You are on page 1of 18

Gagal Jantung Akut dan Hubungannya dengan Pneumonia

Natalie Deskla Pattiasina


102015017
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia

Email: natalie.2015fk017@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita menjumpai berbagai macam penyakit yamg
membahayakan kehidupan manusia, salah satu yang sering kita jumpai adalah penyakit yang
berhubungan dengan jantung. Gagal jantung adalah salah satu penyakit yang cukup berbahaya
karena jantung gagal untuk memompakan darah keseluruh tubuh. Gagal jantung terbagi dua
yaitu yang kronis dan akut. Gagal jantung akut di satu sisi dimengerti sebagai suatu sindroma
klinis, namun di lain pihak keadaan ini dianggap sebagai suatu komplektisitas beragam jenis
penyakit yang dapat menimbulkan gagal jantung. Maka dari itu penulis akan mencoba
membahas semua tentang gagal jantung akut ini agar pembaca dapat mengerti dan
memahaminya, Serta mengetahui mengapa pneumonia dapat menyebabkan gagal jantung

Kata kunci : Gagal jantung, gagal jantung akut, sesak napas, pneumonia

Abstract

In daily life we often encounter various kinds of diseases that endanger human life, one
that we often encounter is heart-related diseases. Heart failure is one of the most dangerous
diseases because the heart fails to pump blood throughout the body. Heart failure is divided into
two, namely chronic and acute. Acute heart failure on the one hand is understood as a clinical
syndrome, but on the other hand this condition is considered as a complexity of various types of
diseases that can cause heart failure. Therefore the writer will try to discuss all about this acute
heart failure so that the reader can understand and understand it, and find out why pneumonia
can cause heart failure

Keywords : Heart failure, acute heart failure, shortness of breath, pneumonia

1
Pendahuluan
Seorang pria 62 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang memberat sejak 8 jam
terakhir. Pasien memiliki riwayat pembesaran jantung namun tidak kontrol rutin. Pasien membeli
obat-obatan sendiri di apotik. Satu tahun lalu berobat di spesialis penyakit dalam dengan keluhan
sesak saat beraktivitas ringan, dan mereda saat istirahat, serta tidur telentang. Pada umumnya
pasien tidak mengalami sesak. Sejak 8 jam pasien mengalami sesak yang semakin memberat dan
tidak membaik dengan istirahat. Keluhan disertai batuk berdahak kehijauan sejak 2 hari yang
lalu disertai demam tinggi.
Sistem kardiovaskular merupakan suatu sistem yang berperan penting dalam kehidupan
kita, sistem ini menjaga fungsi tubuh kita agar kita tetap hidup. Karena kerusakan pada sistem
kardiovaskular dapat mengancam hidup kita. Banyak penyakit kardiovaskular atau jantung yang
biasa menyerang orang tua ataupun dewasa bahkan anak-anak terutama penyakit gagal jantung.
Penyakit gagal jantung seperti kita ketahui dapat menggangu kualitas hidup kita karena adanya
kesulitan yang dialami oleh jantung untuk menjalankan fungsi dan perannya. Gagal jantung
didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung
yang abnormal. Dalam kasus ini kita mendapatkan pasien dengan keluhan yang menuju pada
kriteria dari gagal jantung, namun selain hal tersebut pasien tersebut memiliki riwayat sesak
napas akibat pneumonia yang dimana dapat menjadi faktor pemberat pada gagal jantung.
Oleh karena itu pada pembahasan berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai hubungan
yang terjadi antara mekanisme pneumoni yang dimana merupakan awal dari sakit yang dialami
pasien tersebut dan akan lebih dibahas lebih dalam lagi mengenai keluhan utama yang dialami
oleh pasien tersebut sehingga kita dapat menemukan terapi yang sesuai dan terbaik untuk pasien
tersebut.

Anamnesis
Menanyakan riwayat penyakit disebut ‘Anamnesa’. Anamnesa berarti ‘tahu lagi’,
‘kenangan’. Jadi anamnesa merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter, peminta
bantuan dan pemberi bantuan. Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang
berkaitan dengan penyakitnya dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis.1

Mencatat (merekam) riwayat penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian


perkembangan gejala serta keluhan, sangatlah penting. Perjalanan penyakit hampir selalu khas
untuk penyakit bersangkutan. Selain itu tujuan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik

2
adalah mengembangkan pemahaman mengenai masalah medis pasien dan membuat diagnosis
banding. Selain itu, proses ini juga memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya, juga
sebaliknya, serta memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang sosial
pasien.1
Anamnesa yang baik akan terdiri dari identitas (mencakup nama, alamat, pekerjaan,
keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan), keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit dalam keluarga. Anamnesa yang dapat
dilakukan pada pasien di skenario adalah sebagai berikut:1
1. Anamnesa Umum
 Nama, umur, alamat, pekerjaan.
2. Keluhan Utama
 sesak nafas memberat sejak 2 hari terakhir.
 Pelengkap: Satu minggu lalu nyeri dada namun membaik sendiri
3. Riwayat Penyakit Sekarang
 Apakah sedang mengalami suatu penyakit tertentu atau tidak
4. Riwayat Penyakit Dahulu
 Sebaiknya, ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama seperti
sekarang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
 Apakah di keluarganya pernah ada yang mengalami hal yang sama.
6. Riwayat Pengobatan
 Sudah mengkonsumsi obat apa saja, atau sudah mendapat pengobatan apa dan
apakah keadaan membaik atau tidak.

7. Anamnesa Khusus

Gejala gagal jantung secara konvensional dibagi menjadi gagal ventrikel kiri , gagal ventrikel
kanan, atau kedua-duanya. Gagal jantung bukan merupakan diagnosis dan penyebab yang
mendasarinya harus selalu dicari. Gagal jantung adalah alasan yang sangat sering, mencakup 5%
dari pasien yang dirawat di bangsal rumah sakit.1

 Gagal ventrikel kiri :


 Sesak nafas

3
 Dispnea nocturnal paroksismal – ortopnea ( Adakah masalah dengan
pernafasan di malam hari ? jumlah bantal yang dipakai ? )
 Yang lebih jarang adalah mengi (wheezing), batuk, sputum merah muda
berbusa, toleransi olahraga berkurang
 Gagal ventrikel kanan :
 Edema perifer khususnya pada pergelangan kaki, tungkai, sacrum
 Asites
 Ikterus, nyeri hati, mual, dan nafsu makan berkurang (akibat edema usus),
namun jarang terjadi
 Efusi pleura

Gagal jantung akut biasa timbul dengan gejala sesak napas mendadak dan hebat, sianosis dan
distress. Gagal jantung kronis biasa berhubungan dengan berkurangnya toleransi olahraga,
edema perifer, letargi, malaise dan penurunan berat badan.1

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
 Dimulai dengan inspeksi vena-vena servikal : vena jugularis eksterna dan interna.
Berikut adalah cara atau tekhnik yang dapat digunakan :
Aturlah posisi pasien pada meja atau tempat pemeriksaan dengan posisi punggung
lurus dan ditinggikan kira-kira 300 dari garis horizontal. Lalu sinarilah sisi kanan leher
dengan membentuk sudut dengan lampu senter. Tekanlah basis leher dengan jari tangan
untuk mendistensikan dan mengamati vena jugularis. Bila vena jugularis eksterna
terdistensi, ia terlihat sebagai pembuluh yang berjalan sendirian di atas
M.sternokleidomastoideus. jika tidak dapat melihat adanya pulsasi pada pasien yang
diletakkan dalam posisi 300, turunkanlah sudut tersebut sampai pasien berbaring rata.
Jika tekanan vena sangat rendah, seperti pada dehidrasi, pulsasi tersebut akan terlihat.
Jika masih belum terlihat, mungkin karena tekanan vena sangat tinggi. Oleh karena itu,
secara perlahan-lahan tinggikan tempat tidur kembali mulai dari 300 sampai 900. Bila
terlihat ukurlah suatu pertanda horizontal ke posisi di atas dada anterior dan turunkan
tegak lurus ke tingkat atrium kanan. Tinggi garis tegak lurus ini merupakan tekanan
vena yang diukur dlaam cm darah.1
 Frekuensi pernapasan biasanya meningkat, dapat kita lihat dengan menginspeksi
abdomen pasien ataupun toraks untuk menghitung frekuensi nafas pasien.1
b. Palpasi
4
Pada palpasi dapat mencari beberapa simptomp berikut untuk menunjang diagnosis :1
 Denyut nadi cepat dan lemah
 Terdapat pulsus alternans ( denyut lemah diselingi denyut kuat).
 Apeks sulit diraba dan terkadang pindah ke arah garis axial anterior.
c. Perkusi
Pemeriksaan dengan metode perkusi kurang memberikan hasil yang bermakna. Bila
karena CHF yang disebabkan perikarditis dapat kita temukan adanya suara pekak yang
membesar dari jantung, ini disebabkan oleh karena adanya efusi pericardium.1
d. Auskultasi
Ketika kita melakukan auskulatasi torak untuk mendengar suara jantung sering kali
didapatkan beberapa suara lain yang dapat menunjukkan CHF :
 Gallop
 Bunyi jantung 1 melemah karena lambatan ejeksi sistolik.
 Sering disertai suara ronki dan wheezing terdengar di lapang paru karena terjadi
edema paru.1

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal jantung
antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, kateterisasi jantung,
dan pemeriksaan fungsi paru yang dimana untuk membedakan dengan penyakit gagal jantung
akut dengan beberapa macam penyakit pernapasan. Berikut penjelasannya:2

1. Foto polos dada dapat menunjukkan adanya hipertensi vena paru, edema paru atau kardiomegali.
Edema paru dan hipertensi vena pulmonal: tanda awal adanya hipertensi vena pulmonal ialah
adanya peningkatan aliran darah ke daerah paru atas dan peningkatan kaliber vena (flow
redistribution). Jika tekanan paru makin tinggi, maka edema paru mulai timbul, dan terdapat garis
Kerley B. Akhirnya edema alveolar timbul dan tampak berupa perkabutan di daerah hilus. Efusi
pleura seringkali terjadi terutama di sebelah kanan. Kardiomegali: dapat ditunjukkan dengan
peningkatan diameter transversal lebih dari 15,5 cm pada pria dan lebih 14,5 cm pada wanita.
Atau peningkatan CTR (cardio thoracic ratio) lebih dari 50%.

2. Kelainan elektrokardiografi (EKG) yang dapat ditemukan pada GJA antara lain: Gelombang Q
(menunjukkan adanya infark miokard lama) dan kelainan gelombang ST-T menunjukkan adanya
iskemia miokard. LBBB (left bundle branch block), kelainan ST-T dan pembesaran atrium kin
menunjukkan adanya disfungsi bilik kiri. LVH (left ventricular hypertrophy) dan inversi
5
gelombang T menunjukkan adanya stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi, serta aritmia
jantung.

3. Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung.
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran ventrikel, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau
area penurunan kontraktilitas ventrikular.

4. Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah
bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang
berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia
dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat.
Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal,
juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah
pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung
berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretik tanpa
suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat
dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada
gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena
kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.

5. Kateterisasi jantung dapat dilakukan untuk melihat fungsi hemodinamik jantung yaitu tekanan
pengisian, resistansi pembuluh darah, dan cardiac output. Selain itu Ttkanan abnormal
merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dengan sisi kiri, dan
stenosi katup atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.

Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja merupakan suatu kesimpulan berupa hipotesis tentang kemungkinan
penyakit yang ada pada pasien. Berdasarkan gejala-gejala yang timbul dan hasil dari
pemeriksaan fisik serta penunjang, dapat ditarik kesimpulan kalau pasien tersebut menderita
gagal jantung akut.2

6
Gagal jantung akut adalah kondisi jantung yang tidak mampu memompa cukup darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.1 Kegagalan jantung untuk memompa atau
penurunan kemampuan pompa jantung sehinga sirkulasi darah di tubuh menjadi terganggu, akan
menyebabkan 2 efek utama yakni penurunan curah jantung dan pembendungan darah di vena
yang menimbulkan kenaikan tekanan vena, hal inilah yang menimbulkan gejala klinis pada
pasien yang menderita gagal jantung.2
Selain itu dengan ditemukannya sesak napas yang terjadi disertai batuk berdahak dengan lendir
hijau menandakan terjadi infeksi pada paru bukan karena trauma atau PPOK melainkan karena
pneumonia yang ditinjau dari warna lendirnya.2
Gagal jantung terbagi dua yaitu, gagal jantung akut (GJA), adalah serangan cepat dari
gejala-gejala dan tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal dan gagal jantung kronis,
adalah sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik,
baik dalam keadaan istirahat atau aktifitas, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung
dalam keadaan istirahat.2
GJA merupakan serangan cepat/ rapid/ onset adanya perubahan pada gejala-gejala atau
tanda-tanda dari gagal jantung, yang berakibat diperlukannya tindakan atau terapi secara urgent.
GJA dapat berupa serangan pertama GJ berupa acute de novo (serangan baru dari gagal jantung
akut, tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau perburukan dari gagal jantung kronik
sebelumnya.2

Diagnosis Banding
a. Gagal Jantung Kronik
Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang
disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau
latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.2
b. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas
membran alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan
alveolar difus, dan akumulasi cairan yang mengandung protein dalam parenkim paru.2
Onset akut umumnya berlangsung 3-5 hari sejak adanya diagnosa kondisi yang
menjadi faktor risiko ARDS. Tanda pertama ialah takipnea, retraksi interkostal,
adanya rongki basah kasar yang jelas. Dapat ditemui hipotensi, febris. Pada auskultasi
ditemukan ronki basah kasar. Gambaran hipoksia/sianosis yang tak respon dengan

7
pemberian oksigen. Sebagian besar kasus disertai disfungsi/gagal organ ganda yang
umumnya juga mengenai ginjal, hati, saluran cerna, otak dan sistem kardiovaskular.2
c. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronis yang
disertai gangguan aliran napas. Gangguan ini biasanya disebabkan bronchitis kronis
atau emfisema paru. Hambatan pada saluran napas dapat bersifat progresif sehingga
gejala menjadi lebih berat. PPOK merupakan penyakit yang sering dijumpai pada
orang berusia lanjut. Penyakit ini memang erat hubungannya dengan kebiasaan
merokok dan polusi udara. Gejala PPOK adalah sesak napas dan batuk. Batuk
biasanya disertai dahak cukup banyak. Gejala penyakit dan pemeriksaaan fisik
disertai dengan pemeriksaan fungsi paru dapat menjuruskan dokter untuk
mendiagnosis PPOK.2

d. COR PULMONALE
Merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi ventrikel akibat hipertensi
pulmonal yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsional jantung. Dikarenakan
paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel kanan dengan bagian kiri
jantung, perubahan pada struktur akan mempengaruhi secara selektif jantung kanan.
Patofisiologi akhir yang umum adalah peningkatan dari resistensi aliran darah melalui
sirkulasi paru dan mengarah pada hipertensi arteri pulmonal. Cor pulmonale dapat terjadi
secara akut maupun kronik. . Penyebab cor pulmonal akut tersering adalah emboli paru
masif sedangkan penyebab cor pulmonal kronik sering disebabkan oleh penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK). Pada cor pulmonal kronik umunya terjadi karena hipertrofi
ventrikel kanan sedangkan cor pulmonal akut terjadi dilatasi vetrikel kanan. Diperkirakan
cor pulmonal adalah 6-7% dari seluruh penyakit jantung.

Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup
penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara maju penyakit arteri
koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara
berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan

8
penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk
menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi
bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study
dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.

Faktor risiko gagal jantung seperti:2,3


 Diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada
perkembangan dari gagal jantung
 Berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL
 Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada
beberapa penelitian

 Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal


jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi).
Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat
menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin
 Obat–obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti
doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal
jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung

Epidemiologi
Gagal jantung merupakan masalah di seluruh dunia. Penyebab paling umum dari gagal
jantung di Negara-negara industry adalah iskemik kardiomiopati dengan penyebab lain,
termasuk Chagas disease dan kardiomiopati katup jantung. Pada Negara-negara berkembang,
makan makanan cepat saji tlah mengakibatkan peningkatan jumlah pasien gagal jantung bersama
dengan peningkatan diabetes mellitus dan hipertensi. Perubahan ini digambarkan dalam sebuah
studi populasi di Soweto, Afrika Selatan, di mana masyarakat berubah menjadi lebih ‘urban’ dan
kebarat-baratan, diikuti dengan peningkatan diabetes mellitus, hipertensi, dan gagal jantung.2,3

Dalam hal pengobatan, sebuah studi menunjukkan perbedaan penting dalam uptake terapi
kunci di negara-negara Eropa dengan tingkat ekonomi dan budaya yang berbeda untuk pasien
gagal jantung. Sebaliknya, studi sub-sahara di Afrika, di mana sumber daya perawatan kesehatan
yang lebih terbatas telah menunjukkan hasil yang buruk pada populasi tertentu. Sebagai contoh,
di beberapa negara, gagal jantung hipertensi membawa 25% per tahun angka kematian dan HIV-
kardiomiopati umumnya berkembang menjadi kematian dalam 100 hari semenjak terdiagnosis
pada pasien yang tidak diobati dengan antiretroviral.2,3

9
Insiden dan prevalensi gagal jantung lebih tinggi pada orang kulit hitam, Hispanik,
penduduk asli Amerika, dan imigran baru dari negara-negara berkembang, dan Rusia. Prevalensi
yang lebih tinggi itulah secara langsung berhubungan dengan insiden yang lebih tinggi dan
prevalesi hipertensi dan diabetes. Ini semua terjadi karena kungnya perawatan kesehatan untuk
pencegahan dan kurangnya standar pengobatan untuk kondisi umum.2,3

Sejauh ini, data mengenai gagal jantung pada negara-negara berkembang tidak sama kuat
sebagai studi masyarakat barat, berikut datayang didapat dalam negara-negara berkembang2

 Sebagian besar penyebab non-ischemic gagal jantung


 Gagal jantung hadir pada usia yang lebih muda
 Gagal jantung kanan cenderung lebih menonjol pada pasien pengidap TBC.

Patofisiologi
Gagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan penyakit jantung. Pada
disfungsi sistolik, kapasitas ventrikel untuk memompa darah terganggu karena gangguan
kontraktilitas otot jantung yang dapat disebabkan oleh rusaknya miosit, abnormalitas fungsi
miosit atau fibrosis, serta akibat pressure overload yang menyebabkan resistensi atau tahanan
aliran sehingga stroke volume menjadi berkurang.8 Sementara itu, disfungsi diastolik terjadi
akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya
compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik.
Penyebab tersering disfungi diastolik adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan
hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofi. Beberapa mekanisme kompensasi alami
akan terjadi pada pasien gagal jantung sebagai respon terhadap menurunnya curah jantung serta
untuk membantu mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk memastikan perfusi organ
yang cukup. Mekanisme tersebut mencakup: 2,4,5

1. Mekanisme Frank Starling


Menurut hukum Frank-Starling, penambahan panjang serat menyebabkan kontraksi
menjadi lebih kuat sehingga curah jantung meningkat.
2. Perubahan neurohormonal
Peningkatan aktivitas simpatis merupakan salah satu mekanisme paling awal untuk
mempertahankan curah jantung. Katekolamin menyebabkan kontraksi otot jantung yang
lebih kuat (efek inotropik positif) dan peningkatan denyut jantung. Sistem saraf simpatis
juga turut berperan dalam aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) yang
bersifat mempertahankan volume darah yang bersirkulasi dan mempertahankan tekanan
darah. Selain itu dilepaskan juga counter-regulator peptides dari jantung seperti

10
natriuretic peptides yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi perifer, natriuresis dan
diuresis serta turut mengaktivasi sistem saraf simpatis dan sistem RAA.
3. Remodeling dan hipertrofi ventrikel
Dengan bertambahnya beban kerja jantung akibat respon terhadap peningkatan
kebutuhan maka terjadi berbagai macam remodeling termasuk hipertrofi dan dilatasi.
Bila hanya terjadi peningkatan muatan tekanan ruang jantung atau pressure overload
(misalnya pada hipertensi, stenosis katup), hipertrofi ditandai dengan peningkatan
diameter setiap serat otot. Pembesaran ini memberikan pola hipertrofi konsentrik yang
klasik, dimana ketebalan dinding ventrikel bertambah tanpa penambahan ukuran ruang
jantung. Namun, bila pengisian volume jantung terganggu (misalnya pada regurgitasi
katup atau ada pirau) maka panjang serat jantung juga bertambah yang disebut hipertrofi
eksentrik, dengan penambahan ukuran ruang jantung dan ketebalan dinding. Mekanisme
adaptif tersebut dapat mempertahankan kemampuan jantung memompa darah pada
tingkat yang relatif normal, tetapi hanya untuk sementara. Perubahan patologik lebih
lanjut, seperti apoptosis, perubahan sitoskeletal, sintesis, dan remodelling matriks
ekstraselular (terutama kolagen) juga dapat timbul dan menyebabkan gangguan
fungsional dan struktural yang semakin mengganggu fungsi ventrikel kiri.

Manifestasi Klinis
Gejala gagal jantung akut terutama disebabkan oleh kongesti paru yang berat sebagai
akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, dapat disertai penurunan
curah jantung ataupun tidak. Manifestasi klinis GJA meliputi : 1,6

 Dispnea atau perasaan sulit bernafas


Merupakan manifestasi gagal jantung yang paling umum, yang disebabkan oleh
peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan
paru. Ortopnea atau dispnea saat berbaring disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari
bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.
 Batuk non produktif
Disebabkan oleh kongesti, terutama pada posisi berbaring. Gagal ke belakang pada gagal
jantung kiri yng berlanjut dapat menyebabkan terakumulasinya cairan paru yang oleh
karena gaya gravitasi akan terkumpul di bagian bawah paru, menyebabkan timbulnya
bunyi ronkhi yang khas menggambarkan kondisi gagal jantung
 Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP) atau pembendungan vena-vena leher

11
Disebabkan gagal ke belakang pada sisi kanan jantung yang dapat meningkatkan tekanan
vena sentral (CVP) apabila jantung kanan gagal menyesuaikan peningkatan aliran balik
vena ke jantung selama inspirasi. Peningkatan CVP selama inspirasi dikenal dengan
istilah Kussmaul sign.

 Edema perifer
Disebabkan penimbunan cairan dalam ruang intertisial. Edema mula-mula tampak pada
bagian tubuh yang menggantung dan terutama pada malam hari, akibat redistribusi cairan
dan reabsorbsi pada waktu berbaring serta berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu
istirahat. Pada kasus ini terjadi edema paru akut yang digambarkan dengan kebiasaan
tidur dengan menggunakan dua bantal untuk mengurangi sesaknya. Edema paru akut
adalah akumulasi cairan di intersisial dan alveolus paru yang terjadi secara mendadak,
disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak), yang
mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan
pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia.
 Kelemahan dan keletihan otot
 Takikardi yang menggambarkan respon terhadap saraf simpatik, sedangkan menurunya
denyut nadi menggambarkan penurunan volume sekuncup dan vasokonstriksi perifer
 Gallop ventrikel atau bunyi jantung ketiga (S3)
Keberadaan S3 merupakan ciri khas gagal ventrikel kiri yang disebabkan oleh pengisian
cepat pada ventrikel yang tidak lentur atau terdistensi

Berikut merupakan klasifikasi fungsional pertama dari The New York Heart
Association (NYHA) umum dipakai untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan
derajat latihan fisik, yang mana klasifikasinya sebagai berikut :2

 Kelas I : Tanpa keluhan, masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa disertai
kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi.
 Kelas II : Ringan, aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak napas,
ataupun palpitasi, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang.
 Kelas III : Sedang, aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak napas,
ataupun palpitasi, tetapi keluhan akan berkurang jika aktivitas dihentikan.
 Kelas IV : Berat, tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada saat
istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas.
12
Berikut merupakan klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut,
dengan pembagian: 2

 Derajat I : Tanpa gagal jantung


 Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan
peningkatan tekanan vena pulmonalis
 Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
 Derajat IV :Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg) dan
vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)
Untuk dapat menetapkan diagnosis gagal jantung kita dapat menemukan beberapa hal
yang termasuk dalam kriteria Farmingham yang dimana dapat ditemukan pada pemeriksaan
fisik. Kriteria Farmingham ini dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif, yang
dimana dibagai dalam kriteria major dan kriteria minor.2

Kriteria major : Kriteria minor :

 Paroksimal nokturnal dispnea  Edema ekstrimitas

 Distensi vena leher  Batuk malam hari

 Ronki paru  Dispnea d’effort

 Kardiomegali  Hepatomegali

 Gallop S3  Efusi pleura

 Peninggian tekanan vena jugularis  Penurunan kapasitas vital 1/3 dari


normal
 Refluks hepatojugular
 Takikardia(>120/menit)

13
Komplikasi
Berikut merupakan beberapa komplikasi akibat gagal jantung akut, antara lain;2,3

a) Efusi Pleura → karena peningkatan tekanan kapiler transudasi cairan terjadi dari kapiler
masuk kedalam ruang pleura.
b) Aritmia → disebabkan Tachiaritmias Ventikuler yang menyebabkan kematian mendadak.
c) Thrombus Ventrikuler Kiri → pembesaran ventrikel kiri,serta menurunnya cardiac output
beradaptasi,adanya pembentukan thrombus pada ventrikel kiri,menurun O2 dan ganguan
perfusi.
d) Hepatomegali → karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena →
perubahan fungsi hati,kematian sel hati,terjadi fibrosis → sirosis hati.
e) Kerusakan / Kegagalan Ginjal → gagal jantung dapat mengurangi aliran darah
keginjal,yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani.Dapat
ditangani dengan dialysis.
f) Masalah Katup Jantung → gagal jantung → penumpuka cairan → kerusakan pada katup
jantung.
g) Kerusakan Hati → gagal jantung → penumpukan cairan yang menepatkan trlalu banyak
tekanan dihati → jaringan parut → hati tidak berfungsi dengan baik.
h) Serangan Jantung dan Stroke → karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada
gagal jantung,daripada dijantung normal → semakin besar akan mengembangkan
pembekuan darah → resiko terkena serangan jantung / stroke.

Tatalaksana
1. Medika mentosa
Prinsip pemberian obat disini adalah mengurangi kerja jantung sehinga peristiwa
decompensated tidak terjadi atau menjadi semakin parah. Golongan obat yang dapat
diberikan :7
 ACE-inhibitor
Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi
40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom. Harus diberikan sebagai
terapi awal, apabila terdapat retensi cairan berikan bersama diuretik. Pemberian obat ini
harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti klinis, bukan
berdasarkan gejala.
Cth obat: captopril (dosi awal 12,5 mg 3x/hari, dapat ditingkatkan bertahap s/d 25mg
3x/hari)
 Diuretic

14
Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti
paru dan edema perifer. Pemberiannya hendaknya diberikan dengan kombinasi bersama
ACE inhibitor ataupun ARB.
Cth obat: furosemid (dosis awal 20-80mg dosis tunggal tiap 6-8 jam)

 Β-blocker
Direkomendasi pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang stabil baik
karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan standar seperti diuretic
atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan syarat tidak ditemukan adanya kontra
indikasi.
Cth obat: bisoprolol 5mg 1x/hari
 ARB
Masih merupakan alternative bila pasien tidak toleran terhadap ACE inhibitor. Efek yang
ditimbulkan sama efektif dengan penyekat beta.
Cth obat: losartan K 50mg 1x/hari.
 Glikosida jantung
Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium dengan berbagai derajat gagal jantung.
Mekanisme kerjanya meningkatkan kontraktilitas jantung. Waspadai terjadinya
keracunan digoxin.
Cth obat: digoxin 2-6tab /hari
 Nitrat
Sebagai tambahan apabila terdapat keluhan angina
 Penyekat kanal kalsium
Pada gagal jantung sistolik penyekat kalsium tidak direkomendasikan. Pemakaiannya pun
dikontraindikasikan sebagai kombinasi dengan β-blocker. Dipakai hanya sebagai control
tekanan darah apabila sulit dikontrol dengan nitrat atau β-blocker.
Cth obat: carvedilol 12,5 mg 1x/hari selama 2 hari pertama lalu 25 mg 1x/hari.
 Inotropik
Merupakan golongan obat yang memberikan efek menguatkan kontraktilitas otot jantung.
Cth obat: dobutamine HCl 2,5 – 10 mcg/kbBB/menit diberikan Intravena.
 Anti trombolitik
Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung koroner, dianjurkan pemakaian
antiplatetet.
Cth obat: aspirin 300mg/hari

Penatalaksanaan umum non-medika mentosa:7,8

 Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila
timbul keluhan, dan dasar pengobatan
 Istirhat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi, aktivitas seksual, serta rehabilitasi

15
 Edukasi pola diet, control asupan garam, air, dan kebiasaan alcohol
o Dianjurkan untuk membatasi konsumsi natrium (garam) dengan 2-3 gram/hari.
Restriksi cairan sampe 2 L/hari dianjurkan untuk pasien dengan hiponatremia
(kadar Na < 130 mEq/dL). Suplemen kalori dianjurkan untuk pasien yang disertai
kakeksia.1,6
o Dianjurkan juga untuk konsumsi asam lemak omega-3 karena manfaat asam
lemak omega-e untuk pencegahan primer gagal jantung. Minimal konsumsi 2
porsi ikan per minggu, terutama ikan berminyak.
 Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba
 Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas
 Hentikan kebiasaan merokok
 Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas
memerlukan perhatian khusus
 Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obatan tertentu
seperti NSAID, antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat,
antidepresan trisiklik, steroid.

Intervensi tindakan invasive:2

 PCI atau angiografi


 Comisurotomy
 Valve replacement
 Transplantasi jantung

Prognosis
Gagal jantung akut atau gagal jantung kronik sering merupakan kombinasi kelainan
jantung dan organ sistem lain terutama penyakit metabolik. Pasien dengan gagal jantung akut
memiliki prognosis yang sangat buruk. Dalam satu randomized trial yang besar pada pasien yang
dirawat dengan gagal jantung yang mengalami dekompensasi, mortalitas 60 hari adalah 9,6%
dan apabila dikombinasi dengan mortalitas dan perawatan ulang dalam 60 hari jadi 35,2%.
Sekitar 45% pasien GJA akan dirawat ulang paling tidak satu kali, 15% paling tidak dua kali
dalam 12 bulan pertama. Angka kematian lebih tinggi lagi pada infark jantung yang disertai
gagal jantung berat dengan mortalitas dalam 12 bulan adalah 30%.2

16
Kesimpulan
Gagal jantung didifiniskan sebagai kegagalan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kegagalan jantung untuk memompa atau
penurunan kemampuan pompa jantung sehinga sirkulasi darah di tubuh menjadi terganggu, akan
menyebabkan 2 efek utama yakni penurunan curah jantung dan pembendungan darah di vena
yang menimbulkan kenaikan tekanan vena, hal inilah yang menimbulkan gejala klinis pada
pasien yang menderita gagal jantung yang terdeteksi dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang sesuai. Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada
jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan
neurohormonal yang kompleks yang menyebabkan edema paru. Selain itu dengan ditemukannya
lender hijau pada dahak penderitas saat batuk menandakan adanya pneumonia sehingga
memperburuk keadaan penderita tersebut. Maka dapat disimpulkan diagnosis untuk pasien
tersebut adalah gagal jantung akut ec pneumonia.

Referensi

1. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2012.h.164-5,175.

2. Panggabean MM. Gagal jantung. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid II. Jakarta: Interna
Publishing; 2014. h. 1583-4.

3. Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson JL, editors. Harrison’s
principles of internal medicine. 16th Ed. New York: McGraw Hills; 2007. p. 1367-8.

17
4. Elizabeth JC. Buku saku patofisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
20010.h.665-669.

5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Vol. II. Ed. VI.
Jakarta: EGC; 2012. h.784.

6. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pendekatan holistik kardiovaskular VII. Jakarta:
Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2008.h.78-87.

7. Gilman, A.G., 2007, Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi, diterjemahkan oleh
Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Edisi X, 877, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta.

8. Katzung, B.G., 2015, Farmakologi Dasar dan Klinik, Diterjemahkan oleh Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Buku III, sixth edition, 531,637,
Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

18

You might also like