You are on page 1of 11

PENDAHULUAN

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman industri yang memiliki

potensi tinggi sebagai penghasil devisa Negara dari sector non migas. Nilai

ekonomi kakao cukup signifikan dalam kontribusinya pada ekonomi rakyat dan

sumber devisa, maka pengembangan kakao terus digalakkan baik aspek

budidaya maupun pasca panen (Anonim, 2000).

Di Indonesia, budidaya kakao (Theobroma cacao L.) terus dikembangkan

seiring dengan meningkatnya permintaan konsumsi dalam negeri maupun

ekspor. Namun demikian pengembangan kakao mengalami hal-hal yang

kurang menguntungkan seperti rendahnya mutu biji dan produktivitas yang

disebabkan oleh Penggerek Buah Kakao, Conopomorpha cramerella. C.

cramerella adalah hama yang sangat merusak pada tanaman kakao dan dapat

menurunkan produksi hingga 90% (Lim, 1992).

Tanaman kakao menghasilkan produk olahan yang di sebut Coklat. Kakao

bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia karena mengandung lemak serta

protein dan nilai gizi lainnya dan merupakan bahan makanan dan minuman

yang banyak disukai dari berbagai usia terutama anak-anak dan remaja

(Anonim, 2000).

Rendahnya produktivitas tanaman kakao merupakan masalah klasik yang

hingga kini sering dihadapi. Secara umum rata-rata produktivitas kakao

Indonesia sebesar 900 kg/ha/tahun. Angka ini masih jauh dibawah rata-rata

potensi yang diharapkan, yakni sebesar 2.000 kg/ha/tahun. Penurunan produksi

kakao yang disebabkan oleh serangan hama merupakan masalah yang sangat

serius dalam budidaya tanaman kakao. Di Indonesia, penggerek buah kakao


Conopomorpha cramerella dan kepik penghisap buah kakao Helopeltis spp.

Merupakan hama utama yang sering kali dapat menurunkan produksi biji

kakao masing-masing sebanyak 80% dan 50% (Wahyudi et al, 2008).

Untuk mengendalikan PBK dan Helopeltisspp. petani kakao di Sulawesi

Tengah, melakukan pengendalian secara kimiawi, penyelubungan buah,

rampasan buah dan sistempemangkasan, namun belum banyak dilaporkan

berhasil. Pengendalian cara kimia yang sering digunakan oleh petani karena

dianggap praktis, tapi ternyata kurang berhasil bahkan diduga hanya dapat

menimbulkan dampak negatif, misalnya mengganggu kesehatan petani dan

konsumen, pencemaran ingkungan, terjadi resistensi hama dan resurgensi, serta

membunuh organisme yang berperan untuk menekan populasi hama seperti

parasitoid, predator, dan pathogen, yang hidup diekosistem perkebunan kakao.

Pengendalian serangan hama dan penyakit tanaman tersebut sampai saat ini

menjadi masalah yang serius dalam budidaya tanaman (Dikjenbun, 2008).

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui daya predasi

Oechophylla smaragdina terhadap Helopelthis theivora dan conophomarpha

cramerella pada buah kakao di laboratorium.

Kegunaan Penulisan

Sebagai salah satu komponen penilaian di laboratorium Hama dan

Penyakit Tanaman Perkebunan Program Studi Agroekoteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara Sebagai sumber informasi bagi pihak

yang membutuhkan

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)

Tanaman kakao termasuk dalam tanaman tahunan yang tergolong dalam

kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah

pada batang dan cabang.Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas

dua bagian, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang, daun dan bagian

generatif yang meliputi bunga dan buah (Lukito, 2010).

Pada awal pertumbuhan tanaman kakao yang diperbanyak dengan biji

akan membentuk batang utama sebelum tumbuh cabang-cabang primer. Letak

pertumbuhan cabang primer disebut jorquette, dengan ketinggian yang ideal

1,2 -1,5 meter dari permukaan tanah dan jorquette ini tidak terdapat pada kakao

yang terdapat pada kakao yang diperbanyak secara vegetatif (Susanto, 1995).

Bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri dari kelopak daun (calyx)

sebanyak 5 lembar dan benang sari (androecium) berjumlah 10 helai.Diameter

bunga 1,5 cm. bunga disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2-

4cm.Tanaman kakao bersifat caulifflora, yaitu bunga tumbuh dan berkembang

dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut

semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan

bantalanbunga (Lukito, 2010).

Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit

buahnya mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1-2 cm. bentuk, ukuran dan

warnabuah kakao bermacam-macam serta panjangnya sekitar 10-30 cm.

Umumnya ada tiga macam warna buah kakao, yaitu hijau muda sampai hijau

tua waktu muda dan menjadi kuning setelah masak, warna merah serta

campuran dan hijau. Buah ini akan masak 5-6 bulan setelah terjadinya
penyerbukan. Buah muda yang ukurannya kurang dari 10 cm disebut Cherelle

(pentil). Buah ini sering kali mengalami pengeringan antara merah

(cherellewilt) sebagai gejala spesifik dari tanaman kakao.Gejala demikian

disebut physiological effect thinning, yakni adanya proses fisiologi yang

menyebabkan terhambatnya penyaluran hara yang menunjang pertumbuhan

buah muda. Gejala tersebut dapat juga dikarenakan adanya kompitisi energi

antara vegetatif dan generatif atau karena adanya pengurangan hormone yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan buah muda (Lukito, 2010).

Ditinjau dari segi pertumbuhannya, cabang-cabang pada tanaman kakao

tumbuh ke arah atas atau samping. Cabang yang tumbuh ke arah atas disebut

cabang orthotrop dan cabang yang tumbuh kearah samping disebut dengan

plagiotrop dari batang dan kedua jenis cabang tersebut sering ditumbuhi tunas -

tunas air (chupon) yang banyak menyerap energy, sehingga bila dibiarkan

tumbuh akan mengurangi pembungaan dan pembuahan (Suhaidi,2005).

Tanaman kakao mempunyai akar tunggang yang pertumbuhannya dapat

mencapai 8 meter kearah samping dan 15 meter kearah bawah. Perkembangan

akar lateral tanaman kakao sebagain besar berkembang dekatt permukaan

tanah,yaitu pada jarak 0 hingga 30 cm. penyebaran akar yaitu meliputi 56%

akar lateral tumbuh pada bagian 0-10 cm, 26% pada bagian 11-20 cm, 14%

pada bagian 21-30 cm dan hanya 4% yang tumbuh dari bagian lebih dari 30 cm

dari permukaantanah. Jangkauan jelajah akar lateral tanaman kakao ternyata

dapat jauh diluar proyeksi tajuk. Ujung akar membentuk cabang-cabang kecil

yang susunannyatidak teratur (Suhaidi,2005).


BIOLOGI HAMA
SEMUT RANGRANG (Oecophylla smaradigna)
Klasifikasi

Ordo : Hymenoptera

Family : Formicidae

Subfamily : Formicinae

Genus : Oechophylla

Species : Oechophylla smaragdina

Salah satu jenis semut yang banyak digunakan dalam mengendalikan hama

pertanian antara lain jenis semut rang-rang (Oecophylla smaragdina).

Oecophyilla smaragdina adalah semut yang dominan di hutan terbuka dari

India, Australia, Cina dan Asia Tenggara, yang daun sarang yang

diselenggarakan bersama-sama dengan sutra larva. O. smaragdina telah

penting dalam penelitian tentang integrasi kontrol, komunikasi, teritorial dan

koloni biologis serta pengendalian biologis pada hama pertanian atau

perkebunan. Semut rangrang (Oecophylla smaragdina) merupakan serangga

eusosial (sosial sejati), dan kehidupan koloninya sangat tergantung pada

keberadaan pohon (arboreal).

Seperti halnya jenis semut lainnya, semut rangrang memiliki struktur

sosial yang terdiri atas: Ratu; betina, berukuran 20-25 mm, berwarna hijau

atau coklat, bertugas untuk menelurkan bayi-bayi semut. Pejantan bertugas

mengawini ratu semut, dan ketika ia selesai mengawini ratu semut ia akan

mati. Pekerja; betina, berukuran 5-6 mm, berwarna orange dan terkadang

kehijauan, bertugas mengasuh semut-semut muda yang dihasilkan semut ratu.

Prajurit; betina, berukuran 810mm, umumnya berwarna oranye, memiliki kaki


panjang yang kuat, antena panjang dan rahang besar, bertugas menjaga sarang

dari gangguan pengacau, mencari dan mengumpulkan makanan untuk semua

koloninya serta membangun sarang di pohon-pohon atau di daun.

PENGGEREK BUAH KAKAO (Conopomorpha cramerella Snellen)

Penggerek buah kakao (PBK) (Conopomorpha cramerella Snell.) adalah

salah satu hama penting yang dapat menimbulkan kehilangan hasil hingga

80%. Buah kakao terserang dengan gejala belang kuning hijau atau kuning

jingga dan terdapat lubang gerekan bekas keluar larva. Pada saat buah dibelah

biji-biji saling melekat dan berwarna kehitaman, biji tidak berkembang dan

ukurannya menjadi lebih kecil (Balai Besar Pelatihan Pertanian, 2013a).

Larva memakan jaringan lunak seperti pulp, plasenta,dan saluran makanan

menuju biji. Kerusakan pada pulp menyebabkan biji saling melekat.

Kerusakan pada plasenta menyebabkan biji tidak berkembang. Jaringan buah

yang telah rusak tersebut menimbulkan perubahan fisiologis pada kulit buah

sehingga buah tampak hijau berbelang merah atau jingga (Wardojo, 1994

dalam Depparaba, 2002).

Perkembangan dari telur menjadi imago (serangga dewasa) selama 35-45

hari. Siklus hidup serangga PBK tergolong metamorfosa sempurna yaitu :

telur, larva, pupa dan imago. Penggerek buah kakao berkembang biak dengan

cara meletakkan telur-telurnya dialur kulit buah Larva yang keluar dari telur

biasanya langsung memasuki buah dengan cara membuat lubang kecil pada

kulit buah (Darwis, 2012).

Telur hama penggerek buah kakao berwarna merah jingga dan diletakkan

pada kulit buah, terutama pada alur buah. Telur berukuran sangat kecil (sulit
dilihat) dengan panjang 0.8 mm dan lebar 0.5 mm. Serangga dewasa bertelur

50-100 butir pada setiap buah kakao. Telur akan menetas dalam waktu 6-9

hari (Balai Besar Pelatihan Pertanian, 2013a).

Ulat atau larva berwarna putih kuning atau hijau muda. Panjangnya

sekitar 11 mm dan delama 15-18 hari larva hidup di dalam buah. Larva

serangga hama ini memakan plasenta buah yang merupakan saluran makanan

menuju biji sehingga mengakibatkan penurunan hasil dan mutu biji kakao.

Setelah ulat keluar dari dalam buah, kemudian berkepompong/pupa pada

permukaan buah, daun, serasah, karung atau keranjang tempat buah. Stadium

pupa 6 hari dan Imago berwujud kupu-kupu kecil (ngengat) dengan panjang

7mm dan lebar 2mm, memiliki sayap depan berwarna hitam bergaris putih,

pada setiap ujungnya terdapat bintik kuning dan sayap belakang berwarna

hitam (Feryanto, 2012).

Konsep PHT merupakan pendekatan yang menawarkan strategi

pengendalian

hama yang terbaik pada tanaman termasuk tanaman kakao. Adapun strategi

pengendalian hama PBK adalah karantina, teknik bercocok tanam, rampasan

buah, penyelubungan buah, panen sering, serentak dan teratur, sanitasi

lingkungan serta pengendalian dengan pestisida (Darwis, 2012).

Helopeltis spp

Klasifikasi hama Helopeltis spp adalah sebagai berikut: Kingdom:

Animalia, Filum: Arthropoda, Kelas: Insekta, Ordo: Hemiptera, Sub Ordo:

Heteroptera, Famili: Miridae, Genus: Helopeltis, Nama Ilmiah: Helopeltis spp

(Ambika & Abraham, 1983)


Helopeltis spp. termasuk ke dalam ordo Hemiptera, famili Miridae.

Serangga ini bertubuh kecil ramping dengan tanda yang spesifik yaitu adanya

tonjolan yang berbentuk jarum pentul pada mesoskutelum. Helopeltis

merupakan genus yang mempunyai banyak spesies (Atmadja, 2012).

Telur Helopeltis sp. diletakkan pada permukaan buah atau pucuk tanaman.

Telur diletakkan secara berkelompok 2-3 butir dalam jaringan tanaman.

Keberadaan telur dalam jaringan tanaman ditandai dengan munculnya benang

seperti lilin agak bengkok. Pada permukaan jaringan tanaman benang tersebut

tidak sama panjangnya (Siswanto & Karmawati, 2012).

Serangga muda (nimfa) Helopeltis sp. terdiri atas lima instar. Instar

pertama berwarna cokelat bening yang kemudian berubah menjadi cokelat.

Tubuh nimfa instar kedua berwarna coklat muda dengan antena berwarna

cokelat tua, dan tonjolan pada toraks mulai terlihat. Nimfa instar ketiga

tubuhnya berwarna cokelat muda dengan antena cokelat tua, tonjolan pada

toraks terlihat jelas dan bakal sayap mulai terlihat. Nimfa instar keempat

memiliki ciri morfologi yang

sama dengan nimfa instar kelima (Atmadja, 2012).

Perkembangan dari telur hingga dewasa memerlukan waktu 30 - 48 hari.

Lama periode telur berkisar antara 6 -7 hari. Sedangkan lama periode nimfa

berkisar antara 10 -11 hari. Nimfa serangga ini mengalami empat kali ganti

kulit dengan lama pergantian kulit pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah

2 - 3 hari (Siswanto & Karmawati, 2012).

Gejala serangan
Fase yang merusak dari hama ini adalah nimfa (serangga muda) dan

imagonya Nimfa dan imago menyerang buah muda dengan cara menusukkan

alat mulutnya ke dalam jaringan, kemudian mengisap cairan di dalamnya.

Sambil mengisap cairan, kepik tersebut juga mengeluarkan cairan yang

bersifat racun yang dapat mematikan sel-sel jaringan yang ada di sekitar

tusukan. Menurut Atmadja (2012),

Nimfa instar kelima lebih berpotensi menimbulkan kerusakan

dibandingkan nimfa instar pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Selain itu,

serangga betina juga lebih berpotensi menimbulkan kerusakan dibandingkan

serangga jantan. Selain menyerang buah, hama ini juga menyerang tunas dan

daun muda. Serangan pada buah muda menyebabkan terjadinya bercak yang

akan bersatu sehingga kulit buah menjadi retak, buah menjadi kurang

berkembang dan perkembangan biji terhambat. Serangan pada buah tua

menyebabkan terjadinya bercak-bercak cekung berwarna coklat muda, yang

selanjutnya akan berubah menjadi kehitaman. Serangan pada daun

menyebabkan timbul bercak-bercak berwarna coklat atau kehitaman pada

daun. Sedangkan serangan pada tunas menyebabkan tunas itu layu, kering dan

kemudian mati (Siswanto & Karmawati,2012).


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000. Kebijakan Pengembangan Kakao Indonesia. Simposium Kakao

2000. 26-27 September 2000. Puslit Koka dan Formabikoka.

Surabaya. 12 hal, Jakarta

Dinas Perkebunan, 2008. Statistik Perkebunan, Kakao 2006-2008. Direktorat

Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian R.I.

Lim, G. T. 1992. Biology, Ecology, and Control Of Cocoa Pod Borer,

Conopomorpha cramerella pp.85-100. In. Keane P.J. and C.A.J.

Putter. (eds.) Cocoa pest and Diseases Management in Sotheast Asia

and Australasia. FAO Plant Production and Protection Paper. FAO

United Nations. Rome.

Lukito, Y. 2010. Problem Related to Pest Control and Use of Pesticides in

Grain. The Current Situation in Asian and Future to Requirement.

Biotrop Third Training Course on Pest Stored Products. March 18-

April 28, 1986. Bogor. Indonesia. 26 hal.

Suhadi,M. T. 2005. Integrated Management of Insect Pests of Cocoa In

Malaysia. pp. 45-61. In Keane, P.J. dan C.A.J. Putter (eds.) Cocoa

Pest and Diseases Management in Southeast Asia and Australasia.

FAO Plant Production and Protection Paper. FAO United Nations.

Rome.

Susanto, S. 1995. Handbook of Sampling Methods for Arthropods in

Agriculture. CRC Press. London-Tokyo. 714 pp.

Wahyudi, T; T.R. Panggabean dan Pujianto. 2008. Kakao: Manajemen

Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 364 hlm.

You might also like