You are on page 1of 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN AMPUTASI

DI SUSUN OLEH :
SISCHA YULIANINGTYAS
NIM : 250626

AKADEMI KEPERAWATAN “KRIDA HUSUDA” KUDUS


Jl. Lambao No. 1 Singocandi Kec. Kota Kudus
Tahun Akademik 2007 / 2008
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi
drastis. Digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi, dan
menyelamatkan atau memperbaiki fungsi, dan menyelamatkan atau
memperbaiki kualitas hidup pasien. Bila tim perawatan kesehatan mampu
berkomunikasi dengan gaya positif maka pasien akan lebih mampu
menyemaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana
rehabilitasi.
Kehilangan ekstremitas memerlukan penyesuaian besar, persep pasien
mengenal amputasi harus dipahami oleh tim perawatan kesehatan pasien harus
menyemaikan diri dengan adanya perubahan citra diri permanen yang harus
diselesaikan sedemikian rupa sehingga tidak akan menghilangkan rasa diri
berharga.
(C. Smeltzer – G. Bare, 2001 : 2387)

B. TUJUAN
1 Sebagai prasyarat untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan
2 Agar Mahasiswa mengetahui lebih lanjut tentang amputasi
3 Agar Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan dengan amputasi.

C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan study pustaka yaitu
suatu metode dengan sistem pengambilan materi dari berbagai literatur dan
referensi yang berhubungan dengan amputasi.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, dibagi menjadi beberapa bab yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : KONSEP DASAR
BAB III : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap. Bedah
amputasi merupakan suatu titik awal kehidupan baru yang lebih bermutu.
Amputasi atas indikasi tepat tidak usah disesalkan oleh dokter atau penderita.
Yang harus disesalkan ialah pembedahan yang tidak sesuai. Puntung yang
kurang baik dan revalidasi pertolongan dan bimbingan seperti yang diharapkan.
(Sjamsuhidayat, 1997 : 1282)
Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah/traumatik pada tungkai
(E. Donges, 2000 : 786)

B. PENYEBAB
 Kecelakaan
 Penyakit
 Gangguan kongenital
(E. Donges, 2000 : 786)

C. BATAS AMPUTASI
Batas amputasi ditentukan luas dan jenis penyakit
a. Batas amputasi pada cidera ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat
b. Batas amputasi pada tumor maligna ditentukan oleh daerah bebas tumor dan
bebas resiko kekambuhan lokal
c. Pada penyakit pembuluh darah ditentukan oleh vaskularisasi sisa
ekstremitas dan daya sembuh luka puntung.
Batas amputasi ekstremitas yang lazim dipakai yang disebut batas
amputasi klasik
Keterangan
1. Eksarfikulasi jari kaki
2. Transmeta tarzal
3. Artikulasi pergelangan kaki (Amputas
Sym)
4. Tungkai bawah (batas amputasi ideal)
5. Tungkai bawah (batas amputasi
minimal)
6. Eksartilasi lutut
7. Tungkai atas (jarak minimal dari sela
lutut)
8. Tungkai atas (batas amputasi yang
9. Tungkai atas (batas amputasi minimal)
10. Eksarkulasi tungkai
11. Hemi peltektomi

Batas ekstremitas atas tidak dapat dipakai batas amputasi tertentu


dianjurkan batas sedistal mungkin
(Sjamsuhidayat, 1997 : 1282 - 1283)

D. PENILAIAN BATAS AMPUTASI


a. Jari dan Kaki
Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan falang
dasar
b. Proksimal sendi pergelangan kaki
Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat sehingga
dapat menutup unjung puntung
c. Tungkai bawah
Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari sendi
lutut, tergantung keadaan setempat. Usia penderita, tungkai badan bila jarak
dari sendi lutut kurang dari 5 cm, protesis mustahil dapat dikendalikan
d. Eksartikulasi lutut
Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali, amputasi ini
dapat dilakukan pada penderita geriatrik.
e. Tungakai ats
Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10 cm di bawah sendi
panggul puntung yang kurang dari itu menyebabkan kontraktur fleksi-fleksi
eksorata di puntung. Juga tidak boleh kurang dari 10 cm diatas sendi lutut
karena ujung puntung sepanjang ini sukar dibebani, eksartikulasi dapat
menambah pembebanan
f. Sendi panggul dan hemipel vektomi
Eksartikulasi sendi panggul karena kadang dilakukan pada tumor ganas.
Prostesis akan lebih sukar dipasang. Prostesing untuk hemipelvektomi
tersedia, tetapi memerlukan kemauan dan motivasi kuat dari penderita.
g. Tangan
Amputasi persial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan
sensibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat
digunakan untuk fungsi menggenggam atau fungsi opsisi ibu jari.
h. Pergelangan tangan
Pada amputasi melalui pergelangan tangan, fungsi protasi dan supinasi
dipertahankan. Tangan miolektrik maupun tangan kosmetik dapat dipakai
tanpa kesulitan
i. Lengan bawah
Batas amputasi dipertengahan lengan paling baik untuk memasang prostesis
j. Siku dan lengan atas
Eksartikulasi siku mempunyai keuntungan karena prostesis dapat dipasang
tanpa fiksasi sekitar bahu.
(Sjamsuhidayat, 1997 : 1286)

E. PERAWATAN AMPUTASI
Amputasi memerlukan perawatan khusus karena pembebanan tinggi dan
kulit sukar menyesuaikan diri untuk faal baru itu. Kulit dirawat dengan mandi
setiap hari dan menggunakan kaos kaki yang harus diganti setiap hari. Biasanya
kulit puntung menunjukkan pigmentasi dan udem. Pada udem lama sering
terdapat hiperplasia varikosa dengan hiperkeratosis. Kadang prostesis isap
harus diganti dengan prostesis kontak total untuk mengatasi kelainan ini.
Deramatitis karena alergi juga sering terjadi. Sedangkan pada tempat tekanan
acap kali ditemukan kista, berupa kista epidermoid atau atcrom. Folikulitis dan
Furunkulosis sering ditemukan. Umumnya karena kebersihan kulit diabaikan.
Nyeri dipuntung mungkin berasal dari neuroma ujung saraf yang
terletak terlalu dekat permukaan. Neuroma dapat ditentukan dengan palpasi
sebab menimbulkan nyeri tekan yang khas. Terapinya adalah pembedahan
untuk memindahkan neuroma ke tempat yang lebih dalam dan lebih terlindung
dari tekanan.
Bursa sering terbentuk antara penonjolan tulang dan kulit. Masalah
nyeri fanrom kadang sukar diatasi setelah amputasi selalu terdapat perasaan
bagian ekstremitas yang hilang masih ada dan setiap penderita akan
mengalaminya. Sebagaian penderita merasa terganggu sedangkan sebagaian
lagi merasakan sebagai nyeri.
Pada keluhan nyeri perlu dilakukan pemeriksaan teliti terhadap sumber
nyeri yang mungkin berupa prostesis yang tidak cocok sehingga menyebabkan
rangsangan. Penyebab lain puntung lain seperti neuroma bursitis, rangsangan
prenost. Osteomlelitis atau nyeri alih dari proksimal harus disingkirkan.
Umumnya nyeri dapat diobati secara kausal jika di diagnosis di
tentukan. Pada nyeri fantom di lakukan terapi simtomatik.
(Sjamsuhidayat, 1997 : 1286)

F. PENATALAKSANAAN
a. Pembedahan
Pembedahaan dilakukan dalam lingkungan bebas darah dengan
menggunakan turniket, kecuali apabila dilakukan atas dasar indikasi
pembuluh nadi, pembedahan dilakukan secara terbuka atau tertutup
b. Prostesis
Prostesis sementara kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah
sehingga latihan segera dapat di mulai.
c. Hilangkan nyeri
d. Mencegah komplikasi

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto Rontgen : Mengidentifikasi abnormalitas
tulang
b. CT Scan : Mengidentifikasi lesi
neoplastik, asteomielitis pembentukan hematoma
c. Biopsi : Mengkonfirmasi diagnosa
masa benigna / maligna.

d. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah


Mengevaluasi perubahan sirkulasi atau perfusi jaringan dan membantu
memperkirakan potongan penyembuhan setelah amputasi.
(E. Doenges. 2000 : 786)

H. PENGKAJIAN
a. Aktivitas
Keterbatasan aktual/antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi amputasi
b. Integritas ego
1. Masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup
2. Situasi finansial
3. Reaksi orang lain
4. Persasaan putus asa
5. Tidak berdaya
(E. Donges. 2000 : 786)

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan harga diri, penampilan peran, perubahan b.d. kehilangan bagian
tubuh.
Kriteria hasil
 Mulai menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi
diri (amputasi)
 Mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang
akurat tanpa harga diri negatif
 Membuat rencana nyata untuk adaptasi peran baru/perubahan pesan.
Intervensi :
 Kaji/pertimbangkan persiapan pasien dari pandangan terhadap
amputasi
 Dorong ekspresi ketakutan perasaan negatif dan kehilangan bagian
tubuh.
 Berikan lingkungan yang terbuka pada pasien untuk mendiskusikan
masalah tentang seksualitas.
 Kolaborasi, diskusikan tersedianya berbagai sumber, contoh kesling
psikotrik/seksual, terapi kejujuran.

b Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. cidera fisik


Kriteria hasil :
 Menyatakan nyeri hilang/terkontrol
 Tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat
 Menyatakan pemahaman nyeri fantom dan metode untuk
menghilangkannya
Intervensi :
 Catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0 – 10)
 Selidiki perubahan karakteristik nyeri, contoh kebas kesemutan
 Berikan tindakan kenyamanan, contoh ubah posisi, pijat punggung
dan aktivitas terapeutik
 Dorong penggunaan tehnik manajemen stress
 Terima kenyataan sensasi fantom tungkai yang biasanya hilang
dengan sendirinya dan banyak alat akan dicobakan untuk
menghilangkan nyeri.
 Berikan pijatan binbut pada puntung sesuai dengan toleransi bila
baluran telah di lepas.

c Gangguan mobilits fisik b.d. perubahan rasa keseimbangan


Kriteria hasil :
 Menunjukkan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas
 Mempertahankan fungsi seperti di buktikan oleh adanya kontraktur
 Menunjukkan tehnik/perilaku yang memampukan tindakan aktivitas
Intervensi :
 Dorongan latihan aktif/isometrik untuk paha atas dalam aktivitas
 Bantu latihan tentang gerak khusus untuk area yang sakit dan yang
tidak sakit mulai secara dini pasca operasi.
 Instruksikan pasien untuk berbaring dengan posisi tengkurap sesuai
toleransi sedikitnya dua kali sehari dengan bantal dibawah abdomen
dan puntung ekstremitas bawah.
 Tunjukkan/bantu tehnik pemindahan dan penggunaan alat mobilitas,
lo. Kruk atau walker
d Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b.d. salah interprestasi informasi
Kriteria hasil :
 Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan
 Melakukan dengan benar prosedur tertentu dan menjelaskan alasan
tindakan.
 Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.
Intervensi :
 Kaji ulang proses penyakit/prosedur bedah dan harapan yang akan
datang
 Instruksikan perawatan baluran/luka
 Diskusikan kesinambungan program latihan pasca operasi
 Identifikasi tehnik untuk mengatasi nyeri fantom
 Tekankan pentingnya diet seimbang dan pemasukan cairan adekuat
 Anjurkan penghentian merokok

e Resti terhadap infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer


Kriteria hasil :
 Mencapai penyembuhan tepat pada waktunya : bebas drainase puralen
atau eritema dan tidak demam
Intervensi :
 Pertahankan potensi dan pengosongan alat drainase secara rutin
 Pertahankan tehnik antiseptik bila mengganti balutan/merawat luka
 Inspeksi balutan dan luka, perhatikan karakteristik drainase
 Tutup balutan dengan udara, pencucian dengan sabun ringan dan air
 Awasi TTV
 Kolaborasi berikan anti biotik sesuai indikasi.

f Implementasi
Hasil yang diharapkan
1. Tidak mengalami nyeri
2. Tidak mengalami nueri pada anggota fantom
3. Mengalami penyembuhan luka
4. Memperlihatkan peningkatkan citra tubuh
5. Memperlihatkan resolusi kesedihan
6. Mencapai kemandirian perawatan diri
7. Mencapai mobilitas mandiri maksimal
8. Tidak memperlihatkan komplikasi perdarahan, infeksi, kerusakan
kulit.
BAB III
PENUTUP

Pada bab penutup ini mengungkapkan beberapa sesuai tujuan yang ingin
dicapai dan selanjutnya disampaikan pula peran yang sebisanya dapat dijadikan
pertimbangan dalam pelaksanaan dalam peningkatan mutu perawatan
A. Kesimpulan
1. Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap
2. Penyebab di lakukannya amputasi adalah :
 Kecelakaan
 Penyakit
 Gangguan kongenital
3. Amputasi atas indikasi tidak usah di sesalkan oleh dokter atau penderita,
yang di sesalkan ialah pembedahan yang tidak sesuai, puntung yang
kurang baik dan revalidasi tanpa pertolongan dan bimbingan seperti yang
diharapkan

B. Saran
 Diharapkan Mahasiswa agar aktif dalam memenuhi tugas perkuliahan
 Di harapkan agar masyarakat lebih waspada terhadap kecelakaan,
penyakit yang bisa mengasah ketindakan amputasi.
DAFTAR PUSTAKA

C. Smeltzer. Suzanne and G. Bare Brenda, 2001, Keperawatan Bedah, Vol III,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta
E Doenges, Marilynn. Moorhouse and Geissler, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan.
Edisi III, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta
Sjamsuhidajat, R and Jong. Winmde, 1997, Buku Ajar Bedah, Edisi Revisi, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC. Jakarta

You might also like