You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Cholangitis akut merupakan infeksi bakteri dari sistem duktus bilier, yang
bervariasi tingkat keparahannya dari ringan dan dapat sembuh sendiri sampai berat dan
dapat mengancam nyawa.
Pertama kali dikemukakan pada tahun 1877 oleh Charcot, ia mempostulatkan
bahwa penyakit ini berhubungan dengan proses patologi berupa obstruksi bilier dan infeksi
bakteri. Cholangitis merupakan salah satu komplikasi dari batu pada ductus choledochus.
Penyakit ini perlu diwaspadai karena insidensi batu empedu di Asia Tenggara cukup tinggi,
serta kecenderungan penyakit ini untuk terjadi pada pasien berusia lanjut, yang biasanya
memiliki penyakit penyerta yang lain yang dapat memperburuk kondisi dan mempersulit
terapi.
Penting bagi dokter umum untuk mengetahui penyakit ini, agar dapat menegakkan
diagnosis secara tepat, melakukan penanganan pertama, memberikan penjelasan yang baik
kepada pasien dan merujuk secara tepat.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana landasan teoritis asuhan keperawatan pada pasien dengan moderate
cholangitis?
1.3. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menjelaskan landasan teoritis asuhan keperawatan pada pasien dengan moderate
cholangitis.
2. Tujuan Khusus
2.1. Menjelaskan Definisi Cholangitis
2.2. Menjelaskan Anatomi Fisiologi Kandung Empedu
2.3. Menjelaskan Klasifikasi Cholangitis
2.4. Menjelaskan Etiologi Cholangitis
2.5. Menyebutkan Manifestasi Klinik Cholangitis
2.6. Menjelaskan Patofisiologis Cholangitis
2.7. Menjelaskan Komplikasi Cholangitis
2.8. Menyebutkan Pemeriksaan Diagnostik Cholangitis
2.9. Menyebutkan Penatalaksanaan Cholangitis
1.4.MANFAAT
a. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Laporan ini dapat menambah wawasan mahasiswa keperawatan mengenai
asuhan keperawatan yang tepat yang dapat diberikan pada pasien dengan
moderate cholangitis.
b. Bagi Profesi Perawat
Hasil laporan ini dapat menjadi salah satu referensi yang dapat digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan moderate
cholangitis.
c. Bagi Pembaca Umum
Laporan ini semoga dapat menambah pengetahuan bagi khalayak umum
mengenai cholangitis sehingga para pembaca dapat mengetahui tanda dan gejala
yang terjadi pada orang-orang dengan moderate cholangitis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. DEFINISI
Kolangitis adalah infeksi bakteri dari saluran empedu yang terseumbat baik secara
parsiil atau total, sumbatan biasanya disebabkan dari dalam lumen saluran empedu
misalnya batu koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang
menekan duktus koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangio-
karsinoma atau struktur saluran empedu (Nurman, 1999).
Kolangitis adalah peradangan akut dinding saluran empedu, hampir selalu
disebabkan infeksi bakteri pada lumen steril. Kolangitis Sklerotik Primer adalah
peradangan saluran empedu di dalam dan di luar hati, yang pada akhirnya membentuk
jaringan parut dan menyebabkan penyumbatan.
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu. Charcot
ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai trias, yaitu
demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal dengan ’’Charcot
triad’’. Charcot mendalilkan bahwa ’’empedu stagnan’’ karena obstruksi saluran empedu
menyebabkan perkembangan kolangitis.
Dari beberapa pendapat diatas Makmun Wicaksono menyimpulkan bahwa
cholangitis adalah infeksi akut oleh bacteri pada saluran empedu yang diakibatkan
kolonisasi atau perkembangan bacteri dalam saluran empedu,haltersebut dikarenakan ada
stagnasi aliran garam empedu dari kantung empedu akibat adanya sumbatan seperti
kolelithiasis, striktur saluran empedu, sirosis hati dan lain lain.
2.2. ANATOMI FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU

Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir, yang terletak
pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus kanan dan kiri, yang
disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung empedu pada orang dewasa
adalah 7 cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30 mL. Kandung empedu
menempel pada hati oleh jaringan ikat longgar, yang mengandung vena dan saluran
limfatik yang menghubungkan kandung empedu dengan hati. Kandung empedu dibagi
menjadi empat area anatomi: fundus, korpus, infundibulum, dan kolum.
Fungsi kandung empedu yaitu sebagai berikut:
a Menyimpan dan mengkonsentrasikan cairan empedu yang berasal dari hati di antara dua
periode makan.
b Berkontraksi dan mengalirkan garam empedu yang merupakan turunan kolesterol,
dengan stimulasi oleh kolesistokinin, ke duodenum sehingga membantu proses
pencernaan lemak.
2.3. KLASIFIKASI
Klasifikasi kolangitis menurut Tokyo Guidelines (Wada et al, 2007):
Kriteria Mild (Grade I) Moderate (Grade Severe (Grade III)
II)

Disfungsi Organ Tidak Tidak Ya

Respon terhadap
Ya Tidak Tidak
terapi

a. Mild (Grade I) didefinisikan sebagai kolangitis yang dapat berespon terhadap terapi,
b. Moderate (Grade II) didefinisikan sebagai kolangitis yang tidak dapat berespon dengan
pengobatan dan tidak menimbulkan disfungsi organ,
c. Severe (Grade III) didefinisikan kolangitis yang tidak dapat berespon dengan
pengobatan dan menimbulkan disfungsi organ seperti:
o Kardiovaskuler: hipotensi
o Saraf: penurunan kesadaran
o Pernapasan: PaO2 < 300
o Renal: Serum kreatinin > 2.0 mg/dl
o Liver: PT-INR > 1.5
o Hematology: Platelet count < 1000.000/ul
2.4. ETIOLOGI
Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah koledokolitiasis, obstruksi struktur
saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bakteri memiliki akses ke saluran bilier
melalui duodenum atau melalui darah dari vena porta. Infeksi akan naik menuju duktus
hepatikus menimbulkan infeksi. Peningkatan tekanan bilier akan mendorong infeksi
menuju kanalikuli bilier vena hepatica dan saluran limfatik perihepatik yang akan
menimbulkan bakteremia (Brunicardi et al, 2007).
Penyebab kedua kolangitisadalahobstruksi maligna dari saluran empedu oleh
karsinoma pankreas, metastasis dari tumor peri pankreas, metastasis porta hepatis. Selain
itu pemakaian jangka panjang stent biliaris sering kali disertai obstruksi stent oleh cairan
biliaris yang kental dan debris biliaris yang menyebabkan kolangitis (Cameron, 1997).
2.5. MANIFESTASI KLINIK
Walaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam, ikterus, dan nyeri
abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias Charcot, namun semua elemen
tersebut hanya ditemukan pada sekitar 50 persen kasus. Pasien dengan kolangitis supuratif
tampak bukan saja dengan adanya trias charcot tapi juga menunjukkan penurunan
kesadaran dan hipotensi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cameron, demam di
temukan pada lebih dari 90 persen kasus, ikterus pada 67 persen kasus dan nyeri abdomen
hanya pada 42 persen kasus.
Dua hal yang diperlukan untuk terjadinya kolangitis yaitu adanya obstruksi aliran
empedu dan adanya bakteri pada duktus koledokus. Pada sebagian besar kasus, demam dan
mengigil disertai dengan kolangitis menandakan adanya bakteriemia. Biakan darah yang
diambil saat masuk ke rumah sakit untuk kolangitis akut adalah positif pada 40 sampai 50
persen pasien. Pada hampir semua serial Escherichia coli dan Klebsiella pneumonia adalah
organisme tersering yang didapatkan pada biakan darah. Organisme lain yang dibiakan
dari darah adalah spesies Enterobacter, Bacteroides, dan Pseudomonas.
Dalam serial terakhir species Enterobacter dan Pseudomonas lebih sering
ditemukan, demikian juga isolat gram negatif dan spesies jamur dapat dibiak dari empedu
yang terinfeksi. Adapun organisme anaerobik yang paling sering diisolasi
adalah Bacteroides fragilis. Tetapi, anaerobik lebih jarang ditemukan pada serial terakhir
dibandingkan saat koledokolitiasis merupakan etiologi kolangitis yang tersering.
Tanda dan gejala kolangitis sclerosing primer meliputi:
a. Sakit perut
b. Menggigil
c. Diare
d. Kelelahan
e. Demam
f. Gatal
g. Berat badan turun
h. Menguning dari mata dan kulit (kuning)
2.6. PATOFISIOLOGIS
Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan
empedu dan apabila berlangsung lama maka akan terjadi kolonisasi bakteri dan
pertumbuhan kuman yang berlebihan. Bakteri ini berasal dari flora duodenum yang masuk
melalui sfingter Oddi, dapat juga dari penyebaran limfogen dari kandung empedu yang
meradang akut (Nurman, 1999). Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada
kolangitis akut yang sering dijumpai adalah bakteri gram (-) enterik E. Coli, Klebsiella,
Streptococcus faecalis dan bakteri anaerob. Bakteri seperti Proteus,Pseudomonas dan
Enterobacter enterococci juga tidak jarang ditemukan (Malet, 1996).Kolangitis terjadi
akibat kombinasi dari adanya hambatan dari aliran cairan empedu yang berlangsung lama
dan terjadi kolonisasi dan proliferasi bakteri.
Adanya tekanan yang tinggi dari saluran empedu yang tersumbat, bakteri akan
kembali (refluks) ke dalam saluran limfe dan aliran darah dan dapat mengakibatkan sepsis
(Nurman, 1999). Selain itu, beberapa dari efek serius kolangitis dapat disebabkan oleh
endotoksemia yang dihasilkan oleh produk pemecahan bakterigram negatif. Endotoksin
diserap di usus lebih mudah bila terdapat obstruksi bilier, karena ketiadaan garam empedu
yang biasanya mengeluarkan endotoksin sehingga mencegah penyerapannya. Selanjutnya
kegagalan garam empedu mencapai intestin dapat menyebabkan perubahan flora usus.
Selain itu fungsi sel-sel Kupfer yang jelek dapat menghambat kemampuan hati untuk
mengekstraksi endotoksin dari darah portal. Bilamana kolangitis tidak diobati, dapat timbul
bakteremia sistemik yang dapat menimbulkan abses hati (Malet, 1996).
2.7. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi
(kolangitis supuratif) adalah sebagai berikut:
a Abses hati piogenik
Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada anak dan
dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orang tua sebagai
komplikasi penyakit saluran empedu seperti kolangitis. Infeksi pada saluran empedu
intrahepatik menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan akibat
abses multiple (De Jong, 1997).
b Bakteremia, sepsis bakteri gram negatif
Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%). Komplikasi
bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi utama penyebab terjadinya
kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam merupakan keluhan utama sekitar 10-15%
c Peritonitis sistem bilier
Kebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan peritonitis. Jika
empedu terkena infeksi, maka akan menyebabkan peritonitis dan sepsis yang
mempunyai resiko tinggi yang sangat fatal.
d Kerusakan duktus empedu
Duktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan kolesistektomi atau pada
eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan anatominya. Kesalahan yang sangat
fatal adalah tidak mengetahui cara melakukan transeksi atau ligasi pada duktus.
e Perdarahan
Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya dapat mengalami
trauma dan perdarahan pada saat melakukan operasi. Perdarahan yang terjadi kadang
susah untuk dikontrol.
f Kolangitis asendens dan infeksi lain
Kolangitis asendens adalah komplikasi yang terjadinya lambat pada pembedahan sistem
bilier yang merupakan anastomosis yang dibentuk antara duktus empedu dan usus besar
bagian asendens. Refluks pada bagian intestinal dapat berlanjut menjadi infeksi aktif
sehingga terjadi stagnan empedu pada sistem duktus yang menyebabkan drainase tidak
adekuat.
Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem bilier adalah
abses subp\frenikus. Hal ini harus dijaga pada pasien yang mengalami demam beberapa
hari setelah operasi. Komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian kateter pada pasien
yang diterapi dengan perkutaneus atau drainase endoskopik adalah perdarahan (intra-
abdomen atau perkutaneus) dan sepsis.
2.8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Anamnesa
Pada saat anamnesa biasanya klien mengeluh nyeri abdomen kanan atas, perut terasa
mual dan kadang pasien juga muntah. Selain itu, pada saat anamnesa ditemukan riwayat
penyakit terdahulu seperti batu kandung empedu dan saluran empedu, pasca
cholecystectomy, riwayat cholangitis sebelumnya (Brunicardi et al, 2007),
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan triad charcot yaitu berupa demam, ikterus, dan nyeri
abdomen kanan atas. Gejala lain yaitu kekakuan, pruritus, tija yang acholis atau
hypocholis, dan malaise, hepatomegali ringan, hipotensi, sepsis. Pada pemeriksaan
abdomen selain adanyeri biasanya ditemukan hepatomegali, asites dengan shifting
dulness, dan jika sudah parah bisa menimbulkan peritonitis.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin
yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase
(GGT) dan transaminase serum (SGOT/SGPT) juga sedikit meningkat yang
menggambarkan proses kolestatik (Cameron, 1997). Pada beberapa pasien bahkan dapat
meningkat secara menyolok menyerupai hepatitis virus akut.
d. Foto Polos Abdomen
Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu atau di
duktus koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrining, melihat
keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen (Soetikno, 2007).
e. Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra
hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau
ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering
adalah bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat
yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.Untuk membedakan obstruksi letak
tinggi atau letak rendah dengan mudah dapatdibedakan karena pada obstruksi letak
tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebarandari duktus biliaris komunis. Apabila
terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstrahepatal maka ini dapat dikategorikan
obstruksi letak rendah (distal) (Soetikno, 2007).
f. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)
Adalah pemeriksaan duktus billiaris dan duktus pankreatikus dengan memakai pesawat
MRI, dengan memakai heavily T2W acquisition untuk memaksimalkan signal dari
cairan yang menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus (Soetikno, 2007).
g. ERCP
Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang menggunakan lensa
atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro intestinal. Endoscope
Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat menentukan
penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya juga dapat mengobati penyebab
obstruksi dengan mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan.
Gambar. 4 Menunjukkan endoscope Cholangiopancreotography
(ERCP) dimana menunjukkan duktus biliaris yang berdilatasi
pada bagian tengah dan distal (dengan gambaran feeling defect)

2.9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan berdasarkan derajat kolangitis (Erina et al, 2011):
a. Kolangitis grade I
Pemberian terapi medikamentosa direspon dengan baik oleh pasien. Setelah itu, dapat
dipertimbangkan untuk melakukan drainase bilier dengan menggunakan endoskopi,
perkuatneus, ataupun drainase terbuka.
b. Kolangitis grade II
Pada pasien ini tidak berespon baik dengan medikamentosa. Selain itu, muncul tanda-
tanda gagal organ. Pada pasien ini, dilakukan drainase bilier awal dengan menggunakan
endoskopi atau perkutaneus drainase. Terapi definitif dengan menghilangkan sumber
sumbatan dilakukan setelah kondisi klien stabil.
c. Kolangitis grade III
Pada pasien ini memerlukan terapi suportif seperti ventilator, obat-obatan inotropik,,
terapi medikamentosa. Drainase bilier dilakukan secepatnya segera setelah kondisi
pasien stabil.
1) Penalaksnaan Konservatif
Penatalaksanaan awal kolangitis adalah terapi konservatif dimana keseimbangan
cairan dan elektrolit harus harus dikoreksi dan penggunaan antibiotik. Antibiotik yang
dipakai pada kasus ringan sampai berat adalah cephalosporin (misalnya cefazolin,
cefixitin). Pada kasus berat digunakan aminoglikosida ditambah dengan clindamycin
atau metronidazole. Saluran empedu yang mengalami obstruksi harus didrainase
sesegera munkin pada pasien dengan kondisi stabil.
Dekompresi Biliaris
Sebagian besar pasien (sekitar 70%) dengan kolangitis akut akan berespon
terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan tes fungsi
hati kembali ke normal dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien tidak menunjukkan
perbaikan dalam 12 sampai 24 jam pertama, dekompresi biliaris darurat harus
dipertimbangkan. Pada sebagian besar kasus, dekompresi biliaris dilakukan segera
secara non operatif baik dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu: (Sabiston,
1968 dan Cameron, 1997).
a) Penanggulangan sfingterotomi endoskopik
Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah
semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk pengaliran empedu
dan nanah serta membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa
nasobilier. Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm,
sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada
penderita ini mungkin dianjurkan litotripsi terlebih dahulu (De Jong, 1997 dan
Burkitt, 1996).
b) Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil
pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan
selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam
kandung empedu dengan metil eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini
merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai dengan penyulit (De Jong, 1997).
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalahpenghancuran batu
saluran empedu dengan menggunakan berbagai jenis lithotripter yang dilengkapi
dengan pencitraan flouroskopi sebelum prosedur, diperlukan sfingterotomi
endoskopik dan pemasangan kateter nasobiliaris untuk memasukkan material
kontras. Terapi dilanjutkan sampai terjadi penghancuran yang adekuat atau telah
diberikan pelepasan jumlah gelombang kejut yang maksimum (Cameron, 1997; De
Jong, 1997; Josh, 2006).
c) PTBD ( Percutaneous Transhepatik Biliar Drainage)
Pengaliran bilier transhepatik biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai
salah satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi
ikterus berat pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien
dengan pipa T pada saluran empedu dapat juga dimasukkan koledokoskop dari luar
untuk membantu mengambil batu intrahepatik (De Jong, 1997; Brunicardi, 2000).
2) Penatalaksanaan Definitif
a) Kolesistektomi Terbuka
Merupakan operasi yang membutuhkan anestesi umum kemudian dilakukan
irisan pada bagian anterior dinding abdomen dengan panjang 12-20cm
Teknik operasi kolesistektomi terbuka
Dilakukan dengan insisi subtotal kanan (Kocher) sebagai salah satu insisi yang serba
guna dalam diseksi lambung empedu dan saluran empedu.
b) Kolangiografi operatif
Dilakukan secara rutin untuk mendapatkan peta anatomik di daerah yang
sering mengalami anomalidan untuk menyingkirkan batu empedu yang tidak
dicurigai. Kolangiografi dilakukan mengan menggunakan kanlua kangiografi seperti
Berci Lehman dn Colangiocath. Insisi dibuat di saluran sistikus Insisi harus cukup
besar untuk memasukkan kanula Kanula dipertahankan ditempatnya dengan
hemoclip. Kemudian material kontras dimasukkan yaitu hypaque 25%. Sistem
operasi kolangiografi adalah fluorokolangiopatidengan penguatan citra serta monitor
televisi. Ini memungkinkan pengisian saluran empedu secara lambat dan pemaparan
multiple saluran sistem saat diisi.
c) Laparoskopi Kolesistektomi
Merupakan cara invasif untuk mengangkat batu empedu dengan
menggunakan teknik laparoskopi. Kontraindikasinya adalah sepsis abdomen,
gangguan pendarahan kehamilan.
d) Eksplorasi koledokus: eksplorasi laparoskopi duktus empedu
Umumnya sebelum tindakan operatif batu duktus empedu dideteksi dengan
kolangiografi intraoperatif mengalirkan saline melalui kateter kolangiografi setelah
sfingter oddi direlaksasikan dengan glukagoN. Jika irigasi tidak berhasil, dapat
dilakuakan pemasangan kateter balon melalui duktus sisikus dan turun ke duktus
empedu.
PATHWAY

Batu empedu

Oklusi & Obstruksi


batu

Cholangitis

Obs. Duktus Sistikus Metabolisme LIPID Tindakan Operasi

Peristaltik Bilirubin direct & indirect Pre Operatif Post Operatif

Gangg. gastrointestinal Invasi bakteri Ketidakseimbangan Kurangnya Informasi Luka insisi


metabolisme bilirubin

Mual/Muntah Peradangan Ansietas Respon SSP Iritasi Lumen


ikterik

Intake nutrisi & Nyeri Akut Respon Pelepasan reseptor Gangguan Pola
cairan tidak adekuat inflamasi Gangguan Citra nyeri Tidur
Tubuh

Defisit Nutrisi Peningkatan Nyeri Akut


suhu tubuh

Hipertermi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
pada penderita kolangitis, klien mengeluh nyeri perut kanan atas nyeri tidak menjalar
/menetap, nyeri pada saat menarik nafas dan nyeri seperti ditusuk tusuk
c. Riawayat penyakit
1) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu contohnya riwayat dari keadaan
berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis
a) Batu kandung empedu atau batu saluran empedu
b) Pasca cholecystectomy
c) Manipula endoskopik atau ERCP cholangiogram
d) Riwayat cholangitis sebelumnya
e) Riwayat HIV/AIDS: choalngitis yang berhubungan dengan aids memliki cirri
edema bilier ekstrahepatik ulserasi dan obstruksi bilier
2) Riwayat penyakit sekarang
Banyak pasien yang dating dengan ascending cholangitis tidak memiliki gejala klasik
tersebut. Sebagian besar pasien mengeluh nyeri abdomen kuadran lateral atas. Gejala
lain yang dapat terjadi meliputi: jaundice, demam, menggigil dan kekakuan, nyeri
abdomen tinja yang acholis.
3) Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apabila klien mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus,
hipertensi, anemia.
d. Pemeriksaan fisik
1) System pernafasan
o Inspeksi : dada tampak, pernafasan dangkal klien tampak gelisah
o Palpasi : vocal vremitus teraba merata
o Perkusi : sonor
o Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan (ronchi, wheezing)
2) System kardiovaskuler
Terdapat takikardi dan diaphoresis
3) System neurologi
Tidak terdapat gangguan pada system neurologi
4) Sistem pencernaan
o Inspeksi : tampak ad distensi abdomen diperut kanan atas klien mengeluh mual
muntah
o Auskultasi : peristaltic usus 5-12x / menit flatulensi
o Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/ kuadran kanan atas nyeri
tekan epigastrium
5) Sistem eliminasi
Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat
6) Sistem integument
Terdapat ikterik/jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal
7) Sistem musculoskeletal
Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP
2. Diagnose keperawatan
a Nyeri Akut berhubungan dengan distensi kandung kemih
b Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi
c Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
d Gangguan pola tidur berhubungan dengan iritasi lumen
e Dehidrasi berhubungan dengan mual muntah
3. Intervensi keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan distensi kandung kemih
o Tujuan : setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam nyeri berkurang
o Kriteria hasil :
 Keadaan umum normal pasien tampak nyaman
 Nyeri berkurang pasien tampak rileks ditunjukkan dengan skala nyeri 1-3
 Pasien melakukan managemen nyeri saat nyeri kembali dating
 Ttv dalam batas normal
o Intervensi
1) BHSP
R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses keperwatan
2) Observasi, catat lokasi dan skala nyeri dan karakter nyeri
R/ membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang
kemajuan / perbaikan penyakit
3) Anjurkan pasien dalam posisi nyaman
R/ pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra abdomen
4) Anjurkan managemen nyeri distraksi relaksasi nafas dalam
R/ untuk melakukan koping pasien terhadap nyeri
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic
R/ untuk mengatasi nyeri
6) Observasi tanda tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
7) Kaji respon pasien
R/ wajah menunjukkan perasaan yang dirasakan klien

b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi


o Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam suhu tubuh
kembali normal
o Kriteria hasil :
 Suhu tubuh kembali normal pasien nyaman
 Tanda vital dalam bats normal
 Pasien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi suhu tubuh
o Intervensi
1) BHSP
R/ dengan hubunga saling percaya mempermudah proses keperawatan
2) Observasi tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
3) Anjurkan menggunakan pakaian tipis dan minum air putih
R/ menggunakan pakaian tipis dan minum air putih yang bnaya dapat
menurunkan panas
4) Anjurkan untuk melakukan kompres dingin pada daerah dada dan ketiak
R/ kompres dapat membantu menurunkan panas
5) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R/ antripiretik unutk menurunkan suhu
6) Kaji respon pasien
R/ wajah dapat menggambarkan apa yang dirasakan klien

c. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah


o Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam keseimbangan
nutrisi terpenuhi
o Kriteria hasil :
 Asupan nutrisi kembali seimbang
 Pasien menunjukkan energy yang adekuat
 Ttv dalam batas normal
 Mual muntah berkurang
o Intervensi
1) BHSP
R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses keperawatan
2) Observasi tanda tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
3) Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering
R/ untuk mencegah mual muntah
4) Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian program diet
R/ setiap pasien mempunyai diet yang berbeda
5) Monitoring asupan gizi pasien
R/ mengetahui perkembangan nutrisi pasien
6) Kaji respon pasien
R/ menggambarkan apa yang dirasakan pasien

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan iritasi lumen


o Tujuan : setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam pasien dapat tidur
dengan nyaman
o Kriteria hasil :
 Klien dapat tidur dengan nyaman
 Ttv dalam batas normal
 Klin tidak pucat
 Kebutuhan tidur terpenuhi
o Intervensi
1) BHSP
R/ dengan membina hubungan saling percaya dapat mempermudah proses
keperawatan
2) Observasi tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
3) Anjurkan untuk mengatur posisi nyaman
R/ dengan posisi nyaman dapat membantu tidur
4) Anjurkan untuk relaksasi nafas dalam
R/ untuk merilekskan tubuh
5) Kaji respon pasien
R/ menggambarkan apa yang dirasa
DAFTAR PUSTAKA

1. Nursing Diagnostik Nanda Nic Noc 2013


2. Asuhan keperawatan berdasarkan diagnostic medis & nanda 2017
3. Panduan praktis ilmu penyakit dalam 2010 Prof Halim
4. Selecta kedokteran Edisi III jilid I 2012 Arif Mansjaer

You might also like