You are on page 1of 8

Trophic skin ulceration in leprosy: evaluation of the efficacy of

topical phenytoin sodium zinc oxide paste


Virendra N. Sehgal, MD, Pullabatla V. S. Prasad, MD, Pichai K. Kaviarasan, MD, and
Deepak Rajan, MD

ABSTRAK

Latar Belakang

Ulkus plantar yang kronik pada kusta adalah salah satu penyebab utama deformitas dan
kecacatan pada penyakit ini yang dianggap penting dalam perkembangan klasifikasi.
Mengingat keragaman implikasi tersebut secara klinis, World Health Organisasi
berkewajiban untuk menangani hal ini dengan harapan agar bisa berkembang dan menjadi
pedoman yang mampu diterapkan di seluruh dunia. Meskipun usaha yang dilakukan sudah
keras, namun dalam hal ini masih menghadirkan dilema dalam manajemennya.

Objektif

Pemberian sodium fenitoin secara topikal dalam hal ini bertujuan untuk mengevaluasi efek
tersebut dalam penyembuhan luka pada ulkus plantar kronik. Tingkat keberhasilan terapi
dinilai berdasarkan tingkat regresi dalam ukuran ulkus (s) mengikuti terbentuknya jaringan
granulasi.

Metode

Empat puluh pasien kusta dijadikan sebagai kontrol. Pasien dikelompokkan sesuai diagnosa
secara retrospektif pada saat itu, kemudian diberikan penjelasan serta persetujuan mengenai
keseluruhannya pada pasien kemudian dicatat. Kultur bakteri dilakukan sebelum dan setelah
perawatan, serta radiografi dilakukan pada masing-masing kasus tersebut. Natrium fenitoin
sediaan bedak dan zinc oksida salep diberi setiap hari selama empat minggu. Untuk
mengevaluasi keberhasilan terapi topikal maka granulasi yang terbentuk tersebut nantinya
yang akan dinilai.

Hasil

Dari 40 pasien , 26 (65,0%) pasien dengan borderline lepromatous memiliki ulkus tropikum
dengan jari kaki yang menjadi tempat yang paling umum. Dua belas (3,0%) pasien memiliki
keterlibatan tulang. Sebanyak 22 (55,0%) pasien mencapai resolusi lengkap dari ulkus, dan
bukti pembentukan granulasi terlihat pada 33 (82,5%) pasien. Bersihnya bakteri setelah
perawatan merupakan temuan yang signifikan. Pasta zinc oksida sendiri tidak efektif sebagai
terapi, namun berperan sebagai vehiculum yang baik.

Kesimpulan

Pasta fenitoin natrium zinc oksida ternyata merupakan terapi alternatif yang baik, hemat
biaya, dan dapat ditoleransi dengan baik terlihat dari kesesuaian pasien yang membaik.
Keterlibatan tulang akan berpengaruh terhadap penyembuhan luka yang buruk, meskipun
pembersihan beban bakteri sangat signifikan.

PENDAHULUAN

Hal yang ditakutkan pada ulkus trofik, atau ulkus plantar kronis pada kusta berupa kecacatan
dan penurunan sensorik pada kaki. Tingkat kronisitas ulkus dipengaruhi oleh trauma atau
cedera yang tidak disengaja. Kehilangan sensorik, kelumpuhan otot, kerusakan saraf otonom,
pembentukan jaringan parut, dan / atau insufisiensi vaskular primer, merupakan kondisi yang
diakibatkan oleh Mycobacterium leprae. Strategi perawatan akan hal tersebut didasarkan
pada perlindungan kaki, selain tindakan medis dan bedah, yang mencakup penggunaan
metronidazol dan pertukaran jaringan bebas. Penelitian tentang obat yang lebih baik terus
dilakukan. Phenytoin sodium merupakan obat antiepileptik untuk mengatasi kejang yang
telah dipatenkan sejak diperkenalkan pertama kali. Phenytoin sodium terbukti dapat
menginduksi gingiva hiperplasia jika penggunaan jangka panjang. Hal ini disebabkan oleh
peradangan dan / atau fibrosis, sehingga mendorong dilakukannya eksplorasi peranan
tersebut dalam penyembuhan luka. Fenitoin oral telah digunakan untuk mengobati ulkus vena
dengan baik. Berbagai laporan telah mencatat penggunaan fenitoin topikal dalam berbagai
macam infeksi jaringan lunak dan ulkus. Oleh karena itu, tidak sedikit bukti yang
menunjukkan bahwa fenitoin natrium adalah agen topikal yang mampu mendorong dalam
proses penyembuhan luka. Anggapan ini sangat menarik dan memacu untuk studi lebih lanjut
sehingga dapat memperkuat data yang ada melalui uji coba terbuka, yang rinciannya akan
dijelaskan di sini.

Bahan dan Metode

Empat puluh pasien kusta dijadikan sebagai kontrol, dengan ulserasi trofik atau ulserasi
plantar selama > 4 minggu lamanya, termasuk dari total 62 pasien ulkus plantar. Mereka yang
menjalani perawatan atau dengan diabetes / kaki diabetik bersamaan atau sedang dalam
kehamilan akan di eksklusi. Pasien dikelompokkan secara retrospektif menjadi lima sampai
tujuh kelompok. Deformitas pada kaki dinilai sesuai dengan rekomendasi dari Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) terkait Pencegahan dan Rehabilitasi Disabilitas, yang memerlukan
pengukuran tingkat kerusakan sensasi yang disebabkan oleh kusta. Informed consent
diperoleh dari subyek setelah subjek diberi penjelasan mengenai perawatan yang akan
dilaksanakan. Gambaran morfologi ulkus kemudian dicatat, terutama berkaitan dengan
ukuran, lokasi, kedalaman, dan adanya infeksi sekunder. Pemeriksaan radiografi dilakukan
pada masing-masing kasus untuk menilai keterlibatan tulang. Ulkus dinilai berdasarkan
kriteria yang ditunjukkan pada Tabel 1. Kultur bakteri dilakukan sebelum dan sesudah
perlakuan.

Sebanyak 100mg fenitoin (10 tablet masing-masing 10 mg) dilumatkan dalam bentuk serbuk
halus menggunakan adukan mortar. Bubuk dicampur secara menyeluruh dengan 10 g pasta
zinc oksida (ZnO). Jumlah ZnO dalam pasta adalah sebesar 24,0-26,0%. Prosedur ini
dilakukan dalam kondisi aseptik, lalu efek pasta ZnO dinilai pada 20 penderita penyakit trofik
atau ulkus plantar.

Ulkus dibersihkan dengan garam normal steril, kemudian pasta fenitoin natrium ZnO
dioleskan di atas lapisan ulkus tersebut. Untuk mendapatkan pemakaian yang seragam pada
ulkus dengan ukuran berbeda, maka jumlah obat yang digunakan berbanding lurus dengan
ukuran ulkus. Pengobatan itu dilakukan sekali sehari.

Hasil utama penilaian setelah penyembuhan yaitu pembentukan granulasi, dan / atau re-
epitelisasi jaringan kaya kolagen pada ulkus. Granulasi tersebut akan terhenti dan ulkus
dinilai setelah empat minggu (Tabel 1). Tidak ada terapi suportif selain balutan yang
diberikan.

Hasil

Data demografis untuk 40 subjek penelitian digambarkan pada Tabel 2.

Tabel 1. Kriteria Penilaian ulkus trofik pada pasien kusta

Tabel 2. Faktor demografi pasien kusta dengan ulserasi trofik


Mean ± standar deviasi dari usia pasien sebesar 49.67 ± 14.41 tahun. Pasien termuda adalah
anak laki-laki berusia 8 tahun, dan yang tertua adalah pria berusia 80 tahun.

Sebanyak 27 dari 40 pasien telah berkembang menjadi ulkus trofik, yang durasinya bervariasi
dari satu tahun sampai lima tahun. Borderline lepromatous (BL) kusta adalah diagnosis yang
paling umum. Durasi penyakit yang paling lama adalah 31 tahun pada pasien BL berusia 78
tahun, dan yang terpendek adalah empat bulan pada pasien kusta tipe borderline tuberculoid
(BT). Lokasi ulkus pada kusta seluruhnya dirangkum dalam Tabel 3.

Dari 40 pasien, enam di antaranya menduduki kelas I, 12 lainnya di kelas II, 15 lainnya di
kelas III dan tujuh memiliki ulkus kelas IV sebelum memulai pengobatan (Tabel 4).
Penurunan jumlah ulkus yang signifikan terlihat setelah empat minggu (Gambar 1a, b).
Pembentukan jaringan granulasi mewakili ciri morfologi vital, yang dievaluasi secara hati-
hati sesuai dengan nilai ulkus sebelum dan sesudah pengobatan (Tabel 5). Awalnya, 20
pasien yang memiliki kelas II dan 13 menderita ulkus kelas I sesuai dengan persentase
jaringan granulasi. Pada akhir di minggu ke empat, 33 (82,5%) pasien di kelas IV dan tujuh
(17,5%) pasien dengan ulkus kelas III sesuai dengan persentase jaringan granulasi.

Kelompok tuberkuloid meningkat menjadi kelas IV, dan tujuh pasien pada kelompok
lepromatous meningkat menjadi kelas III pada akhir masa pengobatan. Dengan demikian,
penampilan jaringan granulasi mewakili ciri khas pemulihan (Gambar 2a, b). Tindak lanjut
rutin pasien ini telah dilakukan sejak 2009 untuk memastikan perawatan kaki yang memadai
dan untuk menghindari kekambuhan. Tak satu pun dari pasien sejauh ini menunjukkan
adanya kekambuhan. Tidak ada perbaikan substansial yang dicatat pada 20 pasien yang
menggunakan pasta ZnO saja. Radiograf menunjukkan keterlibatan tulang pada 12 pasien.
Lalu pembentukan jaringan granulasi dibandingkan antar pasien.

Tabel 3. Predileksi ulkus trofik pada pasien kusta


Tabel 4. Tingkatan ulkus trofik pada pasien kusta sebelum dan sesudah perlakuan dengan
pasta fenitoin zinc oksida topikal.

Gambar 1. Gambaran klinis dari ulkus trofikplantar kaki pada kusta (a) sebelum dan (b)
setelah 4 minggu pengobatan dengan pasta fenitoin sodium zinc oxide topikal, menunjukkan
kemunculan jaringan granulasi merah yang tidak rata yang berlanjut ke penyembuhan dengan
dan tanpa keterlibatan tulang.

Hasilnya menunjukkan peningkatan 75% pada jaringan granulasi grade IV pada


kelompok dengan keterlibatan tulang (Gambar 3a, b). Lokasi ulkus trofik berkorelasi dengan
ada tidaknya keterlibatan tulang. Sebanyak 36 dari 40 pasien diminta untuk tetap berada di
dalam rumah dalam jangka waktu empat minggu; Empat pasien pada kelompok lepromatous
lepromatous (LL) diminta untuk tetap berada di dalam rumah selama tujuh minggu untuk
mencapai pemulihan lengkap akibat keterlibatan tulang.

Kultur Bakteri

Kultur yang dilakukan pada 27 dari 40 pasien memberikan gambaran satu organisme yang
terlibat, sedangkan untuk 13 pasien lainnya menunjukkan beberapa organisme.
Staphylococcus aureus ditanam pada kultur untuk sembilan (22,5%) pasien, Escherichia coli
dalam kultur untuk delapan (20,0%) pasien, Klebsiella pneumoniae dalam kultur untuk lima
(12,5%) pasien, Pseudomonas aeruginosa dalam kultur untuk empat (10,0%) pasien, Dan
Proteus mirabilis dalam satu kasus (2,5%).
Diskusi

Penyakit ulkus trofik pada kusta ini cukup membingungkan dikarenakan pengelolaannya
yang terbatas. Hal ini diakui oleh WHO selama tiga dekade yang lalu dan tetap sama hingga
saat ini dengan tujuan untuk memahami keterlibatan ulkus secara keseluruhan. Selain itu,
pengelolaan lesi ini merupakan penyusun penting dalam proses pembelajaran.

Tabel 5.Tingkat pembentukan jaringan granulasi pada ulkus trofik pada pasien kusta sebelum
dan sesudah perlakuan dengan pasta fenitoin zinc oksida topikal.

Gambar 2. Gambaran klinis dari ulkus trofik pada kusta predileksi di kaki (a) sebelum dan
(b) setelah 4 minggu pengobatan dengan fenitoin zinc oksida topikal, menunjukkan
kemunculan jaringan granulasi merah, vaskularisasi, tidak merata dalam proses penyembuhan
luka

Phenytoin sodium merupakan obat pilihan pada orang yang mengalami kejang yang telah
digunakan sebagai terapi oral dan sistemik dengan respons klinis yang dapat dipercaya.
Hipertrofi gingiva yang terjadi setelah peradangan dan / atau fibrosis tampaknya terjadi
karena penggunaan topikal pada luka dan ulkus. Dengan demikian, efek natrium dilantin /
fenitoin pada berbagai garis sel dalam kultur jaringan dipelajari pada tahun 1961. Tiga
dekade kemudian, Vijiyasingam dkk. menyoroti temuan bahwa fenitoin memiliki sedikit efek
pada model penyembuhan luka secara in vitro. Tidak adanya efek langsung in vitro
menunjukkan bahwa efek in vivo tidak diakibatkan oleh interaksi antara fenitoin dan
keratinosit atau fibroblas namun mungkin mencerminkan modulasi tidak langsung melalui
jenis sel lainnya, seperti inflamasi atau limforetikular sel.

Hal ini yang mendorong untuk dilakukannya pengamatan ulang dari pengamatan yang sudah
pernah dilakukan bahwa fenitoin memodulasi metabolisme jaringan ikat dan proliferasi sel
pada kultur fibroblas manusia. Sejauh ini penggunaan topikal natrium fenitoin dalam
penyembuhan luka masih tetap digunakan. Oleh karena itu, penggunaan pasta ZnO dalam
konteks ini dianggap relevan dan tepat. Jumlah bubuk halus ZnO sekitar 24,0-26,0% pada
pasta, memiliki sifat tidak larut dalam air dan mempunyai efek perlindungan disamping sifat
pendinginan zat tersebut. Setelah diberikan secara topikal, akan memberi efek menjadi kaku
dan memungkinkan lokalisasi yang akurat. Sebagai tambahan, ini dapat mengurangi infeksi
bakteri dan membantu dalam proses epitelisasi. Namun, penggunaan pasta ZnO saja tidak
memiliki efek yang menguntungkan, walaupun pastanya terbukti sangat efektif sebagai zat
pembawa. Penelitian yang ada saat ini, respons fenitoin natrium topikal yang terdapat pada
pasta ZnO di nilai baik untuk pengurangan yang nyata terkait ukuran ulkus setelah empat
minggu pengobatan. Hal ini berbeda dengan temuan yang dilaporkan oleh Kuebel dkk, yang
mengamati penurunan ukuran ulkus pada pasien dengan luka periosteal yang diinduksi oleh
pembedahan setelah 13 minggu. Dalam penelitian ini, 75% pasien pada kelompok
tuberkuloid dan 51% diantaranya berada dalam kelompok lepromatosa yang menunjukkan
pengurangan substansial terkait ukuran ulkus, dan pasien yang tersisa menunjukkan
pengurangan parsial. Oleh karena itu, jelas bahwa fenitoin natrium topikal efektif pada kedua
kelompok namun ada penundaan penyembuhan luka pada kelompok lepromatous, yang
mungkin disebabkan oleh keterlibatan tulang yang mendasarinya, kekebalan yang terganggu,
status gizi buruk, dan anemia pada pasien dari daerah endemik, yang juga dipengaruhi oleh
kondisi sosial ekonomi yang buruk. El Zayat membandingkan efek natrium fenitoin topikal
dengan chlorhexidine dan hydrogen peroxide pada 15 pasien dengan ulkus dekubitus.

Shafer dkk. menunjukkan pembentukan jaringan granulasi pada 50-90% subjek dalam
penelitian mereka. Bansal dan Mukul membandingkan pengobatan dengan fenitoin topikal
dengan pengobatan dengan garam normal pada 100 pasien kusta dengan 110 ulkus trofik
dengan berbagai tingkat kronisitas dan pembentukan jaringan granulasi diamati dalam waktu
empat minggu.

Phenytoin sodium memiliki kemampuan untuk menghilangkan bakteri dari ulkus karena tidak
ada terapi antibiotik suportif yang diberikan dalam penelitian yang sedang dikaji, sebuah
temuan yang mengulangi pendapat yang diungkapkan sebelumnya. Fenitoin topikal
dilaporkan dapat menghilangkan S. aureus, E. Coli, Klebsiella spp., Dan Pseudomonas spp.
dari luka dalam 7-9 hari. Belum diketahui apakah fenitoin memiliki aktivitas antibakteri
langsung atau apakah pengaruhnya dimediasi melalui sel inflamasi dan neovaskularisasi.

Efek samping fenitoin topikal jarang terjadi. Sensasi rasa terbakar sesaat setelah aplikasi
langsung bubuk fenitoin dapat diatasi dengan penambahan pasta ZnO, yang diketahui dapat
mengurangi iritasi. Ruam yang bersifat umum dilaporkan terjadi pada penelitian sebelumnya,
terjadi pada pasien yang dirawat inap yang kurang baik. Penelitian sebelumnya juga
mengamati pembentukan jaringan granulasi hipertrofik pada 10-36% pasien. Hal ini tidak
terlihat pada pasien manapun dalam penelitian ini karena pengobatannya jangka pendek dan
dihentikan setelah empat minggu. Penyerapan sistemik fenitoin topikal tidak signifikan.

Kesimpulan

Pembengkakan ulkus trofik pada kusta adalah fenomena yang cukup membuat bingung
karena manajemennya tidak mudah. Oleh sebab itu berbagai cara masih dilakukan untuk
mencari pengobatan alternatif tersebut.

Keberhasilan pengukuran alternatif ini tergantung pada pengetahuan tentang ulserasi trofik,
dan dilengkapi dengan penerapan pedoman yang disebarluaskan oleh WHO. Penerapan
bubuk halus natrium fenitoin yang dicampur ke dalam pasta ZnO nampaknya menjanjikan
untuk perawatan ulkus trofik di masa depan.

Keberhasilan pengobatan dengan natrium fenitoin topikal harus dievaluasi sesuai dengan
tampilan granulasi dan / atau re-epithelialization, yang bermanifestasi sebagai jaringan
fibrosa yang biasanya berwarna merah muda, tampak bergelombang, tidak rata, dan lembab
sebagai akibat adanya banyak pembuluh darah kecil yang menyediakan oksigen dan nutrisi
untuk proses pengeluaran metabolit yang sudah tidak dibutuhkan kembali oleh tubuh.

You might also like