You are on page 1of 5

Jurnal PSIK – FK Unsyiah Vol. II No.

2
ISSN : 2087-2879
HUBUNGAN TUBERKULOSIS DENGAN HIV/AIDS

Correlation between Tuberculosis with HIV/AIDS

Mulyadi1 dan Yenny Fitrika2


1
Bagian Pulmonologi, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUDZA Banda Aceh
Pulmonology Department, Faculty of Medicine, Syiah Kuala University/ RSUDZA Banda Aceh
E-mail: mul.0862@gmail.com

ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu infeksi paling sering pada penderita HIV/AIDS. Akibat kerusakan
cellular immunity oleh infeksi HIV menyebabkan berbagai infeksi oportunistic, seperti TB. Angka kematian
akibat infeksi TB pada penderita HIV lebih tinggi, TB merupakan penyebab kematian tersering (30-50%)
pada penderita HIV/AIDS. Mekanisme infeksi TB pada penderita HIV melalui : reaktivasi, infeksi baru
yang progresif. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas pada sistem imunitas seluler sehingga terjadi
koinfeksi. Infeksi TB mengakibatkan progresifitas perjalanan HIV/AIDS yang lebih cepat hingga kematian .

Kata Kunci: Tuberkulosis, HIV/AIDS, infeksi oportunistik

ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is one of the most common infections in people with HIV / AIDS. Due to damage to
cellular immunity by HIV infection causes a variety of opportunistic infections, such as tuberculosis.
Mortality due to TB infection is higher in patients with HIV, TB is the most common cause of death (30-50%)
in patients with HIV / AIDS. Mechanisms of TB infection in people with HIV: reactivation, new infections are
progressive. HIV infection resulted in extensive damage to the immune system, causing cellular coinfection.
TB infection resulting in progressive way HIV / AIDS is more rapid until death.

Keywords: Tuberculosis, HIV / AIDS, opportunistic infections.

PENDAHULUAN berkembang. Di Unit Perawatan Intermediit


Menurut WHO tahun 2002 terdapat Penyakit Infeksi (UPIPI) RSU Dr Soetomo
8,8 juta kasus baru Tuberkulosa (TB) dan manifestasi AIDS akibat infeksi sekunder
dan 3,9 juta adalah kasus yang disertai TB paru mencapai 25 – 83 %. (Mulyadi &
dengan infeksi Human Imunodefisiensi Fitrika, 2010)
(HIV). Tahun 1992 WHO telah menyatakan
TB sebagai global emergency, setiap tahun PATOFISIOLOGI TUBERKULOSIS
sekitar 4 juta kasus kasus baru TB yang
menular ditambah dengan kasus yang tidak TB primer : Mikobakterium
menular. Pada saat yang sama diseluruh Tuberkulosis (MTB) yang mengalami
dunia terdapat setiap hari HIV menular pada inhalasi melalui saluran napas mencapai
2000 anak dibawah 15 tahun, HIV permukaan alveoli, MTB tumbuh serta
memperburuk infeksi TB dengan berkembang biak dalam sitoplasma
meningkatkan reaktifasi dan mempercepat makrofag dan membentuk sarang tuberkel
progresifitas TB. Meningkatknya kasus pneumonik yang disebut sarang primer atau
HIV akan meningkatkan transmisi dan kompleks primer. Melalui aliran limfe MTB
proliferasi MTB pada pasien yang sudah mencapai kelenjar limfe hilus. Dari sarang
mengalami infeksi sebelumnya. (WHO 2009 primer akan timbul peradangan saluran
; Mulyadi & Fitrika, 2010) getah bening menuju hilus (limfangitis
Menurut WHO tahun 1990 terdpat lokal) dan diikuti pembesaran kelenjar getah
300.000 penderita TB baru yang juga bening hilus (limfadenitis regional). Sarang
terinfeksi HIV, tahun 1995 WHO primer ditambah limfangitis lokal ditambah
memperkirakan 5,6 juta orang terinfeksi TB limfadenitis regional dikenal sebagai
dan HIV, 90% berada di negara kompleks primer.

162
Idea Nursing Journal Mulyadi,dkk

TB post primer : Infeksi MTB post GAMBARAN RADIOLOGI


primer akan muncul beberapa bulan atau Tidak ada gambaran khas TB pada
tahun setelah terjadi infeksi primer karena paru, secara radiologis TB dapat memberi
reaktivasi atau reinfeksi. Hal ini terjadi gambaran bermacam-macam, dapat berupa :
akibat daya tahan tubuh yang lemah. Infeksi a) Bayangan lesi di lapangan atas paru atau
tuberkulosis post primer dimulai dengan segmen apical lobus bawah. b) Bayangan
sarang dini yang umumnya terdapat pada berawan atau berbercak. c) Adanya kavitas
segmen apikal lobus superior atau lobus tunggal atau ganda. d) Bayangan bercak
inferior dengan kerusakan paru yang luas milier. e) Bayangan efusi pleura umumya
dan biasanya pada orang dewasa. unilateral. f) Destroyed lobe sampai
Patogenesis dan manifestasi patologi destroyed lung. g) Kalsifikasi. h) Schwarte
tuberkulosis paru merupakan hasil respon Luas proses yang tampak pada foto
imun seluler dan reaksi hipersensitiviti tipe thoraks dapat dinyatakan sbb : a) Lesi
lambat terhadap antigen kuman tuberkulosis, minimal: bila proses mengenai sebagian
perjalanan infeksi tuberkulosis terjadi kecil dari satu atau dua paru dengan luas
melalui 5 tahap. tidak lebih dari volume paru yang terletak di
Wallgreen membuat suatu skema fase atas chondrosternal junction dari iga kedua
perjalanan dan penyebaran TB primer yang dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis
mengikuti suatu pola tertentu yang meliputi IV atau korpus vertebrs torakalis V dan tidak
empat tahapan sebagai berikut : dijumpai kavitas. b) Lesi sedang : proses
Tahap pertama : terjadi rata-rata 3-8 penyakit lebih luas dari minimal dan dapat
minggu setelah masuknya kuman, menyebar dengan densitas sedang, tetapi
memberikan test tuberculin yang positif, luas proses tidak boleh lebih luas dari satu
disertai demam dan pada fase ini terbentuk paru, atau jumlah seluruh proses yang ada
komplek primer. paling banyak seluas satu paru atau bila
Tahap kedua : berlangasung rata- proses tuberculosis tadi mempunyai densitas
rata 3 bulan (1-8 bulan) sejak pertama lebih padat, lebih tebal, maka luas proses
kuman masuk. Pada fase ini sering tidak boleh lebih dari sepertiga luas satu
terjadi penyebaran milier atau terjadi paru dan proses ini dapat/tidak disertai
meningitis TB. kavitas. Bila disertai kavitas, maka luas
semua kavitas (diameter) tidak boleh lebih
Tahap ketiga : terjadi rata-rata dari 4 cm. c) Lesi luas : kelainan lebih luas
dalam 3-7 bulan (1-12 bulan), pada fase ini dari lesi sedang.
terjadi penyebaran infeksi ke pleura.
Tahap keempat : rata-rata dalam HUBUNGAN TB DAN HIV
waktu 3 tahun (1 - 6 tahun), terjadi setelah MTB mempunyai komponen penting
komplek primer mereda, tahap ini yaitu Lipoarabinomannan (LAM) yang
merupakan periode skeletal. memiliki kemampuan luas menghambat
Penyebaran dan perkembangannya pengaruh imunoregulator. LAM merupakan
tidak harus mengikuti tiap tahap, adakalanya kompleks heteropolisakarida yang tersusun
dengan cepat menuju tahap lanjut. dari pospatidilinositol, berperan langsung
dalam pengendalian pengaruh sistem imun
MANIFESTASI KLINIS TUBERKULOSIS sehingga MTB tetap mampu
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Berdasarkan derajad keparahan dan Dalam upaya mempertahankan
penyulit yang timbul gambaran klinik TB kehidupannya tersebut MTB juga menekan
paru dapat dibagi menjadi dua golongan, proliferasi limfosit T, menghambat aktivitas
yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik. makrofag, dan menetralisasi pengaruh toksik
a) Gejala respiratorik : batuk, sesak radikal bebas. Di sisi lain LAM
napas, nyeri dada. b) Gejala Sistemik : mempengaruhi makrofag dan sebagai
demam, gejala sistemik lain ialah keringat induktor transkripsi mRNA sehingga
malam, anoreksia, berat badan menurun mampu menginduksi produksi dan sekresi
serta malaise. sitokin termasuk TNF, granulocyte-

163
Idea Nursing Journal Vol. II No. 2

macrophage- CSF, IL-1α, IL-1β, IL-6, IL-8 famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae,
dan IL-10. Pengaruh sitokin tersebut genus Lentivirus. Berdasarkan strukturnya
menghambat peran antimikrobial, memicu HIV termasuk famili retrovirus obligat
gejala demam, mengakibatkan nekrosis intraseluler dengan replikasi sepenuhnya di
jaringan. Tetapi LAM tidak menginduksi dalam sel host, dan merupakan virus RNA
transkripsi mRNA dari sitokin yang dengan berat molekul 9,7 kb (kilobase ).
mestinya diproduksi limfosit seperti Maifestasi TB pada HIV dapat berupa
limfositokin, IFN-γ, IL-2, IL-3, IL-4. TB paru atau infeksi di luar paru. TB ekstra
Struktur yang lebih sederhana dari LAM pulmonal lebih sering terjadi pada penderita
adalah Limpomannan (LM) dan HIV sampai 70% dibanding populasi
phosphatidylinositol mannosides (PIM). LM umum, dapat berupa limfadenitis TB, infeksi
tidak memiliki Arabian, sementara PIM pada saluran genital, saluran kencing,
memiliki arabain dan residu mannan. LAM, susunan saraf pusat dan sumsum tulang,
LM dan PIM menginduksi transkripsi biasanya terjadi pada CD4 <400 sel /mm3.
mRNA sitokin sehingga dapat memicu Di negara maju resiko terinfeksi MTB pada
munculnya manifestasi klinis tuberkulosis penderita HIV adalah 50% sedangkan orang
seperti demam, penurunan berat badan, dengan HIV negatif hanya 5-10%. Di Asia
nekrosis jaringan dan kakeksia. Ada tiga Tenggara, infeksi sekunder TB mencapai
mekanisme yang menyebabkan terjadinya 40%, pada tahun 2005 di UPIPI RSU Dr
TB pada penderita HIV, yaitu reaktivasi, Soetomo men manifestasi AIDS akibat
adanya infeksi baru yang progresif serta infeksi sekunder TB paru mencapai 25-83%.
terinfeksi. Penurunan CD4 yang terjadi Tabel 2. HIV koinfeksi TB umur 15 - 49
dalam perjalanan penyakit infeksi HIV akan tahun (Sumber:WHO, 2004)
mengakibatkan reaktivasi kuman TB yang Jumlah HIV
dorman. Data dari Rwanda dan Zaire Regio WHO koinfeksi TB Persentase
menunjukkan bahwa pengidap HIV yang (per 1000)
telah pernah terinfeksi TB (Mtx positif)
Afrika 7979 70
ternyata 20 kali lebih sering mendapat TB.
Pada penderita HIV jumlah serta Amerika 468 4
fungsi sel CD4 menurun secara progresif,
Mediterania 163 1
serta gangguan pada fungsi makrofag dan
monosit. CD4 dan makrofag merupakan Eropa 133 1
komponen yang memiliki peran utama Asia
dalam pertahanan tubuh terhadap 2269 20
Tenggara
mikobakterium. Salah satu aktivator Pasifik Barat 427 4
replikasi HIV di dalam sel limfosit TB
adalah tumor necrosis factor alfa. Sitokin ini Total 11440 100
dihasilkan oleh makrofag yang aktif dan
dalam proses pembentukan jaringan
granuloma pada TB. Kadar bahan ini 3-10 MANIFESTASI
kali lebih tinggi pada mereka yang terinfeksi
TB dengan HIV-AIDS dibandingkan dengan Manifestasi klinis TB pada HIV/AIDS
yang terinfeksi HIV saja tanpa TB. menyerupai akibat infeksi lain, berupa
Tingginya kadar tumor necrosis factor alfa demam berkepanjangan (100%), penurunan
ini menunjukkan bahwa aktivitas virus HIV berat badan dramatis (74%), batuk (37%),
juga dapat meningkat, yang artinya diare kronis (28%), meningitis (12%), sesak
memperburuk perjalanan penyakit AIDS. nafas (5%), Hematochezia (3,5%), Obstruksi
Pada penelitian lain dijumpai adanya saluran cerna (2,6%). Menurut WHO
peningkatan kadar beta 2 mikroglobulin manifestasi koinfeksi dapat ditinjau dari
pada penderita HIV/AIDS dengan TB. keluhannya berupa infeksi menular seksual,
Acquired immune deficiency herpes zoster (sering disertai jaringan parut),
syndrome (AIDS) disebabkan oleh HIV pneumonia (baru atau rekuren), infeksi
adalah virus sitopatik diklasifikasikan dalam bakteri berat, baru masuk program terapi

164
Idea Nursing Journal Mulyadi,dkk

OAT, penurunan berat badan > 10% dari paru adalah pemeriksaan BTA sputum, foto
berat badan basal, diare kronis > 1 bulan, thorax dan bila memungkinkan pemeriksaan
nyeri retrospinal saat menelan (curiga CD4.
kandidiasis esophageal), kaki terasa panas Diagnosis dibuat berdasarkan riwayat
akibat neuropati perifer sensorik. Sedangkan penyakit, pemeriksaan langsung sputum 3
gejala yang timbul berupa jaringan parut hari berturut-turut, faktor resiko HIV, foto
akibat herpes zoster, rash kulit popular dan thorak terlihat pembesaran kelenjar hilus,
gatal, sarkoma kaposi, limpadenopati infiltrat di apek paru, efusi pleura, kavitas
generalisata simetris, kandidiasis oris, paru atau gambaran TB milier. Sensitivitas
kheilitis angularis, gingivitis necrotizing, pemeriksaan sputum BTA pada penderita
ulserasi aphthous besar, ulserasi genital HIV/ AIDS sekitar 50%, tes tuberkulin
dengan nyeri persisten. positif pada 30 - 50% pasien HIV/AIDS
Radiologis : Hasil pemeriksaan radiologi dengan TB.
paru sangat tergantung pada luas dan Diagnosis presumtif ditegakkan
beratnya kerusakan serta penyulitnya. berdasarkan ditemukannya basil tahan asam
Laboratoris : Pada infeksi dini (CD4 > (BTA) pada spesimen dengan gejala sesuai
200/mm3), sputum mikroskopis sering TB atau perbaikan gejala setelah terapi
positif dibandingkan pada infeksi lanjut OAT. Diagnosis definitif TB pada penderita
(CD4 < 200/mm3) yang sering negative, HIV/AIDS adalah dengan ditemukannya
keadaan mikrobakteremia dijumpai pada MTB pada pembiakan spesimen.
infeksi lanjut.
RINGKASAN
DIAGNOSIS Gambaran klinis HIV koinfeksi TB
Pada daerah dengan angka prevalensi bervariasi berupa infeksi menular seksual,
HIV tinggi atau di populasi dengan herpes zoster (sering disertai jaringan parut),
kemungkinan koinfeksi TB-HIV, konseling pneumonia (baru atau rekuren), infeksi
dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk bakteriil berat, sedang terapi OAT,
seluruh penderita TB secara rutin. Pada penurunan berat badan > 10% dari berat
daerah dengan angka prevalensi HIV badan basal, diare kronis > 1 bulan, nyeri
rendah, konseling dan pemeriksaan HIV retrospinal saat menelan (curiga kandidiasis
hanya diindikasikan pada pasien TB dengan esophageal), kaki terasa panas akibat
keluhan dan tanda yang diduga neuropati perifer sensorik. Sedangkan gejala
berhubungan dengan HIV dan pada pasien yang timbul berupa jaringan parut akibat
TB dengan riwayat resiko tinggi terpajan herpes zoster, rash kulit popular dan gatal,
HIV. TB paru yang memerlukan uji HIV sarkoma kaposi, limpadenopati generalisata
yaitu : riwayat perilaku resiko tinggi simetris, kandidiasis oris, kheilitis angularis,
tertular HIV, hasil pengobatan OAT tidak gingivitis necrotizing, ulserasi aphthous
memuaskan, MDR TB / TB kronik. besar, dan ulserasi genital dengan nyeri
Pemeriksaan minimal yang perlu persisten. Pengobatan pasien TB-HIV adalah
dilakukan untuk memastikan diagnosis TB dengan mendahulukan pengobatan TB.
Tabel 3. Gambaran TB-HIV
Infeksi dini Infeksi lanjut
(CD4 > 200 / mm3) (CD4 < 200 / mm3)

Sputum mikroskopis Sering positif Sering negative


TB ekstra pulmonal Jarang Umum / banyak
Mikrobakteremia Tidak ada Ada
Tuberkulin Positif Negatif
Foto thorax Reaktivasi TB, Kaviti Tipikal primer TB milier/
di puncak interstisial
Adenopati hilus/ mediastinum Tidak ada Ada
Efusi pleura Tidak ada Ada

165
Idea Nursing Journal Vol. II No. 2

Pengobatan ARV (antiretroviral) dimulai Manaf A, dkk. (2008). Pengobatan TB pada


berdasarkan stadium klinis HIV. Keadaan Khusus. Dalam : Aditama
TY, dkk (Ed). Pedoman Nasional
KEPUSTAKAAN Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta.
Aditama TY. (2005). Tuberkulosis
Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. Mulyadi, Fitrika Y. (2010). Penatalaksanaan
Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Tuberkulosis Pada Penderita HIV –
Indonesia. AIDS. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala 3 : 169
Aditama TY, dkk. (2006). Pengobatan
Tuberkulosis pada Keadaan Khusus. Nasronudin. (2007). Penatalaksanaan
Dalam: Yunus F (Ed). Tuberkulosis - Koinfeksi Penderita HIV. Dalam:
Pedoman Diagnosis dan Barakbah J,dkk (Ed). HIV & AIDS
Penatalaksanaan di Indonesia. Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dan Sosial. Edisi 1. Airlangga
Jakarta. University Press, Surabaya: 177

Aditama TY. (2009). Terapi ARV pada Ormerod LP. (2003). Clinical Features and
Pasien dengan Koinfeksi TB dan HIV. management of Tuberculosis. In:
Dalam : Surya A, dkk (Ed). Pedoman Gibson GJ, et.al (Ed). Respiratory
Nasional Terapi Antiretroviral. Edisi Medicine. 3rd edition. London :
2 Departemen Kesehatan Republik Saunders.
Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan WHO. (2009). TB Impact Measurement.
Penyehatan Lingkungan, Jakarta : 56 Geneva

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Yunihastuti E, dkk (2005). Infeksi


(2009). Pedoman Nasional Terapi Oportunistik pada AIDS. Balai
Antiretroviral. Jakarta. Penerbit FKUI Jakarta.

166

You might also like