You are on page 1of 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi dan bidang pendidikan, pembangunan
sosial dan kesehatan telah menghasilkan perbaikan yang signifikan
terhadap status gizi penduduk di Wilayah Asia Tenggara. Namun, banyak
wanita, anak-anak dan remaja tidak memiliki akses terhadap makanan
sehat dan bergizi. Kekurangan gizi yang terus-menerus termasuk
defisiensi mikronutrien, tingkat kegemukan dan obesitas yang meningkat
pesat akan menggambarkan status gizi suatu daerah. Perkiraan terbaru
menunjukkan 60 juta anak-anak stunting, 45 juta orang dengan berat
badan kurang dan 8.8 juta kelebihan berat badan pada kelompok usia 0-5
tahun di Asia Tenggara. Kekurangan gizi berdampak pada biaya
kesehatan dan sosial ekonomi yang tinggi. Kekurangan gizi berkontribusi
terhadap sekitar 45% kematian anak-anak yang dapat dicegah setiap
tahunnya. Secara keseluruhan, biaya ekonomi dari kekurangan di negara-
negara diperkirakan berkisar antara 2 sampai 3 persen dari produk
domestik bruto negara. (WHO, 2016)
Kurang gizi pada balita terjadi karena pada usia balita kebutuhan
gizi lebih besar dan balita merupakan tahapan usia yang rawan gizi. Gizi
kurang disebabkan oleh ketidak seimbangan antara asupan makanan
(jumlah dan mutu), serta zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh
secara optimal karena adanya gangguan penyerapan atau adanya
penyakit. Keduanya merupakan faktor utama penyebab gizi buruk pada
anak yang saling memengaruhi. (Magdalena, 2016).
Di seluruh dunia angka gizi kurang masih sangat tinggi. Terutama
negara Indonesia yang merupakan negara berkembang menduduki
peringkaat ke 7 dari 11 negara di Asia Tenggara. Berdasarkan data
Riskesdas tahun 2013 prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U < -2SD)
memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4% (2007) menurun menjadi
17,9% (2010) kemudian meningkat lagi menjadi 19,6% (tahun 2013).

49
Sumatera utara menduduki peringkat ke-16 dari 33 Provinsi di Indonesia.
Angka diatas belum mencapai sasaran MDGs tahun 2015 yaitu 15,5%.
(Kemenkes, 2013).
Angka prevalensi gizi kurang di Indonesia serta pengaruhnya yang
begitu tinggi dalam tumbuh kembang anak, pemerintah memasukkan
program perbaikan gizi kedalam salah satu program pokok Puskesmas.
Berbagai upaya untuk menghadapi permasalahan gizi di Indonesia saat ini
antara lain melalui revitalisasi Posyandu dalam meningkatkan cakupan
penimbangan balita, penyuluhan dan pendampingan, pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) atau makanan tambahan (PMT), peningkatan
akses dan mutu pelayanan gizi melalui tata laksana gizi buruk di
Puskesmas perawatan dan rumah sakit, dan pemberdayaan masyarakat
melalui Keluarga Sadar Gizi. (Magdalena, 2016)
Penanganan gizi kurang biasanya dititikberatkan pada pemberian
asupan makanan yang baik yaitu ideal dan adekuat. Makanan yang baik
adalah makanan yang kuantitas dan kualitansnya baik. Makanan dengan
kuantitas yang baik adalah makanan yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Sedangkan makanan yang kualitasnya baik adalah
makanan yang mengandung semua zat gizi, antara lain protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral (Depkes 2003 dalam Dewanti dkk
2016).
Pada anak dengan kondisi malnutrisi terjadi beberapa gangguan
fisiologis tubuh, salah satunya terhadap penurunan konsentrasi albumin
dalam darah. (Wykes 1996, dalam Dewanti dkk 2016). Albumin
merupakan protein serum yang memiliki kandungan cukup besar dalam
tubuh sekitar 5% dan disintesis oleh hati setiap harinya. Albumin memiliki
masa hidup yang cukup panjang yaitu 14-20 hari dan benar-benar mampu
untuk menjadi marker status nutrisikronik. Fungsi albumin yang pertama
sebagai protein carier dan membantu untuk menjaga tekanan osmotik.
Manifestasi klinis dari malnutrisi adalah gangguan metabolik yang
menyebabkan edema karena kekurangan protein. Hal ini disebabkan
berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk

49
sintesis dan metabolisme mengalami kekurangan. Makin berkurangnya
asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi
albumin hepar. (Bhan 2006, dalam Dewanti dkk 2016).
Protein itu sendiri adalah bagian dari semua sel hidup dan
merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Semua enzim, berbagai
hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan
sebagainya adalah protein. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak
dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara
sel-sel dan jaringan tubuh. (Almatsier, 2013)
Berdasarkan hasil penelitian Luthfiyah (2013), tikus-tikus percobaan
diberikan intervensi serbuk daun kelor local NTB dengan 5 perlakuan.
Perlakuan yang diberikan adalah P0= diet normal, P1= diet rendah
protein, P2= diet rendah protein + serbuk daun kelor dosis I (0.18 gr/hr),
P3= diet rendah protein + serbuk daun kelor dosis II (0,36 gr/hr), dan P4=
diet rendah protein + serbuk daun kelor dosis III (0,72 gr/hr). Peningkatan
kadar Albumin yang tertinggi terjadi pada kelompok dosis 0.18 gr/hari dan
0,36 gr/hari. Sedangkan hasil penelitian Dewanti dkk, (2016) penambahan
tepung daun kelor varietas NTT per oral sebesar 720 mg pada diet normal
tikus yang KEP memberikan pengaruh yang terbaik bagi kadar albumin
darah tikus, sebab mendekati kadar albumin darah tikus kelompok yang
tidak dikondisikan KEP.
Pengolahan daun kelor secara luas belum banyak dilakukan di
Indonesia, hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat
dalam melakukan pemanfaatan daun kelor dan masyarakat belum
mengenal daun kelor sebagai sumber pangan. Untuk itu,
penganekaragaman pangan terhadap daun kelor perlu ditingkatkan yang
dapat dijadikan sebagai sumber gizi pada produk pangan. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pembuatan cookies yang
dapat bersifat fungsional dengan ditambahkannya daun kelor yang dapat
memberikan efek positif bagi kesehatan tubuh. (Dewi, 2016)
Pada tahun 2017, Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang
memberikan PMT pada balita gizi kurang di 34 Puskesmas. Puskesmas

49
Petumbukan mendistribusikan PMT kepada 100 anak gizi kurang. PMT
yang diberikan adalah produksi pabrikan dan diberikan hanya pada bulan
Maret 2017. Potensi daun kelor belum dimaksimalkan dan tingginya nilai
gizi daun kelor maka penulis berminat untuk membuat cookies tepung
daun kelor dan diberikan pada anak balita gizi kurang usia 12-59 bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan.

B. Perumusan Masalah
Adakah perbedaan asupan protein dan kadar albumin anak balita
gizi kurang usia 12 – 59 bulan yang diintervensi cookies tepung daun kelor
di Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan asupan protein dan kadar albumin anak
balita gizi kurang usia 12 – 59 bulan yang diintervensi cookies tepung
daun kelor di Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan.

2. Tujuan Khusus
a. Menilai asupan protein sebelum dan sesudah intervensi cookies
tepung daun kelor pada anak balita gizi kurang usia 12 – 59 bulan.
b. Menilai kadar albumin sebelum dan sesudah intervensi cookies
tepung daun kelor pada anak balita gizi kurang usia 12 – 59 bulan.
c. Menganalisis perbedaan asupan protein yang diintervensi cookies
tepung daun kelor pada anak balita gizi kurang usia 12 – 59 bulan.
d. Menganalisis perbedaan kadar albumin yang diintervensi cookies
tepung daun kelor pada anak balita gizi kurang usia 12 – 59 bulan.

49
D. Manfaat
1. Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada ibu yang memilliki anak gizi kurang
bahwa tepung daun kelor dapat meningkatkan asupan protein dan kadar
albumin darah.

2. Bagi institusi pendidikan


Sebagai referensi tentang perbedaan asupan protein dan kadar
albumin anak balita gizi kurang usia 12 – 59 bulan yang diintervensi
cookies tepung daun kelor di Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan.

3. Bagi peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam
menulis skripsi.

49
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gizi Balita
1. Golongan usia balita
World Health Organization (WHO) (2002) mengelompokkan usia
anak dibawah lima tahun (balita) menjadi tiga golongan, yaitu golongan
usia bayi (0–1 tahun), usia bawah tiga tahun (batita) (2-3 tahun), dan
golongan pra sekolah (4-5 tahun). Usia batita dan pra sekolah merupakan
usia yang pertumbuhannya tidak sepesat masa bayi, tetapi aktifitas pada
masa ini lebih tinggi dibandingkan masa bayi. (Susetyowati, 2016)

2. Kebutuhan gizi balita


Pada masa balita pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat
cepat sehingga diperlukan asupan zat gizi yang tinggi. Pertumbuhan yang
cepat dan hilangnya kekebalan pasif berada dalam periode sejak mulai
disapih sampai usia lima tahun, yang merupakan masa-masa rawan
dalam siklus hidup. Apabila seorang anak tidak mendapatkan perhatian
khusus, maka masalah gizi akan sangat mudah terjadi pada anak
tersebut. Oleh karena itu, anak harus diberikan penanganan berupa
perawatan dan pengasuhan yang tepat, khususnya dalam pemenuhan
kebutuhan pangan dan gizinya. (Widodo dkk, 2015)
Untuk mendukung tumbuh-kembang pada masa balita, peran
makanan dengan nilai gizi tinggi sangat penting seperti pada makanan
sumber energy, protein, vitamin (B kompleks, C, dan A), serta mineral (Ca,
Fe, Yodium, Fosfor dan Zn). Ketidak cukupan zat gizi mengakibatkan
penurunan status gizi sehingga anak menjadi kurang gizi. Hal tersebut
mempengaruhi gangguan pertumbuhan fisik, kualitas kecerdasan, dan
perkembangan di masa depan. Peran zat gizi dalam pembangunan
sumber daya manusia telah dibuktikan melalui berbagai penelitian. Pada
masa balita, zat gizi yang bersumber dari bahan makanan perlu diberikan

49
secara tepat dengan kualitas terbaik karena gangguan zat gizi pada masa
ini dapat mempengaruhi kualitas kehidupan masa selanjutnya.
Kebutuhan zat gizi makro dan mikro perkilogram berat badan pada
bayi lebih tinggi dibandingkan dengan usia lain. Hal tersebut dibutuhkan
untuk mempercepat pembelahan sel dan sintesis DNA selama masa
pertumbuhan, terutama energi dan protein. Bayi usia 0-6 bulan dapat
memenuhi kebutuhan gizinya hanya dengan ASI, yaitu 6-8 kali sehari atau
lebih pada masa-masa awal, sedangkan bayi diatas 6 bulan dapat mulai
dikenalkan pada makanan padat sebagai MP-ASI untuk membantu
memenuhi kebutuhan gizi (Susetyowati, 2016).

B. Status Gizi Balita


1. Pengertian
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu (Supariasa dkk, 2008). Status gizi merupakan gambaran
ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi yang diperoleh dari asupan dan
penggunaan zat gizi oleh tubuh (Susetyowati, 2016)
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
Status gizi terbagi atas 3 bagian yaitu gizi baik, gizi kurang, dan gizi lebih.
Gizi kurang dan gizi lebih merupakan suatu masalah gizi. Baik pada status
gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi. Gangguan gizi
disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor primer adalah bila
susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas
yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya
distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang
salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang
menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel–sel tubuh setelah makanan
dikonsumsi. Misalnya faktor-aktor yang menyebabkan terganggunya
pencernaan, seperti gigi-geligi yang tidak baik, kelainan struktur saluran
cerna dan kekurangan enzim. (Almatsier, 2013).

49
2. Status Gizi Baik
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan sacara efisien sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja
dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier,
2013). Untuk pemenuhan gizi yang baik dibutuhkan konsumsi gizi
seimbang dari berbagai makanan untuk tumbuh kembang anak.

3. Gizi lebih
Status gizi lebih terjadi karena ketidak seimbangan antara energi
yang masuk dengan yang keluar, terlalu banyak makan, terlalu sedikit
olahraga, atau keduanya. Gizi lebih dapat menyebabkan berat badan
berlebih. Jika tidak teratasi, berat badan berlebih (apabila jika telah
mencapai obesitas) akan berlanjut sampai remaja dan dewasa (Arisman,
2010)
Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan
energi yang dikonsumsi disimpan didalam jaringan dalam bentuk lemak.
Kegemukan merupakan salah satu faktor resiko dalam terjadinya berbagai
penyakit degeneratif, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi,
penyakit-penyakit diabetes, jantung koroner, hati, dan kantung empedu
(Almatsier, 2013).

4. Gizi kurang
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu
atau lebih zat gizi esensial (Susetyowati, 2016). Akibat kurang gizi
terhadap proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang.
Kekurangan gizi secara umum menyebabkan gangguan pada proses-
proses:
1. Pertumbuhan
2. Produksi tenaga
3. Pertahanan tubuh
4. Struktur dan fungsi otak

49
5. Perilaku (Almatsier, 2013)

C. Protein
1. Pengertian
Protein merupakan biomolekul yang paling banyak dan paling
bervariasi di dalam sel (Thenawidjaja, 2017). Protein merupakan salah
satu sumber zat gizi makro yang penting bagi kehidupan manusia selain
karbohidrat dan lemak. Ketika kita bernapas sehingga darah mengalir
keseluruh tubuh, menggerakkan tangan dan melemaskannya, kita sedang
menggunakan beberapa jenis protein tubuh, yaitu hemoglobin, kolagen,
dan miosin.
Berbagai jenis protein kita peroleh dari berbagai makanan sumber
protein baik yang berasal dari hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Selanjutnya tubuh kita memecah protein dari makanan menjadi unit
terkecil, yaitu asam amino yang dibawa kedalam sel untuk kemudian
digunakan untuk membentuk berbagai jenis protein yang dibutuhkan oleh
tubuh.

2. Fungsi Protein
Protein memegang peran penting dalam mengangkut dan
menyimpan zat-zat gizi di dalam tubuh. Protein pengikat retinol atau retinol
binding protein (RBP), transferin, dan lipoprotein adalah protein yang
mengangkut vitamin A, zat besi, mangan, serta lipida. Protein pengangkut
ini dapat mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna kedalam darah,
jaringan, dan sel didalam tubuh.

3. Kebutuhan Protein
Kebutuhan protein adalah kadar terendah asupan protein dari
makanan yang dapat menyeimbangkan kehilangan nitrogen dari tubuh
manusia sehingga dapat memelihara massa protein tubuh pada individu
dengan kondisi asupan energi yang seimbang dengan aktifitas fisik tingkat
sedang. Kebutuhan protein ini harus juga diperhitungkan untuk memenuhi

49
kebutuhan anak, ibu hamil, dan menyusui dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan untuk cadangan tubuh atau sekresi ASI pada kondisi
kesehatan yang optimal. Kecukupan protein pada balita rata-rata sekitar
1,8-2 gr/kg BB/hari (Damayanti, 2016).

4. Metabolisme Protein
Dalam metabolisme protein, protein akan disintesis dan didegradasi
setiap hari. Protein yang dikonsumsi akan dipecah menjadi asam amino
bebas dan peptida kecil. Asam amino bebas tersebut akan masuk
kedalam hati. Didalam hati terjadi sintesis protein dan plasma, terutama
albumin. Albumin tersebut akan didistribusikan ke jaringan periferal.
Dalam katabolisme asam amino, kelebihan asam amino akan dibuang
melalui urin dan keringat. Asam amino yang ada didalam hati kemudian
didistribusikan ke bagian tubuh lainnya (sel-sel urat daging, pankreas, dan
epitel). Asam amino yang ada di pankreas diubah menjadi enzim
pencernaan yang akan digunakan untuk proses pencernaan kembali
(Linder, 2010).
Rata-rata orang Amerika mengandung 11 kg protein, sekitar 40%
berada dalam urat daging. Sekitar 20% (240 gr) protein tersebut
didegradasi dan disintesis kembali setiap hari, memerlukan 260 gr asam
amino untuk proses tersebut. Dari jumlah ini hanya sekitar 1/6 asam
amino dibebaskan dari proses degradasi protein endogen (260 gr) tidak
terdaur ulang dan oleh karena itu hilang dan harus diganti dari makanan.
Sebagian besar dari protein terdaur ulang terjadi melalui sekresi enzim
pencernaan, yang akan didegradasi dalam saluran pencernaan dan asam
aminonya diserap kembali. Secara kasar ¼ bagian dari sel-sel yang
melapisi saluran pencernaan (umur 3-5 hari) mengelupas setiap hari dan
protein dari sel-sel tersebut juga didegradasi dan hampir semua diserap
sebagian asam aminonya (Linder, 2010).

49
Tabel 1. Pola kecukupan asam amino dibandingkan dengan komposisi
protein bermutu tinggi
Pola kecukupan
Komposisi bahan makanan
Asam amino yang dianjurkan
(mg/g protein Tepung
Bayi (3- Anak Susu Daging
kasar) * ASI * Telur * daun
4 bln) * 2 thn * sapi * sapi *
kelor **
Histidin 16 (19) 26 22 27 34 613
Isoleusin 40 28 46 54 47 48 825
Leusin 93 66 93 86 95 81 1950
Lisin 60 58 66 70 78 89 1325
Metionin +
33 25 42 57 33 40 350
sistin
Fenilalanin +
72 63 72 93 102 80 1388
tirosis
Treonin 50 34 43 47 44 46 1188
Triptofan 10 11 17 17 14 12 425
Valin 54 35 66 66 64 50 1063
Sumber : * National Reaserch Counsil. Recommended Dietary
Allowances, Washington DC: National Academy Press
dalam Almatsier, 2013
* Krisnadi, 2015

Asam amino yang dibutuhkan anak balita sangat beragam sesuai


dengan jenis asam aminonya. Untuk pertumbuhan balita asam amino
sangat dibutuhkan. Asam amino yang tinggi pada tepung daun kelor dapat
memenuhi kebutuhan asam amino balita.

D. Albumin
Albumin merupakan komponen utama dari protein serum total pada
individu yang sehat (Supariasa dkk, 2008). Albumin adalah protein yang
berbentuk globular. Albumin larut dalam air dan mengalami koagulasi bila
dipanaskan (Almatsier, 2013). Albumin mampu mengikat berbagai macam
senyawa ion, seperti natrium, kalium, kalsium, asam lemak, hormon,
bilirubin, dan lainnya termasuk berbagai macam obat-obatan
(Thenawidjaja, 2017).
Defisiensi protein dapat menurunkan sintesis hati, kualitas darah,
dan katabolisme protein plasma. Kualitas darah pada prealbumin pengikat
tiroksin, protein pengikat retinol, albumin total dan atau prealbumin dapat

49
digunakan sebagai indikasi terjadinya malnutrisi protein (Muchtadi dkk,
1993).

Tabel 2. Nilai prealbumin dalam kaitannya dengan status gizi


Nilai Prealbumin
Status Gizi
μg/dl
Baik * ) 23,8 +/- 0,9
Gizi Sedang *) 16,5 +/- 0,8
Gizi Kurang *) Marasmus **) 12,4 +/- 1,0
Gizi Buruk *) Marasmus-Kwashiorkor *) 7,6 +/- 0,6
**) 3,3 +/- 0,2
Kwashiorkor**) 3,2 +/- 0,4
Keterangan : *) menurut klasifikasi Waterlow
**) Menurut klasifikasi Welcome
Sumber : Supariasa, 2008

Tabel 3. Batasan dan interpretasi kadar Serum Protein dan Serum


Albumin
Umur Kriteria
No. Senyawa & Satuan Kurang Cukup
(tahun) Margin
1. Serum Albumin (gr/100 ml) <1 - <2,5 2,5+
1-5 - <3,0 3,0+
6-16 - <3,5 3,5+
16+ <2,8 2,8-3,4 3,5+
Wanita
<3,0 3,0-3,4 3,5+
hamil
2. Serum Protein (gr/100 ml) <1 - <5,0 5,0+
1-5 - <5,5 5,5+
6-16 - <6,0 6,0+
16+ 6,0 6,0-6,4 6,5+
Wanita
5,5 5,5-5,9 6,0+
hamil
Sumber : Supariasa, 2008

Berikut ini adalah cara menentukan albumin darah :

A. Metode Penguat Warna (dye-binding methode):

Serum albumin diuji dalam sebagian besar laboratorium klinik


melalui metode penguat warna (dye-binding methode) yang menggunakan
bromocesol green. Serum albumin berikatan secara spesifik dengan
brocresol green untuk membentuk senyawa BCG albumin biru yang
menyerap secara maksimal pada 600 nm (Supariasa dkk, 2008).

49
Prinsip pemeriksaan albumin dengan metode BGC yaitu Serum
ditambahkan pereaksi albumin akan berubah warna menjadi hijau,
kemudian diperiksa pada spektrofotometer. Intensitas warna hijau ini
menunjukkan kadar albumin pada serum.
Pada pemeriksaan albumin menggunakan metode ini diperlukan alat
yaitu pipet mikro, yellow tip dan blue tip, tabung reaksi dan rak tabung.
Diperlukan pula bahan sebagai berikut : serum, pereaksi, reagent 30 m
mol/ l, citrat buffer ph 4,2 0,26 m mol/ l, bromocresol green, standart 5
gr/dl.
Cara Kerja :

1. Membuat Serum
a) Sampling darah vena di pasien
b) Memasukkan darah pada tabung reaksi lalu disentrifuge dengan 8
rpm selama 10 menit
c) Serumnya dipindahkan ke dalam tabung yang lain, endapannya
tidak terpakai.
2. Membuat sediaan
a) Menyiapkan 3 tabung reaksi masing masing diisi menggunakan
mikropipet 10 mikroliter serum, 10 mikroliter aquades dan 10
mikroliter standar.
b) Kemuadian masing-masing tabung tadi diisi 1000 mikroliter reagen
BCG.
3. Diinkubasi 3 tabung tersebut pada suhu 37 celsiun selama lebih dari
10 menit kurang dari 60 menit.
4. Menggunakan alat fotometer untuk pemeriksaan
5. Nyalakan Fotometer, atur panjang gelombang 546 nanometer, faktor
005,0, program c/ST. Jika salah hasil akan fatal.
Memasukkan blanko ke dalam corong, lalu tekan zero jika muncul
angka lalu buang blanko pada corong, Kembali masukkan standar dan
tekan tombol standar jika keluar angka maka standar dibuang. Angka
yang muncul diabaikan. Terakhir memasukkan sempel dan tekan

49
result, keluar angkanya catat sebagai hasil dan Buang sampel pada
corong. Matikan fotometer (Dewi, 2015).

B. Penentuan kadar albumin dengan proses Chon.


Proses Chon merupakan serangkaian tahapan dalam ekstraksi
albumin secara langsung dari plasma darah yang memanfaatkan
perbedaan kelarutan albumin dan komponen protein plasma lainnya pada
kondisi pH, konsentrasi etanol, suhu, kekuatan ion, dan konsentrasi
protein yang berbeda. Didalam plasma darah, albumin adalah protein
dengan titik isoelektrik (pada PH 4.7) yang paling rendah. Plasma darah
mengendap secara bertahap ketika ditambahkan etanol sampai 40%
bersaamaan dengan diturunkan pH larutannya ke 4.8 pada suhu rendah.
Tiga fraksi mengendap ditahap awal, yaitu fraksi I pada 8% etanol (pH 7.2,
-3oC), lalu fraksi II pada 25% etanol (pH 6.9, suhu -5oC), dan fraksi III
pada 18% etanol (pH 5.2, suhu -5oC). Fraksi IV mengendap pada
konsentrasi etanol 40% dan pH 5.8. Akhirnya, albumin (fraksi V) diperoleh
pada saaat pH diturunkan ke 4.8 pada konsentrasi etanol 40%
(Thenawidjaja, 2017).

C. Metode Biuret
Prinsip penetapan kadar albumin dalam serum dengan metode
Biuret adalah pengukuran serapan cahaya kompleks berwarna ungu dari
albumin yang bereaksi dengan pereaksi biuret dimana, yang membentuk
kompleks adalah protein dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi
biuret dalam suasana basa. Semakin tinggi intensitas cahaya yang
diserap oleh alat maka semakin tinggi pula kandungan protein yang
terdapat di dalam serum tersebut.
Pemeriksaan albumin menggunakan metode ini dibutuhkan alat
yaitu tabung reaksi, Rak tabung reaksi, Pipet tetes, Pipet mikro,
Sentrifugator, Spektrofotometer UV-Vis. Diperlukan pula bahan yaitu
Larutan Natrium Sulfit 25%, Serum/plasma, Ether, Pereaksi Biuret, dan
Aquadest.

49
Dalam pereaksi biuret terkandung 3 macam reagen yaitu reagen
yang pertama adalah CuSO4 dalam aquadest dimana reagen ini berfungsi
sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan membentuk kompleks
dengan protein. Reagen yang kedua adalah K-Na-Tartrat yang berfungsi
untuk mencegah terjadinya reduksi pada Cu2+ sehingga tidak mengendap.
Reagen yang ketiga adalah NaOH dimana fungsinya adalah membuat
suasana basa. Suasana basa akan membantu pembentukan Cu(OH)2
yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-. Penambahan natrium sulfit
dan ether ini adalah berguna untuk memisahkan antara albumin dengan
protein plasma lainnya seperti globulin, fibrinogen dan lain-lain.
Selanjutnya didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan cairan, lapisan atas
terdiri dari ether dan protein plasma lainnya. Sedangkan bagian bawah
mengandung albumin sehingga lapisan bagian atas dibuang dan lapisan
bagian bawah kemudian ditambahkan dengan pereaksi biuret dan
dikocok.
Cara Kerja :

1. Disiapkan tabung reaksi yang telah diisi 2 mL larutan Natrium Sulfit


25%.
2. Ke dalam tabung tersebut dipipetkan 0,2 mL serum/plasma, 2 mL
ether dan dicampur.
3. Tabung dipusingkan dengan sentrifugator
4. Selanjutnya ether dan larutan protein (larutan bagian atas terdiri dari
protein dan ether) dikeluarkan dengan penghisap.
5. Tabung dimiringkan lalu cairan bagian atas diambil dengan pipet mikro
melalui dinding tabung.
6. Larutan yang tersisa adalah larutan yang mengandung albumin
(larutan ini yang kemudian akan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
tes).
7. Disiapkan 3 tabung reaksi dan masing-masing diberi label larutan test,
larutan standar dan blanko kemudian dimasukkan pereaksi biuret,
larutan albumin, larutan standar dan aquades.

49
8. Pada tabung test dimasukkan pereaksi biuret dan larutan albumin
masing-masing 1,0 ml. Pada tabung larutan standar dimasukan
pereaksi biuret dan larutan standar masing-masing sebanyak 1,0 ml.
Pada tabung blanko dimasukkan pereaksi biuret dan aquadest
masing-masing sebanyak 1,0 ml.
9. Campuran tersebut ditangguhkan selama 14-30 menit, lalu dibaca
dalam spektrofotometer pada panjang gelombang 540-546.
10. Rentang normal untuk kadar albumin dalam serum adalah 0,5-1,2
gram/dL (Dewi, 2015).

E. Daun Kelor
Kelor tumbuh di semua negara di dunia yang memiliki persentase
besar penduduk kurang gizi. Kelor bisa menyelamatkan jutaan nyawa. Di
Indonesia, tanaman Kelor dikenal dengan berbagai nama. Masyarakat
Sulawesi menyebutnya kero, wori, kelo, atau Keloro. Orang-orang Madura
menyebutnya maronggih. Di Sunda dan Melayu disebut Kelor. Di Aceh
disebut murong. Di Ternate dikenal sebagai kelo. Di Sumbawa disebut
kawona. Sedangkan orang-orang Minang mengenalnya dengan nama
munggai.
Daun kelor merupakan daun majemuk, bertangkai panjang,
tersusun berseling (alternate), beranak daun gasal (imparipinnatus), helai
daun saat muda berwarna hijau muda - setelah dewasa hijau tua, bentuk
helai daun bulat telur, panjang 1 - 2 cm, lebar 1 - 2 cm, tipis lemas, ujung
dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan pertulangan menyirip
(pinnate), permukaan atas dan bawah halus.
Semua bagian tanaman kelor ini dapat dimakan. Kualitas tinggi
minyak kelor dapat digunakan dalam memasak dan daun kelor dapat
dikonsumsi sebagai teh dan sebagai nutrisi pengganti bagi susu. Kelor
adalah sumber protein dan besi yang tidak akan di temukan pada
tanaman lain.

49
Gambar 1. Daun kelor

Manfaat dari daun kelor yaitu:


- Penyeimbang gula darah
- Seimbangkan tekanan darah tinggi
- Tingkatkan kesuburan
- Pembersih racun dalam hati dan tubuh
- Peluruh lemak (kolesterol jahat)
- Atasi asam urat dan nyeri sendi (rheumatik)
- Tonik penguat jantung
- Menghancurkan kanker dan tumor
- Memperbaiki fungsi hati dan ginjal
- Tingkatkan ASI

49
Serbuk daun Kelor mengandung :
1. Vitamin A, 10 kali lebih banyak dibanding Wortel
2. Vitamin B1, 4 kali lebih banyak dibanding daging babi.
3. Vitamin B2, 50 kali lebih banyak dibanding Sardines,
4. Vitamin B3, 50 kali lebih banyak dibanding Kacang,
5. Vitamin E, 4 kali lebih banyak dibanding Minyak Jagung,
6. Beta Carotene, 4 kali lebih banyak dibanding Wortel,
7. Zat Besi, 25 kali lebih banyak dibanding bayam,
8. Zinc, 6 kali lebih banyak dibanding almond,
9. Kalium, 15 kali lebih banyak dibanding pisang,
10. Kalsium, 17 kali dan 2 kali lebih banyak dibanding Susu,
11. Protein, 9 kali lebih banyak dibanding Yogurt,
12. Asam Amino, 6 kali lebih banyak dibanding bawang putih,
13. Poly Phenol, 2 kali lebih banyak dibanding Red Wine,
14. Serat (Dietary Fiber), 5 kali lebih banyak dibanding sayuran pada
umumnya,
15. GABA (gamma-aminobutyric acid), 100 kali lebih banyak dibanding
beras merah.

49
Tabel 4. Kandungan Nutrisi Polong, Daun Segar dan Serbuk Daun Kelor
Per 100 gram bahan
Nutritional Analysis Satuan
Polong Daun Segar Serbuk Daun
Nutrisi
Kandungan air (%) 86.9 75.0 7.50
Kalori cal 26.0 92.0 205.0
Protein gram 2.5 6.7 27.1
Lemak gram 0.1 1.7 2.3
Karbohidrat gram 3.7 13.4 38.2
Serat gram 4.8 0.9 19.2
Mineral gram 2.0 2.3 -
Kalsium (Ca) mg 3.0 440.0 2003.0
Magnesium (Mg) mg 24.0 24.0 368.0
Fospor (P) mg 110.0 70.0 204.0
Potassium (K) mg 259.0 259.0 1324.0
Copper (Cu) mg 3.1 1.1 0.6
Zat besi (Fe) mg 5.3 0.7 28.2
Asam oksalat mg 10.0 101.0 0.0
Sulphur (S) mg 137 137 870
Vitamin
Vitamin A – B caroten mg 0.10 6.80 16.3
Vitamin B – Choline mg 423 423 -
Vitamin B1 - Thiamin mg 0.05 0.21 2.6
Vitamin B2 - Riboflavin mg 0.07 0.05 20.5
Vitamin B3 - Nicotinic mg 0.20 0.80 8.2
Acid
Vitamin C - Ascorbic Acid mg 120 220 17.3
Vitamin E - Tocopherols mg - - 113.0
Acetate
Asam Amino
Arginine mg 360 106.6 1325
Histidine mg 110 149.8 613
Lysine mg 150 342.4 1325
Tryptophan mg 80 107 425
Phenylanaline mg 430 310.0 1388
Methionine mg 140 117.7 350
Threonine mg 390 117.7 1188
Leucine mg 650 492.2 1950
Isoleucine mg 440 299.6 825
Valine mg 540 374.5 1063
Sumber: Hakim Bey, all things Moringa, 2010 dalam Krisnadi, 2015

1. Pemanfaatan daun kelor


Pengolahan daun Kelor merupakan langkah pertama dan penentu
dari kualitas produk berbahan dasar Kelor. Pengolahan ini akan
menghasilkan daun Kelor Kering sebagai bahan teh Kelor, baik teh seduh
maupun teh celup, dan tepung atau ekstrak daun Kelor yang digunakan

49
untuk pengisi kapsul, tablet Kelor, campuran penambah nutrisi pada
bahan makanan olahan seperti kerupuk Kelor, kue Kelor, permen Kelor,
campuran juice buah-buahan, atau ditabur langsung ke makanan, sebagai
penambah nutrisi makanan.
Pengolahan daun Kelor pada umumnya meliputi pencucian,
penirisan, pengeringan, penepungan, pengayakan dan pengemasan.
Selain dikonsumsi, pemanfaatan daun kelor juga dijadikan sebagai bahan
untuk produk kosmetik.

2. Cookies Daun Kelor


Menurut SNI 01-2973-1992, cookies adalah kue kering rasanya
manis dan bentuknya kecil-kecil. Cookies merupakan salah satu jenis
biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah
bila dipatahkan, dan penampang potongannya bertekstur kurang padat.
Dalam pengolahan cookies hal yang harus diperhatikan adalah
kerenyahan. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan cookies
dapat mempengaruhi kualitas akhir cookies, terutama tepung yang
digunakan. Tepung yang biasa digunkan untuk membuat cookies adalah
tepung terigu. (Yuniar dkk, 2016)
Daun kelor yang memiliki banyak kandungan gizi yang baik untuk
kesehatan, diformulasikan ke dalam cookies yang sangat disukai banyak
orang. Sehingga cookies bukan hanya sebagai sumber lemak yang tinggi
tetapi juga memiliki kandungan mikronutrien lainnya.
Zakaria (2011), melakukan penelitian daya terima dan analisa
komposisi gizi pada cookies substitusi tepung daun kelor. Diperoleh hasil
dari 4 perlakuan, yang paling disukai adalah substitusi tepung daun kelor
sebanyak 5%. Hasil analisa berdasarkan DKBM nilai gizi cookies
substitusi daun kelor 5% : per biji (8gr), yaitu Energi 80,06 kal; Protein
5,89 gr; Lemak 2,68 gr; Karbohidrat 12 gr; Kalsium 3,12 mg; Fosfor 50,9
mg; zat Besi 5,75 mg; Vitamin B1 0,527 mg; Vitamin C 3,46 mg; Vitamin A
63,4SI; dan Serat 3,89 mg.

49
F. Peran Daun Kelor dalam Meningkatkan kadar Albumin
Penambahan daun kelor memiliki pengaruh positif terhadap
peningkatan kadar albumin darah tikus yang KEP. Pada keadaan
malnutrisi, albumin merupakan salah satu serum protein yang berkurang
kadarnya dalam darah. Berkurangnya albumin sebagai bagian dari serum
protein dikarenakan pada kondisi malnutrisi, tubuh kehilangan suplai asam
amino yang menyebabkan penurunan sintesis protein (Adityawarman,
2008 dalam Dewanti 2016).
Penelitian terdahulu juga melaporkan bahwa kombinasi berbagai
asam amino esensial: arginin, histidin, isoleusin, leusin, lysine, metionin,
fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin adalah efektif sebagai bagian dari
diet protein untuk produksi plasma protein yang mana salah satunya
adalah albumin (Madden, et al, 1943 dalam dewanti 2016).

G. Kerangka Teori
Kerangka teori perkembangan terjadinya kondisi kurang gizi yaitu
sebaga berikut:

Kekurangan
Makanan

Cadangan
zat gizi Deplesi
Kekurangan Deplesi
Jaringan Perubahan
Gizi Biokimia

Faktor Kondisi Perubahan


(Faktor Sekunder) Fungsional

Perubahan
Anatomis
Gambar 1. Kerangka Teori
Sumber: Almatsier, 2013

49
H. Kerangka Konsep

Pemberian Cookies Tepung Daun


Kelor

Asupan Protein Asupan Protein


Kadar Albumin Kadar Albumin
Sebelum Sesudah

I. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Skala


1 Asupan Jumlah rata-rata asupan zat gizi, protein Rasio
Protein dalam gr yang diasup dari makanan yang P=……gr
dikonsumsi dalam 2 hari, baik makanan
yang di rumah maupun yang di luar rumah,
dikumpullkan dengan metode food recall
dengan melakukan wawancara kepada
responden.
2 Kadar Kadar albumin serum didalam darah yang Rasio
Albumin diukur dengan menggunakan metode Albumin
biuret. normal =
4,1 – 5,4
g/dL
3 Cookies Kue atau snack yang diolah dari bahan Rasio
tepung dasar tepung, mentega, gula, kuning telur,
daun coklat, dan ditambah tepung daun kelor
kelor sebanyak 5%, diberikan pada anak usia 12-
59 bln sebanyak 6 keping @10gr, selama
21 hari.

49
J. Hipotesis

Ha1 = Ada perbedaan asupan protein pada anak balita gizi kurang usia 12
– 59 bulan yang diintervensi cookies tepung daun kelor di Wilayah Kerja
Puskesmas Petumbukan
Ha2 = Ada perbedaan kadar Albumin pada anak balita gizi kurang usia 12
– 59 bulan yang diintervensi cookies tepung daun kelor di Wilayah Kerja
Puskesmas Petumbukan

49
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas
Petumbukan. Penelitian ini berlangsung dari September 2017 – Juli 2018.
Pengumpulan data dilakukan di bulan Mei 2018.

B. Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah Quasi Ekperimen (rancangan
eksperimen semu) dengan desain One Group Pretest and Posttest, yang
dapat digambarkan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012) :
Xa
O1 O2
Keterangan :
Xa = Pemberian cookies tepung daun kelor selama 3 minggu
O1 = Penilaian terhadap asupan protein dan kadar albumin balita
sebelum perlakuan
O2 = Penilaian terhadap asupan protein dan kadar albumin balita
sesudah perlakuan

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dari penelitian ini yaitu seluruh balita gizi kurang di wilayah
kerja Puskesmas Petumbukan. Wilayah kerja Puskesmas Petumbukan
memiliki 14 desa dengan jumlah balita gizi kurang sebanyak 100 orang.

2. Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi gizi kurang di wilayah kerja
Puskesmas Petumbukan. Sedangkan penentuan sampel dalam penelitian
ini ditentukan secara Purposive sampling dengan kriteria inklusi sebagai
berikut:

49
a. Sampel Berumur 12-59 bulan.
b. Status gizi balita tersebut gizi kurang (-3 SD s/d -2 SD)
c. Bersedia sebagai sampel untuk diambil darahnya dan mengkonsumsi
cookies tepung daun kelor.
Puskesmas Petumbukan mengarahkan untuk menskrining ke 3 desa
yaitu Kotasan, Tanjung Gusti, dan Tanah merah karena banyak
terdapat gizi kurang. Kemudian setelah diberikan informed consent
kepada responden yang bersedia menjadi sampel yaitu 35 orang
balita gizi kurang. Setelah itu diberikan surat undangan dari
Puskesmas untuk pelaksanaan pengambilan darah, tetapi hanya 31
orang balita yang hadir. Sehingga besar sampel yang diperoleh yaitu
31 orang. Kemudian pada saat pengambilan darah setelah intervensi
hanya 26 balita yang hadir ke Puskesmas.

3. Responden
Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah ibu atau orang
terdekat yang mengasuh balita yang telah ditetapkan sebagai sampel.
Pada penelitian ini seluruh sampel diasuh oleh Ibunya.

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data


1. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer
dan data sekunder.
a. Data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung oleh
peneliti yang terdiri dari:
1) Data identitas sampel (nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
BB, dan alamat)
2) Data responden (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, dan
alamat)
3) Data recall 24 jam balita
4) Data albumin darah

49
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh berdasarkan informasi yang
telah dikumpulkan dari Dinas Kesehatan, yakni meliputi gambaran
umum lokasi penelitian dan data balita.

2. Cara Pengumpulan Data


a. Data identitas sampel, dikumpulkan melalui wawancara oleh peneliti
dan enumerator dengan mengisi formulir data identitas pada lembar
kuesioner yang telah disediakan untuk mendapatkan karakteristik
sampel.
b. Data responden, dikumpulkan melalui wawancara oleh peneliti dan
enumerator dengan mengisi formulir data identitas pada lembar
kuesioner yang telah disediakan untuk mendapatkan karakteristik
responden.
c. Data asupan Protein dikumpulkan dengan metode food recall 24 jam
yang lalu, selama dua hari tidak berturu-turut, yang dilakukan sebelum
dan sesudah intervensi. Pada responden ditanyakan jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu, baik
yang dirumah ataupun yang diluar rumah dan suplemen.
d. Data kadar albumin ditentukan berdasarkan pemeriksaan serum
albumin sebelum dan sesudah intervensi. Data ini dikumpulkan oleh
tenaga analis kesehatan dari RSUD Deli Serdang. Tenaga analis
kesehatan RSUD Deli Serdang mengambil darah sebanyak 2 cc
dengan metode biuret dan pemeriksaan dilakukan di laboratorium
RSUD Deli Serdang.
e. Intervensi yang diberikan pada responden yaitu cookies tepung daun
kelor untuk meningkatkan kadar Albumin dan asupan protein pada
balita gizi kurang. Cookies tepung daun kelor diberikan selama 3
minggu berturut-turut. Tahap pembuatan cookies daun kelor yaitu:
Tahap I : Laboratorium
a. Pembuatan tepung daun kelor
Daun kelor (Moringan oleifera) dari tangkainya, ditimbang,
kemudian dicuci dengan air bersih. Daun kelor yang diperoleh

49
sebanyak 183 gr. Kemudian dikeringkan dalam cabinet dryer
dengan selama kurang lebih 9 jam (sudah cukup kering) sehingga
diperoleh daun kelor kering sebanyak 34 gr. Pembuatan tepung
dari daun kelor kering digunakan blender kering dan diayak
dengan ayakan tepung untuk memisahkan batang-batang kecil
yang tidak bisa hancur dengan blender, selanjutnya disimpan
dalam wadah plastik. Dihitung perbandingan daun kelor segar
dengan tepung daun kelor, diperoleh faktor 5,38, artinya setiap 1
gr tepung daun kelor setara dengan 5,38 gr daun kelor segar
(Zakaria, 2012).
b. Percobaan pembuatan cookies daun kelor
1. Percobaan pembuatan cookies dengan penambahan tepung
daun kelor yaitu sebanyak 5 gr.
2. Karena warna cookies daun kelor cenderung ke warna gelap,
maka flavor yang ditambahkan adalah tepung coklat.
3. Bahan cookies daun kelor sbb:
Tepung terigu :100 gr
Margarine : 35 gr
Tepung gula : 60 gr
Tepung susu : 30 gr
Roombutter : 35 gr
Kuning telur : 1 butir
Tepung coklat : 15 gr
Choco Chip : secukupnya
Vanili : secukupnya
Tepung daun kelor : 5 gr
4. Cara membuat cookies daun kelor: Di mixer margarin,
roombutter, tepung gula dan vanili hingga tercampur merata.
Kemudian tambahkan kuning telur dan mixer lagi. Dalam
wadah lain campurkan hingga merata tepung coklat, tepung
susu, tepung daun kelor, dan tepung terigu. Lalu campurkan
adonan tepung tersebut ke adonan basah. Diaduk dengan

49
tangan sampai kalis. Dicetak, kemudian di panggang di oven
sampai matang.
c. Pembuatan cookies yang akan diberikan pada anak balita gizi
kurang usia 12-59 bulan, diproduksi setiap minggu sebelum
cookies diberikan pada anak.
Tahap II : Di lakukan uji proximat di laboratorium Badan Penelitian
dan Pengembangan Industri Balai Riset dan Standarisasi Industri
Medan, dan PT. Saraswanti Indo Genetech Bogor, meliputi
karbohidrat, protein, lemak, kadar abu, kadar air, fosfor, zink, Fe,
kalsium, Vitamin A, dan Vitamin C.
Tahap III : Pemberian cookies daun kelor pada sampel.
a. Pengumpulan data awal yang diambil pada saat kunjungan
pertama yaitu recall balita dan kadar albumin di wilayah kerja
Puskesmas Petumbukan sesuai kriteria sampel. Pada balita
diberikan cokies daun kelor sebanyak 1 paket (7 bungkus), untuk
dikonsumsi setiap harinya 1 bungkus (6 keping @10 gr).
b. Kunjungan kedua dilakukan seminggu kemudian, diberikan
cokies daun kelor sebanyak 1 paket (7 bungkus), untuk
dikonsumsi setiap harinya 1 bungkus.
c. Kunjungan ketiga dilakukan seminggu kemudian, diberikan
cokies daun kelor sebanyak 1 paket (7 bungkus), untuk
dikonsumsi setiap harinya 1 bungkus.
d. Kunjungan keempat dilakukan seminggu kemudian, lalu
dilakukan pengukuran recall dan kadar albumin kembali.

E. Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan data
a. Data identitas sampel dan responden diperiksa dan dilengkapi.
Data tersebut diolah secara manual dengan program komputer.
b. Data konsumsi makanan yang diperoleh, diperiksa, dilengkapi dan
dientry menggunakan Nutri Survey sehingga diketahui asupan
protein.

49
c. Data albumin yang sudah diperoleh dan diperiksa kemudian
dianalisis sebelum dan sesudah intervensi. Kadar normal albumin
dalam darah antara 4,1 – 5,4 g/dL.

2. Analisis data
a. Analisis univariat untuk menggambarkan karakteristik identitas
sampel (nama, umur, dan jenis kelamin) dan karakteristik
responden (nama, umur, pendidikan dan pekerjaan).
b. Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis. Sebelumnya
dilakukan uji kenormalan terlebih dahulu menggunakan Kolmogorov
Smirnov dan diperoleh hasil data asupan protein yaitu berdistribusi
normal dan data kadar albumin yaitu tidak berdistribusi normal.
Data yang berdistribusi normal jenis uji yang digunakan adalah uji T
dependent (berpasangan). Dan data yang tidak berdistribusi normal
jenis uji yang digunakan adalah uji peringkat bertanda wilcoxon
Dengan daya tingkat kepercayaan 95% dan pengambilan
kesimpulan jika nilai p<0,05 maka Ha diterima.

49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi
Puskesmas Petumbukan merupakan puskesmas yang terletak di
Jalan Kesehatan Desa Petumbukan, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli
Serdang. Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan merupakan daerah
perumahan dengan jalan yang sudah diaspal dan dapat dilalui kendaraan
roda dua dan empat. Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan memiliki luas
34,66 km yang memiliki 14 Desa.
Dengan jumlah penduduk sebanyak 29.074 penduduk, 14.667 orang
penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 14.407 orang berjenis kelamin
perempuan. Mata pencarian masyarakat sebagian besar adalah
pedagang atau wiraswasta.
Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan berbatasan dengan beberapa
wilayah antara lain:
a. Sebelah Utara: Kecamatan Pagar Merbau
b. Sebelah Selatan: Kecamatan Bangun Purba
c. Sebelah Timur: Kecamatan Galang
d. Sebelah Barat: Kecamatan Tanjung Morawa.

2. Gambaran Karakeristik Sampel


Karakteristik sampel pada penelitian ini terdiri dari umur dan jenis
kelamin pada balita gizi kurang. Karakteristik tersebut dapat dilihat pada
tabel 7.
Tabel 7. Distribusi karakteristik sampel
Karakteristik Sampel n %
Umur 1-3 tahun 27 87,1
4-6 tahun 4 12,9
Jumlah 31 100
Laki-laki 12 38,7
Jenis Kelamin Perempuan 19 61,3
Jumlah 31 100

49
Telah dilakukan uji deskriptif statistik pada karakteristik sampel,
yaitu kelopok umur dan jenis kelamin. Untuk kelompok umur terlihat hasil
bahwa kelompok umur 1-3 tahun sebesar 87% dan kelompok umur 4-6
tahun sebesar 12,9%. Sedangkan untuk jenis kelamin terbanyak dalam
penelitian ini adalah perempuan 61,3% sedangkan laki-laki 38,7%.

3. Gambaran Karakteristik Responden


Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri dari umur,
pendidikan terakhir dan pekerjaan responden. Karakteristik tersebut dapat
dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Distribusi karakteristik responden
Karakteristik
n %
Responden
19-29 tahun 17 54,8
Umur 30-49 tahun 14 45,2
Jumlah 31 100
Pendidikan Tidak sekolah 1 3,2
Terakhir Tamat SD 3 9,7
SMP 6 19,4
SMA 19 61,3
Sarjana 2 6,5
Jumlah 31 100
Wiraswasta 1 3,2
Pekerjaan Tidak bekerja 30 96.8
Jumlah 31 100

Karakteristik responden dari segi umur yaitu kelompok umur 19-24


tahun sebesar 54,8%, dan kelompok umur 30-49 tahun yaitu 45,2%.
Sedangkan untuk karakteristik responden dari jenjang pendidikan yang
terbesar yaitu tamat SMA sebesar 61,3%. Untuk variabel pekerjaan
responden yaitu sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 30
orang (96,8%).

4. Asupan Protein pada Balita Gizi Kurang


Protein merupakan biomolekul yang paling banyak dan paling
bervariasi di dalam sel. Protein merupakan salah satu sumber zat gizi
makro yang penting bagi kehidupan manusia selain karbohidrat dan lemak

49
(Thenawidjaja, 2017). Distribusi asupan protein sebelum dan sesudah
pemberian intervensi dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Rerata, standar deviasi, minimal, dan maksimal asupan protein
sebelum dan sesudah intervensi
n Rerata ± SD Minimal Maksimal
Asupan protein 26 38,50±9,03 21,55 60,10
sebelum
Asupan protein 26 45,08±9,53 28,60 65,10
sesudah

Asupan protein sebelum intervensi yaitu dengan nilai rerata 38,50±


9,03. Sedangkan asupan protein setelah diberi intervensi pada balita gizi
kurang terlihat ada peningkatan. Untuk nilai minimum dan maksimum
sebelum dilakukan intervensi pada balita gizi kurang yaitu 38,50 dan
60,10. Sedangkan nilai minimum dan maksimum setelah dilakukan
intervensi yaitu 28,60 dan 65,10.

b. Kadar Albumin pada Balita Gizi Kurang


Albumin merupakan komponen utama dari protein serum total pada
individu yang sehat (Supariasa dkk, 2008). Albumin adalah protein yang
berbentuk globular. Albumin larut dalam air dan mengalami koagulasi bila
dipanaskan (Almatsier, 2013). Kadar albumin darah balita gizi kurang
sebelum dan sesudah intervensi dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Rerata, standar deviasi, minimal, dan maksimal kadar albumin
sebelum dan sesudah intervensi
n Rerata ± SD Minimal Maksimal
Albumin sebelum 26 4,61±0,40 4,00 5,40
Albumin sesudah 26 4,63±0,36 4,00 5,40

Pada tabel rata-rata kadar albumin darah sebelum intervensi yaitu


dengan nilai rerata 4,61± 0,40. Sedangkan kadar albumin setelah diberi
intervensi pada balita gizi kurang yaitu 4,63± 0,36. Untuk nilai minimum
dan maksimum sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada balita gizi
kurang yaitu 4,00 dan 5,40.

49
c. Perbedaan Asupan Protein dan Kadar Albumin Anak Balita Gizi
Kurang yang Diintervensi Cookies Tepung Daun Kelor
Pada penelitian ini dilakukan intervensi cookies tepung daun kelor
yang diberikan kepada balita gizi kurang usia 12-59 bulan. Intervensi ini
akan melihat perbedaan asupan protein dan kadar albumin setelah
adanya intervensi. Perbedaan tersebut tersaji dalam tabel 11.
Tabel 11. Perbedaan asupan protein dan kadar albumin balita gizi kurang
yang diintervensi cookies tepung daun kelor.
n p value
Asupan protein sebelum 26
0,024
Asupan protein sesudah 26
Albumin sebelum 26
0,351
Albumin sesudah 26

Pada Tabel 11 terlihat asupan protein sebelum dan sesudah


intervensi dilakukan uji statistik menggunakan uji T dependen diperoleh
nilai p= 0,024 yang menunjukkan ada perbedaan asupan protein sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi cookies tepung daun kelor. Hal ini
sesuai dengan penarikan kesimpulan uji statistik dengan syarat p<0,05
maka Ha diterima.
Sedangkan pada tabel kadar albumin menunjukkan bahwa dari
hasil uji statistik menggunakan uji Wilcoxon diperoleh p=0,351 yang
menunjukkan tidak ada perbedaan kadar albumin sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi cookies tepung daun kelor. Hal ini sesuai dengan
penarikan kesimpulan uji statistik dengan syarat p>0,05 maka H0 diterima.

B. Pembahasan
1. Karakteristik Sampel dan Responden
Total sampel penelitian ini adalah 31 sampel balita gizi kurang.
Pada penelitian ini rentang umur balita gizi kurang 12-59 bulan, dengan
usia terbanyak yaitu 1-3 tahun (54,8%). Dari hasil penelitian ini juga
didapatkan bahwa sampel penelitian lebih banyak yang berjenis kelamin
perempuan yaitu 61,3%. Hal ini sejalan dengan penelitian Putri (2015) di
wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang yang menyatakan sampel

49
penelitiannya yaitu usia 1-5 tahun dengan jenis kelamin terbanyak yaitu
perempuan (52,9%).
Karakteristik responden yang di analisis adalah umur, tingkat
pendidikan dan pekerjaan responden. Dari karakteristik umur responden
yang terbanyak pada rentang usia 19-29 tahun 17 orang (54,8%). Usia ini
merupakan usia yang masih muda.
Untuk hasil tingkat pendidikan didominasi pendidikan SMA/
Sederajat sebesar 61,3% (19 orang). Tingginya pendidikan orang tua
diharapkan penanganan balita gizi kurang juga lebih baik.
Selain tingkat pendidikan, pekerjaan responden juga dianalisis
dengan hasil didominasi oleh ibu rumah tangga / tidak bekerja sebesar
96,8% (30 orang). Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
Purwaningrum tahun 2012 diperoleh hasil 71,1% ibu bekerja sebagai ibu
rumah tangga. Dengan posisi tidak bekerja, hanya ibu rumah tangga saja
akan cenderung mendidik dan merawat anak lebih optimal.

2. Perbedaan Asupan Protein dan Kadar Albumin Balita Gizi Kurang


Usia 12-59 Bulan yang Diintervensi Cookies Daun Kelor
Pada penelitian ini terdapat perlakuan pemberian cookies tepung
daun kelor yang diberikan kepada balita gizi kurang selama 21 hari.
cookies yang diberikan yaitu 6 keping per harinya, setiap keping beratnya
10 gr.
Intervensi yang diberikan memiliki nilai gizi dalam 60 gr cookies
tepung daun kelor yaitu, protein 7,26 % (b/b), karbohidrat 22,14 % (b/b),
lemak 16,2 % (b/b), fosfor 0,14 % (b/b), kadar air 11,82 % (b/b), kadar abu
18,06 % (b/b), magnesium 74,22 mg/kg, seng 10,98 mg/kg, besi 12,84
mg/kg, dan kalsium 650,64 mg/kg.
Sebelum dan sesudah diberikan cookies, dilakukan recall selama 2
hari tidak berturut-turut untuk mengetahui asupan protein balita. Selain itu
juga dilakukan pengambilan darah untuk mengetahui kadar albumin balita
gizi kurang.

49
Untuk perbedaan asupan protein sebelum dan sesudah intervensi
yaitu diperoleh dari hasil uji statistik T dependen yaitu p=0,024<0,05 yang
berarti ada perbedaan asupan protein sebelum dan sesudah pemberian
cookies daun kelor. Pada penelitian Kusumawati, 2015 juga terdapat
perbedaan yang bermakna pada asupan protein antara sebelum dan
sesudah intervensi. Hal ini karena pemberian intervensi mampu
menambah asupan pada balita yang sehari-harinya cenderung kurang.
Sedangkan perbedaan kadar albumin sebelum dan sesudah
intervensi dilakukan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil dari uji tersebut
yaitu p=0,351>0,05 yang berarti H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan kadar albumin sebelum dan sesudah pemberian
cookies daun kelor. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kholidah,
2013 yang menunjukkan hasil p=0,774 yang berarti tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna antara kadar albumin sebelum dan sesudah
pemberian makanan F100 dengan bahan substitusi tepung tempe.
Albumin merupakan protein tubuh yang paling banyak dengan
masa paruh waktu 19 hari, memiliki kesempatan paling besar untuk
mengalami degradasi. Relevansi tingkatan degradasi albumin pada
malnutrisi menunjukkan penggunaan albumin dalam sintesis protein di hati
dan menyebabkan 50% penurunan konsentrasi dalam darah selama
periode 19 hari. (Brody dalam Kholidah, 2013).

49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian yang telah dilakukan
tentang perbedaan asupan protein dan kadar albumin balita gizi kurang
usia 12-59 bulan yang diintervensi cookies tepung daun kelor diwilayah
kerja Puskesmas Petumbukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada peningkatan asupan protein pada balita gizi kurang sesudah
pemberian intervensi cookies tepung daun kelor.
2. Ada peningkatan kadar albumin pada balita gizi kurang sesudah
pemberian intervensi cookies tepung daun kelor.
3. Ada perbedaan asupan protein yang diintervensi cookies tepung daun
kelor pada balita gizi kurang usia 12-59 bulan
4. Tidak ada perbedaan kadar albumin yang diintervensi cookies tepung
daun kelor pada anak balita gizi kurang usia 12-59 bulan.

B. Saran
Puskesmas Petumbukan dapat menjadikan cookies tepung daun
kelor sebagai PMT bagi balita-balita gizi kurang di wilayah kerjanya agar
dapat meningkatkan asupan protein pada balita tersebut.

49
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2013) prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta

Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta.

Damayanti, Didit (2016). Protein dalam Hardinsyah, I Dewa Nyoman


Supariasa. (Ed). Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. EGC. Jakarta

Dewanti, Lintang Purwara, Aris Widodo, Eriza Fadhilah. 2016. Pengaruh


Pemberian Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) Varietas Nusa
Tenggara Timur Terhadap Kadar Albumin Darah Tikus Putih (Rattus
norvegicus Strain Wistar) yang Diberi Diet Non Protein, volume 1,
nomor 1.

Dewi, Fitri Kusuma, Neneng Suliasih, Yudi Garnida. 2016. Pembuatan


Cookies Dengan Penambahan Tepung Daun Kelor (Moringa
Oleifera) Pada Berbagai Suhu Pemanggangan. Fakultas Teknik
Universitas Pasundan Bandung

Dewi, Nilu Kumala. 2015. Pemeriksaan Kadar Albumin dalam Darah,


(Online),(http://nilukumaladewi.blogspot.co.id/2015/02/pemeriksaan-
-kadar-albumin-dalam-darah.html. diakses 26 Oktober 2017).

Kemenkes. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Balitbangkes.


Jakarta

Kholidah, Diniyah, Endy Puryanto Prawirohartono, Fatma Zuhrotun Nisa.


2013. Pemberian makanan F100 dengan bahan substitusi tepung
tempe terhadap status protein pasien anak dengan gizi kurang.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Volume 10 halaman 92-100

Krisnadi, A Dudi (2015). Kelor Super Nutrisi. Kelorina.com. Kunduran


Blora

Kusumawati, Hasri Ndaru. 2015. Perbedaan Asupan Zat Gizi Makro


Sebelum dan Setelah Pemberian Makanan Tambahan Pendamping
ASI (MP-ASI) Bubur Instan Berbasis Ikan Gabus dan Labu Kuning
pada Balita Gizi Kurang. Artikel. Universitas Diponegoro. Semarang

Linder, Maria R., 2010. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UIP. Jakarta

Luthfiyah, Fifi. (2013). Pengaruh serbuk daun kelor lokal nusa tenggara
barat (NTB) pada tikus kurang gizi (evaluasi berat badan dan kadar
albumin serum). Jurnal Kesehatan Prima. 1101-1108

49
Magdalena. (2016). Penata Laksanaan Gizi Buruk dalam Hardinsyah, I
Dewa Nyoman Supariasa. (Ed). Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. EGC.
Jakarta

Notoadmojo, Soekijo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka


Cipta. Jakarta.

Mahmud, Mien K, Hermana, Nils Aria Zulfianto, Rossi Rozanna


Apriyantono, Iskari Ngadiarti, Budi Hartati, Berdanus, Tinexcelly.
2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Persagi. PT Elex Media
Computindo kelompok Gramedia. Jakarta

Purwaningrum, Sari, Yuniar Wardani. 2012. Hubungan Antara Asupan


Makanan dan Status Kesadaran Gizi Keluarga dengan Status Gizi
Balita di Wlayah Kerja Puskesmas Sewon I Bantul. Jurnal Kesmas.
1978-0575.

Putri, Rona Firmana, Delmi Sulastri, Yuniar Lestari. 2015. Faktor-faktor


yang berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 4 (1)

Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar. 2008. Penilaian


Status Gizi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Susetyowati (2016). Gizi Bayi dan Balita dalam Hardinsyah, I Dewa


Nyoman Supariasa. (Ed). Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. EGC. Jakarta

Thenawidjaja, Maggy, Wangsa T.I, Debbie S.R. 2017. Protein Serial


Biokimia Mudah dan Menggugah. Grasindo. Jakarta

WHO. 2016. Strategic Action Plan to reduce the double burden of


malnutrition in the South-East Asia Region 2016–2025, (Online),
(http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/253377/1/, diakses 17
Oktober 2016).

Widodo, Selamet, Hadi Riyadi, Ikeu Tanziha, Made Astawan. 2015.


Perbaikan Status Gizi Anak Balita degan Intervensi Biskuit Berbasis
Blondo, Ikan Gabus (Channa striata), dan Beras Merah (Oryza
nivara). Jurnal Gizi Pangan. Volume 10. Nomor 2. Halaman 85-92

Yuniar, Eska, Tantan Widiantara, Dede Zainal Arief. 2016. Kajian


Perbandingan Tepung Kacang Koro Pedang (Canavalia Ensiformis)
Dengan Tepung Tapioka dan Konsentrasi Kuning Telur Terhadap
Karateristik Cookies Koro. Artikel. Universitas Pasundan. Pasundan

Zakaria, Abdullah Tamrin, Sirajuddin, Rudy Hartono. 2012. Penambahan


Tepung Daun Kelor Pada Menu Makanan Sehari-Hari Dalam Upaya

49
Penanggulangan Gizi Kurang Pada Anak Balita. Media Gizi
Pangan. Vol.XIII. Edisi 1

Zakaria, Salmiah, Vani Dwi visca febriani. 2011. Daya Terima dan Analisa
Komposisi Gizi Pada Cookies Dan Brownis Kukus Pandan Dengan
Subtitusi Tepung Daun Kelor (Moringa Oleifera Lamk). Media Gizi
Pangan. Vol XII. Edisi 2.

49
Lampiran 1
MASTER TABEL PERBEDAAN ASUPAN PROTEIN DAN KADAR ALBUMIN BALITA GIZI KURANG YANG
DIINTERVENSI COOKIES TEPUNG DAUN KELOR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETUMBUKAN
Kadar Kadar Asupan Asupan
No Nama Jenis Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Albumin Albumin Protein Protein
Umur Nilai Normal
Identitas Balita Kelamin Responden Responden Responden Responden Sebelum Sesudaah Sebelum Sesudah
(g/dl) (g/dl) (gr) (gr)
001 AR perempuan 53 SU 29 SMA tidak bekerja 4.1 4.2 4.0-5.5 g/dl 29.45 45.15
002 AJ perempuan 47 SI 24 SMA tidak bekerja 4.3 4.5 4.0-5.5 g/dl 28.9 46.9
003 AS perempuan 46 NI 23 Sarjana tidak bekerja 4.4 - 4.0-5.5 g/dl 41.8 -
36 Tidak
004 DS perempuan 14 RO tidak bekerja 4.3 4.4 4.0-5.5 g/dl 21.55 39.05
Sekolah
005 GA laki-laki 40 PU 34 SMA tidak bekerja 4.8 4.6 4.0-5.5 g/dl 35.35 58.25
006 SF perempuan 19 SS 28 SMA tidak bekerja 4.3 4.5 4.0-5.5 g/dl 28.25 43.4
007 SA laki-laki 27 SW 27 SMA tidak bekerja 5 4.5 4.0-5.5 g/dl 60.1 36.9
008 FA laki-laki 24 EH 33 SMP tidak bekerja 4.8 4.8 4.0-5.5 g/dl 32.9 31.65
009 RH perempuan 26 SG 32 SMA tidak bekerja 4.3 - 4.0-5.5 g/dl 36.05 -
010 CA perempuan 26 RA 24 SMA tidak bekerja 4.2 4.2 4.0-5.5 g/dl 45.9 47.8
011 IA laki-laki 39 NV 31 SMA tidak bekerja 4.4 4.5 4.0-5.5 g/dl 32.65 65.1
012 MZ laki-laki 21 SR 21 SD tidak bekerja 4.1 4.2 4.0-5.5 g/dl 40.25 44.5
013 MS laki-laki 32 MT 32 SMP tidak bekerja - - - -
014 FI laki-laki 24 EA 21 SMA tidak bekerja 4.8 4.6 4.0-5.5 g/dl 31.7 50.15
015 NA perempuan 22 DP 30 SD tidak bekerja 4.8 4.9 4.0-5.5 g/dl 39.4 43
016 AO laki-laki 24 AN 24 SMA tidak bekerja 5 5 4.0-5.5 g/dl 35.8 62.05
017 MA perempuan 44 SM 39 SMA tidak bekerja 4.5 - 4.0-5.5 g/dl 49.45 -

49
018 DS perempuan 20 RD 31 SMA tidak bekerja 3.9 - 4.0-5.5 g/dl 33.25 -
019 MR laki-laki 27 MI 22 SMP tidak bekerja 4.9 4.8 4.0-5.5 g/dl 47.3 49.15
020 AA laki-laki 29 RI 32 SMA tidak bekerja 4.8 5 4.0-5.5 g/dl 34 38.55
021 FA laki-laki 15 AW 28 Sarjana tidak bekerja - - - - -
022 MN perempuan 23 SN 36 SMA tidak bekerja 5.4 5.4 4.0-5.5 g/dl 39.65 36.1
023 SE perempuan 56 JU 25 SMP tidak bekerja 4.3 4.6 4.0-5.5 g/dl 47.15 28.6
024 AY laki-laki 26 YU 28 SMP tidak bekerja 4.9 5 4.0-5.5 g/dl 49.5 52.05
025 KA perempuan 20 ST 25 SMA tidak bekerja 4.4 4.6 4.0-5.5 g/dl 41.05 31.8
026 AA perempuan 23 SH 22 SMA tidak bekerja 5 5 4.0-5.5 g/dl 38.15 38.75
027 SR laki-laki 35 SP 36 SMA tidak bekerja 4.1 4.1 4.0-5.5 g/dl 31.35 54.25
028 AZ laki-laki 36 WI 27 SMP tidak bekerja 5 5 4.0-5.5 g/dl 29.55 54.4
029 NMS perempuan 31 AA 24 SD tidak bekerja - - - - -
030 MY laki-laki 36 SI 33 SMA tidak bekerja - - - - -
031 SN perempuan 29 RM 29 Sarjana tidak bekerja 4.1 4 4.0-5.5 g/dl 41.75 41.75
032 SI perempuan 58 NO 24 SD tidak bekerja 4.9 4.9 4.0-5.5 g/dl 48.5 52.8
033 CZ perempuan 30 SF 23 SMA wiraswasta 4 4.2 4.0-5.5 g/dl 36.05 32.5
034 DM perempuan 57 DS 36 SMP tidak bekerja 5.2 5 4.0-5.5 g/dl 54.85 47.45
035 AD perempuan 45 AN 34 SMA tidak bekerja 4.8 - 4.0-5.5 g/dl 36.7 -

Keterangan : Sampel tidak hadir pada saat pemeriksaan albumin sebelum intervensi
Sampel tidak hadir pada saat pemeriksaan albumin setelah intervensi

49
Lampiran 2
Pengolahan Data
C. Uji Univariat
1. Karakteristik Sampel
Kelompok umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1-3 tahun 27 87.1 87.1 87.1

4-6 tahun 4 12.9 12.9 100.0

Total 31 100.0 100.0

jenis.kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 12 38.7 38.7 38.7

perempuan 19 61.3 61.3 100.0

Total 31 100.0 100.0

2. Karakteristik Responden
Pendidikan ibu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sekolah 1 3.2 3.2 3.2

SD 3 9.7 9.7 12.9

SMP 6 19.4 19.4 32.3

SMA 19 61.3 61.3 93.5

Sarjana 2 6.5 6.5 100.0

Total 31 100.0 100.0

49
kelompok umur responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 19-29 tahun 17 54.8 54.8 54.8

30-49 tahun 14 45.2 45.2 100.0

Total 31 100.0 100.0

Pekerjaan ibu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak bekerja 30 96.8 96.8 96.8

pedagang/wiraswasta 1 3.2 3.2 100.0

Total 31 100.0 100.0

3. Asupan Protein dan Kadar Albumin Balita Gizi Kurang


Statistics

Asup.Pro.sblm Asup.Pro.ssdh Albumin.sblm Albumin.ssdh

N Valid 26 26 26 26

Missing 0 0 0 0

Mean 38.5019 45.0788 4.612 4.635

Std. Deviation 9.02713 9.53254 .4033 .3555

Minimum 21.55 28.60 4.0 4.0

Maximum 60.10 65.10 5.4 5.4

D. Uji Bivariat
1. Perbedaan Asupan Protein Sebelum dan Sesudah Intervensi
Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval


Std.
of the Difference
Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair 1 Asupan Protein Sebelum - -6.57692 13.94842 2.735 -12.21081 -.94303 -2.404 25 .024
Asupan Protein Sesudah 51

49
2. Perbedaan Kadar Albumin Sebelum dan Sesudah Intervensi

Test Statisticsb

Kadar Albumin
Sesudah - Kadar
Albumin
Sebelum

Z -.933a

Asymp. Sig. (2-tailed) .351

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

E. Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Asupan Protein Sebelum .107 26 .200* .970 26 .623

Asupan Protein Sesudah .083 26 .200* .982 26 .910

Kadar Albumin Sebelum .218 26 .003 .912 26 .030

Kadar Albumin Sesudah .120 26 .200* .947 26 .200

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

49
Lampiran 3.
Pemantauan Cookies Tepung Daun Kelor Anak Gizi Kurang Selama 21 Hari
No Nama Pemberian Hari Ke
Jlh %
Id Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
001 AR 3 2 2 2 3 3 2 6 5 4 6 5 3 3 4 6 6 6 6 6 6 89 70.63
002 AJ 6 4 5 5 3 0 3 5 5 3 4 5 6 6 2 6 6 6 5 6 5 96 76.19
003 AS 3 2 2 3 3 2 2 3 4 3 2 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 89 70.63
004 DS 6 2 2 3 3 2 4 4 4 4 4 6 2 2 6 6 6 6 6 6 6 90 71.43
005 GA 3 5 0 3 3 3 3 4 5 6 3 4 5 3 4 6 6 6 6 6 6 90 71.43
006 SF 2 5 4 2 0 4 2 3 4 5 4 4 6 6 6 6 5 6 6 6 6 92 73.02
007 SA 4 6 3 2 2 4 4 6 4 5 6 3 4 4 3 3 3 6 6 6 6 90 71.43
008 FA 3 4 2 5 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 6 6 6 6 6 6 90 71.43
009 RH 3 6 3 1 0 0 3 1 2 1 4 3 2 3 3 4 5 3 3 5 4 59 46.83
010 CA 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 126 100.00
011 IA 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 3 4 5 6 6 6 6 6 6 6 74 58.73
012 MZ 0 2 0 0 0 1 1 1 2 1 2 1 2 3 5 4 6 6 6 6 6 54 42.86
014 FI 2 2 3 1 0 0 2 5 4 3 4 5 6 6 6 3 6 5 4 4 3 73.5 58.33
015 NA 2 2 0 0 0 2 2 4 4 3 6 5 6 6 6 5 6 4 6 5 6 80 63.49
016 AO 5 3 3 4 2 4 4 6 5 4 3 5 6 4 4 5 6 6 4 5 4 91.5 72.62
017 MA 2 2 1 2 1 3 3 6 5 6 6 4 5 6 4 4 6 5 6 6 5 88 69.84
018 DS 6 4 3 4 5 3 6 6 6 5 6 5 4 5 6 4 4 5 3 5 4 99 78.57
019 MR 1 0 0 0 1 6 1 2 0 5 4 6 6 4 5 3 5 4 6 4 4 66 52.38
020 AA 1 2 0 1 1 2 2 2 3 4 3 2 4 3 5 3 5 6 6 5 4 63.5 50.40
022 MN 1 4 5 3 6 5 4 2 0 3 4 0 6 6 3 5 4 5 4 6 6 82 65.08
023 SE 6 5 0 5 6 5 4 3 3 4 6 6 4 5 5 6 6 5 4 6 5 99 78.57

49
024 AY 6 6 6 6 6 4 6 6 6 6 6 6 4 6 6 6 5 5 3 4 5 114 90.48
025 KA 6 3 3 1 2 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 3 4 3 4 5 5 98 77.78
026 AA 1 2 3 3 2 2 1 6 5 4 3 5 4 5 4 3 6 6 6 5 6 82 65.08
027 SR 1 0 0 0 0 2 3 6 5 6 4 5 6 6 2 3 6 4 5 5 5 73.5 58.33
028 AZ 1 0 0 1 2 1 2 3 3 4 4 0 3 4 0 5 6 3 2 1 1 45.5 36.11
031 SN 4 6 2 4 3 2 2 6 5 5 6 5 6 5 5 5 4 4 3 4 5 91 72.22
032 SI 6 6 3 6 4 2 3 6 5 4 4 5 6 6 5 4 4 6 6 5 4 100 79.37
033 CZ 4 6 3 4 4 2 2 1 4 6 6 5 4 4 5 5 6 6 4 4 4 88 69.84
034 DM 3 3 3 3 3 1 3 2 4 5 5 6 6 6 5 4 4 5 4 4 6 85 67.46
035 AD 4 0 4 3 0 1 2 1 4 4 5 6 6 5 5 4 4 4 5 4 6 77 61.11

49
Lampiran 6
BUKTI BIMBINGAN SKRIPSI

Nama : Rizka Rahmayanti


NIM : P01031214050
Judul : Perbedaan Asupan Protein dan Kadar Albumin Anak Balita
Gizi Kurang Usia 12 – 59 Bulan yang Diintervensi Cookies
Tepung Daun Kelor di Wilayah Kerja Puskesmas
Petumbukan

Judul dan Topik T. Tangan T. Tangan


No Tanggal
Bimbingan Mahasiswa Pembimbing
Membicarakan topik
1 27/9/2017 penelitian dan
membaca jurnal
Menentukan topik
2 28/9/2017
penelitian
Masalah penelitian dan
3 29/9/2017 menentukan variabel
penelitian
4 2/10/2017 Menulis latar belakang

5 9/10/2017 Diskusi BAB I

6 10/10/2017 Revisi BAB I

7 12/10/2017 Diskusi BAB II

8 17/10/2017 Revisi BAB II

Diskusi BAB III dan


9 19/10/2017
Lampiran
Revisi BAB III dan
10 24/10/2017
Lampiran

49
11 25/10/2017 Diskusi Kuesioner

12 31/10/2017 Seminar Proposal

13 5/11/2017 Revisi Proposal

14 6/11/2017 Revisi Proposal

15 7/11/2017 Revisi Proposal

49

You might also like