You are on page 1of 94

SKRIPSI

DESEMBER 2017

Kejadian Demam Neutropenia Pada Pasien Kanker Payudara Yang Mendapat


Kemoterapi di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Tahun 2016 – 2017

Oleh :
NAFISAH NUR ANNISA
C11114324
Pembimbing :
dr. SALMAN ARDI SYAMSU Sp.B (K) Onk

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
ii
iii
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Desember, 2017

Nafisah Nur Annisa, C111 14 324



dr. Salman Ardi Syamsu, Sp.B(K)Onk
Kejadian Demam Neutropenia Pada Pasien Kanker Payudara Yang Mendapat Kemoterapi di
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Tahun 2016 - 2017

ABSTRAK

Latar Belakang : Kemoterapi memiliki peranan penting dalam penatalaksanaan kanker payudara.
Obat ini bekerja membunuh sel-sel kanker, namun dapat juga menghancurkan sel-sel sehat termasuk
sel darah sehingga dapat menyebabkan neutropenia. Perkembangan demam neutropenia selama
kemoterapi bukan hanya komplikasi yang mengancam jiwa, namun juga dapat menyebabkan
keputusan untuk mengurangi intensitas kemoterapi dalam siklus perawatan selanjutnya, sehingga
membuat pasien mengalami risiko. Meskipun ada strategi yang tersedia untuk pencegahan primer
demam neutropenia, ini tidak banyak digunakan dalam pengelolaan kanker payudara di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian demam neutropenia pada pasien kanker payudara
yang mendapat kemoterapi di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional study.
Penelitian dilakukan pada 56 orang penderita kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi di
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

Hasil : Jumlah pasien Kanker Payudara yang mengalami neutropenia saat sedang mendapat
kemoterapi di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Tahun 2016 – 2017 didapatkan sebanyak 56
orang. Diketahui bahwa dari 56 pasien, terdapat 28 pasien yang mengalami demam neutropenia

Kesimpulan : Sebagian besar kasus Demam neutropenia di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo adalah
pasien Kanker payudara yang sedang mendapat kemoterapi dengan regimen antracylin base dan taxan
base

Kata Kunci : Demam neutropenia, Kanker Payudara, Kemoterapi

iv
THESIS
MEDICAL FACULTY
HASANUDDIN UNIVERSITY, MAKASSAR
December, 2017

Nafisah Nur Annisa, C111 14 324



dr. Salman Ardi Syamsu, Sp.B(K)Onk
Incidence Of Febrile Neutropenia In Breast Cancer Patients Who Received
Chemotherapy at the RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Tahun 2016 - 2017

ABSTRACT

Background: Chemotherapy has an important role in the management of breast cancer.


These drugs work to kill cancer cells, but can also destroy healthy cells including blood cells
that can cause neutropenia. The development of neutropenia fever during chemotherapy is
not only life-threatening complications, but it can also lead to a decision to reduce the
intensity of chemotherapy in the next treatment cycle, thus making the patient at risk.
Although there are strategies available for primary prevention of febrile neutropenia, this is
not widely used in the management of breast cancer in Indonesia. This study was to
determine the incidence of febrile neutropenia in breast cancer patients who received
chemotherapy at the RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

Methods: The type of this research is descriptive with cross sectional study design. The
study was conducted on 56 breast cancer patients who received chemotherapy at RSUP. Dr.
Wahidin Sudirohusodo

Results: the number of Breast Cancer patients with neutropenia while receiving
chemotherapy at RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo period 2016 - 2017 year obtained as
many as 56 people. It is known that of 56 patients, there were 28 patients with febrile
neutropenia

Conclusions: Most cases of febrile neutropenia in RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo is a


patient of Breast Cancer who is receiving chemotherapy with an antracylin base regimen and
a taxan base

Keywords: Febrile neutropenia, Breast cancer, Chemotherapy

v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Tak lupa pula penulis mengucapkan
shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad Saw, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi berjudul ”Kejadian Demam Neutropenia Pada Pasien Kanker
Payudara Yang Mendapat Kemoterapi di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode
Tahun 2016 - 2017” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar strata satu di program
pendidikan dokter Universitas Hasanuddin Makassar.

Selama proses penyusunan skripsi ini tentunya penulis mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini, Penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof.Dr.dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

2. dr. Salman Ardi Syamsu, Sp.B(K)Onk selaku dosen pembimbing yang dengan sabar
memberikan pengarahan, bimbingan, saran dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. dr. Prihantono, Sp.B(K)Onk, M.Kes dan dr. Nilam Smaradhania, Sp.B selaku dosen
penguji yang telah memberikan ilmu,saran dan masukan saat pembacaan proposal.

4. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Hasanuddin Makassar atas
ilmu yang telah diberikan kepada penulis

5. Orang Tua penulis, Mama saya Hartati dan Papa saya Junaid H. mustafa juga nenek saya
Siti Anna dan juga Kakek saya Shabir L.Ondo juga tante saya Juwita yang tak henti-hentinya
mendoakan dan juga memberi motivasi serta memberi dukungan kepada penulis dari
proposal sampai penelitian ini selesai

6. Sahabat sahabatku (Mutia,Ria,Zakiah,Nadya,Nissa,Adhea dan Weni) yang selalu ada


disaat suka maupun duka, selalu memberi motivasi dan dukungan kepada penulis selama
menyusun skripsi

7. Sucitra dan Sabran, teman yang selalu menemani dalam menyusun skripsi mulai dari
proposal,pengambilan data hingga pengolahan data hingga akhirnya penelitian ini selesai

vi
8. Sahabat sahabat penulis (blhc dan powerrangers pink) juga Ikhasain dan Iqram yang selalu
memberi motivasi dan dukungan kepada penulis selama menyusun skripsi

9. Semua teman-teman angkatan 2014”NEUTROF14VINE” yang tidak dapat disebutkan satu


persatu, yang telah berjuang bersama hingga sekarang ini, terima kasih atas dukungan dan
doanya.

Semoga segala kebaikan dan pertolongan semuanya mendapatkan berkah dari Allah
SWT. Akhir kata penulis mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 8 Desember 2017

Penulis

Nafisah Nur Annisa

vii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN .................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

LEMBAR PERSETUJUAN JUDUL……………………………………………..iv

ABSTRAK ........................................................................................................... v

KATA PENGANTAR.......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………xii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………………xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang……………………………………………………...................1

1.2 Rumusan masalah……………………………………………………………..2

1.3 Tujuan penelitian ……………………………………………………………..3

1.4 Manfaat penelitian …………………………………………………………...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Kanker Payudara…………………………………..5

2.2 Tinjauan Umum Tentang Neutropenia………………………………….......33

2.3 Tinjauan Umum Tentang Demam………………………………………......36

viii
2.4 Tinjauan Umum Tentang Demam Neutropenia……………………………..38

2.5 Karakteristik Demam Neutropenia…………………………………………..46

2.6 Penatalaksanaan Demam Neutropenia…………………………………........47

BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Teori………………………………………………………………50

3.2 Kerangka Konsep………………………………………………………........51

3.3 Definisi operasional……………………………………………………….....51

3.4 Alat Dan Cara Ukur………………………………………………………….52

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penilitian…………………………………………………………….....53

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian………………………………………………..53

4.3 Populasi Dan Sampel………………………………………………………...53

4.4 Cara Pengambilan Sampel…………………………………………………...54

4.5 Jenis Data Dan Instrumen Penelitian………………………………………...54

4.6 Manajemen Penelitian……………………………………………………….55

4.7 Etika Penelitian………………………………………………………………55

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................... 56


BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................... 60
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan ................................................................................................... 66
7.2. Saran ............................................................................................................. 67
Daftar pustaka…………………………………………………………………….. 69

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1.1 Distribusi Pasien Kanker Payudara Yang Mendapat Kemoterapi


Periode Tahun 2016 – Tahun 2017
Tabel 5.1.2 Distribusi Jumlah Pasien Yang Demam neutropenia berdasarkan regimen
kemoterapi

Table 5.1.3 Distribusi Keadaan Keluar Pasien Demam Neutropenia Berdasarkan Jenis
Regimen Kemoterapi

Table 5.1.4 Distribusi Pasien Demam Neutropenia Berdasarkan Stadium Kanker Payudara

Tabel 5.1.5 Distribusi Pasien Demam Neutropenia Berdasarkan Grading Kanker Payudara

Tabel 5.1.6 Distribusi Pasien Demam Neutropenia Berdasarkan Histopatologi Pasien


Kanker Payudara

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1: Kerangka Teori


Gambar 3.2: Kerangka Konsep

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 2. Surat Persetujuan Izin Penelitian

Lampiran 3. Rekomendasi Persetujuan Etik

Lampiran 5. Data Pasien Kanker Payudara di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo periode
Tahun 2016 - 2017

Lampiran 6. Biodata Peneliti

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Kanker payudara adalah kanker yang paling banyak pada wanita yang terjadi di
seluruh dunia. Pada tahun 2012, sekitar 1,7 juta kasus baru terdiagnosis kanker payudara (
kasus kedua terbanyak kanker secara keseluruhan ). Jumlah ini mewakili 12 persen semua
kasus kanker baru dan 25% dari seluruh kanker terjadi pada wanita. ( Ferlay J dkk, 2014 ).

Kanker payudara adalah salah satu keganasan yang mengancam nyawa. Sekitar 12-
13% wanita mengalami kanker payudara dalam hidupnya. Para ahli di Amerika Serikat
memperkirakan pada tahun 2007, terdapat 174.480 kasus baru kanker payudara dan pada
laki-laki dalam tahun yang sama terdapay ± 2.030 kasus.

Kejadian demam neutropenia lebih sering terjadi pada pasien dengan keganasan yang
menginfiltrasi sumsum tulang secara primer. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
demam neutropenia. Demam neutropenia merupakan suatu sindrom yang terdiri dari dua
gejala, yaitu: demam ( C sekali pengukuran, C untuk pengukuran selama 1 jam terus-menerus
atau pada 2 kali pengukuran dengan jarak minimal 12 jam) dan neutropenia (didefinisikan
sebagai ANC < 500 sel/mm3 , atau < 500/mm3 ) ( Janeway, CA et all, 2010, Baldy dkk,
2010, Sharma dkk, 2012)

Tingkat keparahan neutropenia dan risiko infeksi berhubungan erat dengan jumlah
neutrofil, risiko terbesar infeksi pada pasien dengan penghitungan . Penyebab demam pada
leukemia bisa karena infeksi maupun demam noninfeksi (misalnya karena mukositis, reaksi
transfusi noninfeksi, atau Graft Versus Host Disease (GVHD). ( Behrman RE et all, 2006,
Witko-Sarsat V et all, 2006, Nijhuis CSMO et all, 2008, Schimpff SC, 2010 ).

xiii
Radioterapi dan kemoterapi sering menyebabkan komplikasi demam neutropenia
karena sistem imun yang menderita kanker dan tumor padat yang ganas sering ditekan atau
dilemahkan oleh 2 faktor yaitu kanker itu sendiri yang menyebabkan terjadi demam secara
langsung dan efek samping obat anti kanker yang menyebabkan demam secara tidak
langsungnya ialah obat kanker. Neutrofil berfungis di dalam lini sistem imunitas tubuh untuk
mempertahankan tubuh dari infeksi mikroorganisme asing, apabila sistem imun tubuh
menurun karena kejadian neutropenia, risiko terjadinya infeksi oleh bakteri dan
mikroorganisme akan meningkat.

Adapun alasan peneliti untuk melakukan penelitian di RSUP. Dr. Wahidin


Sudirohusodo karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit rujukan utama sekaligus
sebagai rumah sakit pendidikan yang merupakan rumah sakit tipe A, dimana rumah sakit
tersebut memiliki sarana dan prasarana yang memadai serta angka kejadian atau prevalensi
kanker payudara di rumah sakit tersebut cukup tinggi.

Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang kejadian
demam neutropeni pada kanker payudara yang mendapat kemoterapi di RSUP. Dr. Wahidin
Sudirohusodo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan data masalah yang telah disebutkan di atas maka rumusan masalahnya
adalah bagaimana kejadian demam neutropenia pada pasien kanker payudara yang mendapat
kemoterapi di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo.

xiv
1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui angka kejadian demam neutropenia pada pasien kanker payudara
yang mendapat kemoterapi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2017.

Tujuan Khusus

 Untuk mengetahui kejadian demam neutropeni pada pasien kanker payudara yang
mendapat kemoterapi di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo.
 Untuk mengetahui jumlah penderita kanker payudara yg mengalami demam
neutropenia yang sedang mendapatkan kemoterapi
 Untuk mengetahui regimen kemoterapi apa yang paling banyak menyebabkan
Demam neutropenia
 Untuk mengetahui keadaan keluar pasien demam neutropenia pada pasien kanker
payudara
 Untuk mengetahui stadium pasien kanker payudara yang mengalami demam
neutropenia dan sedang mendapatkan kemoterapi
 Untuk mengetahui grading pasien kanker payudara yang mengalami demam
neutropenia dan sedang mendapatkan kemoterapi
 Untuk mengetahui histopatologi pasien kanker payudara yang mengalami demam
neutropenia dan sedang mendapatkan kemoterapi
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Rumah Sakit

xv
 Dapat menjadi sumber informasi bagi instansi terkait untuk digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam mengambil dan memutuskan kebijakan-kebijakan kesehatan

1.4.2 Bagi Petugas Kesehatan

 Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai salah satu
referensi dalam menganani demam neutropeni.

14.3 Bagi Peneliti

 Bagi peneliti sendiri, diharapkan akan menjadi pengalaman berharga dalam


memperluas wawasan dan pengetahuan tentang demam neutropenia dan kanker
payudara.

xvi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Kanker Payudara

2.1.1 Definisi

Kanker adalah suatu istilah untuk penyakit dimana sel-sel membelah secara abnormal
tanpa control dan dapat menyerang jaringan di sekitarnya. ( National Cancer Institute, 2009).
Kanker adalah proses penyakit yang dimulai ketika sel yang abnormal di transformasikan
oleh mutasi genetic dari DNA seluler. ( Lippincot W dkk, 2010 )

Gambar 2.1 Proses Mutasi Sel Kanker ( American Cancer Society,2012 )

Payudara merupakan organ seks sekunder yang merupakan symbol feminitas


perempuan. Adanya kelainan pada payudara akan dapat mengganggu pikitan, emosi, serta
menurunkan kepercayaan diri seorang perempuan. ( Sjamsuhidajat, 2012 )

xvii
Gambar 2.2 Normal Breast Tissue ( Breast Cancer Survivor Foundation, 2012 )

Kanker payudara dimulai di jaringan payudara yang terdiri dari kelenjar untuk
produksi susu yang disebut lobulus, dan saluran yang menghubungkan lobulus ke putting.
Sisa dari payudara terdiri dari lemak, jaringan ikat, dan jaringan limfatik. ( Rick Altery dkk,
2015 ).

2.1.2 Epidemiologi

Kanker payudara merupakan kanker tersering pada perempuan ( 22% dari semua
kasus baru kanker pada perempuan ) dan menjadi penyebab utama kematian akibat kanker di
dunia ( 14% dari semua kematian kanker pada perempuan ). Insiden tertinggi dijumpai di
negara-negara maju seperti Amerika Utara, Eropa Barat, Eropa Utara, dan Australia, kecuali
Jepang. Insiden tertinggi kanker payudara pada perempuan juga di amati di Amerika Selatan,
terutama Uruguay dan Argentina ( Faucy dkk, 2012 ). Kanker payudara adalah penyakit yang
tergantung pada hormon. Rasio perempuan dengan laki-laki adalah sekitar 150:1 ( Faucy
dkk, 2012 ).

xviii
Gambar 2.3 Average Number of New Cases Per Year and Age-Specific Incidence Rates per
100,000 Population, UK 2009-2011 ( American Cancer Society, 2012 )

Gambar 2.4 The Five Most Commonly Diagnosed Cancers in Females Average Percentages
and Number of New Cases by Age, UK 2009-2011 ( American Cancer Society, 2012 )

Risiko terkena kanker payudara meningkat berdasarkan usia. Tabel dibawah ini
menunjukkan persentasi wanita berapa banyak dari 100 wanita yang akan mendapatkan

xix
kanker payudara selama periode waktu yang berbeda. Periode waktu didasarkan pada usia
wanita saat ini. ( Bianchini dkk, 2002 )

Tabel 2.1 Percent of U.S Women Who Develop Breast Cancer Over 10-, 20-, and 30-Year
Intervals According to Their Current Age, 2009-2011 ( American Cancer Society, 2012 )

Secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk Indonesia pada tahun
2013 sebesar 1,4% atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. Provinsi D.I. Yogyakarta
memiliki prevalensi tertinggi untuk penyakit kanker yaitu sebesar 4,1%. Berdasarkan
estimasi jumlah penderita kanker Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur merupakan
provinsi dengan estimasi penderita kanker terbanyak yaitu sekitar 68.638 dan 61.230 orang. (
RISKESDAS, 2013 )

xx
Tabel 2.2 Prevalensi dan Estimasi Jumlah Penderita Penyakit Kanker pada Penduduk Semua
Umur Menurut Provinsi Tahun 2013. ( RISKESDAS, 2013 )

Kanker serviks dan payudara merupakan kanker dengan prevalensi tertinggi di


Indonesia pada tahun 2013, yaitu kanker serviks sebesar 0.8% dan kanker payudara sebesar
0.5% ( RISKESDAS, 2013 ).

2.1.3 Faktor Risiko Kanker Payudara

Usia

Faktor usia paling berperan dalam menimbulkan kanker payudara. Dengan semakin
bertambahnya usia seseorang, insiden kanker payudara akan meningkat. Satu dari delapan
keganasan payudara invasif ditemukan pada wanita berusia dibawah 45 tahun. Dua dari tiga
keganasan payudara invasif ditemukan pada wanita berusia diatas 55 tahun. Usia menarche
pun berkolerasi dengan penurunan risiko sebanyak 5-10%. Usia menarche dini terkait dengan
paparan hormon endogen yang lebih lama. Selain pada individu tersebut, kadar estrogen
relative lebih tinggi sepanjang usia produktif. ( Sjamsuhidajat, 2012 ).

xxi
 Umur 30-39 tahun, kemungkinannya adalah 1 : 233
 Umur 40-49 tahun, kemungkinannya adalah 1 : 69
 Umur 50-59 tahun, kemungkinannya adalah 1 : 38
 Umur 60-69 tahun, kemungkinannya adalah 1 : 27
 Umur 70-79 tahun, kemungkinannya adalah 1 : 11
 Umur diatas 80 tahun, kemungkinannya adalah 1 : 8

Ketika wanita dengan usia muda terkena kanker payudara, maka ada kecenderungan
perkembangan kanker tersebut lebih agresif dibandingkan dengan wanita yang usia lebih tua.
Hal inilah yang mngkin dapat menjelaskan angka harapan hidup wanita usia muda yang
terkena kanker payudara lebih rendah.

Angka Harapan Hidup Berdasarkan Usia


Usia < 45 tahun 81 %
Usia 45 – 64 tahun 85 %
Usia 65 tahun atau lebih 86 %
Tabel 2.3 Angka Harapan Hidup Berdasarkan Usia (American Cancer Society, 2012 )

Umur Saat Menarche dan Menopause

Wanita yang terlalu cepat menstruasi dibawah usia 12 tahun atau terlalu lama
menopause ( umur diatas 55 tahun ) meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara (
Sttersten Lori, 2005 ).

Umur Saat Hamil Pertama

Risiko menderita kanker payudara pada wanita yang hamil pertama saat berumur
diatas 30 tahun adalah 2 kalinya dibandingkan mereka yang hamil pertama saat berusia
dibawah 20 tahun. Risiko paling tinggi adalah pada wanita yang hamil pertamanya diatas 35
tahun. Risiko payudara menurun pada wanita yang hamil kedua pada umur yang masih muda
( McPherson K, 2000 ).

Genetik dan Familial

xxii
Sekitar 5-10% kanker payudara terjadi akibat adanya predisposisi genetik terhadap
kelainan ini. Seseorang dicurigai mempunyai faktor predisposisi genetik herediter sebagai
penyebab kanker payudara jika:

1. Menderita kanker payudara sewaktu berusia kurang dari 40 tahun dengan atau tanpa
riwayat keluarga
2. Menderita kanker payudara sebelum usia 50 tahun, dan satu atau lebih kerabat tingkat
pertamanya menderita kanker payudara atau kanker ovarium
3. Menderita kanker payudara bilateral
4. Menderita kanker payudara pada usia berapapun dan dua atau lebih kerabatnya
menderita kanker payudara
5. Laki-laki yang menderita kanker payudara. ( Sjamsuhidajat, 2012 ).

Reproduksi dan Hormonal

Perempuan yang melahirkan bayi aterm lahir hidup pertama kalinya pada usia diatas
35 tahun mempunyai risiko tinggi mengidap kanker payudara. Selain itu, penggunaan
kontrasepsi hormonal eksogen juga turut membantu peningkatan risiko kanker payudara,
penggunaan alat kontrasepsi oral meningkatkan risiko sebesar 1,24 kali, penggunaan terapi
suli hormon paska menopause meningkatkan risiko sebesar satu koma tiga kali bila
digunakan lebih dari 10 tahun. Sebaliknya menyusui bayi dapat menurunkan risiko kanker
payudara terutama jika masa menyusui dilakukan selama 27-52 minggu. Penurunan risiko ini
diperkirakan karena masa menyusui mengurangi masa menstruasi seseorang ( Sjamsuhidajat,
2012 ).

Didalam suatu siklus menstruasi seorang wanita terdapat peran-peran penting dari
hormon estrogen dan progesteron. Karena kedua hormon ini yang memberikan karakteristik
bagi seorang wanita. Siklus menstruasi menjadi faktor risiko yang berpengaruh didalam
perjalanan suatu penyakit kanker payudara, karena di dalam proses menstruasi banyak
melibatkan peran dari hormon tersebut. Pada pemeriksaan laboratorium pada kanker
payudara ditemukan adanya reseptor hormon estrogen. Rangkaian peristiwa tersebut diatur
oleh interaksi yang kompleks antara berbagai hormon steroid dan faktor pertumbuhan, baik

xxiii
dari sel yang berdekatan dengannya maupun dari komponen dalam lingkungan sel tersebut. (
Guyton and Hall, 1996; Kumar, et al. 2000 ).

Gaya Hidup

Obesitas pada masa paska menopause meningkatkan risiko kanker payudara,


sebaliknya obesitas pra menopause justru menurunkan risikonya. Hal ini disebabkan oleh
efek tiap obesitas yang berbeda terhadap kadar hormon estrogen. Walaupun menurunkan
kadar hormon seks terikat globulin dan menurukan paparan terhadap estrogen, obesitas pra
menopause meningkatkan kejadian anovulasi sehingga menurunkan paparan payudara
terhadap progesteron.

Aktifitas fisik pun mengambil pran penting didalam gaya hidup seseorang. Olahraga
selama 4 jam setiap munggu menurunkan risiko sebesar 30%. Olahraga rutin pada paska
menopause juga menurunkan risiko sebesar 30-40%. Untuk mengurangi risiko terkena
kanker payudara, American Cancer Society merekomendasikan olahraga selama 45-60 menit
setiap harinya.

Merokok terbukti meningkatkan risiko kanker payudara. Selain merokok, alcohol pun
menjadi pemicu dari risiko kanker payudara. Lebih dari 50 penelitian membuktikan bahwa
konsumsi alkohol yang berlebihan meningkatkan risiko kanker payudara. Alkohol
meningkatkan kadar estrogen endogen sehingga mempengaruhi responsivitas tumor terhadap
hormon. ( Sjamsuhidajat, 2012 )

2.1.4 Klasifikasi Kanker Payudara

Berdasarkan WHO Histological Classification of Breast Tumor, kanker payudara


diklasifikasikan dalam tabel.

1. Non- Invasif
a. Intraduktal
b. Lobular Karsinoma in situ

xxiv
2. Invasif
a. a. Karsinoma invasif duktal
b. Karsinoma invasif duktal
dengan komponen intraduktal
yang predominant
c. Karsinoma invasif lobular
d. Karsinoma Mucinous
e. Karsinoma Medullary
f. Karsinoma papillary
g. Karsinoma tubular
h. Karsinoma adenoid cystic
i. Karsinoma sekretori
j. Karsinoma apocrine
k. Karsinoma dengan
metaplasia
i. Tipe squamous
ii. Tipe spindle-cell
iii. Tipe cartilaginous dan
osseous
iv. Mixed type
l. Lain-Lain
3. Paget’s disease of
the nipple
Tabel 2.4 Klasifikasi Kanker Payudara Menurut WHO ( PERABOI, 2010 ).

2.1.5 Manifestasi Klinis Kanker Payudara

Massa Tumor

Sebagian besar bermanifestasi sebagai massa di payudara tidak nyeri, seringkali


ditemukan secara tidak sengaja. Lokasi massa kebanyakan di kuadran lateral atas, umunya

xxv
lesi soliter, konsistensi agak keras, batas tidak tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang
( pada stadium lanjut terfiksasi di dinding thoraks ), massa cenderung membesar secara
bertahap dalam beberapa bulan. (Desen W, 2008)

Perubahan Kulit

1. Dimpling terjadi apabila tumor mengenai ligamentum glandula mammae, ligamentum


memendek sehingga kulit menjadi cekung
2. Peau d’orange terjadi apabila vasa limfatik subkutis tersumbat oleh sel kanker,
hambatan drainase limfe menyebabkan edema kulit, folikel rambut tenggelam ke
bawah sehingga tampak seperti kulit jeruk.
3. Nodul satelit terjadi apabila sel kanker di dalam vasa limfatik subkutis masing-masing
membentuk nodul metastasis, disekitaran lesi primer dapat muncul banyak nodul
tersebar secara klinis disebut nodul satelit
4. Invasi, ulserasi kulit terjadi apabila tumor menginvasi kulit, tampak perubahan
berwarna merah atau merah gelap. Bila tumor terus bertambah besar, lokasi itu dapat
menjadi iskemik, ulserasi membentuk bunga terbalik ini disebut “ Cowley flower ”.
5. Perubahan inflamatorik secara klinis disebut “ karsinoma mammae inflamatorik ”.
Keseluruhan kulit membengkak dan memerah, mirip peradangan. Tipe ini sering
ditemukan pada kanker payudara waktu hamil atau laktasi ( Desen Wang, 2008 ).

Perubahan Papilla Mammae

1. Retraksi, distorsi papilla mammae umumnya akibat tumor menginvasi jaringan


subpapiller
2. Sekret Papiler umumnya sanguine sering karena karsinoma papiler dalam duktus
yang membesar atau tumor mengenai duktus besar.
3. Perubahan esksematoid merupakan manifestasi spesifik dari penyakit paget. Klinis
tampak areola, papilla mammae tererosi, berkrusta, secret, deskuamasi, sangat mirip
eksim ( Desen Wang, 2008).
4.

xxvi
Perubahan Kelenjar Limfe Regional

Perubahan kelenjar limfe aksilla ipsilateral dapat soliter atau multipel. Pada awalnya
mobile, kemudian dapat saling berkoalisensi atau adhesi dengan jaringan sekitarnya. Dengan
perkembangan penyakit, kelenjar limfe supraklavikuler juga dapat menyusul membesar.
Yang diperhatikan adalah sebagian keci, pasien kanker payudara hanya datang dengan
pembesaran kelenjar limfe aksilla tanpa adanya massa di payudara ( Desen Wang, 2008 ).

2.1.6 Stadium Kanker Payudara

Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penelitian dokter saat
mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh manakah tingkat
penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat
lain. Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau kanker dan tidak ada pada tumor jinak.

Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan


pemeriksaan penunjang lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontgen, USG, dan bila
memungkinkan dengan CT scan, scintigrafi, dan lain-lain. Banyak sekali cara untuk
menentukan stadium, namun yang paling banyak digunakan saat ini adalah stadium kanker
berdasarkan klasifikasi sistem TNM yang direkomendasikan oleh UICC (International Union
Against Cancer dari World Helath Organization) / AJCC (American Joint Committee On
Cancer yang disponsori oleh American Cancer Society dan American College of Surgeons).

Sistem TNM

TNM merupakan singkatan dari “T” yaitu tumor size atau ukuran tumor, “N” yaitu
node atau kelenjar getah bening regional dan “M” yaitu metastasis atau penyebaran jauh.
Ketiga faktor T, N, dan M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga sesudah
operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA). Pada kanker payudara, penilaian
TNM sebagai berikut :

Ukuran Tumor (T) :

xxvii
Ukuran Tumor (T) Interpretasi
T0 Tidak ada bukti adanya suatu tumor
Tis Lobular carninoma in situ (LCIS),
ductus carninoma in situ (DCIS), atau
Paget’s disease
T1 Diameter tumor ≤ 2cm
T1a Tidak ada perlekatan ke fasia atau otot
T1b pektoralis
Dengan perlekatan ke fasia atau otot
pektoralis
T2 Diameter tumor 2-5 cm
T2a Tidak ada perlekatan ke fasia atau otot
T2b pektoralis
Dengan perlekatan ke fasia atau otot
pektoralis
T3 Diameter tumor ≤ 5 cm
T3a Tidak ada perlekatan ke fasia atau otot
T3b pektoralis
Dengan perlekatan ke fasia atau otot
pektoralis
T4 Bebepa pun diameternya, tumor telah
T4a melekat pada dinding dada dan
T4b mengenai pectoral lymph node
Dengan fiksasi ke dinding toraks
Dengan edema, infiltrasi, atau ulserasi
di kulit
Tabel 2.5 : Klasifikasi Ukuran Tumor Berdasarkan Sistem TNM

xxviii
Palpable Lymph Node (N):
Palpable Lymph Node (N) Interpretasi
N0 Kanker belum menyebar ke lymph
node
N1 Kanker telah menyebar ke axillary
lymph node ipsilateral dan dapat
digerakkan
N2 Kanker telah menyebar ke axillary
lymph node ipsilateral dan melekat
antara satu sama lain (konglumerasi)
atau melekat pada struktru lengan
N3 Kanker telah menyebar ke mammary
lymph node atau supraclavicular
lymph node ipsilateral
Tabel 2.6 : Klasifikasi Palpable Lymph Node Berdasarkan Sistem TNM

Metastase (M) :
Metastase Interpretasi
M0 Tidak ada metastase ke organ yang
jauh
M1 Metastase ke organ jauh
Tabel 2.7 : Klasifikasi Metastase Berdasarkan Sistem TNM

Setelah masing-masing faktor T, N, M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian


digabungkan dan akan diperoleh stadium kanker sebagai berikut:

Stadium Ukuran Tumor Palpable Lymph Metastase


Node
0 Tis N0 M0
1 T1 N0 M0
IIA T1 N1 M0

xxix
T2 N0 M0

IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
IIIA T1, T2 N2 M0
T3 N1 M0
IIIB T4 N3 M0
IV T N M1
Tabel 2.8 Stadium Numerik Kanker Payudara

Staging kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM system dari UICC/AJCC


tahun 2010. ( PERABOI, 2010 )

Kanker Payudara Stadium 0

Dikatakan stadium 0 karena kanker masih berada di pembuluh/saluran payudara serta


kelenjar susu, belum mengalami penyebaran keluar dari area tersebut.

Kanker Payudara Stadium 1

Stadium 1A

Gambar 2.5 Stadium I A Kanker Payudara

Ukurannya masih sangat kecil dan tidak menyebar serta belum ditemukannya pada
pembuluh getah bening.

xxx
Stadium 1B

Gambar 2.6 Stadium I B Kanker Payudara

Kanker payudara stadium 1B berarti bahwa sel kanker payudara dalam bentuk yang
kecil ditemukan pada kelenjar getah bening dekat payudara. Tidak ada tumor dalam
payudara, atau tumor memiliki ukuran lebih kecil dari 2cm.

Kanker Payudara Stadium 2

Stadim IIA

xxxi
Gambar 2.7 Stadium II A Kanker Payudara

Kanker berukuran lebih kecil dari 2cm, mulai ditemukan titik-titik pada getah bening
di area sekitar ketiak. Kanker telah berukuran 2-5 cm, pada pembuluh getah bening belum
terjadi penyebaran titik-titik sel kanker. Titik-titik di pembuluh getah bening ketiak mulai
ditemukan namun tidak ada tanda tumor pada bagian payudara

Stadium II B

xxxii
Gambar 2.8 Stadium II B Kanker Payudara

Kanker berukuran 2-5 cm. Titik-titik pembuluh getah bening pada ketiak telah
tersebar sel-sel kanker payudara.Tumor telah berukuran 5 cm namun belum terjadi
penyebaran

Kanker Payudara Stadium 3

Stadium III A

Gambar 2.9 Stadium III A Kanker Payudara

xxxiii
Kanker telah berukuran < 5cm dan telah terjadi penyebaran sel-sel kanker pada titik-
titik pembuluh getah bening di ketiak atau

Gambar 2.10 Stadium III A Kanker Payudara

Tumor lebih besar dari 5cm dan bentuk kecil sel kanker payudara berada di kelenjar
getah bening atau

Gambar 2.11 Stadium III A Kanker Payudara

Tumor lebih dari 5 cm dan telah menyebar ke hingga 3 kelenjar getah bening di
ketiak atau ke kelenjar getah bening di dekat tulang dada.

Stadium III B

xxxiv
Gambar 2.11 Stadium III B Kanker Payudara

Terjadinya pembengkakan pada dinding dada yang juga sudah mulai adanya luka
yang menghasilkan nanah pada dada. Penyebarannya bisa sudah mengenai getah bening di
ketiak dan lengan atas.

Stadium III C

Gambar 2.12 Stadium III C Kanker Payudara

Telah dideteksi bahwa sel-sel kanker telah menyebat ke titik-titik pembuluh getah
bening yaitu sekitar 10 area getah bening telah tersebar sel-sel kanker, tepatnya dibawah
tulang selangka.

xxxv
Kanker Payudara Stadium IV

Gambar 2.13 Stadium IV Kanker Payudara

Tidak diketahui telah berapa ukuran pasti sel kanker pada fase ini. Karena sel kanker
telah menyebar ke jaringan lainnya yang sulit untuk diketahui. Sel kanker yang menyebar
telah mulai menyebar ke berbagai lokasi, seperti tulang, paru-paru, hati dan juga tulang
rusuk.

2.1.7 Patogenesis Pada Kanker Payudara

Patogenesis terjadinya kanker payudara juga disebut karsinogenesis ini terus


mengalami perubahan, seiring dengan diketemukannya peralatan untuk menguak
pengetahuan tentang sel. Pada tahun 1950, diketahui bahwa hormon steroid memegang

xxxvi
peranan penting untuk terjadinya kanker payudara. Tahun 1980 mulai terbuka pengetahuan
tentang adanya beberapa onkogen dan gen suprespor, keduanya memegang peranan penting
untuk progresi tumor, adesi antara sel dan faktor pertumbuhan. Abad 20, mulailah diketahui
tentang siklus sel serta perbaikan DNA dan kematian sel (apoptosis) serta regulasinya.
Kemudian abad 21 ini mulai berkembang pengetahuan yang menganalisa secara mendalam
kegagalan terapi kanker juga tentang mekanisme resistensi terhadap kemoterapi,
antiestrogen, radiasi dan pengetahuan tentang proses invasi, angiogenesis, dan metastase.
Pada tahun 1971, Folkam mengetengahkan bahwa pertumbuhan tumor tergantung
pada angiogenesis dimana tumor akan mengaktifkan endothelial sel dalam kondisi dorman
untuk berproliferasi dengan mengeluarkan isyarat kimia. Hypotesis Folkam ini
memperlihatkan bahwa tumor sangat memerlukan angiogenesis untuk dapat tumbuh di atas
ukuran 1-2 milimeter . 21 Angiogenesis ini diatur secara ketat, melalui proses tahapan yang
rumit dan hanya pada keadaan tertentu seperti proses penyembuhan luka serta proliferasi sel
kanker. Penghambatan angiogenesis menjadi target terapi yang mempunyai harapan dimasa
depan. Pembelahan sel tumor yang dipacu oleh angiogenic stimulatory peptides akan
menyebabkan tumor menjadi cepat tumbuh serta akan mudah invasi ke jaringan sekitar dan
metastase. Sebaliknya, pembelahan sel tumor yang diberikan inhibitors angiogenesis akan
menghambat pertumbuhan tumor, invasi, dan mencegah metastase.

Hiperplasia Duktal

Terjadi proliferasi sel epitel poliklonal yang tersebar tidak rata dengan inti saling
tumpang tindih dan lumen duktus tidak teratur, sering merupakan tanda awal keganasan.

Hiperplasia Atipik

Perubahan lebih lanjut, sitoplasma menjadi lebih jelas dan tidak tumpah tindih dengan
lumen duktus yang teratur. Secara klinis risiko kanker payudara meningkat.

Karsinoma in situ

Baik duktal dan lobular terjadi proliferasi sel dengan gambaran sitologis sesuai
keganasan. Proliferasi belum menginvasi stroma atau menembus membrane basal.

xxxvii
Karsinoma insitu lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara, bahkan hingga
bilateral dan tidak teraba pada pemeriksaan serta tidak terlihat pada pencitraan. Karsinoma
insitu ductal sifatnya segmental dapat mengalami kalsifikasi sehingga gambarannya
bervariasi.

Karsinoma invasif

Terjadi saat sel tumor telah menembus membrane basal dan menginvasi stroma. Sel
kanker dapat menyebar baik secara hematogen maupun limfogen dan dapat menimbulkan
metastasis. ( Sjamsuhidajat, 2012 ).

2.1.8 Diagnosa Kanker Payudara

Diagnosa ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang.

Anamnesis

Keluhan dan gejala yang telah dituliskan dalam manifestasi klinis serta pengaruh
siklus menstruasi terhadap gejala yang timbul. Faktor-faktor risiko yang dimiliki.
Kemungkinan metastasis ke organ otak, paru, hati, dan tulang dengan menyakan gejala
seperti adanya sesak napas, nyeri tulang dan sebagainya. ( Desen Wang, 2008 ).

Pemeriksaan Fisis

Sebaiknya pemeriksaan dilakukan antara 7-10 hari setelah hari pertama haid.
Pemeriksaan fisis payudara adalah sebagai berikut

 Posisi Duduk

Inspeksi pada saat kedua tangan pasien jatuh ke bawah, apakah payudara simetris,
adanya kelainan letak atau bentuk papilla, retraksi puting, retraksi kulit, ulserasi, tanda
radang. Kemudian pasien diminta angkat kedua tangan lurus ke atas, lihat apakah ada
bayangan tumor yang ikut bergerak atau tertinggal. ( Desen Wang, 2008 ).

xxxviii
 Posisi Berbaring

Punggung di belakang payudara diganjal dengan bantal sesuai dengan sisi yang akan
diperiksa. Palpasi payudara dimulai dari area luar memutar hingga kedalam dan mencapai
puting. Nilai apakah ada cairan yang keluar, jika teraba tumor, tetapkan lokasi dan kuadran,
ukuran, konsistensi, batas dan mobilitas. Palpasi pula kelenjar getah bening regional sesuai
kelompok kelenjar, yaitu area aksilla, mamaria dan klavikula ( Desen Wang, 2008 ).

 Kelenjar Getah Bening

Dilakukan dalam posisi duduk dari depan pasien dan kedua tangan di kedua sisi
tubuh. Lakukan pemeriksaan kelenjar getah bening aksillaris, infraklavikula dan
supraklavikula. Pada aksilaris terdapat 4 kelompok nodus yang harus dipalpasi antara lain
nodus aksilaris sentral pada apeks aksilla kemudian sepanjang garis midaksillaris dinding
dada untuk nodus pektoralis. Ke arah lateral untuk nodus brakial dan ke arah kaput humerus
untuk nodus subskapular. ( Desen Wang, 2008 ).

Pemeriksaan Penunjang

Untuk deteksi kanker payudara, digunakan mammografi dan ultrasonografi,


sementara untuk melihat adanya metastasis digunakan Roentgen thoraks, USG abdomen (
hepar ) dan bone scanning. ( Desen Wang, 2008 ).

 Mammografi

Kelebihan mammografi adalah dapat menampilkan nodul yang sulit di palpasi atau
terpalpitasi atipikal menjadi gambar, dapat menemukan lesi payudara yang tanpa nodul
namun terdapat bercak mikrokalsifikasi, kadang-kadang terdapat distorsi jaringan
payudara sekitar massar tumor ( Neal Anthony J, 2003 ). Dapat digunakan untuk analisis
diagnostic dan rujukan tindak lanjut. Ketepatan diagnosis sekitar 80% ( Desen Wang,
2008 ).

xxxix
 Ultrasonografi ( USG ) Mammae

Tranduser frekuensi tinggi dan pemeriksaan Doppler tidak hanya dapat membedakan
dengan sangat baik tumor kistik atau padat, tetapi juga dapat mengetahui pasokan darahnya
serta kondisi jaringan disekitarnya. Dapat juga dipakai untuk panduan pemeriksaan FNA,
menjadi dasar diagnostic yang sangat baik, karena sensitivitasnya menjadi lebih baik dimana
massa tumor langsung terlihat. ( Desen Wang, 2008 ).

 Magentic Resonance Imaging ( MRI ) Payudara

Karena tumor payudara mempunyai densitas mikrovaskuler abnormal, MRI payudara


dengan kontras mempunyai sensibilitas dan spesifitas tinggi dalam diagnosis kanker
payudara stadium dini, pemeriksaan ini cukup mahal, sulit digunakan secara luas hanya
menjadi satu pilihan diagnosis banding terhadap mikro tumor. ( Desen Wang, 2008 ).

 Imunohistokimia

Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat jenis kanker dan sensitvitasnya terhadap
terapi hormonal. Reseptor estrogen, reseptor progesteron, dan c-erbB2 ( HER-2 neu )
merupakan komponen yang diperiksa. Pasien dengan reseptor estrogen positif atau reseptor
progesteron positif diperkirakan akan berespons terhadap terapi hormonal. Pasien dengan
HER-2 neu positif akan berespons terhadap terapi target denga trastuzumab. Pasien dengan
reseptor estrogen, progesteron dan HER-2 neu yang negative cenderung berprognosis buruk.
( Chris Tanto dkk, 2014 ).

 Biopsi

Diagnosis pasti keganasan ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologis melalui biopsi.


Biopsi terbagi menjadi 3 yaitu biopsi aspirasi jarum halus ( BAJAH ), Core biopsy dan
biopsi terbuka. ( Chris Tanto dkk, 2014 ).

xl
2.1.9 Penatalaksanaan

Penanganan kanker payudara harus digunakan secara kombinasi terhadap setiap kasus
kanker payudara harus ditentukan secara strategis penangan yang menyeluruh, strategi yang
menyeluruh akan langsung berpengaruh pada hasil terapi. Modalitas terapi dari kanker
payudara adalah pembedahan, radioterapi, kemoterapi, terapi hormonal, serta terapi biologis
atau immunoterapi ( Desen Wang, 2008, Jeal Anthony K, 2003 ).

Pembedahan

Mastektomi radikal klasik adalah pengangkatan seluruh kelenjar payudara dengan


sebagian besar kulitnya, otot pektoralis mayor dan minor, kelenjar limfe kadar I, II, dan III.
Mastektomi jenis ini hanya digunakan hingga tahun 1950-an. ( Chris Tanto dkk, 2014 ).

Mastektomi radikal modifikasi yaitu sama dengan radikal klasik namun otot
pektoralis mayor dan minor dipertahankan, hanya kelenjar limfe I dan II yang diangkat (
Chris Tanto dkk, 2014 ).

Mastektomi sederhana, seluruh kelenjar payudara diangkat, tanpa pengangkatan


kelenjar limfe aksilla dan otot pektoralis. Dilakukan jika dipastikan tidak ada penyebaran ke
kelenjar limfe. Kini dikenal metode lain yaitu skin-sparing mastectomy yaitu membuang
seluruh payudara dan kompleks area, namun menyisakan sebanyak mungkin kulit. ( Chris
Tanto dkk, 2014 ).

Breast Conversing Surgery, prosedir ini membuang massa tumor dengan memastikan
batas bebas tumor dan diseksi aksilla kadar I dan II atau dilakukan sentinel mode biopsi
terlebih dahulu ( Chris Tanto dkk, 2014 ).

Radioterapi

Dilakukan sebagai terapi adjuvant pada pasien yant telah menjalani BCS atau
mastektomi radika klasik atau dimodifikasi dengan ukuran tumor awal lebih atau sama T3
dan batas atau dasar sayatn tidak bebas dengan tumor serta jika terdapat metastasis ( Chris
Tanto dkk, 2014 ).

xli
Terapi Sistemik

Terapi hormonal, obat-obatan anti estrogen seperti tamoksifen dan toremifen,


penyakit aromatase selektif seperti anastrazol dan letrozol, atau agen progestasional seperti
megesterol asetat. Diberikan terutama untuk pasien dengan reseptor estrogen positif atau
reseptor progesteron positif.

Kemoterapi seperti CMF ( siklofosfamid, metotreksat dan5-fluorourasil ), FAC (


siklofosfamid, adriamistin, 5-fluorourasil ), texone, cispatin dan lain lain ( Chris Tanto dkk,
2014 ).

2.1.10 Pencegahan Kanker Payudara

Pencegahan Primer

 Promosi dan edukasi pola hidup sehat


 Menghindari faktor risiko seperti riwayat keluarga, tidak punya anak, tidak menyusui,
riwayat tumor jinak sebelumnya, obesitas, kebiasaan makan tinggi lemak kurang
serat, perokok aktif dan pasif, pemakaian obat hormonal selama lebih dari 5 tahun. (
Rasjidi, 2010 )

Pencegahan Sekunder

 SADARI ( periksa payudara sendiri )


 Pemeriksaan klinis payudara ( Clinical Breast Examination ) untuk menemukan
benjolan ukuran kurang dari 1 cm
 USG untuk mengerahui batas-batas tumor dan jenis tumor
 Mammografi untuk menemukan adanya kelainan sebelum adanya gejala tumor dan
keganasan ( Rasjidi, 2010 ).

xlii
Pencegahan Tersier

 Pelayanan di rumah sakit ( diagnosis dan terapi )


 Perawatan paliatif ( Rasjidi, 2010 ).

Skrining

Mammografi dapat digunakan sebagai skrining kanker payudara, terutama pada


perempuan yang berada dalam masa paska menopause atau 50 tahun ke atas terbukti
menurunkan 33% angka mortalitas kanker payudara. Jika terjadi densitas payudara pada
mammografi, risiko kanker payudara meningkat. ( Sjamsuhidajat, 2012 ).

2.1.11 Prognosis

Prognosis kanker payudara ditunjukkan oleh angka harapan hidup atau interval bebas
penyakit. Prognosis penderita keganasan payudara diperkirakan buruk jika usianya muda,
menderita kanker payudara bilateral, mengalami mutasi genetik, dan adanya triple negative
yaitu grade tumor tinggi dan seragam, reseptor estrogen, reseptor progesterone dan reseptor
permukaan sel HER-2 neu negative ( Sjamsuhidajat, 2012 ).

2.2 Tinjauan Umum Tentang Neutropenia

2.2.1 Definisi Neutropenia

Neutropenia didefinisikan sebagai penurunan jumlah neutrofil di dalam


sirkulasi.Neutropenia dapat dicirikan sebagai neutropenia ringan dengan ANC(Absolute
Neutrophil Count) dari 1.000-1.500 / mcL (1.0 to 1.5 x 109/L), neutropenia moderat dengan
ANC dari 500-1.000 / μ L ( 0.5 to 1.0 x 109/L ); atau neutropenia berat dengan ANC < 500
/μL. Stratifikasi ini membantu dalam memprediksi risiko infeksi piogenik dengan pasien
neutropenia berat memiliki peningkatan kerentanan yang signifikan terhadap infeksi yang
mengancam jiwa, pasien yang memiliki neutropenia terkait dengan toksisitas kemoterapi.
Jenis neutropenia dapat dicatat ketika CBC ( Complete Blood Count ) dilakukan terhadap

xliii
bayi baru lahir yang sakit, anak demam, anak minum obat kronis, atau sebagai bagian dari
evaluasi rutin. Kondisi turun-temurun yang parah seperti sindrom Kostmann dan sindrom
imunodefisiensi tertentu yang berkaitan dengan neutropenia jarang, mungkin 1 per 100.000,
dan lebih mungkin untuk menyajikan pada neonatus dan bayi. Sejumlah kondisi neutropenia
yang diturunkan berhubungan dengan anomali kongenital lainnya, seperti displastik jempol
pada anemia Fanconi, albinisme pada sindrom Chediak-Higashi, dan dwarfisme di rambut
tulang rawan atau sindrom Shwachman-Diamond (Segel, Halterman, 2013).

Jumlah neutrofil normal di dalam darah pada bayi yang baru lahir umumnya tinggi
(6.000 - 26.000/mm3 ), dan menurun pada umur 1 minggu. Setelah umur 1 tahun, jumlah
neutrofil berkisar antara 1.500 - 8.000 sel/mm3 . Neutrofil merupakan sel darah putih yang
paling banyak pada manusia, kadar dalam darah 50 - 70%, sekitar 10 triliun sel diproduksi
tiap hari. Rata-rata umur neutrofil di dalam darah 12 jam, setelah teraktivasi, neutrofil masuk
ke dalam jaringan dan hanya bertahan hidup 1 - 2 hari. Neutrofil normalnya terdapat dalam
pembuluh darah, namun pada saat fase inflamasi akibat inflamasi dan beberapa keganasan,
neutrofil bermigrasi ke sumber inflamasi mengikuti sinyal kimia (IL-8, IFN- ndotelium, mast
sel dan makrofag.

Dalam mempertahanan tubuh dari mikroba, neutrofil mempunyai beberapa fungsi


yaitu:

1. Fagositosis, yaitu membunuh mikroba dengan menarik dan mencernanya dengan


reactive oxigen species (ROS) dan enzim hidrolitik
2. Degranulasi neutrofil melepaskan enzim untuk degranulasi protein sekitarnya
3. NETs (Neutrophil Extracellular Traps). Neutrofil dapat melepaskan struktur mirip
jaring yang dibentuk oleh kromatin dan protease serin yang membunuh mikroba
secara ekstraselular. .( Schimpff SC, 2010 )

2.2.2 Etiologi Neutropenia

Neutropenia akut berkembang selama beberapa hari dan sering terjadi jika
penggunaan neutrofil banyak dan produksinya terganggu. Neutropenia kronis yang

xliv
berlangsung beberapa bulan atau tahun bisa timbul dari berkurangnya produksi, peningkatan
penghancuran, atau penyerapan neutrofil di limfa. Neutropenia muncul sebagai faktor
ekstrinsik sekunder untuk sel myeloid sumsum yang umum terjadi gangguan yang diperoleh
dari sel progenitor myeloid. Cacat intrinsik sangat jarang mempengaruhi proliferasi dan
pematangan sel progenitor myeloid. Obat merupakan salah satu penyebab paling umum
gejala neutropenia. Insiden neutropenia akibat obat meningkat secara dramatis, 10% kasus
terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, dan mayoritas kasus di antara orang dewasa di atas
usia 65 tahun. Drug-induced neutropenia memiliki beberapa mekanisme yang mendasari
(Immune-mediated, beracun , reaksi hipersensitivitas) yang berbeda dari neutropenia berat
yang diduga terjadi setelah pemberian obat kanker Cyto reductive atau radioterapi ( Boxer
L.A , 2012).

2.2.3 Manifestasi Klinis Neutropenia

Gejala dan tanda inflamasi pada pasien neutropenia, seringkali minimal atau tidak
ada samasekali. Demam merupakan gejala yang paling sering dan kadangkadang hanya
muncul pada infeksi berat. Demam karena penyebab infeksi pada leukemia, bisa ditemukan
dalam bentuk fokus infeksi yang jelas seperti infeksi kulit termasuk flebitis, infeksi saluran
napas (infeksi sinus, infeksi telinga), infeksi saluran pencernaan seperti diare infeksi dan
kandidiasis, infeksi saluran kencing; atau bisa karena adanya bakteremia sampai timbul
sepsis jika disertai gejala SIRS. ( Schimpff SC, 2010 )

2.2.4 Komorbiditas

Komorbiditas merupakan faktor penting yang berhubungan dengan kegagalan


pengobatan, infeksi berat, dan kematian seperti sepsis, dehidrasi dan lain-lain.

2.2.5 Pendekatan Diagnosis

Pemeriksaan pada penderita demam neutropenia meliputi anamnesis untuk mencari


faktor risiko untuk jenis infeksi tertentu, riwayat penyakit dasarnya serta pengobatannya,
telah berapa lama terjadi neutropenia, antibiotik profilaksis yang telah diberikan, penyakit
infeksi yang pernah diderita sebelumnya dan pengobatannya, perjalanan ke daerah endemis

xlv
penyakit infeksi tertentu, pengetahuan spektrum mikroba serta uji resistensi, serta
kemungkinan adanya gejala klinis yang khas. (Donowitz GR, 2011 )

Pemeriksaan fisik dilakukan terutama untuk memeriksa fokus infeksi, yang dapat
terjadi pada mukosa, rambut dan kuku, area genital, anal dan oral. Lokasi tempat masuknya
kateter, biopsi sumsum tulang, ataupun luka pembedahan. Seringkali pada penderita demam
neutropenia tanda-tanda klasik inflamasi menjadi berkurang. ( Sharma dkk, 2012 )

Tabel 2.9 Pemeriksaan Laboratorium pada demam neutropenia ( Sharma dkk, 2012 )

Sebagian besar kasus penyebab penyakit sulit dicari walaupun telah dilakukan
pemeriksaan penunjang diagnosis, namun pengobatan empiris tetap diberikan tanpa
menunggu hasil laboratorium yang spesifik. Kultur darah untuk bakteri dan jamur yang
diambil dari vena perifer dan semua lumen kateter yang terpasang. Pemeriksaan foto dada
dilakukan untuk melihat adanya infiltrat di paru. Pemeriksaan Computed Tomography
Scanning (CT scan), Magnetic Ressonance Imaging (MRI), ultrasonografi (USG), dan
Positron Emission Tomography dapat dipertimbangkan untuk mencari fokus infeksi (kulit,
jaringan lunak, abdomen, sinus, saraf pusat, paruparu, dan lain sebagainya). .( Schimpff SC,
2010 )

2.3 Tinjauan Umum Tentang Demam

2.3.1 Demam

Penigkatan suhu tubuh dari kadar normal . Suhu tubuh normal adalah, dari 36,1 °C
sampai 37,2 °C .Kebanyakan orang dewasa mempunyai suhu oral di atas 38 ° C. Sedangkan

xlvi
pada suhu rektal atau telinga di atas 38,3°C dianggap demam. Seorang anak mengalami
demam jika memiliki suhu rektal sebesar 38°C atau lebih tinggi ( Staff, 2013). Kisaran suhu
oral 33,2-38,2 derajat C , rektum : 34,4-37,8°C , telinga : 35.4- 37.8°C dan aksila : 35,5-37,0
°C. Kisaran suhu oral untuk pria dan wanita , masing-masing, adalah 35.7- 37,7 dan 33,2-
38,1°C , di dubur 36,7-37,5 dan 36,8-37,1°C , dan timpani 35,5-37,5 dan 35,7-37,5°C.
Kisaran suhu tubuh normal perlu disesuaikan , terutama untuk nilai yang lebih rendah .
Ketika menilai suhu tubuh penting untuk menentukan tempat pengukuran dan jenis kelamin
dalam pertimbangan ( Dalal , Zhukovsky,2006 ).

2.3.2 Patofisiologi Demam


Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen
adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi kepada dua yaitu pirogen
eksogen dan pirogen endogen pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh
pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau
mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin
lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah
pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Pirogen
eksogen telah terbukti menginduksi produksi sitokin pro-inflamasi, seperti interleukin 1β (IL-
1β) dan 6 (IL-6), interferon (INF) -α, dan tumor necrosis factor (TNF).Seterusnya, yaitu
masuk ke sirkulasi hipotalamus, merangsang pelepasan prostaglandin lokal dan mengulang
setpoint termal hipotalamus. Tindakan sitokin pirogenik dapat ditentang oleh sitokin lainnya
seperti zat arginin vasopressin , IL-10, glukokortikoiddan melanosit-stimulating hormone,
yang semuanya memiliki sifat antipiretik, sehingga dapat membatasi magnitud dan durasi
demam. TNF telah terbukti memiliki sifat pirogenik dan antipiretik, tergantung pada kondisi
percobaan. Pada akhirnya, jumlah dari interaksi sitokin pirogenik dan antipiretik berefek
kepada derajat dan durasi respon demam ( Dalal , Zhukovsky,2006 )

xlvii
Gambar 2.14. Patofisiologi Mekanisme Demam (Dalal ,Zhukovsky,2006.)

2.4 Tinjauan Umum Tentang Demam Neutropenia

2.4.1 Definisi Demam Neutropenia

Demam neutropenia merupakan suatu sindrom yang terdiri dari dua gejala, yaitu:
demam ( C sekali pengukuran, C untuk pengukuran selama 1 jam terus-menerus atau pada 2
kali pengukuran dengan jarak minimal 12 jam) dan neutropenia (didefinisikan sebagai ANC
< 500 sel/mm3 , atau < 500/mm3 ) ( Janeway, CA et all, 2010, Baldy dkk, 2010, Sharma
dkk, 2012)

xlviii
Tingkat keparahan neutropenia dan risiko infeksi berhubungan erat dengan jumlah
neutrofil, risiko terbesar infeksi pada pasien dengan penghitungan . Penyebab demam pada
leukemia bisa karena infeksi maupun demam noninfeksi (misalnya karena mukositis, reaksi
transfusi noninfeksi, atau Graft Versus Host Disease (GVHD). ( Behrman RE et all, 2006,
Witko-Sarsat V et all, 2006, Nijhuis CSMO et all, 2008, Schimpff SC, 2010 ).

2.4.2 Etiologi Demam Neutropenia

Jenis mikroba yang sering menyebabkan infeksi pada neutropenia tertera pada tabel
dibawah ini, dibagi menjadi bakteri aerob dan anaerob, gram positif dan gram negatif.

Tabel 2.10 Jenis dan macam organisme penyebab demam neutropenia.( Schimpff SC,
2010 )

Secara tradisional, bakteri gram negatif merupakan penyebab infeksi pada


neutropenia, khususnya P.aeruginosa. Dalam beberapa tahun ini penyebab infeksi pada
neutropenia telah berubah dari bakteri gram negatif menjadi gram positif, hal ini terjadi pada
sekitar 63% dari isolat yang dilaporkan oleh American National Cancer Institute Survey.
Penyebab perubahan ini diduga karena peningkatan pemasangan kateter intravena dan
penggunaan antibiotika secara empiris, yang lebih banyak ditujukan pada bakteri gram
negatif daripada gram positif. (Klastersky J et all, 2010, Bow E, 2008 )

2.4.3 Epidemiologi Demam Neutropenia

Demam neutropenia merupakan penyebab utama morbiditas, mortalitas, dan biaya


pada pasien yang menerima kemoterapi kanker. Dalam penelitian yang berbeda dilaporkan
kejadian demam neutropenia tergantung pada rejimen pengobatan, intensitas dosis

xlix
disampaikan, dan populasi pasien. Risiko awal demam neutropenia tampaknya tertinggi
selama siklus pertama kemoterapi terhadap kelompok tertentu yang berisiko tinggi, seperti
pada pasien tua dan orang-orang dengan berbagai penyakit. Demam neutropenia disebabkan
oleh masalah klinis, ekonomi, dan kualitas hidup pasien. Risiko kematian terkait dengan
demam neutropenia terus menjadi relatif tinggi pada pasien dengan keganasan hematologi,
pasien dengan penyakit penyerta, dan bakteremia, pneumonia, atau komplikasi infeksi lain
yang terkait. Penurunan intensitas dosis kemoterapi yang sering mengikuti sebuah episode
dari demam neutropenia mungkin memiliki dampak yang cukup besar pada pengendalian
penyakit pada keganasan responsif dan berpotensi dapat disembuhkan. Beban ekonomi
demam neutropenia substansial dengan proporsi terbesar dari biaya yang terkait terbatasnya
jumlah pasien rawat inap untuk jangka waktu yang lama sebagai akibat dari komorbiditas
atau komplikasi (Lyman, Kuderer , 2003).

2.4.4 Patogenesis dan Patofisiologi

Episode pertama demam neutropenia pada pasien yang menerima kemoterapi


dihubungkan dengan rendahnya ANC dan adanya kerusakan kulit/mukosa usus akibat
kemoterapi tersebut. Koloni mikroorganisme pada usus akan merusak mukosa, selanjutnya
terjadi translokasi bakteri, dan invasi jaringan. Peneliti melaporkan hubungan pemberian
agen sitotoksik dan mukositis oral yang mengakibatkan bakteremia S.viridans. Sumber
infeksi utama adalah bakteri dari saluran cerna, disusul infeksi saluran napas bawah, dan
infeksi saluran kencing (ISK). Faktor predisposisi lain meliputi pemberian kemoterapi dosis
tinggi, dan kadar albumin yang rendah. .( Schimpff SC, 2010 )

Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna kristal violet saat
pewarnaan gram sehingga akan berwarna biru/ungu di bawah mikroskop. Dinding sel
homogen dan tebal (20-80 nm), sebagian besar tersusun dari peptidoglikan serta asam teikoat
sebagai chelating agen untuk adhesi.24 Bakteri gram- akan berwarna merah/merah muda
pada pewarnaan gram, dengan struktur dinding sel terbesar terdiri dari lipopolisakarida
(terdiri dari lipid A, inti polisakarida, dan antigen O),sementara lapisan peptidoglikan tipis.

l
Tabel 2.11 Perbedaan sifat bakteri gram positif dan negatif.( Collin K, 2011 )

Gambar 2.15 Perbedaan struktur dinding bakteri gram negatif dan positif

Respon inflamasi terhadap bakteri gram- dimulai dengan pelepasan sejumlah besar
endotoksin berupa LPS. LPS mengikat protein spesifik dalam plasma yaitu LBP, selanjutnya
kompleks LPS-LBP ini akan berikatan dengan CD14, yang merupakan reseptor di membran
makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada TLR4 yaitu reseptor untuk transduksi
sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag. Respon inflamasi bakteri gram+ melalui dua
mekanisme: menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan dengan
melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang sel imun. Superantigen mengaktifkan
sejumlah besar sel T untuk menghasilkan sitokin proinflamasi dalam jumlah sangat banyak.
Bakteri gram+ yang tak mengeluarkan eksotoksin dapat menginduksi syok dengan
merangsang respon imun nonspesifik melalui mekanisme yang sama dengan bakteri gram-,

li
namun via TLR2. Berbeda dengan bakteri gram -, respons imun bakteri gram + memerlukan
perantaraan sel T limfosit yang kurang menimbulkan respons inflamasi hebat.( Janeway CA,
2010 )

Kedua kelompok organisme di atas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan
pelepasan mediator inflamasi. Mediator inflamasi primer dilepaskan dari selsel akibat
aktivasi makrofag. Pelepasan mediator ini akan mengaktivasi sistem koagulasi dan
komplemen. Infeksi akan dilawan oleh tubuh dengan imunitas seluler (monosit, makrofag,
neutrofil) serta humoral (membentuk antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen).
Pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR2 dan TLR4 di membran monosit dan makrofag
akan memicu pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem imunitas selular. Pengaktifan ini
akan menyebabkan sel T akan berdiferensiasi menjadi sel T helper-1 (Th1) serta sel Th2. Sel
Th1 mensekresikan sitokin proinflamasi seperti TNF dan IFNƴ, IL-1β, IL-2, IL-6, IL-8 dan
IL-12. Sel Th2 mensekresikan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, IL-10 dan IL-13.
Pembentukan sitokin proinflamasi dan antiinflamasi diatur melalui mekanisme umpan balik
yang kompleks. Sitokin proinflamasi terutama berperan menghasilkan sistem imun untuk

melawan bakteri penyebab infeksi, namun jika berlebihan dapat menyebabkan syok, gagal
multi organ, dan kematian. Sebaliknya sitokin antiinflamasi berperan penting untuk
mengatasi proses inflamasi berlebihan dan mempertahankan keseimbangan tubuh agar fungsi
organ vital dapat berjalan baik. Sitokin proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi organ
secara langsung/tidak langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan,
leukotrien, PAF, prostaglandin) dan komplemen. Kerusakan akibat aktivasi makrofag terjadi
pada endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan
mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ. Aktivasi endotel akan meningkatkan
jumlah reseptor trombin pada permukaan sel untuk melokalisasi koagulasi pada tempat yang
mengalami cidera. Cidera endotel juga berkaitan dengan gangguan fibrinolisis, karena
penurunan jumlah reseptor pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul anti-
trombik. Selain itu, inflamasi pada sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi pada otot
polos pembuluh darah. ( Setiati TE, dkk, 2009 ).

lii
Gambar 2.16 Pelepasan sitokin pada kaskade sepsis. Respon invasi mikroba, makrofag
melepaskan mediator inflamasi primer sebagai hasil rangsangan kerusakan endotel.
Kerusakan endotel menyebabkan pelepasan sitokin lebih banyak lagi, menyebabkan
kebocoran kapiler, vasodilatasi, dan pembentukan mikrotrombus yang mengakibatkan
disfungsi organ.

2.4.4.1 Gangguan Imunitas Tubuh

Kemoterapi predisposisi pasien kanker dengan infeksi dengan menekan produksi


neutrofil akibat efek sitotoksik . Neutrofil adalah garis pertahanan pertama terhadap infeksi
sebagai komponen seluler pertama yang respon pada inflamasi dan komponen kunci dari
imunitas bawaan. Neutropenia menumpulkan respon inflamasi terhadap infeksi baru muncul,
memungkinkan multiplikasi bakteri dan invasi karena neutropenia mengurangi tanda-tanda
dan gejala infeksi, demam sering hadir pada pasien dengan neutropenia sebagai satu-satunya
tanda infeksi . (Crawford, 2003).Obat kemoterapi menyebabkan kerusakan sumsum tulang
oleh efek anti metabolik,yaitu menyebabkan pencegahan sintesis DNA dan RNA sampai

liii
menyebabkan kerusakan dan penekanan sumsum tulang yang menyebabkan menurunya
produksi neutrofil akibatnya berlaku gangguan imunitas. ( Hassan ,2011) .

2.4.4.2 Demam neutropenia akibat dari kanker

Patofisiologi demam diinduksi oleh tumor disebabkan oleh beberapa mekanisme ,seperti pelepasan
sitokin dari sel tumor atau infiltrasi sel mononuklear misalnya, tumor necrosis factor dan interleukin-1 nekrosis
jaringan tumoral dan menyebabkan terjadinya demam. Tambahan pula, obstruksi saluran berongga atau viskus
mengakibatkan infeksi proksimal seperti cholangiocarcinoma yang menyebabkan obstruksi bilier dan dikuti
dengan kolangitis supuratif..Demam Kanker secara klasik selalu dikaitkan dengan limfoma Hodgkin, tetapi
dapat terjadi dalam suasana limfoma non-Hodgkin, leukemia, dan tumor padat. Beberapa keganasan padat
tertentu yang mengakibatkan demam tumor termasuk kanker sel ginjal denga elaborasi interleukin-6, karsinoma
hepatoseluler, karsinoma pankreas, karsinoma bronkogenik, dan tumor otak. Sebuah tumor jinak yang unik
yang mungkin hadir dengan demam adalah myxoma atrium, tumor ganas yang melepaskan sitokin yang
menyebabkan gejala konstitusional. (Marinella, 2015)

2.4.4.3 Obat dan siklus Kemoterapi

Banyak penelitian menunjukkan neutropenia sebagai hasil negatif dari penggunaan


obat kemoterapi. Kemunculan neutropenia atau terjadinya adalah terutama dan sangat terkait
dengan siklus pertama kemoterapi yang lebih dari yang lain atau siklus berikutnya. Obat
kemoterapi akan menyebabkan menipisnya sumsum tulang yang akan menyebabkan
pengurangan produksi neutrofil dan akibatnya menyebabkan neutropenia. Selain tingkat
keparahan neutropenia juga akan meningkat karena obat-obatan kemoterapi (Hassan,
2011).Gambar 2.5 menunjukkan pembagian sel-sel yang bisa menipis karena efek
kemoterapi. Neutropenia ialah sebab yang paling utama terjadinya demam dan yaitu
disebabkan oleh obat-obatan dan kemoterapi antikanker . Efek kemoterapi antikanker adalah
untuk menekankan setiap pembagian sel aktif kanker , tetapi sebagai hasilnya sel-sel darah
normal dan sumsum tulang juga mempengaruhi efek obatnya . contoh obat kemoterapi yang
sangat terkait dengan neutropenia ialah aktinomisin, Asparaginase, Busulfan, Cisplatin,
Doksorubisin, Daunorubisin, Etoposide, Fluorouracil, ifosfamid dan Methotrexate. (Lyman ,
2005)

liv
Gambar 2.17 Pembentukan semua jenis sel darah dari sel stem

2.5 Karekteristik Demam Neutropenia


Stratifikasi risiko meliputi faktor-faktor seperti usia tertentu , jenis keganasan, dan
faktor pengobatan seperti jenis kemoterapi (Lehrnbecher,2012). Penelitian oleh lyman(2014 )
juga menyatakan faktor jenis kelamin turut terlibat dalam terjadinya demam neutropenia .

2.5.1 Usia

Usia itu sendiri merupakan faktor risiko umum untuk pengembangan neutropenia
berat atau Demam Neutropenia, dan juga dapat dikaitkan dengan karakteristik pasien lain
yang mempengaruhi risiko itu. Dalam beberapa penelitian, telah ditemukan bahwa status
kinerja yang buruk, sebagai ukuran kelemahan, merupakan faktor risiko yang signifikan.
Dengan demikian, usia fisiologis pasien daripada usia kronologis, mungkin menjadi
prediktor yang lebih akurat untuk risiko neutropenia (Crawford, 2003).

2.5.2 Jenis Kemoterapi


Penelitian oleh Asturias (2010) menunjukan bahwa jenis kemoterapi merupakan
faktor resiko yang mana menyebabkan penipisan sumsum tulang . Faktor penderita seperti
kondisi,kwalitas sumsum tulang dan kemampuan untuk memetabolisme kemoterapi

lv
menentukan keparahan demam neutropenia . Penelitian oleh Amman (2010) juga
menyatakan hal yang sama bahwa demam neutropenia terjadi akibat obat .Kemoterapi
sitotoksik yang menekan sistem hematopoietik , merusak mekanisme perlindungan dan
membatasi dosis kemoterapi yang dapat ditoleransi (Hassan,2011) .

2.5.3 Jenis Kelamin

Berdasarkan penelitian Crawford (2014) menyatakan jenis kelamin berhubungan


dengan terjadinya demam neutropenia dan dia juga telah menemukan bahwa jenis kelamin
perempuan merupakan pnderita yang paling sering berhubungan dalam pengembangan
demam neutropenia atau rawat inap untuk demam neutropenia

2.5.4 Jenis keganasan

Pasien dengan keganasan hematologi berada pada risiko lebih besar untuk komplikasi
neutropenia daripada Pasien dengan tumor padat karena proses penyakit yang mendasari
serta intensitas perawatan yang diperlukan. (Lyman ,2005)

2.6 Penataklaksaan Demam Neutropenia

Neutropenia terjadi paling sering pada siklus pertama pengobatan . Pasien yang lebih
tua , pasien dengan beberapa penyakit dasar , dan pasien yang sering menerima obat
myelotoxic rentan untuk mengembangkan neutropenia dan komplikasinya. Penggunaan
myeloid growth factorsuntuk terapi kemoterapi siklus pertama amat penting untuk pasien
yang beresiko demam neutropenia lebih dari 20 persantase . profilaksis granulosit
ColonyStimulating Factor (GCSF)untuk pasien yang menerima kemoterapi yang lebih
intensif , memiliki kelangsungan kehidupan yang lebih baik , tetapi memiliki resiko sekunder
yang lebih tinggi untuk menderita Acute Myloid Leukemia (AML). pengobatan Antibiotik
tetap andalan untuk demam neutropenia dan semakin digunakan sebagai profilaksis untuk
pasien yang berisko mengahadapi demam neutropenia . Diagnosis dan pengobatan jenis lain
dari neutropenia juga terus membaik . ( Dale 2009)

Antibiotik

lvi
Pada pasien yang memiliki demam neutropenia antibiotik spektrum luas akan dimulai
di rumah sakit, setelah aman untuk keluar dari rumah sakit antibiotik oral dapat dilanjutkan.

Colony Stimulating Factors

Seperti filgastrim (GCSF) atau sargramostim (GMCSF),obat ini dapat diberikan


untuk meningkatkan jumlah sel darah putih seseoran. Ini dapat diberikan secara intravena
(IV) atau secara injeksi subkutan (SubQ).

Antipiretik

Setelah sumber demam ditemukan pengobatan antibiotik dimulai untuk membantu


meringankandemam itu sendiri dapat digunakan untuk membuat merasa lebih baik.

Pada pasien dengan demam yang tidak jelas, dianjurkan bahwa rejimen awal
dilanjutkan sampai ada tanda-tanda yang jelas dari pemulihan sumsum; tradisional endpoint
merupakan Absolute Neutrophil Count (ANC) meningkat melebihi 500 sel / mm3 . jika
kursus perawatan yang tepat telah selesai dan semua tanda-tanda dan gejala infeksi
didokumentasikan telah diselesaikan, pasien yang tetap neutropenia dapat melanjutkan lisan
fluorokuinolon profilaksis sampai pemulihan sumsum (Freifeld, 2010)

Sebuah obat sintetis yang merangsang produksi sumsum tulang neutrofil


(recombinant human granulocyte colony stimulating factor([rhGCSF]) telah digunakan untuk
mengobati neutropenia kronis yang parah . Penelitian telah menunjukkan bahwa terapi
jangka panjang dapat meningkatkan jumlah neutrofil ke kisaran normal di sebagian besar
individu, sehingga mengurangi infeksi dan gejala yang terkait lainnya . Evaluasi yang cermat
sebelum mulai terapi tersebut dan pengamatan berkelanjutan selama terapi sangat penting
untuk menjamin keamanan jangka panjang dan efektivitas pengobatan seperti pada individu
dengan neutropenia kronis yang parah . ( Boxer , 2012) Meskipun banyak dari prinsip-prinsip
manajemen yang dikembangkan untuk pasien dengan leukemia akut , meningkatnya
penggunaan kemoterapi sitotoksik pada pasien dengan limfoma dan solid tumor telah
meningkatkan jumlah pasien yang memiliki neutropenia dan yang berisiko terinfeksi
.Meskipun bahkan pasien yang memiliki neutropenia untuk kurang dari seminggu bisa

lvii
menjadi demam dan membutuhkan terapi antibiotik empiris , mereka umumnya merespon
segera, jika tidak ada penyebab infeksi diidentifikasi , program disingkat pengobatan cukup ,
terutama jika terbukti setelah terapi dimulai . ( Pizzo , 1993)

Rekombinan manusia granulocyte colony- stimulating factor (RG- CSF).G - CSF adalah
sitokin utama yang merangsang pertumbuhan dan perkembangan neutrofildi sumsum tulang .
Suatu bentuk rekombinan dari G - CSF ( filgrastim ; r - metHuG - CSF )tersedia secara
komersial . Filgrastim memiliki efek farmakologi yang samaendogen manusia G - CSF ;
meningkatkan aktivasi , proliferasi , dandiferensiasi sel progenitor neutrofil dan
meningkatkan fungsineutrofil matang . Yang menghasilkan peningkatan granulopoiesis tanpa
mengurangiparuh neutrofil. Akibatnya , menghasilkan peningkatan dosis tergantung dijumlah
neutrofil absolut ( ANC ) dan berhubungan dengan penurunankejadian , durasi , dan beratnya
neutropenia. (Bhatt,2004)

BAB III

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Teori

Kemoterapi

↓ ANC Kerusakan Mukosa Usus

Aktivasi Koagulasi Invasi bakteri usus ke


dan Sistem jaringan
Komplemen TNFα, IL-1, IL-6, IL-8, dll

Makrofag
T cell/IL-2, INFƴ
Aktivasi Neutrofil,
Agregasi dan
Degranulasi Aktivasi/ Agregasi Platelet

lviii
Kerusakan Endotel

Inflamasi Jaringan

Demam

Tabel 3.1. Kerangka Teori

3.2 Kerangka Konsep

Sel Tumor ( IL-1, Tumor Kemoterapi


Necrosis Factor )

Taxan Base Antracylin Base

Menipisnya Sumsum
Pelepasan Sitokin
Tulang

Produksi Neutrofil Menurun

Rentan Infeksi

Aktivasi Mediator Inflamasi

lix
Demam

3.3 Definisi Operasional

 Pasien Kanker Payudara

Definisi : Pasien kanker payudara adalah semua pasien yang di diagnosis kanker
payudara berdasarkan data rekam medik di Bagian Rekam Medik RSUP. Dr. Wahidin
Sudirohusodo

Hasil Ukur : Menderita kanker payudara

 Demam Neutropenia

Definisi : Demam neutropenia adalah semua pasien mengalami kenaikan suhu tubuh
yang disebabkan oleh penurunan jumlah neutrofil.

Hasil Ukur : Ada atau tidak riwayat demam neutropenia

 Jenis Kemoterapi

Definisi : Kemoterapi adalah jenis penanganan keganasan atau kanker pada penderita
yang mengalami kanker payudara

Hasil Ukur : Jenis regimen kemoterapi pada penderita kanker payudara.

 Gejala Demam Neutropenia

Definisi : Gejala demam neutropenia adalah demam

Hasil ukur : Ada atau tidak gejala demam neutropenia

 Keadaan keluar

Definisi : Penderita Kanker payudara yang meninggal akibat demam neutropenia

Hasil ukur : Meninggal atau tidak

lx
3.3 Alat dan Cara Ukur
 Alat Ukur

Data rekam medik RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo.

 Cara Ukur

Dengan memperhatikan dan mencatat data-data sesuai variabel yang dibutuhkan


dengan data yang tertulis pada data rekam medik.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional study. Untuk
mengetahui kejadian demam neutropenia pada pasien kanker payudara yang mendapatkan
kemoterapi di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

4.2 Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo,

Makassar pada Tahun 2016 – 2017

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Penderita dengan penyakit kanker payudara dan sedang mendapatkan kemoterapi di


RSUP. Dr. Wahidin sudirohusodo, Makassar

4.3.2 Sampel

lxi
Sampel yang diambil adalah penderita kanker payudara yang sedang mendapatkan
kemoterapi di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar pada periode Tahun 2016 - 2017

4.4 Cara pengambilan sampel

4.4.1 Kriteria Inklusi

1. Terdaftar sebagai penderita kanker payudara di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo,


Makassar kunjungan 2016 - 2017.

2. Memiliki rekam medic dengan pengisian yang lengkap.

4.4.2 Kriteria Ekslusi

1. Tidak terbacanya rekam medik.

2. Terdapat data yang tidak lengkap dari variable yang dibutuhkan.

4.5 Jenis Data dan Instrumen Penelitian

1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian adalah data yang diperoleh melalui rekam medik subjek
penelitian.

2. Intrumen Penelitian

Alat pengumpul data dan instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari lembar medik yang berisi table-tabel tertentu yang merekam dan mencatat data
yang dibutuhkan.

lxii
4.6 Manajemen Penelitian

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak Direktur RSUP.
Dr. dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Kemudian nomor rekam medik penderita yang
menderita kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi dalam periode yang telah
ditentukan. Setelah itu dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung dalam rekam medik
yang telah disediakan.

2. Teknik Pengolahan Data

Data rekam medik yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan
SPSS kemudian dianalisis, lalu disajikan dalam bentuk tabel

4.7 Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah :

1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak RSUP. Dr. Wahidin
Sudirohusodo, Makassar sebagai permohonan izin melakukan penelitian.

2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas penderita yang terdapat pada rekam medik,
sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang
dilakukan.

3. Diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak yang terkait
sesuai dengan manfaat penelitian yang diharapkan.

BAB V

lxiii
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian


Penelitian mengenai Kejadian Demam Neutropenia Pada Pasien Kanker
Payudara Yang Mendapat Kemotrerapi Di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo,
dilaksanakan pada bulan Oktober 2017. Yang menjadi sampel pada penelitian ini
adalah data rekam medik pasien dengan diagnosis Kanker Payudara yang
mendapatkan kemoterapi di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Tahun
2016 – 2017. Berdasarkan data sekunder yang didapatkan pada rekam medik
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 56
sampel

5.1.1 Distribusi Pasien Kanker Payudara Yang Mendapat Kemoterapi Periode


Tahun 2016 – Tahun 2017

Dari hasil penelitian data penderita yang dilihat dari regimen kemoterapi. Dari
55 data sampel menunjukkan jumlah penderita kanker payudara yang
mendapatkan kemoterapi dengan regimen antracyclin base dan taxan base
sebanyak 35 pasien (63,6%). Dan jumlah penderita Kanker payudara yang
mendapat kemoterapi dengan regimen selain dari antracyclin base dan taxan base
adalah sebanyak 20 orang (36,4%)

Regimen F %
Antracyclin base & Taxan
base 35 63,3
DLL 20 36,4
Total 55 100
Sumber : Rekam Medik RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2016 -2017

5.1.2 Distribusi Jumlah Pasien Yang Demam neutropenia berdasarkan


regimen Kemoterapi

lxiv
Dari hasil penelitian data penderita yang dilihat dari demam neutropenia. Dari
55 data sampel menunjukkan jumlah pasien yang demam neutropenia dan
menggunakan regimen kemoterapi antracyclin base dan taxan base sebanyak 16
(57,1%) orang dan yang menggunakan regimen kemoterapi selain antracyclin
base dan taxan base sebanyak 12 (42,9%) orang

Demam
Regimen (f) %
antracyclin base & taxan
base 16 57,1
DLL 12 42,9
Total 28 100,0
Sumber : Rekam Medik RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2016 -2017

5.1.3 Distribusi Keadaan Keluar Pasien Demam Neutropenia Berdasarkan Jenis


Regimen Kemoterapi
Dari hasil penelitian data penderita yang dilihat dari keadaan keluar. Dari 28
data sampel menunjukkan jumlah pasien yang demam neutropenia dan
menggunakan regimen kemoterapi antracyclin base dan taxan base sebanyak 16
pasien dan keadaan keluarnya sembuh/membaik dan pasien yang menggunakan
regimen selain antracyclin base dan taxan base adalah 12 pasien dan keadaan
keluarnya sembuh/membaik dari 28 pasien tersebut tidak ada yang meninggal

keadaan keluar
regimen %
sembuh/membaik meninggal
antracylin base & taxan
16 0 57,1
base
DLL 12 0 42,9
Total 28 0 100,0
Sumber : Rekam Medik RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2016 -2017

lxv
5.1.4 Distribusi Pasien Demam Neutropenia Berdasarkan Stadium Kanker
Payudara

Dari hasil penelitian data penderita yang dilihat dari stadium. Dari 22 data
sampel menunjukkan jumlah pasien demam neutropenia. Ada sebanyak 6 (27,3%)
pasien yang menderita Kanker Payudara stadium 3, dan sebanyak 16 (72,7%)
pasien yang menderita Kanker Payudara stadium 4

Stadium (f) %
Stadium 3 3 27,3
Stadium 4 4 72,7
Total 22 100,0
Sumber : Rekam Medik RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2016 -2017

lxvi
5.1.5 Distribusi Pasien Demam Neutropenia Berdasarkan Grading Kanker
Payudara

Dari hasil penelitian data penderita yang dilihat dari grading. Dari 22 data
sampel menunjukkan jumlah pasien demam neutropenia. Ada sebanyak 2 (9,1%)
pasien yang menderita Kanker Payudara low grade, sebanyak 7 (31,8%) pasien
yang menderita Kanker Payudara moderate grade,dan sebanyak 13 (59,1%) pasien
yang menderita Kanker Payudara high grade.

Grade (f) %
Low Grade 2 9,1
Moderate Grade 7 31,8
High Grade 13 59,1
Total 22 100,0
Sumber : Rekam Medik RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2016 -2017

5.1.6 Distribusi Pasien Demam Neutropenia Berdasarkan Histopatologi Pasien


Kanker Payudara

Dari hasil penelitian data penderita yang dilihat dari histopatologi. Dari 22
data sampel menunjukkan jumlah pasien demam neutropenia. Ada sebanyak 2
(9,1%) pasien yang menderita Adenocarcinoma mammae, sebanyak 2 (9,1%)
pasien yang menderita Invasive Ca Mammae , dan sebanyak 18 (81,8%) pasien
yang menderita Invasive ductal Ca Mammae.

Histopatologi (f) %
Adenocarcinoma mammae 2 9,1
Moderate Grade 2 9,1
High Grade 18 81,8
Total 22 100,0
Sumber : Rekam Medik RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2016 -2017

BAB VI
PEMBAHASAN

lxvii
Penelitian tentang Kejadian demam neutropenia pada pasien kanker payudara yang
mendapat kemoterapi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yang telah dilaksanakan pada
rumah sakit tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang melihat
berdasarkan rekam medik pasien. . Penelitian ini didapatkan jumlah sampel yang memenuhi
kriteria inklusi adalah sebanyak 56 orang pasien kanker payudara yang mendapat kemoterapi
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

6.1 Kanker payudara dan Regimen kemoterapi

Dari tabel 5.1.1 ada 55 data sampel menunjukkan jumlah penderita kanker payudara
yang mendapatkan kemoterapi dengan regimen antracyclin base dan taxan base sebanyak 35
pasien (63,6%). Dan jumlah penderita Kanker payudara yang mendapat kemoterapi dengan
regimen selain dari antracyclin base dan taxan base adalah sebanyak 20 orang (36,4%)

Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian (Nick mulcahy, 2012) Dalam pengobatan
kanker payudara, kemoterapi berbasis taxane telah menggantikan kemoterapi anthracycline
sebagai regimen pilihan di Amerika Serikat,para peneliti menemukan bahwa, setelah tahun
2005, ada peningkatan "tajam" dalam penggunaan kemoterapi berbasis taxane dan penurunan
penggunaan kemoterapi anthracycline. Pada tahun 2008, 51% pasien menerima kemoterapi
berbasis taxane dan 32% menerima kemoterapi berbasis anthracycline, menurut penelitian
Sharon H. Giordano, MD, dari University of Texas MD. Anderson Cancer Center in
Houston.

Penggunaan regimen kemoterapi yang mengandung taxane atau anthracycline


dalam perawatan adjuvant pada pasien kanker payudara telah terbukti memiliki manfaat baik
dari segi waktu terhadap perkembangan penyakit dan kelangsungan hidup secara
keseluruhan.
Taxanes, docetaxel dan paclitaxel, adalah salah satu agen tunggal yang paling
efektif pada kanker payudara dini. Manfaat klinis penggabungan taksiran secara klinis dalam
setting adjuvant ditegaskan dalam analisis meta-analisis Trialists Collaborative Group for
Cancer for Women dengan kanker payudara yang baru didiagnosis. Penambahan taxane ke

lxviii
anthracycline menghasilkan penurunan lebih lanjut rasio rasio kejadian kekambuhan 0,87,
angka kematian kanker payudara 0,99, dan mortalitas keseluruhan 0,89 bila dibandingkan
dengan anthracycline saja (peto, 2012) Manfaat penggabungan taxane tidak bergantung pada
usia, status nodal , ukuran tumor, tingkat tumor, dan status reseptor hormon di seluruh uji
klinis. Akibatnya, rejimen kemoterapi anthracycline- dan taxane telah menjadi standar
perawatan pada kanker payudara tahap awal.
Anthracyclines adalah salah satu agen kemoterapi yang paling aktif untuk
pengobatan kanker payudara. Beberapa uji coba pada tahun 1980an dan 1990an
menunjukkan bahwa kemoterapi anthracycline dikaitkan dengan tingkat kekambuhan kanker
payudara yang lebih rendah dan kelangsungan hidup yang lebih baik bila dibandingkan
dengan rejimen kemoterapi nonanthracycline (Lancet, 2005). Dengan data ini, penggunaan
adjuvant anthracyclines meningkat di seluruh Amerika Serikat sampai tahun 1990an. Pada
tahun 2000, lebih dari 80% wanita berusia di bawah 70 tahun dengan kanker payudara nodus
positif dan lebih dari 70% wanita berusia di bawah 70 tahun dengan kanker payudara nodul
negatif menerima regimen kemoterapi berbasis anthracycline (Harlan, 2006).
Demikian pula, kombinasi dan urutan anthracycline dan taxanes telah menjadi
standar perawatan untuk kemoterapi payudara neoperjuvant pra operasi. Nilai docetaxel
dalam setting preoperatif pertama kali ditunjukkan dengan penelitian Aberdeen, di mana
respon tumor dan kelangsungan hidup keseluruhan ditingkatkan dengan anthracycline-sequet
bila dibandingkan dengan kemoterapi anthracycline yang berlanjut (smith, 2002)
Namun, regimen tersebut juga terkait dengan efek samping demam neutropenia
yang berpotensi serius dan sepsis neutropenik (Peto, 2007). Demam neutropenia tidak hanya
merupakan faktor risiko utama morbiditas dan mortalitas pada pasien kanker (Herbst, 2009),
namun perkembangannya juga dapat menyebabkan keputusan untuk mengurangi dosis
kemoterapi dan menunda siklus pengobatan berikutnya. Modifikasi pengobatan semacam itu
menjadi perhatian khusus ketika kemoterapi diberikan dengan maksud kuratif (Aapro, 2006),
dan karenanya pentingnya pencegahan demam neutropenia

6.2 Demam Neutropenia dan Regimen kemoterapi

lxix
Dari tabel 5.1.2 ada 28 data sampel menunjukkan jumlah pasien yang demam
neutropenia dan menggunakan regimen kemoterapi antracyclin base dan taxan base sebanyak
16 (57,1%) orang dan yang menggunakan regimen kemoterapi selain antracyclin base dan
taxan base sebanyak 12 (42,9%) orang
Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian (Jean-Marc Nabholtz, 2001)
Pada pasien kanker payudara yang berkembang pesat dan mengancam jiwa, penggunaan
docetaxel plus doksorubisin (kombinasi dari antracylin base dan taxan base) 50 % lebih
tinggi dalam mengendalikan penyakit ini dibandingkan dengan regimen kemoterapi lainnya.
Anehnya demam neutropenia terjadi pada sekitar sepertiga pasien yang diobati dengan
kombinasi Antracyclin base dan Taxan base. Namun demikian, tingkat infeksi dan kematian
relatif rendah.
Hubungan antara pengembangan neutropenia yang parah dan penurunan dosis telah
diteliti dalam sebuah study terhadap 422 pasien kanker payudara yang mendapat kemoterapi
adjuvan (terutama CMF atau anthracycline-based) di 15 pusat Inggris 29% pasien memiliki
setidaknya satu kejadian neutropenik (didefinisikan sebagai rawat inap karena demam
neutropenia, penundaan dosis 7 hari atau lebih karena neutropenia, dan atau pengurangan
dosis 15% atau lebih karena neutropenia), dan 17% dari pasien menerima kurang dari 85%
dari total dosis yang direncanakan dari regimen mereka (Leonard et al, 2003). Pasien yang
mengalami kejadian neutropenia mendapat dosis yang jauh lebih rendah daripada mereka
yang tidak. Sekitar 40% pasien yang menjalani kemoterapi berbasis CMF dan 32% pasien
yang menjalani kemoterapi anthracycline yang mengalami kejadian neutropenia menerima
kurang dari 85% dosis yang diinginkan. Menariknya, hanya 5,2% pasien dalam penelitian ini
yang menerima faktor pertumbuhan sel haematopoietik setiap saat selama pengobatan
mereka.

6.3 Keadaan Keluar Pasien

Dari tabel 5.1.3 ada 28 data sampel menunjukkan jumlah pasien yang demam
neutropenia dan menggunakan regimen kemoterapi antracyclin base dan taxan base sebanyak
16 pasien dan keadaan keluarnya sembuh/membaik dan pasien yang menggunakan regimen

lxx
selain antracyclin base dan taxan base adalah 12 pasien dan keadaan keluarnya
sembuh/membaik dari 28 pasien tersebut tidak ada yang meninggal.
Hasil ini sesuai dengan penelitian dari (Fernandez, 2016) yang menjelaskan bahwa
Kemoterapi docetaxel dan cyclophosphamide dikaitkan dengan median
demam neutropenia sebesar 6,6%. Data rawat inap karena demam neutropenia terdapat pada
5 studi dan terjadi pada 11- 31% dari pasien dengan median durasi 6 hari. Akibat demam
neutropenia terkait terapi, 0,6- 5% pasien mengalami penundaan kemoterapi pada siklus
berikutnya dan 4,6-34% pasien memerlukan penurunan dosis. Tidak terdapat kematian terkait
demam neutropenia

6.4 Stadium Kanker Payudara


Dari tabel 5.1.4 ada 22 data sampel menunjukkan jumlah pasien demam
neutropenia. Ada sebanyak 6 (27,3%) pasien yang menderita Kanker Payudara stadium 3,
dan sebanyak 16 (72,7%) pasien yang menderita Kanker Payudara stadium 4.
Statistik ACS menunjukkan bahwa, di antara wanita dengan karsinoma payudara
invasif, sekitar 1% pasien pada tahap awal (tahap I atau II) menolak pengobatan apapun, dan
7% di antaranya pada tahap akhir (tahap III atau IV) tidak menerima pengobatan apapun
(Siegel, 2012). Pengobatan kanker dini menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang lebih
tinggi walaupun beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa proporsi pasien kanker
payudara yang lebih tinggi pada tahap awal tanpa asuransi tidak mendapat perawatan medis
dibandingkan dengan mereka yang memiliki asuransi karena faktor keuangan (Bickell,2006).
Secara umum, variasi sistem perawatan kesehatan di berbagai negara telah menghasilkan
berbagai skenario yang menyebabkan penundaan atau penolakan terapi ( Jassem, 2014)\

lxxi
6.5 Grading Kanker Payudara
Dari tabel 5.1.5 ada 22 data sampel menunjukkan jumlah pasien demam
neutropenia. Ada sebanyak 2 (9,1%) pasien yang menderita Kanker Payudara low grade,
sebanyak 7 (31,8%) pasien yang menderita Kanker Payudara moderate grade,dan sebanyak
13 (59,1%) pasien yang menderita Kanker Payudara high grade.
Dalam sebuah studi besar, Henson dan rekannya, yang menilai tingkat
kelangsungan hidup 22.616 kasus kanker payudara, menunjukkan bahwa pasien dengan
penyakit histologis grade 1, stadium II memiliki kelangsungan hidup yang sama dengan
mereka yang memiliki penyakit grade III, stadium I. Para penulis juga menemukan bahwa
pasien dengan tumor kelas 1 dengan ukuran kurang dari 2 cm memiliki prognosis yang
sangat baik, dengan ketahanan bertahan 99% 5 tahun.

6.6 Histopatologi Kanker Payudara


Dari 5.1.6 ada 22 data sampel menunjukkan jumlah pasien demam neutropenia.
Ada sebanyak 2 (9,1%) pasien yang menderita Adenocarcinoma mammae, sebanyak 2
(9,1%) pasien yang menderita Invasive Ca Mammae , dan sebanyak 18 (81,8%) pasien yang
menderita Invasive ductal Ca Mammae.
Sebagian besar keganasan payudara adalah adenokarsinoma, yang merupakan lebih
dari 95% kanker payudara. Karsinoma duktal invasif (IDC) adalah bentuk kanker payudara
invasif yang paling umum. Ini menyumbang 55% kejadian kanker payudara saat diagnosis.5
Karsinoma payudara timbul dari segmen yang sama dengan unit lobular saluran terminal
(TDLU). Pengetikan karsinoma payudara invasif dan varian histologisnya mapan. Secara
umum, karsinoma payudara terbagi menjadi karsinoma duktal in situ (DCIS) dan IDC. DCIS
adalah proliferasi intraductal non-invasif yang berpotensi ganas pada sel epitel yang terbatas
pada saluran dan lobulus. Karsinoma invasif atau infiltratif mengacu pada proliferasi sel
neoplastik ganas di jaringan payudara, yang telah menembus dinding duktus menjadi stroma.
Karsinoma invasif dan karsinoma in situ diklasifikasikan sebagai duktal dan lobular
berdasarkan lokasi asal tumor. Kanker yang berasal dari saluran dikenal sebagai karsinoma
duktal, sedangkan yang berasal dari lobulus dikenal sebagai karsinoma lobular.

lxxii
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang Kejadian Demam Neutropenia Pada Pasien Kanker
Payudara Yang Mendapat Kemoterapi Periode Tahun 2016 – 2017 dilaksanakan selama

1. Jumlah penderita kanker payudara yang mengalami neutropenia dan sedang


mendapatkan kemoterapi terbanyak dengan regimen antracyclin base dan taxan
base pada RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo sebanyak 35 pasien (63,6%). Dan
jumlah penderita Kanker payudara yang mengalami neutropenia dan sedang
mendapatkan kemoterapi dengan regimen selain dari antracyclin base dan
taxan base adalah sebanyak 20 orang (36,4%)
2. Jumlah penderita yang dilihat dari demam neutropenia pada RSUP. Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar, dari 55 data sampel menunjukkan jumlah
pasien yang demam neutropenia terbanyak dengan menggunakan regimen
kemoterapi antracyclin base dan taxan base yaitu sebanyak 16 (57,1%) orang
dan yang menggunakan regimen kemoterapi selain antracyclin base dan taxan
base sebanyak 12 (42,9%) orang
3. Jumlah penderita demam neutropenia yang dilihat dari keadaan keluar pada
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, dari 28 data sampel menunjukkan jumlah
pasien yang demam neutropenia dan menggunakan regimen kemoterapi
antracyclin base dan taxan base sebanyak 16 pasien dan keadaan keluarnya
sembuh/membaik dan pasien yang menggunakan regimen selain antracyclin
base dan taxan base adalah 12 pasien dan keadaan keluarnya sembuh/membaik,
jadim dari 28 pasien tersebut tidak ada yang meninggal
4. Jumlah penderita demam neutropenia yang dilihat dari stadium Kanker
Payudara pada RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, dari 22 data sampel
menunjukkan jumlah pasien yang demam neutropenia dan menderita Kanker

lxxiii
Payudara stadium III sebanyak 6 pasien dan menderita Kanker Payudara
stadium IV sebanyak 16 pasien.
5. Jumlah penderita demam neutropenia yang dilihat dari grading Kanker
Payudara pada RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, dari 22 data sampel
menunjukkan jumlah pasien yang demam neutropenia dan menderita Kanker
Payudara low grade sebanyak 2 pasien, menderita Kanker Payudara moderate
grade sebanyak 7 pasien dan menderita Kanker Payudara high grade sebanyak
13 pasien.
6. Jumlah penderita demam neutropenia yang dilihat dari histopatologi Kanker
Payudara pada RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, dari 22 data sampel
menunjukkan jumlah pasien yang demam neutropenia dan menderita
Adenocarcinoma mammae sebanyak 2 pasien, menderita Invasive Ca mammae
sebanyak 2 pasien dan menderita Invasive Ductal Ca mammae sebanyak 18
pasien.

7.2 Saran

7.2.1 Saran untuk Pemerintah

Saran bagi pemerintah khususnya kepada pihak yang berada di bidang kesehatan,

sebaiknya lebih meningkatkan program deteksi dini dan pencegahan kanker khususnya

kanker payudara. Agar angka kejadian penderita kanker payudara khususnya di Makassar

dapat berkurang.

7.2.2 Saran untuk Masyarakat

Saran bagi masyarakat, sebaiknya meningkatkan tingkat kesadaran tentang

pentingnya kesehatan tubuh khususnya terhadap kanker payudara seperti program SADARI (

periksa payudara sendiri ) atau pencegahan faktor resiko terjadinya penyakit kanker.

lxxiv
7.2.3 Saran untuk Peneliti Selanjutnya

Saran bagi peneliti selanjutnya, dapat dilakukan penelitian lanjutan yang lebih

bermanfaat dan cakupan penelitian yang lebih luas. Sehingga dapat bermanfaat untuk

meningkatkan pengetahuan dalam penanganan kasus kanker payudara.

lxxv
DAFTAR PUSTAKA

Alteri, R., Barnes,C., Burke, A., Gansler, T., Gapstur, S., Gaudet,M. and Kramer, J. 2015.
Breast Cancer Facts & Figures 2013-2014 in American Cancer Society. Atlanta : American
Cancer Society.

American Cancer Society,2015. Cancer Facts and Figures 2015. Atlanta, Ga: American
Cancer Society;2015.

American Joint Committee on Cancer, 2010. Manual for Staging for breast carcinoma.
Philadelphia, Lippincot.

Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Putih. Dalam : Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine
M. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed 6. Jakarta; EGC; 2010.

Behrman RE, Kliegman R, Nelson WE. Infection in the immunocompromised. Nelson


essential 5th ed. Philadelphia: W.B. Saunders; 2006. p. xiv, 958.

Bhatt, Varsha, and Abdus Saleem. Druginduced Neutropenia – Pathophysiology, Clinical


Features, And Management. Annals of Clinical & Laboratory Science vol. 34.no. 2 (2004):
131-137. Web. 21 Sept. 2015.

Bianchini, F., Kaaks, R. and Vainio. 2002. Overweight, obesity and cancer risk. The Lancet
Oncology 3, 565-574

Bow E. Management of Febrile Neutropenic Cancer Patients: lessons from 40 Years of


Study. Clin Microbiol Infect 2008; 11 (Suppl 5): 24-9.

Boxer, L., Walkovich, K. , 2013. How to Approach Neutropenia, 34(4), pp.173-184.

Bradia, A. 2006. Recretional Physical Activity and Risk of Post Menopause Breast Cancer
Based on Hormon Reseptor Status. Arch Intern Med., Des. 11-25;166(22);p:2478-83.

lxxvi
Collin K, Toumanen, Immunology Gram positive and negative bacteria. Nat Med 1; 2011,
665-666

Crawford, J., Dale, D. and Lyman, G. ,2004. Crawford J, Dale DC, Lyman GH.
Chemotherapy-induced neutropenia: risks, consequences, and new directions for its
management.Cancer. (2004) 100(2):228-37. Cancer, 100(9), pp.1993-1994.

Dalal ,S, , Zhukovsky .,2006 .Pathophysiology and Management of Fever. The Journal Of
Supportive Oncology.

Donowitz GR, Maki DG, Crnich CJ, Pappas PG, Rolston KV. Infections in the neutropenic
patient: new views of an old problem. Haematology 2001;32;113-39.

Freifeld, A., Bow, E., Sepkowitz, K., Boeckh, M., Ito, J., Mullen, C., Raad, I., Rolston, K.,
Young, J. and Wingard, J. ,2011. Clinical Practice Guideline for the Use of Antimicrobial
Agents in Neutropenic Patients with Cancer: 2010 Update by the Infectious Diseases Society
of America. Clinical Infectious Diseases, 52(4), pp.e56-e93..

Ferlay, J., Soerjomataram, I., Ervik, M., Dikshit, R., Eser, S., Mathers, C., Rebelo, M.,
Parkin, D.M., Forman, D. and Bray, F. 2014. Canver Incidence and Mortality Worldwide:
IARC Cancer Base no 11. Lyon, France: International Agency for Research on Cancer

Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:EGC, hal 1070-2.

Hassan, B. A.Rasool , Mohd Yusoff Z B , Othman .S., 2010.Clinical Signs and Association
with Neutropenia in Solid Cancer Patients - Bacterial Infection as the Main Cause.Asian
Pacific Journal of Cancer Prevention, Vol 11.

Janeway CA, Travers P, Walport M, Shlomchik MJ. Innate immunity. Dalam:


Immunobiology the immune system in health and disease. London; Churcil Livingstone 6th
ed.2010: 37-102

Klastersky J, Paesmans M, Rubenstein EB, Boyer M, Elting L, Feld R, dkk. The


Multinational Association for Supportive Care in Cancer risk index: A multinational scoring
system for identifying low-risk febrile neutropenic cancer patients. J Clin Oncol. 2010
Aug;18(16):3038-51

Lehrnbecher, T., Phillips, R., Alexander, S., Alvaro, F., Carlesse, F., Fisher, B., Hakim, H.,
Santolaya, M., Castagnola, E., Davis, B., Dupuis, L., Gibson, F., Groll, A., Gaur, A., Gupta,

lxxvii
A., Kebudi, R., Petrilli, S., Steinbach, W., Villarroel, M., Zaoutis, T. and Sung, L. ,2012.
Guideline for the Management of Fever and Neutropenia in Children With Cancer and/or
Undergoing Hematopoietic Stem-Cell Transplantation. Journal of Clinical Oncology, 30(35),
pp.4427-4438.

Lippincot, W. and Wilkins. 2010. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Nursing, 12th Edition. Philadephia: Wolters Kluwer Health

Longo, D.L., Faucy, A.S., Kasper, D.L., Hauser, S.L., Jameson, J.L. and Loscazo, J. 2012.
Harrison’s Principles of Internal Medicine Volume 1, 18th Edition chapter 90; Breast Cancer.
Unites States of America: Mc-Graw Hill Companies

Lyman, G. (2005). Risk Models for Predicting Chemotherapy-Induced Neutropenia. The


Oncologist, 10(6), pp.427-437.

Lyman, G. and Kuderer, N. ,2003. Epidemiology of Febrile Neutropenia. Supportive Cancer


Therapy, 1(1), pp.23-35.

Lyman, G., Abella, E. and Pettengell, R. ,2014. Risk factors for febrile neutropenia among
patients with cancer receiving chemotherapy: A systematic review. Critical Reviews in
Oncology/Hematology, 90(3), pp.190-199..

Marinella . M., 2015. Fever in Patients with Cancer - Infectious Disease and Antimicrobial
Agents.Antimicrobe.org. Available at: http://www.antimicrobe.org/new/e13.asp#t1
[Accessed 26 Mei 2015].

McPherson, K. Steel, C.M. and Dixon, J.M. 2000. ABC of Breast Disease, Breast Cancer
epidemiology, risk factors and genetics in British Medical Journal Volume 321, 9 september
2000, p:624-8.

National Cancer Institute. 2009. Cancer ( Malignant Neoplasm ) in PubMedHealth USA.

Neal, A.J. and Hoskin, P.J. Breast cancer in clinical oncology basic principles and practice.
Third edition. London;2003. P68-85

Nijhuis CSMO, Vellenga E, Daenen, Kamps WA, de Bont ESJM. Endothelial Cells are Main
Producers of Interleukin 8 through Toll-Like Receptor 2 and 4 Signaling during Bacterial

lxxviii
Infection in Leukopenic Cancer Patients. Clinical and Diagnostic Laboratory Immunology.
2008 Jul; Vol 10, no.4, 558-563.

Rasjidi, I. 2010. Epidemiologi Kanker pada Wanita Edisi 2, Jakarta: Sagung Seto.

Riset Kesehatan Dasar, 2013. Data Riset Kesehatan Dasar, Jakarta : Badan Litbangkes
Kementrian Kesehatan RI

Staff, h. ,2015. Body Temperature | University of Michigan Health System. Uofmhealth.org.


Available from : http://www.uofmhealth.org/health-library/hw198785[Accessed 17 mei
2015].

Schimpff SC. Fever and Neutropenia: an Historical Perspective. Dalam: Textbook of Febrile
Neutropenia. London Martin Dunitz.Ltd; 2010; 1:1-26

Segal, A. ,2005. How Neutrophils Kill Microbes. Annual Review of Immunology, 23(1),
pp.197-223.

Segel, G. and Halterman, J. ,2008. Neutropenia, 29(1), pp.12-24.

Setiati TE, Soemantri AG. Patofisiologi dan Penanganan Sepsis. Dalam: Sepsis dan
Disfungsi Organ Multipel pada Anak.; Semarang; Pelita Insani 2009; 1-26.

Sharma A, Lokeshwar N. Febrile neutropenia in haematological malignancies. J Postgrad


Med. 2012;51 Suppl 1:S42-8.

Sjamsuhidajat, R., Karnadihadja, W., Prasetyono, T.O.H. and Rudiman, R. 2010 Buku Ajar
Ilmu Bedah Edisi ke 3. Jakarta:EGC, hal 471-497.

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S. and Pradipta, E.A. 2014. Kapita Selekta Kedokteran
Essentials of Medicine. Jakarta:Media Aesculapius.

Territo .M .,2015 Neutropenia (Agranulocytosis; Granulocytopenia). Merck Sharp & Dohme


Corp., a subsidary of Merck & Co., Inc., Whitehouse Station, NJ., USA.

Wang. D. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis edisi ke-2. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; Jakarta:hal 365-83.

lxxix
Witko-Sarsat V, Rieu P, Descamps-Latscha B, Lesavre P, Halbwachs-Mecarelli L.
Neutrophils: molecules, functions and pathophysiological aspects. Lab Invest. 2006
May;80(5):617-53.

World Health Organization, 2003. Report of a Joint WHO / FAO Expert Consultation on
Diet, Nutrition and the Prevention of Chronic Disease. 160

WHO, 2010. Assessing National Capacity For The Prevention And Control Of
Noncommunicable Diseases. Available from:
http://www.who.int/cancer/publications/national_capacity_prevention_ncds.pdf [Accessed
:28 Maret 2015]

WHO,2015.Noncommunicable Diseases. Available


from:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs355/en/. [Accessed :28 Maret 2015].

Mulcahy, Nick. 2012. Taxane-based chemotherapy Triumphing in Breast Cancer. The


journal of clinical oncology

Nabholtz, jean-marc. 2001. Taxane/Anthracycline Combinations: Setting a New Standard in


Breast Cancer. University of California at Los Angeles, Cancer Therapy Development
Program, Jonsson Comprehensive Cancer Center at UCLA, Breast Cancer International
Research Group (BCIRG)

Peto R, on behalf of the Early Breast Cancer Trialists' Collaborative Group (EBCTCG)
2007The worldwide Oxford overview: Updated (2005–2006) meta-analyses of trial
resultsSan Antonio Breast Cancer Symposium

Herbst C, Naumann F, Kruse EB, Monsef I, Bohlius J, Schulz H, Engert A Cochrane


Database Syst Rev. 2009 Jan 21; (1):CD007107.

Aapro MS, Cameron DA, Pettengell R, Bohlius J, Crawford J, Ellis M, Kearney N, Lyman
GH, Tjan-Heijnen VC, Walewski J, Weber DC, Zielinski C, European Organisation for
Research and Treatment of Cancer (EORTC) Granulocyte Colony-Stimulating Factor (G-
CSF) Guidelines Working Party. Eur J Cancer. 2006 Oct; 42(15):2433-53.

lxxx
Leonard RC, Miles D, Thomas R, Nussey F, UK Breast Cancer Neutropenia Audit Group. Br
J Cancer. 2003 Dec 1; 89(11):2062-8.

Peto R, Davies C, Godwin J, Early Breast Cancer Trialists’ Collaborative Group (EBCTCG)
Comparisons between different polychemotherapy regimens for early breast cancer: meta-
analyses of long-term outcome among 100,000 women in 123 randomised trials. Lancet.
2012;379(9814):432–444.

Early Breast Cancer Trialists' Collaborative Group (EBCTCG)., Peto R, Davies C, Godwin J,
Gray R, Pan HC, Clarke M, Cutter D, Darby S, McGale P, Taylor C, Wang YC, Bergh J, Di
Leo A, Albain K, Swain S, Piccart M, Pritchard K Lancet. 2012 Feb 4; 379(9814):432-44.

Smith IC, Heys SD, Hutcheon AW, Miller ID, Payne S, Gilbert FJ, Ah-See AK, Eremin O,
Walker LG, Sarkar TK, Eggleton SP, Ogston KNbJ Clin Oncol. 2002 Mar 15; 20(6):1456-
66.

Early Breast Cancer Trialists' Collaborative Group (EBCTCG). Lancet. 2005 May 14-20;
365(9472):1687-717.

Harlan LC, Clegg LX, Abrams J, Stevens JL, Ballard-Barbash R J Clin Oncol. 2006 Feb 20;
24(6):872-7.

Siegel R, DeSantis C, Virgo K, Stein K, Mariotto A, Smith T, Cooper D, Gansler T, Lerro C,


Fedewa S, Lin C, Leach C, Cannady RS, Cho H, Scoppa S, Hachey M, Kirch R, Jemal A,
Ward E CA Cancer J Clin. 2012 Jul-Aug; 62(4):220-41.

Bickell NA, Wang JJ, Oluwole S, Schrag D, Godfrey H, Hiotis K, Mendez J, Guth AA J Clin
Oncol. 2006 Mar 20; 24(9):1357-62.

Williams DL, Tortu S, Thomson J Women Health. 2010 Dec; 50(8):705-18.

Jassem J, Ozmen V, Bacanu F, Drobniene M, Eglitis J, Lakshmaiah KC, Kahan Z, Mardiak J,


Pieńkowski T, Semiglazova T, Stamatovic L, Timcheva C, Vasovic S, Vrbanec D, Zaborek P
Eur J Public Health. 2014 Oct; 24(5):761-7.

lxxxi
lxxxii
lxxxiii
1. Klinis

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Demam 28 50.9 50.9 50.9

Tidak Demam 27 49.1 49.1 100.0

Total 55 100.0 100.0

lxxxiv
2. Regimen

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Taxan Base 4 7.3 7.3 7.3

Antracyclin Base 6 10.9 10.9 18.2

Taxan dan Antracyclin 25 45.5 45.5 63.6

Dll 20 36.4 36.4 100.0

Total 55 100.0 100.0

3. Stadium

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 3 6 27.3 27.3 27.3

4 16 72.7 72.7 100.0

Total 22 100.0 100.0

lxxxv
lxxxvi
4. Grade

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid High 13 59.1 59.1 59.1

Low 2 9.1 9.1 68.2

Moderate 7 31.8 31.8 100.0

Total 22 100.0 100.0

5. Histopatologi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Adenocarcinoma Mammae 2 9.1 9.1 9.1
Invasive Ca Mammae 2 9.1 9.1 18.2
Invasive Ductal Ca Mammae 18 81.8 81.8 100.0
Total 22 100.0 100.0

lxxxvii
lxxxviii
lxxxix
xc
xci
Lampiran 8 . Biodata Diri Penulis

BIODATA PENULIS

Data Pribadi:

Nama Lengkap : Nafisah Nur Annisa

Nama Panggilan : Icha


NIM : C11114324
Tempat, Tanggal Lahir : Makassar, 16 Desember 1996
Pekerjaan : Mahasiswa
Jenis Kelamin : Perempuan
Gol Darah :O

Agama : Islam
Nama Orang Tua

 Ibu : Hj, Hartati SE,Ak M,Si

 Ayah : Junaid H.Mustafa, S.Sos

xcii
Pekerjaan Orang Tua

 Ibu : PNS

 Ayah : PNS
Anak Ke : 1 (Tunggal)
Alamat : JL. Toddopuli X. komp. GVG Blok A3/3A
No Telp : 082292628222

Email : nfsnurannisa@gmail.com

Riwayat Pendidikan Formal

Periode Sekolah/Institusi/Universitas Jurusan

2001-2002 TK Teratai Makassar -

2002-2008 SD Inpres Unggulan BTN -

PEMDA Makassar

2008-2011 SMPN 8 Makassar -

2011-2014 SMAN 1 Makassar IPA

2014-sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Pendidikan Dokter

Hasanuddin

Riwayat Organisasi

Periode Organisasi Jabatan

2015-sekarang AMSA-UNHAS Anggota

2016-sekarang PB Medik Anggota

xciii
xciv

You might also like