You are on page 1of 74

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

G DENGAN MENINGITIS
TUBERKULOSIS DI RUANG RAWAT INAP ANAK
RSUP DR M DJAMIL PADANG

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN ANAK

OLEH
KELOMPOK V’17

1. Mutila Anggun Wardana 7. Afrianti


2. Dwi Kurnia Piardani 8. Faradina Haniarahmah
3. Ricca Tami Febriyanti 9. Gina Rahmawati
4. Rahmi Rahayu Putri 10. Putri Dahlia
5. Riry Ayuza Putri 11. Ega Silvia Roza
6. Muhammad Ridwan 12. Tini Sumanti

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada An. G dengan Meningitis TB
di ruang rawat inap anak RSUP DR. M Djamil Padang”.
Laporan ini merupakan salah satu tugas saat mengikuti praktek profesi
keperawatan anak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing
akademik dan pembimbing klinik selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan selama penyusunan laporan ini, serta semua pihak yang telah
membantu hingga selesainya laporan ini. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan laporan ini disebabkan keterbatasan kemampuan
penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat penulis harapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga
laporan ini dapat memberi manfaat bagi kita semua terutama dalam bidang
keperawatan.

Padang , 8 Januari 2018

Kelompok V’17
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................


Daftar Isi ....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ------------------------------------------------------
A. Latar Belakang ..........................................................................
B. Rumusan Masalah .....................................................................
C. Tujuan Peneliatian ....................................................................
D. Manfaat Penelitian ....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................
A. Pengertian ................................................................................
B. Klasifikasi .................................................................................
C. Etiologi .....................................................................................
D. Patofisiologi .............................................................................
E. WOC .........................................................................................
F. Manifestasi klinis ......................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang ............................................................
H. Komplikasi ................................................................................
I. Penatalaksanaan Medis .............................................................
J. Asuhan Keperawatan Teoritis ...................................................
K. Diagnosa Keperawatan .............................................................
BAB III LAPORAN KASUS ..................................................................
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................
BAB V PENUTUP ...................................................................................
A. Kesimpulan ...............................................................................
B. Saran .........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis adalah suatu reaksi peradangan yang terjadi pada lapisan yang
membungkus jaringan otak (arakhnoid dan piamater) dan sumsum tulang
belakang yang disebabkan organisme seperti bakteri virus, dan jamur. Meningitis
merupakan masalah kesehatan yang serius dan perlu diketahui untuk
memenimalkan gejala sisa neurologis yang serius dan memastikam keselamatan
pasien (Harsono, 2005).
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosa. Penyakit ini
merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit paru.
Meningitis TB dikenal sebagai bentuk yang paling parah dari infeksi tuberculosis.
Infeksi primer yang muncul di paru dapat menyebar secara hematogen maupun
limfogen ke berbagai bagian tubuh diluar paru, seperti perikardium, usus, kulit,
tulang, sendi, dan selaput otak. Kuman TB yang menyerang susunan saraf pusat
ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis.
Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB dengan kasus terbanyak
berupa meningitis TB (Dewanto, 2009).
Prevalensi dunia infeksi TB adalah sebesar 136/100.000 populasi dengan
prevalensi tertinggi di negara Afrika sebesar 343/100.000 dan Asia Tenggara
sebesar 181/100.000. Insiden penyakit TB di dunia menempatkan Indonesia pada
peringkat ke-5 sesudah negara India, China, Nigeria dan Pakistan (WHO, 2015).
Namun, laporan WHO tahun 2015 menempatkan Indonesia menjadi peringkat ke-
2 setelah India (WHO, 2016).
Indonesia sebagai salah satu negara dengan prevalensi TB yang cukup
tinggi juga sering ditemukan adanya kasus Meningitis Tuberkulosis. Meningitis
merupakan masalah kesehatan terutama dalam bidang kesehatan anak dan
sebagian besar terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang karena
tingginya angka kematian dan kecacatan. Persentase meningitis TB terjadi sebesar
3,2% dari kasus komplikasi infeksi primer TB dan 83% disebabkan karena
komplikasi infeksi primer paru setelah HIV. Peyakit meningitis TB pada penderita
tanpa HIV adalah 2% dan 14% pada penderita yang terinfeksi HIV yang
meningkatkan risiko terjadinya meningitis TB sebanyak 50% (WHO, 2014).
Menurut data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar), prevalensi TB paru
tertinggi di daerah Jawa Barat sebesar 0,7% sedangkan di Sumatera Barat sebesar
0,2%. Maksud 0,2% adalah 0,2% dari 1.027.763 orang (jumlah dari anggota
rumah tangga yang didata dan ikut Riskesdas) se-Indonesia. Hasil yang didapat
untuk provinsi Sumatera Barat adalah kurang lebih 2.056 orang terkena TB paru.
Namun, tidak ditemukan data baik itu prevalensi dan insiden mengenai meningitis
TB maupun meningitis secara spesifik (KemenKes RI, 2013).
Di kota Padang, khususnya RSUP DR. M. Djamil ditemukan jumlah
pasien yang dirawat dengan meningitis TB pada tahun 2016 sampai April 2017
yaitu sebanyak 53 kasus (Data rekam medik RSUP DR. M. Djamil). Berdasarkan
studi pendahuluan yang kelompok lakukan di IRNA Anak RSUP Dr. M.Djamil
Padang diperoleh dalam 1 bulan terakhir terdapat 10 anak yang dirawat dengan
diagnosa meningitis TB. Hal ini menunjukkan angka yang tinggi untuk kejadian
meningitis tuberkulosis pada anak. Dari pengamatan yang kelompok lakukan di
ruang anak RSUP DR M. Djamil Padang, pada umumnya anak dengan meningitis
TB dibawa dalam kondisi demam tinggi, kejang, dan anak mengalami banyak
hambatan akibat sakitnya. Untuk itu diperlukan penanganan yang tepat dan segera
dalam menanggulangi efek lebih lanjut pada anak, baik berupa tindakan mandiri
atau pun kolaborasi perawat dengan tenaga medis lainnya. Dari pengamatan yang
kelompok lakukan di IRNA anak RSUP DR. M.Djamil Padang, penanganan dan
penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien anak dengan meningitis TB cukup
baik. Akan tetapi ditemukan anak dengan meningitis TB dengan hari rawatan
yang sangat lama. Oleh karena itu kelompok tertarik mengambil kasus anak
dengan meningitis TB di ruang rawat inap anak RSUP DR M.Djamil Padang.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penatalaksanaan asuhan keperawatan pada An. G dengan
Meningitis Tuberkulosis di IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan dengan
meningitis tuberkulosis di IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang
2. Tujuan khusus
a) Mengetahui pengkajian keperawatan pada kasus meningitis TB.
b) Mengetahui diagnosa keperawatan pada kasus meningitis TB.
c) Mengetahui intervensi keperawatan pada kasus meningitis TB.
d) Mengetahui implementasi keperawatan pada kasus meningitis TB.
e) Mengetahui evaluasi keperawatan pada kasus meningitis TB.

D. Manfaat
1. Bagi Pendidikan
Menambah ilmu pengetahuan terutama dalam keperawatan yang
berhubungan dengan penyakit meningitis TB.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi petugas
pelayanan kesehatan khususnya perawat mengenai penyakit meningitis
tuberculosis serta dapat dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis TB.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
system saraf pusat (Suriadi, 2006). Meningitis adalah peradangan
selaput otak, sumsum tulang belakang, atau keduanya (Speer, 2008).
Meningitis tuberkulosis adalah infeksi pada meningen yang di
sebabkan oleh basil tahan asam mycobacterium tuberculosis (Dewanto,
2009)
Dari pengertian diatas meningitis tuberkulosis adalah
peradangan pada selaput meningen dan merupakan komplikasi dari
penyakit tuberculosis primer biasanya di paru- paru yang di sebabkan
oleh mycobacterium tuberculosis.

2. Etiologi
Kebanyakan kasus meningitis di sebabakan oleh microorganism
: seperti virus, jamur, bakteri atau parasit yang menyebar dalam darah
ke cairan otak. Penyakit infeksi ini dapat di klasifikasikan atas :
a. Bakteri:
 Pneumococcus
 Meningococcus
 Haemophilus influenza
 Escherichia coli
 Salmonella
 Mycobacterium tuberculosis
b. Virus:
 Enterovirus
c. Jamur :
 Cyptococcus neoformans
 Coccidiodes immitris
(Kahan, 2005)
Pada penyakit meningitis tuberculosis di sebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis humanus yang merupakan basil yang
berbentuk batang, berukuran 0,2m-0,6m x1,0-10m, tidak bergerak dan
tidak membentuk spora. Mycobacterium tuberculosis bersifat oblibat
aerob, hal ini menerangkan predileksinya pada jaringan yang
oksigenasinya tinggi seperti pada apeks paru, ginjal dan otak. Basil ini
bersifat asam , artinya tahan terhadap pewarnaan carbolfuchsin yang
menggunakan campuran asam klorida-etanol. Sifat asam ini di
sebabkan karena kadar lipid yang tinggi pada dinding selnya meliputi
hampir 60% dan merupakan hidrokarbon rantai panjang yang disebut
asam mikolat. Mycobactdrium tuberculosa tumbuh lambat dengan
double time dalam 28-24 jam, maka secara klinis kulturnya
memerlukan waktu 8 minggu sebelum di nyatakan negative.
Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya meningitis tuberkulosis adalah (Tai, 2013):
1) Usia (anak-anak > dewasa)
2) Koinfeksi-HIV
3) Malnutrisi
4) Keganasan
5) Penggunaan agen imunisupresif

3. Klasifikasi Meningitis
Menurut Arief Mansyur (2000), berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, meningitis di bagi dalam 2 golongan yaitu :
1) Meningitis purulenta adalah radang bernanah arachnoid dan
piamater yang meliputi otak dan medulaspinalis .penyebabnya
antara lain : Diplococcus pneumonia, neisseria meningitides,
streptococcus haemoliticus, staphylococcus coli, klebsiella
pneumonia, pseudomonas aeruginosa.
2) Meningitis serosa adalah radang selaput otak, arachnoid dan
piamater yang disertai cairan otak yangh jernih, penyebab tersering
adalah Mycobacterium tuberculosis, penyebab lain adalah virus,
toxoplasma dan ricketsa.

Menurut British Medical Research Council, meningitis tuberkulosis


dapat diklasifikasikan menjadi tiga stage yang terdiri atas :
Klasifikasi Meningitis Tuberkulosis:
 Stage I Pasien sadar penuh, rasional dan tidak memiliki defisit
neurologis.
 Stage II Pasien confused atau memiliki defisit neurologis
seperti kelumpuhan saraf kranialis atau hemiparesis.
 Stage III Pasien koma atau stupor dengan defisit neurologis
yang berat
Sumber : emedicine.medscpae.com

4. Patofisiologi

Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum


tulang belakang, merupakan struktur halus yang melindungi pembuluh
darah dan cairan serebrospinal, dan memperkecil benturan atau getaran.
Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu dura mater, araknoid, dan pia
mater (Whiteley, 2014).
Gambar 2.1. Anatomi Lapisan Selaput Otak
Sumber : Schuenke, M., et al. 2007. Atlas of Head and Neuroanatomy.
1st ed. United of States of America : Thieme.

Lapisan Luar (Dura mater)


Dura mater adalah lapisan meninges luar, terdiri atas jaringan
ikat padat yang berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak.
Dura mater yang membungkus medulla spinalis dipisahkan dari
periosteum vertebra oleh ruang epidural, yang mengandung vena
berdinding tipis, jaringan ikat longgar, dan jaringan lemak. Dura mater
selalu dipisahkan dari arachnoid oleh celah sempit, ruang subdural.
Permukaan dalam dura mater, juga permukaan luarnya pada medulla
spinalis, dilapisi epitel selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim
(Drake, 2015).
Lapisan Tengah (Araknoid)

Araknoid mempunyai 2 komponen yaitu lapisan yang berkontak


dengan dura mater dan sebuah sistem trabekel yang menghubungkan
lapisan itu dengan piamater. Rongga diantara trabekel membentuk
ruang subaraknoid, yang berisi cairan serebrospinal dan terpisah
sempurna dari ruang subdural. Ruang ini membentuk bantalan hidrolik
yang melindungi syaraf pusat dari trauma. Ruang subaraknoid
berhubungan dengan ventrikel otak. Araknoid terdiri atas jaringan ikat
tanpa pembuluh darah. Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis
gepeng seperti dura mater karena medulla spinalis araknoid itu lebih
sedikit trabekelnya, maka lebih mudah dibedakan dari piamater. Pada
beberapa daerah, araknoid menembus dura mater membentuk juluran-
juluran yang berakhir pada sinus venosus dalam dura mater. Juluran ini,
yang dilapisi oleh sel-sel endotel dari vena disebut Vili Araknoid.
Fungsinya ialah untuk menyerap cairan serebrospinal ke dalam darah
dari sinus venosus (Drake, 2015).
Lapisan Dalam (Pia mater)
Piamater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung
banyak pembuluh darah. Meskipun letaknya cukup dekat dengan
jaringan saraf, ia tidak berkontak dengan sel atau serat saraf. Di antara
pia mater dan elemen neural terdapat lapisan tipis cabang-cabang
neuroglia, melekat erat pada pia mater dan membentuk barier fisik pada
bagian tepi dari susunan saraf pusat yang memisahkan sistem saraf
pusat dari cairan serebrospinal. Pia mater menyusuri seluruh lekuk
permukaan susunan saraf pusaf dan menyusup kedalamnya untuk jarak
tertentu bersama pembuluh darah. Pia mater di lapisi oleh sel-sel
gepeng yang berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus
susunan saraf pusat melalui torowongan yang dilapisi oleh piamater
ruang perivaskuler. Pia mater lenyap sebelum pembuluh darah
ditransportasi menjadi kapiler. Dalam susunan saraf pusat, kapiler darah
seluruhnya dibungkus oleh perluasan cabang neuroglia. (Drake, 2015).

Plexus Koroid dan Cairan Serebrospinal


Pleksus koroid terdiri atas lipatan-lipatan ke dalam dari pia
mater yang menyusup ke bagian dalam ventrikel. Dapat ditemukan
pada atap ventrikel ketiga dan keempat dan sebagian pada dinding
ventrikel lateral. Plexus koroid merupakan struktur vaskular yang
terbuat dari kapiler fenestra yang berdilatasi. Pleksus koroid terdiri atas
jaringan ikat longgar dari pia mater, dibungkus oleh epitel selapis
kuboid atau silindris, yang memiliki karakteristik sitologi dari sel
pengangkut ion. Fungsi utama pleksus koroid adalah membentuk cairan
serebrospinal, yang hanya mengandung sedikit bahan padat dan mengisi
penuh ventrikel, kanal sentral dari medula spinalis, ruang subaraknoid,
dan ruang perivasikular. Hal ini penting untuk metabolisme susunan
saraf pusat dan merupakan alat pelindung, berupa bantalan cairan dalam
ruang subaraknoid. Cairan itu jernih, memiliki densitas rendah (1.004-
1.008 gr/ml), dan kandungan proteinnya sangat rendah. Juga terdapat
beberapa sel deskuamasi dan dua sampai lima limfosit per milliliter.
Cairan serebrospinal mengalir melalui ventrikel, dari sana ia memasuki
ruang subaraknoid. Disini vili araknoid merupakan jalur utama untuk
absorbsi Cairan Serebrospinal ke dalam sirkulasi vena. Menurunnya
proses absorsi cairan serebrospinal atau penghambatan aliran keluar
cairan dari ventrikel menimbulkan keadaan yang disebut hidrosefalus,
yang mengakibatkan pembesaran progresif dari kepala dan disertai
dengan gangguan mental dan kelemahan otot (Scanlon, 2007).

Mekanisme Terjadinya Meningitis Tuberkulosis


Meningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran infeksi secara
hematogen ke meningen. Dalam perjalanannya meningitis tuberkulosis
melalui 2 tahap yaitu mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen
akibat penyebaran
basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara
hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang
ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil dan
antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permukaan di otak) akibat trauma
atau proses imunologi, langsung masuk ke subaraknoid. Meningitis
tuberkulosis biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer
(Schlossberg, 2011). Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebrospinal
dalam bentuk kolonisasi dari nasofaring atau secara hematogen
menyebar ke pleksus koroid parenkim otak, atau selaput meningen.
Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan aliran
retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan dura dapat
disebabkan oleh fraktur, paska bedah saraf, infeksi steroid secara
epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear,
VP shunt, dan lain-lain. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit
dapat menyebabkan meningitis. Meskipun meningitis dikatakan sebagai
peradangan selaput meningen, kerusakan meningen dapat berasal dari
infeksi yang dapat berakibat edema otak, peyumbatan vena dan
menghalang aliran cairan serebospinal yang dapat berakhir dengan
hidrosefalus, peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi
(Schlossberg, 2011). Terjadi peningkatan inflamasi granulomatus di
leptomeningen (pia mater dan araknoid) dan korteks serebri di
sekitarnya menyebabkan eksudat cenderung terkumpul di daerah basal
otak (Menkes, 2006).
Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis
tuberculosis :
1. Araknoiditis Proliferatif
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan
massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian
menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut di leptomeningen ini
ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di
basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel
plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat
akan mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami
kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami
paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI,
kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan
strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma optikum
menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta
bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial
VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya
permanen (Frontera, 2008).
2. Vaskulitis
Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah
kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau berada di
dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang
obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang
meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark
terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis interna,
maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan
terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena,
ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika
adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa
pembentukan tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media tidak
tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang
perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi
subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang
sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta
cabangcabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat
mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan
trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya
flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan
infiltrasi sel mononuklear dan perubahan fibrin (Schwartz, 2005).
3. Hidrosefalus
Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke
sisterna basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan
serebrospinalis (Albert, 2011).
5. Manifestasi klinis
Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa
dikelompokkan dalam tiga stadium:
a. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal) ·
 Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu, biasanya gejalanya tidak
khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan neurologis
 Gejala: demam (tidak terlalu tinggi), rasa lemah, nafsu makan
menurun (anorexia) , nyeri perut ,sakit kepala, tidur terganggu,
mual, muntah konstipasi, apatis dan irritable ·
 Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan
manifestasi yang sering ditemukan; sedangkan pada anak yang
lebih tua memperlihatkan perubahan suasana hati yang
mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin
saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang
bersifat umum dan didapatkan sekitar 10-15%.
 Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka
stadium I akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan
dan akan langsung masuk ke stadium III.
b. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik) ·
 Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen.
 Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang
terbentuk diatas lengkung serebri.
 Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+)
kecuali pada bayi.
 Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly
berwarna abu) di dasar otak menyebabkan gangguan otak /
batang otak.
 Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan
mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus,
gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di
koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial
dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul
disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi
akibat infark bilateral atau edema otak yang berat.
 Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah
gejala utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan.
Sedangkan pada anak yang lebih besar, sakit kepala adalah
keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun.
 Gejala:
- Akibat rangsang meningen : sakit kepala berat dan muntah
(keluhan utama)
- Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak:
disorientasi,bingung, kejang, tremor, hemibalismus /
hemikorea, hemiparesis / quadriparesis, penurunan
kesadaran.
- Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial: Saraf
kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan
VII Tanda: strabismus ,diplopia – ptosis, reaksi pupil lambat,
gangguan penglihatan kabur.
c. Stadium III (koma / fase paralitik)
 Terjadi percepatan penyakit, berlangsung selama ± 2-3 minggu
 Gangguan fungsi otak semakin jelas.
 Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah
atau strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi.
Gejala:
- pernapasan irregular
- demam tinggi
- edema papil
- hiperglikemia
- kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk,
stupor, koma, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme,
opistotonus, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali.
- nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur
- hiperpireksia
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya
antara satu dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya
berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut
bila 3 stadium tersebit berlangsung selama 1 minggu.Hidrosefalus
dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang penyakitnya
telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila
pengobatan terlambat atau tidak adekuat (Nastiti N. Rahajoe, dkk.,
2007).
Sedangkan tanda dan gejala yang terjadi (Suriadi, 2006)
adalah :
a. Neonatus : menolak untuk makan, refleks menghisap kurang,
muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak, dan
menangis lemah, suhu di bawah normal, pucat, letargi.
b. Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah
yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang, mudah
terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi,
perilaku agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk,
opistotonus. Tanda kernig dan brudzinski positif, reflex
fisiologi hiperaktif, ptechiae atau pruritus ( menunjukkan
adanya infeksi meningococcal), syok.
c. Bayi dan anak-anak ( usia 3 bulan hingga 2 tahun) : demam,
malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis
dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan
tanda kernig dan brudzinski positif, peningkatan lingkar
kepala, peningkatan tekanan intracranial.
6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat mendukung diagnosis meningitis
biasanya adalah pemeriksaan ransangan meningeal (Sidharta, 2009).
Yaitu sebagai berikut:
a. Kaku kuduk dengan cara :
 Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan
diusahakan agar dagu mencapai dada.
 Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
 Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu
tidak mencapai dada.
 Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku
kuduk yang berat, kepala tidak dapat ditekuk, malah sering
kepala terkedik ke belakang.
 Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan
yang dialami waktu menekukkan kepala.
b. Tanda Kerniq
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
 Pasien berbaring lurus di tempat tidur
 Pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai
membuat sudut 90o,
 Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada
persendian lutut.
 Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o,
antara tungkai bawah dan tungkai atas.
 Tanda kerniq (+) = Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri
sebelum tercapai sudut 135̊
c. Tanda Brudzinsky I (Brudzinski leher)
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
 Pasien berbaring di tempat tidur.
 Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala
pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala
sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada.
 Tangan yang satunya lagi sebaiknya ditempatkan di
dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan.
 Brudzinsky I (+) ditemukan fleksi pada kedua tungkai.
d. Tanda Brudzinsky II (Brudzinsky kontralateral tungkai)
Pemeriksaan dilakukan seagai berikut :
 Pasien berbaring di tempat tidur.
 Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang
tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan lurus.
 Brudzinsky I (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula
fleksi, tapi perhatikan apakah ada kelumpuhan pada
tungkai.
e. Brudzinski III (Brudzinski Pipi)
Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu jari
pemeriksa tepat dibawah os ozygomaticum. Tanda Brudzinski III
positif (+) jika terdapat flexi involunter extremitas superior.
f. Brudzinski IV (Brudzinski Simfisis)
Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kedua ibu jari
tangan pemeriksaan. Pemeriksaan Budzinski IV positif (+) bila
terjadi flexi involunter extremitas inferior.
g. Lasegue`s Sign
Pasien tidur terlentang, kemudian diextensikan kedua tungkainya.
Salah satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam
keadaan lurus. Tanda lasegue positif (+) jika terdapat tahanan
sebelum mencapai sudut 70° pada dewasa dan kurang dari 60°
pada lansia.
.
(Sidharta, 2009)

7. Pemeriksaan Penunjuang
 Analisis CSS dari fungsi lumbal. Likoor serebrospinanis
berwarna jernih, opalesen atau kekuning-kuningan (xantokrom).
Tekanan dan jumlah sel meninggi namun pada umumnya jarang
melebihi 1500/3 mm3 dan terdiri teruitama dari limposit, kadar
protein meninggi sedangkan kadar divkosa akan florida total
menurun, bila cairan otak didiamkan maka akan timbul
fibrinous web (poviken). Tempat sering ditemukannya basil
tuberkulosis.
 Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan
keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat
glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis
bakteri.
 Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya
jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya
normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan
prosedur khusus.
 Glukosa serum : meningkat (meningitis)
 LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
 Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan
neutrophil
 Elektrolit darah : Abnormal .
 ESR/LED : meningkat pada meningitis
 Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat
mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe
penyebab infeksi
 MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi,
melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral,
hemoragik atau tumor
 Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber
infeksi intra kranial
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan
perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat
bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis.
Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi
pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak ke ruang
subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan
perkembangbiakan bakteri.Baisanya menggunakan sefaloposforin
generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar
pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.
a. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):
 Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal
500 mg selama 1 setengah tahun.
 Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama
1 tahun.
 Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x
sehari selama 3 bulan.
b. Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
 Sefalosporin generasi ketiga
 Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
 Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
c. Pengobatan simtomatis:
 Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau
rectal: 0,4-0,6 mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3
x sehari atau Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
 Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
 Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat
digunakan untuk mengobati edema serebri.
 Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
 Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik:
pemberian tambahan volume cairan intravena.
9. Komplikasi
Akibat lanjut dari meningitis (Suriadi, 2006) antara lain :
 Efusi subdural
 Hidrosefalus
 Gangguan kejang kronik, karena serebritis, infark atau gangguan
elektrolit
 Gangguan status mental, karena kenaikan TIK, serebritis atau
hipotensi; manifestasi termasuk iritabilitas, letargi, stupor,
kurang kesadaran atau koma. Penderita koma mempunyai
prognosis yang jelek. Manifestasi tambahann meningitis adalah
fotofobia dan corengan meningitis yang diperoleh dengan
mengisap kulit dengan obyek tumpul dan mengamati corengan
merah yang muncul dalam 30-60 detik.
 Cerebral palsy
 Dehidrasi asidosis
 Kelumpuhan anggota gerak
 Buta
 Tuli
 Perkembangan terlambat
 SIADH (Syndrome Inappropriate Anti Deuretic Hormone)
 Dekubitus

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data dan
penentuan masalah.Pengumpulan data diperoleh dengan wawancara,
pemeriksaan fisik, dan observasi pengkajian.
a. Biodata klien, meliputi Nama, Umur, Jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan, nomor regitrasi, status pekawinan,
agama, tanggal MR
b. Keluhan utama
Keluhan utama menjelaskan tentang keluhan yang terjadi saat
dikaji. Biasanya pada anak dengan Meningitis Tubercolosis
orang tuanya mengeluhkan kesadaran menurun atau tidak sadar.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan pengembangan dari
keluhan utama secara detail dengan menggunakan PQRST, yang
menguraikan riwayat perjalanan dan perkembangan penyakit
sampai keadaan riwayat kesehatan sekarang, dan gejala yang
sering ditemukan seperti lesu, kesadaran menurun, anoreksia,
kejang, dan penurunan nafsu makan.
d. Riwayat kesehatan dahulu
 Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
 Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
 Pernahkah operasi daerah kepala ?
e. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji riwayat keluarga apakah ada keluarga klien yang menderita
penyakit yang sama dengan klien, riwayat demam disertai
kejang. Adanya penyakit menular seperti TBC.

f. Data bio-psiko-sosial
 Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise).
Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
 Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan
PJK.
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan
tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
 Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
 Makan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran
mukosa kering.
 Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan
perawatan diri.
 Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada
persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia,
kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi
penciuman.
Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma,
delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor,
nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda
brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal,
babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek
kremastetik hilang pada laki-laki.
 Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala (berdenyut hebat, frontal).
Tanda : gelisah, menangis.
 Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru.
Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

2. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala dan Leher


Ukuran lingkar kepala akan bertambah bila ada hidrosefalus,
ubun-ubun akan menonjol bila ada TIK/hidrosefalus, pontanel
sudah menutup atau belum, seharusnya pontanel anterior menutup
pada usia 15 bulan, kulit kepala kotor, nyeri kepala, apasia,
gangguan sensori motoris, kerusakan komunikasi, kaku kuduk,
refleks brudzensky positif bila kepala ditekuk kedua kaki terangkat,
positif 1 bila sebelah kaki terangkat, ada benjolan atau pembesaran
getah bening di leher, kebersihan leher banyak keringat dan kotor.
2) Mata
Mata menonjol bila tekanan intrakranial meningkat, mata
tidak simetris, mata boneka, palpebra ptosis (menggantung atau
menutup), konjungtiva pucat, skelera putih, pupil miosis atau
midriasis, isokor an isokor bergerak abnormal, strabismus,
nistagmus, refleks pupil menurun atau tidak, kelemahan saraf mata,
penglihatan menurun.
3) Hidung
Penciuman menurun, pernapasan cuping hidung, ada sekret
di lubang hidung
4) Telinga
Terhadap rangsangan suara menurun dan kebersihan telinga
menurun
5) Mulut dan tenggorokan
Adanya sekret, bibir dan mukosa mulut kering, tonsil
membesar, refleks menelan atau menggigit menurun, muntah atau
regurgitasi, kekakuan pada mulut, anoreksia.
6) Dada/Toraks
Adanya depormitas toraks, pola napas cepat, ada pergerakan
dinding dada, ada retraksi otot dada, adanya ronkhi dan bising paru,
ada sputum, bunyi jantung cepat dan keras, titik infuls maksimum.
Lengkung tulang belakang skoliosis, kiposis.
7) Abdomen
Nyeri abdomen, kaku, peristaltik usus biasanya menurun,
perkusi biasanya timpani, distensi abdomen, pembesaran hati dan
limpa, mual dan muntah, ada kram dan tenesmus, vesika urinaria
bisa penuh akibat retensio urine kosong bila inkontinensia urin.
8) Genetalia dan Anus
Bentuk normal, adanya lesi, interkontinensia urin dan
retensia urin.
9) Integumen
Turgor kulit menurun, sensibilitas menurun, bila ada
peningkatan suhu tubuh teraba panas, banyak keringat, pucat
sianosis kebiruan bila kurang O2, dekubitus akibat tirah baring.
10) Ekstremitas
Adanya atrofi dan hipertrofi otot, masa otot tidak simetris,
tonus otot meningkat, spastisitas positif, flaksiditas positif, rentang
gerak terbatas, kelemahan otot, gerakan abnormal seperti tremor
distonia, atetosis, persendian kontaktur, oedema, tanda kernig
positif (nyeri bila kaki diangkat dan dilipat). Deserebrasi biasanya
bilateral (dalam posisi terlentang pergelangan tangan fleksi dan
mengepal, dorsalis pedis ekstensi) refleks lutut (patela menurun,
refleks babinsky positif).
Menurut Speer (2008), pengkajian keperawatan pada anak
dengan meningitis meliputi :
a. Neurologis.
 Kejang-kejang.
 Peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
 Mata terbenang ( setting-sun sign).
 Kekakuan kuduk.
 Tanda kernig positif.
 Tanda brudzinski positif.
 Reaktivitas pupil menurun.
 Iritabilitas.
 Opistotonus.
 Sakit kepala.
 Tangisan dengan nada tinggi.
b. Respirasi.
 Baru saja mengalami riwayat infeksi, sakit tenggorok,
atau tanda dan gejala flulike.
c. Gastrointestinal.
 Muntah.
d. Integumen.
 Ubun-ubun menonjol.
 Petekie.
 Ekstremitas dingin.
 Ruam.
 Sianosis.
 Demam.
3. Analisa Data
No Patofisiologi Masalah
1 Pembuluh darah yg Perfusi jaringan cerebral tidak efektif
mengalami inflamasi di
dalam area sekitar otak
mengeluarkan cairan sebagai
respon permeabilitas sel

. Cairan serebrospinal
mengalami kekeruhan,
terbentuk eksudat

Eksudat yang purulen


menginfiltrasi saraf kranial
dan membloks fleksus koroid
dan villi arakhnoid.

Eksudat menyebabkan
inflamasi dan edema lebih
lanjut sel meningeal

Pembesaran pembuluh darah,


eksudat, gangguan aliran
CSF dan edema sel
meningeal menyebabkan
peningkatan TIK

Dengan peningkatan TIK,


maka perfusi serebral
menurun dan kehilangan
autoregulasi serebal

2 Bakteri TB masuk ke cairan Nyeri akut


otak melalu pembuluh darah
didalam pembuluh darah
otak

Infeksi cairan serebrospinal


dan meningeal menyebabkan
respon inflamasi pada
piamater , arakhnoid dan
CSF

Pembuluh darah mengalami


inflamasi di dalam area
sekitar otak

3 Bakteri TB masuk ke cairan Hipertermia


otak melalu pembuluh darah
didalam pembuluh darah
otak

Infeksi cairan serebrospinal


dan meningeal menyebabkan
respon inflamasi pada
piamater , arakhnoid dan
CSF

Pembuluh darah mengalami


inflamasi di dalam area
sekitar otak

Peningkatan suhu tubuh


4 Kejang Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Vomitting centre terganggu

Neusea, anoreksia
Penurunan BB
Gangguan nutrisi
5 Bakteri TB masuk ke cairan Resiko infeksi
otak melalu pembuluh darah
didalam pembuluh darah
otak

mikroorganisme yang masuk


dapat berjalan ke cairan otak
melalui ruangan
subarachnoid

adanya mikroorganisme yang


patologis merupakan
penyebab peradangan pada
piamater, arachnoid, cairan
otak dan ventrikel

Eksudat yang dibentuk akan


menyebar, baik ke kranial
maupun ke saraf spinal yang
dapat menyebabkan
kemunduran neurologis
selanjutnya

Eksudat ini dapat


menyebabkan sumbatan
aliran normal cairan otak dan
dapat menyebabkanpenyakit
infeksi otak lainnya
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan
dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap
masalah aktual dan risiko tinggi. Diagnosa keperawatan pada
meningitis adalah:
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan TIK.
2) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obtruksi jalan nafas
3) Nyeri akut b.d agen cidera
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
intake tidak adekuat
5) Hipertermia berhubungan dengan penyakit
6) Resiko infeksi dengan factor risiko adanya kuman patogen
pada cairan serebrospinal dan sekret saluran pernapasan.
5. Rencana Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Perfusi jaringan Kemampuan Kognitif  Pantau tanda-tanda vital,
serebral tidak
Indikator : seperti catat :
efektif b/d
peradangan dan  Berkomunikasi jelas o Adanya hipertensi/
edema pada otak
atau tidak sesuai hipotensi, bandingkan
dan selaput otak.
dengan usia dan tekanan darah yang
kemampuan. terbaca pada kedua
 Perhatian, lengan.
konsentrasi. o Frekuensi dan irama
 Memori jangka jantung ; auskultasi
panjang dan saat ini. adanya mur-mur.
 Pengolahan o Catat pola dan irama dari
informasi. pernafasan, seperti adanya

 Membuat keputusan periode apnea setelah

yang tepat. pernafasan hiperventilasi,

Status Neurologikal pernafasan Cheyne-

Indikator : Stokes.

 Status mental  Catat perubahan dalam

 Kesadaran penglihatan, seperti adanya


kebutaan, gangguan lapang
pandang/kedalaman persepsi
 Kaji fungsi-fungsi yang lebih
tinggi, seperti fungsi bicara
jika pasien sadar
 Letakkan kepala dengan posisi
agak ditinggikan dan dalam
posisi anatomis (netral).
 Pertahankan keadaan tirah
baring;
 ciptakan lingkungan yang
tenang; batasi pengunjung/
aktivitas pasien sesuai
indikasi. Berikan istirahat
secara periodik antara aktivitas
perawatan, batasi lamanya
setiap prosedur
2 Bersihan jalan Setelah dilakukan proses Airway suction
nafas keperawatan selama x 24 Aktifitas:
berhubungan jam diharapkan status 1. Pastikan kebutuhan oral /
dengan obstruksi respirasi ventilasi normal tracheal suctioning
jalan nafas dan tidak ada sumbatan 2. Auskultasi suara nafas
dijalan nafas sebelum dan sesudah
suctioning.
Kriteria Hasil: 3. Informasikan pada klien dan
1. Mendemonstrasikan keluarga tentang suctioning
batuk efektif dan suara 4. Minta klien nafas dalam
nafas yang sebelum suction dilakukan.
bersih(mampu 5. Berikan O2 dengan
mengeluarkan sputum, menggunakan nasal untuk
mampu bernafas memfasilitasi suksion
dengan mudah, tidak nasotrakeal
ada pursed lips) 6. Gunakan alat yang steril sitiap
2. Menunjukkan jalan melakukan tindakan
nafas yang paten (klien 7. Anjurkan pasien untuk
tidak merasa tercekik, istirahat dan napas dalam
irama nafas, frekuensi setelah kateter dikeluarkan
pernafasan dalam dari nasotrakeal
rentang normal, tidak 8. Monitor status oksigen pasien
ada suara nafas 9. Ajarkan keluarga bagaimana
abnormal) cara melakukan suksion
3. Mampu 10. Hentikan suksion dan berikan
mengidentifikasikan oksigen apabila pasien
dan mencegah factor menunjukkan bradikardi,
yang dapat peningkatan saturasi O2, dll.
menghambat jalan Airway management
nafas Aktifitas :
1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
3. Pasang mayo bila perlu
4. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
5. Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
6. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
7. Lakukan suction pada mayo
8. Berikan bronkodilator bila
perlu
9. Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
10. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
11. Monitor respirasi dan status
O2
3 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri:
berhungan dengan asuhan keperawatan selama Aktifitas:
agen cedera 1 x 24 jam pada pasien 1. Lakukan pengkajian nyeri
biologis dengan gangguan nyeri secara komprehensif termasuk
akut dapat teratasi lokasi, karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan faktor
1. Mampu mengontrol presipitasi
nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal
2. Melaporkan bahwa nyeri dari ketidaknyamanan
berkurang dengan 3. Gunakan teknik komunikasi
menggunakan terapeutik untuk mengetahui
manajemen nyeri pengalaman nyeri pasien
3. Mampu mengenali skala 4. Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri mempengaruhi nyeri seperti
4. Menyatakan rasa nyama suhu ruangan, pencahayaan
setelah nyeri berkurang dan kebisingan
5. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
6. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
7. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemeberian analgetik
untuk mengurangi nyeri
8. Monitor tanda-tanda Vital
4 Ketidakseimbang Setelah dilakukan proses Nutrition management
an nutrisi kurang keperawatan selama Aktifitas:
dari kebutuhan 2 x 24 jam diharapkan 1. Kaji adanya alergi makanan
tubuh status gizi tidak 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
berhubungan mengalami malnutrisi dan untuk menentukan jumlah
intake makanan tonus otot normal kalori dan nutrisi yang
yang tidak dibutuhkan pasien.
adekuat Kriteria hasil 3. Anjurkan pasien untuk
1. Adanya peningkatan meningkatkan intake Fe
berat badan sesuai 4. Anjurkan pasien untuk
dengan tujuan meningkatkan protein dan
vitamin C
2. Berat badan ideal sesuai
5. Berikan substansi gula
dengan tinggi badan
6. Yakinkan diet yang dimakan
3. Mampu mengidentifikasi mengandung tinggi serat untuk
kebutuhan nutrisi mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih
4. Tidak ada tanda tanda
( sudah dikonsultasikan
malnutrisi
dengan ahli gizi)

5. Tidak terjadi penurunan 8. Ajarkan pasien bagaimana

berat badan yang berarti membuat catatan makanan


harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Monitoring nutrisi:
Aktifitas:
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
9. Monitor mual dan muntah
10. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
11. Monitor makanan kesukaan
12. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
13. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
14. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
15. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
16. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
5 Hipertermia b.d Thermoregulation Fever treatment
penyakit Kriteria hasil:  Monitor suhu sesering
mungkin
 Suhu tubuh dalam
 Monitor IWL
rentang normal  Monitor warna dan suhu
 Nadi dan RR dalam kulit
 Monitor tekanan darah,
rentang normal nadi, dan RR
 Tidak ada  Monitor WBC, Hb,Ht
 Monitor intake dan output
perubahan warna  Berikan antipiretik
kuit dan tidak ada  Selimuti pasien
 Kolaborasi pemberian
pusing
cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila

Temperature regulation
 Monitor suhu minimal tiap
2 jam
 Monitor TD, RR, dan nadi
 Monitor warna dan suhu
kulit
 Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi

Vital sign monitoring


 Catat adanya fluktasi
tekanan darah
 Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernafasan
abnormal
 Monitor sianosis perifer
6 Resiko infeksi Setelah dilakukan proses Pengontrolan infeksi:
dengan faktor keperawatan selama
Aktifitas:
risiko 1 x 24 diharapkan
ketidakadekuatan adanya peningkatan 1. Bersihkan lingkungan setelah
imunitas, sistem imun,adanya dipakai pasien lain
malnutrisi dan perlindungan terhadap 2. Pertahankan teknik isolasi
kurangnya infeksi,dan status gizi 3. Batasi pengunjung bila perlu
pengetahuan tidak mengalami 4. Instruksikan pada pengunjung
untuk malnutrisi untuk mencuci tangan saat
menghindari Kriteria hasil: berkunjung dan setelah
pajanan patogen 1. Klien bebas dari tanda berkunjung meninggalkan
dan gejala infeksi pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia
2. Mendeskripsikan proses
untuk cuci tangan
penularan penyakit,
6. Cuci tangan setiap sebelum
factor yang
dan sesudah tindakan
mempengaruhi
kperawtan
penularan serta
7. Gunakan baju, sarung tangan
penatalaksanaannya
sebagai alat pelindung
3. Menunjukkan 8. Pertahankan lingkungan
kemampuan untuk aseptik selama pemasangan
mencegah timbulnya alat
infeksi 9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
4. Jumlah leukosit dalam
dengan petunjuk umum
batas normal
10. Gunakan kateter intermiten

5. Menunjukkan perilaku untuk menurunkan infeksi

hidup sehat kandung kencing


11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection:

1. Monitor tanda dan gejala


infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
BAB III

LAPORAN KASUS

 IDENTITAS DATA

Nama Anak : An. G Nama Ibu : Ny. I

BB/TB : 7,5 kg/71 cm Pekerjaan : IRT

TTL / Usia : Padang, 23-07-2016/1 th 5 bln Pendidikan : SMA

Jenis Kelamin : Lk Agama : Islam

Pendidikan Anak : - Alamat :


Lubeg, Padang

Anak Ke :4 Diagnosa Medis:


Meningitis TB

Tanggal masuk : 24-11-2017 Tanggal pengkajian:


06-01-2018

 KELUHAN UTAMA (ALASAN MASUK RUMAH SAKIT)

Klien masuk rumah sakit Dr. M. Djamil Padang melalui IGD pada
tanggal 24 November 2017 pukul 14.07, rujukan dari RS Reksodiwiryo
Padang, dengan keluhan demam 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam
tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, tidak berkeringat, dan disertai kejang.
Klien juga mengalami sesak nafas 3 jam sebelum masuk RS, RR 38 x/menit
dan adanya otot bantu pernafasan.

 RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

 Prenatal
Pada saat kehamilan ibu klien sering melakukan kunjungan ke pelayanan
kesehatan, setiap bulanya ibu klien rutin ke posyandu, dan pada usia
kehamilan 1-4 bulan ibu klien mengalami mual muntah dan penurunan nafsu
makan. Ibu klien mengatakan pada saat pemeriksaan ke spesialis kandungan
tidak terdapat masalah pada kehamilannya, kondisi janin dalam keadaan
sehat, tidak ada kelainan, tidak ada mengalami masalah kehamilan, dan
setelah kehamilan 5 bulan sampai 9 bulan nutrisi ibu selama kehamilan
terpenuhi. Peningkatan BB selama kehamilan 10-11 kg.

 Intranatal

Pada saat ibu melahirkan klien, ibu melahirkan secara normal dibantu
oleh bidan. Pada saat lahir klien lahir sehat tidak ada masalah dan gangguan
kongenital. Tidak ada komplikasi selama melahirkan seperti partus lama,
induksi ataupun forcep, warna ketuban tidak diketahui.

 Postnatal

Tidak ada pendarahan selama setelah melahirkan, ibu klien mengatakan


seminggu pasca melahirkan darah dari vagina sudah bersih. An. G mendapat
ASI eksklusif hingga berumur 6 bulan. Anak mendapat susu formula mulai
umur 6 bulan sampai sekarang.

 RIWAYAT KESEHATAN DAHULU

 Penyakit yang diderita sebelumnya:

An G. sebelumnya menderita demam dan kejang. Penyakit yang


diderita oleh An. G ini sudah berlangsung sekitar 5 bulan yang lalu dan
sudah sering keluar masuk RS. Di bulan November yaitu pada tanggali
24, An. G dirawat di RSUP Dr. M. Djamil yang mana ini merupakan
rawatan terlama dari sebelumnya dengan keluhan yang sama yaitu demam
yang disertai kejang dan sesak nafas, serta sempat mengalami penurunan
kesadaran yang mengakibatkan An. G dirawat di ruang PICU selama 1
bulan.

b. Pernah dirawat di RS:

An. G sudah berulang kali di rawat di RSUP. Dr. M. Djamil Padang


dengan penyakit yang sama. Ini adalah rawatan ke 5 kalinya, yang mana
rawatan pertama yaitu pada bulan Juli disaat usia anak masih 1 tahun, An.
G dirawat selama 5 hari dengan keluhan demam tinggi yang disertai
kejang. Dirawat yang kedua terjadi pada bulan Agustus dan rawatan yang
ketiga terjadi pada bulan September dengan keluhan yang sama. Setelah
itu pada tanggal 4 November An. G dirujuk lagi dari RS Yos Sudarso ke
RSUP. Dr. M. Djamil Padang dengan diagnosa meningitis TB, An. G
mendapatkan terapi obat OAT rutin,dirawat selama 10 hari. Setelah itu
pada tanggal 24 November 2017 An. G dirawat kembali dengan keluhan
demam tinggi yang disertai kejang, sesak nafas 3 jam sebelum masuk RS
dan ini adalah rawatan terlama yaitu 1 bulan An. G dirawat di PICU dan
sempat mengalami penurunan kesadaran, setelah kesadaran An. G
membaik barulah dipindahkan ke ruang HCU anak.

c. Obat-obatan yang pernah digunakan:

Paracetamol 3x120 mg, asam folat 1x 1 mg, fenitoin 2x 20 mg, diazepam


3 x1 mg.

d. Alergi:

Tidak ada alergi.

e. Kecelakaan:

Anak pernah jatuh dari tempat tidur pada bulan Juli saat usia pasien 1
tahun dengan posisi kepala belakang terhempas duluan dan mengakibatkan
anak demam.

f. Riwayat Imunisasi:
Imunisasi lengkap.

 RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

Pada saat pengkajian pada tanggal 06/01/2018, keluarga klien


mengatakan anak mengalami demam, suhu : 38,8 ℃. demam hilang timbul
dan tidak disertai kejang. An. G tidak dapat berespon dengan baik, hanya
berbaring ditempat tidur, badan kaku, dan jarang menangis serta tidak
bersuara dengan baik, nafas tampak sesak dan adanya otot bantu pernafasan,
reflek pupil -/-. An. G terpasang NGT, dan oksigen 2L/ x, bibir pucat,
orientasi kurang. TD = 140/90 mmHg, N= 154x/menit, RR=38x/menit, S=
38,8 ℃. Pasien sudah diketahui menderita meningitis TB dari mulai dirujuk
dari RS Yos Sudarso. Mulai tanggal 24 November 2017 An. G dirawat ruang
PICU selama 1 bulan dengan terpasang ventilator, pasien mengalami
penurunan kesadaran dengan GCS E2M6V1= 7. Pada tanggal 18/12/18 pasien
sudah dipindahkan ke ruang HCU dengan GCS E4M5V2 = 11, pasien
terpasang oksigen 2L/x, pasien juga terpasang NGT, serta terpasang monitor.
Pada tanggal 21/12/2018 pasien dilakukan tindakan lumbal fungsi, awalnya
keluarga sempat menolak, tetapi akhirnya keluarga menyetujui dan dilakukan
tindakan tersebut. Setelah 2 minggu dirawat diruang HCU, pasien pindah ke
HCU extended pada tanggal 4 Januari 2018 dengan terapi IVFD kaEN 1b dan
diet MC 12 x 60 CC per NGT, dan ditanggal 8 Januari 2018 barulah pasien
dipindahkan ke ruang akut dengan terapi yang sama.

 RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita


penyakit yang sama dengan klien, dan tidak ada juga anggota keluarga yang
memiliki riwayat hipertensi, DM, asma kanker dan lainnya.
Keterangan:

= Perempuan

= Laki-laki

= Klien

- - - - = Tinggal Serumah

= Meninggal

 RIWAYAT TUMBUH KEMBANG

2. Kemandirian dan bergaul

Klien selama dirumah termasuk anak yang aktif dan lincah, kadang
berjalan sendiri sampai keluar rumah dan An. G senang bermain dan jalan-
jalan keluar rumah didampingi oleh ibunya. An. G senang dengan keramaian
apalagi kalau ada mainan yang bisa dimainkannya. Tetapi semenjak jatuh
anak tidak bisa berjalan dan hanya tertidur lemah ditempat tidur.

b. Motorik Kasar

Klien dapat berjalan dengan baik tanpa dibantu orang lain, berjalan
mundur, serta berlari dan bergerak aktif .

c. Motorik Halus

Klien mampu melakukan aktifitas ringan seperti memegang benda


dengan kedua tangan, mengambil barang-barang yang ditunjukkan,
membangun menara dari mainannya seperti menyusun kubus dan belum bisa
mencoret-coret kertas dengan pensil.
d. Kognitif dan bahasa

Klien dapat berbicara seperti mengucapkan 5 kata yaitu : mama, kakek,


nenek, makan, susu dan An. G juga sering berkata mengoceh.

 Psikososial

Klien sudah mampu makan dengan sendok dan menyuapnya sendiri,


minum dengan cangkir, bertepuk tangan, menyatakan keinginanya dan
berusaha mencapai mainannya.

 RIWAYAT SOSIAL

 Yang mengasuh Klien

Klien di asuh oleh ibu dan kakek neneknya.

b. Hubungan dengan anggota keluarga

Hubungan dengan anggota keluarga baik.

c. Hubungan dengan teman sebaya

Hubungan dengan teman sebaya baik, klien sering dibawa neneknya


berinteraksi dengan teman-teman di sekitar rumahnya.

d. Pembawaan secara umum

Pembawaan klien secara umum, klien dapat beraktivitas seperti anak


usianya, tetapi setelah sakit klien bedrest total, mengatakan sesuatu tidak
bisa.

f. Lingkungan rumah

Lingkungan rumah baik, sanitasi bagus, rumah permanen, toilet di dalam


rumah.
 PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : lemah
 BB/TB : 7,5 kg/71 cm
 Kepala
 Lingkar Kepala : 46,5 cm

 Rambut, Kebersihan : bersih

Warna : hitam

Tekstur : lembut

Distribusi rambut : normal

Kuat/mudah tercabut : kuat

 Mata

Sklera : tidak ikterik

Konjunctiva : anemis

Palpebra : tidak udem

Pupil, Ukurannya : 2mm/2mm

Bentuk : bulat

Reaksi cahaya : -/-

 Telinga

Serumen : serumen tidak ada

Pendengaran : baik

 Hidung : Simetris

Septum : normal
Sekret : tidak ada

Polip : tidak ada

 Mulut

Kebersihan : bersih

Warna bibir : pucat

Kelembapan : bibir kering

Lidah : bersih

Gigi : 8 buah (4 atas 4 bawah) belum lengkap

 Leher

Kelenjar Getah Bening : tidak ada pembekakan

Kelenjar Tiroid : tidak ada pembesaran

JVP : normal 5-2 cm H2O

 Dada

Inspeksi : otot bantu pernafasan (+)

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

 Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS MC


V

Auskultasi : irama jantung reguler

 Paru-Paru

Inspeksi : normochest, simetris, retraksi


Palpasi : fremitus kiri dan kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : rh +/+, wh -/-

 Perut

Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : tympani

Auskultasi : bissing usus (+)

 Punggung

Bentuk : normal dan simetris

 Ekstremitas

Kekuatan dan Tonus Otot : -

Reflek-reflek : Refleks psikologis -/- normal

reflek patologis -/-

 Atas : akral hangat, CRT<2 detik,


terpadang IVFD
kaEN ib ditangan kiri
 Bawah :tidak ada uden, akral hangat
 Genitalia : tidak ada gangguan / kelainan
 Kulit

Warna : pucat

Turgor : baik

Integritas : baik
Elastisitas : kulit elastis

 Pemeriksaan neurologis :
o GCS: GCS E4M5V2 = 11
o Anak tidak mengalami kejang
o Peningkatan intrakranial ( adanya muntah proyektil 1 kali )
o Mata terbenang ( setting-sun sign)
o Kekaduan kuduk (+), adanya tahanan yang mengakibatkan
dagu tidak mencapai dada\\
o Tanda kernig (+)
o Tanda brudzinski (+)
o Reaksi pupil menurun, tidak adanya ransangan pada cahaya
o Iritabilitas (+)
o Opistotonus
o Sakit kepala
o Tangisan dengan nada tinggi (-)
 PEMERIKSAAN TUMBUH KEMBANG

 DDST

- Motorik kasar : An. G tidak mampu mengangkat kepala dan duduk.

- Motorik halus : An. G tidak bisa mengikuti garis, memindahkan kubus.

- Bahasa : An. G tidak bisa bersuara, dan tidak ada menangis.

 Status Nutrisi

- An. G terpasang NGT dan mendapatkan MC susu formula 12 x 60 cc.

- An. G mengalami penurunan berat badan lebih kurang 1,5 kg.

 PEMERIKSAAN PSIKOSOSIAL (ERICK H. ERICKSON)

Menurut tahap perkembangan Erik H. Erikson An. G berada pada tahap 1


yaitu masa trust vs mistrust. Dimana pada masa ini anak sepenuhnya
bergantung pada orang lain. Perkembangan rasa percaya yang dibentuk oleh
bayi tersebut berdasarkan kesungguhan dan kualitas pengasuh (caregiver)
anak tersebut. Apabila anak berhasil membangun rasa percaya terhadap
pengasuh maka dia akan merasa nyaman. Tetapi apabila penjaga tidak stabil
maka anak akan merasa tidak nyaman dengan pengasuh tersebut.

- An. G lebih banyak diam dan jarang menangis.

- Klien tidak rewel, klien lebih banyak tidur.

- An. G bergantung sepenuhnya kepada keluarganya.

 PEMERIKSAAN SPIRITUAL

Klien beragama islam, keluarga sudah berdo’a untuk kesembuhan


anaknya dan berusaha untuk memberikan perhatian khusu demi
kesembuhan anaknya.

 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Diagnostik

- CT Scan kepala

- Ro. Abdomen

- EEG

- Pemeriksaan fungsi lumbal

Data Laboratorium

Tanggal 21 Desember 2017

-Hb = 10,3 g/dl (9,6-15,10)

- Leukosit = 18.350 mm3 (5.500-17.500)

- Trombosit = 320.000 mm3 (150.000-450.000)


- Basofil = 0 % (0-2)

- Eosinofil = 1 % (1-4)

- N. Batang = 0 (0-5)

- N. Segmen = 69 % (22- 46)

- Limfosit = 28 % (37-73)

- Monosit = 2% (2-11)

Kesimpulan : anemia ringan, netrofilia relatif

Terapi obat-obatan

- Ampicili : 4 x 375 mg

- Flukonazol : 1 x 90 mg

- Amikasin : 1 x 125 mg

- Clyndamicin : 4 x 45 mg

- Rifampisin 1 x 150 mg

- Vit. B6 : 1 x 10 mg
- As. Folat 1 x1 mg

- Fenitoin : 2 x 15 mg

- Diazepam 3 x 1 mg

- Fusilex : 3 x lactose

 KEBUTUHAN DASAR SEHARI-HARI

No Jenis Kebutuhan Di Rumah/ sebelum sakit Dirumah Sakit

1 Makan Sebelum sakit pasien - Diet MC susu formula


mendapat ASI dari ibunya 12x60 cc
dan ditambah bubur
- Klien terpasang NGT
promina 3x sehari

2 Minum Sebelum sakit klien dapat - Diet MC susu formula


minum susu melalui 12x60 cc
mulut, klien dapat
- Klien terpasang NGT
menelan

3 Tidur Klien tidak ada mengalami Sering terbangun, tidur


gangguan pola tidur malam /+ 8 jam

4 Mandi Klien biasanya mandi 2 ADL dibantu keluarga dan


kali sehari di bantu ibunya perawat, mandi 2 kali
sehari

5 Eliminasi Klien memakai pempers - Klien terpasang pempers


ganti pempers 3-4 kali
- Ganti pempers 3-4 kali
sehari, konsistensi biasa,
warna kuning jernih dan sehari
jumlah biasa
- Berat : 400

6 Bermain Klien dapat berjalan dan klien bedrest


bermain bersama teman
sebayanya

 RINGKASAN RIWAYAT KEPERAWATAN


Klien masuk rumah sakit Dr. M. Djamil Padang melalui IGD pada
tanggal 24 November 2017 pukul 14.07, rujukan dari RS Reksodiwiryo
Padang, dengan keluhan demam 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
demam tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, tidak berkeringat, dan
disertai kejang. Klien juga mengalami sesak nafas 3 jam sebelum masuk
RS, RR 38 x/menit dan adanya otot bantu pernafasan. BB/TB : 7,5 kg/71
cm. Pada saat pengkajian pada tanggal 06/01/2018, keluarga klien
mengatakan anak mengalami demam, suhu : 38,8 ℃. demam hilang
timbul dan tidak disertai kejang. An. G tidak dapat berespon dengan baik,
hanya berbaring ditempat tidur, badan kaku, dan jarang menangis serta
tidak bersuara dengan baik, nafas tampak sesak dan adanya otot bantu
pernafasan, reflek pupil -/-. An. G terpasang NGT, dan oksigen 2L/ x,
bibir pucat, orientasi kurang. TD = 140/90 mmHg, N= 154x/menit,
RR=38x/menit, S= 38,8 ℃. Pasien sudah diketahui menderita meningitis
TB dari mulai dirujuk dari RS Yos Sudarso. Mulai tanggal 24 November
2017 An. G dirawat ruang PICU selama 1 bulan dengan terpasang
ventilator, pasien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS
E2M6V1= 7. Pada tanggal 18/12/18 pasien sudah dipindahkan ke ruang
HCU dengan GCS E4M5V2 = 11, pasien terpasang oksigen 2L/x, pasien
juga terpasang NGT, serta terpasang monitor. Pada tanggal 21/12/2018
pasien dilakukan tindakan lumbal fungsi, awalnya keluarga sempat
menolak, tetapi akhirnya keluarga menyetujui dan dilakukan tindakan
tersebut. Setelah 2 minggu dirawat diruang HCU, pasien pindah ke HCU
extended pada tanggal 4 Januari 2018 dengan terapi IVFD kaEN 1b dan
diet MC 12 x 60 CC per NGT, dan ditanggal 8 Januari 2018 barulah
pasien dipindahkan ke ruang akut dengan terapi yang sama.

 ANALISA DATA
Data Patofisiologi Masalah keperawatan

DS: Kelainan yang di dapat Perfusi jaringan serebral


tidak efektif b.d peningkatan
- Keluarga klien tekana TIK
mengatakan
klien jarang
menangis dan Infeksi oleh bakteri Mycobacterium
badan terasa tuberculosis
kaku
- Keluarga klien
mengatakan
klien tidak
pernah Timbul perlekatan pada meningen
berkomunikasi
semenjak sakit
DO:

- GCS E4M5V2 =
Obligasai pada ruangan subrarachnoid
11
- Keadaan umum
lemah

- Lingkar kepala
46,5 cm Gangguan absobsi CSS di subarachniod
- Adanya kaku
kuduk (+)
- Badan dan
ekstremitas
tampak kaku Cairan serebrospinal meningkat
- Reflek pupil -/-,
pupil tidak ada
rangsangan pada
cahaya
- Peningkatan
Peningkatan tekanan intrakrania
intrakranial
(adanya muntah
proyektil 1 kali)
- Mata terbenang
(setting-sun sign) Suplai O2 ke otak terganggu
- Tanda kernig (+)
- Tanda
brudzinski (+)
- Iritabilitas (+)
Gangguan perfusi jaringan serebral
- Pemeriksaan
fungsi lumbal (+)

- Opistotonus
- TD: 140/ 90
mmhg
- N: 154x/ menit
- P: 38x/menit

DS: Kelainan yang di dapat Hipertermi b.d proses


penyakit
 Keluarga klien
mengatakan
klien demam
terus menerus Infeksi oleh bakteri Mycobacterium
 Keluarga klien tuberculosis
mengatakan
demam tidak
menggigil, tidak
berkeringat,
kadang disertai Timbul perlekatan pada meningen
kejang
DO:

 Akral teraba
hangat Obligasai pada ruangan subrarachnoid
 Tidak ada
kejang
 Mukosa bibir
kering
- TD: 140/ 90
mmHg Gangguan absobsi CSS di subarachniod
- N: 154 x/ menit
- P: 38x/menit
- S : 38,8°C

Cairan serebrospinal meningkat

kerusakan hipotalamus akibat


penekanan

Stimulasi regulator suhu di hipotalamus

Peningkatan suhu tubuh

Hipertermia
DS: Adanya faktor penyebab (TB) Pola nafas tidak efektif b.d
hiperventilasi
 Keluarga klien
mengatakan
klien tampak Invasi kuman ke selaput otak
sesak
 Keluarga klien
mengatakan
klien Reaksi peradangan jaringan serebral
mempunyai
riwayat TB
DO:

 Tampak Eksudat Meningen


terpasang O2
2L/menit
 Tampak adanya
otot bantu
pernafasan Reaksi septicemia jaringan otak/infeksi
 Ronkhi +

- TD: 140/ 90
mmhg Metabolisme tubuh ↑
- N: 154 x/ menit
- P: 38x/menit
- S : 38,8°C
↑ kompensasi ventilasi

Hiperventilasi

Pola nafas tidak efektif


NANDA NIC NOC

No. NANDA NOC NIC


1 Gangguan perfusi Kemampuan Kognitif - Pantau tanda-tanda vital, seper
jaringan serebral b/d
Indikator : catat :
peningkatan tekanan
TIK  Berkomunikasi jelas o Adanya hipertensi/ hipotens
atau tidak sesuai bandingkan tekanan dara
dengan usia dan yang terbaca pada kedu
kemampuan. lengan.
 Perhatian, konsentrasi. o Frekuensi dan irama jantung
 Memori jangka panjang auskultasi adanya mur-mur.
dan saat ini. o Catat pola dan irama da

 Pengolahan informasi. pernafasan, seperti adany

 Membuat keputusan periode apnea setela

yang tepat. pernafasan hiperventilas

Status Neurologikal pernafasan Cheyne-Stokes.

Indikator :  Catat perubahan dala

 Status mental penglihatan, seperti adany

 Kesadaran kebutaan, gangguan lapan


pandang/kedalaman persepsi
 Kontrol motor pusat
(perubahan respon  Kaji fungsi-fungsi yang leb

motorik). tinggi, seperti fungsi bicara jik


pasien sadar
 Sulit Menelan
Perfusi Jaringan : serebral  Letakkan kepala dengan posi

Indikator: agak ditinggikan dan dalam posi

Hasil yang diharapkan/Kriteria anatomis (netral).

evaluasi pasien akan :  Pertahankan keadaan tirah baring

 Mempertahankan tingkat  ciptakan lingkungan yang tenan

kesadaran biasanya/ batasi pengunjung/ aktivit


membaik, fungsi kognitif pasien sesuai indikasi. Berika
dan motorik/sensori istirahat secara periodik anta
 Mendemonstrasikan tanda- aktivitas perawatan, bata
tanda vital stabil dan tak lamanya setiap prosedur.
adanya tanda-tanda
peningkatan TIK.
 Menunjukkan tidak ada
kelanjutan deteriorasi/
kekambuhan defisit.

2 Hipertermia b/d Thermoregulation Fever treatment


proses penyakit
Kriteria hasil:  Monitor suhu sesering
mungkin
 Suhu tubuh dalam
 Monitor IWL
rentang normal  Monitor warna dan suhu kul
 Nadi dan RR dalam  Monitor tekanan darah, nadi
dan RR
rentang normal  Monitor WBC, Hb,Ht
 Tidak ada perubahan  Monitor intake dan output
 Berikan antipiretik
warna kuit dan tidak
 Selimuti pasien
ada pusing  Kolaborasi pemberian cairan
intravena
 Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila

Temperature regulation
 Monitor suhu minimal tiap 2
jam
 Monitor TD, RR, dan nadi
 Monitor warna dan suhu kul
 Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi

Vital sign monitoring


 Catat adanya fluktasi tekana
darah
 Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernafasan
abnormal
 Monitor sianosis perifer
3 Pola nafas tidak Status pernapasan : Kepatenan Manajemen jalan napas
efektif b.d
jalan napas Aktivitas:
penggunaan otot
bantu nafas  Frekuensi nafas normal  Posisikan pasien untuk
 Irama nafas normal memaksimalkan potensi
 Mampu mengeluarkan ventilasi
sputum  Menginstruksikan cara batuk

 Tidak cemas efektif

 Bebas dari suara nafas  Auskultasi bunyi nafas,

tambahan mencatat daerah menurun atau


hilangnya ventilasi dan bunyi
tambahan
 Posisi untuk mengurangi
dyspnea
 Memonitor pernapasan dan
status oksigenasi yang sesuai
 Mengelola perawatan aerosol
yang sesuai
 Mengelola perawatan nebulizer
ultrasonik yang sesuai
 Mengelola udara lembab atau
oksigen yang sesuai

Monitor Pernafasan
Aktivitas:
 Monitor frekuensi, rata-rata,
irama, kedalaman dan usaha
bernafas
 Catat pergerakkan dada, lihat
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, dan supraklavikula
dan retaksi otot intercostal
 Monitor sekresi pernafasan
Pasien
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pada riwayat kesehatan An. G, tercatat bahwa ini merupakan kali ke 5
An. G masuk rumah sakit dengan alasan utama kejang. Yang mana rawatan
pertama An. G yaitu pada bulan Juli disaat usia anak masih 1 tahun, An. G
dirawat selama 5 hari dengan keluhan demam tinggi yang disertai kejang. Hal
inu bisa jadi akibat dari riwayat jatuh sang anak saat berumur 9 bulan dari
tempat tidur dengan posisi kepala belakang terhempas duluan dan
mengakibatkan anak demam. Dari riwayat keluarga tidak didapatkan bahwa
ada anggota keluarga yang mengalami tuberculosis aktif. Menurut Rahajoe
(2007), meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran
tuberkulosis primer. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi
dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses
reaktivasi tersebut adalah trauma kepala.
Pada saat masuk, pengkajian dan hari-hari rawatan, An. G ditemukan
gejala meningitis tuberkolosis seperti kejang (alasan dibawa ke rumah sakit),
demam dengan suhu : 38,8 ℃ (6 Januari 2018), demam hilang timbul, tidak
dapat berespon dengan baik, hanya berbaring ditempat tidur, badan kaku,
jarang menangis serta tidak bersuara dengan baik, nafas tampak sesak dan
adanya otot bantu pernafasan, reflek pupil -/-, orientasi kurang. Tanda dan
gejala meningitis yang terjadi menurut Suriadi (2006) pada bayi dan anak-
anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) adalah demam, malas makan, muntah,
mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol,
kaku kuduk, dan tanda kernig dan brudzinski positif, peningkatan lingkar
kepala, peningkatan tekanan intracranial. Hal ini menunjukkan ada beberapa
tanda dan gejala yang dimiliki An. G kurang sesuai dengan teori seperti tidak
adanya ubun-ubun menonjol, tidak ada peningkatan lingkar kepala dan tidak
ada penurunan nafsu makan.
Pada pemeriksaan laboratirium An. G didapatkan hasil tanggal 21
Desember 2017 yaitu hemoglobin 10,3 g/dl (9,6-15,10), leukosit 18.350 mm3
(
5.500-17.500), trombosit 320.000 mm3 (150.000-450.000), basofil 0 % (0-2),
eosinofil = 1 % (1-4), N. Batang 0 (0-5), N. Segmen 69 % (22- 46), limfosit =
28 % (37-73), monosit = 2% (2-11). Pemeriksaan diagnostic yang dilakukan
pada An. G selama perawatan yaitu CT scan kepala, rontgen abdomen, EEG
dan pemeriksaan fungsi lumbal. Berdasarkan teori, penetalaksanaan medis
yang harus dilakukan yaitu analisis CSS dari fungsi lumbal, meningitis
bakterial, glukosa serum meningkat, LDH serum meningkat, sel darah putih
sedikit meningkat dengan peningkatan neutrophil, elektrolit darah abnormal,
ESR/LED meningkat, kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine untuk
mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab
infeksi, MRI/ skan CT, ronsen dada/kepala/ sinus. Berdasarkan hal ini dapat
dilihat bahwa ada beberapa perbedaan kejadian dengan teori, yaitu nilai labor
banyak yang normal, ronsen yang dilakukan bukan di dada/kepala/sinus,
tidak ada pengambilan kultur dan tidak melakukan pemeriksaan MRI/Scan
CT.
Terapi yang diberikan pada An. G sejak dirawat adalah ampicili : 4 x
375 mg, flukonazol : 1 x 90 mg, amikasin : 1 x 125 mg, Clyndamicin : 4 x 45
mg, rifampisin 1 x 150 mg, vit. B6 : 1 x 10 mg, asam folat 1 x1 mg, fenitoin :
2 x 15 mg, Diazepam 3 x 1 mg, dan fusilex : 3 x lactose. Ada beberapa obat
yang diluar dari terapi untuk meningitis, yaitu flukonazol, asam folat, dan
fusilex. berdasarkan Wikipedia, flukonazol adalah obat untuk mengobati
jamuran dan asam folat yang merupakan vitamin B9.
An. G dilakukan pengkajian pada 6 Januari 2018 dan diberikan asuhan
keperawatan dimulai hari itu sampai 12 Januari 2018. Berdasarkan hasil
pengkajian pada pasien, didapatkan beberapa diagnosa keperawatan dengan 3
diagnosa utama yaitu perfusi jaringan serebral tidak efektif pola nafas tidak
efektif, dan hipertermi.

B. Diagnosa, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Keperawatan


1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif
Menurut NANDA, perfusi jaringan serebral tidak efektif adalah
penurunan sirkulasi ke jaringan otak. Hal ini bisa disebabkan oleh
gangguan afinitas hemoglobin oksigen, penurunan konsentrasi
hemoglobin, hypervolemia, hipoventilasi, gangguan transport oksigen,
dan gangguan aliran arteri dan vena. Gejala yang didapatkan berupa
gangguan status mental, perubahan perilaku, perubahan respon motoric,
perubahan reaksi pupil, kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis
ekstremitas dan abnormalitas bicara.
Pada An. G data subjektif yang didapatkan adalah Keluarga klien
mengatakan klien jarang menangis dan badan terasa kaku, keluarga klien
mengatakan klien tidak pernah berkomunikasi semenjak sakit, dan
keluarga mengatakan klien seperti mati rasa. Data objektif yang
didapatkan adalah GCS E4M5V2 = 11, keadaan umum lemah, lingkar
kepala 46,5 cm, adanya kaku kuduk (+), badan dan ekstremitas tampak
kaku, reflek pupil -/-, pupil tidak ada rangsangan pada cahaya,
peningkatan intrakranial (adanya muntah proyektil 1 kali), mata terbenang
(setting-sun sign), tanda kernig (+), tanda brudzinski (+), iritabilitas (+),
pemeriksaan fungsi lumbal (+), opistotonus, TD: 140/ 90 mmhg, N: 154x/
menit, dan P: 38x/menit. Data yang didapatkan An. G telah sesuai dengan
gejala perfusi jaringan serebral tidak efektif. Diagnosa keperawatan ini
juga merupakan diagnosa utama pada teoritis meningitis tb.
Implementasi keperawatan yang diberikan pada An, G pada 6
Januari 2018 adalah Memposisikan An.G tidur terlentang, karena An. G
nyaman tidur terlentang, membatasi pengunjung, menanyakan keluhan
An. G kepada keluarga dan observasi TTV 2-4 Jam, menanyakan mual
dan muntah pada keluarga An.G, meninggikan posisi kepala An.G dengan
kain panjang yang dilipat kecil, memberikan MC pada An.G melalui NGT
(Asi 12x60cc), memeriksa lapang pandang An. G. Kolaborasi pemberian
obat antibiotik (ceftriaxone 375 mg, rifampisin 50 mg), pemberian obat
anti kejang (fenitoin 15 mg). Pada 7 dan 8 Januari 2018 masih dilakukan
implementasi yang sama tanpa ada perubahan. Pada 9 sampai 12 Januari
2017, An. G dipindahkan ke ruang akut anak. Implementasi yang
dilakuka masih sama, perbedaannya hanya pada monitor TTV 1x6 jam.
Perubahan ini terjadi dikarenakan kondisi pasien yang sudah mulai
membaik dan kondisi dilapangan yang tidak memungkinkan untuk
memantau pasien 2-3 jam perhari. Pada 12 Januari 2018, diberikan
edukasi tentang perawatan pasien dirumah dan cara menangani anak saat
kejang. Hal ini dilakukan karena pasien akan pulang. Dari implementasi
yang dilakukan, ada beberapa intervensi yang tidak dilakukan yaitu
memonitor auskultasi adanya mur-mur atau tidak. Hal ini dikarenakan
pasien tidak ada masalah dengan jantungnya dan pada pemeriksaan fisik
pada 6 Januari 2018, tidak didapatkan murmur pada jantung.
Setelah melakukan tindakan selama 7 hari, evaluasi dari hasil
implementasi diagnosa ini adalah keluarga mengatakan An.G tidak
demam dan tidak kejang dan keluarga mengatakan paham dengan edukasi
yang diberikan. Tubuh klien sudah tidak sekaku sebelumnya, An. G
belum bisa menyusu dari ASI ibunya dan masih terpasang NGT untuk
dibawa pulang karena pasien tidak bisa menghisap ASI dari ibunya
ataupun dari dot. Dapat disimpulkan bahwa masalah teratasi sebagian.
Intervensi dihentikan dengan catatan pasien harus kontrol sesuai jadwal.

2. Hipertermi
Menurut NANDA, hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas
kisaran rata-rata (>37,5oC). Hipertermi bisa disebabkan oleh anastesia,
penurunan respirasi, dehidrasi, pemajanan lingkungan yang panas,
penyakit, pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan,
peningkatan laju metabolisme, medikasi, trauma dan aktivitas berlebihan.
Tanda dan gejala yang bisa kita lihat adalah konvulsi, kulit kemerahan,
peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal, kejang, takikardi, takipnea,
dan kulit terasa hangat.
Pada An. G, tanda dan gejala yang ditemukan yaitu keluarga klien
mengatakan klien demam terus menerus dan keluarga klien mengatakan
demam tidak menggigil dan berkeringat, Kulit tampak memerah,
kecepatan nadi 154x/ menit, suhu 38,9oC, kulit teraba hangat, mukosa
bibir kering. Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala hipertermi
berdasarkan NANDA dimana An. G mengalami peningkatan suhu tubuh
diatas kisaran normal, kulit teraba hangat, takikardi dan takipnea. Ini
membuktikan bahwa diagnosa hipertermi dapat diangkat pada kasus An.
G ini. Diagnosa ini telah sesuai dengan teori, dimana pasien dengan
meningitis tb akan mengalami demam tinggi yang hilang timbul.
Implementasi yang diberikan yaitu menganjurkan keluarga pasien
untuk pemberian kompres hangat pada lipatan paha dan aksila,
memberikan obat oral antiperietik paracetamol, menyelimuti An.G,
memonitor perubahan warna kulit An.G, memantau suhu An. G sekali 3
jam. Pada 9 dan 11 Januari 2018, implementasi yang berbeda dari hari
sebelumnya adalah tidak diberikannya paracetamol dikarenakan suhu
pasien tidak mencapai 38oC dan sesuai dengan orderan dokter. Sedangkan
pada tanggal 8, 10 dan 12, pasien tidak demam lagi. Implementasi yang
diberikan hanya memantau suhu, menyelimuti pasien dan memantau
warna kulit dikarenkan pada 3 hari itu pasien tidak demam. Sedangkan
Dalam impelementasi hipertermi ini, intervensi yang tidak dilakukan
yaitu tidak dilakukan monitor IWL. Hal ini tidak dilakukan karena pasien
tidak didapati kekurangan nutrisi dan penurunan berat badan selama sakit
hanya 1,5 gram.
Hasil evaluasi diagnosa ini yaitu pasien tidak demam, resiko demam
masih hilang timbul, tetapi karena keluarga memaksa pulang maka
intervensi dihentikan.

3. Pola nafas tidak efektif


Menurut NANDA, pola nafas tidak efektif adalah inspirasi atau
ekspirasi yang tidak memberi ventilasi. Tanda dan gejala yang mungkin
muncul adalah perubahan kedlaam pernafasan, erubahan ekskursi dada,
bradipnea, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan ventilasi semenit,
penurunan kapasitas vital, dipnea, pernafasan cuping hidung, ortopnea,
fase ekspirasi memanjang, pernafasan bibir, takipnea dan penggunaan otot
aksesoris untuk bernafas. Pola nafas tidak efektif bisa terjadi karena
kecemasan, posisi tubuh yang salah, deformitas tulang, deformitas
dinding dada, keletihan, hiperventilasi, sindrom hipoventilasi, gangguan
musculoskeletal, kerusakan neurologis, imaturitas neurologis, disfungsi
neuromuscular, obesitas, nyeri dan keletihan otot pernafasan.
Pada An. G didapatkan tanda dan gejala yaitu keluarga klien
mengatakan klien tampak sesak dan keluarga klien mengatakan klien
mempunyai riwayat TB. Klien tampak terpasang 02 2L/menit, tampak
adanya otot bantu pernafasan, pernafasan 38x/menit. Hal ini sudah sesuai
dengan tanda dan gejala pola nafas tidak efektif dalam NANDA.
Implementasi yang diberikan pada An. G terkait pernafasannya yaitu
memonitor pernafasan An. G, memasang nasal kanul 2L/I, auskultasi
suara nafas tambahan pada An.G : Adanya suara ronchi, dan memantau
jalan nafas yang paten, meninggikan posisi kepala An.G : 15o.
Implementasi diberikan sama dari 6 Januari 2018 sampai 7 Januari 2018.
Implementasi yang diberikan berdasarkan intervensi dalam NIC
(Nursing Intervention Care) yaitu seperti posisikan pasien untuk
memaksimalkan potensi ventilasi, menginstruksikan cara batuk efektif,
auskultasi bunyi nafas, mencatat daerah menurun atau hilangnya ventilasi
dan bunyi tambahan, posisi untuk mengurangi dyspnea, memonitor
pernapasan dan status oksigenasi yang sesuai, mengelola perawatan
aerosol yang sesuai, mengelola perawatan nebulizer ultrasonik yang
sesuai, dan mengelola udara lembab atau oksigen yang sesuai. Pada kasus
ini tidak dilakukannya batuk efektif karena anak masih berumur 1 tahun 6
bulan, tidak dilakukan pengelolaan perawatan aerosol dan nebulizer
karena anak tidak diberikan terapi nebulizer.
Pada 7 Januari 2018, didapatkan hasil keluarga mengatakan An. G
tidak sesak. Klien tampak tenang, nasal kanul dilepaskan sesuai order
dokter untuk melihat nafas spontan klien. Masalah teratasi dan intervensi
dihentikan. Pada hari-hari selanjutnya, An. G tidak memiliki masalah pola
nafas lagi dengan kisaran pernafasan 26-38 x / menit. An. G tidak
dipasangkan nasal kanul lagi sampai pada 12 Januari 2018.
DAFTAR PUSTAKA

Albert , Martin L. (2011). Clinical Neurology of Aging. 3rd ed. United States of
America: Oxford University Press.

Dewanto, G. (2009). Panduan praktis dan tatalaksana penyakit syaraf. Jakarta :


EGC.

Drake, Richard L.(2015). Gray's Anatomy for Students. 3rd ed. Canada: Churchill
Livingstone Elsevier.

Frontera, Walter R. (2008). Essential of physical medicine. 2nd ed. Canada: Saunders
Elsevier.

Harsono.(2005). Meningitis tuberkulosa: buku ajar neurologi klinis :


perhimpunan dokter spesialis saraf indonesia edisi ke 3. Yogyakarta
:Gadjah Mada University.

Jay Tureen. (2006). Buku Ajar Pediatri Rudolph.

Kahan, Scott. (2005). Neurology . 1st ed. United States of America: Blackwell
publishing.

Kementerian Kesehatan RI (KemenKes RI). (2013). Hasil riset kesehatan dasar


tahun 2013. Diakses pada tanggal 29 Januari 2017 dari
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%2020
13.pdf Arief Mansyoer: 2000)
Menkes, John H. (2006). Child Neurology. 7th ed. United States of America:
Lippincott Williams & Wilkins.

Naushad, H. & Wheeler, T.M. (2012). Leukocyte Count (WBC),


http://emedicine.medscape.com/article/2054452.

Ngastiyah. (2005) .Perawatan Anak Sakit.Ed.2.Jakarta:EGC


Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB. (2005). Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak, Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI, Jakarta, halaman
54-56.
Schlossberg, David. (2011). Tuberculosis. 5th ed. United States of America:
American Society of Microbilogy.

Schwartz, M. William. (2005). Clinical Handbook of Pediatrics. 1st ed. Unitd States
of America: Williams & Wilkins.
Sidharta, Priguna. (2009). Neurologi klinis dalam praktek umum. 7th ed. Jakarta:
Dian Rakyat.

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G. (2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi
bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
Speer, Kathleen Morgan. (2008). Rencana asuhan keperawatan pediatrik, edisi
3.Jakarta : EGC
Suriadi, & Yuliani, R. (2006). Asuhan keperawatan pada Anak Ed.2. Jakarta:

Percetakan Penebar Swadaya.

Tai MLS. (2013). Tuberculous meningitis: Diagnostic and radiological features,


pathogenesis and biomarkers. Department of Medicine, Faculty of
Medicine, University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. 4: 101-107.
Whitley, Richard J. (2014). Infections of Central Nervous System . 4th ed. China:
Lippincott Williams &Wilkins.

World Health Organization (WHO). (2014). Global tuberculosis report 2014.


Switzerland : WHO Press

World Health Organization (WHO). (2015). Tuberkulosis: global tuberkulosis


report 2015. Geneva:WHO Press.

World Health Organization (WHO). (2016). Global tuberkulosis report 2016.


USA : World Health Organization.

You might also like