You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keseimbangan cairan dan elektrolit mencakup komposisi dan perpindahan
berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air dan zat
terlarut. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkn partikel-partikel bermuatan
listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke
dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan
didistribusikan ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
menandakan cairan dan elektrolit tubuh total yang normal, demikian jyga dengan
distribusinya dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu, maka
demikia pula yang lainnya. Oleh karena itu, cairan dan elektrolit harus dibicarakan
secara bersamaan.
Cairan dan elektrolit menciptakan lingkungan intraseluler dan ektraseluler
bagi semua sel dan jaringan tubuh, sehingga ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit dapat terjadi pada semua golongan penyakit. Gangguan cairan dan
elektrolit berkaitan dengan penyakit sistemik mayor maupun dengan beberapa
penyakit sistemik minor.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 CAIRAN TUBUH TOTAL DAN DISTRIBUSINYA


Komponen tunggal terbesar dalam tubuh adalah air. Air adalah pelarut
bagi semua zat terlarut dalam tubuh baik dalam bentuk suspensi maupun larutan.
Air tubuh total (total body water, TBW) (yaitu persentase dari berat tubuh total
yang tersusun atas air) jumlahnya bervariasi sesuai dengan jenis kelamin, umur
dan kandungan lemak tubuh. Air membentuk sekitar 60% berat badan seorang
pria dan sekitar 50% berat badan pada wanita. Pada orangtua, TBW menyusun
sekitar 45% sampai 50% berat badan (Narins, 1994). Lemak pada dasarnya bebas
air, sehingga lemak yang makin sedikit akan mengakibatkan makin tingginya
persentase air dari berat badan orang itu. Sebaliknya, jaringan otot memliki
kandungan air yang tinggi. Oleh karena itu dibandingkan dengan orang kurus,
orang yang gemuk mempunyai TBW yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan
berat badannya. Wanita umumnya secara proporsional mempunyai lebih banyak
lemak dan lebih sedikit otot jika dibandingkan dengan pria, sehingga jumlah TBW
juga lebih sedikit dibandingkan dengan berat badannya.

Tabel 20-1
Air Tubuh Total dalam Persentase Berat Badan
Usia Persentase Berat Badan
Bayi (baru lahir) 75%
Dewasa Pria (20-40 tahun) 60%
Dewasa Wanita (20-40 tahun) 50%
Usia Lanjut (60+ tahun) 45-50%

Orang berusia tua juga mempunyai persentase lemak tubuh yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan orang muda. Yang terakhir, TBW paling tinggi terdapat

2
pada bayi baru lahir (yaitu 75% dari berat badan totalnya). Persentase ini akan
cepat menurun sampai menjadi sekitar 60% pada akhir tahun pertama, dan
kemudian berangsur-angsur turun sampai mencapai proporsi orang dewasa pada
usia menjelang dewasa (Tabel 20-1).

2.1.1 Bagian Utama Cairan Tubuh

Berbagai membran (kapiler, sel) memisahkan cairan tubuh total ke dalam


dua bagian utama. Pada orang dewasa, sekitar 40% berat badan atau dua pertiga
dari TBW berada di dalam sel atau disebut sebagai cairan intraselular
(intracellular fluid, ICF). Sepertiga sisa TBW atau 20% dari berat badan, berada
di luar sel atau disebut sebagai cairan ektraselular (extracellular fluid, ECF).
Bagian cairan ekstraselular dibagi lagi menjadi bagian cairan interstisial-limfe
(ISF) yang terletak di antara sel (15%) dan cairan intravaskuler (IVF) atau plasma
(5%), selain ISF dan IVF, sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan
intraokular, dan sekresi saluran cerna, membentuk sebagian kecil (1% sampai 2%
dari berat badan) dari cairan ekstraselular yang disebut sebagai cairan transelular,
Gbr. 20-1 menggambarkan volume distribusi cairan tubuh pada laki-laki muda
yang sehat.

2.1.2 Elektrolit Utama dan Distribusinya

Zat terlarut yang terdapat dalam cairan tubuh meliputi elektrolit dan
nonelektrolit. Nonelektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan
tidak bermuatan listrik. Nonelektrolit terdiri dari protein, urea, glukosa, oksigen,
karbon dioksida, dan asam-asam organik. Garam yang terurai di dalam air
menjadi satu atau lebih partikel-partikel yang bermuatan, disebut sebagai ion atau
elektrolit. Elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca++),
magnesium (Mg++), klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO4-), dan sulfat
(SO4-). Larutan elektrolit menghantarkan aliran listrik. Ion-ion yang bermuatan
positif disebut kation, dan yang bermuatan negatif disebut anion. Contohnya,
natrium klorida (NaCl) terurai dalam larutan menjadi Na+ (kation) dan Cl- (anion).

3
Sebaliknya, bila dilarutkan dalam air, glukosa tidak terurai menjadi komponen-
komponen yang lebih kecil.

Konsentrasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi dari satu bagian


dengan bagian lainnya, dan dalam keadaan sehat mereka harus berada pada bagian
yang tepat dan dalam jumlah yang tepat (Gbr. 20-2). Kation utama pada ECF
adalah Na+, dan anion utamanya adalah Cl- dan HCO3-, konsentrasi elektrolit-
elektrolit ini rendah pada ICF. Pada ICF, K+ adalah kation utama dan HPO4-
adalah anion utama, dan sebaliknya, konsentrasi elektrolit-elektrolit ini rendah
pada ECF. Sebagai partikel terbanyak dalam ECF, Na+ berperan penting dalam
mengendalikan volume cairan tubuh total, sedangkan K+ berperan penting dalam
mengendalikan volume sel. Perbedaan muatan listrik di dalam dan di luar
membran sel diperlukan untuk menghasilkan kerja saraf dan otot, sedangkan
perbedaan konsentrasi K+ dan Na+ di dalam dan di luar membran sel berperan
penting dalam mempertahankan perbedaan muatan listrik itu. Meskipun
konsentrasi ion pada tiap bagian berbeda-beda, hukum netralitas listrik
menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan jumlah
muatan-muatan positif (dalam satuan mili-ekuivalen) dalam setiap bagian.
Mempertahankan muatan listrik yang netral memiliki arti penting dalam
menentukan perpindahan ion antara ECF dan ICF dan pada ginjal. Yang terakhir,
perhatikan bahwa komposisi ion ISF mirip dengan IVF. Perbedaan utamanya
adalah pada ISF mengandung sedikit sekali protein dibandingkan dengan IVF.
Jumlah protein yang lebih tinggi di dalam plasma berperan penting dalam
mempertahankan volume IVF.

2.1.3 Satuan Pengukuran Zat Terlarut

Terminologi berperan penting dalam menafsirkan dan menangani


gangguan cairan dan elektrolit. Oleh karena itu, penting untuk mengerti satuan
pengukuran yang umum dipakai. Konsentrasi zat terlarut tertentu dapat
dinyatakan dalam miligram/desiliter (mg/dl atau mg%), milimol/liter (mmol/L
atau mM/L), miliekuivalen/liter (mEq/L), atau miliosmol/kilogram (mOsm/kg),

4
atau miliosmol/liter (mOsmol/L). Kotak 20-1 merangkum definisi masing-masing
tipe pengukuran dan ekuivalensinya.

Berat molekul sebuah zat adalah jumlah berat atom dari semua unsur yang
terdapat dalam zat itu. Satu mole (mol) adalah berat molekul (atau berat atom)
sebuah zat yang dinyatakan dalam gram, dan satu miligram. Istilah mol atau
milimol dapat dipakai untuk semua zat (organik maupun anorganik atau
terionisasi maupun tidak) karena tidak bergantung pada valensi.. oleh karena itu, 1
mmol glukosa (C6H12O6) = 180 mg [ 6(12) + 12(1)+ 6(16)= 180] ; 1 mmol
NaCl=58 mg (23+35), sedangkan 1 mmol ion Na+ = 23 mg.

Istilah miliekuivalen adalah 1/1000 dari ekuivalen atu berat atom (berat
molekul) dalam miligram dibagi dengan valensi atau kekuatan senyawa
elektrokimiawi dalam suatu reaksi kimia. Berat sebuah unsur dalam gram yang
bersenyawa atau menggantikan 1 gram ion hidrogen (sebagai standar) merupakan
berat ekuivalennya. Konsep miliekuivalen penting dalam pembicaraan komposisi
cairan tubuh, karena miliekuivalen senyawa ion sama dengan nilai ekuivalennya,
tapi tidak sama jika dalam satuan miligram atau kilimol. Berat ekuivalen berbeda
dengan berat molekul gram karena harus diperhitungkan valensi (kekuatan se
yawa kimiawi) elektrolit. Kadang-kadang dalam laporan laboratorium klinik
dipaki istilah miligram per desiliter atau 100 ml (mg/dl atau mg%). Nilai ini dapat
dikonversi dalam kotak 20-1. Keuntungan terakhir dengan menyatakan
konsentrasi ion dalam mEq/L selalu sama dengan jumlah anion dalam mEq/L
sehingga tercapai muatan listrik yang netral (Tabel 20-2).

Satu miliosmol sebanding dengan 1/1000 osmol dan merupakan


pengukuran jumlah partikel yang ada dalam sebuahlarutan tanpa memperhatikan
valensi, muatan listrik, atau massa. Osmolalitas cairan tubuh sangat berperan
dalam perpindahan dan keseimbangan cairan dan akan dibicarakan kemudian.

Gbr.20-1 volume dan distribusi cairan tubuh pada seorang pria muda yang sehat.
Air yang berjumlah 60% dari berat badannya didistribusi ke dalam dua bagian

5
utama: eksktraselular dan intraselular. Cairan ekstraselular dibagi lagi menjadi
bagian cairan interstisial dan intravaskular (plasma)

Gbr.20-2 kandungan elektrolit dari bagian-bagian cairan

2.2 PERPINDAHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT TUBUH

Cairan tubuh dan zat-zat terlarut di dalamnya berada dalam mobilitas


yang konstan. Proses asupan dan keluaran cairan terjadi terus menerus dalam
tubuh secara keseluruhan maupun di antara berbagai bagian untuk membawa
nutrisi dan oksigen ke sel, membuang sisa, dan membentuk zat tertentu dari sel.

1. Yang pertama, oksigen, nutrisi, cairan dan elektrolit diangkut ke paru dan
saluran cerna (menjadi bagian dari IVF) kemudian dibawa ke berbagai
bagian tubuh melalui sistem sirkulasi.
2. Yang kedua, IVF dan zat-zat terlarut di dalamnya saling bertukaran secara
cepat dengan ISF melalui membran kapiler yang bersifat semipermeabel.
3. Yang ketiga, ISF dan zat-zat yang ada di dalamnya saling bertukaran
dengan ICF melalui membran sel yang bersifat permeabel selektif.

Meskipun keadaan di atas merupakan proses pertukaran dan pergantian


yang terjadi terus menerus, namun komposisi dan volume cairan relatif stabil
(suatu keadaan yang disebut keseimbangan dinamis atau homeostatis).
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor aktif dan pasif. Mekanisme tranpor aktif memerlukan energi,
tapi tidak demikian dengan mekanisme transpor pasif. Difusi dan osmosis adalah
mekanisme transpor pasif.

2.2.1 Perpindahan Zat Terlarut di Antara Bagian-Bagian Cairan


Tubuh

Pembatas utama perpindahan zat terlarut dalam tubuh adalah membran sel.
Molekul lemak dan protein yang membentuk membran ini tersusun sedemikian
rupa sehingga hanya zat tertentu yang dapat melewatinya. Pori-pori pada

6
membran ini dapat dilewati air dan zat kecil yang larut dalam air seperti ion dan
glukosa, tapi molekul protein yang lebih besar tidak dapat melalui nya dengan
mudah. Zat-zat yang larut dalam lemak, seperti urea, oksigen, dan karbon
dioksida, dapat langsung menembus membran.

Sebagian besar zat terlarut berpindh melalui mekanisme transpor pasif.


Difusi sederhana adalah perpindahan partikel-partikel dalam segala arah melalui
larutan dan gas. Beberapa faktor yang menentukan mudah tidaknya difusi zat
terlarut menembus membran kapiler dan sel, yaitu permeabilitas membran,
konsentrasi, potensial listrik, dan perbedaan tekanan. Permeabilitas adalah
perbandingan antara ukuran partikel yang berdifusi dengan ukuran pori-pori
membran. Partikel yang kecil (seperti air dan ion) paling mudah berdifusi
menembus pori-pori membran. Partikel yang besar (seperti glukosa dan asam
amino) harus melewati membran melalui suatu proses yang disebut difusi
terfasilitasi. Pada difusi terfasilitasi, protein pembawa terikat-membran bergabung
dengan molekul yang akan dipindahkan, dan bekerja secara ulang alik. Dalam
proses difusi, zat terlarut berpindah dari daerah yang memiliki konsentrasi lebih
tinggi ke daerah yang memiliki konsentrasi lebih rendah sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi pada kedua sisi membran. Partiekl bermuatan positif
cenderung untuk berpindah ke sisi membran sel yang bermuatan negatif (biasanya
di dalam sel), dan sebaliknya partikel bermuatan negatif cenderung berpindah ke
sisi positif ( biasanya di luar sel), dalam usahanya untuk mencapai keseimbangan
muatan listrik dan karena daya tarik muatan yang belawanan, perbedaan
konsentrasi dan muatan listrik yang bekerja sama dalam mengatur perpindahan
elektrolit ini disebut sebagai potensi elektrokimiawi [yaitu kekuatan yang
mendorong perpindahan (pasif) elektrolit]. Komponen potensial listrik, meskipun
cukup kecil tetapi berperan penting pada jaringan yang dapat dirangsang. Yang
terakhir, perbedaan tekanan hidrostatik meningkatkan difusi zat-zat terlarut
melalui membran kapiler ( lihat pembahasan mengenai perpindahan air diantara
plasma dan cairan interstisial).

7
Perpindahan zat terlarut melewati membran sel yang melawan perbedaan
konsentrasi dan/atau muatan listrik disebut transpor aktif. Transpor aktif berbeda
dari tra. hanspor pasif, karena memerlukan energi dalam bentuk adenosin trifosfat
(ATP). Salah satu transpor aktif yang umum terjadi adalah sistem AT-Pase yang
diaktivasi oleh Na-K (juga disebut sebagai pompa natrium-kalium) yang
berlangsung pada membran sel. Molekul enzim tunggal ini memompa 3 molekul
ion Na+ keluar dari sel untuk ditukar dengan 2 ion K+, dan membutuhkan satu
molekul ATP. Sistem Na-K-ATPase ini berperan penting dalam mempertahankan
konsentrasi yang sesuai antara Na+ dan K+ di dalam dan di luar sel, sehingga
mempertahankan elek-tropotensial membran. Perlu diingat bahwa konsentrasi Na+
tinggi pada ECF (142 mEq/L) dan rendah pada ICF (10 mEq/L), sedangkan
sebaliknya pada konsentrasi K+ (4 mEq/L pada ECF dan 155 mEq/L pada ICF).
Selain itu, membran sel yang beristirahat bersifat permeabel bagi Na+. Potensial
membran terjadi karena K+ berdifusi ke luar membran sel, meninggalkan sebagian
besar muatan negatif (terutama protein dan fosfat) yang terlalu besar untuk bisa
ikut menembus keluar. Na+ juga berdifusi ke dalam sel mengikuti perbedaan
konsentrasinya, tapi jauh lebih lambat daripada keluarnya K+. Hasil difusi Na+ dan
K+ ini diseimbangkan oleh tranpor aktif kedua ion ini dalam arah yang
berlawanan menembus membran sel. Secara klinis, keseimbangan kalium
memiliki arti penting karena dapat terjadi distrimia fatal akibat kelebihan dan
kekurangan ion ini.

2.2.2 Perpindahan Air di Antara Bagian-Bagian Cairan Tubuh

Tidak seperti elektrolit dan zat terlarut lainnya, air dapat menembus semua
membran tubuh secara bebas. Perpindahan air di antara berbagai bagian
dikendalikan oleh dua kekuatan: tekanan osmotik dan tekanan hidrostatik.

 Tekanan Osmotik dan Tekanan Hidrostatik

Tekanan osmotik adalah daya dorong air yang dihasilkan oleh partikel-
partikel zat terlarut di dalamnya. Konsep tekanan osmotik paling mudah dipahami
melalui ilustrasi berikut ini. Gambar 20-3 memperlihatkan suatu tabung berbentuk

8
U dengan kolom tabung yang dipisahkan oleh membran semipermeabel. Larutan
NaCl dalam volume tertentu dimasukkan pada kolom yang satu (sisi B), dan air
murni dengan volume yang sama dimasukkan pada kolom yang lain (sisi A). Air
berdifusi secara bebas melalui membran, tapi ion Na+ dan Cl- tidak dapat
melewatinya. Perpindahan air dari sisi A (air murni) ke sisi B (larutan garam) ini
menghasilkan volume total yang lebih besar pada B. Tekanan hidrostatik (daya
kompresi cairan) pada sisi B yang menahan difusi air ke arahnya, sama besarnya
dengan tekanan osmotik dari larutan itu. Osmosis adalah proses difusi air yang
disebabkan oleh perbedaan konsentrasi. Difusi air terjadi dari daerah dengan
konsentrasi zat terlarut yang rendah (larutan encer) ke daerah dengan konsentrasi
zat terlarut yang tinggi (larutan pekat). Dengan kata lain, air berdifusi dari daerah
dengan aktivitas air yang tinggi ke yang rendah. Tekanan osmotik cairan tubuh
dapat diukur oleh penurunan titik beku dan dinyatakan sebagai osmolalitas atau
osmolaritas. Istilah osmolalitas dan osmolaritas memilik arti yang hampir sama
namun tidak sama. Osmolalitas adalah jumlah osmol (satuan ukuran tekanan
osmotik) per kilogram pelarut (air) (mOsm/kg). Osmolaritas adalah jumlah osmol
perliter larutan (mOsm/L). Pada hal yang pertama (osmolalitas), volume total
adalah 1 liter air ditambah dengan sedikit volume dari zat terlarut; sedangkn pada
hal yang kedua (osmolaritas), volume air kurang dari 1 liter karena ada sejumlah
kecil volume dari zat terlarut. Oleh karenanya, lebih tepat menggunakan
osmolalitas. Namun, istilah osmolalitas dan osmolaritas dapat dipakai bergantian
dalam klinis karena perbedaannya dapat diabaikan jika terjadi di dalam cairan
tubuh.

Konsentrasi osmotik sebuah larutan hanya bergantung pada jumlah


partikel-partikel, tanpa melihat, ukuran, muatan, atau massanya. Partikel zat
terlarut dapat berupa kristaloid (zat yang membentuk larutan sejati, seperti garam
natrium) atau koloid (zat yang tidak mudah terurai menjadi larutan sejati, seperti
molekul protein yang besar). Partikel yang bekerja sebagai osmol efektif harus
terdapat dalam jumlah besar pada bagian tertentu. Na+ (dan anion-anionnya)
sangat menentukan osmolalitas ECF, karena merupakan partikel terbanyak pada

9
ECF dan membran selnya relatif tidak permeabel baginya. K+ berperan yang sama
dalam ICF. Meskipun urea dan glukosa adalah zat terlarut dalam plasma, meeka
bebas berdifusi menembus membran sel dan tidak terlalu menentukan osmolalitas
plasma, kecuali pada keadaan-keadaan abnormal.

2.2.3 Perpindahan Air di Antara Plasma dan Cairan Interstisial

Natrium tidak berperan penting dalam perpindahan air di antara bagian plasma
dan cairan interstisial karena konsentrasi natrium pada kedua bagian ini hampir
sama. Distribusi air di antara kedua bagian ini hampir sama. Distribusi air di
antara kedua bagian itu diatur oleh tekanan hidrostatik darah kapiler, yang
terutama dihasilkan oelh pemompaan jantung dan tekanan osmotik koloid (colloid
osmotic pressure, COP) atau tekanan onkotik yang terutama dihasilkan oleh
albumin serum. Koloid (seperti albumin dan protein lain yang memiliki berat
molekul tinggi) bekerja sebagai osmol yang efektif karena berada dalam ruang
intravaskular dan tidak dapat melewati membran kapiler dengan mudah. Proses
perpindahan cairan dari kapiler ke ruang interstisial disebut sebagai ultrafitrasi
karena air, elektrolit, dan zat terlarut lain (kecuali protein plasma dan sel-sel
darah) mudah menembus membran kapiler. Contoh lain peristiwa ultrafiltrasi
dalam tubuh adalah pada korpuskel ginjal (glomerulus).

Gbr. 20-4 menggambarkan hukum starling pada kapiler, yang menyatakan


bahwa kecepatan dan arah pertukaran cairan di antara kapiler dan ISF ditentukan
oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid dari kedua cairan. Pada ujung
arteri kapiler, tekanan hidrostatik darah (mendorong cairan ke luar) melebihi
tekanan osmotik koloid (menahan cairan tetap didalam) sehingga mengakibatkan
perpindahan dari bagian intravaskuler ke interstisial. Pada ujung vena kapiler,
ciran berpindah dari ruang interstisial ke ruang intravaskular karena tekanan
osmotik koloid melebihi tekanan hidrostatik. Proses ini melepaskan oksigen dan
nutrisi ke sel, mengangkut karbondioksida dan produk-produk sisa. Bagian
interstisial juga mempunyai tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid, tapi
biasanya sangat kecil sehingga diabaikan dalam ilustrasi ini. Namun, pada

10
keadaan inflamasi atau cedera yang mengakibatkan bocornya protein plasma ke
dalam ruang interstisial, tekanan osmotik koloid jaringan akan meningkat cukup
tinggi. Sistem limfatik secara normal akan mengembalikan kelebihan cairan
interstisial dan protein ke sirkulasi umum. Pada kasus sumbatan limfe atau
oengangkatan kelenjar limpe (misalnya, operasi pengangkatan kelenjar getah
bening ketiak pada pengobatan kanker payudara) dapat terjadi penimbunan ISF
yang berlebihan.

Penimbunan cairan yang berlebihan pada ruang interstisial disebut edema.


Rngkuman mengenai dinamika kapiler seperti yang telah dijelaskan diatas,
menunjukan 4 faktor yang menyebabkan terjainya edema:

1. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler (seperti pada gagal jantung


kongestif dengan retensi natrium dan air atau obstruksi vena)
2. Penurunan tekanan osmotik onkotik plasma (seperti pada sindrom nefrotik
atau sirosis hati yang mengakibatkan penurunan konsentrasi albumin
dalam plasma)
3. Peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan peningkatan
tekanan osmotik koloid ISF (seperti pada inflamasi atau cedera).
4. Obstruksi aliran limfe atau peningkatan tekanan onkotik interstistial.

2.2.4 Perpindahan Air di Antara ECF dan ICF

Perpindahan air antara ECF dan ICF ditentukan oleh kekuatan osmotik. Osmosis
adalah perpindahan air menembus membran semipermeabel ke arah yang
mempunyai konsentrasi partikel tak berdifusi lebih tinggi. Natrium klorida pada
ECF, dan kalium dengan zat-zat organik pada ICF, adalah zat-zat terlarut
nonpenetratif yang sangat berperan dalam menentukan konsentrasi air pada kedua
sisi membran. (beberapa ion Na+ bocor dan masuk ke dalam sel dan beberapa ion
K+ bocor ke luar sel, tapi pompa Na-K mengembalikan ke bagian yang seharusnya
sehingga disebut memiliki efek nonpenetratif). Sejumlah 90% komposisi partikel
pada ECF adalah natrium sehingga sangat berpengaruh dalam menentukan jumlah
air tubuh total dan distribusinya. Oleh karena itu ada penyataan yang emngatakan

11
“air mengikuti garam”. Air berpindah secara mudah dan cepat menembus hampir
semua membran sel sampai tercapai keseimbangan osmotik di anatar dua bagian.

Prinsip osmosis dapat diterapkan pada pemberian larutan IV (yang dapat


berupa isotonik, hipotonik, tau hipertonik) bergantung pada keadaan konsentrasi
partikel, apakah sama, kurang, atau melebihi cairan sel tubuh. Pada dasarnya,
larutan isotonik secara fisiologis isoosmotik terhadap plasma dan cairan sel.
Osmolalitas plasma normal berkisar 287 mOsmol/kg.

Jika sel-sel darah merah ditempatkan pada larutan garam isotonik (0,9%),
volumenya tidak berubah (Gambar 20-5). Konsentrasi osmolalitas larutan garam
isotonik tepat sma dengan isi sel (isoosmotik), sehingga hasil akhir difusi air ke
dalam dan ke luar adalah nol. Sel-sel darah merah yang ditempatkan dalam larutan
hipotonik (misalnya larutan gram 0,45%) akan menyebabkan pembengkakan sel.
Sebaliknya, jika sel-sel darah merah ditempatkan dalam larutan hipertonik
(misalnya larutan garam 3%) maka sel-sel akan mengkerut karena larutan tersebut
hiperosmotik terhadap sel. Terjadi difusi air dari sel darah merah ke larutan
hipertonik. Prinsip-prinsip ini menyatakan bahwa pemberian larutan IV yang
aman adalah dengan memakai larutan yang hampir isoosmotik dengan cairan
tubuh. Misalnya, air suling (osmolalitas=0) yang diberikan IV akan menyebabkan
sel-sel darah membengkk dan terjadi hemolisis. Untuk memberikan air bebas ke
dalam sel, diperlukan penambahan 5% glukosa ke dalam air (D5W). D5W bersifat
isotonik dengan cairan tubuh ketika diinfuskan pertama kali. Sewaktu glukosa
memasuki sel dan dimetabolisme, molekul glukosa diambil dari ECF. Akhirnya
glukosa hanya menghasilkn karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme
akhir. Oleh karena itu, D5W yang bersifat isotonik dengan cairan tubuh sewaktu
pemberian, akan menajdi hipotonik saat karbon dioksida dibuang dan air tertahan.
Istilah isotonik dan isoosmotik harus benar-benar diperhatikan pada pemberian
cairan IV. Meskipun larutan IV isotonik bersifat isoosmotik, tapi kebalikannya
tidaklah selalu demikian (Rose, 2001). Contohnya, larutan urea yang isoosmotik
dapat menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah jika diberikan secara intravena.

12
Urea (molekul yang dapat menembus) maupun air akan sama-sama menembus
membran sel (berbeda dengan garam dan air yang tidak menembus).

Prinsip yang sama juga ditemukan pada percobaan dengan sel darah merah
pada distribusi air di antara bagian ECF dan ICF. Jika osmolalitas ECF meningkat
(menjadi hiperosmotik), air berpindah dari ICF ke ECF, menurunkan volume sel.
Jika osmolalitas ECF menurun (menjadi hipoosmotik) maka air berpindah dari
ECF ke ICF sehingga volume sel akan bertambah.

Pemberian larutan garam isotonik IV tidak akan mengakibatkan perubhan


volume atau osmolalitas ICF, dan seluruh volume larutan yang diberika itu tetap
berada dalam ECF ( Gbr 20-6). Dengan demikian, cairan IV isotonik merupakan
pilihan pertama untuk menangani syok hipovolemik supaaya

13

You might also like