Professional Documents
Culture Documents
G DENGAN MENINGITIS
TUBERKULOSIS DI RUANG RAWAT INAP ANAK
RSUP DR M DJAMIL PADANG
OLEH
KELOMPOK V’17
( ) ( )
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada An. G dengan Meningitis TB
di ruang rawat inap anak RSUP DR. M Djamil Padang”.
Laporan ini merupakan salah satu tugas saat mengikuti praktek profesi
keperawatan anak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing
akademik dan pembimbing klinik selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan selama penyusunan laporan ini, serta semua pihak yang telah
membantu hingga selesainya laporan ini. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan laporan ini disebabkan keterbatasan kemampuan
penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat penulis harapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga
laporan ini dapat memberi manfaat bagi kita semua terutama dalam bidang
keperawatan.
Kelompok V’17
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Meningitis adalah suatu reaksi peradangan yang terjadi pada lapisan yang
membungkus jaringan otak (arakhnoid dan piamater) dan sumsum tulang
belakang yang disebabkan organisme seperti bakteri virus, dan jamur. Meningitis
merupakan masalah kesehatan yang serius dan perlu diketahui untuk
memenimalkan gejala sisa neurologis yang serius dan memastikam keselamatan
pasien (Harsono, 2005).
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosa. Penyakit ini
merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit paru.
Meningitis TB dikenal sebagai bentuk yang paling parah dari infeksi tuberculosis.
Infeksi primer yang muncul di paru dapat menyebar secara hematogen maupun
limfogen ke berbagai bagian tubuh diluar paru, seperti perikardium, usus, kulit,
tulang, sendi, dan selaput otak. Kuman TB yang menyerang susunan saraf pusat
ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis.
Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB dengan kasus terbanyak
berupa meningitis TB (Dewanto, 2009).
Prevalensi dunia infeksi TB adalah sebesar 136/100.000 populasi dengan
prevalensi tertinggi di negara Afrika sebesar 343/100.000 dan Asia Tenggara
sebesar 181/100.000. Insiden penyakit TB di dunia menempatkan Indonesia pada
peringkat ke-5 sesudah negara India, China, Nigeria dan Pakistan (WHO, 2015).
Namun, laporan WHO tahun 2015 menempatkan Indonesia menjadi peringkat ke-
2 setelah India (WHO, 2016).
Indonesia sebagai salah satu negara dengan prevalensi TB yang cukup
tinggi juga sering ditemukan adanya kasus Meningitis Tuberkulosis. Meningitis
merupakan masalah kesehatan terutama dalam bidang kesehatan anak dan
sebagian besar terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang karena
tingginya angka kematian dan kecacatan. Persentase meningitis TB terjadi sebesar
3,2% dari kasus komplikasi infeksi primer TB dan 83% disebabkan karena
komplikasi infeksi primer paru setelah HIV. Peyakit meningitis TB pada penderita
tanpa HIV adalah 2% dan 14% pada penderita yang terinfeksi HIV yang
meningkatkan risiko terjadinya meningitis TB sebanyak 50% (WHO, 2014).
Menurut data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar), prevalensi TB paru
tertinggi di daerah Jawa Barat sebesar 0,7% sedangkan di Sumatera Barat sebesar
0,2%. Maksud 0,2% adalah 0,2% dari 1.027.763 orang (jumlah dari anggota
rumah tangga yang didata dan ikut Riskesdas) se-Indonesia. Hasil yang didapat
untuk provinsi Sumatera Barat adalah kurang lebih 2.056 orang terkena TB paru.
Namun, tidak ditemukan data baik itu prevalensi dan insiden mengenai meningitis
TB maupun meningitis secara spesifik (KemenKes RI, 2013).
Di kota Padang, khususnya RSUP DR. M. Djamil ditemukan jumlah
pasien yang dirawat dengan meningitis TB pada tahun 2016 sampai April 2017
yaitu sebanyak 53 kasus (Data rekam medik RSUP DR. M. Djamil). Berdasarkan
studi pendahuluan yang kelompok lakukan di IRNA Anak RSUP Dr. M.Djamil
Padang diperoleh dalam 1 bulan terakhir terdapat 10 anak yang dirawat dengan
diagnosa meningitis TB. Hal ini menunjukkan angka yang tinggi untuk kejadian
meningitis tuberkulosis pada anak. Dari pengamatan yang kelompok lakukan di
ruang anak RSUP DR M. Djamil Padang, pada umumnya anak dengan meningitis
TB dibawa dalam kondisi demam tinggi, kejang, dan anak mengalami banyak
hambatan akibat sakitnya. Untuk itu diperlukan penanganan yang tepat dan segera
dalam menanggulangi efek lebih lanjut pada anak, baik berupa tindakan mandiri
atau pun kolaborasi perawat dengan tenaga medis lainnya. Dari pengamatan yang
kelompok lakukan di IRNA anak RSUP DR. M.Djamil Padang, penanganan dan
penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien anak dengan meningitis TB cukup
baik. Akan tetapi ditemukan anak dengan meningitis TB dengan hari rawatan
yang sangat lama. Oleh karena itu kelompok tertarik mengambil kasus anak
dengan meningitis TB di ruang rawat inap anak RSUP DR M.Djamil Padang.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penatalaksanaan asuhan keperawatan pada An. G dengan
Meningitis Tuberkulosis di IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan dengan
meningitis tuberkulosis di IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang
2. Tujuan khusus
a) Mengetahui pengkajian keperawatan pada kasus meningitis TB.
b) Mengetahui diagnosa keperawatan pada kasus meningitis TB.
c) Mengetahui intervensi keperawatan pada kasus meningitis TB.
d) Mengetahui implementasi keperawatan pada kasus meningitis TB.
e) Mengetahui evaluasi keperawatan pada kasus meningitis TB.
D. Manfaat
1. Bagi Pendidikan
Menambah ilmu pengetahuan terutama dalam keperawatan yang
berhubungan dengan penyakit meningitis TB.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi petugas
pelayanan kesehatan khususnya perawat mengenai penyakit meningitis
tuberculosis serta dapat dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis TB.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2. Etiologi
Kebanyakan kasus meningitis di sebabakan oleh microorganism
: seperti virus, jamur, bakteri atau parasit yang menyebar dalam darah
ke cairan otak. Penyakit infeksi ini dapat di klasifikasikan atas :
a. Bakteri:
Pneumococcus
Meningococcus
Haemophilus influenza
Escherichia coli
Salmonella
Mycobacterium tuberculosis
b. Virus:
Enterovirus
c. Jamur :
Cyptococcus neoformans
Coccidiodes immitris
(Kahan, 2005)
Pada penyakit meningitis tuberculosis di sebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis humanus yang merupakan basil yang
berbentuk batang, berukuran 0,2m-0,6m x1,0-10m, tidak bergerak dan
tidak membentuk spora. Mycobacterium tuberculosis bersifat oblibat
aerob, hal ini menerangkan predileksinya pada jaringan yang
oksigenasinya tinggi seperti pada apeks paru, ginjal dan otak. Basil ini
bersifat asam , artinya tahan terhadap pewarnaan carbolfuchsin yang
menggunakan campuran asam klorida-etanol. Sifat asam ini di
sebabkan karena kadar lipid yang tinggi pada dinding selnya meliputi
hampir 60% dan merupakan hidrokarbon rantai panjang yang disebut
asam mikolat. Mycobactdrium tuberculosa tumbuh lambat dengan
double time dalam 28-24 jam, maka secara klinis kulturnya
memerlukan waktu 8 minggu sebelum di nyatakan negative.
Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya meningitis tuberkulosis adalah (Tai, 2013):
1) Usia (anak-anak > dewasa)
2) Koinfeksi-HIV
3) Malnutrisi
4) Keganasan
5) Penggunaan agen imunisupresif
3. Klasifikasi Meningitis
Menurut Arief Mansyur (2000), berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, meningitis di bagi dalam 2 golongan yaitu :
1) Meningitis purulenta adalah radang bernanah arachnoid dan
piamater yang meliputi otak dan medulaspinalis .penyebabnya
antara lain : Diplococcus pneumonia, neisseria meningitides,
streptococcus haemoliticus, staphylococcus coli, klebsiella
pneumonia, pseudomonas aeruginosa.
2) Meningitis serosa adalah radang selaput otak, arachnoid dan
piamater yang disertai cairan otak yangh jernih, penyebab tersering
adalah Mycobacterium tuberculosis, penyebab lain adalah virus,
toxoplasma dan ricketsa.
4. Patofisiologi
7. Pemeriksaan Penunjuang
Analisis CSS dari fungsi lumbal. Likoor serebrospinanis
berwarna jernih, opalesen atau kekuning-kuningan (xantokrom).
Tekanan dan jumlah sel meninggi namun pada umumnya jarang
melebihi 1500/3 mm3 dan terdiri teruitama dari limposit, kadar
protein meninggi sedangkan kadar divkosa akan florida total
menurun, bila cairan otak didiamkan maka akan timbul
fibrinous web (poviken). Tempat sering ditemukannya basil
tuberkulosis.
Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan
keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat
glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis
bakteri.
Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya
jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya
normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan
prosedur khusus.
Glukosa serum : meningkat (meningitis)
LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan
neutrophil
Elektrolit darah : Abnormal .
ESR/LED : meningkat pada meningitis
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat
mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe
penyebab infeksi
MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi,
melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral,
hemoragik atau tumor
Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber
infeksi intra kranial
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan
perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat
bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis.
Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi
pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak ke ruang
subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan
perkembangbiakan bakteri.Baisanya menggunakan sefaloposforin
generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar
pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.
a. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):
Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal
500 mg selama 1 setengah tahun.
Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama
1 tahun.
Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x
sehari selama 3 bulan.
b. Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
Sefalosporin generasi ketiga
Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
c. Pengobatan simtomatis:
Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau
rectal: 0,4-0,6 mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3
x sehari atau Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat
digunakan untuk mengobati edema serebri.
Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik:
pemberian tambahan volume cairan intravena.
9. Komplikasi
Akibat lanjut dari meningitis (Suriadi, 2006) antara lain :
Efusi subdural
Hidrosefalus
Gangguan kejang kronik, karena serebritis, infark atau gangguan
elektrolit
Gangguan status mental, karena kenaikan TIK, serebritis atau
hipotensi; manifestasi termasuk iritabilitas, letargi, stupor,
kurang kesadaran atau koma. Penderita koma mempunyai
prognosis yang jelek. Manifestasi tambahann meningitis adalah
fotofobia dan corengan meningitis yang diperoleh dengan
mengisap kulit dengan obyek tumpul dan mengamati corengan
merah yang muncul dalam 30-60 detik.
Cerebral palsy
Dehidrasi asidosis
Kelumpuhan anggota gerak
Buta
Tuli
Perkembangan terlambat
SIADH (Syndrome Inappropriate Anti Deuretic Hormone)
Dekubitus
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data dan
penentuan masalah.Pengumpulan data diperoleh dengan wawancara,
pemeriksaan fisik, dan observasi pengkajian.
a. Biodata klien, meliputi Nama, Umur, Jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan, nomor regitrasi, status pekawinan,
agama, tanggal MR
b. Keluhan utama
Keluhan utama menjelaskan tentang keluhan yang terjadi saat
dikaji. Biasanya pada anak dengan Meningitis Tubercolosis
orang tuanya mengeluhkan kesadaran menurun atau tidak sadar.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan pengembangan dari
keluhan utama secara detail dengan menggunakan PQRST, yang
menguraikan riwayat perjalanan dan perkembangan penyakit
sampai keadaan riwayat kesehatan sekarang, dan gejala yang
sering ditemukan seperti lesu, kesadaran menurun, anoreksia,
kejang, dan penurunan nafsu makan.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
Pernahkah operasi daerah kepala ?
e. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji riwayat keluarga apakah ada keluarga klien yang menderita
penyakit yang sama dengan klien, riwayat demam disertai
kejang. Adanya penyakit menular seperti TBC.
f. Data bio-psiko-sosial
Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise).
Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan
PJK.
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan
tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
Makan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran
mukosa kering.
Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan
perawatan diri.
Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada
persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia,
kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi
penciuman.
Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma,
delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor,
nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda
brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal,
babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek
kremastetik hilang pada laki-laki.
Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala (berdenyut hebat, frontal).
Tanda : gelisah, menangis.
Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru.
Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
2. Pemeriksaan Fisik
. Cairan serebrospinal
mengalami kekeruhan,
terbentuk eksudat
Eksudat menyebabkan
inflamasi dan edema lebih
lanjut sel meningeal
Neusea, anoreksia
Penurunan BB
Gangguan nutrisi
5 Bakteri TB masuk ke cairan Resiko infeksi
otak melalu pembuluh darah
didalam pembuluh darah
otak
Indikator : Stokes.
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap
2 jam
Monitor TD, RR, dan nadi
Monitor warna dan suhu
kulit
Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
LAPORAN KASUS
IDENTITAS DATA
Klien masuk rumah sakit Dr. M. Djamil Padang melalui IGD pada
tanggal 24 November 2017 pukul 14.07, rujukan dari RS Reksodiwiryo
Padang, dengan keluhan demam 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam
tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, tidak berkeringat, dan disertai kejang.
Klien juga mengalami sesak nafas 3 jam sebelum masuk RS, RR 38 x/menit
dan adanya otot bantu pernafasan.
Prenatal
Pada saat kehamilan ibu klien sering melakukan kunjungan ke pelayanan
kesehatan, setiap bulanya ibu klien rutin ke posyandu, dan pada usia
kehamilan 1-4 bulan ibu klien mengalami mual muntah dan penurunan nafsu
makan. Ibu klien mengatakan pada saat pemeriksaan ke spesialis kandungan
tidak terdapat masalah pada kehamilannya, kondisi janin dalam keadaan
sehat, tidak ada kelainan, tidak ada mengalami masalah kehamilan, dan
setelah kehamilan 5 bulan sampai 9 bulan nutrisi ibu selama kehamilan
terpenuhi. Peningkatan BB selama kehamilan 10-11 kg.
Intranatal
Pada saat ibu melahirkan klien, ibu melahirkan secara normal dibantu
oleh bidan. Pada saat lahir klien lahir sehat tidak ada masalah dan gangguan
kongenital. Tidak ada komplikasi selama melahirkan seperti partus lama,
induksi ataupun forcep, warna ketuban tidak diketahui.
Postnatal
d. Alergi:
e. Kecelakaan:
Anak pernah jatuh dari tempat tidur pada bulan Juli saat usia pasien 1
tahun dengan posisi kepala belakang terhempas duluan dan mengakibatkan
anak demam.
f. Riwayat Imunisasi:
Imunisasi lengkap.
= Perempuan
= Laki-laki
= Klien
- - - - = Tinggal Serumah
= Meninggal
Klien selama dirumah termasuk anak yang aktif dan lincah, kadang
berjalan sendiri sampai keluar rumah dan An. G senang bermain dan jalan-
jalan keluar rumah didampingi oleh ibunya. An. G senang dengan keramaian
apalagi kalau ada mainan yang bisa dimainkannya. Tetapi semenjak jatuh
anak tidak bisa berjalan dan hanya tertidur lemah ditempat tidur.
b. Motorik Kasar
Klien dapat berjalan dengan baik tanpa dibantu orang lain, berjalan
mundur, serta berlari dan bergerak aktif .
c. Motorik Halus
Psikososial
RIWAYAT SOSIAL
f. Lingkungan rumah
Warna : hitam
Tekstur : lembut
Mata
Konjunctiva : anemis
Bentuk : bulat
Telinga
Pendengaran : baik
Hidung : Simetris
Septum : normal
Sekret : tidak ada
Mulut
Kebersihan : bersih
Lidah : bersih
Leher
Dada
Jantung
Paru-Paru
Perkusi : sonor
Perut
Perkusi : tympani
Punggung
Ekstremitas
Warna : pucat
Turgor : baik
Integritas : baik
Elastisitas : kulit elastis
Pemeriksaan neurologis :
o GCS: GCS E4M5V2 = 11
o Anak tidak mengalami kejang
o Peningkatan intrakranial ( adanya muntah proyektil 1 kali )
o Mata terbenang ( setting-sun sign)
o Kekaduan kuduk (+), adanya tahanan yang mengakibatkan
dagu tidak mencapai dada\\
o Tanda kernig (+)
o Tanda brudzinski (+)
o Reaksi pupil menurun, tidak adanya ransangan pada cahaya
o Iritabilitas (+)
o Opistotonus
o Sakit kepala
o Tangisan dengan nada tinggi (-)
PEMERIKSAAN TUMBUH KEMBANG
DDST
Status Nutrisi
PEMERIKSAAN SPIRITUAL
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Diagnostik
- CT Scan kepala
- Ro. Abdomen
- EEG
Data Laboratorium
- Eosinofil = 1 % (1-4)
- N. Batang = 0 (0-5)
- Limfosit = 28 % (37-73)
- Monosit = 2% (2-11)
Terapi obat-obatan
- Ampicili : 4 x 375 mg
- Flukonazol : 1 x 90 mg
- Amikasin : 1 x 125 mg
- Clyndamicin : 4 x 45 mg
- Rifampisin 1 x 150 mg
- Vit. B6 : 1 x 10 mg
- As. Folat 1 x1 mg
- Fenitoin : 2 x 15 mg
- Diazepam 3 x 1 mg
- Fusilex : 3 x lactose
ANALISA DATA
Data Patofisiologi Masalah keperawatan
- GCS E4M5V2 =
Obligasai pada ruangan subrarachnoid
11
- Keadaan umum
lemah
- Lingkar kepala
46,5 cm Gangguan absobsi CSS di subarachniod
- Adanya kaku
kuduk (+)
- Badan dan
ekstremitas
tampak kaku Cairan serebrospinal meningkat
- Reflek pupil -/-,
pupil tidak ada
rangsangan pada
cahaya
- Peningkatan
Peningkatan tekanan intrakrania
intrakranial
(adanya muntah
proyektil 1 kali)
- Mata terbenang
(setting-sun sign) Suplai O2 ke otak terganggu
- Tanda kernig (+)
- Tanda
brudzinski (+)
- Iritabilitas (+)
Gangguan perfusi jaringan serebral
- Pemeriksaan
fungsi lumbal (+)
- Opistotonus
- TD: 140/ 90
mmhg
- N: 154x/ menit
- P: 38x/menit
Akral teraba
hangat Obligasai pada ruangan subrarachnoid
Tidak ada
kejang
Mukosa bibir
kering
- TD: 140/ 90
mmHg Gangguan absobsi CSS di subarachniod
- N: 154 x/ menit
- P: 38x/menit
- S : 38,8°C
Hipertermia
DS: Adanya faktor penyebab (TB) Pola nafas tidak efektif b.d
hiperventilasi
Keluarga klien
mengatakan
klien tampak Invasi kuman ke selaput otak
sesak
Keluarga klien
mengatakan
klien Reaksi peradangan jaringan serebral
mempunyai
riwayat TB
DO:
- TD: 140/ 90
mmhg Metabolisme tubuh ↑
- N: 154 x/ menit
- P: 38x/menit
- S : 38,8°C
↑ kompensasi ventilasi
Hiperventilasi
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2
jam
Monitor TD, RR, dan nadi
Monitor warna dan suhu kul
Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
Monitor Pernafasan
Aktivitas:
Monitor frekuensi, rata-rata,
irama, kedalaman dan usaha
bernafas
Catat pergerakkan dada, lihat
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, dan supraklavikula
dan retaksi otot intercostal
Monitor sekresi pernafasan
Pasien
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pada riwayat kesehatan An. G, tercatat bahwa ini merupakan kali ke 5
An. G masuk rumah sakit dengan alasan utama kejang. Yang mana rawatan
pertama An. G yaitu pada bulan Juli disaat usia anak masih 1 tahun, An. G
dirawat selama 5 hari dengan keluhan demam tinggi yang disertai kejang. Hal
inu bisa jadi akibat dari riwayat jatuh sang anak saat berumur 9 bulan dari
tempat tidur dengan posisi kepala belakang terhempas duluan dan
mengakibatkan anak demam. Dari riwayat keluarga tidak didapatkan bahwa
ada anggota keluarga yang mengalami tuberculosis aktif. Menurut Rahajoe
(2007), meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran
tuberkulosis primer. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi
dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses
reaktivasi tersebut adalah trauma kepala.
Pada saat masuk, pengkajian dan hari-hari rawatan, An. G ditemukan
gejala meningitis tuberkolosis seperti kejang (alasan dibawa ke rumah sakit),
demam dengan suhu : 38,8 ℃ (6 Januari 2018), demam hilang timbul, tidak
dapat berespon dengan baik, hanya berbaring ditempat tidur, badan kaku,
jarang menangis serta tidak bersuara dengan baik, nafas tampak sesak dan
adanya otot bantu pernafasan, reflek pupil -/-, orientasi kurang. Tanda dan
gejala meningitis yang terjadi menurut Suriadi (2006) pada bayi dan anak-
anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) adalah demam, malas makan, muntah,
mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol,
kaku kuduk, dan tanda kernig dan brudzinski positif, peningkatan lingkar
kepala, peningkatan tekanan intracranial. Hal ini menunjukkan ada beberapa
tanda dan gejala yang dimiliki An. G kurang sesuai dengan teori seperti tidak
adanya ubun-ubun menonjol, tidak ada peningkatan lingkar kepala dan tidak
ada penurunan nafsu makan.
Pada pemeriksaan laboratirium An. G didapatkan hasil tanggal 21
Desember 2017 yaitu hemoglobin 10,3 g/dl (9,6-15,10), leukosit 18.350 mm3
(
5.500-17.500), trombosit 320.000 mm3 (150.000-450.000), basofil 0 % (0-2),
eosinofil = 1 % (1-4), N. Batang 0 (0-5), N. Segmen 69 % (22- 46), limfosit =
28 % (37-73), monosit = 2% (2-11). Pemeriksaan diagnostic yang dilakukan
pada An. G selama perawatan yaitu CT scan kepala, rontgen abdomen, EEG
dan pemeriksaan fungsi lumbal. Berdasarkan teori, penetalaksanaan medis
yang harus dilakukan yaitu analisis CSS dari fungsi lumbal, meningitis
bakterial, glukosa serum meningkat, LDH serum meningkat, sel darah putih
sedikit meningkat dengan peningkatan neutrophil, elektrolit darah abnormal,
ESR/LED meningkat, kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine untuk
mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab
infeksi, MRI/ skan CT, ronsen dada/kepala/ sinus. Berdasarkan hal ini dapat
dilihat bahwa ada beberapa perbedaan kejadian dengan teori, yaitu nilai labor
banyak yang normal, ronsen yang dilakukan bukan di dada/kepala/sinus,
tidak ada pengambilan kultur dan tidak melakukan pemeriksaan MRI/Scan
CT.
Terapi yang diberikan pada An. G sejak dirawat adalah ampicili : 4 x
375 mg, flukonazol : 1 x 90 mg, amikasin : 1 x 125 mg, Clyndamicin : 4 x 45
mg, rifampisin 1 x 150 mg, vit. B6 : 1 x 10 mg, asam folat 1 x1 mg, fenitoin :
2 x 15 mg, Diazepam 3 x 1 mg, dan fusilex : 3 x lactose. Ada beberapa obat
yang diluar dari terapi untuk meningitis, yaitu flukonazol, asam folat, dan
fusilex. berdasarkan Wikipedia, flukonazol adalah obat untuk mengobati
jamuran dan asam folat yang merupakan vitamin B9.
An. G dilakukan pengkajian pada 6 Januari 2018 dan diberikan asuhan
keperawatan dimulai hari itu sampai 12 Januari 2018. Berdasarkan hasil
pengkajian pada pasien, didapatkan beberapa diagnosa keperawatan dengan 3
diagnosa utama yaitu perfusi jaringan serebral tidak efektif pola nafas tidak
efektif, dan hipertermi.
2. Hipertermi
Menurut NANDA, hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas
kisaran rata-rata (>37,5oC). Hipertermi bisa disebabkan oleh anastesia,
penurunan respirasi, dehidrasi, pemajanan lingkungan yang panas,
penyakit, pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan,
peningkatan laju metabolisme, medikasi, trauma dan aktivitas berlebihan.
Tanda dan gejala yang bisa kita lihat adalah konvulsi, kulit kemerahan,
peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal, kejang, takikardi, takipnea,
dan kulit terasa hangat.
Pada An. G, tanda dan gejala yang ditemukan yaitu keluarga klien
mengatakan klien demam terus menerus dan keluarga klien mengatakan
demam tidak menggigil dan berkeringat, Kulit tampak memerah,
kecepatan nadi 154x/ menit, suhu 38,9oC, kulit teraba hangat, mukosa
bibir kering. Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala hipertermi
berdasarkan NANDA dimana An. G mengalami peningkatan suhu tubuh
diatas kisaran normal, kulit teraba hangat, takikardi dan takipnea. Ini
membuktikan bahwa diagnosa hipertermi dapat diangkat pada kasus An.
G ini. Diagnosa ini telah sesuai dengan teori, dimana pasien dengan
meningitis tb akan mengalami demam tinggi yang hilang timbul.
Implementasi yang diberikan yaitu menganjurkan keluarga pasien
untuk pemberian kompres hangat pada lipatan paha dan aksila,
memberikan obat oral antiperietik paracetamol, menyelimuti An.G,
memonitor perubahan warna kulit An.G, memantau suhu An. G sekali 3
jam. Pada 9 dan 11 Januari 2018, implementasi yang berbeda dari hari
sebelumnya adalah tidak diberikannya paracetamol dikarenakan suhu
pasien tidak mencapai 38oC dan sesuai dengan orderan dokter. Sedangkan
pada tanggal 8, 10 dan 12, pasien tidak demam lagi. Implementasi yang
diberikan hanya memantau suhu, menyelimuti pasien dan memantau
warna kulit dikarenkan pada 3 hari itu pasien tidak demam. Sedangkan
Dalam impelementasi hipertermi ini, intervensi yang tidak dilakukan
yaitu tidak dilakukan monitor IWL. Hal ini tidak dilakukan karena pasien
tidak didapati kekurangan nutrisi dan penurunan berat badan selama sakit
hanya 1,5 gram.
Hasil evaluasi diagnosa ini yaitu pasien tidak demam, resiko demam
masih hilang timbul, tetapi karena keluarga memaksa pulang maka
intervensi dihentikan.
Albert , Martin L. (2011). Clinical Neurology of Aging. 3rd ed. United States of
America: Oxford University Press.
Drake, Richard L.(2015). Gray's Anatomy for Students. 3rd ed. Canada: Churchill
Livingstone Elsevier.
Frontera, Walter R. (2008). Essential of physical medicine. 2nd ed. Canada: Saunders
Elsevier.
Kahan, Scott. (2005). Neurology . 1st ed. United States of America: Blackwell
publishing.
Schwartz, M. William. (2005). Clinical Handbook of Pediatrics. 1st ed. Unitd States
of America: Williams & Wilkins.
Sidharta, Priguna. (2009). Neurologi klinis dalam praktek umum. 7th ed. Jakarta:
Dian Rakyat.