Professional Documents
Culture Documents
RSUD Ulin berdiri sejak tahun 1943, Renovasi rumah sakit ini
pertama kali pada tahun 1985, bangunan kayu Ulin diganti dengan
konstruksi beton. Tahun 1997 dibangun Ruang Paviliun Aster,
kemudian direnovasi lagi dan dibangun bersama Poliklinik Rawat
Jalan dan Ruang Rawat Inap Aster tahun 2002. Sejak itu RSUD Ulin
terus mengalami berbagai kemajuan fisik secara bertahap sampai
pada kondisi seperti sekarang.
Pada tahun 1995 sampai tahun 2002 berdasarkan Perda 06 Th 1995,
status RSUD Ulin sebagai Unit Swadana. Untuk meningkatkan
kemampuan jangkauan dan mutu pelayanan maka berdasarkan SK
Menkes No. 004/Menkes/SK/I/2013 tanggal 7 Januari 2013 tentang
Peningkatan Kelas RSUD Ulin Banjarmasin Provinsi Kalimantan
Selatan menjadi Rumah Sakit Umum dengan klasifikasi Kelas A,
serta Kepmendagri No. 445.420-1279 tahun 1999 tentang penetapan
RSUD Ulin sebagai Rumah Sakit Pendidikan Calon Dokter dan
Calon Dokter Spesialis. Dengan demikian tugas dan fungsi RSUD
Ulin selain mengemban fungsi pelayanan juga melaksanakan fungsi
pendidikan dan penelitian. Sejalan dengan upaya desentralisasi maka
berdasarkan Perda No. 9 tahun 2002 status RSUD Ulin berubah
menjadi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Perempuan 27 62,8
Total 43 100
4.3 Pembahasan
4.3.1 Senam asma pada pasien asama di RSUD Ulin Banjarmasin
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil bahwa penderita asma yang
smengikuti senam asma yang terbanyak adalah dengan kategori tidak
teratur sebanyak 20 orang (46,5%). Ketidakteraturan responden
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor baik internal maupun
eksternal. Faktor internal seperti motivasi diri berkontribusi terhadap
ketekunan responden untuk melakukan senam asma. Selain itu untuk
dapat melakukan senam asma secara teratur responden harus benar-
benar mengetahui hasil yang akan diraih setelah melakukan senam
asma. Sejalan dengan penelitian Kähkönen et al., (2015) tentang
gaya hidup sehat pasien dengan penyakit jantung koroner yang
menyatakan bahwa pasien yang termotivasi untuk melakukan
perawatan diri dan mempertimbangkan hasil terapi adalah salah satu
faktor penting untuk mematuhi gaya hidup sehat. Faktor eksternal
yang juga mempengaruhi ketidakteraturan responden untuk
melakukan latihan senam adalah akses yang sulit. Motivasi yang
rendah ditambah sulitnya akses untuk melaukan senam asma
menambah ketidakteraturan responden dalam melakukan senam
asma. Sejalan dengan Debra S. S. Rumengan, (2015) yang
menyatakan bahwa akses pelayanan kesehatan berhubungan dengan
pemanfaatan masyarakat terhadap fasilitas kesehatan.
4.3.3 Hubungan senam asma dengan derajat asma pada penderita asma di
RSUD Ulin Banjarmasin
Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa yang tidak melakukan
senam asma menunjukkan tingkat derajat asma pada kategori tidak
terkontrol dengan presentasi 58,3% lebih besar daripada yang
melakukan senam asma pada kategori teratur dan tidak teratur.
Hasil uji Spearman Rank menunjukan bahwa ρ = 0,01 < α 0,05
dengan tingkat korelasi 0,386 sehingga dapat di interpretasikan
bahwa ada kolerasi rendah antara senam asma dengan derajat asma
pada penderita asma di RSUD Ulin Banjarmasin. Senam asma
merupakan salah satu pilihan olahraga yang tepat bagi penderita
asma karena senam asma bermanfaat untuk meningkatkan
kesegaran jasmani dan meningkatkan kemampuan bernapas.
Senam asma merupakan salah satu penunjang pengobatan asma,
karena keberhasilan pengobatan asma yang tidak hanya ditentukan
oleh obat yang dikonsumsi, namun juga faktor gizi dan olahraga.
Ada beberapa tujuan dalam senam asma, antara lain melatih cara
bernapas yang benar, melenturkan dan memperkuat otot
pernapasan, melatih ekspektoratif yang efektif, meningkatkan
sirkulasi, kualitas hidup yang baik (Yunus et al, 2003). Ditinjau
dari manfaat dan tujuannya, senam asma dapat dikategorikan
sebagai olahraga yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kualitas kesehatan.