu
1,5-2,0 kg Usia 1-20 Usia 11 hari Usia lebih dari
hari
Usia 1-20 hari – 4 minggu 4 minggu
2,1-2,5 kg Usia 1-2 Usia 3 hari- 3 Usia lebih dari
Usia 1-2 bulan bulan minggu 3 minggu
Lebih dari 2,5 kg Usia 1-2 hari Usia lebih dari
2 hari
Jika inkubator berdinding tunggal, tingkatkan suhu inkubator 1°C setiap
perbedaan suhu 7°C antara ruangan dan inkubator (WHO, 2008).

60
b. Hangatkan inkubator sampai suhu yang diinginkan sebelum meletakkan
bayi di dalamnya.
c. Bersihkan kasur dan tutupi dengan lembaran seprei bersih.
d. Pastikan bahwa reservoir air inkubator kosong; bakteri yang berbahaya
dapat berkembang dalam air dan menginfeksi bayi. Membiarkan
reservoir kering tidak akan mempengaruhi fungsi inkubator.
e. Pastikan bahwa kepala bayi tertutup dan bayi diberi baju atau tertutup
kecuali jika bayi perlu telanjang atau dilepaskan bajunya sebagian untuk
pengamatan atau prosedur.
f. Letakkan hanya satu bayi dalam tiap inkubator.
g. Tutup kap, secepat mungkin setelah meletakkan bayi di dalamnya, dan
pertahankan jendela inkubator tetap tertutup setiap saat guna
mempertahankan kehangatan inkubator.
h. Periksa suhu inkubator setiap jam selama delapan jam pertama kemudian
setiap 3 jam.
i. Ukur suhu bayi setiap jam selama delapan jam pertama kemudian setiap 3
jam, jika suhu bayi kurang dari 36,5°C atau lebih dari 37,5°C, sesuaikan
suhu inkubator berdasarkan suhu tersebut.
j. Berikan bayi kepada ibu segera setelah bayi tidak lagi membutuhkan
perawatan khusus dan prosedur serta terapi yang sering

6. Mekanisme kehilangan panas pada Bayi Baru Lahir

Pada intinya ada 4 cara bayi baru lahir kehilangan panas yaitu :

1. Evaporasi merupakan proses kehilangan panas melalui proses penguapan


dari tubuh yang basah misalnya bayi yang mengompol dan tetap basah,
atau bayi yang diseka dengan alkohol dan alkoholnya menguap maka
tubuh bayi terasa dingin

61
2. Radiasi meliputi kehilangan panas melalui pemancaran panas dari tubuh
bayi ke lingkungan sekitar yang lebih dingin. Hal ini terjadi misalnya
bayi yang baru lahir segera di taruh di ruang ber-AC yang dingin maha
suhu tubuh bayi akan berkurang karena panasnya terpancar ke sekitarnya
yang bersuhu lebih rendah misalnya 200 C
3. Konduksi yaitu cara kehilangan panas melalui persinggungan dengan
benda yang lebih dingin. Hal ini terjadi misalnya bayi baru lahir
telanjang ditimbang pada alas timbangan logam tanpa alas maka akan
ada panas dari tubuh bayi yang pindah ke alas logam timbangan tersebut
4. Konveksi yaitu kehilangan panas melalui aliran udara. Hal ini terjadi
misalnya bayi baru lahir diletakkan di dekat jendela atau pintu yang
terbuka maka akan ada aliran udara luar (yang mungkin lebih dingin)
yang akan berpengaruh pada suhu bayi

C. Perawatan bayi dengan metode kangguru


1. Definisi dan manfaat perawatan metode kanguru
Perawatan Metode Kangguru yaitu cara merawat bayi dalam
keadaan telanjang (hanya memakai popok dan topi) diletakkan secara
tegak/vertikel di dada anatar kedua payudara ibunya (ibu telanjang dada)
kemudian diselimuti. Dengan demikian, terjadi kontak kulit bayi dengan
kulit ibu secara kontinu dan bayi memperoleh panas melalui proses
konduksi.

62
Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan salah satu alternatif
cara perawatan yang murah, mudah, dan aman untuk merawat bayi BBLR.
Dengan PMK, ibu dapat menghangatkan bayinya agar tidak kedinginan
yang membuat bayi BBLR mengalami bahaya dan dapat mengancam
hidupnya, hal ini dikarenakan pada bayi BBLR belum dapat mengatur suhu
tubuhnya karena sedikitnya lapisan lemak dibawah kulitnya.

PMK dapat memberikan kehangatan agar suhu tubuh pada bayi BBLR
tetap normal, hal ini dapat mencegah terjadinya hipotermi karena tubuh ibu
dapat memberikan kehangatan secara langsung kepada bayinya melalui
kontak antara kulit ibu dengan kulit bayi, ini juga dapat berfungsi sebagai
pengganti dari inkubator.
PMK dapat melindungi bayi dari infeksi, pemberian makanan yang
sesuai untuk bayi (ASI), berat badan cepat naik, memiliki pengaruh positif
terhadap peningkatan perkembangan kognitif bayi, dan mempererat ikatan
antara ibu dan bayi, serta ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi
(Perinansia, 2008).

2. Prinsip Perawatan Metode Kangguru


Prinsip metode ini adalah menggantikan perawatan bayi baru lahir
dalam inkubator dengan meniru kangguru. Ibu bertindak seperti ibu
kangguru yang mendekap bayinya dengan tujuan mempertahankan suhu
bayi stabil dan optimal (36,5 C- 37,5 C). Suhu optimal ini di peroleh dengan
kontak langsung kulit bayi dengan secara terus-menerus. Bayi yang dapat
bertahan dengan cara ini adalah yang keadaan umumnya baik, suhu
tubuhnya stabil dan mampu menyusui dengan baik. Metode ini di hentikan
jika bayi telah mencapai bobot badan minimal 2500 g dan suhu tubuh
optimal 37 C dan bayi bisa menyusui dengan baik.

63
3. Tujuan merode kangguru
Ibu bertindak seperti ibu kangguru yang mendekap bayinya dengan tujuan
mempertahankan suhu bayi stabil dan optimal. Suhu optimal ini diperoleh
dengan kontak langsung secara terus-menerus.

4. Manfaat Perawatan Metode Kangguru


Bagi Bayi
1) Stabilisasi suhu, suhu tubuh bayi lebih stabil bahkan lebih stabil dari pada
yang dirawat di inkubator.
2) Pola pernapasan bayi menjadi lebih teratur.
3) Denyut jantung bayi lebih stabil.
4) Pengaturan perilaku bayi lebih baik, frekuensi menangis bayi berkurang
dan sewaktu bangun bayi lebih waspada.
5) Bayi lebih sering minum ASI dan menetek lebih panjang.
6) Pemakaian kalori berkurang.
7) Kenaikan berat badan lebih baik.
8) Waktu tidur bayi lebih lama
9) Hubungan lekat bayi dan ibu lebih baik serta berkurangnya kejadian infeksi.
Bagi Ibu
1) Mempermudah pemberian ASI.
2) Ibu lebih percaya diri dalam merawat bayinya.
3) Hubungan lekat ibu dan bayi lebih baik.
4) Ibu lebih sayang kepada bayinya.
5) Dampak psikologi bagi ibu yaitu ibu lebih tenang, puas dan stres pada ibu
berkurang.
6) Adanya peningkatan produksi ASI ibu.
7) Apabila ibu perlu merujuk bayi ke fasilitas kesehatan lain di dalam
maupun antar rumah sakit, serta dari dan ke rumah sakit, ke rumah
sendiri tidak memerlukan alat khusus karena dapat menggunakan cara
perawatan metode kanguru.

64
Bagi Petugas Kesehatan
Bagi petugas kesehatan akan bermanfaat dari segi efisiensi tenaga
karena ibu lebih banyak merawat bayinya sendiri. Dengan demikian,
kebutuhan petugas akan berkurang. Bahkan petugas dapat melakukan tugas
lain yang lebih memerlukan perhatian dari petugas misalnya pemeriksaan
lain atau kegawatan pada bayi maupun memberi dukungan kepada ibu dalam
menerapkan perawatan metode kanguru.

Bagi Institusi Kesehatan, Rumah Sakit


1) Lama perawatan lebih pendek (ibu cepat pulih) sehingga ibu cepat pulang
dari fasilitas kesehatan.
2) Pengurangan penggunaan fasilitas (listrik, inkubator, alat canggih lain)
sehingga dapat membantu efisiensi anggaran.

Bagi Negara
1) Karena penggunaan ASI meningkat, dan bila hal ini dapat dilakukan
dalam skala makro, maka dapat menghemat devisa (import susu
formula).
2) Dengan peningkatan pemanfaatan ASI kemungkinan bayi sakit lebih
kecil dan ini tentunya menghemat biaya perawatan kesehatan yang
dilakukan di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta (WHO,
2003).

5. Teknik menerapkan PMK pada bayi BBLR


Beberapa teknik yang dapat dilakukan pada bayi BBLR (Perinansia, 2008).
a) Bayi diletakkan tegak lurus di dada ibu sehingga kulit bayi menempel
pada kulit ibu.
b) Sebelumnya cuci tangan dahulu sebelum memegang bayi.
c) Pegang bayi dengan satu tangan diletakkan dibelakang leher sampai
punggung bayi.

65
d) Sebaiknya tidak memakai kutang atau beha (perempuan) atau kaos dalam
(laki-laki) selama PMK.

Gambar 2.1 posisi bayi dalam gendongan PMK

e) Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari lainnya,
agar kepala bayi tidak tertekuk dan tidak menutupi saluran napas ketika
bayi berada pada posisi tegak.
f) Tempatkan bayi dibawah bokong, kemudian lekatkan antara kulit dada
ibu dan bayi seluas-luasnya
g) Pertahankan posisi bayi dengan kain gendongan, sebaiknya ibu memakai
baju yang longgar dan berkancing depan.

66
Gambar 2.2 perawatan metode kanguru

h) Kepala bayi sedikit tengadah supaya bayi dapat bernapas dengan baik.
i) Sebaiknya bayi tidak memakai baju, bayi memakai topi hangat, memakai
popok dan memakai kaus kaki.
j) Selamaperpisahan antara ibu dan bayi, anggota keluarga (ayah nenek, dll),
dapat juga menolong melakukan kontak kulit langsung ibu dengan bayi
dalam posisi kanguru.

6. Perawatan Metode Kangguru dapat di lakukan dengan dua cara

1. PMK intermiten : bayi dengan penyakit atau kondisi yang berat


membutuhkan perawatan intensif dan khusus di ruang neonatalogi, bahkan
mungkin memerlukan bantuan alat. Bayi dengan kondisi ini, PMK tidak
diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan jika ibu mengunjungi
bayinya yang masih berada dalam perawatan inkubator. PMK dilakukan
dengan durasi minimal 1 jam, secara terus-menerus per hari. Setelah bayi

67
lebih stabil, bayi dengan PMK intermiten dapat dipindahkan ke ruang
rawat untuk menjalani PMK kontinu.
2. PMK kontinu : Pada PMK kontinu, kondisi bayi harus dalam keadaan
stabil dan bayi harus dapat bernapas secara alami tanpa bantuan oksigen.
Kemampuan untuk minum (seperti menghisap dan menelan) bukan
merupakan persyaratan utama, karena PMK sudah dapat dimulai meskipun
pemberian minumnya dengan menggunakan pipa lambung. Dengan
melakukan PMK, pemberian ASI dapat lebih mudah prosesnya sehingga
meningkatkan asupan ASI.

6. Lama dan Jangka Waktu Penerapan PMK

Jangka Waktu

Kontak kulit langsung sebaiknya dimulai secara bertahap,


perlahan-lahan dari perawatan konvensional ke PMK yang terus- menerus.
Kontak yang berlangsung kurang dari 60 menit sebaiknya dihindari,
karena pergantian yang sering akan membuat bayi menjadi stres. Lamanya
kontak kulit langsung ditingkatkan secara bertahap sampai kalau mungkin
dilakukan terus-menerus, siang dan malam, dan ditunda hanya untuk
mengganti popok, lebih-lebih bila tersedia alat-alat pengontrol suhu.

Ketika ibu harus meninggalkan bayinya, bayi tersebut dapat


dibungkus dengan baik dan ditempatkan di tempat yang hangat, jauh dari
hembusa nagin, diselimuti dengan selimut hangat atau jika tersedia
ditempatkan dalam alat penghangat. Selama perpisahan antara ibu dan
bayi, anggota keluarga (ayah atau suami, nenek dll) atau teman dekat dapat
juga menolong melakukan kontak kulit langsung ibu dengan bayi dalam
posisi kangguru.

Lama kontak kulit

Selama ibu dan bayi merasa nyaman, kontak kulit langsung ibu-
bayi dapat berlanjut selama mungkin, pertama di institusi, kemudian

68
dilanjutkan di rumah. Biasanya diteruskan hingga mencapai waktu tertentu
(sampai mencapai usia kehamilan sekitar 40 minggu atau berat badan 2500
g). Setelah itu biasanya bayi sudah menunjukkan tanda-tanda kurang
nyaman dalam kondisi kanguru. Bayi akan mulai menggeliat untuk
menunjukkan bahwa ia merasa tidak nyaman, menarik badannya keluar,
menangis dan menjadi rewel tiap kali si ibu mencoba melakukan kontak
kulit. Pada saat inilah secara berangsur-angsur bayi mulai dilepaskan dari
PMK. Tentu saja menyusui tetap berlanjut. Ibu dapat kembali melakukan
kontak kulit sesekali waktu misalnya setelah bayi mandi atau bila udara
dingin pada malam hari, atau ketika bayi memerlukan kehangatan.

PMK di rumah sangat penting diterapkan di musim dingin atau ketika


udara dingin dan PMK dapat dilaksanakan lebih lama.

Gambar 2.3 mengeluarkan bayi dari baju kanguru

69
Gambar 2.4 menyusui dalam PMK

70
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat bayi saat lahir kurang
dari 2500 gram yang merupakan hasil dari kelahiran prematur (sebelum 37
minggu usia kehamilan). Bayi dengan berat badan lahir rendah sangat erat
kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas, sehingga akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan kognitif serta penyakit kronis di kemudian
hari (WHO, 2004).
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2.500 gram saat lahir. Bayi BBLR sebagian besar
dikarenakan retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu. Bayi BBLR memiliki risiko empat kali lipat lebih
tinggi dari kematian neonatal dari pada bayi yang berat badan lahir 2.500-
3.499 gram (Muthayya, 2009). Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah
bayi yang berat badannya kurang dari 2500 gram, tanpa memperhatikan usia
gestasi. Bayi BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (kurang dari 37
minggu usia kehamilan) atau pada usia cukup bulan (intrauterine growth
retriction) (Wong, 2008).
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang
belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas.
Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan
(BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai
2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan
bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti
adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang
menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.

71
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin besar
perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis
lebih besar. Semua perawatan bayi harus dilakukan didalam incubator. Bayi
berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana suhu normal
tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolic yang minimal. Bayi berat
rendah yang dirawat dalam suatu tempat tidur terbuka, juga memerlukan
pengendalian lingkungan secara seksama. Suhu perawatan harus diatas 25 0 C,
bagi bayi yang berat sekitar 2000 gram, dan sampai 300 C untuk bayi dengan
berat kurang dari 2000 gram

Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu lingkungan


yang optimal, sehingga dapat memberikan suhu yang normal dan dapat
mempertahankan suhu tubuh. Pada umumnya terdapat dua macam inkubator
yaitu inkubator tertutup dan inkubator terbuka (Hidayat, 2005).

Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan salah satu alternatif cara


perawatan yang murah, mudah, dan aman untuk merawat bayi BBLR. Dengan
PMK, ibu dapat menghangatkan bayinya agar tidak kedinginan yang membuat
bayi BBLR mengalami bahaya dan dapat mengancam hidupnya, hal ini
dikarenakan pada bayi BBLR belum dapat mengatur suhu tubuhnya karena
sedikitnya lapisan lemak dibawah kulitnya.
PMK dapat memberikan kehangatan agar suhu tubuh pada bayi BBLR tetap
normal, hal ini dapat mencegah terjadinya hipotermi karena tubuh ibu dapat
memberikan kehangatan secara langsung kepada bayinya melalui kontak
antara kulit ibu dengan kulit bayi, ini juga dapat berfungsi sebagai pengganti
dari inkubator.

72
DAFTAR PUSTAKA

73

You might also like