Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi dan bidang pendidikan, pembangunan
sosial dan kesehatan telah menghasilkan perbaikan yang signifikan
terhadap status gizi penduduk di Wilayah Asia Tenggara. Namun, banyak
wanita, anak-anak dan remaja tidak memiliki akses terhadap makanan
sehat dan bergizi. Kekurangan gizi yang terus-menerus termasuk
defisiensi mikronutrien, tingkat kegemukan dan obesitas yang meningkat
pesat akan menggambarkan status gizi suatu daerah. Perkiraan terbaru
menunjukkan 60 juta anak-anak stunting, 45 juta orang dengan berat
badan kurang dan 8.8 juta kelebihan berat badan pada kelompok usia 0-5
tahun di Asia Tenggara. Kekurangan gizi berdampak pada biaya
kesehatan dan sosial ekonomi yang tinggi. Kekurangan gizi berkontribusi
terhadap sekitar 45% kematian anak-anak yang dapat dicegah setiap
tahunnya. Secara keseluruhan, biaya ekonomi dari kekurangan di negara-
negara diperkirakan berkisar antara 2 sampai 3 persen dari produk
domestik bruto negara. (WHO, 2016)
Kurang gizi pada balita terjadi karena pada usia balita kebutuhan
gizi lebih besar dan balita merupakan tahapan usia yang rawan gizi. Gizi
kurang disebabkan oleh ketidak seimbangan antara asupan makanan
(jumlah dan mutu), serta zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh
secara optimal karena adanya gangguan penyerapan atau adanya
penyakit. Keduanya merupakan faktor utama penyebab gizi buruk pada
anak yang saling memengaruhi. (Magdalena, 2016).
Di seluruh dunia angka gizi kurang masih sangat tinggi. Terutama
negara Indonesia yang merupakan negara berkembang menduduki
peringkaat ke 7 dari 11 negara di Asia Tenggara. Berdasarkan data
Riskesdas tahun 2013 prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U < -2SD)
memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4% (2007) menurun menjadi
17,9% (2010) kemudian meningkat lagi menjadi 19,6% (tahun 2013).
49
Sumatera utara menduduki peringkat ke-16 dari 33 Provinsi di Indonesia.
Angka diatas belum mencapai sasaran MDGs tahun 2015 yaitu 15,5%.
(Kemenkes, 2013).
Angka prevalensi gizi kurang di Indonesia serta pengaruhnya yang
begitu tinggi dalam tumbuh kembang anak, pemerintah memasukkan
program perbaikan gizi kedalam salah satu program pokok Puskesmas.
Berbagai upaya untuk menghadapi permasalahan gizi di Indonesia saat ini
antara lain melalui revitalisasi Posyandu dalam meningkatkan cakupan
penimbangan balita, penyuluhan dan pendampingan, pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) atau makanan tambahan (PMT), peningkatan
akses dan mutu pelayanan gizi melalui tata laksana gizi buruk di
Puskesmas perawatan dan rumah sakit, dan pemberdayaan masyarakat
melalui Keluarga Sadar Gizi. (Magdalena, 2016)
Penanganan gizi kurang biasanya dititikberatkan pada pemberian
asupan makanan yang baik yaitu ideal dan adekuat. Makanan yang baik
adalah makanan yang kuantitas dan kualitansnya baik. Makanan dengan
kuantitas yang baik adalah makanan yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Sedangkan makanan yang kualitasnya baik adalah
makanan yang mengandung semua zat gizi, antara lain protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral (Depkes 2003 dalam Dewanti dkk
2016).
Pada anak dengan kondisi malnutrisi terjadi beberapa gangguan
fisiologis tubuh, salah satunya terhadap penurunan konsentrasi albumin
dalam darah. (Wykes 1996, dalam Dewanti dkk 2016). Albumin
merupakan protein serum yang memiliki kandungan cukup besar dalam
tubuh sekitar 5% dan disintesis oleh hati setiap harinya. Albumin memiliki
masa hidup yang cukup panjang yaitu 14-20 hari dan benar-benar mampu
untuk menjadi marker status nutrisikronik. Fungsi albumin yang pertama
sebagai protein carier dan membantu untuk menjaga tekanan osmotik.
Manifestasi klinis dari malnutrisi adalah gangguan metabolik yang
menyebabkan edema karena kekurangan protein. Hal ini disebabkan
berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk
49
sintesis dan metabolisme mengalami kekurangan. Makin berkurangnya
asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi
albumin hepar. (Bhan 2006, dalam Dewanti dkk 2016).
Protein itu sendiri adalah bagian dari semua sel hidup dan
merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Semua enzim, berbagai
hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan
sebagainya adalah protein. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak
dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara
sel-sel dan jaringan tubuh. (Almatsier, 2013)
Berdasarkan hasil penelitian Luthfiyah (2013), tikus-tikus percobaan
diberikan intervensi serbuk daun kelor local NTB dengan 5 perlakuan.
Perlakuan yang diberikan adalah P0= diet normal, P1= diet rendah
protein, P2= diet rendah protein + serbuk daun kelor dosis I (0.18 gr/hr),
P3= diet rendah protein + serbuk daun kelor dosis II (0,36 gr/hr), dan P4=
diet rendah protein + serbuk daun kelor dosis III (0,72 gr/hr). Peningkatan
kadar Albumin yang tertinggi terjadi pada kelompok dosis 0.18 gr/hari dan
0,36 gr/hari. Sedangkan hasil penelitian Dewanti dkk, (2016) penambahan
tepung daun kelor varietas NTT per oral sebesar 720 mg pada diet normal
tikus yang KEP memberikan pengaruh yang terbaik bagi kadar albumin
darah tikus, sebab mendekati kadar albumin darah tikus kelompok yang
tidak dikondisikan KEP.
Pengolahan daun kelor secara luas belum banyak dilakukan di
Indonesia, hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat
dalam melakukan pemanfaatan daun kelor dan masyarakat belum
mengenal daun kelor sebagai sumber pangan. Untuk itu,
penganekaragaman pangan terhadap daun kelor perlu ditingkatkan yang
dapat dijadikan sebagai sumber gizi pada produk pangan. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pembuatan cookies yang
dapat bersifat fungsional dengan ditambahkannya daun kelor yang dapat
memberikan efek positif bagi kesehatan tubuh. (Dewi, 2016)
Pada tahun 2017, Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang
memberikan PMT pada balita gizi kurang di 34 Puskesmas. Puskesmas
49
Petumbukan mendistribusikan PMT kepada 100 anak gizi kurang. PMT
yang diberikan adalah produksi pabrikan dan diberikan hanya pada bulan
Maret 2017. Potensi daun kelor belum dimaksimalkan dan tingginya nilai
gizi daun kelor maka penulis berminat untuk membuat cookies tepung
daun kelor dan diberikan pada anak balita gizi kurang usia 12-59 bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan.
B. Perumusan Masalah
Adakah perbedaan asupan protein dan kadar albumin anak balita
gizi kurang usia 12 – 59 bulan yang diintervensi cookies tepung daun kelor
di Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan asupan protein dan kadar albumin anak
balita gizi kurang usia 12 – 59 bulan yang diintervensi cookies tepung
daun kelor di Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan.
2. Tujuan Khusus
a. Menilai asupan protein sebelum dan sesudah intervensi cookies
tepung daun kelor pada anak balita gizi kurang usia 12 – 59 bulan.
b. Menilai kadar albumin sebelum dan sesudah intervensi cookies
tepung daun kelor pada anak balita gizi kurang usia 12 – 59 bulan.
c. Menganalisis perbedaan asupan protein yang diintervensi cookies
tepung daun kelor pada anak balita gizi kurang usia 12 – 59 bulan.
d. Menganalisis perbedaan kadar albumin yang diintervensi cookies
tepung daun kelor pada anak balita gizi kurang usia 12 – 59 bulan.
49
D. Manfaat
1. Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada ibu yang memilliki anak gizi kurang
bahwa tepung daun kelor dapat meningkatkan asupan protein dan kadar
albumin darah.
3. Bagi peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam
menulis skripsi.
49
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gizi Balita
1. Golongan usia balita
World Health Organization (WHO) (2002) mengelompokkan usia
anak dibawah lima tahun (balita) menjadi tiga golongan, yaitu golongan
usia bayi (0–1 tahun), usia bawah tiga tahun (batita) (2-3 tahun), dan
golongan pra sekolah (4-5 tahun). Usia batita dan pra sekolah merupakan
usia yang pertumbuhannya tidak sepesat masa bayi, tetapi aktifitas pada
masa ini lebih tinggi dibandingkan masa bayi. (Susetyowati, 2016)
49
secara tepat dengan kualitas terbaik karena gangguan zat gizi pada masa
ini dapat mempengaruhi kualitas kehidupan masa selanjutnya.
Kebutuhan zat gizi makro dan mikro perkilogram berat badan pada
bayi lebih tinggi dibandingkan dengan usia lain. Hal tersebut dibutuhkan
untuk mempercepat pembelahan sel dan sintesis DNA selama masa
pertumbuhan, terutama energi dan protein. Bayi usia 0-6 bulan dapat
memenuhi kebutuhan gizinya hanya dengan ASI, yaitu 6-8 kali sehari atau
lebih pada masa-masa awal, sedangkan bayi diatas 6 bulan dapat mulai
dikenalkan pada makanan padat sebagai MP-ASI untuk membantu
memenuhi kebutuhan gizi (Susetyowati, 2016).
49
2. Status Gizi Baik
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan sacara efisien sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja
dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier,
2013). Untuk pemenuhan gizi yang baik dibutuhkan konsumsi gizi
seimbang dari berbagai makanan untuk tumbuh kembang anak.
3. Gizi lebih
Status gizi lebih terjadi karena ketidak seimbangan antara energi
yang masuk dengan yang keluar, terlalu banyak makan, terlalu sedikit
olahraga, atau keduanya. Gizi lebih dapat menyebabkan berat badan
berlebih. Jika tidak teratasi, berat badan berlebih (apabila jika telah
mencapai obesitas) akan berlanjut sampai remaja dan dewasa (Arisman,
2010)
Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan
energi yang dikonsumsi disimpan didalam jaringan dalam bentuk lemak.
Kegemukan merupakan salah satu faktor resiko dalam terjadinya berbagai
penyakit degeneratif, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi,
penyakit-penyakit diabetes, jantung koroner, hati, dan kantung empedu
(Almatsier, 2013).
4. Gizi kurang
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu
atau lebih zat gizi esensial (Susetyowati, 2016). Akibat kurang gizi
terhadap proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang.
Kekurangan gizi secara umum menyebabkan gangguan pada proses-
proses:
1. Pertumbuhan
2. Produksi tenaga
3. Pertahanan tubuh
4. Struktur dan fungsi otak
49
5. Perilaku (Almatsier, 2013)
C. Protein
1. Pengertian
Protein merupakan biomolekul yang paling banyak dan paling
bervariasi di dalam sel (Thenawidjaja, 2017). Protein merupakan salah
satu sumber zat gizi makro yang penting bagi kehidupan manusia selain
karbohidrat dan lemak. Ketika kita bernapas sehingga darah mengalir
keseluruh tubuh, menggerakkan tangan dan melemaskannya, kita sedang
menggunakan beberapa jenis protein tubuh, yaitu hemoglobin, kolagen,
dan miosin.
Berbagai jenis protein kita peroleh dari berbagai makanan sumber
protein baik yang berasal dari hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Selanjutnya tubuh kita memecah protein dari makanan menjadi unit
terkecil, yaitu asam amino yang dibawa kedalam sel untuk kemudian
digunakan untuk membentuk berbagai jenis protein yang dibutuhkan oleh
tubuh.
2. Fungsi Protein
Protein memegang peran penting dalam mengangkut dan
menyimpan zat-zat gizi di dalam tubuh. Protein pengikat retinol atau retinol
binding protein (RBP), transferin, dan lipoprotein adalah protein yang
mengangkut vitamin A, zat besi, mangan, serta lipida. Protein pengangkut
ini dapat mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna kedalam darah,
jaringan, dan sel didalam tubuh.
3. Kebutuhan Protein
Kebutuhan protein adalah kadar terendah asupan protein dari
makanan yang dapat menyeimbangkan kehilangan nitrogen dari tubuh
manusia sehingga dapat memelihara massa protein tubuh pada individu
dengan kondisi asupan energi yang seimbang dengan aktifitas fisik tingkat
sedang. Kebutuhan protein ini harus juga diperhitungkan untuk memenuhi
49
kebutuhan anak, ibu hamil, dan menyusui dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan untuk cadangan tubuh atau sekresi ASI pada kondisi
kesehatan yang optimal. Kecukupan protein pada balita rata-rata sekitar
1,8-2 gr/kg BB/hari (Damayanti, 2016).
4. Metabolisme Protein
Dalam metabolisme protein, protein akan disintesis dan didegradasi
setiap hari. Protein yang dikonsumsi akan dipecah menjadi asam amino
bebas dan peptida kecil. Asam amino bebas tersebut akan masuk
kedalam hati. Didalam hati terjadi sintesis protein dan plasma, terutama
albumin. Albumin tersebut akan didistribusikan ke jaringan periferal.
Dalam katabolisme asam amino, kelebihan asam amino akan dibuang
melalui urin dan keringat. Asam amino yang ada didalam hati kemudian
didistribusikan ke bagian tubuh lainnya (sel-sel urat daging, pankreas, dan
epitel). Asam amino yang ada di pankreas diubah menjadi enzim
pencernaan yang akan digunakan untuk proses pencernaan kembali
(Linder, 2010).
Rata-rata orang Amerika mengandung 11 kg protein, sekitar 40%
berada dalam urat daging. Sekitar 20% (240 gr) protein tersebut
didegradasi dan disintesis kembali setiap hari, memerlukan 260 gr asam
amino untuk proses tersebut. Dari jumlah ini hanya sekitar 1/6 asam
amino dibebaskan dari proses degradasi protein endogen (260 gr) tidak
terdaur ulang dan oleh karena itu hilang dan harus diganti dari makanan.
Sebagian besar dari protein terdaur ulang terjadi melalui sekresi enzim
pencernaan, yang akan didegradasi dalam saluran pencernaan dan asam
aminonya diserap kembali. Secara kasar ¼ bagian dari sel-sel yang
melapisi saluran pencernaan (umur 3-5 hari) mengelupas setiap hari dan
protein dari sel-sel tersebut juga didegradasi dan hampir semua diserap
sebagian asam aminonya (Linder, 2010).
49
Tabel 1. Pola kecukupan asam amino dibandingkan dengan komposisi
protein bermutu tinggi
Pola kecukupan
Komposisi bahan makanan
Asam amino yang dianjurkan
(mg/g protein Tepung
Bayi (3- Anak Susu Daging
kasar) * ASI * Telur * daun
4 bln) * 2 thn * sapi * sapi *
kelor **
Histidin 16 (19) 26 22 27 34 613
Isoleusin 40 28 46 54 47 48 825
Leusin 93 66 93 86 95 81 1950
Lisin 60 58 66 70 78 89 1325
Metionin +
33 25 42 57 33 40 350
sistin
Fenilalanin +
72 63 72 93 102 80 1388
tirosis
Treonin 50 34 43 47 44 46 1188
Triptofan 10 11 17 17 14 12 425
Valin 54 35 66 66 64 50 1063
Sumber : * National Reaserch Counsil. Recommended Dietary
Allowances, Washington DC: National Academy Press
dalam Almatsier, 2013
* Krisnadi, 2015
D. Albumin
Albumin merupakan komponen utama dari protein serum total pada
individu yang sehat (Supariasa dkk, 2008). Albumin adalah protein yang
berbentuk globular. Albumin larut dalam air dan mengalami koagulasi bila
dipanaskan (Almatsier, 2013). Albumin mampu mengikat berbagai macam
senyawa ion, seperti natrium, kalium, kalsium, asam lemak, hormon,
bilirubin, dan lainnya termasuk berbagai macam obat-obatan
(Thenawidjaja, 2017).
Defisiensi protein dapat menurunkan sintesis hati, kualitas darah,
dan katabolisme protein plasma. Kualitas darah pada prealbumin pengikat
tiroksin, protein pengikat retinol, albumin total dan atau prealbumin dapat
49
digunakan sebagai indikasi terjadinya malnutrisi protein (Muchtadi dkk,
1993).
49
Prinsip pemeriksaan albumin dengan metode BGC yaitu Serum
ditambahkan pereaksi albumin akan berubah warna menjadi hijau,
kemudian diperiksa pada spektrofotometer. Intensitas warna hijau ini
menunjukkan kadar albumin pada serum.
Pada pemeriksaan albumin menggunakan metode ini diperlukan alat
yaitu pipet mikro, yellow tip dan blue tip, tabung reaksi dan rak tabung.
Diperlukan pula bahan sebagai berikut : serum, pereaksi, reagent 30 m
mol/ l, citrat buffer ph 4,2 0,26 m mol/ l, bromocresol green, standart 5
gr/dl.
Cara Kerja :
1. Membuat Serum
a) Sampling darah vena di pasien
b) Memasukkan darah pada tabung reaksi lalu disentrifuge dengan 8
rpm selama 10 menit
c) Serumnya dipindahkan ke dalam tabung yang lain, endapannya
tidak terpakai.
2. Membuat sediaan
a) Menyiapkan 3 tabung reaksi masing masing diisi menggunakan
mikropipet 10 mikroliter serum, 10 mikroliter aquades dan 10
mikroliter standar.
b) Kemuadian masing-masing tabung tadi diisi 1000 mikroliter reagen
BCG.
3. Diinkubasi 3 tabung tersebut pada suhu 37 celsiun selama lebih dari
10 menit kurang dari 60 menit.
4. Menggunakan alat fotometer untuk pemeriksaan
5. Nyalakan Fotometer, atur panjang gelombang 546 nanometer, faktor
005,0, program c/ST. Jika salah hasil akan fatal.
Memasukkan blanko ke dalam corong, lalu tekan zero jika muncul
angka lalu buang blanko pada corong, Kembali masukkan standar dan
tekan tombol standar jika keluar angka maka standar dibuang. Angka
yang muncul diabaikan. Terakhir memasukkan sempel dan tekan
49
result, keluar angkanya catat sebagai hasil dan Buang sampel pada
corong. Matikan fotometer (Dewi, 2015).
C. Metode Biuret
Prinsip penetapan kadar albumin dalam serum dengan metode
Biuret adalah pengukuran serapan cahaya kompleks berwarna ungu dari
albumin yang bereaksi dengan pereaksi biuret dimana, yang membentuk
kompleks adalah protein dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi
biuret dalam suasana basa. Semakin tinggi intensitas cahaya yang
diserap oleh alat maka semakin tinggi pula kandungan protein yang
terdapat di dalam serum tersebut.
Pemeriksaan albumin menggunakan metode ini dibutuhkan alat
yaitu tabung reaksi, Rak tabung reaksi, Pipet tetes, Pipet mikro,
Sentrifugator, Spektrofotometer UV-Vis. Diperlukan pula bahan yaitu
Larutan Natrium Sulfit 25%, Serum/plasma, Ether, Pereaksi Biuret, dan
Aquadest.
49
Dalam pereaksi biuret terkandung 3 macam reagen yaitu reagen
yang pertama adalah CuSO4 dalam aquadest dimana reagen ini berfungsi
sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan membentuk kompleks
dengan protein. Reagen yang kedua adalah K-Na-Tartrat yang berfungsi
untuk mencegah terjadinya reduksi pada Cu2+ sehingga tidak mengendap.
Reagen yang ketiga adalah NaOH dimana fungsinya adalah membuat
suasana basa. Suasana basa akan membantu pembentukan Cu(OH)2
yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-. Penambahan natrium sulfit
dan ether ini adalah berguna untuk memisahkan antara albumin dengan
protein plasma lainnya seperti globulin, fibrinogen dan lain-lain.
Selanjutnya didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan cairan, lapisan atas
terdiri dari ether dan protein plasma lainnya. Sedangkan bagian bawah
mengandung albumin sehingga lapisan bagian atas dibuang dan lapisan
bagian bawah kemudian ditambahkan dengan pereaksi biuret dan
dikocok.
Cara Kerja :
49
8. Pada tabung test dimasukkan pereaksi biuret dan larutan albumin
masing-masing 1,0 ml. Pada tabung larutan standar dimasukan
pereaksi biuret dan larutan standar masing-masing sebanyak 1,0 ml.
Pada tabung blanko dimasukkan pereaksi biuret dan aquadest
masing-masing sebanyak 1,0 ml.
9. Campuran tersebut ditangguhkan selama 14-30 menit, lalu dibaca
dalam spektrofotometer pada panjang gelombang 540-546.
10. Rentang normal untuk kadar albumin dalam serum adalah 0,5-1,2
gram/dL (Dewi, 2015).
E. Daun Kelor
Kelor tumbuh di semua negara di dunia yang memiliki persentase
besar penduduk kurang gizi. Kelor bisa menyelamatkan jutaan nyawa. Di
Indonesia, tanaman Kelor dikenal dengan berbagai nama. Masyarakat
Sulawesi menyebutnya kero, wori, kelo, atau Keloro. Orang-orang Madura
menyebutnya maronggih. Di Sunda dan Melayu disebut Kelor. Di Aceh
disebut murong. Di Ternate dikenal sebagai kelo. Di Sumbawa disebut
kawona. Sedangkan orang-orang Minang mengenalnya dengan nama
munggai.
Daun kelor merupakan daun majemuk, bertangkai panjang,
tersusun berseling (alternate), beranak daun gasal (imparipinnatus), helai
daun saat muda berwarna hijau muda - setelah dewasa hijau tua, bentuk
helai daun bulat telur, panjang 1 - 2 cm, lebar 1 - 2 cm, tipis lemas, ujung
dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan pertulangan menyirip
(pinnate), permukaan atas dan bawah halus.
Semua bagian tanaman kelor ini dapat dimakan. Kualitas tinggi
minyak kelor dapat digunakan dalam memasak dan daun kelor dapat
dikonsumsi sebagai teh dan sebagai nutrisi pengganti bagi susu. Kelor
adalah sumber protein dan besi yang tidak akan di temukan pada
tanaman lain.
49
Gambar 1. Daun kelor
49
Serbuk daun Kelor mengandung :
1. Vitamin A, 10 kali lebih banyak dibanding Wortel
2. Vitamin B1, 4 kali lebih banyak dibanding daging babi.
3. Vitamin B2, 50 kali lebih banyak dibanding Sardines,
4. Vitamin B3, 50 kali lebih banyak dibanding Kacang,
5. Vitamin E, 4 kali lebih banyak dibanding Minyak Jagung,
6. Beta Carotene, 4 kali lebih banyak dibanding Wortel,
7. Zat Besi, 25 kali lebih banyak dibanding bayam,
8. Zinc, 6 kali lebih banyak dibanding almond,
9. Kalium, 15 kali lebih banyak dibanding pisang,
10. Kalsium, 17 kali dan 2 kali lebih banyak dibanding Susu,
11. Protein, 9 kali lebih banyak dibanding Yogurt,
12. Asam Amino, 6 kali lebih banyak dibanding bawang putih,
13. Poly Phenol, 2 kali lebih banyak dibanding Red Wine,
14. Serat (Dietary Fiber), 5 kali lebih banyak dibanding sayuran pada
umumnya,
15. GABA (gamma-aminobutyric acid), 100 kali lebih banyak dibanding
beras merah.
49
Tabel 4. Kandungan Nutrisi Polong, Daun Segar dan Serbuk Daun Kelor
Per 100 gram bahan
Nutritional Analysis Satuan
Polong Daun Segar Serbuk Daun
Nutrisi
Kandungan air (%) 86.9 75.0 7.50
Kalori cal 26.0 92.0 205.0
Protein gram 2.5 6.7 27.1
Lemak gram 0.1 1.7 2.3
Karbohidrat gram 3.7 13.4 38.2
Serat gram 4.8 0.9 19.2
Mineral gram 2.0 2.3 -
Kalsium (Ca) mg 3.0 440.0 2003.0
Magnesium (Mg) mg 24.0 24.0 368.0
Fospor (P) mg 110.0 70.0 204.0
Potassium (K) mg 259.0 259.0 1324.0
Copper (Cu) mg 3.1 1.1 0.6
Zat besi (Fe) mg 5.3 0.7 28.2
Asam oksalat mg 10.0 101.0 0.0
Sulphur (S) mg 137 137 870
Vitamin
Vitamin A – B caroten mg 0.10 6.80 16.3
Vitamin B – Choline mg 423 423 -
Vitamin B1 - Thiamin mg 0.05 0.21 2.6
Vitamin B2 - Riboflavin mg 0.07 0.05 20.5
Vitamin B3 - Nicotinic mg 0.20 0.80 8.2
Acid
Vitamin C - Ascorbic Acid mg 120 220 17.3
Vitamin E - Tocopherols mg - - 113.0
Acetate
Asam Amino
Arginine mg 360 106.6 1325
Histidine mg 110 149.8 613
Lysine mg 150 342.4 1325
Tryptophan mg 80 107 425
Phenylanaline mg 430 310.0 1388
Methionine mg 140 117.7 350
Threonine mg 390 117.7 1188
Leucine mg 650 492.2 1950
Isoleucine mg 440 299.6 825
Valine mg 540 374.5 1063
Sumber: Hakim Bey, all things Moringa, 2010 dalam Krisnadi, 2015
49
untuk pengisi kapsul, tablet Kelor, campuran penambah nutrisi pada
bahan makanan olahan seperti kerupuk Kelor, kue Kelor, permen Kelor,
campuran juice buah-buahan, atau ditabur langsung ke makanan, sebagai
penambah nutrisi makanan.
Pengolahan daun Kelor pada umumnya meliputi pencucian,
penirisan, pengeringan, penepungan, pengayakan dan pengemasan.
Selain dikonsumsi, pemanfaatan daun kelor juga dijadikan sebagai bahan
untuk produk kosmetik.
49
F. Peran Daun Kelor dalam Meningkatkan kadar Albumin
Penambahan daun kelor memiliki pengaruh positif terhadap
peningkatan kadar albumin darah tikus yang KEP. Pada keadaan
malnutrisi, albumin merupakan salah satu serum protein yang berkurang
kadarnya dalam darah. Berkurangnya albumin sebagai bagian dari serum
protein dikarenakan pada kondisi malnutrisi, tubuh kehilangan suplai asam
amino yang menyebabkan penurunan sintesis protein (Adityawarman,
2008 dalam Dewanti 2016).
Penelitian terdahulu juga melaporkan bahwa kombinasi berbagai
asam amino esensial: arginin, histidin, isoleusin, leusin, lysine, metionin,
fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin adalah efektif sebagai bagian dari
diet protein untuk produksi plasma protein yang mana salah satunya
adalah albumin (Madden, et al, 1943 dalam dewanti 2016).
G. Kerangka Teori
Kerangka teori perkembangan terjadinya kondisi kurang gizi yaitu
sebaga berikut:
Kekurangan
Makanan
Cadangan
zat gizi Deplesi
Kekurangan Deplesi
Jaringan Perubahan
Gizi Biokimia
Perubahan
Anatomis
Gambar 1. Kerangka Teori
Sumber: Almatsier, 2013
49
H. Kerangka Konsep
I. Definisi Operasional
49
J. Hipotesis
Ha1 = Ada perbedaan asupan protein pada anak balita gizi kurang usia 12
– 59 bulan yang diintervensi cookies tepung daun kelor di Wilayah Kerja
Puskesmas Petumbukan
Ha2 = Ada perbedaan kadar Albumin pada anak balita gizi kurang usia 12
– 59 bulan yang diintervensi cookies tepung daun kelor di Wilayah Kerja
Puskesmas Petumbukan
49
BAB III
METODE PENELITIAN
2. Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi gizi kurang di wilayah kerja
Puskesmas Petumbukan. Sedangkan penentuan sampel dalam penelitian
ini ditentukan secara Purposive sampling dengan kriteria inklusi sebagai
berikut:
49
a. Sampel Berumur 12-59 bulan.
b. Status gizi balita tersebut gizi kurang (-3 SD s/d -2 SD)
c. Bersedia sebagai sampel untuk diambil darahnya dan mengkonsumsi
cookies tepung daun kelor.
Puskesmas Petumbukan mengarahkan untuk menskrining ke 3 desa
yaitu Kotasan, Tanjung Gusti, dan Tanah merah karena banyak
terdapat gizi kurang. Kemudian setelah diberikan informed consent
kepada responden yang bersedia menjadi sampel yaitu 35 orang
balita gizi kurang. Setelah itu diberikan surat undangan dari
Puskesmas untuk pelaksanaan pengambilan darah, tetapi hanya 31
orang balita yang hadir. Sehingga besar sampel yang diperoleh yaitu
31 orang. Kemudian pada saat pengambilan darah setelah intervensi
hanya 26 balita yang hadir ke Puskesmas.
3. Responden
Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah ibu atau orang
terdekat yang mengasuh balita yang telah ditetapkan sebagai sampel.
Pada penelitian ini seluruh sampel diasuh oleh Ibunya.
49
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh berdasarkan informasi yang
telah dikumpulkan dari Dinas Kesehatan, yakni meliputi gambaran
umum lokasi penelitian dan data balita.
49
sebanyak 183 gr. Kemudian dikeringkan dalam cabinet dryer
dengan selama kurang lebih 9 jam (sudah cukup kering) sehingga
diperoleh daun kelor kering sebanyak 34 gr. Pembuatan tepung
dari daun kelor kering digunakan blender kering dan diayak
dengan ayakan tepung untuk memisahkan batang-batang kecil
yang tidak bisa hancur dengan blender, selanjutnya disimpan
dalam wadah plastik. Dihitung perbandingan daun kelor segar
dengan tepung daun kelor, diperoleh faktor 5,38, artinya setiap 1
gr tepung daun kelor setara dengan 5,38 gr daun kelor segar
(Zakaria, 2012).
b. Percobaan pembuatan cookies daun kelor
1. Percobaan pembuatan cookies dengan penambahan tepung
daun kelor yaitu sebanyak 5 gr.
2. Karena warna cookies daun kelor cenderung ke warna gelap,
maka flavor yang ditambahkan adalah tepung coklat.
3. Bahan cookies daun kelor sbb:
Tepung terigu :100 gr
Margarine : 35 gr
Tepung gula : 60 gr
Tepung susu : 30 gr
Roombutter : 35 gr
Kuning telur : 1 butir
Tepung coklat : 15 gr
Choco Chip : secukupnya
Vanili : secukupnya
Tepung daun kelor : 5 gr
4. Cara membuat cookies daun kelor: Di mixer margarin,
roombutter, tepung gula dan vanili hingga tercampur merata.
Kemudian tambahkan kuning telur dan mixer lagi. Dalam
wadah lain campurkan hingga merata tepung coklat, tepung
susu, tepung daun kelor, dan tepung terigu. Lalu campurkan
adonan tepung tersebut ke adonan basah. Diaduk dengan
49
tangan sampai kalis. Dicetak, kemudian di panggang di oven
sampai matang.
c. Pembuatan cookies yang akan diberikan pada anak balita gizi
kurang usia 12-59 bulan, diproduksi setiap minggu sebelum
cookies diberikan pada anak.
Tahap II : Di lakukan uji proximat di laboratorium Badan Penelitian
dan Pengembangan Industri Balai Riset dan Standarisasi Industri
Medan, dan PT. Saraswanti Indo Genetech Bogor, meliputi
karbohidrat, protein, lemak, kadar abu, kadar air, fosfor, zink, Fe,
kalsium, Vitamin A, dan Vitamin C.
Tahap III : Pemberian cookies daun kelor pada sampel.
a. Pengumpulan data awal yang diambil pada saat kunjungan
pertama yaitu recall balita dan kadar albumin di wilayah kerja
Puskesmas Petumbukan sesuai kriteria sampel. Pada balita
diberikan cokies daun kelor sebanyak 1 paket (7 bungkus), untuk
dikonsumsi setiap harinya 1 bungkus (6 keping @10 gr).
b. Kunjungan kedua dilakukan seminggu kemudian, diberikan
cokies daun kelor sebanyak 1 paket (7 bungkus), untuk
dikonsumsi setiap harinya 1 bungkus.
c. Kunjungan ketiga dilakukan seminggu kemudian, diberikan
cokies daun kelor sebanyak 1 paket (7 bungkus), untuk
dikonsumsi setiap harinya 1 bungkus.
d. Kunjungan keempat dilakukan seminggu kemudian, lalu
dilakukan pengukuran recall dan kadar albumin kembali.
49
c. Data albumin yang sudah diperoleh dan diperiksa kemudian
dianalisis sebelum dan sesudah intervensi. Kadar normal albumin
dalam darah antara 4,1 – 5,4 g/dL.
2. Analisis data
a. Analisis univariat untuk menggambarkan karakteristik identitas
sampel (nama, umur, dan jenis kelamin) dan karakteristik
responden (nama, umur, pendidikan dan pekerjaan).
b. Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis. Sebelumnya
dilakukan uji kenormalan terlebih dahulu menggunakan Kolmogorov
Smirnov dan diperoleh hasil data asupan protein yaitu berdistribusi
normal dan data kadar albumin yaitu tidak berdistribusi normal.
Data yang berdistribusi normal jenis uji yang digunakan adalah uji T
dependent (berpasangan). Dan data yang tidak berdistribusi normal
jenis uji yang digunakan adalah uji peringkat bertanda wilcoxon
Dengan daya tingkat kepercayaan 95% dan pengambilan
kesimpulan jika nilai p<0,05 maka Ha diterima.
49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi
Puskesmas Petumbukan merupakan puskesmas yang terletak di
Jalan Kesehatan Desa Petumbukan, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli
Serdang. Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan merupakan daerah
perumahan dengan jalan yang sudah diaspal dan dapat dilalui kendaraan
roda dua dan empat. Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan memiliki luas
34,66 km yang memiliki 14 Desa.
Dengan jumlah penduduk sebanyak 29.074 penduduk, 14.667 orang
penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 14.407 orang berjenis kelamin
perempuan. Mata pencarian masyarakat sebagian besar adalah
pedagang atau wiraswasta.
Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan berbatasan dengan beberapa
wilayah antara lain:
a. Sebelah Utara: Kecamatan Pagar Merbau
b. Sebelah Selatan: Kecamatan Bangun Purba
c. Sebelah Timur: Kecamatan Galang
d. Sebelah Barat: Kecamatan Tanjung Morawa.
49
Telah dilakukan uji deskriptif statistik pada karakteristik sampel,
yaitu kelopok umur dan jenis kelamin. Untuk kelompok umur terlihat hasil
bahwa kelompok umur 1-3 tahun sebesar 87% dan kelompok umur 4-6
tahun sebesar 12,9%. Sedangkan untuk jenis kelamin terbanyak dalam
penelitian ini adalah perempuan 61,3% sedangkan laki-laki 38,7%.
49
(Thenawidjaja, 2017). Distribusi asupan protein sebelum dan sesudah
pemberian intervensi dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Rerata, standar deviasi, minimal, dan maksimal asupan protein
sebelum dan sesudah intervensi
n Rerata ± SD Minimal Maksimal
Asupan protein 26 38,50±9,03 21,55 60,10
sebelum
Asupan protein 26 45,08±9,53 28,60 65,10
sesudah
49
c. Perbedaan Asupan Protein dan Kadar Albumin Anak Balita Gizi
Kurang yang Diintervensi Cookies Tepung Daun Kelor
Pada penelitian ini dilakukan intervensi cookies tepung daun kelor
yang diberikan kepada balita gizi kurang usia 12-59 bulan. Intervensi ini
akan melihat perbedaan asupan protein dan kadar albumin setelah
adanya intervensi. Perbedaan tersebut tersaji dalam tabel 11.
Tabel 11. Perbedaan asupan protein dan kadar albumin balita gizi kurang
yang diintervensi cookies tepung daun kelor.
n p value
Asupan protein sebelum 26
0,024
Asupan protein sesudah 26
Albumin sebelum 26
0,351
Albumin sesudah 26
B. Pembahasan
1. Karakteristik Sampel dan Responden
Total sampel penelitian ini adalah 31 sampel balita gizi kurang.
Pada penelitian ini rentang umur balita gizi kurang 12-59 bulan, dengan
usia terbanyak yaitu 1-3 tahun (54,8%). Dari hasil penelitian ini juga
didapatkan bahwa sampel penelitian lebih banyak yang berjenis kelamin
perempuan yaitu 61,3%. Hal ini sejalan dengan penelitian Putri (2015) di
wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang yang menyatakan sampel
49
penelitiannya yaitu usia 1-5 tahun dengan jenis kelamin terbanyak yaitu
perempuan (52,9%).
Karakteristik responden yang di analisis adalah umur, tingkat
pendidikan dan pekerjaan responden. Dari karakteristik umur responden
yang terbanyak pada rentang usia 19-29 tahun 17 orang (54,8%). Usia ini
merupakan usia yang masih muda.
Untuk hasil tingkat pendidikan didominasi pendidikan SMA/
Sederajat sebesar 61,3% (19 orang). Tingginya pendidikan orang tua
diharapkan penanganan balita gizi kurang juga lebih baik.
Selain tingkat pendidikan, pekerjaan responden juga dianalisis
dengan hasil didominasi oleh ibu rumah tangga / tidak bekerja sebesar
96,8% (30 orang). Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
Purwaningrum tahun 2012 diperoleh hasil 71,1% ibu bekerja sebagai ibu
rumah tangga. Dengan posisi tidak bekerja, hanya ibu rumah tangga saja
akan cenderung mendidik dan merawat anak lebih optimal.
49
Untuk perbedaan asupan protein sebelum dan sesudah intervensi
yaitu diperoleh dari hasil uji statistik T dependen yaitu p=0,024<0,05 yang
berarti ada perbedaan asupan protein sebelum dan sesudah pemberian
cookies daun kelor. Pada penelitian Kusumawati, 2015 juga terdapat
perbedaan yang bermakna pada asupan protein antara sebelum dan
sesudah intervensi. Hal ini karena pemberian intervensi mampu
menambah asupan pada balita yang sehari-harinya cenderung kurang.
Sedangkan perbedaan kadar albumin sebelum dan sesudah
intervensi dilakukan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil dari uji tersebut
yaitu p=0,351>0,05 yang berarti H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan kadar albumin sebelum dan sesudah pemberian
cookies daun kelor. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kholidah,
2013 yang menunjukkan hasil p=0,774 yang berarti tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna antara kadar albumin sebelum dan sesudah
pemberian makanan F100 dengan bahan substitusi tepung tempe.
Albumin merupakan protein tubuh yang paling banyak dengan
masa paruh waktu 19 hari, memiliki kesempatan paling besar untuk
mengalami degradasi. Relevansi tingkatan degradasi albumin pada
malnutrisi menunjukkan penggunaan albumin dalam sintesis protein di hati
dan menyebabkan 50% penurunan konsentrasi dalam darah selama
periode 19 hari. (Brody dalam Kholidah, 2013).
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian yang telah dilakukan
tentang perbedaan asupan protein dan kadar albumin balita gizi kurang
usia 12-59 bulan yang diintervensi cookies tepung daun kelor diwilayah
kerja Puskesmas Petumbukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada peningkatan asupan protein pada balita gizi kurang sesudah
pemberian intervensi cookies tepung daun kelor.
2. Ada peningkatan kadar albumin pada balita gizi kurang sesudah
pemberian intervensi cookies tepung daun kelor.
3. Ada perbedaan asupan protein yang diintervensi cookies tepung daun
kelor pada balita gizi kurang usia 12-59 bulan
4. Tidak ada perbedaan kadar albumin yang diintervensi cookies tepung
daun kelor pada anak balita gizi kurang usia 12-59 bulan.
B. Saran
Puskesmas Petumbukan dapat menjadikan cookies tepung daun
kelor sebagai PMT bagi balita-balita gizi kurang di wilayah kerjanya agar
dapat meningkatkan asupan protein pada balita tersebut.
49
DAFTAR PUSTAKA
Linder, Maria R., 2010. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UIP. Jakarta
Luthfiyah, Fifi. (2013). Pengaruh serbuk daun kelor lokal nusa tenggara
barat (NTB) pada tikus kurang gizi (evaluasi berat badan dan kadar
albumin serum). Jurnal Kesehatan Prima. 1101-1108
49
Magdalena. (2016). Penata Laksanaan Gizi Buruk dalam Hardinsyah, I
Dewa Nyoman Supariasa. (Ed). Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. EGC.
Jakarta
49
Penanggulangan Gizi Kurang Pada Anak Balita. Media Gizi
Pangan. Vol.XIII. Edisi 1
Zakaria, Salmiah, Vani Dwi visca febriani. 2011. Daya Terima dan Analisa
Komposisi Gizi Pada Cookies Dan Brownis Kukus Pandan Dengan
Subtitusi Tepung Daun Kelor (Moringa Oleifera Lamk). Media Gizi
Pangan. Vol XII. Edisi 2.
49
Lampiran 1
MASTER TABEL PERBEDAAN ASUPAN PROTEIN DAN KADAR ALBUMIN BALITA GIZI KURANG YANG
DIINTERVENSI COOKIES TEPUNG DAUN KELOR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETUMBUKAN
Kadar Kadar Asupan Asupan
No Nama Jenis Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Albumin Albumin Protein Protein
Umur Nilai Normal
Identitas Balita Kelamin Responden Responden Responden Responden Sebelum Sesudaah Sebelum Sesudah
(g/dl) (g/dl) (gr) (gr)
001 AR perempuan 53 SU 29 SMA tidak bekerja 4.1 4.2 4.0-5.5 g/dl 29.45 45.15
002 AJ perempuan 47 SI 24 SMA tidak bekerja 4.3 4.5 4.0-5.5 g/dl 28.9 46.9
003 AS perempuan 46 NI 23 Sarjana tidak bekerja 4.4 - 4.0-5.5 g/dl 41.8 -
36 Tidak
004 DS perempuan 14 RO tidak bekerja 4.3 4.4 4.0-5.5 g/dl 21.55 39.05
Sekolah
005 GA laki-laki 40 PU 34 SMA tidak bekerja 4.8 4.6 4.0-5.5 g/dl 35.35 58.25
006 SF perempuan 19 SS 28 SMA tidak bekerja 4.3 4.5 4.0-5.5 g/dl 28.25 43.4
007 SA laki-laki 27 SW 27 SMA tidak bekerja 5 4.5 4.0-5.5 g/dl 60.1 36.9
008 FA laki-laki 24 EH 33 SMP tidak bekerja 4.8 4.8 4.0-5.5 g/dl 32.9 31.65
009 RH perempuan 26 SG 32 SMA tidak bekerja 4.3 - 4.0-5.5 g/dl 36.05 -
010 CA perempuan 26 RA 24 SMA tidak bekerja 4.2 4.2 4.0-5.5 g/dl 45.9 47.8
011 IA laki-laki 39 NV 31 SMA tidak bekerja 4.4 4.5 4.0-5.5 g/dl 32.65 65.1
012 MZ laki-laki 21 SR 21 SD tidak bekerja 4.1 4.2 4.0-5.5 g/dl 40.25 44.5
013 MS laki-laki 32 MT 32 SMP tidak bekerja - - - -
014 FI laki-laki 24 EA 21 SMA tidak bekerja 4.8 4.6 4.0-5.5 g/dl 31.7 50.15
015 NA perempuan 22 DP 30 SD tidak bekerja 4.8 4.9 4.0-5.5 g/dl 39.4 43
016 AO laki-laki 24 AN 24 SMA tidak bekerja 5 5 4.0-5.5 g/dl 35.8 62.05
017 MA perempuan 44 SM 39 SMA tidak bekerja 4.5 - 4.0-5.5 g/dl 49.45 -
49
018 DS perempuan 20 RD 31 SMA tidak bekerja 3.9 - 4.0-5.5 g/dl 33.25 -
019 MR laki-laki 27 MI 22 SMP tidak bekerja 4.9 4.8 4.0-5.5 g/dl 47.3 49.15
020 AA laki-laki 29 RI 32 SMA tidak bekerja 4.8 5 4.0-5.5 g/dl 34 38.55
021 FA laki-laki 15 AW 28 Sarjana tidak bekerja - - - - -
022 MN perempuan 23 SN 36 SMA tidak bekerja 5.4 5.4 4.0-5.5 g/dl 39.65 36.1
023 SE perempuan 56 JU 25 SMP tidak bekerja 4.3 4.6 4.0-5.5 g/dl 47.15 28.6
024 AY laki-laki 26 YU 28 SMP tidak bekerja 4.9 5 4.0-5.5 g/dl 49.5 52.05
025 KA perempuan 20 ST 25 SMA tidak bekerja 4.4 4.6 4.0-5.5 g/dl 41.05 31.8
026 AA perempuan 23 SH 22 SMA tidak bekerja 5 5 4.0-5.5 g/dl 38.15 38.75
027 SR laki-laki 35 SP 36 SMA tidak bekerja 4.1 4.1 4.0-5.5 g/dl 31.35 54.25
028 AZ laki-laki 36 WI 27 SMP tidak bekerja 5 5 4.0-5.5 g/dl 29.55 54.4
029 NMS perempuan 31 AA 24 SD tidak bekerja - - - - -
030 MY laki-laki 36 SI 33 SMA tidak bekerja - - - - -
031 SN perempuan 29 RM 29 Sarjana tidak bekerja 4.1 4 4.0-5.5 g/dl 41.75 41.75
032 SI perempuan 58 NO 24 SD tidak bekerja 4.9 4.9 4.0-5.5 g/dl 48.5 52.8
033 CZ perempuan 30 SF 23 SMA wiraswasta 4 4.2 4.0-5.5 g/dl 36.05 32.5
034 DM perempuan 57 DS 36 SMP tidak bekerja 5.2 5 4.0-5.5 g/dl 54.85 47.45
035 AD perempuan 45 AN 34 SMA tidak bekerja 4.8 - 4.0-5.5 g/dl 36.7 -
Keterangan : Sampel tidak hadir pada saat pemeriksaan albumin sebelum intervensi
Sampel tidak hadir pada saat pemeriksaan albumin setelah intervensi
49
Lampiran 2
Pengolahan Data
C. Uji Univariat
1. Karakteristik Sampel
Kelompok umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
jenis.kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
2. Karakteristik Responden
Pendidikan ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
49
kelompok umur responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pekerjaan ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
N Valid 26 26 26 26
Missing 0 0 0 0
D. Uji Bivariat
1. Perbedaan Asupan Protein Sebelum dan Sesudah Intervensi
Paired Samples Test
Paired Differences
Pair 1 Asupan Protein Sebelum - -6.57692 13.94842 2.735 -12.21081 -.94303 -2.404 25 .024
Asupan Protein Sesudah 51
49
2. Perbedaan Kadar Albumin Sebelum dan Sesudah Intervensi
Test Statisticsb
Kadar Albumin
Sesudah - Kadar
Albumin
Sebelum
Z -.933a
E. Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
49
Lampiran 3.
Pemantauan Cookies Tepung Daun Kelor Anak Gizi Kurang Selama 21 Hari
No Nama Pemberian Hari Ke
Jlh %
Id Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
001 AR 3 2 2 2 3 3 2 6 5 4 6 5 3 3 4 6 6 6 6 6 6 89 70.63
002 AJ 6 4 5 5 3 0 3 5 5 3 4 5 6 6 2 6 6 6 5 6 5 96 76.19
003 AS 3 2 2 3 3 2 2 3 4 3 2 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 89 70.63
004 DS 6 2 2 3 3 2 4 4 4 4 4 6 2 2 6 6 6 6 6 6 6 90 71.43
005 GA 3 5 0 3 3 3 3 4 5 6 3 4 5 3 4 6 6 6 6 6 6 90 71.43
006 SF 2 5 4 2 0 4 2 3 4 5 4 4 6 6 6 6 5 6 6 6 6 92 73.02
007 SA 4 6 3 2 2 4 4 6 4 5 6 3 4 4 3 3 3 6 6 6 6 90 71.43
008 FA 3 4 2 5 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 6 6 6 6 6 6 90 71.43
009 RH 3 6 3 1 0 0 3 1 2 1 4 3 2 3 3 4 5 3 3 5 4 59 46.83
010 CA 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 126 100.00
011 IA 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 3 4 5 6 6 6 6 6 6 6 74 58.73
012 MZ 0 2 0 0 0 1 1 1 2 1 2 1 2 3 5 4 6 6 6 6 6 54 42.86
014 FI 2 2 3 1 0 0 2 5 4 3 4 5 6 6 6 3 6 5 4 4 3 73.5 58.33
015 NA 2 2 0 0 0 2 2 4 4 3 6 5 6 6 6 5 6 4 6 5 6 80 63.49
016 AO 5 3 3 4 2 4 4 6 5 4 3 5 6 4 4 5 6 6 4 5 4 91.5 72.62
017 MA 2 2 1 2 1 3 3 6 5 6 6 4 5 6 4 4 6 5 6 6 5 88 69.84
018 DS 6 4 3 4 5 3 6 6 6 5 6 5 4 5 6 4 4 5 3 5 4 99 78.57
019 MR 1 0 0 0 1 6 1 2 0 5 4 6 6 4 5 3 5 4 6 4 4 66 52.38
020 AA 1 2 0 1 1 2 2 2 3 4 3 2 4 3 5 3 5 6 6 5 4 63.5 50.40
022 MN 1 4 5 3 6 5 4 2 0 3 4 0 6 6 3 5 4 5 4 6 6 82 65.08
023 SE 6 5 0 5 6 5 4 3 3 4 6 6 4 5 5 6 6 5 4 6 5 99 78.57
49
024 AY 6 6 6 6 6 4 6 6 6 6 6 6 4 6 6 6 5 5 3 4 5 114 90.48
025 KA 6 3 3 1 2 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 3 4 3 4 5 5 98 77.78
026 AA 1 2 3 3 2 2 1 6 5 4 3 5 4 5 4 3 6 6 6 5 6 82 65.08
027 SR 1 0 0 0 0 2 3 6 5 6 4 5 6 6 2 3 6 4 5 5 5 73.5 58.33
028 AZ 1 0 0 1 2 1 2 3 3 4 4 0 3 4 0 5 6 3 2 1 1 45.5 36.11
031 SN 4 6 2 4 3 2 2 6 5 5 6 5 6 5 5 5 4 4 3 4 5 91 72.22
032 SI 6 6 3 6 4 2 3 6 5 4 4 5 6 6 5 4 4 6 6 5 4 100 79.37
033 CZ 4 6 3 4 4 2 2 1 4 6 6 5 4 4 5 5 6 6 4 4 4 88 69.84
034 DM 3 3 3 3 3 1 3 2 4 5 5 6 6 6 5 4 4 5 4 4 6 85 67.46
035 AD 4 0 4 3 0 1 2 1 4 4 5 6 6 5 5 4 4 4 5 4 6 77 61.11
49
Lampiran 6
BUKTI BIMBINGAN SKRIPSI
49
11 25/10/2017 Diskusi Kuesioner
49