You are on page 1of 74

ANALISIS EKONOMI

KOTA SURAKARTA TAHUN 2015

Ukuran Buku : 18,5 cm x 27 cm


Jumlah Halaman : iii + 72 halaman

Gambar :
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Surakarta

Diterbitkan oleh :
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Surakarta

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


Daftar Isi

Daftar isi ……………………………………………………………………............ i


Kata Pengantar …………………………………………………………………….. ii

I Gambaran Umum …………………………………………………………………


II Ekonomi Makro ……………………………………………………………………
III Ekonomi Sektoral …………………………………………………………………
IV Inflasi ………………………………………………………………………………….
V Penutup ……………………………………………………………………………….

Lampiran ……………………………………………………………………………..

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa


atas limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan
Buku Analisa Ekonomi Kota Surakarta tahun 2015 dapat terlaksana
baik.
Dengan semakin meningkatnya pembangunan Kota Surakarta
dewasa ini, maka tidak dapat dihindari pula bertambahnya
permasalahan ekonomi masyarakat dengan berbagai sebab dan
implikasinya, seperti masalah perekonomian secara makro maupun
mikro dan agregat penyusunannya.
Dalam hal penyediaan data dan informasi yang dapat
mendukung pencapaian visi dan misi Kota Surakarta, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Surakarta menyusun dan
menerbitkan Buku Analisa Ekonomi Kota Surakarta tahun 2015 yang
di harapkan bermanfaat bagi semua fihak yang membutuhkannya.
Akhirnya, diucapkan terima kasih dan apresiasi kepada semua
pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan buku ini. Kritik dan
saran sangat diharapkan karena kami menyadari kekurangan yang
ada.
Semoga Allah SWT, Tuhan YME selalu membimbing kita di
jalan yang di ridhoi-Nya.
Surakarta, September 2016
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kota Surakarta

Ir. AHYANI, MA
NIP.196311231990031009

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


BAB I

GAMBARAN UMUM

Prosesi pindahnya Keraton Kartasura Hadiningrat ke Surakarta


dilaksanakan pada hari Rabu Pahing, tanggal 14 Sura 1670 atau
tanggal 17 Pebruari 1745 pada kalender Masehi. Dengan demikian
secara resmi Ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Susuhunan Pakoe
Boewono II bertahta di Keraton Surakarta. Tanggal itu pulalah yang
kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Sala. Setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia sebagai Negara, selanjutnya dalam
perkembangannya Surakarta telah memenuhi standar kriteria sebagai
Daerah Otonom berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar dalam lingkungan Provinsi
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istrimewa
Yogyakarta yang disebut dengan Daerah Kota Madya Surakarta.
Kemudian berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Pemerintahan di Daerah, Kotamadya Surakarta disebut Daerah
Tingkat II dan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
yang disempurnakan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai Kota Surakarta.
Kota Surakarta yang dikenal dengan sebutan “Kota Sala”
terletak di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini mempunyai luas wilayah
44.04 km2. terdiri atas 5 (lima) kecamatan, 51 kelurahan, 604 Rukun
Warga (RW) dan 2.714 Rukun Tetangga (RT).
Kelima kecamatan tersebut adalah Kecamatan Laweyan,
Serengan, Pasarkliwon, Jebres dan Banjarsari. Kecamatan Banjarsari
merupakan kecamatan terbesar dengan luas wilayah 14,81 km2. atau
33,63 persen dari luas Kota Surakarta, sedangkan Kecamatan

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


Serengan merupakan Kecamatan dengan luas wilayah terkecil yaitu
3,19 km2..
Bermula dari sebuah desa yang dihuni oleh seorang Kyai yang
bernama Ki Gedhe Sala, akhirnya dalam perkembangannya dikenal
sebagai Kota Sala. Sejarah diawali dengan hancurnya Keraton
Kartasura akibat pemberontakan ―Geger Pecinan‖, yaitu
pemberontakan RM Garendi yang dibantu Adipati Martopuro dan
barisan pemberontak Cina. Dengan rusaknya keraton tersebut maka
pada tahun 1744 Desa Sala dipilih oleh Sunan Paku Buwana II menjadi
ibukota kerajaan yang kemudian disebut Surakarta Hadiningrat.
Kota Surakarta biasanya disebut juga nagari oleh penduduk
kabupaten-kabupaten di sekitarnya, karena kota ini dulunya menjadi
pusat kerajaan Surakarta Hadiningrat. Pada jaman kemerdekaan, Kota
Sala menjadi pusat dari Karesidenan Surakarta, dan ketika masa
pemerintahan Orde Baru, status Kota Surakarta tidak lagi menjadi
pusat Karesidenan karena dihapus oleh Pemerintah. Sampai sekarang
sebutan Karesidenan Surakarta tersebut sudah tidak ada dan secara
kelembagaan Karesidenan Surakarta sudah diganti dengan Badan
Koordinator Wilayah dan masih menjadi pusat budaya maupun
spiritual bagi masyarakat Kota Sala dan Jawa Tengah.

Kota Surakarta memiliki potensi budaya dan ekonomi yang telah


dikenal sampai keluar daerah terutama di bidang pariwisata dan
perdagangan. Potensi wisata di Surakarta tidak hanya meliputi wisata
sejarah seperti Kraton Surakarta, Pura Mangkunegaran dan Museum
Radyapustaka, ataupun wisata belanja terutama batik di Pasar Klewer,
Kampung Batik Laweyan, Kampung Batik Kauman, Pusat Grosir Solo
dan Beteng Plaza, tetapi juga event-event wisata yang telah menjadi
acara tahunan di kota ini, seperti Solo Batik Carnival, Sekatenan,
Karnaval Wayang dan lain-lain.

Kota Surakarta terletak antara 110o45’15‖ – 110o45’35 Bujur


Timur dan 7o36’00‖ – 7o56’00‖ Lintang Selatan. Wilayah ini
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
merupakan dataran rendah dengan ketinggian ± 92 meter dari
permukaan laut dan dilalui oleh sungai Pepe, Jenes dan Bengawan
Solo. Kota Surakarta berbatasan dengan kabupaten lain yaitu:
Sebelah Utara :berbatasandengan Kabupaten Karanganyar
dan Kabupaten Boyolali
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar
Sebelah Selatan : berbatasan Kab. Sukoharjo dan Karanganyar
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kab. Klaten, Karanganyar dan
Sukoharjo

Pembangunan nasional di negara-negara yang mayoritas


penduduknya hidup di sektor pertanian pada umumnya terfokus pada
pembangunan ekonomi dengan memprioritaskan upaya pembangunan
dan peningkatan kesejahteraan yang menyentuh seluruh lapisan
masyarakat. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan
peningkatan kualitas dan standar hidup yang diukur antara lain
melalui Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan
Produk Domestik Regional Bruto pada tingkat daerah baik provinsi,
kabupaten maupun kota.
Sedangkan pembangunan wilayah yang penduduknya mempunyai
lahan pertanian sempit, pembangunan tertuju pada sector
perdagangan dan jasa.
Pembangunan nasional harus memperhatikan kondisi daerah-daerah
diseluruh Indonesia karena pembangunan daerah tidak bisa
disamaratakan dengan alasan perbedaan karakteristik, budaya,
keadaan sosial dan sebagainya. Maka dari itu, keberhasilan
pembangunan nasional bisa terlihat dari pembangunan daerah daerah
yang ada.
Pemerataan pembangunan telah digariskan dalam Undang-Undang
Dasar 1945 alinea keempat, yang menyatakan bahwa fungsi sekaligus
tujuan Negara Indonesia yakni memajukan kesejahteraan umum.
Salah satu proses pencapaian tersebut adalah melalui pembangunan.

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


Pembangunan pada dasarnya merupakan salah satu wujud dari tugas
pelayanan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Ini berarti bahwa
pembangunan merupakan implementasi dari tugas pelayanan.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan, pertimbangan atas upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat luas harus menjadi perhatian utama. Oleh karena itu,
salah satu indikator utama untuk melihat/mengukur berhasil
tidaknya suatu proses pembangunan adalah sampai sejauh mana atau
seberapa besar tingkat kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat
dilihat dari bagaimana masyarakat dapat menikmati hasil-hasil
pembangunan dengan mudah, seperti listrik, air bersih, BBM, sarana
dan prasarana perhubungan/transportasi dan sebagainya.
Masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan
terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development)
dengan menggunakan potensi sumberdaya fisik secara lokal (daerah).
Dengan perencanaan yang baik dan kebijakan yang tepat akan
mempengaruhi keberhasilan pembangunan ekonomi daerah tersebut.
Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai
pokok yaitu berkembangnya kemampuan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya, meningkatkan rasa harga diri, dan
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih. Namun
begitu harus diperhatikan bahwa pembangunan ekonomi tanpa
pembangunan moral masyarakatnya dari sisi agama akan menjadi
salah satu penyebab tidak berkembangnya pembangunan tersebut.
Pencapaian pelaksanaan pembangunan yang diharapkan tersebut
tidak dapat dipisahkan dari perubahan sistem penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia. Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti menjadi UU No. 32
Tahun 2004 menjadi reformasi dalam tata hubungan antara
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
pemerintah pusat dan daerah serta menjadi cikal bakal lahirnya
otonomi daerah di Indonesia termasuk adanya desentralisasi fiskal.
Adanya otonomi daerah mampu mendorong kegairahan daerah untuk
memngembangkan perekonomiannya. UU No. 32 Tahun 2004,
menyebutkan bahwa pembangunan harus memperhatikan potensi
dan keanekaragaman daerah, karena setiap daerah memiliki karakter
baik itu sosial, budaya, bahkan geografis yang berbeda sehingga perlu
kebijakan yang berbeda pula. Maka, kebijakan pembangunan
ekonomi yang diambil oleh pemerintah daerah diharapkan mampu
memaksimalkan potensi yang ada didaerahnya agar mampu
mencapai hasil pembangunan yang optimal. Keberhasilan
pembangunan ekonomi dilihat melalui pertumbuhan ekonominya,
dimana pertumbuhan ekonomi dapat diukur salah satunya
menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Dalam rangka mengoptimalkan pembangunan ekonomi lokal di era
otonomi yang mengacu pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, secara otomatis menuntut pemerintah daerah
untuk berorientasi secara global. Dikarenakan kondisi tingkat
persaingan antar negara yang semakin tinggi dan tidak menutup
kemungkinan akan berdampak pada perekonomian di Indonesia
khususnya di daerah. Oleh karena itu, tantangan pemerintah daerah
bukan lagi pada otonomi maupun desentralisasi, melainkan daerah
dituntut untuk meningkatkan daya saingnya.
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan
langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal,
termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan
menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja (job
creation). Jika dilihat dari kemakmuran suatu daerah, maka daerah
satu tidak akan sama dengan daerah yang lainnya walaupun dalam
satu provinsi.

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


Perbedaan SDA tersebut merupakan modal awal dalam
pembangunan yang selanjutnya harus terus dikembangkan. Selain
mengandalkan SDA yang ada dibutuhkan juga sinergi dengan faktor-
faktor lain sepeti SDM yang mengelola SDA, teknologi sebagai alat
―tools‖ untuk mengelola SDA. Sehingga akan dihasilkan barang dan
jasa yang baik dan berkualitas, yang akhirnya berdampak pada
pendapatan daerah tersebut. Seketika tejadi multiplier effect dalam
kegiatan perekonomian dan perputaran uang akan terjadi.
Kota Surakarta sebagai salah satu kota yang ada di Provinsi Jawa
Tengah, merupakan kota sedang diantara kota-kota di Jawa Tengah
bila ditinjau dari segi luas wilayah.. Kota Surakarta mempunyai luas
wilayah 44,03 km2 sedangkan Kota Magelang 18,12 km2, Kota Salatiga
52,96 km2, Kota Semarang 373,67 km2, Kota Pekalongan 44,96 km2
dan Kota Tegal 34,49 km2 . Dari 6 kota tersebut Kota Surakarta
luasnya berada diatas Kota Magelang dan kota Tegal, tapi dibawah
kota Salatiga dan Kota Semarang.
Sedangkan dilihat dari jumlah penduduknya Kota Surakarta berada
dibawah kota Semarang dan masih diatas empat Kota yang ada di
Jawa Tengah.
Penduduk 6 Kota di Jawa Tengah
Tahun 2010-2015 ( jiwa)

Luas 2011 2012 2013 2014 2015


No Kabupaten/Kota Wilayah
Kepadatan Kepadatan Kepadatan Kepadatan Kepadatan
(km2) Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
penduduk penduduk penduduk penduduk penduduk

1 Kota Magelang 18.12 119,003 6,567 119,416 6,590 119,879 6,616 120,438 6,647 120,792 6,666

2 Kota Surakarta 44.03 502,873 11,421 505,401 11,479 507,798 11,533 510,105 11,585 512,226 11,634

3 Kota Salatiga 52.96 173,377 3,274 175,989 3,323 178,719 3,375 181,304 3,423 183,815 3,471

4 Kota Semarang 373.67 1,588,511 4,251 1,616,494 4,326 1,644,374 4,401 1,672,994 4,477 1,701,114 4,552

5 Kota Pekalongan 44.96 285,000 6,339 288,001 6,406 290,903 6,470 293,718 6,533 296,404 6,593

6 Kota Tegal 34.49 241,326 6,997 242,714 7,037 243,901 7,072 244,978 7,103 246,119 7,136

6 Kota di Jawa
568.23 2,910,090 5,121 2,948,015 5,188 2,985,574 5,254 3,023,537 5,321 3,060,470 5,386
Tengah

Jumlah penduduk dari tahun ke tahun disetiap kota perkembangannya


mengalami kenaikan. Kota Surakarta dengan luas yang sangat sempit tapi
memiliki penduduk yang cukup banyak. Sehingga kepadatan per km2

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


menjadi tinggi. Pada tahun 2015 urutan kota dengan jumlah penduduk
terbanyak adalah Kota Semarang 1.701.114 jiwa disusul Kota Surakarta
dengan jumlah penduduk sebanyak 512.226 jiwa diikuti kota Pekalongan
dengan jumlah penduduk sebanyak 296.404 jiwa, kota Tegal sebanyak
246.119 jiwa, Kota Salatiga dengan penduduk 183.815 jiwa dan terkecil
penduduknya adalah kota Magelang sebanyak 120.792 jiwa. Dengan jumlah
penduduk yang banyak dan luas wilayah yang sempit akan berakibat pada
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi per km2 nya. Hal ini dialami oleh
Kota Surakarta dan Kota Tegal. Tingkat kepadatan penduduk per km 2 kota
Surakarta besarnya 11.634 jiwa/km2, Kota Tegal mempunyai tingkat
kepadatan sebesar 7.136 jiwa/km2, disusul Kota Magelang 6.666 jiwa/km2,
Kota Pekalongan 6.593 jiwa/km2, Kota Semarang sebanyak 4.552 jiwa/km2,
dan tingkat kepadatan terkecil kota Salatiga 3.471 jiwa/km2. Kepadatan
penduduk kota yang berada diatas kepadatan penduduk provinsi adalah
Kota Surakarta, Kota Tegal, Kota Magelang, dan Kota Pekalongan.
Sedangkan dua Kota berada dibawah kepadatan penduduk provinsi adalah
kota Salatiga dan Kota Semarang. Dilihat dari angka relatif ke 6 kota yang
ada di Jawa Tengah Kota Surakarta memberikan kontribusi kepadatan
penduduk sebesar 29,13 %, seperempat lebih dari total kepadatan
penduduk. Dan terkecil adalah kota Salatiga sebesar 8,60 %.
Diantara 6 kota di Jawa Tengah, Kota Surakarta mempunyai tingkat
kepadatan yang paling tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan atau
regulasi demografi yang tepat dan cepat guna mengatasi kondisi penduduk.
Semakin padat penduduk suatu wilayah juga akan berpotensi terhadap
permasalahan sosial. Hal ini perlu adanya perhatian serius untuk
mencermati tentang kebijakan yang akan diambil berkaitan dengan jumlah
penduduk di kota Surakarta.
Untuk perbandingan diantara kabupaten kota se-eks karesidenan
Surakarta maka akan berbeda juga keadaannya.

Penduduk Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Surakarta


Provinsi Jawa Tengah, 2010-2015
( jiwa)

2011 2012 2013 2014 2015


Luas
No Kabupaten/Kota Wilayah
Kepadatan Kepadatan Kepadatan Kepadatan Kepadatan
(km2) Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
penduduk penduduk penduduk penduduk penduduk

1 Boyolali 1,015.07 938,999 925 945,534 931 951,817 938 957,857 944 963,690 949
2 Klaten 655.56 1,137,909 1,736 1,143,633 1,745 1,148,994 1,753 1,154,040 1,760 1,158,795 1,768

Analisis ekonomi 466.66


3 Sukoharjo
kota Surakarta
833,933 1,787tahun
841,771 1,804 849,506 1,820 856,937 1,836 864,207
iii1,852
4 Wonogiri 1,822.37 934,689 513 938,641 515 942,377 517 945,817 519 949,017 521
5 Karanganyar 772.20 823,486 1,066 831,916 1,077 840,171 1,088 848,255 1,098 856,198 1,109
6 Sragen 946.49 864,029 913 868,105 917 871,989 921 875,600 925 879,027 929
7 Kota Surakarta 44.03 502,866 11,421 505,413 11,479 507,825 11,534 510,077 11,585 512,226 11,634
se-eks
5,722.38 6,035,911 1,055 6,075,013 1,062 6,112,679 1,068 6,148,583 1,074 6,183,160 1,081
Karesidenan
Di tinjau dari luas wilayah, Kabupaten Wonogiri merupakan kabupaten
terluas diantara kabupaten-kota se-eks Karesidenan Surakarta dengan luas
1.882,37 km2 , disusul kabupaten Boyolali 1.015,07 km2 , Kabupaten Sragen
946,49 km2 , Kabupaten Karanganyar 772,20, Kabupaten Klaten 655,56
km2 , Kabupaten Sukoharjo 466,66 km2 , dan terakhir Kota Surakarta
dengan luas wilayah 44,03 km2 . Dari 7 kabupaten Kota se eks Karesidenan
distribusi luas wilayah terbesar adalah Kabupaten Wonogiri dengan luas
31,85 % terhadap total luas wilayah se-eks Karesidenan. Persentase
berikutnya adalah kabupaten Boyolali 17,74 %, Kabupaten Sragen
16,54%, Kabupaten Karanganyar 13,49%, Kabupaten Klaten 11,46 %,
Kabupaten Sukoharjo 8,15 % dan terkecil wilayah Kota Surakarta
0,77%.
Namun demikian dengan luas wilayah yang relatif kecil Kota
Surakarta memiliki jumlah penduduk yang tidak banyak yaitu
512.226 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak dimiliki oleh Kabupaten
Klaten 1.158.795 jiwa. Dengan jumlah penduduk dan luas wilayah
yang ada dapat diketahui tingkat kepadatan penduduk suatu wilayah.
Tingkat kepadatan penduduk kota Surakarta sangat tinggi yaitu
11.634 jiwa/km2, disusul kabupaten Sukoharjo 1.852 jiwa/km2,
Kabupaten Klaten 1.768 jiwa/km2, Kabupaten Karanganyar 1.109
jiwa/km2, Kabupaten Boyolali 949 jiwa/km2, Kabupaten Sragen 929
jiwa/km2, dan yang terkecil tingkat kepadatannya Kabupaten
Wonogiri 521 jiwa/km2. Dilihat dari kontribusi kepadatan penduduk
di wilayah se-eks Karesidenan Surakarta, Kota Surakarta memiliki
kontribusi paling tinggi diantara kabupaten se wilayah eks
Karesidenan Surakarta 62,06%. Kota Surakarta dengan kepadatan
11.634 jiwa/km2 merupakan kepadatan yang cukup tinggi, belum
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
penduduk pada siang hari. Hal ini perlu dicermati dalam mengambil
kebijakan yang berkaitan dengan kondisi sosial terutama tentang
penduduk. Perbandingan antar wilayah dan perbandingan antar
status wilayah, kota Surakarta memiliki tingkat kepadatan penduduk
cukup tinggi. Pada tingkat provinsi Jawa Tengah Kota Surakarta
masih memiliki tingkat kepadatan penduduk yang paling tinggi
diantara kabupaten kota.
Sama seperti karakteristik perkotaan lainnya, dimana kontribusi
sektor tersier dan sekunder lebih dominan dibandingkan sektor
primer, struktur perekonomian Kota Surakarta ditopang oleh sektor
jasa perdagangan, jasa wisata (hotel, restoran, budaya dan hiburan)
serta jasa pendidikan. Struktur perekonomian ini dapat dilihat dari
indikator kontribusi sektoral dari PDRB Kota Surakarta. PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto) adalah jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha pada suatu wilayah atau jumlah
seluruh nilai barang dan jasa akhir tahun yang dihasilkan seluruh unit
usaha yang ada pada suatu wilayah.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan kontributor
sektor terbesar dalam struktur PDRB Kota Surakarta dalam 5 tahun
terakhir, dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,35% terhadap PDB
Kota Surakarta. Sub sektor perdagangan, termasuk dalam kategori ini
adalah perdagangan besar (grosir) dan eceran (retail), baik di bidang
tekstil dan turunannya, termasuk di bidang food and beverage.
Pertumbuhan dari sektor ini termasuk tinggi disamping dari sektor
jasa keuangan. Sehingga dengan adanya bencana kebakaran Pasar
Klewer pada akhir tahun 2015, dampak kontibusi dan pertumbuhan
sektor ini dan sektor keuangan, diperkirakan akan mengalami
penurunan terhadap PDRB pada tahun 2016.
Sektor unggulan di kota Surakarta secara umum dapat
dilihat pada masing-masing cluster di setiap Kecamatan, hal tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


1. Kecamatan Laweyan, berupa kampung batik Laweyan, mencakup
batik, garmen maupun olah tekstil, mebel, dengan kegiatan
pendukungnya adalah pendidikan, biro travel, perhotelan,
maupun tempat wisata.
2. Kecamatan Serengan, berupa industri pengolahan makanan dan
minuman, pakaian tradisional, industri kreatif, baik kerajinan
batik, maupun pembuatan letter.
3. Kecamatan Pasarkliwon, berupa kerajinan dan batik kayu, biro
perjalanan, kesenian tradisional, tempat wisata, maupun jasa
sablon.
4. Kecamatan Jebres, berupa meubel, batik tekstil dan garmen, serta
jasa pendukung berupa hotel, jasa kursus, jasa pendidikan
maupun pelatihan, dan gedung olah raga.
5. Kecamatan Banjarsari berupa minuman tradisional (jamu),
krupuk, sangkar burung, meubel, dan jasa pendukungnya berupa
pendidikan, biro perjalanan dan penginapan/hotel.

Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta sejak tahun 2010-2015


masih menunjukkan trend yang meningkat, meskipun 2 tahun
terakhir menunjukkan perlambatan, seiring dengan trend
perlambatan ekonomi nasional dan global. Trend ini juga berlaku
sama, jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah dan nasional. Dalam periode tahun 2010 – 2015
pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta menunjukkan kinerja yang
lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah dan pertumbuhan ekonomi nasional. Indikator ini
menunjukkan, bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta masih
underperform dibandingkan kinerja perkonomian Provinsi Jawa
Tengah dan perekonomian nasional, meskipun ekonomi daerah
masih tetap tumbuh.
Pendapatan per-kapita Kota Surakarta sejak tahun 2010-2015
menunjukkan trend yang meningkat, sebagaimana bisa dilihat dari
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
grafik dibawah. Secara umum rata-rata pendapatan per-kapita Kota
Surakarta sejak tahun 2010-2015 sebesar Rp. 55.069.651,86 lebih
tinggi dari rata-rata tingkat pendapatan per-kapita Propinsi Jawa
Tengah sebesar Rp. 23.796.150,50. Meningkatnya pendapatan per-
kapita, menjadi indikasi meningkatnya daya beli/purchasing power
dari masyarakat Kota Surakarta yang semakin meningkat. Variabel
ini berpengaruh terhadap komposisi dari indeks pembangunan
manusia (IPM).

Perkembangan nilai ekspor Kota Surakarta dalam periode tahun


2010-2015, menunjukkan trend yang menurun. Kondisi inilah yang
menjelaskan, meskipun perekonomian Kota Surakarta masih tetap
tumbuh, namun pertumbuhannya di bawah pertumbuhan ekonomi
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
Provinsi Jawa Tengah dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Penurunan kinerja ekspor Kota Surakarta sangat dipengaruhi oleh
perekonomian negara utama tujuan ekspor Kota Surakarta, yaitu
Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, khususnya Eropa
barat. Dengan pertumbuhan ekonomi yang minus di kawasan Eropa
dan recovery ekonomi yang lambat di Amerika Serikat, menyebabkan
daya beli dan permintaaan komoditas ekspor Kota Surakarta
cenderung menurun. Komoditas utama ekspor masih didominasi oleh
tekstil dan turunannya, mebel, batik, kantong plastik dan kerajinan
kayu/rotan.
Beberapa negara tujuan ekspor utama Kota Surakarta adalah
Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Inggris, Italy, Kanada, Perancis,
Spanyol, China dan Jepang serta Turki.
Investasi merupakan salah satu komponen utama pertumbuhan
ekonomi. Iklim investasi akan sangat banyak dipengaruhi oleh
variabel ekononomi yang lain, seperti tingkat suku bunga, nilai tukar,
inflasi dan masalah struktural yang lain. Secara umum dalam kurun 5
tahun terakhir perkembangan nilai investasi untuk usaha mikro, kecil
dan menengah di Kota Surakarta menunjukkan peningkatan,
meskipun pada tahun 2015 sedikit menurun seiring dengan
perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional dan domestik. Data nilai
investasi yang ditampilkan, adalah nilai-nilai investasi yang
dicantumkan atas dasar modal usaha yang diberikan oleh pemohon
perijinan usaha kepada Pemerintah Kota Surakarta.
Indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam
kelompok pengangguran diukur dengan tingkat pengangguran
terbuka (TPT). TPT didefinisikan sebagai prosentase jumlah
penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Indikator TPT sangat
berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaaan lapangan kerja
baru, selain itu juga berfungsi sebagai indikasi tingkat keberhasilan
program ketenagakerjaaan dari tahun ke tahun, sekaligus sebagai

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


bahan evaluasi keberhasilan pembangunan perekonomian
nasional/daerah, disamping angka kemiskinan.
Dari data TPT Kota Surakarta periode tahun 2010 – 2015,
menunjukkan trend yang menurun, artinya meskipun variabel
ketenagakerjaan melalui indikator TPT sangat berhubungan dengan
variabel lain seperti tingkat pertumbuhan ekonomi (melalui Hukum
Okun), namun secara umum dalam 5 tahun terakhir, tingkat
pengangguran di Kota Surakarta cenderung menurun. Indikasi ini
sekaligus menjelaskan secara tidak langsung kemampuan
Pemerintah Daerah dalam menyediakan lapangan kerja dan
keberhasilan program pembangunan daerah, melalui penurunan
tingkat pengangguran di Kota Surakarta.

BAB II
EKONOMI MAKRO

Perjalanan pembangunan ekonomi telah menimbulkan berbagai


macam perubahan terutama pada struktur perekonomian.
Perubahan struktur ekonomi merupakan salah satu karakteristik
yang terjadi dalam pertumbuhan ekonomi pada hampir setiap negara
maju. Pembangunan daerah sebagai integral dari pembangunan
nasional merupakan suatu proses perubahan yang terencana dalam
upaya mencapai sasaran dan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang di dalamnya melibatkan seluruh
kegiatan yang ada melalui dukungan masyarakat di berbagai sektor.
Pembangunan daerah harus sesuai dengan kondisi potensi serta
aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang. Perencanaan
pembangunan ekonomi suatu negara atau daerah, memerlukan

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


berbagai macam informasi statistik untuk dasar penentuan strategi
dan kebijaksanaan, agar sasaran pembangunan dapat dicapai dengan
tepat. Arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar
pendapatan masyarakat naik secara mantap dan dengan tingkat
pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mengetahui tingkat dan
pertumbuhan pendapatan masyarakat, perlu disajikan statistik
pendapatan regional secara berkala, untuk kegunaan perencanaan
pembangunan khususnya di bidang ekonomi.
Ekonomi makro meliputi berbagai konsep dan variabel, tetapi
selalu ada tiga topik utama untuk kegiatan ekonomi makro. Teori-
teori ekonomi makro biasanya terhubung dengan fenomena
keluaran, pengangguran dan inflasi. Diluar teori ekonomi makro,
topik-topik tersebut juga sangatlah penting untuk semua agen
kegiatan ekonomi termasuk pekerja, konsumen dan produsen.
Keluaran ialah total nilai seluruh produksi di suatu wilayah pada
masa yang sudah ditentukan. Semua yang diproduksi dan dijual
menghasilkan pendapatan. Maka dari itu, keluaran dan pendapatan
biasanya dianggap setara dan dua istilah tersebut sering digunakan
berganti-gantian. Keluaran bisa diukur sebagai jumlah pendapatan,
atau, bisa dilihat dari sisi produksi dan diukur sebagai jumlah
nilai barang jadi dan jasa atau bisa juga dari penjumlahan
seluruh nilai tambah di dalam suatu wilayah.
Keluaran ekonomi makro biasanya diukur dengan Produk
Domestik Bruto (PDB) atau salah satu akun nasional. Sedangkan
keluaran dalam suatu wilayah atau regional maka biasa disebut
dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Ekonom yang
tertarik dengan kenaikan keluaran jangka panjang akan mempelajari
pertumbuhan ekonomi. Kemajuan teknologi, akumulasi mesin
dan modal lainnya, serta pendidikan yang lebih baik dan modal
manusia semuanya akan berujung pada keluaran ekonomi lebih
besar di selama berjalannya waktu. Tetapi, keluaran tidak selalu naik
secara konsisten. Siklus bisnis bisa menyebabkan penurunan
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
keluaran jangka pendek yang disebut resesi. Ekonom
mencari kebijakan ekonomi makro yang bisa mencegah ekonomi
anjlok ke jurang resesi dan akhirnya bisa memacu pertumbuhan
jangka panjang dengan lebih cepat.
Untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang kondisi
perekonomian suatu wilayah atau daerah dapat dilihat melalui
neraca ekonominya, mencakup informasi semua barang dan jasa
sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di
wilayah domestik. Untuk memperoleh gambaran menyeluruh dari
sektor ekonomi, di mana mencakup kegiatan ekonomi yang ada di
dalam kota Surakarta, untuk mencukupi hal tersebut diperlukan
uraian atau penjelasan singkat tentang kondisi ekonomi regional.
Untuk itu disusunlah Analisis ekonomi Kota Surakarta yang
diharapkan dapat menjelaskan dan memberi gambaran sederhana
tentang kondisi ekonomi di Kota Surakarta.
Pada langkah awal untuk mempermudah melihat ekonomi makro
pada perkembangan PDRB perlu di golongkan menjadi ekonomi
primer, ekonomi sekunder dan ekonomi tersier. Ekonomi makro
menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak
masyakarakat, perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat
digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk memengaruhi
target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas
harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang
berkesinambungan.
Ekonomi makro meliputi berbagai konsep dan variabel, tetapi
selalu ada tiga topik utama untuk kegiatan ekonomi makro. Teori-
teori ekonomi makro biasanya terhubung dengan fenomena
keluaran, pengangguran dan inflasi. Diluar teori ekonomi makro,
topik-topik tersebut juga sangatlah penting untuk semua agen
ekonomi termasuk pekerja, konsumen dan produsen.
Untuk memperkecil ruang bahasan maka keluaran yang akan
disampaikan adalah tentang kondisi PDRB. Baik nantinya untuk
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
PDRB atas dasar harga berlaku maupun PDRB atas dasar harga
konstan. Waktu yang menjadi acuan adalah lima tahun terakhir.
Dan akan menjadi lebih mudah lagi dalam pemahaman PDRB
selanjutnya akan dibagi menjadi tiga sector dominan. Sektor pertama
biasa disebut dengan sektor primer, sektor kedua biasa disebut
sektor sekunder dan sektor ke tiga disebut sektor tersier. Pada
masing-masing sektor memiliki agregat atau penyusun yang berbeda.
Secara garis besar bahwa pertumbuhan ekonomi atas dasar harga
berlaku lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan atas dasar
harga konstan. Demikian juga nilai perkapita atas dasar harga
berlaku akan lebih besar dibandingkan dengan nilai perkapita atas
dasar harga konstan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada komponen
atas dasar harga berlaku menggunakan harga pasar atau harga yang
berlaku pada saat ini sedangkan komponen atas dasar harga konstan
menggunakan harga konstan pada tahun tertentu.

1. Ekonomi Primer
Pemanfaatan sumber daya alam secara rutin merupakan kegiatan
sektor primer. Sektor primer ini mencakup pertanian, kehutanan,
perikanan, dan pertambangan. Industri sektor primer umumnya
merupakan bagian terpenting pada suatu negara berkembang dan
menurun tingkat kepentingannya seiring dengan perkembangan
negara tersebut menjadi negara maju. Sektor Primer merupakan
sektor utama perekonomian ekstrak atau hasil bumi. Sektor ini
meliputi bahan baku dan makanan dasar, yang diterapkan dalan
bentuk pertanian, perkebunan, pertambangan, kelautan, dan
sebagainya.

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


Pengembangan sektor primer diharapkan tidak mengesampingkan
pengembangan sektor lain. Sektor usaha lain selain pertanian
seperti sektor pariwisata, industri, kontruksi dan bangunan juga
sangat potensial untuk dikembangkan. Dengan seiring berjalannya
waktu, jika sektor primer penghasil bahan baku tumbuh pesat maka
sektor sekunder akan bergerak juga mengiringi pertumbuhan sektor
primer. Selain itu dengan meningakatkan sektor dimana sebagian
besar penduduk bekerja maka perekonomian akan semakin
meningkat. Jika terjadi peningkatan perekonomian masyarakat
maka daya beli masyarakat pun akan meningkat. Seiring dengan
meningkatnya perekonomian masyarakat maka akan terbentuk
usaha-usaha baru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pertanian menjadi sektor primer sejak dahulu sebelum manusia
mengembangkan sektor ekonomi. Pertanian telah menjadi pemasok
utama sumber kehidupan manusia. Kondisi ini masih terus
berlangsung saat ini bahkan sampai masa yang akan datang. Selain

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


sebagai sumber bahan pangan utama, sektor pertanian juga
menjadi penyumbang bahan baku untuk sektor perdagangan dan
sektor industri. Sumberdaya lahan pertanian memberikan manfaat
yang sangat luas bagi sektor ekonomi, sosial maupun lingkungan.
Oleh karena itu hilangnya lahan pertanian akibat dikonversi ke
penggunaan non pertanian akan berdampak negatif terhadap
berbagai bidang pembangunan. Tingkat kebutuhan pangan dari
tahun ke tahun cenderung meningkat, namun tidak didukung
dengan produktifitas pertanian yang cenderung terus mengalami
penurunan. Penurunan produktifitas pertanian ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain laju konversi lahan pertanian yang terus
meningkat setiap tahunnya, faktor perubahan iklim yang
berpengaruh pada pola tanam dan pasca panen, bencana alam dan
penyebaran hama dan penyakit yang semakin sulit dikendalikan.
Konversi lahan pertanian ke non pertanian umumnya terjadi di
wilayah perkotaan. Hal ini sebagai konsekuensi perluasan kota yang
didorong oleh perbedaan pertumbuhan ekonomi yang sangat besar
antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Pertumbuhan ekonomi
wilayah perkotaan yang berbasis pada sektor non pertanian jauh
melebihi pertumbuhan wilayah perdesaan yang berbasis ekonomi
pada sektor pertanian.
Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang pesat terutama di
Pulau Jawa menyebabkan banyak lahan-lahan pertanian yang subur
telah beralih fungsi menjadi penggunaan non pertanian untuk
bangunan tempat tinggal, fasilitas umum, lokasi industri dan
prasarana transportasi jalan dan jembatan.
Sejalan dengan otonomi daerah dan pemekaran wilayah, Kota
Surakarta berharap untuk dapat mengembangkan wilayah utara
menjadi program pembangunan yang signifikan. Sehingga
pemerataan dapat bisa lebih menyebar dan wilayah utara dapat
menjadi mercusuar pengembangan yang menjanjikan. Kecamatan
Banjarsari yang merupakan pemangku wilayah perlu ditunjang
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
dengan penyediaan berbagai infrastruktur, baik sarana prasarana
pemerintahan dan fasilitas pelayanan masyarakat. Penyediaan
permukiman baru di wilayah ini terus berkembang, ditandai dengan
meningkat kebutuhan lahan permukiman baru di wilayah
Kecamatan Banjarsari. Kondisi ini mendorong konversi lahan
pertanian terus meningkat sejalan dengan penetapan Kecamatan
Banjarsari sebagai wilayah pengembangan Solo Utara sebagai kota
bisnis dan pusat perekonomian. Salah satu faktor pendorong
konversi lahan pertanian ke non pertanian adalah kebutuhan
penyediaan lahan bagi perumahan. Perkembangan pembangunan
perumahan yang sangat pesat mendorong terjadinya konversi lahan
pertanian ke non pertanian. Konversi lahan pertanian
menimbulkan berbagai implikasi yang berdampak pada kehidupan
masyarakat petani yang sangat menggantungkan hidupnya pada
sektor pertanian.
Konversi lahan pertanian di satu sisi meningkatkan nilai lahan yang
memberikan keuntungan secara ekonomis bagi sektor non agraris.
Namun pada sisi lain konversi lahan yang terus berlangsung
berakibat secara langsung pada sektor pertanian antara lain
berkurangnya luas panen, produktivitas menurun, menyempitnya
kepemilikan lahan pertanian serta hilangnya kesempatan kerja dan
peluang berusaha di sektor pertanian. Percepatan pembangunan
yang terjadi di Kecamatan Banjarsari sebagai perkembangan kota
dan pertumbuhan ekonomi namun di sisi lain berimbas pada laju
konversi lahan pertanian yang semakin meningkat di wilayah ini.
Kondisi ini secara tidak langsung akan berdampak pada kondisi
sosial ekonomi rumah tangga petani yang menggantungkan hidup
dari kegiatan usaha pertanian. Sebagian besar petani yang terdapat
di Kecamatan Banjarsari merupakan petani tradisional yang sangat
menggantungkan hidup dari kegiatan usaha pertanian. Semakin
berkurangnya kesempatan kerja dan peluang usaha di sektor
pertanian akibat konversi lahan menjadi permasalahan yang
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
tersendiri dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga
petani. Konversi lahan juga mengakibatkan perubahan lingkungan
fisik, biotik dan sosial. Perubahan lingkungan fisik ditandai dengan
berubahnya pola pemanfaatan lahan dari pertanian ke non
pertanian yang mengakibatkan bertambahnya kepadatan
bangunan, namun di sisi lain semakin berkurangnya lahan
pertanian. Perubahan lingkungan biotik antara lain perubahan
ekosistem sawah yang menyebabkan berkurangnya
keanekaragaman hayati. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke
non pertanian menyebabkan perubahan struktur mata pencaharian
penduduk dari agraris ke non agraris yang mempengaruhi kondisi
sosial ekonomi masyarakat petani.
Perubahan lingkungan baik lingkungan fisik, biotik maupun
lingkungan sosial menyebabkan petani berusaha untuk beradaptasi
dengan kondisi lingkungan di sekitarnya yang terus mengalami
perubahan akibat konversi lahan. Untuk itu diperlukan strategi
adaptasi petani yang sesuai dengan kondisi dan keadaan
masyarakat di wilayah Kecamatan Banjarsari.
Guna melihat lebih dalam terkait fenomena konversi lahan
pertanian di wilayah ini dan faktor-faktor yang mempengaruhi
konversi lahan serta bagaimana strategi adaptasi petani dalam
menghadapi permasalahan konversi lahan pertanian perlu
dilakukan kajian lebih lanjut di wilayah Kecamatan Banjarsari.
Agregat sektor primer yang kedua adalah pertambangan dan
penggalian. Pada unsur kedua ini kota Surakarta sangat kecil sekali
bahkan dukungan terhadap nilai PDRB dibawah 0,52 %. Konversi
lahan dari pertanian ke non pertanian, menjadikan semakin
berkurangnya areal penggalian dan pertambangan di Kota
Surakarta. Penggabungan dua agregat menjadikan sektor primer
kontribusinya tidak begitu signifikans, artinya hampir sama atau
tanpa perubahan yaitu dengan rata-rata 0,52 %. Perkembangan
selanjutnya sektor primer kontribusi terhadap total PDRB Kota
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
Surakarta lima tahun terakhir sangat fluktuatif perubahannya
kurang dan 0,05%. Pada tahun 2010 sektor primer memberikan
kontribusi sebesar 0,50 %, pada tahun 2011 sumbangannya sebesar
0,52%, pada tahun 2012 sebesar 0,51%, tahun 2013 sebesar 0,54%
dan pada kondisi dua tahun terakhir yaitu tahun 2014 dan 2015
turun menjadi 0,53% dan 0,52%. Hal ini dapat dimaklumi bahwa
dengan menyempitnya lahan pertanian dan areal pertambangan,
menjadikan turunnya produktivitas dari sektor primer. Kondisi ini
menggambarkan ciri dari wilayah perkotaan. Konversi lahan yang
menyediakan areal untuk perumahan atau areal bisnis merupakan
pendukung mengecilnya sumbangan sektor primer terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kota Surakarta. Pada dasarnya sektor
primer di Kota Surakarta sangat kecil agregat pendukungnya
terhadap nilai PDRB, bukan berarti dibiarkan begitu saja. Karena
itu pemerintah daerah sudah berusaha dengan program sawah
lestari. Tapi solusi yang diambil harus lebih cermat, seperti
penguasaan lahan pertanian oleh pemerintah perlu menjadi
perhatian.

STRUKTUR PDRB SEKTOR PRIMER KOTA SURAKARTA


ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
A Pertanian, Kehutanan, dan 107,625.81 0.50 123,953.56 0.52 134,120.70 0.51 156,759.32 0.54 167,748.49 0.52 182,751.51 0.52
1 Pertanian, Peternakan,
107,115.75 0.50 123,405.35 0.52 133,531.37 0.51 156,085.01 0.54 167,057.60 0.52 181,997.00 0.52
Perburuan dan Jasa Pertanian
2 Kehutanan dan Penebangan 7.57 0.00 8.42 0.00 8.20 0.00 9.21 0.00 10.31 0.00 10.93 0.00
Kayu
3 Perikanan 502.50 0.00 539.79 0.00 581.12 0.00 665.10 0.00 680.59 0.00 743.58 0.00
B Pertambangan dan Penggalian 599.04 0.00 589.94 0.00 589.56 0.00 600.78 0.00 697.25 0.00 770.26 0.00
Jumlah 108,224.85 0.50 124,543.51 0.52 134,710.25 0.51 157,360.10 0.54 168,445.74 0.53 183,521.77 0.52

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


Perkembangan PDRB sektor primer 5 tahun terakhir selalu kurang
dari 2 persen, terutama sektor pertambangan mengalami
perkembangan minus. Rata-rata penurunan pada sektor
pertambangan sebesar -1,87 % setiap tahunnya. Pada tahun 2011,
perkembangan PDRB sektor primer naik 2,21 %, pada tahun 2012
naik 2,92 %, pada tahun 2013 naik 4,62%, pada tahun 2014 turun
0,42% dan pada tahun 2015 naik 0,52 %. Perkembangan PDRB sektor
primer tergambar bahwa tingkat kenaikan pada kurun waktu 5 tahun
terakhir berfluktuasi. Rata-rata nilai kenaikan 5 tahun terakhir
sebesar 4.447,42 juta rupiah per tahun. Pada tahun 2011 nilai
perkembanganya sebesar plus 8.8834,82 juta rupiah. Pada tahun
2012 plus 2.795,42 juta rupiah per tahun. Sektor primer pada tahun
2015 nilainya 130.461,97 juta rupiah, naik 0,52 % dari tahun
sebelumnya. Turunnya 0,001 % disumbang oleh sektor pertambangan
dan penggalian. Penyebab yang cukup dominan karena areal lahan
yang menyempit dan para pelaku kegiatan sektor ini sudah berkurang
dikarena usia serta tidak adanya regenerasi. Bisa dimaklumi dengan
perkembangan pola hidup membawa generasi muda menjadi lebih
modern.

PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR PRIMER KOTA SURAKARTA


ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 107,625.81 2.35 116,492.47 8.24 119,290.28 2.40 125,292.13 5.03 127,634.25 1.87 129,926.80 0.52
1 Pertanian, Peternakan, Perburuan dan107,115.75
Jasa Pertanian 2.36 115,983.01 8.28 118,782.94 2.41 124,753.47 5.03 127,112.81 1.89 129,399.81 0.52
2 Kehutanan dan Penebangan Kayu 7.57 3.77 7.93 4.73 7.59 -4.20 7.73 1.77 7.56 -2.21 7.47 0.00
3 Perikanan 502.50 -0.06 501.54 -0.19 499.74 -0.36 530.93 6.24 513.88 -3.21 519.52 0.00
B Pertambangan dan Penggalian 599.04 -0.13 567.20 -5.31 564.81 -0.42 562.50 -0.41 549.59 -2.29 535.17 0.00
Jumlah 108,224.85 2.21 117,059.67 2.92 119,855.09 1.98 125,854.62 4.62 128,183.84 -0.42 130,461.97 0.52

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


Sektor primer merupakan sektor yang membutuhkan lahan
yang luas. Dan sarana produksi lainnya untuk mendukung
produktivitas pada tiap tiap agregat. Di sektor primer dari tahun
ke tahun cenderung menurun hal ini disebabkan adanya proses
pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor- sektor
lainnya (sektor sekunder dan tersier) yang tidak dapat dihindari,
semakin berkurangnya potensi sumber daya alam dan
bertambahnya alih fungsi lahan produktif menjadi area
pemukiman dan industri menyebabkan pangsa sektor primer
lambat laun semakin tertinggal.

2. Sektor Sekunder
Sektor sekunder adalah sektor yang mengolah bahan baku dari
sektor Primer maupun Sektor sekunder itu sendiri, menjadi
barang lain yang lebih tinggi nilainya. Sektor sekunder merupakan
sektor yang mendukung sektor primer. Sektor ini meliputi Sektor
Bangunan, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Listrik, Gas dan
Air Bersih.
Kata lain sektor sekunder merupakan sektor ekonomi yang
mengolah hasil sektor primer menjadi barang jadi, seperti
pada manufaktur dan konstruksi. Industri pada sektor ini dapat
dibagi menjadi industri ringan dan industri berat. Dalam proses
produksinya, industri pengolahan pada sektor ini umumnya
mengkonsumsi energi dalam jumlah besar, memerlukan pabrik
dan mesin, serta menghasilkan limbah.
Sektor sekunder adalah bagian manufaktur dari perekonomian
yang menggunakan bahan-bahan mentah dan barang-barang
setengah jadi (intermediate products) untuk menghasilkan
barang-barang jadi (final goods) atau barang-barang setengah jadi
lainnya. bagian dari sektor sekunder adalah sektor industri
pengolahan, sektor listrik , gas dan air minum, dan sektor
bangunan. Sektor industri adalah kegiatan yang meliputi proses
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
peningkatan kapasitas produksi yang bertujuan meningkatkan
mutu barang dan jasa. proses produksi dapat dilakukan secara
mekanis, kimiawi ataupun proses lainnya. Sektor listrik, gas dan
air minum adalah kegiatan yang meliputi proses pembangkitan
dan distribusi tenaga listrik baik yang diselenggarakan oleh pln
maupun non pln. Sektor gas adalah kegiatan proses produksi dan
penyediaan gas kota untuk dijual baik kepada sektor lain maupun
kerumah tangga. Sektor air minum adalah kegiatan yang meliputi
proses pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk
menghasilkan air bersih, termasuk penyalurannya. Sektor
bangunan adalah kegiatan yang meliputi proses konstruksi yang
dilakukan baik oleh kontraktor umum maupun oleh kontraktor
khusus yang mencakup kegiatan pembuatan, pembangunan,
pemasangan dan perbaikan berat maupun ringan.
Sektor sekunder merupakan aktivitas lanjutan dari pada sektor
primer yang lebih bersifat pemprosesan dan pembuatan dan
banyak menggunakan keluaran (output) sektor primer sebagai
bahan mentah untuk diproses menjadi barang setengah jadi.
Sehingga dapat memberikan nilai tambahan yang besar kepada
sektor primer.
Pergerakan pola perekonomian dari sektor primer ke sektor
sekunder diharapkan mampu mempercepat pergerakan struktur
perekonomia di wilayah itu. Ketika sector primer mengalami
penurunan secara bersamaan sector sekunder mengalami
kenaikan. Demikian halnya dengan sektor tersier juga mengalami
peningkatan. Ini berarti bahwa struktur perekonomian suatu
wilayah mulai mengarah pada struktur ekonomi modern.
Kesempatan berusaha dan lapangan kerja terbuka, sehingga
mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Ketika
sektor primer struktur perekonomiannya mengalami penurunan
demikian juga sector sekunder mengalami perlambatan dan sector
tersier mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
tersebut sudah mengarah pada struktur perekonomian yang lebih
modern. Pergerseran sektor tidak hanya perubahan dari sector
yang lain, tapi bisa jadi pengaruh dari luar wilayah dapat
berdampak pada pergeseran sektor tersebut. Sebagai gambaran
seperti perubahan pola perekonomian di negara tetangga akan
berdampak pada pola perekonomian di negara kita.
Pada tahun 2015 sektor sekunder sebagai penyumbang peranan
terbesar kedua, berperan sebesar 35,82 persen setelah sektor
tersier. Sektor tersier mempunyai peran 63,66 %. Dari empat
agregat sektor sekunder yang memberikan kontribusi terbesar
adalah konstruksi besarnya 26,90% disusul sektor industri
pengolahan dengan kontribusi 8,58%. Sektor Listrik, gas dan air
bersih memberikan sumbangan sebesar 0,33 % terhadap total
PDRB kota Surakarta. Struktuar PDRB sektor sekunder dari
tahun ke tahun mengalami berubahan yang fluktuatif. Hal ini
dapat dipahami karena harga berlaku di pasar mengalami
perubahan sesuai kondisi di lapangan. Pada saat tertentu jumlah
tertentu kebutuhan meningkat sedangkan jumlah barang terbatas,
atau terjadi sebaliknya.

Struktur ekonomi sektor kontruksi dari tahun ke tahun kontribusi


terhadap PDRB rata-rata per tahun berkisar sekitar 27,08 %,
sedangkan sektor Industri pengolahan raat-rata per tahun berkisar
sekitar 8,27 %. Dan untuk Listrik, gas dan air bersih memberikan
sumbangan terhadap PDRB rata-rata per tahun sekitar 0,2 %.
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
STRUKTUR PDRB SEKTOR SEKUNDER KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
C Industri Pengolahan 1,636,047.97 7.62 1,932,330.19 8.08 2,184,220.23 8.27 2,440,165.97 8.39 2,789,563.68 8.70 3,002,990.09 8.58
D Pengadaan Listrik dan Gas 47,061.77 0.22 51,207.57 0.21 57,110.07 0.22 58,562.30 0.20 60,379.07 0.19 61,213.06 0.17
E Pengadaan Air, Pengl. 48,303.14 0.22 50,226.77 0.21 49,150.21 0.19 49,564.92 0.17 52,562.74 0.16 55,285.78 0.16
F Konstruksi 6,060,192.51 28.23 6,463,871.49 27.04 7,132,200.69 26.99 7,707,302.44 26.50 8,591,705.73 26.80 9,410,744.97 26.90
Jumlah 7,791,605.39 36.29 8,497,636.02 35.54 9,422,681.20 35.66 10,255,595.62 35.27 11,494,211.23 35.85 12,530,233.91 35.82
Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015

Pada tahun 2015 nilai sektor sekunder sebesar 12,53 rilyun.


Sumbangan terbesar adalah oleh sektor konstruksi atau bangunan
sebesar 9,4 trilyun. Sedangkan nilai industri pengolahan sebesar
3,002 trilyun, sisanya untuk sektor kegiatan Listrik, Gas dan air
bersih sebesar 0,116 trilyun. Peranan sektor sekunder terhadap
total PDRB setiap tahun mengalami penurunan atau cenderung
turun. Hal ini perlu di cermati bahwa bisa jadi wilayah kota
Surakarta akan menuju kota modern dengan penuh kegiatan atau
even. Sehingga para pelaku pasar perlu kecermatan tersendiri
dengan adanya kebijakan kebijakan pemerintah yang baru.
Pada tahun 2015, sektor sekunder peranannya menurun,
yaitu sebesar 0,03 %. Hal in terlihat bahwa pada tahun 2014
sektor sekunder peranannya 35,85 % dan turun di tahun 2015
menjadi 35,82 %.

PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR SEKUNDER KOTA SURAKARTA


ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
C Industri Pengolahan 1,636,047.97 4.38 1,746,601.12 6.76 1,874,945.81 7.35 2,044,003.66 9.02 2,184,105.67 6.85 2,263,993.97 8.58
D Pengadaan Listrik dan Gas 47,061.77 4.21 50,905.97 8.17 57,293.50 12.55 61,821.35 7.90 63,499.68 2.71 61,092.81 0.17
Analisis ekonomi
E Pengadaan Air,kota Surakarta tahun
48,303.14 6.54 49,441.81 2.36 48,187.39 -2.54 47,384.05 -1.67 48,594.69 2.55 49,454.24 iii 0.16
F Konstruksi 6,060,192.51 6.72 6,175,996.77 1.91 6,512,554.87 5.45 6,767,584.32 3.92 7,014,333.33 3.65 7,390,395.31 5.36
Jumlah 7,791,605.39 6.20 8,022,945.67 2.97 8,492,981.57 5.86 8,920,793.38 5.04 9,310,533.36 4.37 9,764,936.33 4.88
Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015
Kalau dilihat dari perkembangannya, sektor sekunder mengalami
tingkat rata-rata kenaikan sebesar 4,89 %. Awalnya pada tahun
2014 perkembangan sektor sekunder sebesar 4,37 % sedangkan
pada tahun 2015 perkembangannya sebesar 4,88 %. Dengan
tingkat rata-rata perkembangan sebesar 4,89 % ternyata tidak
meningkatkan kontribusi sektor sekunder terhadap total PDRB
secara keseluruhan. Dari agregat sektor sekunder pertumbuhan
yang paling tinggi adalah kegiatan industri pengolahan yang
pertumbuhannya sebesar 7,16 %. Disusul oleh kegiatan listrik, gas
sebesar 5,36% dan kegiatan konstruksi sebesay 4,50% yang
terakhir Pengadaan Air dan pengelolaan sampah yang besarnya
1,24 %. Listrik, gas dan air bersih dengan pertumbuhan terendah
diantara tiga agregat sektor sekunder, juga mempunyai kontribusi
yang paling kecil dari ketiga agregat tersebut.

3. Sektor Tersier.
Sektor Tersier merupakan sektor ekonomi yang berkaitan dengan
pada nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan
informasi, daya cipta, organisasi dan koordinasi antar manusia
sehingga tidak memproduksi dalam bentuk fisik melainkan dalam
bentuk jasa. Sektor ini meliputi lapangan usaha perdagangan,
restoran, hotel, angkutan, keuangan, komunikasi, dan jasa-jasa.
Sektor ekonomi tersier (juga dikenal sebagai sektor jasa atau
industry jasa) adalah satu dari tiga sektor ekonomi, yang lainnya
adalah sektor sekunder (manufaktur) dan sektor primer
(pertambangan, pertanian dan perikanan ). Definisi umum
sektor tersier adalah menghasilkan suatu jasa daripada produk
akhir seperti sektor sekunder. Kadang sebuah sekotar tambahan,

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


"sekotr kuartener", diartikan sebagai berbagi informasi (yang
secara normal dimiliki oleh sektor tersier).
Bisnis sektor jasa yang semakin meningkat berfokus pada ide
"ekonomi pengetahuan", dengan memahami apa yang diinginkan
konsumen dan bagaimana mengirimkannya dengan cepat dan
efisien. Salah satu contoh yang ada di lapangan ialah industri
perbankan yang telah mengalami perubahan besar beberapa
tahun belakangan ini. Menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi, bank dengan cepat mengurangi jumlah staf yang
dibutuhkan. Banyak komunitas bank dan bangunan telah
bergabung untuk membentuk bisnis yang lebih "ramping" yang
mampu menghasilkan lebih banyak keuntungan dari basis
pengguna luas. Kunci proses ini adalah memperoleh informasi
mengenai pengguna jasa dan memberikan mereka produk-
produk baru.
PDRB atas dasar harga berlaku dalam 11 (sebelas) kategori.
Terlihat bahwa kelompok tersier masih mendominasi dalam
penciptaan nilai tambah di Kota Surakarta selama periode 2010-
2015. Besaran PDRB atas dasar harga berlaku kelompok tersier di
Tahun 2010 sampai Tahun 2015 terus mengalami peningkatan.
Di Tahun 2010 hanya sebesar Rp. 13,57 trilyun dan terus
mengalami peningkatan hingga mencapai Rp. 22,29 trilyun di
Tahun 2015 atau memiliki pangsa terhadap total PDRB Kota
Surakarta sebesar 63,66 persen.
Sektor tersier mendominasi struktur ekonominya terhadap PDRB
Kota Surakarta tahun 2010 – 2015. Sektor perdagangan, hotel
dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan dan jasa
perusahaan dan jasa-jasa memberikan sumbangan terhadap
PDRB Kota Surakarta secara keseluruhan mencapai Rp. 9,91
trilyun. Kemudian sektor primer dengan sektor Pertanian,
pertambangan dan penggalian memberikan sumbangan total
mencapai Rp. 183,52 milyard. Terakhir sektor sekunder dengan
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
sektor industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan
memberikan kontribusi total sebesar Rp. 12,53 trilyun. Pada
tahun 2010–2015 sektor tersier kontribusi terhadap
pertumbuhan PDRB Kota Surakartasangat berfluktuatif.
STRUKTUR PDRB SEKTOR TERSIER KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
G Perdagangan Besar dan Eceran;
5,113,356.59
Reparasi Mobil
23.82dan5,839,528.28
Sepeda Motor24.42 6,167,070.06 23.34 6,839,466.39 23.52 7,307,631.60 22.79 7,893,738.82 22.56
H Transportasi dan 566,181.32 2.64 595,691.62 2.49 639,607.23 2.42 713,390.43 2.45 828,699.95 2.58 932,398.98 2.67
I Penyediaan Akomodasi 1,044,929.32 4.87 1,191,045.72 4.98 1,416,920.94 5.36 1,614,045.03 5.55 1,826,367.28 5.70 2,015,814.83 5.76
J Informasi dan 2,439,338.58 11.36 2,659,909.56 11.13 2,968,644.77 11.23 3,201,750.06 11.01 3,453,784.47 10.77 3,715,658.93 10.62
K Jasa Keuangan dan 783,042.54 3.65 874,845.28 3.66 980,309.86 3.71 1,065,842.54 3.67 1,173,873.01 3.66 1,326,074.81 3.79
L Real Estate 907,497.62 4.23 997,530.77 4.17 1,081,941.05 4.09 1,148,116.83 3.95 1,296,580.03 4.04 1,436,443.80 4.11
M,N Jasa Perusahaan 136,373.29 0.64 160,589.58 0.67 181,151.78 0.69 208,386.73 0.72 235,080.88 0.73 272,952.59 0.78
O Administrasi 1,387,544.33 6.46 1,454,692.69 6.08 1,630,094.69 6.17 1,772,641.71 6.10 1,888,650.12 5.89 2,086,163.83 5.96
P Jasa Pendidikan 785,767.73 3.66 1,055,833.37 4.42 1,286,013.89 4.87 1,534,635.46 5.28 1,734,114.99 5.41 1,877,495.85 5.37
Q Jasa Kesehatan dan 183,228.09 0.85 219,979.97 0.92 265,871.64 1.01 296,594.32 1.02 346,392.98 1.08 385,675.46 1.10
R,S,T Jasa lainnya 222,461.64 1.04 237,184.76 0.99 250,255.67 0.95 273,487.25 0.94 305,614.62 0.95 326,200.52 0.93
PRODUK DOMESTIK
13,569,721.05 63.20 15,286,831.60 63.94 16,867,881.57 63.83 18,668,356.75 64.19 20,396,789.93 63.62 22,268,618.41 63.66
REGIONAL BRUTO
Sumber : BPS, PDRB Kota 9.26 9.18

Apabila PDRB dihitung atas dasar harga konstan Tahun 2010,


kinerja sektor tersier terus mengalami tingkat penurunan yang
cukup dari 9,26 persen menjadi 9,18 persen, kondisi ini lebih
banyak penurunannya dari lapangan usaha sektor perdagangan,
hotel dan restoran, terutama perdagangan dengan terbakarnya
pasar Klewer memberi dampak regulasi yang diambil oleh
pemerintah. Kontribusi terbesar adalah kontribusi dari
kelompok kegiatan perdagangan, hotel dan yang sama besarnya
terhadap perkembangan ekonomi Kota Surakarta.

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR TERSIER KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
G Perdagangan Besar dan Eceran;5,113,356.59
Reparasi Mobil
6.06 dan5,647,923.34
Sepeda Motor
10.45 5,764,372.04 2.06 6,193,415.14 7.44 6,461,014.08 4.32 6,730,422.13 22.56
H Transportasi dan 566,181.32 4.89 591,897.31 4.54 630,022.97 6.44 695,071.27 10.32 750,350.60 7.95 811,007.78 2.67
I Penyediaan Akomodasi 1,044,929.32 5.49 1,130,160.17 8.16 1,218,509.72 7.82 1,288,357.53 5.73 1,377,875.81 6.95 1,463,048.48 5.76
J Informasi dan 2,439,338.58 6.09 2,646,721.83 8.50 2,959,428.76 11.81 3,204,036.98 8.27 3,490,330.91 8.94 3,723,082.11 10.62
K Jasa Keuangan dan 783,042.54 7.15 818,294.40 4.50 842,704.78 2.98 872,109.50 3.49 907,659.83 4.08 968,341.37 3.79
L Real Estate 907,497.62 5.80 971,859.64 7.09 1,040,600.25 7.07 1,094,700.86 5.20 1,164,923.59 6.41 1,249,065.08 4.11
M,N Jasa Perusahaan 136,373.29 8.00 151,629.26 11.19 162,516.32 7.18 177,726.37 9.36 189,915.26 6.86 207,530.85 0.78
O Administrasi 1,387,544.33 6.03 1,426,534.36 2.81 1,450,191.36 1.66 1,506,447.18 3.88 1,524,921.96 1.23 1,623,466.15 5.96
P Jasa Pendidikan 785,767.73 7.20 888,360.44 13.06 982,167.18 10.56 1,060,271.81 7.95 1,144,903.75 7.98 1,223,370.41 5.37
Q Jasa Kesehatan dan 183,228.09 4.67 205,314.81 12.05 220,699.59 7.49 238,715.15 8.16 268,758.62 12.59 285,590.16 1.10
R,S,T Jasa lainnya 222,461.64 6.61 229,738.50 3.27 239,731.95 4.35 254,181.54 6.03 264,987.02 4.25 273,171.04 0.93
Jumlah 13,569,721.05 6.09 14,708,434.07 8.39 15,510,944.92 5.46 16,585,033.31 6.92 17,545,641.41 5.79 18,558,095.56 5.77
Sumber : BPS, PDRB Kota

Perkembangan untuk sektor tersier dari tahun 2010 sampai tahun


2015 mengalami partumbuhan yang sangat bervariasi, hal ini
dapat dimaklumi karena kondisi secara nasional juga mengalami
hal yang sama. Dari nilai rupiah yang terus tergerus oleh dolar, BI
rate yang berubah maupun kondisi inflasi yang tidak menentu
dengan adanya kebijakan pemerintah terhadap barang yang
bersifat administration price. Yaitu kebijakan pemerintah
terhadap barang barang yang harganya ditentukan oleh
pemerintah melalui keputusan Presiden. Selain dari adanya
kebijakan ekonomi pemerintah yang sangat cepat dengan
kebijakan Paket X sampai Paket XIII.

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


BAB III
EKONOMI SEKTORAL

Perkembangan ekonomi mengacu pada masalah negara


terbelakang, sedang pertumbuhan mengacu pada masalah negara maju.
Perkembangan adalah perubahan spontan dan terputus-putus dalam
keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi
keseimbangan yang ada sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan adalah
perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi
melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Pembangunan merupakan
suatu proses perubahan yang terjadi secara terus menerus yang
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat dalam
jangka panjang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di
mana pemerintah daerah dan masyarakatnya secara bersama-sama
mengelola sumber daya yang ada. Pembangunan dapat dilakukan dengan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor
swasta yang bertujuan untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru
guna merangsang pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam upaya untuk
mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus
secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh
karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya harus
mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk
merancang dan membangun perekonomian daerah.
Era otonomi telah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah,
baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk mengembangkan sendiri
potensi daerah yang dimilikinya. Dengan kata lain, daerah diberi
wewenang untuk mengelola sendiri keuangannya sekaligus menentukan
arah pembangunan yang akan dilaksanakan demi tercapainya
kemakmuran penduduk di daerahnya, dengan mempertimbangkan
segenap potensi, sumber daya serta faktor-faktor lainnya, baik faktor
pendukung maupun faktor penghambat. Dengan demikian, suatu daerah

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


sangat memerlukan beragam data yang dapat dijadikan sebagai dasar
acuan sekaligus bahan evaluasi pembangunan ekonomi daerah.
Untuk mengetahui potensi pembangunan ekonomi suatu daerah,
diperlukan suatu metode yang berguna untuk mengkaji sektor-sektor
ekonomi basis dan potensial yang dapat dikembangkan guna
peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Teori basis ekonomi
mengungkapkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut.
Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan
nonbasis. Kegiatan basis adalah semua kegiatan baik penghasil produk
maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah.
Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi permintan
yang bersifat eksogen (tidak tergantung pada kekuatan
internal/permintaan lokal). Sedangkan kegiatan nonbasis adalah untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, oleh karena itu permintaan sektor
ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kenaikan pendapatan masyarakat
setempat. Dengan demikian, sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi
setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi
wilayah.
Berdasarkan teori basis ekonomi di atas, satu-satunya sektor yang
bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan
alamiah adalah sektor basis. Penggunaan pendekatan model basis
ekonomi pada umumnya didasarkan atas nilai tambah maupun lapangan
kerja, namun analisis dengan menggunakan data pendapatan (nilai
tambah) dianggap lebih tepat dibandingkan menggunakan data lapangan
kerja. Hal ini dikarenakan lapangan kerja memiliki bobot yang berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya.
Data nilai tambah atau lebih dikenal dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) adalah indikator yang selama ini lazim
digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui keberhasilan ekonomi
suatu daerah. PDRB bisa menjadi petunjuk kinerja perekonomian secara
umum sebagai ukuran kemajuan suatu daerah. Dilihat dari sisi produksi
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
,PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh berbagai unit produksi di suatu region/wilayah pada suatu jangka
waktu tertentu. Perhitungan PDRB melalui pendekatan ini disebut juga
penghitungan melalui pendekatan nilai tambah (value added).
Perhitungan PDRB melalui pendekatan ini dilakukan dengan bertitik
tolak dari penggunaan akhir barang dan jasa yang dihasilkan di wilayah
domestik.
PDRB merupakan indikator penting di suatu wilayah yang dapat
mengindikasikan totalitas produksi neto barang/jasa yang selanjutnya
dapat digunakan sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pembangunan
wilayah. Berdasarkan lapangan usaha/sektor produksinya, PDRB dibagi
ke dalam 9 (sembilan) sektor yaitu: pertanian; pertambangan dan
penggalian; industri ; listrik, gas dan air minum; bangunan ;
perdagangan, hotel dan restoran ; angkutan dan komunikasi; keuangan;
serta jasa-jasa.
Dari sisi lapangan usaha, hampir semua sektor menunjukkan
peningkatan setiap tahunnya. Bila dicermati lebih lanjut, terlihat bahwa
pertumbuhan kelompok sektor sekunder dan tersier selalu lebih tinggi
bila dibanding dengan pertumbuhan kelompok primer. Sektor primer
kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi sangat kecil. Sektor
primer sejak tahun 2010 hingga 2015 pertumbuhannya 1,97 %. Dalam hal
ini sektor pertanian tumbuh rata-rata 3,40% dan sektor pertambangan -
0,002 %. Untuk lebih cermat dan detail perlu dilihat sektor per sektor
sehingga akan menjadi jelas besar kontribusi maupun sumbangannya
terhadap pertumbuhan perekonomian di Kota Surakarta.

1. Sektor Pertanian
Pengertian pertanian dalam arti sempit hanya mencakup
pertanian sebagai budidaya penghasil tanaman pangan padahal
kalau kita tinjau lebih jauh kegiatan pertanian dapat meng-
hasilkan tanaman maupun hewan ternak demi pemenuhan
kebutuhan hidup manusia.
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi
sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan
pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode
budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan
pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani
memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi
untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan
pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang
dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program
dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara
pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian
industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering
kali disamakan.
Sedangkan pengertian pertanian yang dalam arti luas tidak
hanya mencakup pembudidayaan tanaman saja melainkan
membudidayakan serta mengelola dibidang perternakan seperti
merawat dan membudidayakan hewan ternak yang bermanfaat
bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat banyak seperti: ayam,
bebek, angsa. Serta pemanfaatan hewan yang dapat membantu
tugas para petani kegiatan ini merupakan suatu cakupan dalam
bidang pertanian. Kegiatan pertanian merupakan mata
pencaharian terbesar penduduk didunia termasuk di Indonesia.
Sejarah Indonesia pun tidak terlepas dari sektor pertanian
(menghasilkan bahan baku seperti padi, jagung, sagu, dll) dan
perkebunan (menghasilkan buah-buahan) terutama pada masa
kolonial penjajahan Belanda kegiatan pertanian dan perkebunan
menjadi penentu tingkat social dan perekonomian seseorang.
Meskipun kegiatan pertanian hanya menyumbang rata-rata 4%
dari PDB (Produk Domestik Bruto) suatu negara namun kegiatan
pertanian ini menjadi penyedia lapangan pekerjaan terbesar bagi
setiap negara. Program-program pembangunan pertanian yang
tidak terarah tujuannya bahkan semakin terjerumus sektor ini
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
pada kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor
yang sangat banyak menampung luapan tenaga kerja dan sebagian
besar penduduk kita tergantung padanya.
Perjalanan pembangunan pertanian hingga saat ini masih belum
dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat
kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan baik
lokal maupun nasional. Pembangunan pertanian dianggap penting
dari keseluruhan pembangunan yang dilakukan. Ada beberapa hal
yang mendasari mengapa pembangunan pertanian mempunyai
peranan penting, antara lain: potensi Sumber Daya Alam yang
besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan yang cukup
besar, besarnya pangsa terhadap ekspor, banyaknya penduduk
yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam
penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan
di pedesaan. Potensi pertanian di Kota Surakarta pada
kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani kita
masih banyak yang termasuk golongan miskin. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemerintah pada masa sekarang bukan
saja kurang memberdayakan petani tetapi juga terhadap sektor
pertanian keseluruhan.
Kota Surakarta dengan luas wilayah pertanian yang sangat
terbatas, perlu adanya manajemen pengelolaan lahan yang efektif
efisien dan berdaya guna, sehingga dapat memanfaatkan lahan
sempit berdaya maksimal. Penerapan teknik intensifikasi beras
(SRI:System of Rice Intensification) kegiatan yang dilaksanakan
dengan kombinasi dari kegiatan ini diharapkan dapat
meningkatkan produktifitas pertanian dan juga penghasilan para
petani. Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua
kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup
(termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan
manusia. Dalam arti sempit, pertanian diartikan sebagai kegiatan
pembudidayaan tanaman.
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
STRUKTUR PDRB SEKTOR PERTANIAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
A Pertanian, Kehutanan, dan 107,625.81 0.50 123,953.56 0.52 134,120.70 0.51 156,759.32 0.54 167,748.49 0.52 182,751.51 0.52
1 Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa 107,115.75 0.50 123,405.35 0.52 133,531.37 0.51 156,085.01 0.54 167,057.60 0.52 181,997.00 0.52
Pertanian
2 Kehutanan dan 7.57 0.00 8.42 0.00 8.20 0.00 9.21 0.00 10.31 0.00 10.93 0.00
3 Penebangan
Perikanan Kayu 502.50 0.00 539.79 0.00 581.12 0.00 665.10 0.00 680.59 0.00 743.58 0.00
Jumlah 107,625.81 0.50 123,953.56 0.52 134,120.70 0.51 156,759.32 0.54 167,748.49 0.52 182,751.51 0.52
Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015

PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR PERTANIAN KOTA SURAKARTA


ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
A Pertanian, Kehutanan, dan 107,625.81 2.35 116,492.47 8.24 119,290.28 2.40 125,292.13 5.03 127,634.25 1.87 129,926.80 0.52
1 Pertanian, Peternakan, Perburuan
107,115.75
dan Jasa2.36Pertanian
115,983.01 8.28 118,782.94 2.41 124,753.47 5.03 127,112.81 1.89 129,399.81 0.52
2 Kehutanan dan 7.57 3.77 7.93 4.73 7.59 -4.20 7.73 1.77 7.56 -2.21 7.47 0.00
Penebangan Kayu
3 Perikanan 502.50 -0.06 501.54 -0.19 499.74 -0.36 530.93 6.24 513.88 -3.21 519.52 0.00

Jumlah 107,625.81 6.07 116,492.47 12.81 119,290.28 -2.14 125,292.13 13.04 127,634.25 -3.52 129,926.80 0.52
Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015

Sektor pertanian sendiri terdiri dari tiga sub kategori yaitu


pertanian, kehutanan dan perikanan. Di kota Surakarta untuk sub
sektor kehutanan tidak memiliki potensi yang dapat diandalkan.
Sedangkan untuk tiap tiap sub kategori memiliki kontribusi yang
beragam. Total kontribusi dari tiga sub kategori hanya
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
menyumbangkan angka pada PDRB sebesar 0,50 %. Hal ini
disumbangkan oleh pertanian sebesar 0.50 % dan sub kategori
yang lain dibawah dua digit desimal karena saking kecilnya.
Pertumbuhan sektor pertanian dari tahun ke tahun sangat
bervariasi. Pada tahun 2015 kategori pertanian mengalami
kenaikan sebesar 0,52 %.

Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Tahun 2015

No Sektor Tenaga Kerja Jumlah Kesemp


Jumlah
Tenaga atan
Perusahaan Kerja Kerja
L P
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan,
1 3 286 44 330 0.70
Perburuhan dan Perikanan
2 Pertambangan dan Penggalian 0 0 0 0 0.00
3 Industri Pengolahan 176 6,822 9,574 16396 34.58
4 Listrik, Gas dan Air Minum 17 378 70 448 0.94
5 Konstruksi 8 753 98 851 1.79
Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa
6 312 6,480 3,631 10111 21.32
Akomodasi
7 Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi 34 1126 357 1483 3.13
Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan 221 8915
8 18.80
dan Jasa Perusahaan 5,899 3,016
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan 122 4,623 4,259 8882
9 18.73
Perorangan
Jumlah 893 26367 21049 47416
Sumber : Dinsosnakertrans Kota Surakarta

Sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja hanya 0,70 %


terhadap total tenaga kerja yang bekerja di semua sektor.
Di Kota Surakarta sangat sulit untuk bergelut di sektor pertanian.
Dengan kecilnya daya serap terhadap angkatan kerja pada sektor
pertanian, dan kondisi lahan pertanian yang semakin sempit di
perkotaan memungkinkan peminat disektor ini semakin
berkurang. Dapat dilihat bahwa sektor pertanian kontribusinya
terhadap total perekonomian di Kota Surakarta sangat kecil.

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


2. Pertambangan dan Penggalian.
Sektor ini mencakup kegiatan pertambangan, penggalian,
pengeboran, penyaringan, pencucian, pemilihan dan
pengambilan/pemanfaatan segala macam benda non biologis,
seperti barang tambang, barang mineral dan barang galian yang
tersedia di alam baik yang berupa benda padat, benda cair,
maupun benda gas.
Sektor pertambangan meliputi pengambilan dan persiapan
pengolahan lanjutan benda padat, baik di bawah maupun di atas
permukaan bumi serta seluruh kegiatan lainnya yang bertujuan
untuk memanfaatkan bijih logam dan hasil tambang lainnya. Hasil
kegiatan ini berwujud batubara, pasir besi, bijih timah, bijih nikel,
fero nikel, nikel mattes, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas
dan perak, bijih mangan, belerang, yodium, fosfat, aspal alam,
serta komoditas lainnya.
Sektor penggalian mencakup penggalian dan pengambilan
segala jenis barang galian yang umumnya berada di permukaan
bumi. Hasil kegiatan ini berupa batu gunung, batu kali, batu
kapur, koral, kerikil, batu karang, batu marmer, pasir untuk bahan
bangunan, pasir silika, pasir kwarsa, koalin, tanah liat dan
sebagainya.
Pada dasarnya sektor pertambangan dan penggalian di kota
Surakarta, sangat minim bahkan hampir tidak dikarena lahan dan
areal di sektor ini sama sekali tidak ada, andaikan itu muncul
sifatnya informal hanya sekedar kegiatan rumah tangga.
STRUKTUR PDRB SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
B Pertambangan dan
Penggalian 599.04 0.00 589.94 0.00 589.56 0.00 600.78 0.00 697.25 0.00 770.26 0.00

Sumber : BPS, PDRB Kota

PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN KOTA SURAKARTA


ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
Analisis
goriekonomi kota Surakarta
(Rp/juta) % tahun
(Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) iii
%
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
Pertambangan dan
B Penggalian 599.04 -0.13 567.20 -5.31 564.81 -0.42 562.50 -0.41 549.59 -2.29 535.17 0.00

Sumber : BPS, PDRB Kota


Surakarta,2015
3. Industri Pengolahan
Industri adalah bidang yang menggunakan ketrampilan, dan
ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan
alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi, dan distribusinya
sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata
rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan
(ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah
pertanian, perkebunan, dan pertambangan yang berhubungan erat
dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang
merupakan basis ekonomi, budaya, dan politik.
Selain itu, pengertian industri menurut undang-undang tentang
perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
mentah , bahan baku, bahan setengah jadi , dan/atau barang jadi
menjadi barang nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya,
teremasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari
usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan
dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan
pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan
industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi,
budaya dan politik.
Dari sisi structural industri pengolahan mengalami kenaikan yang
cukup signifikan. Pada tahun memberi kontribusi sebesar 7,62%
(Rp.1.636.047,97 juta rupiah) meningkat pada tahun 2011 sebesar
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
8,08% (Rp.1.932.330,19 juta rupiah) peningkatan terus berjalan
pada tahun berikutnya dengan besaran kontribusi 8,27% pada
tahun 2012 (Rp.2.184.220,23 juta rupiah) diikuti peningkatan
pada tahun 2013 memberi kontribusi sebesar 8,39% (2.440.165,97
juta rupiah) dan kontribusi naik pada tahun 2014 sebesar 8.70% (
Rp.2.789.563,68 juta rupiah). Pada tahun 2015 industri
pengolahan mengalami sedikit penurunan kontribusi terhadap
total PDRB, walaupun secara kuantitatif nilainya naik.
Hal ini terjadi karena ada pergeseran ke sektor lain. (lihat tabel
dibawah).
STRUKTUR PDRB SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)

C Industri Pengolahan 1,636,047.97 7.62 1,932,330.19 8.08 2,184,220.23 8.27 2,440,165.97 8.39 2,789,563.68 8.70 3,002,990.09 8.58

Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015


PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR INDUSTRI KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)

C Industri Pengolahan 1,636,047.97 4.38 1,746,601.12 6.76 1,874,945.81 7.35 2,044,003.66 9.02 2,184,105.67 6.85 2,263,993.97 8.58

Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015

4. Listrik Gas dan Air bersih


Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih yang merupakan sektor
penunjang seluruh kegiatan ekonomi, dan sebagai infrastruktur
yang mendorong aktivitas seluruh sektor terutama sektor industri,
ternyata perkembangannya cukup pesat. Hampir seluruh kegiatan
di sector Listrik, Gas dan Air Bersih dimonopoli oleh pemerintah,
sehingga sektor ini bisa bebas dari persaingan bisnis apapun.
Sektor ini mencakup kegiatan pembangkitan dan
penyaluran tenaga listrik, penyediaan serta penyaluran gas kota
kepada konsumen dan kegiatan penampungan, penjernihan,
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
penyediaan dan pendistribusian air bersih kepada rumah tangga,
industri, rumah sakit, dan penggunaan komersial lainnya.
Walaupun sektor ini penunjang seluruh kegiatan ekonomi dan
sebagai infrastruktur yang mendorong aktivitas proses produksi
sektoral maupun pemenuhan kebutuhan masyarakat, namun
kontribusinya terhadap pembentukan total PDRB masih relatif
kecil.
Perkembangan sektor listrik, gas dan air bersih secara
agregat mengalami kenaikan, yaitu sebesar Rp 95.364,91 juta
tahun 2010 menjadi Rp 101.434,34 juta tahun 2011. Secara
structural terjadi fluktuasi mengalami kenaikan kembali pada
tahun 2012. Pada tahun 2010 sektor ini perkembangannya
melambat bahkan pada tahun 2015 mengalami perkembangan
minus yang artinya bahwa sektor ini mempunyai nilai PDRB lebih
kecil dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

STRUKTUR PDRB SEKTOR PENGADAAN LISTRIK DAN AIR BERSIH KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
Pengadaan Listrik dan
D 47,061.77 0.22 51,207.57 0.21 57,110.07 0.22 58,562.30 0.20 60,379.07 0.19 61,213.06 0.17
Gas
Pengadaan Air, Pengl.
E Sampah, Limbah dan 48,303.14 0.22 50,226.77 0.21 49,150.21 0.19 49,564.92 0.17 52,562.74 0.16 55,285.78 0.16
Daur Ulang
Jumlah 95,364.91 0.44 101,434.34 0.42 106,260.29 0.40 108,127.21 0.37 112,941.82 0.35 116,498.85 0.33
Sumber : BPS, PDRB Kota
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR PENGADAAN LISTRIK DAN AIR BERSIH KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
Pengadaan Listrik dan
D 47,061.77 4.21 50,905.97 8.17 57,293.50 12.55 61,821.35 7.90 63,499.68 2.71 61,092.81 0.17
Gas
Pengadaan Air,
E Pengelolaan Sampah, 48,303.14 6.54 49,441.81 2.36 48,187.39 -2.54 47,384.05 -1.67 48,594.69 2.55 49,454.24 0.16
Limbah dan Daur Ulang
Jumlah 95,364.91 100,347.78 5.23 105,480.89 5.12 109,205.41 3.53 112,094.36 2.65 110,547.05 -1.38
Sumber : BPS, PDRB Kota

5. Konstruksi
Perkembangan pada sektor- sektor ekonomi umumnya
diikuti oleh sektor bangunan. Hampir Semua sektor ekonomi
mempunyai keterkaitan dengan sektor ini. Namun kontribusinya

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


dalam pembentukan PDRB Kota Surakarta selama periode 2010-
2015 berada pada kisaran 26,50 persen sampai 28,23 persen.
Perkembangan di sektor konstruksi secara agregat
mengalami kenaikan, yaitu sebesar Rp 6,060 trilyun tahun 2010
menjadi Rp 9,41 trilyun pada tahun 2015. Secara structural
mengalami fluktuasi dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015,
yaitu 28,23 % tahun 2010 dan 26,50 % tahun 2015.

STRUKTUR PDRB SEKTOR KONSTRUKSI / BANGUNAN KOTA SURAKARTA


ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)

F Konstruksi 6,060,192.51 28.23 6,463,871.49 27.04 7,132,200.69 26.99 7,707,302.44 26.50 8,591,705.73 26.80 9,410,744.97 26.90

Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015


PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR KONSTRUKSI / BANGUNAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)

F Konstruksi 6,060,192.51 6.72 6,175,996.77 1.91 6,512,554.87 5.45 6,767,584.32 3.92 7,014,333.33 3.65 7,390,395.31 5.36

Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran


Sektor perdagangan sebagai muara dari sektor- sektor yang
memproduksi barang seperti sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolaan
biasanya bergerak seirama sektorsektor tersebut. Selam periode
2010-2015 sektor ini merupakan penyumbang terbesar kedua
setelah industri terhadap total PDRB Kota Surakarta. Sedang
sektor hotel dan restoran mempunyai peran relatif kecil terhadap
kontribusi sektor ini.
Seperti sektor yang lain, sektor perdagangan, hotel dan restoran
secara agregat juga mengalami kenaikan. Pada tahun 2010 sebesar
Rp 6.158.285,91 juta menjadi Rp 9.909.883,65 juta tahun 2015.
Secara struktural hampir setiap tahun terjadi fluktuasi, amat
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
variasi naik turunnya perkembangan sektor ini selama lima tahun
terakhir.Tahun 2010 sebesar 28,68 % menjadi 28,33 % tahun
2015.

STRUKTUR PDRB SEKTOR PERDAGANGAN DAN AKOMODASI KOTA SURAKARTA


ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
G 5,113,356.59 23.82 5,839,528.28 24.42 6,167,070.06 23.34 6,839,466.39 23.52 7,307,631.60 22.79 7,893,738.82 22.56
Mobil dan Sepeda Motor
Penyediaan Akomodasi dan Makan
I 1,044,929.32 4.87 1,191,045.72 4.98 1,416,920.94 5.36 1,614,045.03 5.55 1,826,367.28 5.70 2,015,814.83 5.76
Minum

Jumlah 6,158,285.91 28.68 7,030,574.00 29.41 7,583,991.00 28.70 8,453,511.42 29.07 9,133,998.89 28.49 9,909,553.65 28.33
Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR PERDANGAN DAN AKOMODASI KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
G 5,113,356.59 6.06 5,647,923.34 10.45 5,764,372.04 2.06 6,193,415.14 7.44 6,461,014.08 4.32 6,730,422.13 22.56
Mobil dan Sepeda Motor
Penyediaan Akomodasi dan Makan
I 1,044,929.32 5.49 1,130,160.17 8.16 1,218,509.72 7.82 1,288,357.53 5.73 1,377,875.81 6.95 1,463,048.48 5.76
Minum
Jumlah 6,158,285.91 6,778,083.51 10.06 6,982,881.77 3.02 7,481,772.67 7.14 7,838,889.89 4.77 8,193,470.61 4.52
Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015

7. Pengangkutan & Komunikasi


Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan umum untuk barang
dan penumpang baik melalui darat, laut, sungai dan danau serta
udara, termasuk jasa penunjang angkutan dan jasa penunjang
komunikasi. Peran sektor ini didominasi oleh angkutan jalan raya,
dimana selama periode 2010-2015 kontribusinya terhadap PDRB
Kota Surakarta relative stabil berada pada kisaran 13,29 persen
sampai dengan 14,00 persen. Jasa penunjang angkutan dan

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


komunikasi memberikan kontribusi yang hampir berimbang.
Sedangkan angkutan rel memberikan kontribusi yang relatif kecil.

STRUKTUR PDRB SEKTOR TRANSPORTASI DAN KOMONIKASI KOTA SURAKARTA


ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
H Transportasi dan Pergudangan 566,181.32 2.64 595,691.62 2.49 639,607.23 2.42 713,390.43 2.45 828,699.95 2.58 932,398.98 2.67

J Informasi dan Komunikasi 2,439,338.58 11.36 2,659,909.56 11.13 2,968,644.77 11.23 3,201,750.06 11.01 3,453,784.47 10.77 3,715,658.93 10.62

Jumlah 3,005,519.90 14.00 3,255,601.19 13.62 3,608,252.00 13.65 3,915,140.49 13.46 4,282,484.41 13.36 4,648,057.91 13.29
Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR TRANSPORTASI DAN KOMONIKASI KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)

H Transportasi dan Pergudangan 566,181.32 4.89 591,897.31 4.54 630,022.97 6.44 695,071.27 10.32 750,350.60 7.95 811,007.78 2.67

J Informasi dan Komunikasi 2,439,338.58 6.09 2,646,721.83 8.50 2,959,428.76 11.81 3,204,036.98 8.27 3,490,330.91 8.94 3,723,082.11 10.62

Jumlah 3,005,519.90 3,238,619.14 7.76 3,589,451.73 10.83 3,899,108.24 8.63 4,240,681.51 8.76 4,534,089.89 6.92
Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015

8. Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan.


Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan identik dengan
kegiatan perbankan tidak mengalami fluktuasi, namun masih
relatif stabil. Bila ditelaah lebih dalam, sub sektor persewaan
ternyata lebih dominan dibanding sektor lainnya. Kontribusi
meningkat dari 8,51 persen pada tahun 2010 menjadi 8,68 persen
pada tahun 2015. Secara umum sub sektor jasa keuangan
mengalami peningkatan, jika pada tahun 2010 kontribusinya
sebesar 3,65 persen, maka pada tahun 2015 meningkat menjadi
3,79 persen.

STRUKTUR PDRB SEKTOR JASA KEUANGAN DAN JASA PERUSAHAAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
K Jasa Keuangan dan Asuransi 783,042.54 3.65 874,845.28 3.66 980,309.86 3.71 1,065,842.54 3.67 1,173,873.01 3.66 1,326,074.81 3.79
L Real Estate 907,497.62 4.23 997,530.77 4.17 1,081,941.05 4.09 1,148,116.83 3.95 1,296,580.03 4.04 1,436,443.80 4.11
M,N Jasa Perusahaan 136,373.29 0.64 160,589.58 0.67 181,151.78 0.69 208,386.73 0.72 235,080.88 0.73 272,952.59 0.78
Jumlah 1,826,913.45 8.51 2,032,965.63 8.50 2,243,402.69 8.49 2,422,346.10 8.33 2,705,533.91 8.44 3,035,471.21 8.68
Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR JASA KEUANGAN DAN JASA PERUSAHAAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Analisis
gori
ekonomi
Uraian kota Surakarta tahun
(Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta)
iii
%
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
K Jasa Keuangan dan Asuransi 783,042.54 7.15 818,294.40 4.50 842,704.78 2.98 872,109.50 3.49 907,659.83 4.08 968,341.37 3.79
L Real Estate 907,497.62 5.80 971,859.64 7.09 1,040,600.25 7.07 1,094,700.86 5.20 1,164,923.59 6.41 1,249,065.08 4.11
M,N Jasa Perusahaan 136,373.29 8.00 151,629.26 11.19 162,516.32 7.18 177,726.37 9.36 189,915.26 6.86 207,530.85 0.78

Jumlah 1,826,913.45 20.95 1,941,783.30 22.78 2,045,821.35 17.24 2,144,536.73 18.05 2,262,498.68 17.35 2,424,937.30 8.68
9. Jasa-jasa
Secara umum sektor jasa- jasa mengalami peningkatan dalam hal
kontribusinya terhadap total PDRB Kota Surakarta, pada tahun
2010 kontribusinya sebesar 10,01 persen, pada tahun 2015 sudah
mencapai 13,37 persen. Dari tahun ke tahun mengalami
perkembangan yang naik walaupun kecil. Sub sektor jasa
pemerintah umum memberikan peran lebih besar dibanding sub
sektor swasta.

STRUKTUR PDRB SEKTOR JASA - JASA LAINNYA KOTA SURAKARTA


ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
O Administrasi Pemerintahan, 1,387,544.33 6.46 1,454,692.69 6.08 1,630,094.69 6.17 1,772,641.71 6.10 1,888,650.12 5.89 2,086,163.83 5.96
P Jasa Pendidikan 785,767.73 3.66 1,055,833.37 4.42 1,286,013.89 4.87 1,534,635.46 5.28 1,734,114.99 5.41 1,877,495.85 5.37
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan 183,228.09 0.85 219,979.97 0.92 265,871.64 1.01 296,594.32 1.02 346,392.98 1.08 385,675.46 1.10
R,S,T Jasa lainnya
222,461.64 1.04 237,184.76 0.99 250,255.67 0.95 273,487.25 0.94 305,614.62 0.95 326,200.52 0.93
,U

Jumlah 2,579,001.79 12.01 2,967,690.79 12.41 3,432,235.89 12.99 3,877,358.74 13.33 4,274,772.71 13.33 4,675,535.65 13.37

Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015


PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR JASA - JASA LAINNYA KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
O Administrasi Pemerintahan, 1,387,544.33 6.03 1,426,534.36 2.81 1,450,191.36 1.66 1,506,447.18 3.88 1,524,921.96 1.23 1,623,466.15 5.96
P Jasa Pendidikan 785,767.73 7.20 888,360.44 13.06 982,167.18 10.56 1,060,271.81 7.95 1,144,903.75 7.98 1,223,370.41 5.37
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan 183,228.09 4.67 205,314.81 12.05 220,699.59 7.49 238,715.15 8.16 268,758.62 12.59 285,590.16 1.10
R,S,T Jasa lainnya 222,461.64 6.61 229,738.50 3.27 239,731.95 4.35 254,181.54 6.03 264,987.02 4.25 273,171.04 0.93
Jumlah 24,566,461.31 92.06 26,672,938.02 8.57 28,135,114.77 5.48 30,116,462.95 7.04 31,893,720.49 5.90 33,716,599.36 5.72
Sumber : BPS, PDRB Kota Surakarta,2015

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


BAB IV
INFLASI

Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan salah satu indikator


ekonomi makro yang penting untuk memberikan gambaran tentang
perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Data IHK juga dapat menunjukan keseimbangan antara permintaan
dan penawaran barang dan jasa. Sedangkan angka inflasi
menggambarkan perubahan IHK yang terjadi pada suatu periode
waktu tertentu dengan periode waktu sebelumnya.
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-
harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau
dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu
meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.
Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


Inflasi adalah kenaikan harga secara umum. Inflasi dikatakan
sebagai suatu proses kenaikan harga, yaitu adanya kecenderungan
bahwa harga barang meningkat secara terus-menerus. Inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya
tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum
tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah suatu proses atau peristiwa
kenaikan tingkat harga barang-barang secara umum. Dikatakan
tingkat harga secara umum karena barang dan jasa itu banyak sekali
jumlah dan jenisnya. Ada kemungkinan harga sejumlah barang turun
banyak barang lainnya yang justru naik harganya. Kenaikan satu dua
barang saja bukan merupakan inflasi, kecuali bila kenaikan harga
barang tersebut meluas pada sebagian besar harga barang-barang
lainya.
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme
pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain,
konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar
yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga
akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain,
inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara
kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-
rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi
belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk
melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan
harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-
memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan
peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai
penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur
tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI
(consumer price index) dan GDP (Gross Domestik Product).

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi
ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila
kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang
antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan
hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga
berada di atas 100% setahun.
Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus
dicapai oleh Bank Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah.
Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia
dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara
Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga
tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012 tentang Sasaran Inflasi
tahun 2013, 2015, dan 2016 tanggal 30 April 2012 sasaran inflasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2013 – 2016, masing-
masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4% masing-masing dengan deviasi
±1%.
Inflasi Berdasarkan Penyebabnya di bagi menjadi dua yaitu inflasi
karena tarikan permintaan atau inflasi permintaan (demand full
inflation) dan inflasi karena kenaikan biaya-biaya produksi (cost push
inflation).
Inflasi permintaan merupakan inflasi yang disebabkan oleh
besarnya permintaan masyarakat akan barang-barang. Permintaan
total yang berlebihan biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di
pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan
pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas
yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa
mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor
produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor
produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi
meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam
permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
situasi full employment dimana biasanya lebih disebabkan oleh
rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya
likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang
utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran
jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi
spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi karena kenaikan biaya-biaya produksi (cost push inflation),
inflasi ini terjadi karena adanya perubahan tingkat penawaran.
Kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan
distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang
meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran
distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata
permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan
berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena
terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk
tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya
produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya
masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll),
bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk
menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll,
sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di
pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi,
dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang
sangat penting.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung
parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru
mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong
perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional
dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah,
yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu.
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau
mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan
cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau
karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan
menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka
menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. Secara
singkat dapat di pilah akibat buruk dari inflasi tersebut.
Inflasi dapat mengakibatkan kesenjangan distribusi pendapatan.
Dalam keadaan inflasi nilai harta tetap seperti tanah, rumah,
bangunan, pertokoan dan sebagainya akan mengalami kenaikan
harga. Kenaikan harga tersebut seringkali lebih cepat dari kenaikan
inflasi itu sendiri. Sebaliknya pendapatan riil penduduk berpengha
silan rendah merosot. Dengan demikian maka inflasi memperlebar
kesenjangan distribusi pendapatan antara anggota-anggota
masyarakat.
Inflasi juga dapat mengakibatkan pada pendapatan riil merosot.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat
merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri
tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiun-nya cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 atau tiga belas
tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah.
Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dari hal tersebut biasanya dalam masa inflasi
kenaikan harga cenderung selalu mendahului kenaikan
pendapatan.Dengan demikian inflasi cenderung menimbulkan
kemero- sotan pendapatan riil sebagian besar tenaga kerja.Ini berarti
kemakmuran masya- rakat merosot.
Inflasi dapat juga menjadikan nilai riil tabungan merosot. Bagi
masyarakat yang menyimpan sebagian kekayaannya dalam bentuk
deposito dan tabungan di Bank, dalam masa inflasi nilai riil tabungan
tersebut akan merosot, tidak hanya itu masyarakat yang memegang
uang tunai pun akan dirugikan karena penurunan nilai riilnya.
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di
atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan
menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena,
untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang
diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada
kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam.
Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan
mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah
jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan
yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal
ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan
produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila
inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya
merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan
produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk
sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi,
usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi
pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya
investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga,
mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan
pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca
pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat serta menurunnya daya beli masyarakat.
Inflasi kenaikan harga barang dan jasa secara umum dimana barang
dan jasa tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat atau
turunnya daya jual mata uang suatu negara. Inflasi merupakan salah
satu penyakit ekonomi di setiap negara. Semua negara baik negara

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


maju maupun berkembang pasti mengalami apa yang disebut inflasi,
hanya besarannya saja yang berbeda.
Selama Januari hingga Desember tahun 2015, secara nasional laju
inflasi mencapai 3,35 persen. Angka inflasi tahun 2015 ini tentunya
lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi yang terjadi pada tahun
lalu yang mencapai 8,38persen. Rendahnya tingkat inflasi yang
terjadi pada tahun 2015 ini, utamanya disebabkan oleh turunnya
indeks harga kelompok Transportasi, Komunikasi dan jasa keuangan
yang mencapai 1,53 persen. Dimana indeks subkelompok transportasi
dan subkelompok komunikasi dan pengiriman mengalami penurunan
indeks masing-masing 2,69 persen dan 0,08 persen. Sebaliknya
untuk enam kelompok pengeluaran lainnya mengalami kenaikan
indeks, yaitu indeks kelompok bahan makanan naik sebesar 4,93
persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau naik
sebesar 6,42 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan
bakar naik 3,34 persen, kelompok sandang naik sebesar 3,43 persen,
kelompok kesehatan naik sebesar 5,32 persen dan kelompok
pendidikan, rekreasi dan olahraga naik 3,97 persen.
Dalam kurun waktu dua belas bulan, inflasi yang terjadi setiap
bulannya selalu berfluktuasi, inflasi terbesar pada tahun 2015 terjadi
pada bulan Desember dan Juli yang mencapai 0,96 persen dan 0,93
persen. Sebaliknya pada bulan Januari, Pebruari, September dan
Oktober terjadi deflasi masing-masing sebesar 0,24 persen, 0,36
persen, 0,05 persen dan 0,08 persen.
Tingginya angka inflasi yang terjadi pada bulan Desember 2015
utamanya disebabkan karena naiknya harga cabai merah, bawang
merah, tariff angkutan udara, daging ayam ras, telur ayam ras, tarif
listrik dan beras. Sedangkan kenaikan inflasi pada bulan Juli 2015
utamanya disebakan karena adanya hari raya Idul Fitri, dimana tarif
angkutan udara, angkutan antar kota, kereta api mengalami kenaikan
harga, begitu pula dengan harga cabai merah, daging ayam ras, beras,
daging sapi serta buah-buahan mengalami kenaikan harga.
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
Sebaliknya besarnya deflasi yang terjadi di bulan Pebruari 2015
utamanya disebabkan oleh turunnya harga bensin, cabai merah, cabai
rawit, tarif angkutan dalam kota, tarif angkutan luar kota, daging
ayam ras, telur ayam ras, semen dan bahan bakar minyak.
Selama tahun 2015, dari 82 kota yang dihitung IHKnya tercatat
seluruhnya mengalami inflasi. Dimana tingkat inflasi tertinggi terjadi
di Kota Tual Provinsi Maluku sebesar 8,58 persen, sedangkan inflasi
yang terendah atau kurang dari satu persen berturut turut terjadi
Kota Watampone Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 0,97 persen, Kota
Tanjung Pandan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 0,88
persen, Kota Padang Provinsi Sumatera Barat sebesar 0,85 persen
dan Kota Meulaboh Provinsi Aceh Darussalam 0,58 persen.
Tingginya tingkat inflasi di Kota Tual disebabkan terutama karena
naiknya harga ikan kembung yang mencapai 164,87 persen, ikan
cakalang 88,80 persen, beras 9,98 persen, rokok kretek filter 23,56
persen, rokok kretek 28,42 persen, angkutan dalam kota 28,37
persen, roti manis 42,86 persen, angkutan udara 14,08 persen, dan
mie instan .
Dalam kajian ekonomi secara makro ada banyak hal yang saling
terkait, saling memengaruhi, dan saling melengkapi . Ketika terjadi
kenaikan harga, orang akan menafsirkannya dengan perspektif yang
berbeda-beda. Pedagang akan melihat kenaikan harga ini sebagai
suatu opportunity (kesempatan) untuk meraih profit yang lebih besar.
Masyarakat secara umum berbeda dengan pedagang, kenaikan
harga berarti berkurangnya pendapatan riil bagi mereka. Bagaimana
dengan pemerintah? Pemerintah ternyata memiliki bahasa sendiri
dalam mengartikan kenaikan harga. Bagi pemerintah kenaikan harga
berarti implikasi sebab-akibat. Pemerintah akan menafsirkan arti
inflasi secara kausalitas. Artinya, apa yang menyebabkan sesuatu
terjadi dan apa akibatnya. Berdasarkan teori pemerintah, inflasi bisa
terjadi karena beberapa sebab, salah satunya karena dorongan biaya
yang berlebihan (cost push inflation). Inflasi semacam ini memang
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
yang paling sering terjadi. Meningkatnya biaya untuk memproduksi.
Dengan kata lain, harga faktor produksi baik tenaga kerja maupun
modal mengalami kenaikan yang signifikan disertai dengan
meningkatnya permintaan (demand pull inflation) dari sektor
konsumen. Kondisi semacam ini akan menarik harga melewati
keseimbangan pasar dengan kecepatan dua kali lipat. Akibatnya
inflasi besar-besaran akan terjadi. Inflasi bisa terjadi karena jumlah
uang beredar yang berlebihan dan tak terkendali. Meningkatnya
jumlah uang beredar ini tentu saja disebabkan oleh beberapa hal,
salah satunya kebiasaan masyarakat yang konsumtif. Budaya
konsumtif masyarakat akan memaksa mereka untuk menghabiskan
semua pendapatan dalam satu tindakan, ―belanja‖. Akibatnya daya
beli masyarakat meningkat, dan otomatis akan mendorong harga-
harga naik secara berkala. Dalam situasi seperti ini sudah bisa ditebak
apa yang akan terjadi selanjutnya.
Inflasi, laksana cermin yang akan terlihat berbeda tergantung dari
perspektif siapa. Apakah konsumen, produsen, ataukah pemerintah.
Sehingga untuk mengurangi inflasi yang berlebihan perlu melihat
pengaruhnya terhadap tiga pelaku ekonomi tadi (konsumen,
produsen, dan pemerintah).
Karena pada hakikatnya ada penyebab inflasi yang saat ini masih
belum diketahui banyak pihak. Bisa saja dikatakan bahwa inflasi
terjadi karena adanya kelebihan jumlah uang beredar, biaya produksi
yang berlebihan, tarikan permintaan, ataupun karena labilnya uang
kertas, mungkin ini adalah faktor klasik yang sebagian besar orang
sudah akrab dengannya.
Namun bagaimana dengan ikhtikar (penimbunan barang)? Ikhtikar
dalam ekonomi Islam diharamkan karena jelas merugikan berbagai
kalangan termasuk tiga pelaku utama ekonomi yang telah disebutkan
diatas. Perbuatan menimbun barang ini dilakukan oleh oknum-
oknum tertentu yang ingin merongrong keuntungan yang super besar
dalam perekonomian.
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
Ketika ikhtikar dilakukan, persediaan barang akan habis. Dalam
jangka waktu tertentu ketika persediaan suatu barang habis, mereka
yang menimbun akan mengeluarkan barang-barang tadi dengan
harga yang mereka kehendaki (monopoli).
Secara tidak langsung, praktik ikhtikar pada akhirnya akan disertai
dengan praktik monopoli. Sejatinya dua hal inilah yang kemudian
akan menyebabkan harga-harga terus meroket tak terbendung.

Laju inflasi
Kota Surakarta, Jawa Tengah dan Nasional tahun 2010 - 2015
Rata-rata
Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Inflasi

Kota Surakarta 6.65 1.93 2.87 8.32 8.01 2.56 5.06

Jawa Tengah 6.88 2.68 4.24 7.99 8.22 2.73 5.46

National 6.96 3.79 4.30 8.38 8.36 3.35 5.86


Sumber : BPS RI

Secara umum inflasi Kota Surakarta pada tahun 2015 lebih rendah
jika dibanding dengan angka inflasi nasional, yaitu sebesar 2,56
persen. Begitu pula jika dibandingkan dengan tahun 2014 yang
mencapai 8,01 persen, tentunya inflasi pada tahun 2015 jauh lebih
rendah.
Besarnya inflasi Surakarta tahun 2015 yang mencapai 2,56 persen
tersebut, dikarenakan seluruh indeks kelompok pengeluaran
mengalami kenaikan yang lebih rendah bila dibandingkan kenaikan
indeks kelompok pada tahun 2014. Bahkan indeks kelompok
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada 2015 mengalami
penurunan indeks sebesar 2,01 persen.
Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga selama tahun
2015 sehingga terjadinya inflasi pada tahun 2015 diantaranya, tarif
angkutan udara, bawang merah, beras, bawang putih, sewa rumah,
rokok, tarif rumah sakit, pasir, gula pasir, upah pembantu, kontrak
rumah, tarif listrik, bahan bakar rumahtangga, uang sekolah, mobil,
telur ayam ras. Sebaliknya komoditas yang harganya turun sehingga
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
menghambat tingginya inflasi terutama komoditas bensin, cabe
merah, cabe rawit, cabe hijau, angkutan antar kota, angkutan dalam
kota, minyak goring, batu bata, semen, telepon seluler, solar, obat
dengan resep, cumi-cumi, petai, alpukat, dan ikan bandeng segar.
Selama kurun waktu dua belas bulan, Kota Surakarta sembilan kali
mengalami inflasi dan tiga kali terjadi deflasi. Inflasi tertinggi terjadi
pada bulan Desember 2015 yang mencapai 0,99 persen dan terendah
0,12 persen pada bulan Maret. Sebaliknya pada bulan Januari,
Pebruari dan September terjadi deflasi masing-masing sebesar 0,20
persen, 0,91 persen dan 0,45 persen.
Tingginya inflasi yang terjadi pada bulan Desember 2015 sebesar 0,99
persen disebabkan karena naiknya seluruh indeks pengeluaran yang
ada, utamanya karena naiknya indeks kelompok bahan makanan yang
mencapai 4,09 persen. Kenaikan indeks kelompok tersebut terutama
dipicu oleh kerena naiknya indeks subkelompok bumbu-bumbuan
yang mencapai 26,01 persen. Komoditas yang memicu tingginya
kenaikan subkelompok tersebut, yaitu bawang, bawang putih, cabe
merah, dan cabe rawit.. Sebaliknya deflasi yang terjadi pada Pebruari
2015 sebesar 0,91 persen terutama disebabkan karena turunnya
indeks kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan masing-masing sebesar 2,48 persen
dan 2,75 persen. Komoditas yang mengalami penurunan harga
sehingga memberikan dampak deflasi, utamanya adalah harga bensin
turun 7,02 persen sehingga memberikan andil deflasi sebesar 0,28
persen, cabe merah turun harganya sebesar 52,53 persen dan
memberi andil deflasi sebesar 0,26 persen, cabe rawit turun harganya
40,18 persen dengan memberi andil deflasi sebesar 0,20 persen, tarif
angkutan dalam kota turun 10,37 persen dengan memberi andil
deflasi 0,10 persen, tarif angkutan antar kota turun 13,08 persen
dengan memberi andil deflasi 0,09 persen dan harga bahan bakar
rumahtangga turun 3,76 persen dengan memberi andil deflasi sebesar
0,08 persen.
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
Laju inflasi menurut kelompok barang/jasa
Kota Surakarta tahun 2010 - 2015

No. Jenis barang/jasa 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Bahan Makan 12.26 -2.02 3.14 15.34 12.49 4.10


2 Makanan Jadi, Minuman 2.40 5.36 4.40 4.15 3.62 2.98
3 Perumahan 1.46 2.74 2.07 3.65 8.91 3.20
4 Sandang 1.11 4.63 4.74 6.59 2.74 2.55
5 Kesehatan 0.14 3.34 1.98 5.10 4.93 4.11
6 Pendidikan 0.99 3.95 3.01 2.19 4.53 3.81
7 Transport 2.61 1.16 1.32 14.13 12.17 -2.01
Inflasi 6.65 1.93 2.87 8.32 8.01 2.56

Jawa Tengah 6.88 2.68 4.24 7.99 8.22 2.73


National 6.96 3.79 4.30 8.38 8.36 3.35
Sumb er : BPS RI

1. Kelompok Bahan Makanan


Kelompok bahan makanan padabulan Desember 2015
mengalami inflasi sebesar 4,10 persen denganIHK sebesar 134,96
lebih tinggi dibandingkan bulan November 2015 yang mengalami
inflasi sebesar 4,09 persen dengan IHK sebesar 129,66.
Dari 11 sub kelompok dalam kelompok bahan makanan, sembilan
sub kelompok mengalami kenaikan indeks/inflasi dan dua sub
kelompok mengalami penurunan indeks/deflasi.
Inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok bumbu-bumbuan
sebesar 26,01 persen dan inflasi terendah terjadi pada sub
kelompok bahan makanan lainnya sebesar 0,04 persen.
Sedangkan deflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok ikan
diawetkan sebesar 0,31 persen diikuti oleh sub kelompok kacang-
kacangan sebesar 0,21 persen. Secara keseluruhan pada bulan
Desember 2015, kelompok ini memberikan sumbangan inflasi
sebesar 4,09 persen. Komoditas yang mengalami kenaikan harga
antara lain bawang merah, cabai merah, telur ayam ras, cabai
rawit, beras, bawang putih, melon, pisang, daging ayam ras, cabe
hijau, sawi hijau dan mie.

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


Untuk kelompok bahan makanan inflasi dari tahun ke tahun
cukup bervariasi. Bahan makanan sangat tergantung pada
produsen atau sumber alam yang berproduksi. Bila terjadi
gangguan cuaca maupun bencana maka akan sangat berpengaruh
sekali terhadap produksi pertanian. Dampaknya adalah kuantitas
produksi akan berkurang atau bahkan puso. Sehingga jumlah
barang dipasaran akan berkurang pada hal konsumen yang
membutuhkan jumlahnya tetap bahkan bertambah, sehingga akan
memicu naiknya harga pada tingkat konsumen.
Inflasi tinggi pada tahun 2010 kelompok bahan makanan, ini ada
kaitannya dengan bencana meletusnya Gunng Merapi. Ketika
terjadi bencana tersebut jumlah barang kelompok bahan makanan
pasokannya terlalu sedikit bahkan tidak ada sama sekali seperti
komoditas cabe, baik cabe rawit, cabe hijau, cabe merah keriting
maupun jenis komoditas bahan makanan yang lainnya.
Sehingga dengan kuantitas yang terbatas dan permintaannya
meningkat akan mempengaruhi harga komoditas dipasaran.
Ketika terjadi bencana konsentrasi semua untuk penyelamatan
masyarakat yang terkena bencana. Tersadar ketika waktu berjalan
dua pekan hampir semua komoditas pasokan dari daerah
produsen pertanian. Akibat dampak dari bencana alam. Harga
komoditas dari produksi pertanian di pasar mulai merangka naik.
Masyarakat mulai menggeliat pasar mulai mengurangi jumlah
komoditas yang disediakan. Pada tahun 2010 dari tujuh komoditas
komponen inflasi, kelompok bahan makanan memberikan
kontribusi sangat tinggi yaitu 12,26 %. Untuk komoditas pabrikan
tidak begitu banyak andil inflasinya. Pada tahun 2011, kondisi
mulai normal kembali andil inflasi untuk kelompok bahan
makanan justru minus yaitu -2,02 %. Terjadi sebaliknya dengan
barang-barang pabrikan, andil inflasinya semakin meningkat dan
lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


Pada tahun 2012 kontribusi kelompok bahan makanan terhadap
total inflasi umum semakin tinggi yaitu 3,14 % atau selisih 5,16 %
terhadap tahun sebelumnya yang artinya bahwa kelompok bahan
makanan memberikan sumbangan inflasi sebesar 3,14%. Besaran
inflasi tersebut lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada tahun 2013 kelompok bahan makanan inflasi tahunan
semakin menjulang tinggi yaitu 15,34 %. Hal ini dampak dari
regulasi pemerintah tentang bahan bakar minyak. Subsidi
komoditas tersebut di kurangi, sehingga harga di tingkat
konsumen harus disesuaikan berdampak pada kenaikan harga
ditingkat konsumen. Selisih dengan tahun sebelumnya semakin
memperlebar gap pada tingkat sumbangannya terhadap total
inflasi umum.
Pada tahun 2014 inflasi untuk komoditas bahan makanan masih
pada posisi dua digit yaitu 12,49 %. Tingginya inflasi ini akibat efek
karambol dari regulasi bahan bakar minyak yang berdampak di
semua sektor tak terkecuali kelompok bahan makanan terkena
imbasnya. Berarti bahwa kelompok bahan makanan memiliki
kelemahan selain dipengaruhi hasil produksi dari pertanian juga
dipengaruhi oleh regulasi pemerintah tentang bahan bakar
minyak. Bisa jadi karena pada kelompok bahan makanan sangat
berkaitan erat dengan tata niaga atau distribusinya maupun
pemasarannya. Oleh karena itu tidak dapat dielakkan bahwa
kenaikan bahan bakar minyak berpengaruh segnifikan terhadap
semua kelompok. Pada tahun 2014 maupun tahun sebelumnya
kelompok bahan makanan memberikan sumbangan inflasi pada
posisi dua digit yaitu 15,34 % pada tahun 2013 dan 12,49 % pada
tahun 2014. Sedangkan tahun 2015 kelompok bahan makanan
memberikan sumbangan inflasi dengan satu digit yaitu 4,09
persen.

2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau.


Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
Kelompok ini pada tahun 2015 mengalami inflasi sebesar
2,98 persen dengan IHK sebesar 113,30 lebih rendah bila
dibandingkan inflasi tahun 2014 sebesar 3,17 persen dengan IHK
sebesar 110,02. Dari 3 sub kelompok yang ada, semua sub
kelompok mengalami kenaikan indeks/inflasi. Inflasi tertinggi
terjadi pada sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol
sebesar 11,99 persen diikuti sub kelompok minuman yang tidak
beralkohol sebesar 5,07 persen dan inflasi terendah terjadi pada
sub kelompok makanan jadi sebesar 0,49 persen.
Secara keseluruhan pada bulan Desember 2015, kelompok ini
memberikan sumbangan inflasi sebesar 2,98 persen. Komoditas
yang dominan memberikan sumbangan inflasi terdiri dari rokok
kretek filter, nasi dengan lauk, rokok kretek dan gula pasir.
Kelompok ini kebanyakan adalah komoditas pabrikan. Artinya
kelompok ini didapat dari proses produksi dari pabrik. Ketika
proses produksi berlangsung tidak terlepas dari kebutuhan bahan
bakar minyak. Oleh karena itu barang pabrikan juga dipengaruhi
oleh komoditas bahan bakar minyak. Selama kurun waktu lima
tahun terakhir, kelompok makanan jadi minuman dan tembakau
sumbangan inflasinya terhadap total inflasi umum hanya satu
digit. Besarannya inflasi pada kelompok makanan jadi ini berkisar
dibawah 5 % kecuali pada tahun 2011 kelompok makanann jadi
memberikan inflasi sebesar 5,36%. Sumbangan inflasi pada
kelompok ini dari tahun ke tahun sangat bervariasi. Kelompok
makanan jadi memberikan sumbangan inflasi paling tinggi pada
tahun 2011. Besaran inflasi kelompok makanan jadi pada tahun
2011 sebesar 5,36 %. Bahkan kelompok ini pada tahun 2011 lebih
besar inflasinya dibandingkan dengan inflasi umum tingkat kota,
tingkat provinsi maupun tingkat nasional.
Pada tahun 2015 kelompok makanan jadi, sumbangan inflasinya
dibawah inflasi total kota Surakarta dan inflasi provinsi maupun
inflasi secara keseluruhan atau inflasi nasional.
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
3. Kelompok perumahan
Kelompok ini pada tahun 2015 mengalami inflasi sebesar
3,20 persen dengan IHK sebesar 117,49 lebih kecil dibandingkan
inflasi tahun 2014 sebesar 8,00 persen dengan IHK sebesar
113,85. Dari 4 sub kelompok yang ada, semua kelompok
mengalami kenaikan indeks/inflasi.
Inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok perlengkapan rumah
tangga sebesar 5,69 persen, diikuti sub kelompok penyeleng
garaan rumah tangga sebesar 4,92 persen diikuti sub kelompok
biaya tempat tinggal sebesar 2,79 persen dan inflasi terendah
terjadi pada sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air
sebesar 2,66 persen. Secara keseluruhan sampai dengan bulan
Desember 2015, kelompok ini memberikan sumbangan inflasi
sebesar 3,20 persen.
Pada tahun 2015 kelompok perumahan memberikan sumbangan
cukup tinggi. Kelompok ini menempati urutan ke-4 setelah
kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga, kelompok
kesehatan, dan kelompok bahan makana. Pada tahun 2010 laju
inflasi kelompok perumahan sebesar 1,46 %, naik menjadi 2,74 %
pada tahun 2011, turun menjadi 2,07% pada tahun 2012. Pada
tahun 2013 laju inflasi semakin meningkat menjadi 3,65 %. Dan
pada tahun 2014 laju inflasi kelompok perumahan dua kali lipat
dari laju inflasi tahun sebelumnya yaitu sebesar 8,91 %. Pada
tahun 2015 laju inflasi kelompok perumahan hampir separoh
inflasinya dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 3,20 persen.
Komoditas kelompok ini mulai menggeliat, pembangunan yang
berbahan baku material mulai ambil bagian. Seperti semen, pasir
maupun bahan-bahan bangunan lainnya. Pada tahun 2015 laju
inflasi ini masih diatas laju inflasi umum secara regional Provinsi
Jawa Tengah maupun secara nasional.

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


4. Kelompok Sandang
Kelompok sandang pada tahun 2015 mengalami inflasi
sebesar 2,55 persen dengan IHK sebesar 115,44 lebih tinggi
dibandingkan tahun 2014 yang mengalami sedikit perubahan
indeks/relatif stabil yaitu sebesar 0,14 persen dengan IHK sebesar
112,57. Dari 4 sub kelompok yang ada, ke empat sub kelompok
mengalami kenaikan indeks/inflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada
sub kelompok sandang wanita sebesar 3,65 persen diikuti sub
kelompok sandang anak-anak sebesar 3,04 persen dan inflasi
juga terjadi pada sub kelompok sandang laki-laki sebesar 2,25
persen. Sedangkan inflasi terendah terjadi pada sub kelompok
barang pribadi dan sandang lain sebesar 1,44 persen. Secara
keseluruhan pada sampai pada bulan Desember 2015, kelompok
ini memberikan sumbangan deflasi sebesar 2,55 persen.
Komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi adalah
bahan pakaian wanita.
Rata-rata laju inflasi kelompok sandang selama lima tahun
terakhir sebesar 4,25%. Laju inflasi kelompok ini pada tahun 2013
besarnya melebihi rata-rata tahunannya yaitu 6,59 %. Laju inflasi
dibawah rata-rata tahunan terjadi pada tahun 2010 yang besarnya
1,11%. Kelompok ini terjadi perubahan ketika pada kondisi
tertentu seperti menjelang lebaran, ketika tahun baru atau bila ada
event-event tertentu. Pusat perbelanjaan sandang terbesar di kota
Surakarta mengalami kebakaran yaitu Pasar Klewer dampaknya
belum terlihat pada laju inflasi pada kelompok sandang. Karena
peristiwa ini terjadi pada akhir tahun.
Pada tahun 2014 laju inflasi kelompok sandang besarnya 2,74 %.
Kelompok ini memberikan sumbangan terhadap inflasi umum
sangat kecil sekali, atau paling kecil diantara kelompok lainnya.
Pada tahun 2014 laju inflasi kelompok sandang besarnya 2,74 %.
Sedangkan pada tahun 2015 Kelompok ini memberikan

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


sumbangan terhadap inflasi umum kecil, atau paling kecil diantara
kelompok lainnya.

5. Kelompok Kesehatan.
Kelompok kesehatan pada tahun 2015 mengalami inflasi
sebesar 4,11 persen dengan IHK sebesar 115,69 lebih rendah
dibandingkan inflasi tahun 2014 sebesar 4,86 persen dengan IHK
sebesar 111,12. Dari 4 sub kelompok yang ada, tiga sub kelompok
mengalami kenaikan indeks/inflasi dan satu sub kelompok
mengalami deflasi atau penurunan perubahan indeks. Inflasi
terjadi pada sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika
sebesar 5,65 persen diikuti sub kelompok jasa kesehatan sebesar
5,40 persen diikuti sub kelompok kelompok jasa perawatan
jasmani sebesar 2,22 persen dan sub kelompok . Sedangkan sub
kelompok obat-obatan mengalami perubahan indeks yang
mengecil atau deflasi yaitu sebesar 1,78 persen. Secara
keseluruhan kelompok ini pada tahun 2015 memberikan
sumbangan inflasi sebesar 4,11 persen. Komoditas yang dominan
memberikan sumbangan inflasi adalah bedak.
Kelompok kesehatan sumbangan terhadap inflasi umum setiap
tahunnya berfluktuasi. Pada tahun 2010 laju inflasi kelompok
kesehatan 0,14 %, sumbangan terhadap inflasi umum paling kecil.
Kelompok kesehatan pada tahun berikutnya yaitu tahun 2011 laju
inflasinya mulai meningkat yaitu 3,34%. Pada tahun 2012 laju
inflasi pada kelompok kesehatan turun kembali sebesar 1,98%.
Pada tahun 2013 laju inflasi kelompok ini naik hampir tiga kali
lipat dari tahun sebelumnya menjadi 5,10%. Dan turun kembali
menjadi 4,93 % pada tahun 2014. Laju inflasi pada tahun 2014
kelompok kesehatan besarnya diatas rata-rata selama lima tahun
terakhir. Laju inflasi rata-rata lima tahun terakhir besarnya 3,89%
sedangkan laju inflasi kelompok kesehatan pada tahun 2015
besarnya 4,11%.
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
6. Kelompok Pendidikan
Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada tahun
2015 mengalami inflasi sebesar 3,81 persen dengan IHK sebesar
112,00 lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun
2014sebesar 0,06 persen dengan IHK sebesar 107,89. Dari 5 sub
kelompok yang ada, kesemuanya sub kelompok mengalami
kenaikan indeks/inflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada sub
kelompok pendidikan sebesar 4,76 persen diikuti sub kelompok
rekreasi sebesar 3,34 persen dan sub kelompok
perlengkapan/peralatan pendidikan sebesar 2,12 persen.
Sedangkan sub kelompok olah raga dan sub kelompok kursus-
kursus/pelatihan mengalami kenaikan indeks /relatif kecil yaitu
sebesar 1,98 persen dan 0,26 persen. Secara keseluruhan
kelompok ini pada tahun 2015 memberikan sumbangan inflasi
sebesar 3,81 persen. Komoditas yang dominan memberikan
sumbangan inflasi adalah laptop/notebook.
Pada kelompok pendidikan laju inflasi setiap tahunnya dibawah
5%. Kelompok ini laju inflasi terjadi pada bulan bulan tertentu,
seperti ketika tahun ajaran baru atau permulaan semester setiap
tahunnya. Hal ini karena pada setiap semesternya terjadi
perubahan materi pelajaran maupun agena akademiknya. Rata-
rata laju inflasi pada kelompok pendidikan selama lima tahun
terakhir sangat kecil yaitu 3,50 %.

7. Kelompok Transportasi.
Kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan pada
tahun 2015 mengalami deflasi sebesar 2,01 persen dengan IHK
sebesar 123,14 lebih rendah dibandingkan inflasi tahun 2014
sebesar 7,22 persen dengan IHK sebesar 125,66. Dari 4 sub
kelompok yang ada, dua sub kelompok mengalami kenaikan
indeks/inflasi, dua sub kelompok mengalami penurunan
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
indeks/deflasi. Satu sub kelompok mengalami kenaikan dan satu
sub kelompok tidak terjadi perubahan indeks/indeks tetap. Inflasi
terjadi pada sub kelompok sarana dan penunjang transpor sebesar
0,65 persen dan satu sub kelompok jasa keuangan tidak
mengalami perubahanindeks/ angka relative stabil.
Deflasi terjadi pada sub kelompok komunikasi dan pengiriman
sebesar 0,42 persen dan sub kelompok transport mengalami
deflasi sebesar 2,94 persen. Sedangkan sub kelompok jasa
keuangan tidak mengalami perubahan indeks/relatif stabil.
Secara keseluruhan kelompok ini pada bulan Desember 2015
memberikan sumbangan deflasi sebesar 2,94 persen. Komoditas
yang dominan memberikan sumbangan inflasi adalah angkutan
udara, tarip kereta api dan angkutan antar kota.
Kelompok transportasi merupakan kelompok terakhir dari 7
kelompok agregat menghitungan inflasi. Kelompok ini lebih
bersifat administrasi price, karena barang dan jasa kelompok ini
lebih banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Pada tahun
2015 kelompok transportasi mengalami deflasi sebesar 2,01 %,
walaupun masih terkendali namun perlu dicermati karena
kelompok ini berpengaruh terhadap barang atau jasa lainnya. Laju
inflasi Kelompok ini perlu dipertahankan dengan harapan
pemerintah tidak melakukan penyesuaian harga terhadap bahan
bakar minyak.

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


BAB V
PENUTUP

Perekonomian Kota Surakarta tahun 2015 tumbuh sebesar 5,44


persen. Pertumbuhan terjadi pada seluruh lapangan usaha kecuali
Pengadaan Listrik dan Gas yang mengalami kontraksi (pertumbuhan
negatif) sebesar 3,79 persen dan sektor pertambangan/penggalian.
Jasa Perusahaan merupakan lapangan usaha yang mengalami
pertumbuhan tertinggi sebesar 9,28 persen, diikuti oleh transportasi
dan pergudangan sebesar 8,08 persen dan Real estate sebesar 7,22
persen. Struktur perekonomian Kota Surakarta menurut lapangan
usaha tahun 2015 didominasi oleh tiga lapangan usaha utama yaitu:
konstruksi (26,90 persen); Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi
Mobil-Sepeda Motor (22,56 persen). Dan Sektor informasi dan
komunikasi (10,62persen) .
Secara garis besar kondisi perekonomian kota Surakarta cukup
kondusif dengan pertumbuhan berkisar 5 % - 6 %. Pertumbuhan yang
sedikit melemah dibanding tahun sebelumnya, karena kondisi
perekonomian dunia yang berpengaruh terhadap perekonomian
nasional dan perekonomian regional. Hal ini perlu dicermati para
pengambil kebijakan terutama terhadap nilai rupiah maupun nilai
eksport. Komoditas kandungan eksport perlu adanya pemetaan
lapangan untuk menghadapi perdagangan global. Untuk melihat
kondisi lapangan perlu adanya kajian tentang komoditas yang
dibutuhkan oleh pasar sehingga nilai komoditas eksport cukup
mempunyai nilai.
Inflasi rata-rata bulanan tahun 2015 sebesar 2,56 %. Dengan
komulatif inflasi umum sebesar, 2,56 %. Inflasi umum tahun 2015
lebih kecil 5,45 % dibanding dengan inflasi umum tahun sebelumnya
yang besarnya 8,01 %. Hal ini cukup memprihatinkan dan perlu
Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii
adanya kecermatan di tingkat lapangan untuk pengendalian harga
komoditas terutama 9 bahan pokok. Sehingga daya beli masyarakat
tidak tergerus oleh harga-harga yang bersifat administration price
(harga barang yang ditentukan oleh pemerintah). Perlu lebih
mengaktifkan TPID Kota Surakarta melalui sidak atau kebijakan
lainnya, sehingga para pelaku usaha tidak semaunya dalam
penentuan harga konsumen. Ekspektasi di tingkat masyarakat perlu
dijaga sehingga tidak ada isu tentang proses kenaikan komoditas
sehingga inflasi lebih bisa terkendali. Jumlah komoditas di lapangan
juga perlu dikontrol demikian juga tata niaga maupun distribusi
komoditas terutama komoditas yang memiliki elastisitas tinggi di
tingkat masyarakat atau biasa disebut dengan 9 bahan pokok.

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


LAMPIRAN

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


STRUKTUR PDRB SEKTOR PRIMER KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
A Pertanian, Kehutanan, 107,625.81 0.50 123,953.56 0.52 134,120.70 0.51 156,759.32 0.54 167,748.49 0.52 182,751.51 0.52
1 Pertanian,
Peternakan,
107,115.75 0.50 123,405.35 0.52 133,531.37 0.51 156,085.01 0.54 167,057.60 0.52 181,997.00 0.52
Perburuan dan Jasa
Pertanian
2 Kehutanan dan 7.57 0.00 8.42 0.00 8.20 0.00 9.21 0.00 10.31 0.00 10.93 0.00
3 Penebangan
Perikanan Kayu 502.50 0.00 539.79 0.00 581.12 0.00 665.10 0.00 680.59 0.00 743.58 0.00
B Pertambangan dan 599.04 0.00 589.94 0.00 589.56 0.00 600.78 0.00 697.25 0.00 770.26 0.00
C Industri Pengolahan 1,636,047.97 7.62 1,932,330.19 8.08 2,184,220.23 8.27 2,440,165.97 8.39 2,789,563.68 8.70 3,002,990.09 8.58
D Pengadaan Listrik dan Gas 47,061.77 0.22 51,207.57 0.21 57,110.07 0.22 58,562.30 0.20 60,379.07 0.19 61,213.06 0.17
E Pengadaan Air, Pengl. 48,303.14 0.22 50,226.77 0.21 49,150.21 0.19 49,564.92 0.17 52,562.74 0.16 55,285.78 0.16
F Konstruksi 6,060,192.51 28.23 6,463,871.49 27.04 7,132,200.69 26.99 7,707,302.44 26.50 8,591,705.73 26.80 9,410,744.97 26.90
G Perdagangan Besar dan Eceran;5,113,356.59
Reparasi Mobil23.82
dan Sepeda
5,839,528.28
Motor 24.42 6,167,070.06 23.34 6,839,466.39 23.52 7,307,631.60 22.79 7,893,738.82 22.56
H Transportasi dan 566,181.32 2.64 595,691.62 2.49 639,607.23 2.42 713,390.43 2.45 828,699.95 2.58 932,398.98 2.67
I Penyediaan Akomodasi 1,044,929.32 4.87 1,191,045.72 4.98 1,416,920.94 5.36 1,614,045.03 5.55 1,826,367.28 5.70 2,015,814.83 5.76
J Informasi dan Komunikasi 2,439,338.58 11.36 2,659,909.56 11.13 2,968,644.77 11.23 3,201,750.06 11.01 3,453,784.47 10.77 3,715,658.93 10.62
K Jasa Keuangan dan 783,042.54 3.65 874,845.28 3.66 980,309.86 3.71 1,065,842.54 3.67 1,173,873.01 3.66 1,326,074.81 3.79
L Real Estate 907,497.62 4.23 997,530.77 4.17 1,081,941.05 4.09 1,148,116.83 3.95 1,296,580.03 4.04 1,436,443.80 4.11
M,N Jasa Perusahaan 136,373.29 0.64 160,589.58 0.67 181,151.78 0.69 208,386.73 0.72 235,080.88 0.73 272,952.59 0.78
O Administrasi 1,387,544.33 6.46 1,454,692.69 6.08 1,630,094.69 6.17 1,772,641.71 6.10 1,888,650.12 5.89 2,086,163.83 5.96
P Jasa Pendidikan 785,767.73 3.66 1,055,833.37 4.42 1,286,013.89 4.87 1,534,635.46 5.28 1,734,114.99 5.41 1,877,495.85 5.37
Q Jasa Kesehatan dan 183,228.09 0.85 219,979.97 0.92 265,871.64 1.01 296,594.32 1.02 346,392.98 1.08 385,675.46 1.10
R,S,T Jasa lainnya 222,461.64 1.04 237,184.76 0.99 250,255.67 0.95 273,487.25 0.94 305,614.62 0.95 326,200.52 0.93
PRODUK DOMESTIK REGIONAL
21,469,551.30 100.00 23,909,011.13 100.00 26,425,273.02 100.00 29,081,312.47 100.00 32,059,446.90 100.00 34,982,374.09 100.00
BRUTO
Penduduk pertengahan tahun
501520 504140 0.52 506619 0.49 508951 0.46 511152 0.43 513,210 0.40
(jiwa)
PDRB Per Kapita (Rp) 42,808,963.34 47,425,340.44 10.78 52,160,051.29 9.98 57,139,709.86 9.55 62,719,987.20 9.77 68,163,859.02 8.68

PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR PRIMER KOTA SURAKARTA


ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2010-2015
Kate 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Uraian
gori (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) % (Rp/juta) %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
A Pertanian, Kehutanan, dan 107,625.81 2.35 116,492.47 8.24 119,290.28 2.40 125,292.13 5.03 127,634.25 1.87 129,926.80 0.52
1 Pertanian, Peternakan, Perburuan
107,115.75
dan Jasa Pertanian
2.36 115,983.01 8.28 118,782.94 2.41 124,753.47 5.03 127,112.81 1.89 129,399.81 0.52
2 Kehutanan dan 7.57 3.77 7.93 4.73 7.59 -4.20 7.73 1.77 7.56 -2.21 7.47 0.00
Penebangan Kayu
3 Perikanan 502.50 -0.06 501.54 -0.19 499.74 -0.36 530.93 6.24 513.88 -3.21 519.52 0.00
B Pertambangan dan 599.04 -0.13 567.20 -5.31 564.81 -0.42 562.50 -0.41 549.59 -2.29 535.17 0.00
C Industri Pengolahan 1,636,047.97 4.38 1,746,601.12 6.76 1,874,945.81 7.35 2,044,003.66 9.02 2,184,105.67 6.85 2,263,993.97 8.58
D Pengadaan Listrik dan Gas 47,061.77 4.21 50,905.97 8.17 57,293.50 12.55 61,821.35 7.90 63,499.68 2.71 61,092.81 0.17
E Pengadaan Air, 48,303.14 6.54 49,441.81 2.36 48,187.39 -2.54 47,384.05 -1.67 48,594.69 2.55 49,454.24 0.16
F Konstruksi 6,060,192.51 6.72 6,175,996.77 1.91 6,512,554.87 5.45 6,767,584.32 3.92 7,014,333.33 3.65 7,390,395.31 5.36
G Perdagangan Besar dan Eceran;5,113,356.59
Reparasi Mobil dan
6.06Sepeda
5,647,923.34
Motor 10.45 5,764,372.04 2.06 6,193,415.14 7.44 6,461,014.08 4.32 6,730,422.13 22.56
H Transportasi dan 566,181.32 4.89 591,897.31 4.54 630,022.97 6.44 695,071.27 10.32 750,350.60 7.95 811,007.78 2.67
I Penyediaan Akomodasi 1,044,929.32 5.49 1,130,160.17 8.16 1,218,509.72 7.82 1,288,357.53 5.73 1,377,875.81 6.95 1,463,048.48 5.76
J Informasi dan Komunikasi 2,439,338.58 6.09 2,646,721.83 8.50 2,959,428.76 11.81 3,204,036.98 8.27 3,490,330.91 8.94 3,723,082.11 10.62
K Jasa Keuangan dan 783,042.54 7.15 818,294.40 4.50 842,704.78 2.98 872,109.50 3.49 907,659.83 4.08 968,341.37 3.79
L Real Estate 907,497.62 5.80 971,859.64 7.09 1,040,600.25 7.07 1,094,700.86 5.20 1,164,923.59 6.41 1,249,065.08 4.11
M,N Jasa Perusahaan 136,373.29 8.00 151,629.26 11.19 162,516.32 7.18 177,726.37 9.36 189,915.26 6.86 207,530.85 0.78
O Administrasi 1,387,544.33 6.03 1,426,534.36 2.81 1,450,191.36 1.66 1,506,447.18 3.88 1,524,921.96 1.23 1,623,466.15 5.96
P Jasa Pendidikan 785,767.73 7.20 888,360.44 13.06 982,167.18 10.56 1,060,271.81 7.95 1,144,903.75 7.98 1,223,370.41 5.37
Q Jasa Kesehatan dan 183,228.09 4.67 205,314.81 12.05 220,699.59 7.49 238,715.15 8.16 268,758.62 12.59 285,590.16 1.10
R,S,T Jasa lainnya
222,461.64 6.61 229,738.50 3.27 239,731.95 4.35 254,181.54 6.03 264,987.02 4.25 273,171.04 0.93
,U
PRODUK DOMESTIK
21,469,551.30 92.06 22,848,439.42 6.42 24,123,781.59 5.58 25,631,681.32 6.25 26,984,358.61 5.28 28,453,493.87 5.44
REGIONAL BRUTO
Penduduk pertengahan tahun 501520 504140 0.52 506619 0.49 508951 0.46 511152 0.43 513,210 0.40
PDRB Per Kapita (Rp) 42,808,963.34 45,321,615.86 5.87 47,617,206.60 5.07 50,361,785.94 5.76 52,791,260.94 4.82 55,442,204.69 5.02

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta

Jawa Tengah, Nasional tahun 2010 - 2015

Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Kota Surakarta 5.94 6.04 6.12 5.89 5.07 5.44


Jawa Tengah 6.02 6.28 6.73 6.24 5.71 5.40
National 6.10 6.50 6.23 5.78 5.02 4.79
Sumber : BPS RI

Laju inflasi menurut kelompok barang/jasa


Kota Surakarta tahun 2010 - 2015

No. Jenis barang/jasa 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Bahan Makan 12.26 -2.02 3.14 15.34 12.49 4.10


2 Makanan Jadi, Minuman 2.40 5.36 4.40 4.15 3.62 2.98
3 Perumahan 1.46 2.74 2.07 3.65 8.91 3.20
4 Sandang 1.11 4.63 4.74 6.59 2.74 2.55
5 Kesehatan 0.14 3.34 1.98 5.10 4.93 4.11
6 Pendidikan 0.99 3.95 3.01 2.19 4.53 3.81
7 Transport 2.61 1.16 1.32 14.13 12.17 -2.01
Inflasi 6.65 1.93 2.87 8.32 8.01 2.56

Jawa Tengah 6.88 2.68 4.24 7.99 8.22 2.73


National 6.96 3.79 4.30 8.38 8.36 3.35
Sumber : BPS RI

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii


INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI KOTA SURAKARTA
BULAN DESEMBER 2014 DAN BULAN DESEMBER 2015 (2012=100)

IHK IHK
Inflasi Inflasi
KELOMPOK/SUB KELOMPOK Desember Desember
2014 2015
2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5)
UMUM/TOTAL 116.84 119.83 6.49 2.56
1 BAHAN MAKANAN 129.65 134.96 10.12 4.10
1.1 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 124.48 131.18 10.71 5.38
1.2 Daging dan Hasilnya 104.29 107.03 3.46 2.63
1.3 Ikan Segar 138.58 148.02 16.04 6.81
1.4 Ikan Diawetkan 126.61 134.35 16.06 6.11
1.5 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 120.93 125.48 11.15 3.76
1.6 Sayur-sayuran 146.15 162.16 18.89 10.95
1.7 Kacang-kacangan 125.45 126.43 -0.13 0.78
1.8 Buah-buahan 121.48 139.54 4.38 14.87
1.9 Bumbu-bumbuan 213.04 202.38 26.97 -5.00
1.10 Lemak dan minyak 111.22 106.11 -4.76 -4.59
1.11 Bahan Makanan Lainnya 118.46 119.32 9.03 0.73
2 MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 110.02 113.30 3.17 2.98
2.1 Makanan Jadi 108.86 109.39 2.36 0.49
2.2 Minuman yang Tidak Beralkohol 106.05 111.43 2.05 5.07
2.3 Tembakau dan Minuman Beralkohol 122.84 137.57 9.02 11.99
3 PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, & BAHAN BAKAR 113.85 117.49 8.00 3.20
3.1 Biaya Tempat Tinggal 110.58 113.67 4.80 2.79
3.2 Bahan Bakar, Penerangan dan Air 125.79 129.13 16.67 2.66
3.3 Perlengkapan Rumahtangga 112.84 119.26 6.74 5.69
3.4 Penyelenggaraan Rumahtangga 107.24 112.52 6.48 4.92
4 SANDANG 112.57 115.44 2.76 2.55
4.1 Sandang Laki-laki 113.05 115.59 2.75 2.25
4.2 Sandang Wanita 111.61 115.68 3.21 3.65
4.3 Sandang Anak-anak 121.87 125.57 5.50 3.04
4.4 Barang Pribadi dan Sandang Lain 105.57 107.09 -0.02 1.44
5 KESEHATAN 111.12 115.69 4.86 4.11
5.1 Jasa Kesehatan 109.72 115.64 6.31 5.40
5.2 Obat-obatan 104.77 102.90 -1.70 -1.78
5.3 Jasa Perawatan Jasmani 114.57 117.11 0.77 2.22
5.4 Perawatan Jasmani dan Kosmetika 115.64 122.17 7.15 5.65
6 PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 107.89 112.00 4.60 3.81
6.1 Pendidikan 108.70 113.87 6.12 4.76
6.2 Kursus-kursus / Pelatihan 103.92 104.19 0.27 0.26
6.3 Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 103.46 105.65 1.04 2.12
6.4 Rekreasi 110.77 114.47 3.96 3.34
6.5 Olahraga 103.73 105.78 3.16 1.98
7 TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 125.66 123.14 7.22 -2.01
7.1 Transpor 141.97 137.80 10.24 -2.94
7.2 Komunikasi dan Pengiriman 97.75 97.34 -0.21 -0.42
7.3 Sarana dan Penunjang Transpor 108.56 109.27 4.12 0.65
7.4 Jasa Keuangan 121.61 121.61 20.39 0.00

Analisis ekonomi kota Surakarta tahun iii

You might also like