You are on page 1of 40

BATUBARA

AGRYDYA MUNANDAR ALFAIZY


R1D115008

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 1


KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum Wr.Wb

Pertama-tama saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat, rahmat, dan hidayah-NYA serta keluasan ilmu-NYA sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Tugas yang berjudul “PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA


TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR” disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Teknologi Pemanfaatan BatuBara. Tugas ini telah saya susun dengan baik
dan seksama berdasarkan landasan teori dari seluruh referensi yang terkumpul
sehingga dari beberapa referensi tersebut saya pilih untuk dijadikan referensi
utama. Tidak pula dipungkiri bahwa bantuan dari banyak pihak yang dengan
sukarela membantu saya sehingga mempermudah proses penyusunan tugas ini.

saya sebagai penyusun menyadari akan adanya beberapa kekurangan


dalam susunan tugas saya, sehingga saran dan masukan dari pembaca saya
harapkan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam susunan tugas ini.

Besar harapan saya bahwa makalah ini bisa bermanfaat bagi siapapun
yang membacanya, serta dapat menjadi sumber kontribusi penambahan
pengetahuan bagi para pembaca.

Kendari, 18 April 2018

Penyusun

AGRYDYA MUNANDAR ALFAIZY

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 2


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A. Pengertian Batubara................................................................................. 3
B. Sejarah Batubara Di Indonesia................................................................. 3
C. Undang-Undang Yang Mengatur Tentang Batubara............................... 7
D. Kebijakan Perpajakan Pada PKP2B........................................................ 11
E. Industri Pertambangan Batubara Indonesia......................................... 13
BAB II GENESA DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA

A. Genesa Batubara..................................................................................... 16
B. Lingkungan Pengendapan Batubara....................................................... 18
C. Komposisi Kimia Batubara.................................................................... 20
D. Keterdapatan BatuBara di Tawanga Tua................................................ 21
BAB III METODE PEMANFAATAN BATUBARA

A. Pengolahan Batubara.............................................................................. 28
B. Klasifikasi Batubara........................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 3


BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian Batubara

Batubara adalah batuan sediment ( padatan ) yang dapat terbakar, berasal


dari tumbuhan, yang pada kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan
dan penghancuran yang sempurna karena aktivitas bakteri anaerob, berwarna
coklat sampai hitam yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia,
yang mana mengakibatkan pengayaan kandungan karbon. Batu bara juga adalah
batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang
dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula
empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

B. Sejarah Batubara Di Indonesia


Batubara adalah penghasil listrik hampir setengah dari listrik dunia. Di
Indonesia, batubara saat ini menjadi komoditi idola dari dunia pertambangan.
Walaupun jumlah batubara di Indonesia hanya sekitar 1% dari jumlah batubara di
dunia, namun saat ini Indonesia adalah pengekspor batubara terbesar di dunia.
Karakteristik batubara indonesia yang berkualitas bituminus - sub bituminus,
sangat cocok untuk bahan bakar PLTU. Oleh karena itu batubara indonesia
banyak diminati juga oleh negara lain. Di samping itu posisi Indonesia sebagai
negara kepulauan cukup strategis untuk pengiriman batubara ke negara lain
melalui transportasi laut. Namun, apakah kita sudah mengetahui bagaimana
sejarah perkembangan pertambangan batubara di Indonesia? mari kita simak
penjelasan berikut.

Pertambangan batubara yang pertama di Indonesia dimulai pada tahun


1849 di Pengaron, Kalimantan Timur oleh NV Oost Borneo Maatschappij. Pada
tahun1888 suatu perusahaan swasta memulai kegiatan pertambangannya di
Pelarang,kira-kira 10 km di tenggara Samarinda. Kemudian disusul oleh
beberapa perusahaan perusahaan kecil lainnya.
Di Sumatera, usaha pertambangan batubara pertama secara besar-besaran
dilakukan mulai tahun 1880 di lapangan sungai Durian, sumatera barat. Usaha ini
mengalami kegagalan dikarenakan kesulitan pengangkutan. Setelah dilakukan
penyelidikkan secara seksama antara tahun 1868 hingga 1873 maka ditemukanlah
lapangan Batubara di sungai durian sehingga dibukalah pertambangan Batubara
Ombilin di Sawahlunto, sumatera barat.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 4


Pada waktu bersamaan selesai pula dibangun jalan kereta api antara Teluk
Bayur— Sawahlunto yang memiliki panjang 155 km dan dikerjakan sejak tahun
1888. Di Sumatera Selatan, dilakukan penyelidikan antara 1915-1918 yang
menghasilkan di bukanya pertambangan batubara Bukit Asam pada tahun
1919.Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1968.

ketiga pertambangan batubara yang masih aktif berproduksi yaitu tambang


batubaraOmbilin di Sumatera Barat, tambang batubara Bukit Asam di Sumatera
Selatandan tambang batubara Mahakam di Kalimantan Timur disatukan ke dalam
PN Tambang Batubara dan masing-masing tambang tersebut menjadi unit
produksi.Pada tahun 1970, unit produksi Mahakam ditutup berdasarkan
pertimbanganekonomi. Kegiatan pertambangan tidak mungkin dilanjutkan karena
selain biayausaha yang semakin tinggi juga harapan pemasarannya semakin
suram. Semua haltersebut diakibatkan beralihnya ke penggunaan mesin diesel di
seluruh bidang pengangkutan (kereta api dan kapal) dan pembangkit tenaga listrik
diesel (PLTD).

Sejak itulah yang berproduksi hanya dua unit saja, yaitu produksi
Ombilin dan produksi Bukit Asam.Sejak tahun 1973 terjadi perubahan dalam
dunia perbatubaraan. Akibat krisisenergi yang dimulai oleh embargo minyak oleh
sejumlah negara-negara Arabdalam Perang Timur Tengah, perhatian dunia
kemudian beralih ke bahan bakar batubara. Sejalan dengan itu, unit produksi
Bukit Asam diubah statusnya menjadiPT Tambang Batubara Bukit Asam
(persero). Ini didasarkan kepada PeraturanPemerintah Nomor 24 Tahun 1980 dan
sejak tahun 1981 terpisah dari PNTambang Batubara. Sejak itu pula PN Tambang
Batubara hanya memiliki satuunit produksi saja yaitu tambang batubara Ombilin
di Sumatera Barat.Berdasarkan Surat Putusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 49 Tahun 1981,PN Tambang Batubara mengadakan kerjasama dengan
sejumlah perusahaanswasta asing yang bertujuannya untuk mengembangkan
potensi batubaraIndonesia. Kerjasama usaha tersebut dimulai dengan
mengusahakan cadangan batubara yang terdapat di daerah Kalimantan Timur dan
Kalimantan Selatan.Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1990
tanggal 30 Oktober1990, PN Tambang Batubara dibubarkan dan dilebur ke dalam
Tambang Batubara

Bukit Asam (PTBA) agar lebih efisien dengan satu Badan Usaha Milik
Negara(BUMN) yang mengelola pertambangan batubara serta para kontraktornya.
Dari para kontraktor tersebut, pemerintah melalui PTBA memperoleh bagian hasil
batubara dalam bentuk natura sebesar 13,5 % dari hasil produksi batubara. Padata
hun 1993, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden tersebutditandatangani

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 5


19 kontrak kerjasama yang keseluruhan kontraktor swastanasional. Dengan
demikian, maka PTBA memiliki lebih dari 30 kontraktor perusahaan
pertambangan Batubara yang tersebar di daerah Kalimantan dan Sumatera.
Kemudian pemerintah pada tahun 1996 mengeluarkan KeputusanPresiden Nomor
21 tahun 1993 yang menyatakan bahwa bentuk kontrakkerjasama diganti menjadi
kontrak karya. Untuk bagian hasil produksi batubarayang disetorkan kepada
pemerintah diganti dalam bentuk tunai dan dengandemikian hak dan kewajiban
PTBA atas pengelolaan kontraktor dialihkan kepada pemerintah.

Sejarah pertambangan batubara secara modern diawali dengan penemuan


cebakan batubara di Ombilin tahun 1856, yang dilanjutkan dengan pekerjaan
persiapan selama lebih kurang 36 tahun sebelum produksi pertama tahun 1892.
Pekerjaan persiapan tersebut termasuk membangun rel kereta api dari kota Padang
ke Sawahlunto – yang selanjutnya berperan penting dalam pembangunan Sumatra
Barat.

Jalan masuk tambang Ombilin pada tahun 1971

Selain di Ombilin, pertambangan batubara juga dibuka di Tanjung Enim


(Sumatra Selatan), tepi sungai Mahakam (Kalimantan Timur), Pulau Laut
(Kalimantan Selatan). Empat phase penting dari perkembangan pertambangan
batubara Indonesia:

1. Sebelum tahun 1941

 Awal dibukanya tambang-tambang batubara modern:

 Ombilin – tambang bawah tanah


 Tanjung Enim – tambang terbuka
 Tepi sungai Mahakam – tambang bawah tanah

 Pemakai batubara: transportasi (kereta api), pabrik semen, industri


manufaktur dan industri kecil – terutama di sekitar tambang batubara.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 6


 Pabrik Semen Padang dibangun tahun 1910 menggunakan batubara dari
Ombilin.
 Produksi meningkat hingga mencapai sekitar 2 juta ton/tahun.

2. Antara 1941 sampai tahun 1974

 Pendudukan Jepang mengambil alih tambangtambang yang ada dan


dimanfaatkan untuk keperluan perang.
 Setelah kemerdekaan dan nasionalisasi pada pertengahan tahun 50-an,
produksi menurun karena pemakai batubara mulai berkurang dan
kekurangan tenaga ahli, walaupun ada bantuan teknik dari Polandia pd
awal tahun 60-an.
 Batubara mulai ditinggalkan, diganti oleh minyak .
 Tingkat produksi mencapai titik terrendah pada tahun 1969 (sekitar 200
ribu ton/tahun).
 Awal tahun 70-an krisis minyak membuat perhatian kembali ke batubara.

3. Antara 1974 sampai tahun 1991

 Kontrak karya pertama dengan Shell Mijnbouw – di Sumatera Selatan,


sekitar Tanjung Enim pada tahun 1974 – berakhir tahun 1978 tanpa
kelanjutan.
 Awal 80-an proyek terpadu pengembangan tambang Bukit Asam, jalur
kereta api dari Tanjung Enim ke Tarahan (Lampung) dan PLTU Suralaya.
 PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) terpisah dari PN Tambang
Batubara.
 PN Tambang Batubara menandatangani kontrak kerjasama (KKS) dengan
perusahaan asing untuk pengembangan pertambangan batubara di berbagai
tempat di Kalimantan dan Sumatra.
 Tahun 1990 – PN Tambang Batubara dibubarkan dan dilebur ke PTBA
 Tahun 1990 beberapa tambang KKS telah memasuki tahap operasi
produksi

4. Sejak 1991

 Produksi batubara Indonesia terus meningkat secara signifikan – terutama


dari tambangtambang milik PTBA dan KKS.
 Tahun 1995 PTBA tidak lagi sebagai prinsipal KKS – diambil alih oleh
pemerintah – menjadi PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara).
 Sampai saat ini sudah 3 generasi PKP2B

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 7


 Kebutuhan domestik meningkat dengan dibangunnya PLTU-PLTU baru.

Ekspor juga meningkat dengan pesat sejalan dengan berkembangnya


negara-negara industri baru di Asia Timur

C. Undang-Undang Yang Mengatur Tentang Batubara

Di Indonesia hukum pertambangan yang mengatur kegiatan pengolahan


pertambangan telah ada dari zaman penjajahan Hindia Belanda hingga era
kemerdekaan. Dibawah ini akan diuraikan secara singkat pemberlakukan dan
perubahan atau penggantian produk peraturan perundang-undangan dari zaman
Hindia Belanda hingga Era kemerdekaan baik Orde lama, Orde Baru dan Orde
Reformasi. Apa-apa saja peraturan-peraturan yang masih berlaku? berikut
daftarnya.

a. Undang-Undang

 UUD 1945;
 UU Gangguan (Hinderordonnantie) 1926;
 UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing;
 UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan;
 UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
 UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
 UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara;
 UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah;
 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;

b. Peraturan pemerintah

 PP Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11


Tahun 1967;

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 8


 PP Nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja Dibidang Pertambangan;
 PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup;
 PP Nomor 13 Tahun 2000 tentang Perubahan atas PP Nomor 58
Tahun 1998 tentang Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak
Yang Berlaku Pada Departemen Pertambangan Dan Energi di
Bidang Pertambangan Umum;
 PP Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor
32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967;
 PP Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan
Kawasan Hutan;
 PP Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Energi Dan
Sumber Daya Mineral;
 PP Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan
Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar
Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan;
 PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah,
Pembayaran Dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Terutang;
 PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan
Dan Fungsi Kawasan Hutan;
 PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral Dan Batubara;
 PP Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
 PP Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan Dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Dan
Batubara;
 PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Dan PascaTambang;
 PP Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 23
Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral Dan Batubara;
 PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
 PP Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 24
Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan;

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 9


c. Peraturan presiden
 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal;

d. Peraturan menteri
 PERMEN ESDM Nomor 47 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pembuatan Dan Pemanfaatan Briket Batubara Dan Bahan Bakar
Padat Berbasis Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Penerapan Kompetensi Profesi Bidang Pertambangan Mineral Dan
Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi Dan
Penutupan Tambang;
 PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Perubahan Penanaman Modal Dalam Rangka Pelaksanaan Kontrak
Karya Dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Usaha Jasa Pertambangan Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pelimpahan
Sebagian Urusan Pemerintahan Di Bidang Energi Dan Sumber Daya
Mineral Kepada Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam
Rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2010;
 PERMEN ESDM Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan
Pemasokan Kebutuhan Mineral Dan Batubara Untuk Kepentingan
Dalam Negeri;
 PERMEN ESDM Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pendelegasian
Wewenang Pemberian Izin Usaha Di Bidang Energi Dan Sumber
Daya Mineral Dalam Rangka Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di
BIdang Penanaman Modal Kepada Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal;
 PERMEN ESDM Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penetapan Dan Harga Patokan Penjualan Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan Dan Sistem Informasi
Wilayah Pertambangan Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai
Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian
Mineral;

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 10


 PERMEN ESDM Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas
PERMEN ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai
Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian
Mineral;
 PERMEN ESDM Nomor 24 Tahun 2012 tentang PERMEN ESDM
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa
Pertambangan Mineral Dan Batubara;

e. Peraturan menteri terkait


 PERMEN Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib
Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
 PERMEN Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;
 PERMEN Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 tentang
Perubahan Atas PERMEN Perdagangan Nomor 36/M-
DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha
Perdagangan;
 PERMEN Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penetapan Izin Gangguan Di Daerah;
 PERMEN Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
 PERMEN Keuangan Nomor 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan
Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar;

f. Lain-lain
 Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan
Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
 Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2000 tentang Penanggulangan
Masalah Pertambangan Tanpa Izin;
 Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin, Penyalahgunaan Bahan
Bakar Minyal Serta Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan
Pencurian Aliran Listrik;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1086 K/40/MEM/2003 tentang
Standardisasi Kompetensi Tenaga Teknik Khusu Bidang Geologi
dan Pertambangan;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1603 K/40/MEM/2003 tentang
Pedoman Pencadangan Wilayah Pertambangan;

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 11


 Keputusan Menteri ESDM Nomor 0057 K/40/MEM/2004 tentang
Perubahan Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor
680

D. Kebijakan Perpajakan Pada PKP2B

Ketentuan perpajakan pada PKP2B generasi 1, 2 dan 3 memiliki prinsip


yang berbeda-
beda. Pada PKP2B generasi 1 dan generasi 3 berlaku ketentuan seperti perjanjian
yang telah dibuat sebelumnya (nailed down) sedangakan generasi 2 berlaku
ketentuan perpajakan sesuai rinsip prevailing law yaitu sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh Kontraktor
Generasi 1 adalah PPh badan, dividen, bunga dan royalti, IjinPembangunan
Daerah (IPEDA), PPn, Bea Meterai, cukai tembakau dan minuman keras. Jika
kontraktor Generasi 1 membayar pajak selain yang tercantum padaPKP2B, maka
pihak kontraktor dapat meminta penggantian (reimbursement)kepada pemerintah.
Ketentuan PKP2B generasi 1 dibuat sebelum tahun 1984 sehingga berlaku
ketentuan PPs.

Pada PKP2B Generasi 2 berlaku peraturan perpajakan dan Perubahannya


(prevailing law). Dalam hal ini peraturan perpajakan yang berlaku bagi
kontraktorgenerasi 2 adalah sesuai dengan UU yang berlaku pada saat itu. Jika
terdapat perubahan ketentuan dalam UU maka kontraktor generasi 2 harus
mengikuti atau menyesuaikan dengan UU yang berlaku pada saat itu. Perjanjian
PKP2B generasi2 dibuat setelah tahun 1983.

Ketentuan perpajakan berbeda pada PKP2B generasi 3 adalah pada saat


dibuatnya kontrak PKP2B tersebut (nailed down). Oleh karena itu, generasi 3
memberlakukan UU sesuai dengan UU saat perjanjian dibuat.

1. Kontrak Kerjasama Batubara (1981-1993)

Pada 1981, pemerintah mengundang pihak swasta, terutama investor


asing,untuk mengembangkan cadangan (deposit) batubara. Pada tahun yang sama
Keppres No. 49 tahun 1981 diterbitkan untuk menempatkan prinsip kerja sama
batubara termasuk Perusahaan Negara Tambang Batubara (PNBT).
Ini berbedadengan perusahaan swasta nasional yang diijinkan sejak 1972 untuk
menambangcadangan batubara yang lebih kecil berdasarkan Kuasa Pertambangan.
Pihakswasta dapat melakukan pertambangan cadangan batubara yang
dicadangkanuntuk negara yang mengandung 14 blok di Sumatera, kalimantan dan

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 12


Irian jaya dengan menjadi partner perusahaan negara Batubara yang dimiliki
negara yang disebut kontraktor Batubara. Perusahaan negara tambang batubara
adalah pemegang kuasa pertambangan dan kontraktor yang mengambil alih
kegiatan pertambangan untuk perusahaan yang berdasarkan sisten kontrak (yang
disebut kontrak kerjasama Batubara). Diantara 11 kontraktor pada Generasi ini, 10
perusahaan sudah ada pada tahapoperasi (1 pada tahap konstruksi) yang membuat
kelompok kontributor utama(70%) untuk produksi batubara nasional di negara.
Tahun 1986 KontrakKerjasama Batubara sementara ditutup untuk investasi asing
supaya memberikesempatan untuk perusahaan domestik untuk berpartisipasi
dalammengembangkan pertambangan batubara.
2. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)Generasi
2 (1993-1996)

Tahap pengembangan berikutnya dalam kerangka hukum dibuat pada


1993dengan penerbitan Keputusan Presiden Nomor 21/1993. Melalui Keppres
inimembuat jalan masuk untuk kontraktor swasta yang telah ditutup pada tahun
1986mengikuti gagalnya harga minyak dunia yang secara resmi dibuka
kembali.Keputusan ini terbatas untuk PKP2B investor domestik sektor swasta. 19
PKP2Bdengan PTBA digunakan dan ditandatangani dan disetujui melalui
KeputusanPresiden No. 21 tahun 1993. Salah satu dari 19 PKP2B ditarik dimana
proyeknya belum mencapai tahap produksi. Perjanjian termasuk menurut Keppres
No. 21 Tahun 1993 membuat perubahan yang signifikan dalam penyusunannya,
termasuk :

a. PTBA sebagai pemegang Kuasa Pertambangan bertanggungjawabterhadap


manajemen operasional kontraktor
b. Hak atas semua mesin dan peralatan yang dibeli oleh kontraktor
sekarangdipegang oleh kontraktor.
c. Kontraktor diwajibkan untuk mengikuti hukum dan peraturan
perpajakanyang berlaku.

3. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)Generasi


Tiga (1996-sekarang)

Seperti disebutkan sebelumnya, pemerintah menerbitkan kebijakan baru


pada kontrak Batubara melalui Keppres No. 75/1996 dan diikuti KMK
No.680.K/29/MPE/1997. Pemerintah mengubah perjanjian investasi batubara
dariKontrak Kerjasama Batubara menjadi Perjanjian Karya
PengusahaanPertambangan Batubara untuk PMA dan PMDN, dimana
pemerintah.Direktorat Jenderal Pertambangan yang mengambil alih tugas

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 13


mengatur rencana penanaman modal Batubara dari PTBA.
Pemerintah meningkatkan kebijakansupaya mendorong penanaman modal pada
tambang batubara lebih banyakmelalui deregulasi, mengurangi birokrasi,
kesederhanaan sebaik mungkinmeningkatkan perjanjian penanaman modal.

E. Industri Pertambangan Batubara Indonesia

Dunia saat ini mengkonsumsi batu bara sebanyaklebih dari 4050 Jt. Batu
bara digunakan diberbagai sektor termasuk pembangkit listrik, produksi besidan
baja, pabrik semen dan sebagai bahan bakar cair.Batu bara kebanyakan digunakan
untuk alatpembangkit listrik – batu bara ketel uap atau lignit –atau produksi besi
dan baja – batu bara kokas.
a. Produksi Batu Bara
Produksi batu bara saat ini berjumlah lebih dari 4030Jt – suatu kenaikan
sebesar 38% selama 20 tahunterakhir. Pertumbuhan produksi batu bara
yangtercepat terjadi di Asia, sementara produksi batubara di Eropa menunjukkan
penurunan.Negara penghasil batu bara terbesar tidak hanya terbatas pada satu
daerah lima negara penghasilbatu bara terbesar adalah Cina, AS, India,
Australiadan Afrika Selatan. Sebagian besar dari produksibatu bara dunia
digunakan di negara tempat batubara tersebut di produksi, hanya sekitar 18%
dariproduksi antrasit yang ditujukan untuk pasar batubara internasional.Produksi
batu bara dunia diharapkan mencapai 7 milyar ton pada tahun 2030 dengan
Cinamemproduksi sekitar setengah dari kenaikan ituselama jangka waktu
tersebut. Produksi batu baraketel uap diproyeksikan akan mencapai sekitar
5,2milyar ton; batu bara kokas 624 juta ton; dan batubara muda 1,2 milyar ton.

Batu bara memainkan peran yang penting dalammembangkitkan tenaga


listrik dan peran tersebutterus berlangsung. Saat ini batu bara menjadi bahanbakar
pembangkit listrik dunia sekitar 39% danproporsi ini diharapkan untuk tetap
berada padatingkat demikian selama 30 tahun ke depan.Konsumsi batu bara ketel
uap diproyeksikan untuktumbuh sebesar 1,5% per tahun dalam jangka
waktu2002-2030. Batubara muda , yang juga dipakai untukmembangkitkan tenaga
listrik, akan tumbuh sebesar1% per tahun. Kebutuhan batu bara kokas
dalamindustri besi dan baja diperkirakan akan mengalamikenaikan sebesar 0,9%
per tahun selama jangka waktu tersebut.Pasar batu bara yang terbesar adalah Asia,
yang saatini mengkonsumsi 54% dari konsumsi batu bara dunia walaupun Cina
akan memasok batu baradalam proporsi yang besar. Banyak negara yang
tidakmemiliki sumber daya energi alami yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
energi mereka dan oleh karenaitu mereka harus mengimpor energi untuk
memenuhikebutuhan mereka. Contohnya Jepang, Cina Taipeidan Korea,

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 14


mengimpor batu bara ketel uap untukmembangkitkan listrik dan batu bara kokas
untukproduksi baja dalam jumlah yang besar.Bukan hanya kekurangan pasokan
batu barasetempat yang membuat negara-negara mengimporbatu bara, tapi demi
untuk memperoleh batu baradengan jenis tertentu. Contohnya penghasil batubara
terbesar seperti Cina, AS dan India, jugamengimpor batu bara karena alas an mutu
danlogistik.Batu bara akan terus memainkan peran pentingdalam campuran energi
dunia, dengan kebutuhandi wilayah tertentu yang diperkirakan akan tumbuh
dengan cepat.

Pertumbuhan pasar batu bara ketel;uap dan batu bara kokas akan sangat
kuat di negara-negara berkembang di Asia, dimanakebutuhan akan listrik dan
akan baja dalam konstruksi, produksi mobil dan kebutuhan akanperalatan rumah
tangga akan meningkat sejalandengan bertambahnya penghasilan.

b. Perdagangan Batu Bara


Batu bara diperdagangkan di seluruh dunia, dimanabatu bara diangkut
dengan menggunakan kapal untukpasar-pasar dengan jarak yang jauh.Selama
lebih dari 20 tahun, perdagangan batu baraketel uap melalui jalur laut mengalami
kenaikan ratarata sebesar 8% setiap tahunnya, sementaraperdagangan batu bara
kokas melalui jalur lautmengalami kenaikan sebesar2% per tahun. Di tahun2003,
keseluruhan perdagangan batu barainternasional mencapai 718 Jt; sementara hal
inimerupakan jumlah batu bara yang besar namunjumlah tersebut hanyalah 18%
dari jumlahkeseluruhan dari batu bara yang dikonsumsi.Biaya pengangkutan
memberikan bagian yang besardari harga penyerahan batu bara keseluruhan,
olehkarena itu perdagangan internasional batu bara keteluap secara efektif dibagi
menjadi dua pasar regionalAtlantik dan Pasifik. Pasar Atlantik ditujukan
untuknegara-negara pengekspor batu bara di Eropa Barat,terutama Inggris, Jerman
dan Spanyol. Pasar Pasifik Pengimpor di Asia dan negara-negara di ASIA yang
tergabung dalam OECD, terutama Jepang, Korea dan Cina Taipei. Pasar Pasifik
saat ini mencakup sekitar 60% perdagangan batu bara ketel uap dunia. Pasarbatu
bara cenderung untuk tumpang tindih pada saat harga batu bara tinggi sementara
pasokan menumpuk. Afrika Selatan merupakan titik antara alami dari kedua pasar
tersebut.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 15


Australia adalah pengekspor batu bara terbesar didunia; mengekspor lebih
dari 207 Jt antrasit di tahun2003, dari jumlah total produksinya sebesar 274 Jt.
Batu bara adalah salah satu dari komiditas eksporAustralia yang paling bernilai.
Walaupun hampir tigaperempat ekspor batu bara Australia di lempar kepasar
Asia, batu bara Australia digunakan di seluruhdunia, termasuk Eropa, Amerika
dan Afrika.Perdagangan internasional batu bara kokasterbatas. Australia juga
merupakan pemasok batubara kokas terbesar, dengan jumlah ekspor duniasebesar
51%. AS dan Kanada merupakanpengekspor yang penting dan Cina mulai
menjadi pemasok penting. Harga batu bara kokas lebihtinggi daripada batu bara
ketel uap, yang berartiAustralia mampu untuk memperoleh tarif francoyang tinggi
dalam mengekpor batu bara kokas ke seluruh dunia.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 16


BAB II
GENESA DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA
A. Genesa Batubara

Materi Pembentuk Batubara

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis


tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah
sebagai berikut:
1. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.
Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama
pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara.
Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan
tumbuh di iklim hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal
pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.
5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan
modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga,
kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang
dapat terawetkan.

Faktor-Faktor Dalam Pembentukan Batubara

Faktor-Faktor dalam pembentukan batubara sangat berpengaruh terhadap


bentuk maupun kualitas dari lapisan batubara. Beberapa faktor yang berpengaruh
dalam pembentukan batubara adalah :

1. Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta
tahun yang lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan
zona fisiografi dengan iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri
amat sangat berpengaruh terhadap tipe dari batubara yang terbentuk.
2. Prosesdekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material dasar
pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 17


yang terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika maupun
kimia.
3. Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan
berapa lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi.
Untuk material yang diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang,
maka proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan
menghasilkan batubara dengan kandungan karbon yang tinggi.
4. Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu
lapisan batubara dari :
a. Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan lapisan
batubara yang terbentuk.
b. Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil,
lipatan, atau patahan.
c. Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade dari
lapisan batubara yang dihasilkan.
5. Lingkungan pengendapan, yakni lingkungan pada saat proses sedimentasi
dari material dasar menjadi material sedimen. Lingkungan pengendapan
ini sendiri dapat ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut:
a. Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar
diendapkan. Strukturnya cekungan batubara ini sangat berpengaruh
pada kondisi dan posisi geotektonik.
b. Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat
cekungan pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi
cekungan pada saat pengendapan sangat penting karena menentukan
penyebaran rawa-rawa di mana batubara terbentuk. Topografi dan
morfologi dapat dipengaruhi oleh proses geotektonik.
c. Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
pembentukan batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora
atau tumbuhan sebelum proses pengendapan. Iklim biasanya
dipengaruhi oleh kondisi topografi setempat.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 18


B. Lingkungan Pengendapan Batubara

1. Interpretasi Lingkungan Pengendapan dari Litotipe dan Viikrolitotipe

Tosch (1960) dalam Bustin dkk. (1983), Teichmuller and Teichmuller


(1968) dalam Murchissen (1968) berpendapat bahwa litotipe dan mikrolitotipe
batubara berhubungan erat dengan lingkungan pengendapannya.
a. Lingkungan pengendapan dari masing-masing litotipe adalah sebagi
berikut :

 Vitrain dan Clarain, diendapkan di daerah pasang surut dimana terjadi


perubahan muka air laut.
 Fusain, diendapkan pada lingkungan dengan kecepatan pengendapan
rendah, yaitu lingkungan air dangkal yang dekat dengan daratan.
 Durain, diendapkan dalam lingkungan yang lebih dalam lagi,
diperkirakan lingkungan laut dangkal.
b. Sedangkan interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan mikrolitotipe
adalah sebagai berikut :

 Vitrit, berasal dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang


menunjukkan lingkungan rawa berhutan.
 Clarit, berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan
diperkirakan terbentuk pada lingkungan rawa.
 Durit, kaya akan jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan
terbentuk pada lingkungan laut dangkal.
 Trimaserit, yang kaya akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa,
sedangkan yang kaya akan liptinit terbentuk di lingkungan laut
dangkal clan yang kaya akan inertinit terbentuk dekat daratan.

2. Lingkungan Pengendapan Batubara

Pembentukan batubara terjadi pada kondisi reduksi di daerah rawa-rawa


lebih dari 90% batubara di dunia terbentuk pada lingkungan paralik. Daerah
seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, laguna, delta, dan fluviatil. Di dataran
pantai, pengendapan batubara terjadi pada rawa-rawa di lelakang pematang pasir
pantai yang berasosiasi dengan sistem laguna ke arah darat. Di daerah ini tidak
berhubungan dengan laut terbuka sehingga efek oksidasi au laut tidak ada
sehingga menunjang pada pembentukan batubara di daerah rawa-rawa pantai.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 19


Pada lingkungan delta, batubara terbentuk di backswamp clan delta plain.
Sedangkan di delta front dan prodelta tidak terbentuk batubara disebabkan oleh
adanya pengaruh air laut yang besar clan berada di bawah permulcaan air laut.
Pada lingkungan fluviatil terjadi pada rawa-rawa dataran banjir atau ,th.-alplain
dan belakang tanggul alam atau natural levee dari sistem sungai yang are-ander.
Umumnya batubara di lingkungan ini berbentuk lensa-lensa karena membaii ke
segala arah mengikuti bentuk cekungan limpahnya.
a. Endapan Batubara Paralik
Lingkungan paralik terbagi ke dalam 3 sub lingkungan, yakni endapan
lmuhara belakang pematang (back barrier), endapan batubara delta, endapan
Dwubara antar delta dan dataran pantai (Bustin, Cameron, Grieve, dan Kalkreuth,
Ketiganya mempunyai bentuk lapisan tersendiri, akan tetapi pada , wnumnya
tipis-tipis, tidak menerus secara lateral, mengandung kadar sulfur, abu dar.
nitrogen yang tinggi.
b. Endapan Batubara Belakang Pematang (back barrier)
Batubara belakang pematang terakumulasi ke arah darat dari pulau-pulau
pcmatang (barrier island) yang telah ada sebelumnya dan terbentuk sebagai ai.:hat
dari pengisian laguna. Kemudian terjadi proses pendangkalan cekungan antar
pulau-pulau bar sehingga material yang diendapkan pada umumnya tergolong ke
dalam klastika halus seperti batulempung sisipan batupasir dan batugamping.
Selanjutnya terbentuk rawa-rawa air asin dan pada keadaan ini cn.iapan sedimen
dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga moluska dapat berkembang
dengan baik sebab terjadi pelemparan oleh ombak dari laut terbuka le laguna yang
membawa materi organik sebagai makanan yang baik bagi penghuni laguna.
Sedangkan endapan sedimen yang berkembang pada umumnya tcrdiri dari
perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara dan batugamping.
Struktur sedimen yang berkembang ialah lapisan bersusun, silang siur dan
laminasi halus. Endapan batubara terbentuk akibat dari meluasnya permukaan
rawa dari pulau-pulau gambut (marsh) yang ditumbuhi oleh tumbuhan air tawar.
c. Endapan Batubara Delta
Berdasarkan bentuk dataran deltanya, batubara daerah ini terbentuk pada
beberapa sub lingkungan yakni delta yang dipengaruhi sungai, gelombang pasang
surut. dataran delta bawah dan atas, dan dataran aluvium. Kecepatan pengendapan
sangat berpengaruh pada penyebaran dan ketebalan endapan batubara. Batubara
daerah ini tidak menerus secara lateral akibat dari perubahan fasies yang relatif
pendek dan cepat yang disebabkan oleh kemiringan yang tajam sehingga
ketebalan dan kualitasnya bervariasi. Pada umumnya batubara tersebut berasal
dari alang-alang dan tumbuhan paku.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 20


d. Endapan Batubara Antar Delta dan Dataran Pantai
Batubara daerah ini terbentuk pada daerah rawa yang berkembang di :jerah
pantai yang tenang dengan water table tinggi dan pengaruh endapan liaaik sangat
kecil. Daerah rawa pantai biasanya banyak ditumbuhi oleh :umbuhan air tawar
dan air payau. Batubara ini pada umumnya tipis-tipis dan secara lateral tidak lebih
dari 1 km. Batubara lingkungan ini kaya akan abu, sulfur, nitrogen, dan
mengandung fosil laut. Di daerah tropis biasanya terbentuk dari bakau dan kaya
sulfur. Kandungan sulfur tinggi akibat oleh naiknya ion sulfat dari air laut dan
oleh salinitas bakteri anaerobik.

3. Tempat Pembentukan Batu Bara

Terdapat dua teori yang menjelaskan tentang tempat dalam proses


pembentukan batu bara, yaitu :
a. Teori insitu
Proses pembentukan batu bara terjadi di tempat asal tumbuhan tersebut
berada. Tumbuhan yang telah mati akan langsung tertimbun lapisan sedimen dan
kemudian mengalami proses pembatubaraan tanpa mengalami proses perpindahan
tempat. Batubara yang dihasilkan dari proses ini memiliki kualitas yang baik.
Penyebaran batubara jenis ini sifatnya merata dan luas, bisa dijumpai di wilayah
Muara Enim, Sumatera Selatan
b. Teori drift
Berdasarkan teori ini, batubara terbentuk bukan di tempat asal tumbuhan
itu berada. Tumbuhan yang telah mati akan terangkut air hingga terkumpul di
suatu tempat dan mengalami proses sedimentasi dan pembatubaraan. Kualitas
batubara yang dihasilkan dari proses ini tergolong kurang baik karena tercampur
material pengotor pada saat proses pengangkutan. Penyebaran batubara ini tidak
begitu luas, namun dapat dijumpai di beberapa tempat seperti di lapangan
batubara delta Mahakam Purba, Kalimantan Timur.

C. Komposisi Kimia Batubara

Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam


dengan komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis
material yang membentuk batubara, yaitu :
a. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri
dari :
 karbon padat (fixed carbon)

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 21


 senyawa hidrokarbon
 senyawa sulfur
 senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah
kecil.

b. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terediri
dari aenvawa anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO,
MgO, Na2 O, K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang
kecil) yang akan membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non
combustible material ini umumnya diingini karena akan mengurangi
nilai bakarnya. Pada proses pembentukan batubara/coalification,
dengan bantuan faktor ti:ika dan kimia alam, selulosa yang berasal dari
tanaman akan mengalami pcruhahan menjadi lignit, subbituminus,
bituminus, atau antrasit. Proses transformasi ini dapat digambarkan
dengan persamaan reaksi sebagai berikut.

5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO


Selulosa lignit + gas metan

6(C6H10O5) C22H20O3 + 5CH4 + 1OH2O + 8CO2 + CO


Cellulose bituminous + gas metan

D. Keterdapatan BatuBara di Tawanga Tua

Desa Tawanga terletak di Provinsi Timur Kolaka Sulawesi Tenggara.


Berdasarkan pertimbangan geologi, ada tiga satuan batuan di Tawanga [1-2]
seperti unit sekis yang terdiri dari mika dan sekis clorite, unit batubara, dan unit
aluvial. unit distribusi sekis berlangsung untuk 89,80% dari seluruh daerah
penelitian, menempatkan di bagian timur dan barat dan dipisahkan oleh satuan
alluvial (Qal). Distribusi batubara di unit batubara menempatkan wilayah sungai
yang lebar sekitar 1,03% dari seluruh wilayah dan yang ketebalan batubara sekitar
22 m berdasarkan pengukuran bagian geologi AB. Sementara unit distribusi
aluvial adalah sekitar 10,20% dan terletak di bagian Tengah.

Umumnya, formasi batuan di daerah ini diatur jenis severals rock seperti
pembentukan Mekongga, pembentukan Tokala, pembentukan Meluhu, ultrabasa
batuan beku, Pompangeo kompleks, pembentukan Langkawa, pembentukan
Boepinang dan alluvial. Berdasarkan studi tentang sejarah geologi, wilayah ini
dimulai pada usia Permo-karbon pra. Mereka mendirikan batuan sedimen dan
batu kapur di mana menetap di bagian dalam laut neritik. Setelah itu batu yang
diperoleh elevasi dan ditransformasikan ke Mekongga metamorohic dan batu
marmer Palezoikum. Dalam Permo-Trias usia, granit menyusup batuan metamorf.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 22


Meluhu dan pembentukan Tokala diendapkan tidak konsisten pada batuan
metamorf di Trias tengah sampai akhir zaman Trias.

Gambar 2.4 Peta Geologi Daerah Tawanga

Tawanga ada di Semenanjung Tenggara Sulawesi sehingga struktur


geologi yang mirip dengan struktur geologi Sulawesi Semenanjung Tenggara
yang didominasi oleh f Northwest - Tenggara melayang kesalahan. Sebuah
fragmen benua di Semenanjung Tenggara Sulawesi dinobatkan sebagai fragmen
benua Sulawesi Tenggara. Ia pergi bersama Northwest- Tenggara dengan panjang
km tentang 205 dan lebar sekitar 97,5 km. Ini berbaring sebagian besar di wilayah
Sulawesi Semenanjung Tenggara.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 23


Batubara di daerah penelitian dijumpai sebagai sisipan dalam satuan ini di
stasiun 1 dan 2 di sungai Pulombua. Penyebaran batubara pada satuan ini
menempati areal sungai dengan luas 12,58 Ha atau 1,03% dari total luas daerah
penelitian. Berdasarkan hasil pengukuran penampang geologi A-B, diperoleh
ketebalan satuan ini adalah 22m.

Gambar 2.5 singkapan batubara, difoto ke arah N3330E (Satapona, 2015)

Hasil deskripsi secara megaskopis, batubara pada stasiun 1 dalam keadaan segar
menunjukan warna segar hitam, warna lapuk coklat kekuningan, tekstur
nonklastik, struktur berlapis dengan kedudukan N2070E/200 di stasiun 1 dan
N2470E di stasiun 2 dan tersusun oleh komponen organik dengan kelembapan
tinggi dan rapuh (unconsolidated). Berdasarkan klasifikasi batuan non-klastik oleh
Noor (2012), batuan ini merupakan Batubara.

1. Satuan alluvial
Pembahasan mengenai satuan alluvial darah penelitian meliputi dasar
penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri endapan, umur dan lingkungan
pengendapan dan hubungan stratigrafi dengan batuan lainya.
a. Dasar penamaan
Penamaan dari satuan alluvial didasarkan atas ciri yang dijumpai di
lapangan. Berdasarkan atas ciri yang dijumpai di lapangan material penyusun dari
satuan ini terdiri dari endapan-endapan yang belum terlitifikasi dengan baik.
b. Penyebaran satuan
Penyebaran dari satuan alluvial ini menempati 124,49 Ha atau sekitar
10,20% dari total luas daerah penelitian. Endapan ini terletak pada bagian tengah
daerah penelitian atau tepatnya di sekitar sungai Aala Tawanga.
c. Ciri endapan
Material penyusun dari satuan ini terdiri dari material hasil rombakan batuan yang
lebih tua berupa material-material lepas dari bongkah hingga lempung, yakni
batuan metamorf sejenis sekis. Dari hasil pengamatan lapangan dari sedimen ini
diperoleh bahwa material sedimen tersusun atas sekis mika, sekis klorit dan

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 24


kuarsit. Secara keseluruhan memperlihatkan warna abu-abu muda hingga abu-abu,
bentuk butirnya ekuan, mencakram (discoid) hingga bladed, kebundarannya
adalah membulat hingga menyudut tanggung. Satuan aluvial di sepanjang Sungai
Aala Tawanga ini memperlihatkan ciri ukuran butir yang semakin mengecil
dengan penyebaran yang relatif meluas kearah hilir.

Gambar 2.6 sedimen satuan alluvial di tepi sungai Aala Tawanga, tersusun atas
hasil rombakkan batuan metamorf penyusun daerah penelitian. Difoto ke arah
N3210E (Satapona, 2015)

d. Umur dan lingkungan pengendapan


Berdasarkan atas media pembentukkannya, dimana material penyusun dari
satuan ini tertransportasi dan terendapkan oleh aktifitas sungai, maka diketahui
bahwa satuan ini terendapkan pada kondisi lingkungan darat. Satuan ini
merupakan satuan termuda di daerah penelitian. Berdasarkan atas waktu
pembentukannya maka satuan ini terbentuk pada kala Holosen dan masih
berlangsung hingga sekarang.

2. Analisis kualitas batubara

1. Komposisi batubara
Data perbandingan komposisi kadar abu batubara dibawah, menunjukan
variasi nilai kadar abu dan nilai kadar air, yang berbeda dengan stasiun 6, stasiun
21 dan stasiun 23 yang mendominasi nilai kadar abu yang tinggi sedangkan pada
stasiun 22 memiliki kadar yang rendah. 10-30% menunjukan batas maksimal
untuk kualitas batubara yang baik, jadi batubara daerah penelitian belum bisa
diproduksi dalam skala industri sebab nilai kadar abu dan kadar air berada pada
skala nilai tinggi. Hal, tersebut didasarkan Pusat Sumber daya Geologi yang
menjelaskan bahwa nilai kadar abu dan nilai kadar air < 35%, maka batubara
tersebut memiliki kualitas yang bagus yang telah dapat diproduksi lebih lanjut
(Rizal, 2015)

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 25


10-30% kadar abu

10-30% kadar air


Gambar 2.7 Perbandingan komposisi kadar abu dan kadar air batubara daerah
penelitian (Rizal, 2015)

Sedangkan perbandingan komposisi kadar volatile matter dan fixed carbon


batubara dibawah, menunjukan variasi nilai zat terbang yang berbeda, dimana zat
terbang tiap stasiun memiliki kadar air yang rendah yang berkisaran antara 12-6%,
dengan stasiun 25 dan stasiun 24 yang mendominasi nilai volatile matter dan fixed
carbon yang tinggi sedangkan pada stasiun 6 memiliki kadar yang rendah. Jika ≥
69% menunjukan batas maksimal dari nilai volatile matter, dimana apabila
volatile matter ≥ 69% menunjukan kualitas batubaranya baik maka pada batubara
daerah penelitian pada stasiun 25 memiliki kualitas yang cukup baik (Rizal, 2015)
.

≥69% volatile matter

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 26


≥69% fixed carbon

Gambar 2.8 Perbandingan komposisi carbon terlambat batubara daerah penelitian


(Rizal, 2015)

Data perbandingan komposisi kalori batubara dibawah, menunjukan kalori


tiap stasiun memiliki kalori yang rendah yang berkisaran antara 1.000 kKal/kg
samapi 3.000 kKal/kg. Dengan stasiun 22 dan stasiun 25 yang mendominasi nilai
kalori yang tinggi sedangkan pada stasiun 6 memiliki kadar yang rendah. 6.000
kKal/kg merupakan batas maksimal dari nilai kalori, yang meiliki kualitas yang
baik. Kalori pada stasiun 22 yang memiliki nilai kalori tertinggi berkisaran 3.000
kKal/kg yang belum bisa dinyatakan bisa untuk dimanfaatkan lebih lanjut.

Gambar 2.9 Perbandingan komposisi kalori batubara daerah penelitian (Rizal,


2015)

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 27


3. Peringkat batubara daerah penelitian
Pengelompokan jenis batubara yang paling umum digunakan adalah kalsifikasi
batubara menurut ASTM, dalam klasifikasi ini parameter yang digunakan antara
lain :

1.Jumlah karbon terlambat (fixed carbon) dan zat terbang (volatile matter) untuk
batubara dengan Rank tinggi (FC ≥ 69%).
2. Nilai kalori (calorific value) untuk batubara dengan Rank rendah ( FC ≤ 69%).

Sedangkan peringkat batubara yang didasarkan dari klasifikasi batubara menurut


ASTM secara umum batubara di daerah penelitian termaksud kedalam Rank High
Moisture Lignit Coal. Batubara daerah penelitian memiliki nilai kalori terendah
antara 1.24668 kKal/g sampai yang tertinggi 3.644625 kKal/g (Rizal, 2015)

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 28


BAB III
METODE PEMANFAATAN BATUBARA
A. Pengolahan Batubara

Pemilihan metode penambangan sangat ditentukan oleh unsur geologi


endapan batu bara. Saat ini, tambang bawah tanah menghasilkan sekitar 60% dari
produksi batu bara dunia, walaupun beberapa Negara penghasil batu bara yang
besar lebih menggunakan tambang permukaan. Tambang terbuka menghasilkan
sekitar 80% produksi batu bara di Australia, sementara di AS, hasil dari tambang
permukaan sekitar 67%.
a. Tambang bawah tanah

Ada dua metode tambang bawah tanah, tambang room-and-pillar dan


tambang longwall. Dalam tambang room-and-pillar, endapan batu bara ditambang
dengan memotong jaringan ‘ruang’ ke dalam lapisan batu bara dan membiarkan
‘pilar’ batu bara untuk menyangga atap tambang. Pilar-pilar tersebut dapat
memiliki kandungan batu bara lebih dari 40% – walaupun batu bara tersebut dapat
ditambang pada tahapan selanjutnya. Penambangan batu bara tersebut dapat
dilakukan dengan cara yang disebut retreat mining (penambangan mundur),
dimana batu bara diambil dari pilar-pilar tersebut pada saat para penambang
kembali ke atas. Atap tambang kemudian dibiarkan ambruk dan tambang tersebut
ditinggalkan.

Tambang longwall mencakup penambangan batu bara secara penuh dari


suatu bagian lapisan atau ‘muka’ dengan menggunakan gunting-gunting mekanis.
Tambang longwall harus dilakukan dengan membuat perencanaan yang hati-hati
untuk memastikan adanya geologi yang mendukung sebelum dimulai kegiatan
penambangan. Kedalaman permukaan batu bara bervariasi di kedalaman 100-
350m. Penyangga yang dapat bergerak maju secara otomatis dan digerakkan
secara hidrolik sementara menyangga atap tambang selama pengambilan batu
bara. Setelah batu bara diambil dari daerah tersebut, atap tambang dibiarkan
ambruk. Lebih dari 75% endapan batu bara dapat diambil dari panil batu bara
yang dapat memanjang sejauh 3 km pada lapisan batu bara.

Keuntungan utama dari tambang room–and-pillar daripada tambang


longwall adalah, tambang roomand-pillar dapat mulai memproduksi batu bara
jauh lebih cepat, dengan menggunakan peralatan bergerak dengan biaya kurang
dari 5 juta dolar (peralatan tambang longwall dapat mencapai 50 juta dolar).
Pemilihan teknik penambangan ditentukan oleh kondisi tapaknya namun selalu
didasari oleh pertimbangan ekonomisnya; perbedaan-perbedaan yang ada bahkan

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 29


dalam satu tambang dapat mengarah pada digunakannya kedua metode
penambangan tersebut.
b. Tambang Terbuka

Tambang Terbuka juga disebut tambang permukaan hanya memiliki nilai


ekonomis apabila lapisan batu bara berada dekat dengan permukaan tanah.
Metode tambang terbuka memberikan proporsi endapan batu bara yang lebih
banyak daripada tambang bawah tanah karena seluruh lapisan batu bara dapat
dieksploitasi – 90% atau lebih dari batu bara dapat diambil. Tambang terbuka
yang besar dapat meliputi daerah berkilo-kilo meter persegi dan menggunakan
banyak alat yang besar, termasuk: dragline (katrol penarik), yang memindahkan
batuan permukaan; power shovel (sekop hidrolik); truk-truk besar, yang
mengangkut batuan permukaan dan batu bara; bucket wheel excavator (mobil
penggali serok); dan ban berjalan. Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan
batuan dipisahkan pertama kali dengan bahan peledak; batuan permukaan tersebut
kemudian diangkut dengan menggunakan katrol penarik atau dengan sekop dan
truk. Setelah lapisan batu bara terlihat, lapisan batu bara tersebut digali,
dipecahkan kemudian ditambang secara sistematis dalam bentuk jalur-jalur.
Kemudian batu bara dimuat ke dalam truk besar atau ban berjalan untuk diangkut
ke pabrik pengolahan batu bara atau langsung ke tempat dimana batu bara tersebut
akan digunakan.
c. Pengolahan Batu Bara

Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batu bara
tertambang run-of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang
tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai
ukuran. Namun demikian pengguna batu bara membutuhkan batu bara dengan
mutu yang konsisten. Pengolahan batu bara juga disebut pencucian batu bara
(“coal benification” atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batu bara
tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian
dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu. Pengolahan tersebut tergantung pada
kandungan batu bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara tersebut mungkin
hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses
pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran.

Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara terambang mentah


dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran.
Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode
‘pemisahan media padatan’. Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari
kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan
dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 30


Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan mengapung dan dapat
dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat
akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah. Pecahan yang lebih kecil diolah
dengan melakukan sejumlah cara, biasanya berdasarkan perbedaan kepadatannya
seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang memutar
suatu wadah dengan sangat cepat, sehingga memisahkan benda padat dan benda
cair yang berada di dalam wadah tersebut. Metode alternatif menggunakan
kandungan permukaan yang berbeda dari batu bara dan limbah. Dalam
‘pengapungan berbuih’, partikel-partikel batu Penambang lanjutan
Mengembangkan jalan Panel Longwall berikutnya yang harus ditambang.

Pengolahan Batubara PT. Kaltim Prima Coal

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 31


bara dipisahkan dalam buih yang dihasilkan oleh udarayang ditiupkan ke
dalam rendaman air yangmengandung reagen kimia. Buih-buih tersebut
akanmenarik batu bara tapi tidak menarik limbah dankemudian buih-buih tersebut
dibuang untukmendapatkan batu bara halus. Perkembanganteknolologi
belakangan ini telah membantumeningkatkan perolehan materi batu bara
yangsangat baik.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 32


d. Pengangkutan Batu Bara

Cara pengangkutan batu bara ke tempat batu baratersebut akan digunakan


tergantung pada jaraknya.Untuk jarak dekat, batu bara umumnya diangkutdengan
menggunakan ban berjalan atau truk. Untukjarak yang lebih jauh di dalam pasar
dalam negeri,batu bara diangkut dengan menggunakan kereta apiatau tongkang
atau dengan alternatif lain dimana batu bara dicampur dengan air untuk
membentukbubur batu dan diangkut melalui jaringan pipa.Kapal laut umumnya
digunakan untuk pengakutaninternasional dalam ukuran berkisar dari
Handymax(40-60,000 DWT), Panamax (about 60-80,000 DWT) sampai kapal
berukuran Capesize (sekitar 80,000+DWT). Sekitar 700 juta ton (Jt) batu bara
diperdagangkan secara internasional pada tahun2003 dan sekitar 90% dari jumlah
tersebut diangkut melalui laut. Pengangkutan batu bara dapat sangat mahal –
dalam beberapa kasus, pengangkutan batubara mencapai lebih dari 70% dari biaya
pengiriman batu bara.

Proses pengangkutan Batubara dari pit menuju ke stock pile

Ship Load Out dimana proses disini adalah pemindahan batubara dari
stockpile ke kapal tongkang(pemuat batubara)

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 33


B. Klasifikasi Batubara

Pengklasifikasian batubara di dasarkan pada derajat dan kualitas


daribatubara tersebut, yaitu :

1. Gambut / PeatGolongan ini sebenarnya termasuk jenis batubara, tapi


merupakan bahan bakar.Hal ini disebabkan karena masih merupakan fase
awal dari prosespembentukan batubara. Endapan ini masih
memperlihatkan sifat awal daribahan dasarnya (tumbuh tumbuhan).
2. Lignite / Brown CoalGolongan ini sudah memperlihatkan proses
selanjutnya berupa struktur kekardan gejala pelapisan. Apabila
dikeringkan, maka gas dan airnya akan keluar.Endapan ini bisa
dimanfaatkan secara terbatas untuk kepentingan yang bersifatsederhana,
karena panas yang dikeluarkan sangat rendah.
3. Sub-Bituminous / Bitumen MenengahGolongan ini memperlihatkan ciri-
ciri tertentu yaitu warna yang kehitamhitaman dan sudah mengandung
lilin. Endapan ini dapat digunakan untukpemanfaatan pembakaran yang
cukup dengan temperatur yang tidak terlalutinggi.
4. BituminousGolongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam,
rapuh (brittle)dengan membentuk bongkah-bongkah prismatik. Berlapis
dan tidakmengeluarkan gas dan air bila dikeringkan. Endapan ini dapat
digunakan antaralain untuk kepentingan transportasi dan industri.
5. AnthraciteGolongan ini berwarna hitam, keras, kilap tinggi, dan
pecahannyamemperlihatkan pecahan chocoidal. Pada proses pembakaran
memperlihatkanwarna biru dengan derajat pemanasan yang tinggi.
Digunakan untuk berbagaimacam industri besar yang memerlukan
temperatur tinggi.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 34


Gambar 3.1. Proses Pembentukan Batubara Menjadi Jenis – Jenis
Batubara

Semakin tinggi kualitas batubara, maka kadar karbon akan


meningkat,sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Batubara bermutu
rendah, seperti lignite dan sub-bituminous, memiliki tingkat kelembaban
(moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga energinya juga
rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan
kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu,
kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat,
sehingga kandungan energinya juga semakin besar. Ada 3 macam Klasifikasi
yang dikenal untuk dapat memperoleh beda variasi kelas / mutu dari batubara
yaitu :

1. Klasifikasi menurut ASTM

Klasifikasi ini dikembangkan di Amerika oleh Bureau of Mines


yangakhirnya dikenal dengan Klasifikasi menurut ASTM (America Society for
Testingand Material). Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara itu atau
berdasarkanderajat metamorphism nya atau perubahan selama proses coalifikasi
(mulai darilignite hingga antrasit). Untuk menentukan rank batubara diperlukan
data fixedcarbon (dmmf), volatile matter (dmmf) dan nilai kalor dalam Btu/lb
dengan basismmmf (moist, mmf). Cara pengklasifikasian :

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 35


 Untuk batubara dengan kandungan VM lebih kecil dari 31%
makaklasifikasi didasarkan atas FC nya, untuk ini dibagi menjadi 5
group,yaitu:

1. FC lebih besar dari 98% disebut meta antrasit

2. FC antara 92-98% disebut antrasit

3. FC antara 86-92% disebut semiantrasit

4. FC antara 78-86% disebut low volatile

5. FC antara 69-78% disebut medium volatile

 Untuk batubara dengan kandungan VM lebih besar dari 31%,


makaklasifikasi didasarkan atas nilai kalornya dengan basis mmmf

 3 group bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara


14.000- 13.000 Btu/lb yaitu :

1. High Volatile A Bituminuos coal (>14.000)


2. High Volatile B Bituminuos coal (13.000-14.000)
3. High Volatile C Bituminuos coal (<13.000)
 group Sub-Bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor
antara13.000 – 8.300 Btu/lb yaitu:

1. Sub-Bituminuos A coal (11.000-13.000)


2. Sub-Bituminuos B coal (9.000-11.000)
3. Sub-Bituminuos C coal (8.300-9.500)
 Untuk batubara jenis lignit berdasarkan 2 group Lignite coal dengan
moist nilai kalor di bawah 8.300 Btu/lbyaitu:
 Lignit (8.300-6300)
 Brown Coal (<6.300)

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 36


2. Klasifikasi menurut National Coal Board (NCB)

Klasifikasi ini dikembangkan di Eropa pada tahun 1946 oleh


suatuorganisasi Fuel Research dari departemen of Scientific and Industrial
Research diInggris. Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara, dengan
menggunakanparameter volatile matter (dry, mineral matter free) dan cooking
power yangditentukan oleh pengujian Gray King.Dengan menggunakan parameter
VM saja NCB membagi batubara atas 4 macam:

1. Volatile dibawah 9,1%, dmmmf dengan coal rank 100 yaitu Antrasit
2. Volatile diantara 9,1-19,5%,dmmmf dengan coal rank 200 yaitu Low
Volatile/Steam Coal
3. Volatile diantara 19,5-32%,dmmf dengan coal rank 300 yaitu Medium
Volatil Coal
4. Volatile lebih dari 32 %, dmmmf dengan coal rank 400-900 yaitu Haig
Volatile Coal

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 37


Masing – masing pembagian di atas dibagi lagi menjadi beberapa
subberdasarkan tipe coke Gray King atau pembagian kecil lagi dari kandungan
VM.Untuk High Volatile Coal dibagi berdasarkan sifat caking nya :

1. Very strongly caking dengan rank code 400


2. Strongly caking dengan rank code 500
3. Medium caking dengan rank code 6004. Weakly caking dengan rank
code 700
4. Very weakly caking dengan rank code 800
5. Non caking dengan ring code 900
3. Klasifikasi menurut International

Klasifikasi ini dikembangkan oleh Economic Commision for Europe


padatahun 1956.
Klasifikasi ini dibagi atas dua bagian yaitu :

- Hard CoalDi definisikan untuk batubara dengan gross calorific value


lebih besar dari10.260 Btu/lb atau 5.700 kcal/kg (moist, ash free).
International System dari hardcoal dibagi atas 10 kelas menurut
kandungan VM (daf). Kelas 0 sampai 5mempunyai kandungan VM lebih
kecil dari 33% dan kelas 6 sampai 9 dibedakanatyas nilai kalornya
(mmaf) dengan kandungan VM lebih dari 33%. Masingmasing kelas
dibagi atas4 group (0-3) menurut sifat crackingnya dintentukan
dari“Free Swelling Index” dan “Roga Index”. Masing group ini dibagi
lagi atas subgroup berdasarkan tipe dari coke yang diperoleh pengujian
Gray King danAudibert-Arnu dilatometer test. Jadi pada International
klasifikasi ini akanterdapat 3 angka, angka pertama menunjukkan kelas,
angka kedua menunjukkangroup dan angka ketiga menunjukkan sub-
group. Sifat caking dan coking daribatubara dibedakan atas kelakuan
serbuk batubara bila dipanaskan. Bila lajukenaikan temperature relative
lebih cepat menunjukkan sifat caking. Sedangkan sifat coking
ditunjukkan apabila laju kenaikan temperature lambat.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 38


- Brown CoalInternational klasifikasi dari Brown coal dan lignite dibagi
atas parameternyayaitu total moisture dan low temperature Tar Yield
(daf). Pada klasifikasi inibatubara dibagi atas 6 kleas berdasarkan total
moisture (ash free) yaitu :
1. Nomor kelas 10 dengan total moisture lebih dari 20%, ash free
2. Nomor kelas 11 dengan total moisture 20-30%, ash free
3. Nomor kelas 12 dengan total moisture 30-40%, ash free
4. Nomor kelas 13 dengan total moisture 40-50%, ash free
5. Nomor kelas 14 dengan total moisture 50-60%, ash free
6. Nomor kelas 15 dengan total moisture 60-70%, ash freeKelas ini
dibagi lagi atas group dalam 4 group yaitu :
1. No group 00 tar yield lebih rendah dari 10% daf
2. No group 10 tar yield antara 10-15 % daf
3. No group 20 tar yield antara 15-20 % daf
4. No group 30 tar yield antara 20-25 % daf
5. No group 40 tar yield lebih dari 25% daf
Klasifikasi berdasarkan Nilai Kalori :

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 39


DAFTAR PUSTAKA

Alfouzan, ali fouzan. 2008. Optimization Strategies Of Electrode Arrays Used In


Numerical And Field 2d Resistivity Imaging Surveys. Thesis. Universiti Sain
Malaysia.

Anggayana, Komang. 2002. Diktat Kuliah Eksplorasi Batubara-Genesa


Batubara. Departemen Teknik Pertambangan : Bandung

Azhar. 2001. Pemodelan Fisis Metode Resistivity untuk Eksplorasi Batubara.


Tesis S2 (tidak dipublikasikan). Program Studi Teknik Geoisika Terapan ITB :
Bandung.

Damtoro, Juswanto. 2007. Geologi & Geolistrik. [On line] http://


www.geolistrik.com /Home.php [19 April 2007]

DeGroot-Hedlin, C. and Constable, S., 1990. Occam's inversion to generate


smooth, two-dimensional models form magnetotelluric data. Geophysics, 55,
16131624.

Diessel, C.,F.,K. 1992. On the Correlation between Coal Facies and Depositional
EnvironmentsProceeding of 20th Symposium of Department of Geology :
University of Newcastle.

www.geofacts.co.cc

kimiadahsyat.blogspot.com

ilmubatubara.wordpress.com

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA DAERAH TAWANGA TUA, KOLAKA TIMUR 40

You might also like