You are on page 1of 33

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Mutu Pelayanan Kesehatan

2.1.1 Definisi Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan

dengan standard profesi dengan memanfaatkan secara baik sumber daya

yang ada, sehingga semua kebutuhan pelanggan dan tujuan untuk

mencapai derajat kesehatan yang optimal dapat tercapai (Bustami,

2011).

Menurut kementrian kesehatan RI (2010), mutu pelayanan

kesehatan adalah yang meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang menimbulkan

kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tetapi

juga sesuai dengan standard dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.

Standar layanan kesehatan merupakan bagian dari layanan

kesehatan itu sendiri dan memainkan peranan yang penting dalam

mengatasi masalah mutu layanan kesehatan. Jika suatu organisasi

layanan kesehatan ingin menyelenggarakan layanan kesehatan yang

bermutu secara taat-asas atau konsisten, keinginan tersebut harus

dijabarkan menjadi suatu standar layanan kesehatan atau standar

prosedur operasional. Secara luas, pengertian standar layanan kesehatan

ialah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu akan

menyangkut masukan, proses, dan keluaran (outcome) sistem layanan

kesehatan (Imbalo, 2007).


6

2.1.2 Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan

Menurut prof. A. Donabedian ada 3 pendekatan evaluasi penilaian

mutu (Imbalo, 2007), yaitu:

a. Standar Struktur

Standar struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan

sistem, kadang-kadang disebut juga sebagai masukan atau

struktur. Termasuk kedalamnya adalah hubungan organisasi, misi

organisasi, kewenangan, komite-komite, personel, peralatan,

gedung, rekam medik, keuangan, perbekalan, obat, dan fasilitas.

Standar struktur merupakan rules of the game.

b. Standar Proses

Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek

pelaksanaan kegiatan layanan kesehatan, melakukan prosedur dan

kebijaksanaan. Standar proses akan menjelaskan apa yang harus

dilakuka, bagaimana melakukannya dan bagaimana sistem

bekerja.

c. Standar Keluaran

Standar Keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan

kesehatan. Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan

kesehatan berhasil atau gagal. Keluaran (Outcome) adalah apa

yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil dari layanan kesehatan

yang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan tersebut

akan diukur.
7

Ketiga kategori tersebut perlu dipertimbangkan untuk

mendapatkan suatu tingkat mutu tertentu. Contoh, layanan kesehatan

yang bermutu tidak otomatis terjadi hanya untuk menciptakan suatu

lingkungan tertentu.

Penggunaan pendekatan struktur, proses dan keluaran sangat

penting untuk jaminan mutu layanan kesehatan. Pendekatan itu dapat

membantu di dalam penilaian atau pengukuran tingkat mutu layanan

kesehatan yang multidimensi.

Selain itu, hal berikut juga diperlukan dalam penilaian tingkatan

mutu.

 Informasi tertentu dari kriteria struktur, proses, ataupun keluaran

akan menunjukkan aspek tertentu dari mutu layanan kesehatan.

 Informasi dari kriteria struktur, proses, ataupun keluaran akan

membantu mengidentifikasi lokasi masalah dan penyebab masalah

mutu layanan kesehatan yang selanjutnya akan memberi petunjuk

terhadap tindakan yang tepat dengan cara mengubah kategori kriteria

struktur dan proses layanan kesehatan.

2.1.3 Keputusan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Minimal

2.1.3.1 Desentralisasi

Telah ditetapkan 8 (delapan) kebijakan desentralisasi

bidang kesehatan, yaitu :

a. Desentralisasi bidang kesehatan dilaksanakan dengan

memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan,

serta potensi dan keanekaragaman daerah.


8

b. Pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan berdasarkan

kepada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.

c. Desentralisasi bidang kesehatan yang luas dan utuh

diletakkan di kabupaten dan kota, sedangkan desentralisasi

bidang kesehatan di propinsi bersifat terbatas.

d. Pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan harus sesuai

dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin hubungan

yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

e. Desentralisasi bidang kesehatan harus lebih meningkatkan

kemandirian daerah otonom, pemerintah pusat

berkewajiban memfasilitasi pelaksanaan pembangunan

kesehatan dan manajemen kesehatan.

f. Desentralisasi bidang kesehatan harus lebih meningkatkan

peran dan fungsi badan legislatif daerah, baik dalam hal

fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi

anggaran.

g. Sebagai pelengkap desentralisasi bidang kesehatan,

dilaksanakanpula dekonsentrasi bidang kesehatan yang

diletakkan di daerah propinsi sebagai wilayah administrasi.

h. Untuk mendukung desentralisasi bidang kesehatan

dimungkinkan pula dilaksanakan tugas pembantuan di

bidang kesehatan, khususnya dalam hal penanggulangan

kejadian luar biasa, bencana, dan masalah-masalah

kegawatdaruratan kesehatan lainnya.


9

2.1.3.2 Urusan Wajib dan SPM (Standar Pelayanan Minimal)

Secara ringkas PP No. 65 tahun 2005 memberikan rujukan

bahwa SPM adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu

pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang

berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal, terutama

yang berkaitan dengan pelayanan dasar, baik daerah provinsi

maupun daerah kabupaten/kota.

Dalam penerapannya, SPM harus menjamin akses

masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari pemerintah

daerah sesuai dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh

pemerintah. Oleh karena itu, baik dalam perencanaan maupun

penganggaran, wajib diperhatikan prinsip-prinsip SPM yaitu

sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat

dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas pencapaian yang

dapat diselenggarakan secara bertahap.

Hal ini dimaksudkan pula agar kinerja penyelenggaraan

pemerintah daerah, khususnya penanganan bidang kesehatan

tetap sejalan dengan tujuan nasional dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Pada dasarnya, penetapan standar pelayanan minimal

bidang kesehatan mengacu pada kebijakan dan strategi

desentralisasi bidang kesehatan, yaitu :


10

a. Terbangunnya komitmen antara pemerintah, legislatif,

masyarakat dan stakeholder lainnya guna kesinambungan

pembangunan kesehatan.

b. Terlindunginya kesehatan mesyarakat, khususnya penduduk

miskin, kelompok rentan, dan daerah miskin.

c. Terwujudnya komitmen nasional dan global dalam program

kesehatan.

SPM bidang kesehatan disusun dengan prinsip-prinsip

sebagai berikut :

a. Diterapkan pada urusan wajib. Oleh karena itu SPM

merupakan bagian integral dari embangunan kesehatan

yang berkesinambungan, menyeluruh, terpadu sesuai

rencana pembangunan jangka menengah nasional.

b. Diberlakukan untuk seluruh daerah kabupaten dan daerah

kota. SPM harus mampu memberikan pelayanan kepada

publik tanpa kecuali (tidak hanya masyarakat miskin),

dalam bentuk, jenis, tingkat dan mutu pelayanan yang

esensial dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

c. Menjamin akses masyarakat mendapat pelayanan dasar

tanpa mengorbankan mutu dan mempunyai dampak luas

pada masyarakat (Positive Health Externality).

d. Merupakan indikator kinerja bukan standar teknis, dikelola

dengan manajeral professional sehingga tercapai efisiensi

dan efektivitas penggunaan sumberdaya.


11

e. Bersifat dinamis.

f. Ditetapkan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan dasar.

Disamping prinsip-prinsip sebagaimana terebut di atas,

Departemen Kesehatan telah sepakat menambahkan kriteria

SPM, yaitu:

a. Merupakan pelayanan yang langsug dirasakan masyarakat,

sehingga hal-hal yang berkaitan dengan manajemen

dianggap sebagai faktor pendukung dalam melaksanakan

urusan wajib (perencanaan, pembiayaan, pengorganisasian,

perizinan, sumberdaya, sistem, dsb), tidak dimasukkan

dalam SPM (kecuali critical support function).

b. Merupakan prioritas tinggi bagi pemerintah daerah karena

melindungi hak-hak konstitusional perorangan dan

masyarakat, untuk melindungi kepentingan nasionaldan

memenuhi komitmen nasional dan global serta merupakan

penyebab utama kematian/kesakitan.

c. Berorientasi pada output yang langsung dirasakan

masyarakat.

d. Dilaksanakan secara terus-menerus (sustainable), terukur

(measureable) dan dapat dikerjakan (feasible).

2.1.4 Peraturan Gubernur tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan

Standar Pelayanan Minimal

Dalam menyusun SPM, sarana pelayanan kesehatan wajib

memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:


12

a. Keselamatan Pasien, pada setiap jenis pelayanan kesehatan

perorangan wajib mengutamakan keselamatan pasien.

b. Pelayanan fokus pada pasien, merupakan pelayanan yang

menghormati dan responsif terhadap pilihan, kebutuhan dan

nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai

pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis.

c. Konsensus, berdasarkan kesepakatan bersama berbagai

komponen atau sektor terkait dari unsur-unsur kesehatan yang

secara terinci terlampir dalam daftar tim penyusun.

d. Sederhana, SPM disusun dengan kalimat yang mudah

dimengerti dan mudah dipahami.

e. Nyata, SPM disusun dengan memperhatikan dimensi ruang,

waktu dan persyaratan atau prosedur teknis.

f. Terukur, seluruh indikator dan standar didalam SPM dapat

diukur baik kualitatif ataupun kuantitatif.

g. Terbuka, SPM dapat diakses oleh seluruh warga atau lapisan

masyarakat.

h. Terjangkau, SPM dapat dicapai dengan menggunakan sumber

daya dan dana yang tersedia.

i. Akuntabel, SPM dapat dipertanggung jawabkan kepada publik.

j. Bertahap, SPM mengikuti perkembangan kebutuhan dan

kemampuan keuangan, kelembagaan dan personil dalam

pencapaian SPM.
13

2.1.5 Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan

Dimensi mutu layanan kesehatan merupakan suatu kerangka pikir

yang yang dapat digunakan dalam menganalisis masalah mutu layanan

kesehatan yang sedang dihadapi dan kemudian mencari solusi yang

diperlukan untuk dapat mengatasinya (Imbalo, 2007)

Lima dimensi utama yang disusun sesuai dengan urutan tingkat

kepentingan relatifnya sebagai berikut :

a. Kenyataan (Tangiable), berkenaan dengan daya tarik fisik,

perlengkapan, kerapian, kebersihan serta penampilan tenaga

kesehatan.

b. Keandalan (Reliability), berkaitan dengan kemampuan pemberi

pelayanan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama

kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan

pelayanannya sesuai dengan waktu yang disepakati. Keandalan

berhubungan dengan tingkat kemampuan dan ketrampilan yang

dimiliki petugas dalam menyelenggarakan dan memberikan

pelayanan kepada pasien. Tingkat kemampuan dan keterampilan

yang kurang dari tenaga kesehatan tentunya akan memberikan

pelayanan yang kurang memenuhi kepuasan pasien sebagai

standar penilaian terhadap mutu pelayanan.

c. Tanggung Jawab (Responsiveness), berkenaan dengan keadilan

dan kemampuan tenaga kesehatan untuk membantu pasien dan

merespons permintaan mereka, serta menginformasikan kapan

pelayanan akan diberikan dan kemudian memberikan pelayanan


14

secara cepat. Dalam hal ini tenaga kesehatan cepat tanggap

terhadap masalah yang timbul atau keluhan yang disampaikan

oleh pasien.

d. Jaminan (Assurance), yaitu perilaku tenaga kesehatan mampu

menumbuhkan kepercayaan pasien dan bisa menciptakan rasa

aman bagi paien. Jaminan juga berarti bahwa tenaga kesehatan

selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan

keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan

atau masalah pasien.

e. Empati (Empathy), berarti tenaga kesehatan memahami masalah

pasien dan bertindak demi kepentingan pasien, serta memberikan

perhatian personal kepada pasien.

2.1.6 Pelanggan Pelayanan Kesehatan

Menurut Imbalo (2007), adalah pasien merupakan pelanggan

layanan kesehatan, tetapi pasien dalam hal ini hanya merupakan salah

satu jenis pelanggan. Pelanggan layanan kesehatan merupakan semua

orang yang sehari-harinya melakukan kontak dengan layanan

kesehatan. Berdasarkan pengertian ini, dikenal dua macam pelanggan,

yaitu :

a. Pelanggan Internal (internal customer), yaitu mereka yang

bekerja di dalam institusi kesehatan seperti staf medis, paramedis,

teknisi, administrasi, pengelola.


15

b. Pelanggan Eksternal (External customer), yaitu pasien, keluarga

pasien, pengunjung, pemerintah, perusahaan asuransi kesehatan,

masyarakat umum, rekana, lembaga swadaya masyarakat.

2.1.7 Kebutuhan Pelanggan Layanan Kesehatan

Kunci keberhasilan suatu organisasi layanan kesehatan ialah

mengetahui apa yang dibutuhkan atau diinginkan oleh pelanggan dan

berupaya memenuhinya. Pola pikir organisasi layanan kesehatan yang

demikian baru dimulai sejak 10-15 tahun yang lalu. Sebelumnya,

organisasi layanan kesehatan hanya bersifat pasif, bukan proaktif,

karena orang yang sakit pasti akan membutuhkan layanan kesehatan.

Sekarang pelanggan semakin mengerti sistem layanan kesehatan dan

menginginkan sesuatu yang lebih baik lagi, dalam hal ini, mutu

pelayanan kesehatan yang lebih baik (Imbalo, 2007).

Dengan memperhatikan setiap sampul yang terdapat dalam

layanan kesehatan, dapat diidentifikasikan masalah layanan kesehatan

yang terjadi dan dapat ditentukan akibat yang ditimbulkannya terhadap

mutu pelayanan kesehatan.

2.1.8 Faktor Utama Penentu Kualitas Pelayanan

Beberapa faktor yang mendukung berjalannya suatu pelayanan

dengan baik (Endang, 2015), yaitu :

a. Kesadaran para pejabat dan petugas yang berkecimpung dalam

pelayanan

b. Aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan


16

c. Organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan

berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan

d. Keterampilan petugas

e. Sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan

2.1.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Kesehatan

Beberapa faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan (Aziz,

2008) yaitu :

1. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru

Mengingat pekebangan ilmu pengatahuan dan teknlogi,

maka akan diikuti oleh perkembangan pelayanan kesehatan untuk

mengatasi masalah penyakit-penyakit yang sulit dapat digunakan

penggunaan alat seperti leser, terapi penggunaan gen dan lain-lain.

2. Nilai masyarakat

Dengan beragamnya masyarakat, maka dapat menimbulkan

pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan yang berbeda. Masyarakat

yang sudah maju dengan pengetahuan yang tinggi, maka akan

memiliki kesadaran yang lebih dalam penggunaan atau

pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, demikian jua sebaliknya.

3. Aspek legal dan etik

Dengan tingginya kesadaran masyarakat terhadap

penggunaan atau pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, maka

akan semakin tinggi pula tuntutan hukum dan etik dalam

pelayanan kesehatan, sehingga pelaku pemberi pelayanan

kesehatan harus dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan


17

secara profesional dengan memperhatikan nilai-nilai hukum dan

etika yang ada di masyarakat.

4. Ekonomi

Semakin tinggi ekonomi seseorang, pelayanan kesehatan

akan lebih diperhatian dan mudah dijangkau, begitu juga

sebaliknya, keadaan ekonomi ini yang akan dapat memengaruhi

dalam sistem pelayanan kesehatan.

5. Politik

Kebijakan pemerintah melalui sistem politik yang ada akan

semakin berpengaruh sekali dalam sistem pemberian pelayanan

kesehatan. Kebijakan-kebijakan yang ada dapat memberikan pola

dalam sistem pelayanan.

2.1.10 Pengukuran Mutu Pelayanan Kesehatan

Faktor yang digunakan oleh konsumen untuk mengukur mutu

pelayanan kesehatan yaitu outcome, process, dan image tentang jasa

pelayanan tersebut. Ketiga kriteria dijabarkan oleh Goonros menjadi

enam unsur (Muninjaya, 2015) :

1. Profesionalism and skills

Kriteria ini dihubungkan dengan outcome peleyanan

kesehatan yaitu tingkat kesembuhan pasien. Pengguna jasa

pelayanan kesehatan menyadari bahwa jasa pelayanan kesehatan

dihasilkan oleh staf yang profesional, tetapi memiliki pengetahuan

dan keterampilan berbeda. Institusi penyedia layanan kesehatan

harus menjamin reputasi dokter dan petugas kesehatan yang bekerja


18

pada institusinya. Dokter dan petugas kesehatan menjadi faktor

produksi utama yang akan menentukan hasil (outcome) pelayanan

kesehatan, termasuk institusi yang juga menjamin tingkat kepuasan

mereka.

2. Attitudes and behaviour

Kriteria sikap dan perilaku staf berhubugan dengan proses

pelayanan. Pengguna institusi jasa pelayanan kesehatan merasakan

kalau dokter dan paramedis rumah sakit sudah melayani mereka

dengan baik sesuai standar pelayanan yang ditetapkan. Situasi

ditunjukkan pada sikap empati dan perilaku staf yang membantu

pengguna pelayanan kesehatan mengtasi keluhan sakitnya.

3. Accessibility and flexibility

Kriteria penilaian inijuga berhubungan dengan proses

pelyanan. Pengguna jasa pelayanan merasakan bahwa jasa institusi

penyedia pelayanan, lokasi, jam kerja dan sistemnya sudah

dirancang dengan baik untuk memudahkan para pengguna

mengakses pelayanannya sesuai dengan kondisinya masing-masing

(fleksibilitas) dan keadaan sakit si pasien, jarak tempuh, tarif

pelayanan yang ditetapkan dan kemampuan ekonomi

pasien/keluarga membayar tarif pelayanan tersebut.

4. Reliability and trustworthiness

Kriteria penilaian ini juga berhubungan dengan proses

pelayanan. Pengguna jasa pelayanan kesehatan bukan tidak

memahami resiko yang merea hadapi jika harus memilih jasa


19

pelayanan yang ditawarkan oleh dokter. Misalnya, operasi caesar

untuk persalinan. Pasien dan keluarganya sudah memercayai

sepenuhnya dokter yang melakukan tindakan operasi tersebut karena

pengalaman dan reputasi dokter dan rumah sakitnya. Untuk itu,

operasi caesar yang ditawarkan kepada ibu bersalin dan suaminya

dapat diterima dengan baik meskipun mereka menyadari resiko yang

dihadapinya.

5. Recovery

Kriteria penilaian ini juga berhubungan dengan proses

pelayanan. Pengguna jasa memang menyadari kalau dapat terjadi

kesalahan atau risiko akibat tindakan medis yang diambil, tetapi para

pengguna jasa pelayanan kesehatan memercayai bahwa institusi

penyedia jasa pelayanan sudah melakukan perbaikan (recovery)

terhadap mutu pelayanan yang ditawarkan kepada publik untuk

mengurangi risiko medis yang akan diterima pasien.

6. Reputation and credibiity

Kriteria ini berhubungan dengan image institusi pelayanan.

Pelanggan aan meyakini bahwa institusi penyedia jasa pelayanan

kesehatan memang memilik reputasi baik, dapat dipercaya dan

punya ilai (rating) tinggi di bidang pelayanan seperti yang

ditunjukan selama ini oleh dokter dan timnya serta institusi penyedia

pelayanan kesehatan.
20

2.1.11 Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan

Persepsi mutu pelayanan menurut (Endang, 2015) adalah sebagai

berikut :

1. Menurut pasien/masyarakat

Pasien/masyarakat melihat layanan kesehatanyang bermutu

sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan

yang dirasakan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan

santun, tepat waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan

keluhan serta mencegah berkembangnya atau meluasnya

penyakit. Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang

merasa puas akan mematuhi pengobatan da mau datang berobat

kembali.

2. Menurut pemberi pelayanan

Pemberi layanan kesehatan mengaitkan layanan kesehatan

yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau

protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan

kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan

bagaimana keluaran atau layanan kesehatan tersebut.

3. Menurut penyambung dana/asuransi

Penyandang dana/asuransi menganggap bahwa layanan

kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang

efesien dan efektif. Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam

waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan

dapat menjadi efisien. Selanjutnya, upaya promosi kesehatan


21

pencegahan penyakit akan digalakkan agar pengguna layanan

kesehatan semakin berkurang.

4. Menurut pemilik sarana layanan kesehatan

Pemlik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa

layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan

yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya

operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan

kesehatan yang masih terjangkauoleh pasien atau masyarakat,

yaitu pada tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan

pasien/masyarakat.

5. Menurut adminstrator kesehatan/pemerintah

Administrator layanan kesehatan tidak langsung

memberikan layanan kesehatan, tetapi ikut bertanggungjawab

dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan

supervisi, kebutuhan keuangan dan logistik akanmemberikan

suatu tantangan da terkadang administrator layanan kesehatan

kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan dalam

layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa

dimensi mutu layanan kesehatan tertentu akan membantu

administrator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan

dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan

pasien, serta pemberi layanan kesehatan.


22

6. Menurut ikatan profesi

Keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutu

pelayanan kesehatan akan menimbulkan kepuasan pasien. Dengan

demikian, tugas pelayanan kesehatan selama ini dianggap suatu

beban yang berat dan ada kalanya disertai dengan

keluhan/kritikan pasien dan/masyarakat akan berubah menjadi

suatu kepuasan kerja. Jaminan mutu pelayanan kesehatan akan

menghindarkan terjadinya malpraktik sehingga dokter dapat

terhindar dari tuntunan pasien.

Konsumen pelayanan kesehatan tidak dapat dinilai secara

teknis medis, oleh karena itu mereka menilai dari sisi non teknis.

Ada dua penilaian tentang pelayanan kesehatannya yaitu

kenyamanan dan nilai pelayanan yang diterima. Menurut (Sari,

2004) secara sederhana ada tiga persyaratan pokok yang harus

dimiliki untuk bisa disebut pelayanan kesehatan yang baik, yaitu :

a. Sesuai dengan kebutuhan pemakai jasa pelayanan

Suatu pelayanan kesehatan yang baik adalah yang sesuai

dengan kebutuhan pemakai jasa pelayanan.

b. Dapat dijangkau oleh mereka yang membutuhkan

Pengertian terjangkau di sini adalah tidak hanya dari sudut

jarak atau lokasi tetapi juga dari sudut pembiayaan.

c. Sesuai dengan ilmu teknologi kedokteran

Dengan kata lain suatu pelayanan kesehatan yang baik

adalah pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya.


23

2.1.12 Kaidah-kaidah Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan

Jaminan mutu pelayanan kesehatan atau Quality Assurance in

Healthcare merupakan salah satu pendekatan atau upaya yang sangat

mendasar dalam memberikan pelayanan terhadap pasien. Kita sebagai

profesional pelayanan kesehatan baik sebagai perorangan ataupun

kelmpok harus selalu berupaya memberikan pelayanan kesehatan yang

terbaik mutunya kepada semua pasien. Apabila program menjaga mutu

dapat dilaksanakan, maka banyak manfaat yang akan diperoleh

(Endang, 2015). Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan

adalah :

a. Dapat lebih meningkatkan efektiftas pelayanan kesehatan

Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat

hubugannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat

dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan

diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan

pemilihan asalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan

pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara

benar.

b. Dapat lebih meningkatkan efisiensi peayanan kesehatan

Peningkatan efisiensi yang dimaksudkan di sini erat

hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan

pelayanan yang berlebihan atau yang di bawah standar. Biaya

tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus


24

mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang di

bawah standar akan dapat dicegah.

c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan

Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah

sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan

kebutuhan dan tuntunan masyarakat sebagai pemakai jasa

pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat

diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam

turut meningktkan derajat kesehatan masyarakat secara

keseluruhan.

2.2 Tingkat Kepuasan

2.2.1 Pengertian kepuasan pasien

Menurut Irawan (2003), kepuasan adalah perasaan senang atau

kecewa dari seseorang yang mendapat kesan dari membandingkan hasil

pelayanan kinerja dengan harapan-harapannya. Sedangkan Imbalo

(2007) menyebutkan bahwa kepuasan pasien adalah tingkat perasaan

pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang

diperolehnya, setelah pasien membandingkan dengan apa yang

diharapkannya.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

kepuasan pasien adalah hasil penilaian dalam bentuk respon emosional

(perasaan senang dan puas) pada pasien karena terpenuhinya harapan


25

atau keinginan dalam menggunakan dan menerima pelayanan

kesehatan.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengeruhi Kepuasan Pasien

Menurut Budiastuti (dalam Anisza, 2012) faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan pasien, yaitu:

a. Kualitas produk atau jasa, pasien akan merasa puas bila hasil

evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang

digunakan berkualitas. Persepsi pasien terhadap kualitas produk

atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas

produk atau jasa dan komunikasi perusahaan, dalam hal ini rumah

sakit dalam mengiklankan tempatnya.

b. Kualitas pelayanan, pasien akan merasa puas jika mereka

memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang

diharapkan.

c. Faktor emosional, pasien merasa bangga, puas dan kagum

terhadap rumah sakit yang dipandang “rumah sakit mahal”.

d. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai

harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang

berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih

tinggi pada pasien.

e. Biaya, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau

tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan,

maka pasien cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.


26

2.2.3 Pengukuran Kepuasan Pasien

Kepuasan pelayanan adalah hasil pendapat dan penilaian

masyarakat terhadap kinerja pelaynan yang diberikan aparatur

penyelenggara pelayanan publik. Unsur indeks kepuasan masyarakat

berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam

Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang

kemudian dikembangkan menjadi empat belas unsur yang relevan, valid

dan reliabel dalam KEPMENPAN NO. KEP/25/M.PAN/2/2004,

sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks

kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut:

1. prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur

pelayanan;

2. persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif

yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan

jenis pelayanannya;

3. kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian

petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta

kewenangan dan tanggung jawabnya);

4. kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam

memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja

sesuai ketentuan yang berlaku;


27

5. tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang

dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan

penyelesaian pelayanan;

6. kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan

ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/

menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat;

7. kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat

diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit

penyelenggara pelayanan;

8. keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan

dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang

dilayani;

9. kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku

petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara

sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati;

10. kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat

terhadap besamya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;

11. kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang

dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;

12. kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan,

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

13. kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana

pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat

memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan;


28

14. keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan

lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang

digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk

mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan

dari pelaksanaan pelayanan.

2.2.4 Dimensi Kepuasan

Secara umum, dimensi kepuasan tersebut dapat dibedakan menjadi dua

macam (Jenny, 2013), yaitu :

1. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan kode etik serta

standar pelayanan profesi. Ukuran yang dimaksud pada dasarnya

mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai :

a. hubungan dokter-pasien

b. kenyamanan pelayanan

c. kebebasan melakukan pilihan

d. pengetahuan dan kompetensi teknis

e. efektifitas pelayanan

f. keamanan tindakan

2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan

pelayanan kesehatan. Ukuran yang dimaksud pada dasarnya

mencakup pada penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai :

a. ketersediaan pelayanan kesehatan

b. kewajaran pelayanan kesehatan

c. kesinambungan pelayanan kesehatan

d. penerimaan pelayanan kesehatan


29

e. ketercapaian pelayanan kesehatan

f. keterjangkauan pelayanan kesehatan

g. efisiensi pelayanan kesehatan

h. mutu pelayanan kesehatan

2.2.5 Hubungan antara Kepuasan, Harapan dan Persepsi Pasien terhadap

Pelayanan Kesehatan yang Diterima

Kepuasan pelayanan kesehatan akan dinyatakan melalui hal-hal

sebagai berikut (Endang, 2015) :

1. Komunikasi dari mulut ke mulut

2. Kebutuhan pribadi

3. Pengalaman masa lalu

4. Komunikasi eksternal

2.3 Konsep Posyandu

2.3.1 Pengertian Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya kesehatan

bersumber Daya Manusia (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan

dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan

pembangunan kesehatan. Guna memberdayakan masyarakat dan

memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh

pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI, 2006).

2.3 2 Tingkatan Posyandu

Dilihat dari indikator-indikator yang ditetapkan oleh Depkes,

Posyandu secara umum dapat dibedakan menjadi empat tingkat

(Depkes RI, 2006), yaitu :


30

a. Posyandu Pratama

Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang

ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara

rutin serta jumlah kader terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang.

Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu,

disamping jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum

siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk

perbaikan peringkat adalah memotivasi masyarakat serta

menambah jumlah kader.

b. Posyandu Madya

Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat

melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-

rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan

kelima kegiatan utamanya masih rendah yaitu < 50%. Intervensi

yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah

meningkat cakupan dengan mengikut sertakan tokoh masyarakat

sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader dalam mengelola

kegiatan Posyandu.

c. Posyandu Purnama

Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader

sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50%

serta mampu menyelenggarakan program tambahan serta telah


31

memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola

oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari

50% KK di wilayah kerja Posyandu.

d. Posyandu Mandiri

Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat

melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-

rata kader sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan dari

kegiatan utamanya > 50%, mampu menyelenggarakan program

tambahan serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana

sehat yang dikelola masyarakat yang pesertanya lebih dari 50%

KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu Intervensi

yang dilakukan bersifat pembinaan termasuk pembinaan dana

sehat, sehingga terjamin kesinambungannya.

Tabel 2.1 Tingkatan Posyandu

No. Indikator Pratama Madya Purnama Mandiri


1. Frekuensi Penimbangan <8 >8 >8 >8
2. Rata-rata Kader Tugas <5 ≥5 ≥5 ≥5
3. Rata-rata Cakupan D/S < 50% < 50% ≥ 50% ≥ 50%
4. Cakupan Kumulatif KIA < 50% < 50% ≥ 50% ≥ 50%
5. Cakupan Kumulatif KB < 50% < 50% ≥ 50% ≥ 50%
6. Cakupan Kumulatif Imunisasi < 50% < 50% ≥ 50% ≥ 50%
7. Program Tambahan - - + +
8. Cakupan Dana Sehat < 50% < 50% < 50% ≥ 50%

2.3.3 Tujuan Posyandu

Tujuan penyelenggaraan Posyandu menurut Departemen

Kesehatan:
32

1. Mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan

angka kelahiran.

2. Mempercepat penerimaan NKKBS (Norma Keluarga Kecil

Bahagia Sejahtera).

3. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan AKI

(Angka Kematian Ibu).

4. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan

kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang,

sesuai dengan kebutuhan.

5. Meningkatkan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam

rangka alih tehnologi untuk swakelola usaha–usaha kesehatan

masyarakat.

6. Memelihara dan meningkatkan kesehatan bayi, balita, ibu hamil

dan pasangan usia subur.

7. Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera, Gerakan

Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera.

2.3.4 Manfaat Posyandu

Adapun manfaat dari Posyandu adalah sebagai berikut :

a. Bagi Masyarakat, memperoleh kemudahan untuk mendapatkan

informasi dan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan

dengan penurunan AKI dan AKB.

b. Bagi Kader, pengurus posyandu dan tokoh masyarakat

mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang

terkait dengan penurunan AKI dan AKB.


33

c. Bagi Puskesmas, optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat

penggerak pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pelayanan

kesehatan strata pertama.

d. Bagi Sektor Lain

Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan

masalah sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya

penurunan AKI dan AKB sesuai kondisi setempat serta juga dapat

meningkatkan efesiensi melalui pemberian pelayanan secara

terpadu sesuai dengan terpoksi masing-masing sektor.

2.3.5 Sasaran Posyandu

Sasaran kegiatan posyandu adalah seluruh masyarakat, terutama:

1. Bayi (0 – 11 bulan)

2. Anak balita (12 bulan – 60 bulan)

3. Ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas, ibu menyusui

4. Pasangan usia subur (Iskandar, 2009)

2.3.6 Kegiatan Posyandu

Kegiatan posyandu meliputi Panca Krida Posyandu dan Sapta

Krida Posyandu. Kegiatan ini tergantung dari kesiapan masing-masing

wilayah (Niken, 2009).

1. Lima kegiatan posyandu (Panca Krida Posyandu) meliputi:

a. Kesehatan ibu dan anak

b. Keluarga berencana

c. Imunisasi

d. Peningkatan gizi
34

e. Penanggulangan diare

2. Tujuh kegiatan posyandu (Sapta Krida Posyandu) meliputi:

a. Kesehatan ibu dan anak

b. Keluarga berencana

c. Imunisasi

d. Peningkatan gizi

e. Penanggulangan diare

f. Sanitasi dasar

g. Penyediaan obat esensial

Pada saat ini dikenal beberapa kegiatan tambahan posyandu

yang telah diselenggarakan antara lain :

a. Bina Keluarga Balita (BKB)

b. Kelompok Peminat Kesehatan Ibu dan Anak (KP-KIA)

c. Penemuan dini dan pengamatan penyakit potensial Kejadian

Luar Biasa (KLB), misalnya: ISPA, demam berdarah, gizi

buruk, polio, campak, difteri, pertusis, tetanus neonatorum.

d. Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD)

e. Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD)

f. Penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman

(PAB-PLP)

g. Program diversifikasi tanaman pangan dan pemanfaatan

pekarangan, melalui Tanaman Obat Keluarga (TOGA)

h. Desa Siaga

i. Pos Malaria Desa (Polmades)


35

j. Kegiatan ekonomi produktif, seperti Usaha Peningkatan

pendapatan Keluarga (UP2K), usaha simpan pinjam.

k. Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), Tabungan masyarakat

(Tabumas).

2.3.7 Keaktifan Ibu Balita dalam Kegiatan Posyandu

Posyandu erat sekali kaitannya dengan peran serta aktif

masyarakat (partisipasi ibu balita).

Kegiatan posyandu dikatakan meningkat jika peran aktif ibu

balita atau peran serta masyarakat semakin tinggi yang terwujud dalam

cakupan program kesehatan seperti imunisasi, pemantauan tumbuh

kembang balita, pemeriksaan ibu hamil, dan KB yang meningkat.

Keaktifan ibu pada setiap kegiatan posyandu tentu akan berpengaruh

pada keadaan status gizi anak balitanya. Karena salah satu tujuan

posyandu adalah memantau peningkatan status gizi masyarakat

terutama anak balita dan ibu hamil.

Agar tercapai itu semua maka ibu yang memiliki anak balita

hendaknya aktif dalam kegiatan posyandu agar status gizi balitanya

terpantau (Kristiani, 2006).

2.3.8 Penyelenggaraan Posyandu

Kegiatan posyandu diselenggarakan dalam sebulan selama kurang

lebih 3 jam pada tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat dan

ditentukan oleh masyarakat sendiri. Dengan demikian kegiatan

Posyandu dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang telah ada, rumah

penduduk, balai desa, tempat pertemuan RT atau ditempat khusus yang


36

dibangun masyarakat. Pelaksanaan kegiatan posyandu terdiri dari 5

progran utama yaitu KIA, KB, Imunisasi, Gizi, dan penanggulangan

Diare yang dilakukan dengan ”Sistem lima Meja” antara lain :

Meja I : Pendaftaran

Meja II : Penimbangan bayi dan Balita

Meja III : Pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat)

Meja IV : Penyuluhan peorangan meliputi :

a. Mengenai balita berdasar hasil penimbangan berat

badannya naik atau tidak naik, diikuti dengan

pemberian makanan tambahan, oralit dan vitamin A.

b. Terhadap ibu hamil dengan resiko tinggi diikuti dengan

pemberian tablet besi.

c. Terhadap PUS agar menjadi peserta KB mandiri.

Meja V : Pelayanan oleh tenaga profesional meliputi pelayanan

KIA, Imunisasi dan pengobatan serta pelayanan lain

sesuai dengan kebutuhan setempat.

Untuk meja I sampai IV dilaksanakan oleh kader kesehatan dan

untuk meja V dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya : dokter,

bidan, perawat, juru imunisasi dan sebagainya (Depkes RI, 2006).

2.3.9 Kartu Menuju Sehat (KMS)

2.3.9.1 Pengertian KMS

KMS adalah kartu untuk mencatat dan memantau

pekembangan balita dengan melihat garis pertumbuhan berat


37

badan anak dari bulan ke bulan pada KMS dapat diketahui status

pertumbuhan anaknya.

2.3.9.2 Kriteria Berat Badan balita di KMS:

 Berat badan naik : Berat badan bertambah mengikuti salah

satu pita warna, berat badan bertamabah ke pita warna

diatasnya.

 Berat badan tidak naik : Berat badanya berkurang atau

turun, berat badan tetap, berat badan bertambah atau naik

tapi pindah ke pita warna di bawahnya.

 Berat badan dibawah garis merah merupakan awal tanda

balita gizi buruk Pemberian makanan tambahan atau PMT,

PMT diberikan kepada semua balita yang menimbang ke

posyandu. (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Gambar 2.1 Kartu Menuju Sehat (KMS)

You might also like