You are on page 1of 103

KITAB UNDANG-UNDANG TANJUNG TANAH

NASKAH MELAYU YANG TERTUA


ULI KOZOK, PH.D

KITAB UNDANG-UNDANG TANJUNG TANAH


NASKAH MELAYU YANG TERTUA

Alih Aksara:

Hassan Djafar, Ninie Susanti Y & Waruno Mahdi

Alih Bahasa:

Achadiati Ikram, I Kuntara Wiryamartana, Karl Anderbeck, Thomas


Hunter, Uli Kozok, & Waruno Mahdi.

Yayasan Naskah Nusantara


Yayasan Obor Indonesia
Jakarta
2006
Hak Cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved
© Uli Kozok

Diterbitkan pertama kali oleh Yayasan Obor Indonesia


dengan bantuan
The Ambassador’s Fund for Cultural Preservation
dan Yayasan Naskah Nusantara
Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka
Daftar Isi

Kata Pengantar ....................................................................................................................... vii


Pendahuluan............................................................................................................................. ix
Kerinci ....................................................................................................................................... 1
Ulu dan Ilir ................................................................................................................................ 7
Kebangkitan Kembali Kerajaan Malayu ................................................................................ 11
Pamalayu: Hubungan dengan Singasari di Masa Awal Kerajaan Malayu ........................... 13
Kerajaan Malayu di Suruaso .................................................................................................. 17
Dari Muara Jambi ke Dharmasraya ................................................................................... 18
Dari Dharmasraya ke Suruaso............................................................................................ 19
Hubungan Adityawarman dengan Majapahit .................................................................... 26
Pusaka: Naskah Kerinci.......................................................................................................... 31
Pelestarian Pusaka secara Tradisional ............................................................................... 32
Aksara dan Media Tulis....................................................................................................... 35
Bambu............................................................................................................................... 37
Tanduk.............................................................................................................................. 38
Kertas ............................................................................................................................... 39
Kulit Kayu ........................................................................................................................ 41
Daun Lontar ..................................................................................................................... 41
Naskah Tanjung Tanah........................................................................................................... 43
Ringkasan Isi ....................................................................................................................... 44
Aksara .................................................................................................................................. 50
Aksara Pasca-Palawa ....................................................................................................... 50
Surat Incung..................................................................................................................... 51
Surat Ulu dan “Aksara Minangkabau” ............................................................................... 55
Bahan ................................................................................................................................... 58
Analisis Radiokarbon........................................................................................................... 59
Alih Aksara dan Alih Bahasa.................................................................................................. 63
Alih Aksara (1) ..................................................................................................................... 63
Alih Aksara (2) ..................................................................................................................... 78
Alih Bahasa .......................................................................................................................... 79
Gambar .................................................................................................................................... 91
Indeks .................................................................................................................................... 161
Kepustakaan.......................................................................................................................... 165
Kata Pengantar

Buku ini mengenai sebuah naskah yang Selama di Kerinci saya terutama dibantu
pertama kali saya lihat di tahun 2002 di oleh Bapak Sutan Kari dan Bapak Amir Gusti.
sebuah kampung yang terletak di pinggir Keduanya adalah tokoh senior yang
Danau Kerinci. Di kemudian hari menjadi dipercayai oleh masyarakat Kerinci sehingga
nyata bahwa naskah sederhana yang disimpan saya dengan mudah mendapat izin untuk
sebagai pusaka oleh penduduk Tanjung Tanah melihat koleksi-koleksi pusaka dan menyalin
merupakan naskah Melayu yang tertua di naskah yang terdapat di antara pusaka yang
dunia. dijunjung tinggi oleh pemiliknya sebagai
Kunjungan pertama saya ke Kerinci warisan leluhur.
merupakan kenangan tersendiri. Kolega saya Dalam penyalinan naskah kami dibantu
di Universitas Auckland, Drs. Eric van Reijn, oleh Bapak Iskandar Zakaria, seorang
telah memperkenalkan saya dengan Bapak seniman dan budayawan yang menjadi terke-
Sutan Kari, seorang tokoh terkemuka di nal karena batik Mushaf Al Quran yang sela-
Kerinci. Setiba di setasiun bus di Sungai ma bertahun-tahun dilukisnya sehingga men-
Penuh di tahun 1999 saya dijemput oleh Sutan capai panjangnya 1.919 meter. Beliau juga
Kari dan pada pagi hari itu juga beliau termasuk di antara sedikit orang di Kerinci
langsung mempertemukan saya dengan Bupa- yang masih mengetahui aksara Kerinci.
ti Kerinci, Fauzi Siin. Kedatangan saya ter- Terima kasih pula saya haturkan kepada
nyata disambut hangat oleh Pak Bupati. semua masyarakat Kerinci, dan terutama para
Ketika saya beritahu bahwa maksud kedatang- pemilik naskah Tanjung Tanah, atas segala
an saya untuk meneliti aksara Kerinci yang bantuan yang diberikan.
disebut surat incung, beliau secara spontan Setelah saya diberitahu oleh Rafter
menawarkan uluran tangan pemerintah daerah Radiocarbon Laboratory di Wellington bahwa
untuk membantu kami dalam penelitiannya. umur naskah Tanjung Tanah lebih dari 600
Bupati menyediakan mobil dinas, dan pem- tahun, maka saya menghubungi beberapa
erintah daerah juga sepenuhnya menanggung orang peneliti untuk bersama-sama meng-
biaya penginapan kami selama dua minggu. usahakan transliterasi dan terjemahan naskah
Selain bantuan material yang kami peroleh Tanjung Tanah. Kegiatan tersebut dikoor-
dari pemerintah daerah Kerinci, lebih penting dinasi oleh Yayasan Naskah Nusantara
lagi adalah kesediaan bupati beserta stafnya (YANASSA) dengan dana dari Ambassador’s
untuk senantiasa membantu kami dalam Fund for Cultural Presentation yang kami
segala urusan. peroleh dari Kedutaan Amerika Serikat di
viii

Jakarta. Dalam hal ini kami dibantu oleh John


McGlynn dari Yayasan Lontar, Jakarta.
Yanassa kemudian mengadakan lokakarya
seminggu di Jakarta yang dihadiri oleh ketua
Yanassa Prof. Dr. Achadiati Ikram, Drs.
Hasan Djafar, Karl Anderbeck, Dr. Ninie
Susanti Y, Dr. Romo Kuntara Wiryamartana,
Dr. Thomas Hunter, dan Waruno Mahdi. Tim
inti lokakarya dibantu oleh Amyrna Leandra,
Dra. Dwi Woro Mastuti, Prof. Dr. Edi Sedya-
wati, Made Suparta, Dra. Mujizah, Munawar
Holil, Yamin, dan Dr. Titik Pudjiastuti yang
juga merangkap sebagai ketua panitia.
Kami juga ingin mengucapkan terima ka-
sih kepada Dr. K.A. Adelaar yang berha-
langan mengikuti lokakarya tersebut, tetapi
memberi sumbangan yang berarti. Ucapan te-
rima kasih juga kami haturkan kepada pihak
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,
serta kepada beberapa individu yang memberi
saran dan masukan yang berharga, termasuk
Isamu Sakamoto dari Tokyo Restoration and
Conservation Center, serta kolega saya di
University of Hawaii, Prof. Dr. Stephen
O’Harrow, dan Roderick Orlina, mahasiswa
Asian Studies di universitas yang sama.
Saya juga berterima kasih kepada Tim
Behrend, Henri Chambert-Loir, Annabel Teh
Gallop, Edmund Edwards McKinnon, dan Ian
Proudfoot atas masukan dan saran-saran yang
diberi pada dua edisi terdahulu mengenai
naskah Tanjung Tanah yang telah terbit
(Kozok, 2004a,b).
Pendahuluan

Kebudayaan Melayu merupakan salah satu yang terjadi di tahun 1025 menjadi pukulan
kebudayaan tertua di Nusantara1 yang sudah berat bagi Sriwijaya sehingga kerajaan
lebih dari seribu lima ratus tahun mengenal Malayu sempat bangkit lagi. Masa kebang-
tulisan. Istilah Melayu sendiri dapat dipasti- kitan kembali berlangsung sampai pada akhir
kan sama tua atau barangkali malahan lebih abad kelima belas ketika hampir seluruh
tua lagi daripada sejarah keberadaan aksara di kawasan Indonesia bagian barat berada di
bumi Melayu. Istilah Malayu pertama kali bawah kekuasaan Majapahit, yang dilaporkan
muncul pada tahun 671 M oleh seorang biksu telah menyerang dan menghancurkan baik
Tiongkok bernama I-Tsing yang pada saat itu Jambi maupun Palembang. Namun, runtuhnya
bermukim di kerajaan Malayu (Jambi) yang Sriwijaya dan Malayu bukan berarti bahasa
terletak di lembah Batang Hari untuk mem- Melayu kehilangan tempat di sejarahnya.
perdalam pengetahuan mengenai filsafat aga- Malahan sebaliknya bahasa Melayu yang
ma Buda. Kemudian ia pindah ke kerajaan sekarang tidak lagi ditulis dengan aksara
Sriwijaya yang pusatnya berada di lembah pasca-Palawa melainkan dengan huruf jawi,
sungai Musi di sekitar kota Palembang untuk berkembang menjadi bahasa yang terpenting
menyalin dan menerjemahkan naskah-naskah di kawasan Asia Tenggara. Pada abad keenam
Sansekerta. Dari sini I Tsing melaporkan di belas bahasa Melayu meraih puncak kejaya-
tahun 689 bahwa Malayu telah kehilangan annya. Bahasa Melayu luas digunakan di kala-
kedaulatannya pada Sriwijaya. Mulai saat itu ngan para saudagar, dan malahan menjadi
semua utusan yang dikirim ke negeri Tiong- bahasa utama dalam hubungan antarnegara.
kok berasal dari Sriwijaya, dan tidak satu pun Pada saat ini, ketika hampir seluruh alam
lagi dikirim dari Malayu. Selama berabad- Melayu telah memeluk agama Islam, tradisi
abad Sriwijaya tetap berjaya sebagai kerajaan pernaskahan Melayu meraih puncak kejaya-
yang mahakuasa, dan tidak pelak lagi bahwa annya. Huruf jawi sudah mulai menggeser
Sriwijaya patut dipandang sebagai tempatnya aksara pasca-Palawa di berbagai tempat sedini
kebudayaan Melayu berkembang di sepanjang abad ke-14 sebagaimana disaksikan oleh pra-
abad. sasti jawi tertua, yaitu prasasti Terengganu
Serangan pasukan Cola dari India Selatan yang bertarikh 1326 M atau 1386 M. Diilhami
oleh tradisi pernaskahan Islam berkembanglah
1
Dalam buku ini istilah Nusantara merujuk pada kawasan tradisi pernaskahan Melayu yang tidak meru-
Asia Tenggara yang berbahasa Austronesia (Filipina,
Indonesia, dan Malaysia).
pakan tiruan belaka melainkan memiliki jati
x

diri sendiri. sebelumnya diketahui ditulis dengan huruf


Pada awal abad ketujuh belas kebudayaan jawi maka malahan ada pakar yang mera-
Melayu merupakan salah satu kebudayaan ter- gukan bahwa sebelum zaman Islam pernah
penting dan berpengaruh di Nusantara dan ada tradisi pernaskahan Melayu. Dengan dite-
bahasa Melayu yang telah sangat dipengaruhi mukannya naskah Tanjung Tanah terbukti
oleh agama Islam dengan masuknya ratusan bahwa orang Melayu memiliki tradisi naskah
kata serapan dari bahasa Arab dan Parsi pra-Islam. Naskah Tanjung Tanah yang
(Persia), malahan menjadi bahasa yang dipilih berasal dari abad keempat belas juga menun-
oleh para misionaris untuk menyiarkan agama jukkan bahwa orang Melayu pernah menggu-
Nasrani yang diprakarsai oleh bangsa Portu- nakan kulit kayu sebagai media tulis, dan
gis, dan kemudian dilanjutkan oleh bangsa- tidak ada alasan untuk menolak lagi dugaan
bangsa Eropa lainnya, terutama Belanda dan bahwa di dahulu kala juga ada naskah Melayu
Jerman. yang ditulis di media lain seperti buluh, daun
Bahasa Melayu juga digunakan oleh palem dan sebagainya, dan bahwa tradisi per-
penjajah Eropa (Belanda dan Inggris) sebagai naskahan sudah berkembang sejak abad
bahasa pengantar di bidang administrasi dan ketujuh. Dengan ditemukannya naskah Tan-
komunikasi dengan bangsa “pribumi” di selu- jung Tanah maka semua teori tentang sejarah
ruh kawasan penjajahan Inggris dan Belanda keberaksaraan di alam Melayu perlu ditinjau
termasuk di daerah yang tidak berbahasa kembali.
Melayu seperti di Jawa, Bali, dan Indonesia Naskah Tanjung Tanah sebetulnya “dite-
bagian timur. Bahasa Melayu kini menjadi mukan” dua kali, pertama di tahun 1941 oleh
bahasa nasional di Brunei Darussalam, Indo- Petrus Voorhoeve yang pada saat itu menjabat
nesia, Malaysia, dan Singapura dengan jumlah sebagai taalambtenar (pegawai bahasa di
penutur yang mencapai hampir 250 juta zaman kolonial) untuk wilayah Sumatra, dan
orang. kedua kali oleh Uli Kozok di tahun 2002.
Prasasti-prasasti yang diwariskan oleh Sri- Sebagai taalambtenar, Petrus Voorhoeve
wijaya yang semuanya berasal dari abad ketu- dua kali mengunjungi Kerinci di bulan April,
juh dan berbahasa Melayu Tua membuktikan dan sekali lagi di bulan Juli 1941, untuk men-
bahwa bahasa Melayu adalah bahasa yang daftarkan naskah Kerinci yang merupakan ba-
sangat tua, akan tetapi pengetahuan kita ten- gian dari pusaka yang dijunjung tinggi oleh
tang perkembangan bahasa Melayu sesudah masyarakat Kerinci. Semua naskah yang di-
itu sangat terbatas. Hal itu dikarenakan tulis di tanduk kerbau atau tanduk kambing
jarangnya prasasti yang berbahasa Melayu, dan juga naskah yang ditulis pada ruas bambu
sementara naskah Melayu yang ditulis pada yang panjang dengan menggunakan surat
kertas tidak dapat bertahan lama di iklim incung – variasi surat ulu yang digunakan di
tropis sehingga hanya sejumlah kecil naskah Kerinci2 – disalin atau langsung ditranslitera-
yang ditulis sebelum abad ketujuh belas masih
ada sampai sekarang. 2
Di Sumatra, aksara lazim disebut sebagai surat, misalnya
Karena kebanyakan naskah Melayu yang Surat Batak, Surat Lampung, dsb. Setiap abjad lokal
memiliki nama tersendiri. Di berbagai daerah abjad lokal
xi

si, sementara naskah kertas, kulit kayu, dan Voorhoeve menyebutkan sebuah naskah dalu-
daluang difoto, dan naskah daun lontar yang ang dari Tanjung Tanah di mendapo Seleman
bertuliskan “sejenis aksara Jawa” disalin (terletak sekitar 15 kilometer dari ibu kota
dengan sangat teliti. Di kediamannya di Kerinci, Sungai Penuh), yang pernah dilihat-
Kabanjahe, Sumatra Utara, Voorhoeve nya pada tanggal 9 April 1941. Pada saat itu
menyelesaikan transliterasi naskah-naskah beliau sempat mengambil foto naskah tersebut
Kerinci dibantu oleh Abdulhamid – seorang namun mutu gambar kurang memuaskan:
guru sekolah dari Kerinci. Ketika Voorhoeve “Keadaan di Tanjung Tanah, di atas jembatan
dipanggil untuk menjalankan wajib militer beratap dikelilingi kerumunan orang enak di-
pada 8 Desember 1941 sekretarisnya menge- pandang, tetapi kurang sesuai untuk mengam-
tik daftar ke-252 naskah Kerinci setebal 181 bil foto” (ibid, hal. 384). Naskahnya berupa
halaman yang diberi judul Tambo Kerinci. “buku kecil yang dijilid dengan benang
Kemudian keenam salinan tersebut dikirim ke […berisikan] dua halaman beraksara rencong,
Kerinci, Batavia (Jakarta), dan Belanda. halaman-halaman lainnya beraksara Jawa
Ternyata pada saat itu Jepang menyerang Kuno. […] Teks naskah tersebut merupakan
Hindia-Belanda, dan salinan yang dikirim ke versi Melayu dari buku undang-undang Sara-
Bataviaasch Genootschap (Lembaga Kebu- samucchaya [...] Sebagian besar teks terdiri
dayaan Indonesia) serta ke perpustakaan atas daftar denda. Saya ingat dengan pasti
KITLV di Belanda tidak pernah tiba di tempat bahwa nama Dharmasraya disebut dalam teks.
tujuannya, sementara salinan yang dikirim ke Di tempat inilah didirikan patung Amogha-
Kerinci juga dianggap hilang. Lebih dari tiga pasa di tahun Saka 1208 (1286 M)” (ibid, hal.
puluh tahun kemudian diketahui bahwa salin- 385).
an yang dikirim ke Kerinci ternyata sampai, Voorhoeve pasti menyadari keistimewahan
dan ditemukan kembali oleh seorang antro- naskah yang ditemukannya, misalnya dengan
polog Inggris di tahun 1975 (Watson, 1976). menyebutnya ”jelas pra-Islam” (ibid, hal.
Watson lalu membawanya ke Belanda dan 389), namun beliau tidak sampai pada sebuah
menyerahkannya kepada Voorhoeve. Tambo kesimpulan, mungkin karena jarak waktu
Kerinci itu kini disimpan di perpustakaan yang hampir 30 tahun sesudah ia melihat nas-
Koninklijk Instituut voor de Taal-, Land-, en kahnya dengan mata sendiri.
Volkenkunde (KITLV) di Leiden, Belanda, Setelah Watson menemukan Tambo Keri-
dengan nomor inventaris D Or. 415. nci dan mengirimnya ke Leiden, Voorhoeve
Yakin Tambo Kerinci memang hilang, juga tidak menulis lagi tentang naskah ter-
Voorhoeve menerbitkan daftar sementara nas- sebut, mungkin karena pada saat itu ia sangat
kah Kerinci di majalah BKI, Nomor 126 sibuk dengan studi Batakologinya. Melihat
(Voorhoeve, 1970). Di No. 160 daftar tersebut daftar pustakanya selama paruh kedua tahun
(sama dengan No. 214 di Tambo Kerinci) 70an, Voorhoeve menyelesaikan sebuah buku
tebal yang tentu makan waktu banyak
disebut sebagai surat ulu (aksara yang digunakan di (Voorhoeve, 1975). Satu lagi alasannya meng-
daerah ulu atau hulu, yaitu kawasan pegunungan Bukit apa Voorhoeve tidak lagi menaruh perhatian
Barisan). Abjad Kerinci lazim disebut surat incung.
xii

pada naskah Tanjung Tanah mungkin karena Johns, “tidak ada karya sastra yang lebih tua
dikiranya bahwa naskah itu barangkali sudah dari abad kelima belas, dan tidak ada satu pun
hilang selama masa perang dan revolusi. naskah yang tidak mengandung kata serapan
Antara tahun 1999 dan 2004 penulis dari bahasa Arab, dan yang tidak ditulis
beberapa kali mengunjungi Kerinci untuk dengan huruf Jawi" (Johns, 1963).
melanjutkan penelitian mengenai paleografi 2. Maharaja Dharmasraya dua kali disebut
aksara surat di Sumatra sesudah menyelesai- dalam naskah Tanjung Tanah sementara
kan bagian pertama dari penelitian tersebut kerajaan Dharmasraya hanya disebut pada
dengan menerbitkan buku yang membahas sumber-sumber sejarah dari abad ke-13 dan
surat Batak (Kozok, 1999). Pada Juli 2002 ke-14. Hal tersebut merupakan petunjuk kuat
penulis pertama kali berkunjung ke Tanjung bahwa naskah itu ditulis sebelum abad ke-15.
Tanah dan menemukan naskah daluang masih 3. Sebagian besar naskah ditulis dalam
dalam keadaan seperti diceritakan oleh bahasa Melayu namun terdapat juga kata
Voorhoeve. Ternyata naskah tersebut tetap pengantar serta penutup yang berbahasa
bertahan dan tidak diganggu oleh perang, Sansekerta, yang memuja Maharaja Dharmas-
revolusi, kobaran api, atau gempa bumi. raya. Hal itu sangat berbeda dengan konvensi
Pada beberapa kesempatan penulis sempat yang mana biasa terdapat pada teks yang
mengumumkan penemuan ‘baru’ ini, berasal dari zaman Islam.
termasuk pada Simposium Internasional ke-8 4. Pada naskah Tanjung Tanah, selain teks
Masyarakat Pernaskahan Nusantara beraksara pasca-Palawa, terdapat satu lagi
(MANASSA) di Jakarta, dan di dalam sebuah teks yang beraksara surat incung. Jenis aksara
buku yang masih belum terbit (Kozok, yang digunakan di sini jelas lebih tua daripada
[forthcoming]). Di situ diuraikan kemungkin- semua naskah Kerinci yang selama ini
an bahwa naskah Tanjung Tanah berasal dari diketahui.
abad ke-14 dan merupakan naskah Melayu 5. Naskah Tanjung Tanah tertanggal de-
yang tertua karena empat hal berikut: ngan menggunakan tahun Saka namun tahun-
1. Di dalam teks naskah tidak terdapat kata nya tidak terbaca. Penggunaan tahun Saka dan
serapan dari bahasa Arab sehingga dapat bukan tahun Hijrah jelas menunjukkan bahwa
disimpulkan bahwa naskah tersebut berasal naskah berasal dari zaman pra-Islam.
dari zaman pra-Islam. Penanggalan ini tentu Voorhoeve dan Poerbatjaraka (yang men-
sangat relatif apalagi mengingat betapa sedikit transliterasikan naskah Tanjung Tanah)
kita ketahui tentang masuknya agama Islam menyebut aksaranya sebagai “Jawa Kuno”
ke pedalaman Jambi. Namun demikian, karena jenis huruf yang digunakan memang
sebuah naskah yang terdiri dari teks undang- mirip dengan aksara Jawa Kuna. Penulis telah
undang dan tidak mengandung kata serapan menghubungi beberapa pakar meminta bantu-
Arab dapat dipastikan melebihi umur 300 an untuk menafsirkan usia naskah Tanjung
tahun karena bahkan naskah yang dari abad Tanah secara paleografi. Dua di antara empat
ke-16 sudah padat dengan kata serapan dari pakar yang dihubungi, cenderung bahwa
bahasa Arab. Malahan, menurut pendapat naskah Tanjung Tanah berasal dari abad ke-
xiii

17 atau ke-18 sementara yang dua lagi internasional di Selat Malaka, daerah
beranggapan bahwa akasaranya berasal dari pedalaman seperti Kerinci memainkan peran-
abad ke-13 sampai ke-15. Karena tidak ada an yang penting dalam peta politik dan ekono-
satu dari keempat pakar yang mendukung mi Jambi/Sumatra Barat karena kaya akan
pendapatnya dengan bukti yang kuat maka penduduk dan hasil hutan, hasil pertanian,
penulis mencari alternatif untuk menentukan serta hasil pertambangan, terutama emas.
tanggal naskah itu, yaitu dengan mengguna- Dalam tiga bagian buku berikut penulis
kan metode penanggalan radiokarbon yang meninjau kembali sumber-sumber sejarah dari
sampai sekarang belum pernah digunakan akhir abad ketiga belas sampai akhir abad
untuk menentukan usia naskah Nusantara. keempat belas yang merupakan periode
Selama bulan Mei 2003 penulis kembali kebangkitan kembali kerajaan Malayu yang
lagi ke Tanjung Tanah dan minta izin dari mengalami masa kejayaan selama peme-
yang empunya naskah untuk mengambil rintahan Akarendrawarman dan Adityawar-
sebuah sampel kecil yang diambil dari salah man di Sumatra Barat. Ternyata perpindahan
satu dari halaman yang kosong. Potongan ibu kota dari Muara Jambi di Selat Malaka ke
sampel yang kecil itu kemudian dikirim ke Dharmasraya di bagian ulu Batang Hari dan
Rafter Radiocarbon Laboratory di Wellington, kemudian ke daerah pegunungan Minangka-
New Zealand. Hasil laboratorium tertanggal bau merupakan upaya raja-raja Malayu untuk
18 November 2003 membenarkan dugaan mencari jati diri baru dengan mengeksploitasi
Voorhoeve bahwa naskah Tanjung Tanah sumber pedalaman sehingga pada awal abad
benar dari zaman pra-Islam, dan – dengan ke-14 proses transformasi telah selesai dengan
usia yang melebihi enam ratus tahun – juga berbentuknya kerajaan Malayu-Minangkabau
merupakan naskah Melayu yang tertua yang yang berpusat di Suruaso. Proses penyesuaian
pernah ditemukan. ini juga didukung oleh keadaan geopolitis dan
Naskah Tanjung Tanah sampai sekarang ekonomi yang telah mengalami perubahan
masih disimpan di Kerinci, tetapi berasal dari dengan runtuhnya monopoli perdagangan di
Dharmasraya yang terletak di tepi Batang Selat Malaka dan terancamnya keamanan dari
Hari di perbatasan antara Jambi dan Sumatra pihak Sukothai dan kerajaan Tiongkok.
Barat. Ditulis oleh Dipati Kuja Ali atas Hubungan kerajaan Malayu dengan keraja-
perintah sang maharaja, naskah ini merupakan an Singasari dan Majapahit juga ditinjau seca-
kitab undang-undang yang dikeluarkan oleh ra mendetail. Penulis cenderung untuk meng-
kerajaan Dharmasraya untuk menetapkan ikuti teori yang dikemukakan oleh Berg dan
hukum di Kerinci. Isi dari naskah tersebut kemudian didukung oleh De Casparis yang
akan diuraikan dengan lebih terinci di buku melihat peristiwa Pamalayu sebagai “perjanji-
ini. an dengan Malayu” dan bukan penaklukan
Dalam dua bagian buku pertama penulis Malayu melalui serangan militer.
menguraikan kedudukan Kerinci dalam peta Karena naskah Tanjung Tanah yang
politik Sumatra di zaman prapenjajahan. berasal dari Dharmasraya ditemukan di Kerin-
Walaupun terletak jauh dari jalur perdagangan ci, maka dianggap perlu memasukkan satu ba-
xiv

gian buku yang secara umum membahas nas-


kah Kerinci sebagai bagian dari pusaka yang
sampai sekarang masih dijunjung tinggi oleh
masyarakat Kerinci.
Bagian buku terakhir secara khusus
membahas naskah Tanjung Tanah, termasuk
penanggalannya secara radiokarbon yang me-
mastikan bahwa naskah berasal dari abad ke-
empat belas. Buku ini ditutup dengan alih
aksara naskah Tanjung Tanah yang dilakukan
oleh Drs. Hasan Djafar, Dr. Ninik dan Waru-
no Mahdi, dan terjemahan yang merupakan
upaya terpadu oleh sejumlah pakar selama
lokakarya satu minggu yang khusus diadakan
untuk mentransliterasi dan menerjemahkan
naskah Tanjung Tanah di kampus Universitas
Indonesia pada bulan Desember 2004.
Kerinci

Ahli antropologi C.W. Watson yang sejak skala Richter terjadi pada bulan Oktober 1995
tahun 70an mengadakan berbagai penelitian di dan meminta lebih dari seratus korban.
Kerinci pernah mengatakan bahwa “Kerinci Di antara lima belas danau di lembah
adalah daerah yang penting di Indonesia tetapi Kerinci yang relatif datar, Danau Kerinci yang
jarang diminati oleh para pakar” (Watson, terletak pada ketinggian 650m di atas permu-
1976:45). Hal ini mengherankan mengingat kaan laut, merupakan danau yang terbesar
bahwa Kerinci merupakan sebuah tempat (4.200 ha). Terletak di bagian selatan Kerinci,
yang cukup menarik, dengan iklim yang 16 km dari Sungai Penuh, Danau Kerinci
sejuk, gunung api yang menakjubkan, merupakan sumber Batang Merangin, anak
kampung-kampung yang indah dan bersih, sungai dari Batang Hari. Di bagian hilir
dan penduduk yang sangat ramah. Kabupaten Batang Hari terletak kota Jambi yang menjadi
Kerinci terletak di tengah-tengah Taman ibu kota propinsi Jambi, dan kabupaten
Nasional Kerinci Seblat, salah satu taman Kerinci merupakan salah satu di antara sembi-
nasional yang terdiri dari berbagai jenis lan kabupaten di propinsi Jambi.
ekosistem, dan keanekaan flora dan fauna Berkat tanahnya yang subur Kerinci
yang luar biasa. Namun, sebagaimana taman merupakan salah satu kabupaten terkaya di
nasional lainnya di Indonesia di masa kini, Sumatra. Padi tumbuh dengan subur di bagian
TNKS pun tidak luput dari kerakusan Kerinci yang berhawa panas seperti di sekeli-
sekelompok orang yang meraih untung yang ling danau Kerinci, sementara tanah di kawa-
luar biasa besar dari penebangan kayu secara san yang beriklim sejuk ditanami sayur-ma-
ilegal. yur, kayu manis, kopi, dan teh. Lembah
Lembah Kerinci dikelilingi gunung yang Kerinci juga merupakan salah satu kawasan di
hijau, dan gunung yang paling menonjol ada- propinsi Jambi yang paling padat penduduk-
lah Gunung Kerinci yang, dengan ketinggian nya. Kepadatan tertinggi terdapat di kecama-
3.805m di atas permukaan laut, merupakan tan Sitinjau Laut dengan 332 penduduk per
gunung tertinggi di Indonesia bagian barat. kilometer persegi. Sungai Penuh adalah ibu
Gunung api ini masih aktif tetapi tidak me- kota Kerinci yang berpenduduk sekitar 40.000
nimbulkan letusan yang membahayakan pen- orang. Kotanya bersih dan lumayan menarik
duduk. Alam Kerinci lebih rawan karena gem- dengan sarana pendidikan, telekomunikasi
pa bumi yang sering menimbulkan bencana. dan medis yang tergolong sederhana. Walau-
Gempa bumi terakhir yang mencapai 7,0 di pun sarana pengangkutan di dalam kota
2

Sungai Penuh masih terbatas pada bendi dan di situs-situs Neolitik di berbagai tempat di
ojek, Sungai Penuh telah memiliki bandar Asia Tenggara mulai sekitar 2000 SM
udara sendiri yang terletak di Hiang, 15 km (Bellwood, 1997:244).
selatan dari Sungai Penuh dengan dua pener- Dibanding dengan kawasan Bukit Barisan
bangan per minggu ke Padang dan Jambi. yang relatif kaya akan peninggalan artefak
Bandar udara antarbangsa yang terdekat ada- Neolitik, kawasan pesisir di pantai timur sama
lah bandara Tabing di Padang, sekitar 250 km sekali tidak menunjukkan adanya penduduk di
dari Sungai Penuh. Jalan darat yang menghu- zaman Neolitik. Hal ini mungkin disebabkan
bungkan Kerinci dengan dunia luar pada oleh keadaan alam daerah ilir ini yang kurang
umumnya dalam keadaan cukup baik, akan menopang kehidupan bercocok tanam. Pada
tetapi sempit dan berliku-liku sehingga perja- umumnya tanah tergolong kurang subur atau
lanan ke ibu kota propinsi Jambi makan waktu malahan sama sekali tidak subur, rawan ban-
sekitar sembilan sampai dua belas jam untuk jir, dan tinggi kadar garam. Di samping itu
menempuh jarak 450 kilometer, sementara kawasan ini juga kurang sehat dengan adanya
perjalanan darat ke Padang makan waktu seki- berbagai penyakit seperti malaria khususnya
tar enam sampai delapan jam. di daerah yang banyak rawa-rawa. Keadaan
Di lembah Kerinci terdapat beberapa situs alam berbeda sekali dengan kawasan Bukit
dengan peninggalan dari zaman batu muda Barisan yang memiliki tanah yang subur dan
(Neolitik) yang membuktikan bahwa daerah iklim yang sejuk. Pendatang Neolitik yang
ini sudah lama dihuni manusia. Akan tetapi mula-mula menghuni pulau Sumatra, ke-
sampai sekarang belum dilakukan penggalian mungkinan besar memilih lokasi di sekitar
arkeologi sehingga pengetahuan kita terbatas salah satu dari banyaknya danau yang ada di
pada apa yang ditemukan oleh penduduk sepanjang Bukit Barisan karena ikan danau
setempat yang, antara lain, berupa kapak batu sangat dibutuhkan sebagai sumber pangan
dan pecahan obsidian. Hal ini berbeda dengan selama fase awal. Di daerah pesisir Sumatra
bagian utara pulau Sumatra yang setahu kami Utara terdapat tumpukan kerang yang menun-
belum ada penemuan yang membuktikan jukkan adanya permukiman di sepanjang
adanya permukiman Neolitik. pantai Sumatra Utara selama berabad-abad.
Di Museum Negeri Bengkulu juga terdapat Adapun artefak yang ditemukan dalam tum-
sejumlah kapak batu sehingga dapat diduga pukan kerang tersebut dipercaya berasal dari
bahwa wilayah pegunungan di sekitar, ter- zaman Hoabinhian. Dengan demikian besar
masuk Lebong, Rejang, dan Pasemah, sudah kemungkinan bahwa penduduk asli Sumatra
dihuni selama zaman neolitik. Karena belum belum bercocok tanam dan mereka dapat
ada penggalian secara profesional maka kita dipastikan tidak masuk dalam kelompok ras
hampir tidak tahu apa-apa tentang pola Mongoloid sebagaimana penduduk Sumatra
kehidupan penduduk pada zaman itu, namun yang sekarang, melainkan kemungkinan me-
dapat diduga bahwa mereka sudah menanam reka masuk dalam kelompok Negroid yang
padi. Hal itu memang belum dapat dibuktikan, berkulit hitam dan rambut keriting seperti
akan tetapi butir-butir beras sudah ditemukan penduduk di pulau Andaman dekat Aceh.
3

Penduduk asli Sumatra ini juga pasti tidak asal dari zaman yang sama ketika gendang
berbahasa Austronesia, sedangkan semua jenis Heger dibuat di Vietnam antara 300 SM
bahasa yang terdapat di Sumatra pada saat ini dan 200 M.
termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Oleh karena pengetahuan kita mengenai
Pola permukiman prakolonial di Sumatra prasejarah Sumatra sangat terbatas maka kita
menunjukkan adanya penduduk yang relatif harus sangat berhati-hati dalam mengambil
padat di sepanjang Bukit Barisan yang di- kesimpulan. Bila memang benar bahwa
diami oleh suku Gayo, Alas, Batak, Minang- penduduk Neolitik Sumatra memilih untuk
kabau, Kerinci, Rejang, Pasemah, dan menempati daerah pegunungan maka besar
Lampung sementara di daerah pesisir pen- kemungkinan bahawa pesisir timur baru
duduknya relatif jarang. Satu-satunya keke- ditempati ketika arus perdagangan inter-
cualian adalah Aceh yang memiliki penduduk nasional mulai mengalir melalui Selat Mala-
yang relatif padat disebabkan oleh faktor ka, yaitu pada sekitar akhir milenium pertama
tanah dan iklim yang menopang pola kehidup- sebelum Masehi.
an bercocok tanam di daerah pesisir serambi
Mekah. Ekonomi penduduk di pegunungan
Bukit Barisan didominasi oleh bercocok
tanam, terutama padi yang umumnya ditanam
di ladang yang perpindah-pindah, atau ladang
tadah hujan, namun ada juga daerah yang
memiliki jaringan irigasi yang kompleks
seperti terdapat di berbagai lembah di bagian
selatan danau Toba. Tanaman lainnya yang
cukup penting adalah lenga (jawawut), ubi
kayu (singkong), dan ubi jalar (ubi rambat).
Guci kuno dan gendang yang terbuat dari
perunggu yang ditemukan di dua tempat di
sebelah selatan danau Kerinci menunjukkan
bahwa Kerinci dihuni secara berkesinambung-
an dari zaman batu sampai sekarang. Gendang
yang sama jenisnya juga ditemukan di
Pasemah, sebuah lembah yang letaknya
sekitar 200 kilometer arah selatan Kerinci.
Gendang yang serupa juga digambarkan pada
salah satu megalit di Pasemah. Di Batu Gajah
ini kelihatan seorang laskar bersenjata yang
memegang gendang perunggu dari jenis
Heger 1. Menurut Caldwell (1997:170) kebu-
dayaan megalit Pasemah kemungkinan ber-
4

Teori ini bertolak belakang dengan teori


yang menempatkan pulau Borneo (Kali-
mantan) sebagai tempat asal bahasa Melayu
yang dikemukakan oleh para ahli bahasa
termasuk Adelaar, Blust, Collins, dan Notho-
fer. Menurut teori mereka maka masyarakat
yang berbahasa Melayu di Sumatra relatif
muda sehingga tidak mungkin berasal dari
pegunungan Bukit Barisan melainkan meru-
pakan keturunan dari masyarakat berbahasa
Melayu di Borneo yang merantau ke Sumatra
sekitar dua ribu tahun yang silam, lalu
mendirikan kerajaan Sriwijaya. Teori ini se-
mata-mata berdasarkan pada ilmu bahasa dan
tidak diterima secara umum. Bellwood
mengemukakan bahwa dinilai dari segi
linguistik tanah asal Melayu boleh saja
terletak di Borneo atau di Sumatra (Bellwood,
1997:287), dan ahli bahasa Uri Tadmor
malahan sama sekali menolak teori Adelaar
dkk. dan yakin bahwa bagian selatan Sumatra
adalah tanah asal orang Melayu. Teori
Tadmor antara lain berdasarkan keragaman
bahasa Melayu yang terdapat di sini termasuk
dialek Malayu Riau, Minangkabau, Kerinci,
Besemah, Orang Akit dsb. (Tadmor, 2002).
5

Peta Sumatra Tengah


Ulu dan Ilir

Yang mana dari kedua teori akhirnya akan kan hasil-hasil hutan yang sangat laku di luar
“menang” dalam pertarungan ilmu bahasa dan negeri seperti kapur Barus, berbagai jenis da-
prasejarah belum dapat ditentukan dan juga mar, rempah-rempah dan sebagainya. Akan
tidak seberapa penting untuk tujuan studi ini. tetapi hasil kekayaan alam yang paling ‘ha-
Yang perlu ditekankan ialah bahwa kedua rum’ adalah emas sehingga Sumatra terkenal
masyarakat Melayu, yang di hilir (ilir) dan di India sebagai Suvarnadvipa (pulau emas).
yang di hulu (ulu) masing-masing mengem- Hubungan antara ulu dan ilir ditandai oleh
bangkan struktur masyarakat yang cukup saling membutuhkan. Kedua saudara yang
berbeda yang, antara lain, disebabkan oleh sama-sama berbahasa Melayu dan memiliki
kekayaan yang dapat diraih dari perdagangan. kebudayaan yang sangat mirip tergantung satu
Struktur masyarakat ilir cenderung lebih sama lain. Kerinci misalnya tergantung pada
berlapis dengan seorang raja atau sultan barang dagangan yang hanya dapat diperoleh
sebagai kepala kerajaan, dan golongan elit di pesisir seperti garam, besi, kain, serta
yang dekat dengan pusat kekuasaan. Masya- barang-barang mewah, sementara daerah ilir
rakat ilir sangat berfokus pada dunia luar dan meraih untung besar dengan menjual hasil
dengan mudah menyerap unsur kebudayaan hutan yang mereka peroleh dari orang ilir.
asing seperti dari Eropa, India, Jawa, Timur Faktor sumber daya manusia juga tidak kalah
Tengah, dan Tiongkok. Karena perdagangan penting dalam hubungan ulu-ilir. Daerah ilir
internasional baik di negara-negara Arab, kaya hasil perdagangan, tetapi miskin dalam
maupun di India dan di Tiongkok didominasi hal penduduk sementara seorang raja mustahil
oleh saudagar yang beragama Islam maka menjadi raja kalau tidak mempunyai rakyat.
masyarakat ilir pun lebih dulu memeluk Semakin banyak rakyatnya semakin tinggi
agama Islam, suatu proses yang sudah mulai gengsi seorang raja sehingga sangat penting
sejak abad kedua belas dan mencapai puncak bagi seorang raja ilir untuk memastikan
pada abad kelima belas. penduduk ulu ingin menjadi rakyatnya.
Pengaruh luar juga merembes ke pedalam- Kerinci tampaknya selalu mengakui raja
an tetapi biasanya agak lambat sampai di dae- atau sultan Jambi sebagai tuannya, tetapi seca-
rah ulu yang pada umumnya bersifat lebih ra nyata mereka boleh dikatakan tidak terlalu
konservatif. Masyarakat pedalaman tidak ter- tergantung pada kekuasaannya. Karena faktor
libat secara langsung dalam perdagangan in- jarak, dan juga karena miskinnya sarana per-
ternasional, tetapi merekalah yang menyedia- hubungan maka sang raja di ilir tidak selalu
8

mampu memerintah rakyatnya yang di ulu. Sebagai imbalan orang ulu dapat meng-
Selain itu, tergantung pada konstelasi politik, harapkan perlindungan dan imbalan lainnya
Kerinci dapat mengakui raja Jambi (ilir) atau seperti hadiah-hadiah bergengsi. Sang raja
raja Inderapura (barat) sebagaimana dikatakan juga diharapkan untuk dapat memutuskan per-
dalam sepucuk surat dari sultan Inderapura selisihan antarkampung atau antardaerah yang
Muhamad Syah Johan tertanggal 23 Ramadan tidak dapat diselesaikan oleh pihak-pihak
124(?)6H atau 14 Juni 1830M, yang kini di- yang terkait. Hal ini sering terjadi karena
simpan oleh Depati Muda di dusun Kemantan kebanyakan masyarakat ulu tidak mengenal
Barat (Tambo Kerintji No. 140). Dalam surat pemerintahan pusat sehingga hanya raja yang
tersebut Kerinci disebut sebagai “tanah perte- di ilir yang dapat berfungsi sebagai otoritas
muan raja antara sultan Jambi dengan sultan tertinggi. Perselisihan yang paling sering
Inderapura. Jika mengadap ia ke hilir, jadilah perlu dilerai berkaitan dengan batas-batas
beraja ke Jambi. Jika menghadap ia ke barat, daerah. Keputusan yang diambil diabadikan
ialah ke tanah Inderapura.” Masyarakat Kerin- dalam sebuah piagam yang diukir di tanduk
ci sebagaimana masyarakat ulu lainnya juga kerbau (dengan menggunakan surat incung)
wajib membayar upeti, dan secara teratur ha- atau ditulis dengan kalam di atas kertas
rus menghadap di istana, dan memberi hadiah dengan menggunakan huruf jawi. Sampai
kepada sang raja. Sebagai imbalan masyarakat sekarang orang Kerinci masih menyimpan
ulu dapat mengharapkan perlindungan, dan puluhan piagam seperti itu sebagai pusaka.
para raja setempat dibekali dengan gelar serta Piagam-piagam tersebut biasanya tidak dike-
tanda-tanda kerajaan (Andaya, 1993:76). Hu- luarkan oleh sang sultan sendiri melainkan
bungan antara ulu dan ilir dapat berjalan cu- oleh seorang temenggung yang berperan seba-
kup lancar karena hubungan antara kedua pi- gai penengah antara raja ilir dan rakyatnya
hak ditandai oleh ikatan kekerabatan. Bangsa- yang di ulu. Walaupun para temenggung ber-
wan ilir sering mengambil seorang perempuan ada di bawah sultan Jambi ada pula yang
ulu sebagai isteri untuk menjamin agar hubu- menentang kekuasaan sang raja sebagaimana
ngan ulu-ilir berjalan lancar: terjadi pada pertengahan abad ketujuh belas
"In the world of legend one of the most per- ketika temenggung Pangeran Dipanegara
vasive themes is the way in which, some- secara mandiri memerintah daerah Merangin
times in the distant past, the sexual union yang terkenal kaya akan lada (Andaya, 1993).
between an upstream woman and a down-
stream king helped establish the basis for Dari daerah inilah, di Muara Mesumi di
cooperation between ulu and ilir. Here the tepi Sungai Merangin yang merupakan anak
ruler is readily presented as a distant kins- sungai Batang Hari, Jambi memerintah daerah
man, the obligations to him justified by an-
cient bonds that make the rendering of tri- dahulu kala antara seorang raja ilir dengan seorang
bute and the fulfillment of labor services ex- perempuan ulu sehingga terbentuk azas kerjasama antara
plicable and even proper." (Andaya, ulu dan ilir. Dalam cerita-cerita tersebut sang raja di-
1993:76-77)3 gambarkan sebagai seorang kerabat yang jauh sehingga
segala kewajiban terhadapnya dianggap wajar karena
berdasarkan ikatan yang sudah dijalin di dahulu kala
3
Salah satu topik yang berulang kali muncul dalam cerita sehingga segala pemberian kepada raja seperti membayar
rakyat berkaitan dengan perkawinan yang terjalin di upeti dan kewajiban bekerja dianggap pantas.
9

taklukannya di Jambi ulu. Menurut tradisi kenalkan oleh raja Jambi melalui Temeng-
lisan di dahulu kala ada seorang Pangeran gung Kebaruh di zaman pra-Islam. Hal ini
Temenggung Kebaruh, yang dikatakan masih diperkuat oleh naskah Tanjung Tanah yang
keturunan Majapahit, mengunjungi Kerinci menyebut bahwa “dipati berarti lebih daripada
dari Muara Mesumi yang meyakinkan para sekalian.” Kendati lembaga depati diperkenal-
raja untuk mengakui kedaulatan Jambi. Para kan oleh raja Jambi lebih dari enam ratus
raja diberi hadiah berbentuk kain dan dianu- tahun yang lalu sebagai alat untuk meme-
gerahi dengan gelar dipati (juga disebut rintah di Kerinci, dan walaupun Kerinci
depati) yang berasal dari gelar Jawa adipati. mengakui kedaulatan raja Jambi, kekuasaan
Dengan demikian Kerinci dibagi menjadi dua Jambi di Kerinci terbatas. Charles Campbell
daerah yang masing-masing disebut Tiga melaporkan bahwa di tahun 1800 penduduk
Helai Kain dan Selapan Helai Kain. Raja Ulu Sungai Tenang jarang membayar upeti kepada
Temiai, Pulau Sangkar dan Pengasih masing- sultan Jambi yang selayaknya terdiri dari
masing menerima sehelai kain sehingga seekor kerbau, setahil emas, dan seratus
daerahnya menjadi terkenal sebagai Tiga bambu beras dari setiap kampung. Surat-surat
Helai Kain. Kain yang satu lagi dibagi seperti yang ditulis oleh temenggung sultan Jambi
berikut: separuh diberi kepada depati Atur yang sampai sekarang masih disimpan sebagai
Bumi di Tanah Hiang, dan separuh lagi dibagi pusaka di Kerinci juga menunjukkan bahwa
lagi antara tujuh raja lainnya di sebelah utara penduduk di Kerinci tidak selalu patuh kepada
danau Kerinci, yaitu di Semurup, Kemantan, perintah rajanya di Jambi. Berulang kali ter-
Rawang Kudik, Depati Tujuh, Rawang Hilir, dapat seruan agar Kerinci menegakkan hu-
Seliman dan Penawar. Daerah ini selanjutnya kum, hal mana ternyata tidak selalu dihirau-
disebut sebagai Selapan Helai Kain. Selain kan olek rakyat Kerinci. Naskah Tanjung Ta-
kedua belas mendapo yang menerima sehelai nah sendiri yang merupakan kitab undang-
kain terdapat tiga lagi, yaitu Sungai Penuh, undang yang disusun di Dharmasraya juga
Sanggaran Agung dan Lolo sehingga jumlah menunjukkan bahwa sejak ratusan tahun yang
mendapo yang ada di Kerinci berjumlah lima lalu Jambi sudah berusaha untuk menegakkan
belas (Kathirithamby-Wells, 1986). hukum di Kerinci agar dapat dengan lebih
Pembagian Kerinci menjadi dua daerah mudah memerintahnya.
tidak pernah terwujud secara politik. Tanpa Salah satu contoh betapa terbatas pengaruh
pemerintahan pusat, konfederasi kampung Jambi di Kerinci tampak pada usaha sultan
yang disebut mendapo yang pada umumnya Jambi untuk menegakkan hukum syariah di
terdiri atas sejumlah kampung yang berasal Kerinci. Di berbagai surat para depati di
dari satu kampung induk masih tetap menjadi Kerinci diimbau untuk memutuskan adat dan
kesatuan pemerintahan yang terbesar di kepercayaan pra-Islam dan memeluk agama
Kerinci. Melalui mendapo ini sultan Jambi Islam dengan menerima hukum syariah. Di
memerintah daerah Kerinci, namun tidak mendapo Keliling Danau terdapat tiga surat
selalu dengan sukses. yang tertanggal antara tahun Masehi 1776 dan
Menurut tradisi lisan lembaga depati diper- 1778 (TK 229-231) yang mengimbau agar
10

orang Kerinci memeluk agama yang benar Tanah sebagai naskah Melayu tertua kemung-
dan menghentikan kebiasaan yang berlawanan kinan besar ditulis selama zaman kerajaan
dengan Islam termasuk minum tuak dan arak, Adityawarman.
serta pesta yang diiringi musik dan tari-tarian.
Surat yang serupa juga dikirim ke Dusun Baru
di Sungai Penuh (TK 3, 4, dan 13). Dapat
diragukan apakah imbauan sultan Jambi
meraih sukses karena baru pada paruh kedua
abad kesembilan belas maka orang Kerinci
secara massal memeluk agama Islam (Tholen,
1987).
Kesuksesan ilir di ulu ternyata sangat ber-
gantung pada kemauan penduduk ulu sendiri,
namun mesti diakui bahwa pada umumnya
daerah ulu menerima kepemimpian ilir
dengan mengakui kedaulatan para sultan di
pesisir.
Selama periode yang dicakupi dalam karya
Barbara Andaya “To Live as Brothers"
(Andaya, 1993), yaitu abad ke-17 sampai
abad ke-18 belas, dominasi ilir jelas menon-
jol. Namun demikian, ada pula masa yang ro-
da pemerintahan digerakkan dari daerah ulu.
Salah satu contoh adalah kerajaan Malayu di
masa pemerintahan Akarendrawarman dan
penggantinya Adityawarman.
Selama masa pemerintahan Adityawarman
(1347-1377) kerajaan Malayu mengalami
puncak kejayaan. Pada saat itu kerajaan
tersebut berpusat di daerah Minangkabau, dan
diduga sudah dipindahkan ke pedalaman
Sumatra pada awal abad ke-14 selama masa
pemerintahan Akarendrawarman atau malah-
an sebelumnya. Pemindahan ibu kota kerajaan
Malayu yang sebelumnya selalu berada di
pesisir, dan timbulnya sebuah kerajaan besar
di lembah-lembah pegunungan Bukit Barisan
merupakan fenomena yang perlu dikaji lebih
dalam, terlebih-lebih karena naskah Tanjung
Kebangkitan Kembali Kerajaan Malayu

Dalam karya “To Live as Brothers" sehingga Sriwijaya selalu dikaitkan dengan
(Andaya, 1993) ahli sejarah Barbara Andaya Palembang sebagai pusat kerajaannya mulai
telah melukiskan dengan sangat teliti betapa dari abad ke-7 sampai dengan abad ke-11.
rumitnya hubungan antara kedua wilayah Pada tahun 1025 Rajendra Chola yang
yang paling berpengaruh di Sumatra bagian memerintah kerajaan Koromandel di India
selatan, yaitu Jambi dan Palembang. menyerang pusat-pusat perdagangan di Selat
Di dalam studinya yang mencakup abad Malaka. Ekspedisi militer ini merupakan
ke-17 dan ke-18 Andaya dapat mengandalkan pukulan dahsyat bagi Sriwijaya, dan memberi
sumber dari arsip VOC akan tetapi untuk kesempatan kepada Malayu (Jambi) untuk
masa prapenjajahan sumber sejarah sangat ter- bangkit kembali. Sumber Tiongkok memberi-
batas. Namun demikian tampaknya cukup takan bahwa antara tahun 1079 dan 1082 ibu
jelas bahwa kedua saudara tersebut sudah ber- kota Sriwijaya pindah dari Palembang ke
abad-abad bersaing secara sangat gigih. Jambi, dan utusan yang dikirim ke Tiongkok
Wilayah Palembang mencakup daerah di tahun 1079 dan 1088 berasal dari Zhanbei
aliran sungai (DAS) Musi, sungai terpanjang (Jambi). Walaupun Malayu telah berhasil
di Sumatra (507 km) yang sebagian besar ter- menyingkirkan Palembang, perubahan yang
letak di dalam batas provinsi Sumatra Selatan terjadi antara abad ke-11 dan abad ke-13 yang
yang sekarang ini. Wilayah Jambi mencakup terutama menyangkut pola perdagangan di
DAS Batang Hari, yang dengan panjangnya Asia Tenggara tidak terlalu menguntungkan
yang 485 km hampir sepanjang Sungai Musi. bagi Malayu yang tidak pernah dapat meraih
Daerah ini juga sebagian besar mencakup kembali status yang pernah dipegang oleh
wilayah yang termasuk dalam provinsi Jambi. Palembang sebagai penguasa mutlak di
Dengan demikian keadaan kedua daerah dari kawasan Selat Malaka.
segi geografi dan ekologi sangat mirip Pola perdagangan di Asia mengalami per-
sehingga tidak mengherankan bahwa kedua ubahan secara mendasar selama abad ke-10
saudara tersebut selalu bersaing untuk sampai pada abad ke-13. Jumlah pedagang
memanfaatkan posisi strategis kedua wilayah asing yang mendarat di pesisir Asia Tenggara
tersebut dalam menguasai Selat Malaka dan makin meningkat dan mereka lebih suka
arus perdagangannya. untuk membeli sendiri komoditi yang dicari-
Rupa-rupanya Palembang sering dapat nya daripada bergantung pada satu negeri
mengungguli Jambi dalam persaingannya pemegang monopoli. Karena perubahan pola
12

perdagangan tersebut maka kedudukan Sriwi- penghujung abad ke-13 seluruh Asia Teng-
jaya melemah karena tidak lagi dapat mengo- gara menjadi gelisah karena harus meng-
ntrol arus perdagangan dengan menguasai hadapi ancaman pasukan Kublai Khan (1215-
Selat Malaka. Yang diuntungkan adalah Jawa 94), putera Genghis Khan, yang telah men-
yang pada saat itu menguasai perdagangan dirikan dinasti Mongol di Tiongkok. Semua
rempah-rempah asal Maluku. Pada abad ke-12 faktor tersebut kurang menguntungkan bagi
rempah-rempah dari Asia Tenggara, seperti Sumatra sehingga Jawa merasa bahwa sudah
merica, jahe, kayu manis, cengkeh, dan ter- tiba saatnya untuk memperluas kekuasaannya
utama pala, menjadi makin populer di Eropa. ke Sumatra.
Permintaan yang makin meningkat tentu saja
sangat menjanjikan bagi pihak yang mengua-
sai arus perdagangan dengan komoditi yang
sangat laris ini.
Sedangkan bagi kerajaan yang dulu masih
berjaya di Selat Malaka keadaannya menjadi
makin sulit karena selama abad ke-13 keraja-
an Sukothai mulai masuk ke semenanjung
Malaya sehingga konflik dengan Malayu tidak
terelakkan. Hal ini diketahui dari sumber
Tiongkok Yuan Shih yang melaporkan bahwa
pihak kerajaan Tiongkok menyuruh Sukothai
untuk berhenti melaksanakan peperangan ter-
hadap Malayu, dan kekalahan yang dialami
oleh kerajaan-kerajaan yang berkuasa di
bagian tenggara Sumatra masih tercermin
dalam cerita-cerita rakyat di Jambi pada abad
ke-19. Pada awal abad ke-14 dilaporkan pula
bahwa Temasek (Singapura) sudah berada di
bawah kekuasaan Thai. Karena sepanjang
pengetahuan kita Sukothai pada saat itu tidak
memiliki pasukan laut yang berarti maka Hall
(1981:25) tiba pada kesimpulan bahwa keraja-
an Thai dibantu oleh kelompok-kelompok
Melayu di sekitar kepulauan Riau yang seba-
gian sudah terbiasa untuk mencari nafkah
sebagai bajak laut.
Selain serangan yang dilancarkan oleh
kerajaan Sukothai, Malayu juga menghadapi
ancaman yang lebih serius lagi. Pada
Pamalayu: Hubungan dengan Singasari di Masa
Awal Kerajaan Malayu

Bagi Jawa, tentu saja bukan hal yang Dharmmasraya), sehingga "segenap rakyat
mudah untuk memperluas kekuasaan sampai Bhumi Malayu [...], dan terutama raja Srimat
ke Sumatra mengingat jarak yang begitu jauh Tribuanaraja Mauliwarmadewa, dengan gem-
antara Jawa Timur dan Sumatra. Akan tetapi bira menerima hadiah tersebut" (ibid, hal.
pada pada pupuh 41/5 kakawin Nagarakrtaga- 336). Prasasti tersebut merupakan dokumen
ma dapat kita baca bahwa di tahun 1275 raja pertama yang menyebut Dharmasraya yang
Singasari, Kertanagara (1269-1292), "menge- terletak di tepi Batang Hari di kecamatan
luarkan perintah untuk menunduk Bumi Pulau Punjung, Kabupaten Sawahlunto-Sijun-
Malayu" (Mpu Prapanca, 1995:54) sehingga jung, Sumatra Barat. Berdasarkan undang-
“seluruh wilayah Pahang [= semenanjung undang pemekaran maka mulai Januari 2004
Malaya] dan Malayu menunduk kepadanya" kabupaten tersebut telah dibagi menjadi dua
(ibid:55). Peristiwa "penundukan" yang dise- kabupaten, yaitu Kabupaten Sawahlunto-
but Pamalayu itu telah ditafsirkan oleh para Sijunjung dan Kabupaten Dharmasraya (!)
ahli sejarah. Kebanyakan sejarahwan cende- dengan Pulau Punjung sebagai ibu kotanya.
rung mengikuti teori yang dikemukakan oleh Profesor Slamet Muljana tiba pada
Krom dalam karya Hindoe-Javaansche kesimpulan bahwa ibu kota kerajaan Suwar-
Geschiedenis (Krom, 1931:335-336). Krom nabhumi yang juga disebut kerajaan Malayu
mendukung teorinya bahwa Kertanagara me- dalam prasasti Amoghapasa terletak "di seki-
mang berhasil menaklukkan Sumatra dengan tar desa Muara Jambi" (Muljana, 1983:99).
sebuah prasasti beraksara Jawa Kuna yang Selanjutnya beliau mengatakan bahwa "ketika
dipahat pada bagian bawah patung Amogha- tentara Singasari menguasai Suwarnabhumi,
pasa yang ditemukan di Pulau Punjung. rupanya ibu kota Suwarnabhumi dijadikan
Menurut prasasti tersebut patung dewa Amo- benteng pertahanan tentara Singasari. Rajanya
ghapasa dihadiahkan Kertanagara kepada raja yang bernama Tribhuwanaraja Mauliwarma-
Tribuanaraja Mauliwarmadewa di Suwarna- dewa mengungsi ke Dharmasraya, Kabupaten
bhumi di tahun Saka 1208 (1286 M). Patung Bungo-Tebo, karena prasasti Amoghapasa
tersebut dibawa dari Jawa ke Sumatra agar yang dikirim oleh Sri Kertanagara untuk dite-
didirikan di Dharmasraya (diantuk dari bhumi gakkan di Dharmasraya, ditemukan di daerah
Jawa ka Swarnnabhumi dipratistha di Sungai Langsat di desa Rambahan, Kabupaten
14

Bungo-Tebo" (ibid 101). Mongol Kublai Khan. Dengan demikian poli-


Di sini timbul pertanyaan mengapa raja tik luar negeri Kertanagara terhadap Nusanta-
Malayu Tribuanaraja Mauliwarmadewa mesti ra, dan khususnya Malayu, merupakan akibat
mengungsi ke Dharmasraya untuk memper- langsung dari keprihatinan Singasari akan an-
oleh hadiah dari raja yang mengalahkannya! caman agresi Mongol yang pada saat itu telah
Tidak masuk akal kalau seorang yang meng- mengalahkan Yunnan (1253-57) dan mengan-
ungsi kemudian malahan diberi hadiah oleh cam seluruh kawasan Asia Tenggara. Dengan
yang mengusirnya. demikian Berg menginterpretasikan Pamalayu
Bahwa "Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa sebagai "perjanjian dengan Malayu" (Berg,
mengungsi ke Dharmasraya" adalah inter- 1950:485) untuk membentuk persekutuan
pretasi Profesor Slamet Muljana yang tidak melawan agresi dinasti Mongol. Teori Berg
didukung oleh sumber sejarah. Menurut belakangan ini juga didukung oleh De
hemat penulis kenyataan bahwa prasasti Casparis.
Amoghapasa dikirim oleh Sri Kertanagara Menurutnya, hadiah patung Amoghapasa
untuk ditegakkan di Dharmasraya merupakan malahan dapat dilihat sebagai tanda persaha-
petunjuk bahwa pada saat itu ibu kota Malayu batan untuk mendirikan persekutuan yang me-
sudah dipindahkan dari Muara Jambi ke miliki tujuan ganda: Pertama, agar Malayu
Dharmasraya, hal mana dapat dikaitkan mengakui kedaulatan Singasari, dan kedua,
dengan ancaman serangan oleh pasukan untuk menyatukan negara-negara Malayu agar
Kublai Khan serta ketidakpastian kondisi di bersama dengan Singasari siap untuk meng-
pesisir yang juga diganggu oleh kehadiran hadapi ancaman pasukan Kublai Khan
pasukan Sukothai di semenanjung. (Casparis, 1989; 1992). Menurut Berg, Pama-
Menurut Krom prasasti Amoghapasa jelas layu tidak pula diadakan di tahun 1275
menunjukkan bahwa pada tahun 1286 Malayu sebagaimana diduga Krom yang mengutip
telah menjadi daerah taklukan Singasari Nagarakrtagama, melainkan di tahun 1292.
(Krom, 1931:336). Coedès menarik perhatian Berg menunjukkan dengan mengupas secara
kita kepada kenyataan bahwa pada saat sangat teliti pupuh 41/5 Nagarakertagama
Singasari mulai menguasai Sumatra pasukan bahwa pada tahun 1275 Kertanagara hanya
Thai telah merebut semenanjung Melayu, dan memberi perintah “menyuruh tundukkan
menyodorkan teori bahwa kerajaan Thai dan Malayu” dan tidak ada petunjuk bahwa pada
Singasari bekerjasama untuk menyingkirkan tahun itu perintah tersebut juga dilaksanakan
Sriwijaya (Jambi-Palembang) dari Selat Mala- (Berg, 1950:9). Selebihnya Berg mengingat-
ka dan Sunda (Coedès, 1968:202). kan kita bahwa Kertanagara baru dinobatkan
Teori tersebut bertolak belakang dengan menjadi raja di tahun 1268 pada waktu mana
C.C. Berg yang menginterpretasi Pamalayu ia masih sangat muda. Berg tidak percaya
sebagai bagian dari sebuah program terpadu bahwa sedini itu Kertanagara sudah berhasil
yang bertujuan untuk menyatukan Nusantara memantapkan negaranya untuk mengambil
(pulau-pulau di luar Jawa) agar bersama-sama risiko yang berkaitan dengan sebuah ekspedisi
dapat menghadapi ancaman dari kaisar terhadap Malayu yang letaknya begitu jauh
15

dari Jawa Timur (ibid, hal. 16). Aragani kembali ke Singasari, dapat diduga
dengan perasaan cemas mengingat bahwa
Pada saat itu Kertanagara belum tentu
pasukan yang tertinggal amatlah sedikit.
sudah menguasai Madura yang letaknya ber-
Sudah jelas bahwa bahaya pembangkangan
hadapan dengan Tuban, sedangkan Tuban mengancam Jawa dari pihak yang merasa
merupakan pelabuhan keberangkatan armada dirugikan yang hanya menanti kesempatan
Pamalayu untuk menghadapi Malayu. Lagi- untuk memanfaatkan kelemahan Singasari.
pula pada tahun 1280 Kertanagara masih ber- Salah seorang yang merasa dirugikan adalah
raja Kediri.” (Berg, 1950:24)
hadapan dengan lawan dalam negeri (ibid,
hal. 17), dan baru pada tahun 1284 Singasari Ternyata Kertanagara sama sekali tidak
dapat mengalahkan Bali yang letaknya begitu menduga bahwa pihak kerajaan Kediri, yang
lebih dekat dibandingkan dengan Malayu. di bawah Singasari menikmati posisi yang
Dengan demikian Berg tiba pada kesimpul- cukup terhormat, akan memberontak terhadap
an bahwa Pamalayu yang sudah dikuman- Singasari. Setelah wafatnya Kertanagara, ibu
dangkan sejak tahun 1275 baru diwujudkan kota kerajaan yang dipegang oleh Jayakat-
pada tahun 1292 ketika Kertanagara sudah wang pindah ke Kediri, tetapi Jayakatwang
menguasai Madura, Sunda, dan Bali. Pada tidak lama menikmati kekuasaannya karena
saat itu ia sudah yakin akan diserang oleh Raden Wijaya yang masih keturunan raja Si-
pasukan Mongol dan membutuhkan sekutu ngasari memanfaatkan kedatangan pasukan
untuk melawannya. Kaisar Mongol sudah Mongol pada akhir tahun 1292 yang bertujuan
beberapa kali menyuruh Kertanagara untuk untuk menyingkirkan Kertanagara yang sudah
datang ke Tiongkok menghadap sang kaisar, lebih dulu meninggal. Dengan bantuan pasuk-
tetapi Kertanagara selalu menolak, dan pada an Mongol Raden Wijaya berhasil mengalah-
tahun 1289 para utusan Kublai Khan yang kan Jayakatwang di bulan April 1293. Sesu-
berkunjung ke Jawa malahan dianiaya. Tentu dah kemenangan itu Raden Wijaya malahan
saja Kaisar Mongol merasa terhina dan menyerang pasukan Mongol dan memaksanya
mengirim sebuah armada untuk membalas kembali ke kapalnya. Pada tanggal 31 Mei
penghinaan tersebut. Ketika pasukan Mongol 1293 mereka terpaksa meninggalkan Jawa dan
mendarat di Tuban, ternyata Kertanagara su- berlayar kembali ke Tiongkok.
dah dibunuh oleh seorang pembangkang ber- Dengan argumentasi yang sangat masuk
nama Jayakatwang dari Kediri yang juga me- akal dan dengan cukup banyak bukti Berg
nandai akhir kerajaan Singasari. berhasil meyakinkan kita bahwa Pamalayu
Berg mengaitkan peristiwa tersebut yang memang sudah direncanakan di tahun 1275,
terjadi di bulan Mei atau Juni 1292 dengan tetapi baru dapat dilaksanakan 17 tahun ke-
keberangkatan pasukan Singasari untuk mudian, dan secara tidak langsung membawa
menyerang Sumatra: malapetaka untuk Singasari sendiri sehingga
“Saat untuk melaksanakan rencana yang pe-
pelaksanaan pembangunan Jawa Agung yang
nuh risiko ini [serangan terhadap Sumatra; direncanakan oleh Kertanagara terpaksa
UK] tiba di tahun 1292. Pasukan Jawa naik ditunda.
kapal dipimpin oleh Kebo-Anabrang. [...] Suatu hal yang belum diuraikan di sini
Setelah mendampingi pasukan ke Tuban,
16

ialah kerajaan mana yang sebenarnya ditarget- pada saat itu menjadi kerajaan yang terkuat di
kan dengan Pamalayu tersebut. Sudah jelas Nusantara.
bahwa tujuan utama Kertanagara adalah untuk Sayangnya, wujud Pamalayu dan akibatnya
menguasai Selat Malaka dengan perdagangan tidak dapat kita ketahui secara sempurna.
internasionalnya. Pada akhir abad ke-13 ter- Menurut Pararaton sepuluh hari setelah pasuk-
dapat dua kerajaan di Selat Malaka yaitu an Tiongkok meninggalkan Jawa pasukan
Sriwijaya (Palembang), dan Malayu (Jambi) Singasari yang berada di luar Singasari kem-
akan tetapi pengetahuan kita tentang keadaan bali ke tanah asalnya. Kalau memang demi-
kedua kerajaan pada waktu itu sangat terbatas. kian maka pasukan Pamalayu hanya berada di
Pada awal abad ke-13 Sriwijaya (yang disebut Sumatra selama waktu yang sangat singkat
San-fo-ch'i dalam sumber sejarah Tiongkok) saja karena pasukan Pamalayu yang menye-
masih kuat dan, menurut sumber Tiongkok, rang Sumatra dan pasukan Mongol yang
menguasai Sunda, semenanjung Malaya, menuju ke Singasari malahan berpapasan
Aceh dan kebanyakan pantai timur Sumatra. (tetapi tidak bertemu) di tengah lautan (Berg,
Akan tetapi Malayu-Jambi tidak lagi termasuk 1950:26).
wilayah kerajaannya, dan Sriwijaya makin Akan tetapi peristiwa yang disebut di Para-
merosot selama abad ke-13 (Coedès, raton dan juga di Nagarakertagama tidak bo-
1968:184). Sebagian sejarahwan tiba pada leh dianggap begitu saja sebagai fakta sejarah
kesimpulan bahwa ekspansi Jawa ke Sumatra karena kedua karya tidak dapat diandalkan se-
terutama dimaksud untuk menghancurkan Sri- cara sempurna. Jelas bahwa selama kerajaan
wijaya, dan bahwa Malayu menjadi mitra Singasari berjaya maka pengaruhnya terasa di
Jawa dalam pelaksanaan rencana tersebut. tanah Malayu, namum tidak seekstrem peni-
Hubungan antara Singasari dan Malayu laian Krom yang melihat Malayu sebagai “Ja-
sebagaimana digambarkan oleh Berg dan vaansch Sumatra” (Krom, 1931:336). Kalau-
Casparis dapat membawa kita pada kesim- pun pada tahun 1286 raja Malayu hanya me-
pulan bahwa kedudukan mereka setara. nyandang gelar maharaja maka jelas bahwa
Namun hal ini sepertinya tidak didukung oleh tidak lama kemudian raja Malayu sangat per-
prasasti Amoghapasa yang menyebut raja caya diri dan mengenakan gelar tertinggi ma-
Suvarnabhumi (Malayu) sebagai maharaja harajadiraja sehingga bahkan Krom harus
sementara gelar yang disandang Kertanagara, mengakui bahwa raja Malayu Adityawarman
yaitu maharajadiraja, jelas lebih tinggi (Krom, tidak tunduk kepada siapa pun (ibid, hal. 413).
1916). Patung Amoghapasa dengan prasasti-
nya itu menunjukkan bahwa Singasari di za-
man pra-pelaksanaan Pamalayu sudah menja-
lin hubungan erat dengan Malayu. Dapat di-
duga bahwa sama dengan Singasari, Malayu
juga menyadari bahaya ancaman pasukan
Kublai Khan sehingga raja Malayu rela ber-
naung di bawah kekuasaan Singasari yang
Kerajaan Malayu di Suruaso

Setelah runtuhnya Singasari muncullah se- Pupuh 13 Nagarakrtagama, yang selesai


buah kerajaan baru, yaitu Majapahit (1293- dikarang pada tahun 1365, mencatat 24 negara
1520) yang menjadi kerajaan Hindu-Budha di “Bumi Malayu” yang mengakui kedaulatan
terakhir di Indonesia. Majapahit sering Majapahit mulai dari Barus dan Lamuri
diagungkan sebagai kerajaan besar yang (Aceh) di utara sampai Lampung di selatan
menyatukan seluruh Nusantara, namun inter- pulau Sumatra. Sudah jelas bahwa "Bumi
pretasi tersebut agaknya tidak dapat diper- Malayu" di sini merujuk kepada Sumatra
tahankan, dan malahan banyak sejarahwan secara keseluruhan dan bukan kepada keraja-
yang beranggapan bahwa Majapahit tidak ber- an Malayu Adityawarman. Empat di antara
hasil memperluas pengaruh sebagaimana dila- ke-24 negara boleh dipastikan merupakan inti
kukan oleh Singasari di bawah Kertanagara. kerajaan Malayu, yaitu Dharmasraya, Jambi,
Proses Islamisasi telah dimulai jauh sebe- Minangkabau, dan Teba (Muara Tebo).
lum Majapahit berdiri, di bagian utara Suma- Bagaimana status Palembang pada saat itu
tra malahan sudah pada abad ke-12. Akan kurang jelas, namun kerajaan yang di dahulu
tetapi, mengingat luasnya kawasan Nusantara kala sangat berjaya rupanya tidak berdaya
dengan beragam budayanya, proses peng- menandingi kerajaan Malayu yang sedang
islaman seluruh kawasan tidaklah seragam berada di puncak kejayaannya.
sehingga pada abad ke-14 sebagian besar Dari Nagarakrtagama kita mendapat kesan
Sumatra pun masih belum rela memeluk seolah-olah seluruh Sumatra takluk kepada
agama yang baru ini, dan kerajaan Malayu kekuasaan Majapahit. Mungkin saja bahwa
termasuk salah satu kawasan yang dengan Majapahit menganggap Malayu sebagai
gigih mempertahankan diri terhadap "ancam- wilayah taklukannya akan tetapi raja Malayu
an" agama Islam yang sudah bertapak dengan sendiri jelas menganggap dirinya sebagai raja
kokoh di semenanjung Malaya (Casparis, yang memiliki kedaulatan yang sempurna
1992:238). Casparis juga menunjukkan bahwa yang tidak takluk kepada siapa pun (Casparis,
penekanan terhadap unsur-unsur Tantrisme – 1989:919).
yang dinilainya sebagai tanggapan terhadap Ketika pasukan Pamalayu kembali ke Jawa
ancaman Islam – merupakan tanda kemerosot- di tahun 1294 mereka membawa dua putri
an ajaran Hindu-Budha yang menjadi landas- Malayu, Dara Petak dan Dara Jingga. Dara
an agama dalam kerajaan Malayu (Casparis, Jingga melahirkan Adityawarman yang men-
1989:937). jadi raja Malayu yang memerintah negaranya
18

antara kira-kira 1347 dan 1376 M. Masa barangkali merupakan situs yang terbesar dan
pemerintahan Adityawarman merupakan pun- paling penting di Sumatra” (McKinnon,
cak kejayaan kerajaan Malayu sebagaimana 1984:60). Muara Jambi yang terletak sekitar
dapat dilihat dari lebih dari 20 prasasti yang 30 kilometer timur laut dari kota Jambi yang
ditinggalkannya. Pada masa pemerintahan sekarang (yang merupakan ciptaan kolonial
Adityawarman ibu kota Malayu sudah pindah Belanda), juga jelas masih dihuni sampai
dari Dharmasraya ke Suruaso di Ranah Mi- zaman Islam, namun masa kejayaan diperkira-
nangkabau dan kebanyakan prasasti Aditya- kan selama abad ke-12 dan abad ke-13.
warman juga ditemukan di lembah-lembah Akan tetapi Muara Jambi bukan satu-
pegunungan Bukit Barisan yang sekarang satunya situs di bagian hilir Batang Hari. Di
menjadi provinsi Sumatra Barat. Adityawar- sekitar Sungai Kuala Niur yang merupakan
man menjadi raja yang terpenting yang me- cabang Batang Hari yang dapat dilayari,
merintah Malayu dari Sumatra Barat, tetapi terdapat beberapa pelabuhan di sekitar Muara
bukan dia yang memindahkan ibu kota Mala- Sabak/Koto Kandis yang dari abad ke-12
yu dari Dharmasraya ke Suruaso. Menurut sampai abad ke-14 masih menunjukkan pola
Casparis ibu kota Malayu sudah pindah ke pemukiman yang lumayan padat (Atmodjo,
daerah Minangkabau sekitar tahun 1310 oleh 1997; McKinnon, 1984). Muara Kumpeh Hilir
Akarendrawarman, pendahulu Adityawarman (Suak Kandis) dan Koto Kandis merupakan
yang kemungkinan besar menjadi mamak dua situs lagi yang dihuni antara abad ke-12
(paman) Adityawarman (Casparis, 1992:241). sampai abad ke-14 (McKinnon, 1984).
Di sini timbul pertanyaan: Apa alasan Salah satu candi di Muara Jambi, Candi
maka dalam kurun waktu hanya sekitar 30 Gumpung, menunjukkan persamaan yang
tahun ibu kota Malayu dua kali dipindahkan? menonjol dengan Candi Jawi di Jawa Timur,
yaitu candi yang dibangun untuk memuliakan
Dari Muara Jambi ke raja Kertanagara sehingga Suleiman menyim-
Dharmasraya pulkan bahwa: "Krtanagara tampaknya ber-
upaya untuk memperkuat Jambi sebagai
Selama berabad-abad ibu kota Malayu tempat yang strategis dengan mengirim
terletak di Muara Jambi, sebuah kompleks armada yang terdiri dari laskar dan buruh, dan
ritual-politik dengan jumlah penduduk yang juga dengan membangun tempat ibadah aga-
lumayan besar. Schnittger yang mengadakan ma Budha di Muara Jambi. Pemindahan
survei arkeologi di Muara Jambi tiba pada tenaga kerja dalam skala besar ini melemah-
kesimpulan bahwa “dilihat dari segi luasnya, kan Singasari, dan malahan dapat dillihat
keindahan, dan jumlah bangunan Muara sebagai akibat langsung yang menyebabkan
Jambi tidak kalah dengan situs lain di Suma- keruntuhan kerajaan Krtanagara” (Suleiman,
tra. Bangunannya merupakan bagian daripada 1982). Sebagaimana jauh upaya Kertanagara
sebuah kota yang besar, barangkali lebih besar untuk memperkuat Muara Jambi tidak dike-
dari Palembang” (Schnitger, 1937:6). McKin- tahui dengan pasti, tetapi kita tahu bahwa
non menambahkan bahwa “situs Muara Jambi Kertanagara menganugerahkan patung Amo-
19

ghapasa kepada segenap rakyat Malayu yang pula bahwa pada tahun 1310 ibu kota Malayu
atas perintahnya didirikan di Dharmasraya sudah berada di Suruaso di lembah-lembah
yang letaknya juga di tepi Batang Hari, tetapi pegunungan Sumatra Barat, maka Dharmasra-
sekitar 300 kilometer ke arah hulu. ya hanya menjadi ibu kota selama kurang dari
Lokasi Dharmasraya, walaupun belum 25 tahun. Apa yang terjadi selama kurun wak-
diteliti secara mendalam, telah menarik per- tu itu sehingga ibu kota Malayu dua kali di-
hatian orang ketika pada tahun 1935 di desa pindahkan?
Sungai Langsat ditemukan patung raksasa Secara geografis kawasan Malayu-Jambi
Bhairawa setinggi 4.41m yang terbuat dari mencakup daerah aliran sungai Batang Hari
batu andesit. De Casparis (1989:938) men- beserta dengan anak sungai seperti Merangin,
duga bahawa patung yang berujud ganas itu Tabir, Tebo, dan Tembesi, dan daerah pegu-
barangkali sengaja diletakkan di Dharmasraya nungan seperti Kerinci dan Sumatra Barat.
untuk menakuti musuh-musuhnya agar mere- Menurut Scholz (1988:31) secara geografis
ka tidak berani mendekati pusat kerajaan Sumatra terdiri dari lima kawasan, yaitu pesi-
Adityawarman. Arca itu memang ditemui di sir barat, kawasan pegunungan, kawasan kaki
tepi jalan yang menuju daerah Sumatra Barat, gunung, dataran luas yang hampir rata (pene-
dan dapat diduga bahwa di dahulu kala jalan plain), dan pesisir timur. Pesisir barat yang
yang sama juga digunakan dalam menempuh sangat sempit (10-20 km) mencakup daerah
perjalanan ke dataran tinggi Minangkabau. kira-kira dari Pariaman di utara sampai Muko-
Mengapa Kertanagara yang, menurut muko di selatan. Daerah ini ditandai oleh cu-
Suleiman, berupaya untuk memperkuat Muara rah hujan yang tinggi sehingga terdapat se-
Jambi sebagai tempat strategis, menaruh jumlah sungai yang deras yang memotong-
perhatian pada tempat yang letaknya sedemi- motong daerah pesisir barat sehingga mem-
kian jauh dari pesisir? persulit hubungan antara utara dan selatan, di-
tambah lagi oleh rawa-rawa yang sering terda-
Dari Dharmasraya ke pat di kawasan ini. Hubungan laut pun sangat
Suruaso sulit karena ombaknya tinggi dan kurangnya
pelabuhan yang terlindung. Kawasan ini
Kertanagara tentu mengetahui akan ancam- umumnya dihuni oleh penduduk yang meran-
an yang berasal dari luar seperti pasukan tau dari pegunungan.
Kublai Khan yang mulai mengganggu keten- Kawasan pegunungan termasuk tiga lem-
teraman di hampir seluruh Asia Tenggara, di- bah di daerah Minangkabau di sekitar Gunung
tambah lagi dengan kehadiran pasukan Thai Merapi. Bagian bawah ketiga lembah diben-
di semenanjung. Mengingat keadaan yang ti- tuk oleh Danau Maninjau dan Danau Singka-
dak aman lagi di daerah pesisir, pemindahan rak, dan arah selatan di Kecamatan Solok Se-
ibu kota ke pedalaman adalah tindakan yang latan terdapat dua danau kecil, yaitu Danau
bijaksana. Sekiranya benar bahwa ibu kota Dibawah dan Danau Diatas. Bagian selatan
Malayu pindah dari Muara Jambi ke Dhar- kawasan pegunungan Bukit Barisan ditandai
masraya di sekitar tahun 1286, dan mengingat oleh Danau Kerinci di Kabupaten Kerinci.
20

Dapat diduga bahwa pemukiman yang paling hal perdagangan.


tua terletak di sekitar danau-danau tersebut, Melihat sumber arkeologi, Bambang Budi
dan lembah-lembah di sekelilingnya sangat Utomo tiba pada kesimpulan bahwa pusat-pu-
cocok sebagai daerah pemukiman karena ha- sat kerajaan yang awal selalu terletak di peda-
wa yang sejuk dan tanah yang subur. Tidak laman (Utomo, 1990:72). Kemakmuran kera-
mengherankan bahwa kepadatan penduduk jaan-kerajaan ini bersumber pada kekayaan
yang paling tinggi ditemukan di daerah pegu- alam, dan aset utamanya ialah tanah yang su-
nungan. bur. Karena makmur dan padat penduduk ma-
Di sebelah timur pegunungan Bukit Baris- ka kerajaan-kerajaan ini dapat memperluas
an terdapat kawasan kaki gunung (dengan kekuasaan sampai ke pesisir. Bambang juga
ketinggian di bawah 150m) yang lebarnya mengingatkan kita bahwa “apabila daerah
sekitar 40km, peneplain, dan pesisir timur. pesisir menjadi lebih menguntungkan maka
Untuk tujuan kita cukuplah bila ketiga pusat kerajaan dapat dipindahkan ke pesisir ti-
kawasan tersebut dianggap satu saja. Pende- mur. Itulah sebabnya maka Jambi dapat ber-
katan yang sama juga diambil oleh Miksic kembang didukung oleh sumber penghasilan
(1985:424) yang menyebut ketiga kawasan yang berasal dari daerah pedalaman.”
sebagai dataran rendah. Memang benar bahwa Malayu-Jambi diun-
Berbeda dengan kawasan pegunungan, tungkan karena dapat memperdagangkan hasil
dataran rendah ditandai oleh kesuburan tanah dari pegunungan, akan tetapi kerajaan-kera-
dan kepadatan penduduk yang sangat rendah. jaan pesisir seperti Sriwijaya menjadi makmur
Akan tetapi hubungan antar daerah di dataran karena dapat menguasai arus perdagangan di
rendah jauh lebih mudah karena terdapat Selat Malaka. Karena kekuasaan yang mutlak
sungai-sungai yang dapat dilayari, dan di atas perdagangan di Selat Malaka maka Sriwi-
pesisir timur yang dibatasi oleh Selat Malaka jaya berkembang menjadi salah satu kerajaan
juga terdapat sejumlah pelabuhan yang aman. yang terkuat di Asia Tenggara, tetapi keada-
Batang Hari dan anak sungai seperti Tembesi, annya sudah mulai berubah ketika Palembang
Merangin, Bungo, dan Tebo, dapat dilayari dikalahkan oleh Jambi di abad ke-11.
oleh kapal seberat 20 ton sejauh 300km ke Karena pola perdagangan telah berubah
pedalaman di musim kemarau, dan lebih jauh dan Jambi tidak lagi menguasai perdagangan
lagi di musim penghujan. Oleh sebab itu tem- di Selat Malaka tetapi hanya menjadi salah
pat permukiman biasanya didirikan di tempat satu dari beberapa pemain, dan karena keada-
perhubungan yang strategis seperti di tempat an keamanan – ancaman dari pasukan Kublai
dua sungai bertemu, dan tidak di muara su- Khan dan Thai – maka diputuskan untuk me-
ngai yang rawan terhadap angin yang dapat mindahkan ibu kota Malayu ke Dharmasraya
menghancurkan armada kapal. yang terletak lebih aman di perbatasan dataran
Dengan demikian terdapat dua zona ekono- rendah dengan kawasan kaki gunung.
mi yang sangat berbeda: Pegunungan yang Dapat diduga bahwa Dharmasraya dipilih
subur dan padat penduduk, dan pesisir timur sebagai pusat kerajaan baru karena letaknya
yang tanahnya miskin, tetapi strategis dalam lebih aman di pedalaman, tetapi masih dapat
21

berfungsi sebagi tempat yang penting dalam abad ke-14 Kerinci dikenal sebagai Kurinci,
arus perdagangan internasional karena Dhar- yaitu nama sebuah bunga (Strobilanthes) yang
masraya merupakan tempat yang, walaupun hanya terdapat di pegunungan dan yang
terletak 200 km di pedalaman, masih dapat berkembang hanya sekali dalam dua belas
diraih oleh tongkang yang berlayar hilir- tahun. Menurut kosmologi orang Tamil, bumi
mudik di Batang Hari. Menurut Thahar Tamil dapat dibagi menjadi lima daerah, dan
sampai sekarang tongkang masih dapat ber- salah satu di antaranya, yaitu daerah pegu-
layar sampai ke Sungai Dareh yang terletak nungan, dinamakan Kurinci sesuai dengan
10km arah ke hulu dari Dharmasraya (Thahar, bunga yang khas di pegunungan Tamil
2000). Dengan adanya pusat pemerintahan di (Singaravelu, 1966:19). Bahwa saudagar
Dharmasraya maka hubungan antara Dhar- Tamil memang sudah berpijak di pegunungan
masraya dan daerah di pegunungan menjadi Malayu juga tampak dari prasasti Batu
lebih erat, apalagi mengingat bahwa daerah Bapahat yang mengandungi teks berbahasa
pedalaman kaya akan hasil hutan dan hasil Tamil dan Sansekerta yang ditemukan dekat
pertanian yang dapat diperdagangkan. Kerinci Suruaso di Sumatra Barat (Casparis, 1990).
memang sudah lama dikenal sebagai daerah Pengaruh Tamil juga jelas ada di pesisir timur
penghasil lada (merica). sebagaimana tampak dari patung Dipalaksmi
Jenis lada yang ditanam di zaman Aditya- bergaya Cola yang ditemukan di Koto Kandis
warman mungkin merupakan lada asli Indone- di hilir Batang Hari (McKinnon, 1984).
sia, dan bukan Piper Nigrum yang berasal dari Hubungan yang cukup erat antara Malayu dan
daerah Malabar di India dan lebih laku di pa- Tamil menunjukkan bahwa seluruh daerah
saran. Lada pada saat itu memang merupakan Malayu telah terlibat dalam perdagangan
komoditi yang sangat laris dalam perdagangan internasional, dan kemungkinan besar bahwa
internasional, dan diketahui bahwa utusan Malayu, di samping lada asli Indonesia, juga
yang dikirim dari Jawa ke Tiongkok pada sudah mulai menanam Piper Nigrum untuk
tahun 1382 membawa 75.000 kati (sekitar 20 diekspor.
ton) lada, dan sebuah kapal yang berlayar dari Tetapi bukan lada saja yang menjadi
Malayu ke Tiongkok membawa upeti yang di komoditi laris dalam perdagangan antar-
samping lada juga termasuk rempah-rempah bangsa. Dilaporkan pula bahwa lilin lebah,
lain seperti cengkeh, kapulaga, serta kapur gading, tanduk burung enggang, kayu gaharu,
Barus dan wangi-wangian. Tidak tertutup pula damar kayu tusam, dan tanduk badak juga
kemungkinan bahwa Malayu bahkan sudah menjadi komoditi yang sangat laris di pasaran
menghasilkan Piper Nigrum yang mungkin Tiongkok (McKinnon, 1992:134-135).
diperoleh dari saudagar Tamil. Dilihat dari segi perdagangan, ibu kota
Pada abad ke-14 Malayu, termasuk daerah Malayu di pegunungan Minangkabau terletak
pegunungan, sudah mempunyai kaitan erat di daerah yang strategis yang merupakan tem-
dengan para saudagar Tamil. Nama Kerinci pat bertemunya berbagai jalan darat sehingga
sendiri berasal dari bahasa Tamil dan dari nas- perdagangan darat dapat dikuasai secara efek-
kah Tanjung Tanah kita ketahui bahwa pada tif. Jalan darat yang yang melintas dari utara
22

hingga selatan sampai sekarang masih mele- bahwa Adityawarman juga menaruh perhatian
wati daerah Minangkabau, dan demikian juga pada pekembangan pertanian. Di kedua pra-
jalan darat dari barat ke timur yang menghu- sasti, yang satu berbahasa Tamil dan yang
bungkan Padang dengan Jambi dan Palem- satu lagi berbahasa Sansekerta, dapat kita
bang. Begitu juga halnya dengan jalan yang baca bahwa selokan tersebut telah dibangun
menghubungkan Padang dengan Pekanbaru selama masa pemerintahan Akarendrawar-
yang juga melintas lembah-lembah di pegu- man, tetapi baru diselesaikan di bawah peme-
nungan Sumatra Barat. Tentu bukan kebetulan rintahan Adityawarman untuk mengairi
bahwa Dharmasraya terletak tepat di pinggir- “taman Nandana Sri Surawasa yang senanti-
an jalan raya antara Padang dan Jambi! Ke- asa kaya akan padi” (Casparis, 1990:42).
mungkinan besar bahwa pola hubungan darat Surawasa adalah nama tempat yang sekarang
yang ada sekarang tidak jauh berbeda dengan berubah menjadi Suruaso yang letaknya hanya
keadaan di zaman Adityawarman. Keadaan di beberapa kilometer dari Batusangkar dan
pegunungan sangat ideal karena terlindung Pagaruyung yang di kemudian hari menjadi
dari bahaya yang berasal dari luar, dan juga ibu kota Minangkabau. Keadaan Suruaso di
karena tanah yang subur di lembah-lembah zaman Adityawarman pasti tidak jauh beda
Ranah Minangkabau merupakan dasar ekono- dengan keadaan yang sekarang. Tempatnya
mi yang kuat, terutama jika perdagangan in- indah dengan pemandangan areal persawahan
ternasional kurang menjanjikan sebagaimana yang luas. Akarendra dan Adityawarman
halnya di abad ke-14. tentu sangat menyadari pentingnya sektor per-
Hasil hutan, pertanian, dan pertambangan tanian, akan tetapi tempat untuk mendirikan
diperdagangkan ke pantai timur melalui dua ibu kota juga dipilih karena tidak jauh dari
sungai yang berhulu di sekitar daerah Mi- Suruaso terletak daerah pertambangan emas.
nangkabau dan bermuara di Selat Malaka, ya- Di atas sudah disebut beberapa alasan ma-
itu Batang Kuantan (Indragiri) dan Batang ka Malayu tergiur untuk menjejaki potensi pe-
Hari. Menurut Dobbin (1983:61) emas diper- dalaman seperti jumlah penduduk yang padat,
dagangkan melalui Batang Kuantan dan Kam- sawah yang subur, dan beraneka hasil hutan
par Kiri, namun teori tersebut bertumpu pada yang dapat digarap. Namun demikian daya ta-
keadaan di kemudian hari dan belum tentu rik utama daerah pegunungan adalah kekaya-
mencerminkan keadaan di masa pemerintahan annya akan emas. Adityawarman menyebut
Akarendrawarman dan Adityawarman. Pada dirinya Kanakamedinindra – “Penguasa Ta-
masa itu Suruaso, Dharmasraya dan Muara nah Emas", dan malahan seluruh Sumatra di-
Jambi merupakan tiga pusat utama sehingga kenal di India sebagai Suvarnadvipa (pulau
dapat kita simpulkan bahwa barang dagangan emas). Sumber emas di Sumatra terdapat di
terutama diangkut melalui Batang Hari. sepanjang Bukit Barisan, dan terutama di Mi-
Dua prasasti Adityawarman yang dipahat nangkabau, Kerinci, serta di Lebong.
di batu dan yang terletak di atas sebuah selok- Kerinci sudah lama dikenal sebagai daerah
an yang digali untuk mengairi daerah per- penghasil emas sehingga Valentijn menyebut
sawahan di sekitar Suruaso menunjukkan Kerinci di 1726 sebagai penghasil emas ter-
23

utama di Sumatra (namun keterangan tersebut kemungkinan Malayu diserang pasukan


mesti ditanggapi dengan hati-hati karena dae- Kublai Khan, dan untuk lari dari serangan
rah lain juga sering disebut sebagai “penghasil bertubi-tubi dari pasukan Sukothai yang
utama”). Pengetahuan kita akan pertambangan dilangsungkan oleh berbagai suku di perairan
emas di zaman dahulu sangat terbatas, tetapi Selat Malaka, pada akhirnya pemindahan ke
seorang ahli geologi Belanda mencatat adanya pedalaman juga membuka kesempatan yang
42 tambang emas di sekitar Kerinci yang di- mungkin tidak diduga semula. Dharmasraya
kerjakan secara tradisional dan mencapai ke- yang letaknya persis di perbatasan antara
dalaman sampai 60 meter (Miksic, 1985:452). Jambi dan Minangkabau merupakan tempat
Tanah Datar di Sumatra Barat juga dikenal se- yang ideal untuk menggarap potensial yang
bagai daerah penghasil emas, sementara sum- terletak di pedalaman sehingga diambil lang-
ber emas di Rejang-Lebong di zaman dahulu kah untuk memindahkan ibu kota Malayu ke
tidak ditambang melainkan didulang Suruaso agar dengan mudah dapat mengontrol
4
(Prodolliet dan Znoj, 1992:58). tambang emas yang terletak di sekitar Tanah
Kekayaan Suvarnadvipa yang juga disebut Datar.
Suvarnabhumi (bumi emas) tercermin ketika Dharmasraya dan Muara Jambi masih tetap
600.000 biji emas yang disumbangkan maha- memainkan peranannya yang masing-masing.
raja Palembang demi pembangunan kuil Tao Muara Jambi tetap menjadi pelabuhan tempat
di Kanton pada tahun 1079 (Wolters, armada perdagangan Malayu berpangkal,
1970:15). Sumber Arab dari abad ke-10 men- tetapi Malayu tidak lagi menguasai Selat
ceritakan bahwa maharaja Zabag (Malayu) Malaka dan hanya menjadi salah satu dari
setiap hari “melemparkan biji emas ke dalam berbagai pemain dalam perdagangan antar-
sebuah kolam. Pada saat air surut baru pulau dan antarbangsa. Dharmasraya tetap
kelihatan betapa banyak emas yang sudah ter- sangat penting sebagai pelabuhan tempat
kumpul di dasar kolam tersebut. Ketika maha- bongkar-muat barang, dan juga sebagai
raja meninggal seluruh emas dibagi kepada tempat untuk menjalin hubungan dengan
permaisuri dan keluarganya [...]. Sisanya di- negeri-negeri di sekitar seperti Kerinci. Seba-
beri kepada kaum miskin” (Andaya, gaimana tampak dari naskah Tanjung Tanah
2001:322). Emas menjadi penting terutama penguasa Dharmasraya jelas berada di bawah
sebagai lambang status bagi para bangsawan, penguasa Suruaso karena yang pertama
dan juga digunakan untuk membeli kain, menyandang gelar Maharaja sementara baik
garam, besi, dan barang-barang mewah, tetapi Akarendrawarman maupun Adityawarman
baru pada abad ke-16 maka emas menjadi bergelar maharajadiraja.5
komoditi yang diekspor. Setelah ibu kota pindah ke Suruaso Malayu
Walaupun pemindahan ibu kota dari Muara meraih puncak perkembangannya. Bahwa
Jambi ke Dharmasraya pada awalnya merupa-
5
kan tindakan defensif untuk mencegah Bahwa Adityawarman menggunakan gelar tertinggi ini
tampak dari prasasti yang dipahat di tahun 1347 pada
bagian belakang patung Amoghapasa yang 61 tahun
4
Pertambangan emas dalam skala besar baru dimulai di sebelunya dihadiahkan oleh Krtanagara kepada raja
Lebong pada masa zaman Belanda. Malayu.
24

negerinya kaya-raya tampak dari puluhan pra- dhiraja] oleh Akarendrawarman berarti bahwa
sasti yang hampir semuanya berada di dataran ia memandang kedudukannya setinggi raja
tinggi Minangkabau. Menurut De Casparis Jawa [...] dengan kata-kata lain, ia tidak
kerajaan Malayu di bawah Adityawarman mengakui kewibawaan negara Jawa Timur,
malahan menjadi sebuah imperium yang yaitu negara Majapahit” (ibid, hal. 240).
menguasai seluruh Sumatra. Casparis di sini Ternyata kerajaan Tiongkok juga
merujuk pada pupuh 13 Nagarakrtagama yang memandang Adityawarman sebagai penguasa
menyebut 24 negeri yang tunduk kepada bumi yang mutlak. Kaisar T‘ai-Tsu (1368-98)
Malayu. Dalam hal ini penulis tidak sepenuh- mengirim utusan ke Sumatra yang selama
nya setuju dengan De Casparis karena dua setahun (1370-71) menetap di San-fo ch’i –
alasan. Pertama, hal yang ditekankan dalam demikian kawasan Jambi-Palembang dikenal
Nagarakrtagama adalah bahwa seluruh bumi di Tiongkok). Sesudah utusan tersebut pulang
Malayu tunduk pada Jawa Timur, dan yang maka raja Malayu mengirim pula utusan ke
dimaksud dengan bumi Malayu di sini Tiongkok dengan membawa upeti. Raja terse-
kemungkinan besar bukan kerajaan Malayu but bernama Ma-ha-la-cha-pa-la-pu yang
melainkan pulau Sumatra pada umumnya. dapat diartikan sebagai Maharaja Prabhu,
Kedua, sulit untuk mebayangkan bagaimana yang, menurut Wolters, tidak lain daripada
Malayu secara efektif dapat menguasai Adityawarman sendiri (Wolters, 1970:58).
negara-negara di Aceh seperti Samudra Pasai Prasasti terakhir yang menyebut Aditya-
yang pada awal akhir abad ke-13 telah meme- warman bertanggal tahun 1375, dan menurut
luk agama Islam, dan menjadi salah satu pela- sebuah sumber sejarah raja Ta-ma-sha-na-a-
buhan terutama di perairan Selat Malaka. chih meninggal pada tahun 1376. Raja yang
Menurut Hall selama abad ke-14 bagian selat- sama pernah disebut di tahun 1374 dengan
an Sumatra tidak lagi memainkan peranan nama Ta-ma-lai-sha-na-a-chih, dan jika unsur
yang berarti dalam perdagangan internasional ma-lai dalam nama tersebut berarti Malayu,
di Selat Malaka yang telah diambil alih oleh maka dapat disimpulkan bahwa Adityawar-
Lamuri dan Samudra Pasai (Hall, 1985:213). man meninggal pada tahun 1376. Disebut pula
Di sisi yang lain De Casparis tentu benar bahwa pada tanggal 13 September 1377 raja
bila ia menolak bahwa Malayu takluk pada yang menggantikannya yang bernama Ma-na-
Jawa: “Mungkin sekali Adityawarman meng- chich-wu-li mengirim utusan ke Tiongkok
akui kewibawaan negara Madjapahit, tetapi dengan permintaan agar diakui sebagai raja
hal itu tidak ternyata dari prasastinya, yang Malayu. Tentu saja pengganti Adityawarman
tidak pernah menyebutkan ketergantungan itu merasa dirinya berhak untuk diakui seba-
Adityawarman dari Majapahit: nama pulau gai raja yang memiliki kedaulatan yang mut-
Jawa pun belum ditemukan dalam prasasti- lak.
prasasti raja itu” (Casparis, 1992). Beberapa Ternyata Majapahit, yang masih mengang-
halaman kemudian ditambahnya: “Dipandang gap Malayu sebagai daerah tundukannya,
dari sudut mata itu kita mendapat kesan tidak rela mengizinkannya, dan merasa ter-
bahwa penggunaan gelar luhur itu [maharaja- singgung karena ternyata kaisar Tiongkok
25

menganggap raja Malayu dan raja Jawa yang ditanggalkan secara radio karbon antara
setaraf kedudukannya. Amarah Majapahit ter- tahun 1304 dan 1436 ditulis sebelum tahun
nyata meluap sedemikian rupa sehingga arma- 1397. Mengingat bahwa periode antara 1377
da Jawa disuruh untuk menangkap dan mem- dan 1397 ditandai oleh ketidakpastian dan
bunuh utusan Tiongkok yang sedang berlayar diwarnai peperangan, maka dapat disimpulkan
ke Malayu untuk menobatkan raja yang baru. bahwa naskah Tanjung Tanah malahan ditulis
Sumber Tiongkok melaporkan bahwa sesu- sebelum tahun 1377, yaitu selama masa kera-
dah kejadian itu Malayu makin melemah dan jaan Adityawarman.
tidak lagi mengirim utusan ke Tiongkok. Apa Ternyata dari naskah tersebut bahwa Ma-
yang terjadi di Malayu pada periode sesudah haraja Dharmasraya yang menurut gelarnya
1376 kurang jelas, akan tetapi karena tidak jelas merupakan bawahan Maharajadhiraja
ada lagi prasasti yang didirikan maka dapat Adityawarman, berkehendak untuk mengu-
kita anggap bahwa Majapahit telah menye- kuhkan hubungan dengan para penguasa di
rang Malayu dan melumpuhkan pemerintah- lembah Kerinci. Tidak diketahui secara jelas
annya. bagaimana hubungan antara Malayu dan
Sumber Tiongkok pun tidak lagi menying- Kerinci pada saat itu, akan tetapi Kerinci pasti
gung Malayu, dan baru pada tahun 1397 menjadi salah satu mandala kerajaan Malayu
kaisar T‘ai-Tsu menaruh lagi perhatian pada sehingga Malayu menganggap penting untuk
Sumatra. Dalam sumber Tiongkok Ming-shih memperkukuh hubungan perdagangan
dikabarkan bahwa Palembang telah dikuasi dengannya. Bagian kitab undang-undang
oleh Jawa dan bahwa San-fo-ch‘i merupakan Tanjung Tanah yang menyebut “Dan lagi,
"negara yang hancur yang dilanda kerusuhan barang siapa mengubah sukatan gantang,
sehingga Jawa sendiri tidak lagi dapat cupak, katian, kundir,6 bungkal,7 pihayu8, di-
mengendalikan negara tersebut” (Wolters, denda satu seperempat tahil” menunjukkan
1970:71). bahwa pihak penulis naskah, yaitu penguasa
Apa yang sesungguhnya terjadi tidak jelas, Dharmasraya, menganggap penting untuk me-
tetapi data arkeologi mengesankan bahwa netapkan aturan-aturan perdagangan dengan
sebagian besar situs di pantai timur Sumatra, mengenakan denda bagi mereka yang memal-
termasuk Pulau Kompei dan Kota Cina di sukan takaran. Ternyata Kerinci pada saat itu
Sumatra Utara, serta Muara Jambi, Muara menjadi mitra perdagangan yang cukup pen-
Kumpeh Hilir, dan Koto Kandis yang terletak ting buat kerajaan Malayu.
di tepi Batang Hari, dimusnahkan atau diting- Pemindahan ibu kota dari pesisir ke peda-
galkan oleh penduduknya pada akhir abad ke- laman merupakan proses penyesuaian terha-
14, yang, menurut McKinnon, merupakan aki- dap keadaan geopolitis dan ekonomi yang
bat langsung dari politik imperialis Majapahit telah mengalami perubahan. Periode ketika
di perairan Selat Malaka (McKinnon, Dharmasraya menjadi ibu kota dapat dilihat
1984:65).
Berdasarkan data sejarah sangat besar 6
1 kundir = 1/16 mas
kemungkinan bahwa naskah Tanjung Tanah 7
8
1 bungkal = ½ kati
Arti pihayu tidak diketahui.
26

sebagai masa pengalihan. Kerajaan Malayu- dengan orang Jawa. Kerbau orang Jawa yang
Jambi yang dahulu bersifat bahari mencari jati sangat besar dapat dikalahkan oleh anak ker-
diri baru dengan mengeksploitasi sumber pe- bau Minangkabau yang dipasangi pisau di
dalaman sehingga pada awal abad ke-14 kepalanya. Konon anak kerbau itu selama ber-
proses transformasi telah selesai dengan ber- hari-hari tidak diberi minum susu sehingga
bentuknya kerajaan Malayu-Minangkabau mengejar kerbaunya orang Jawa hendak
yang berpusat di Suruaso. minum susu. Mitos tersebut mungkin ber-
Namun hal ini tidak berarti bahwa dengan kaitan dengan keengganan baik Akarendra-
pemindahan ibu kota ke pedalaman Malayu warman maupun Adityawarman untuk meng-
tidak lagi terlibat dalam perdagangan interna- akui kedaulatan Majapahit.
sional. Malayu diketahui masih tetap mengi- Di sisi yang lain Adityawarman juga dike-
rim utusan ke Tiongkok, yaitu di tahun 1281, nal sebagai seorang yang dekat dengan pengu-
1293, 1299 dan 1301, dan enam lagi utusan asa Majapahit. Menurut kitab Pararaton yang
dikirim antara 1371 dan 1377. Dengan demi- ditulis di abad ke-15 pasukan Jawa yang diki-
kian Malayu masih tetap mempertahankan rim oleh Kertanagara ke negara Malayu kem-
identitas sebagai kerajaan bahari sambil men- bali ke Jawa Timur di tahun 1293 dengan
cari identitas baru dengan lebih memfokuskan membawa dua putri Melayu, masing-masing
diri pada potensi pedalaman. Perdagangan bernama Dara Petak dan dara Jingga. Dara
maritim masih tetap menjadi salah satu pilar Petak dikawinkan dengan Wijaya yang men-
penopang ekonomi, kendatipun pilar itu sudah jadi Prabu Majapahit yang pertama (1293-
mulai goyang. Perdagangan maritim tetap 1309) sementara Dara Jingga menikah dengan
berlangsung di pantai timur di sekitar Muara seorang “dewa”, dan putranya menjadi raja di
Jambi serta pelabuhan lainnya di sekitar Malayu yang bernama Tuhan Janaka, bergelar
Sungai Kuala Niur Sri Marmadewa, dan dinobatkan sebagai Haji
Mantrolot. Nama-nama yang disebut di dalam
Hubungan Adityawarman Pararaton tidak terdapat dalam sumber sejarah
dengan Majapahit sehingga sulit untuk ditafsirkan. Yang dimak-
sud dengan “Marmadewa” yang menjadi raja
Bagian ini berdasarkan uraian De Casparis Malayu kemungkinan besar Warmadewa,
dalam artikel yang berjudul Kerajaan Malayu ialah nama penobatan ketiga raja Malayu, Tri-
dan Adityawarman (Casparis, 1992). Karena bhuwanaraja Mauliwarmadewa, Akarendra-
artikel tersebut sangat sukar diperoleh, dan warman, dan Adityawarman yang juga berge-
juga karena tidak layak untuk dikutip karena lar Maulimaniwarmadewa. Adapun “dewa”
terlalu banyak salah cetak, maka sebagian dari yang menjadi suami Dara Jingga dapat diin-
artikel tersebut disalin kembali dalam bagian terpretasikan sebagai seorang anggota keluar-
buku ini. ga Prabu Singasari/Majapahit yang memakai
Menurut historiografi tradisional nama gelar yang berakhir dengan uttungadewa.
Minangkabau berasal dari kemenangan orang Menurut De Casparis perkawinan puteri
Minang dalam pertandingan adu kerbau Malayu dengan keluarga raja Jawa Timur
27

dimaksud untuk memperkokoh hubungan warman di Sumatra Barat. Pada zaman itu
persekutuan yang telah dijalin dengan tulisan Sumatra sudah mempunyai gaya khu-
Malayu. Pada umumnya dianggap bahwa sus, yang sepintas dapat dibedakan dari
Adityawarman menjadi putra Dara Jingga, tulisan Jawa pada masa itu. Antara lain,
namun De Casparis lebih cenderung bahwa sandangan ulu (i) yang di Jawa dinyatakan
Akarendrawarman yang dimaksud dengan dengan lingkaran kecil di atas aksara, menjadi
Tuhan Janaka alias Sri Marmadewa, alias raja lebih besar dan terbuka di bagian bawahnya.
(aji) Mantrolot. Beliau jugalah yang mendiri- Ejaannya juga berbeda, misalnya pemakaian
kan ibu kota baru di Suruaso sebagaimana aksara ba dalam kata bansa, sementara di
tampak dari prasasti Pagaruyung (PG 07) Jawa adalah wansa. Terjemahannya menurut
yang menceritakan perjalanan yang dilakukan Bosch berbunyi sebagai berikut:
oleh raja Akarendrawarman yang menurut Dalam kerajaan yang dikuasai oleh Ibu
penafsiran De Casparis bertalian dengan Yang Mulia Rajapatni maka Adityawarman
pemindahan ibu kota ke Suruaso. itu, yang berasal dari keluarganya, yang ber-
akal murni dan bertindak selaku menteri
Mengenai hubungan antara Akarendrawar- wreddaraja, telah mendirikan di pulau Ja-
man dan Adityawarman maka De Casparis wa, di dalam Jinalayapura, sebuah candi
yakin bahwa Akarendrawarman adalah yang ajaib – dengan harapan agar dapat
mamaknya Adityawarman sesuai garis ketu- membimbing ibunya, ayahnya dan sahabat-
nya ke kenikmatan Nirwana.10 (Bosch,
runan matrilineal yang berlaku di Minang- 1921:194)
kabau.9
Candi Jinalaya(pura) yang dimaksud ada-
Di istana Majaphit terdapat seorang pega-
lah Candi Jago atau Tumpang, tempat asalnya
wai tinggi bergelar mantri praudhataro, alias
patung Manjusri tersebut. Candi tersebut
wreddhamantri, gelar tinggi di istana Majapa-
mula-mula didirikan atas perintah raja Kerta-
hit yang bernama Adityawarma. Nama itu ter-
nagara untuk menghormati ayahanya, raja
cantum dalam tulisan di belakang patung
Wisnuwardhana, yang mangkat pada tahun
Manjusri di Candi Jago (sekarang tersimpan
1268. Bila sebuah candi umumnya didirikan
di Museum Nasional dengan nomor inventaris
(atau diresmikan) sesudah upacara sraddha
D. 214). Isinya menyebut bahwa patung Man-
yang dilangsungkan 12 tahun sesudah ke-
jusri ditempatkan di tempat pendarmaan Jina
mangkatan, maka Candi Jago didirikan pada
oleh seorang bernama Adityawarma yang
tahun 1280M. Berdasarkan tafsiran Bosch
tidak lain daripada Adityawarman.
dari tulisan tersebut, maka Adityawarman
Menurut Bosch tulisan dan ejaan prasasti
mendirikan candi tambahan di lapangan Candi
di belakang patung tersebut berbeda dengan
Jago tersebut. Atau mungkin pula candi yang
jenis tulisan yang lazim terdapat di Jawa
didirikan tahun 1280 sudah runtuh dan digan-
Timur selama abad ke-14. Akan tetapi tulisan
tikan dengan candi baru. Tidak adanya sisa-
tersebut mirip dengan tulisan prasasti Aditya-
sisa bangunan besar di samping Candi Jago
9
Di kemudian hari, mungkin di bawah pengaruh Islam
10
yang diterima di abad ke-16, penggantian raja dilakukan Terjemahan asli dalam bahasa Belanda, diterjemahkan
menurut sistem patrilineal. ulang oleh De Casparis.
28

yang sekarang, menunjukkan penjelasan yang luar Jawa), para pembesar dari berbagai
kedua yang masuk akal. Ini didukung pula daerah di Indonesia diundang atau dipanggil
dengan gaya relief dan ukiran pada candi ter- ke istana guna memberi hormat pada sang
sebut yang, menurut analisis Stutterheim Ratu di Majapahit.
(1936), membuktikan bahwa candi yang seka- Dengan demikian asal-usul Adityawarman
rang lebih baru daripada abad ke-13. dapat disimpulkan bahwa (1) ia adalah
Akan tetapi soal yang paling banyak seorang pembesar dari Sumatra, yang singgah
memunculkan diskusi adalah persoalan kata beberapa saat di Jawa Timur di istana Majapa-
majemuk tadbangsaja, “berasal dari keluarga- hit, (2) ia dilahirkan di dalam keluarga Raja-
nya” atau lebih tepat “yang dilahirkan di ke- patni: putri Kertanagara dan permaisuri Kerta-
luarga.” Tentang asal Adityawarman tercatat rajasa (Raden Wijaya) yang keempat. Perten-
bahwa ia merupakan keturunan raja Tribhu- tangan ini dapat diselesaikan bila sang Raja-
wanaraja Mauliwarmadewa yang memerintah patni sendiri juga berasal dari Sumatra.
di Melayu pada tahun 1286 dan menyambut Prof. Berg pernah memberi perhatian khu-
dengan hormat patung Amoghapasa yang sus kepada keempat putri Kertanagara yang
dikirim Kertanagara ke sana. Lalu bagaimana menjadi permaisuri Kertarajasa, yang diang-
kedua jenis keterangan tersebut dapat diga- gapnya sebagai misteri. Dalam sumber-sum-
bungkan? ber sejarah, seperti Negarakertagama, Para-
Berdasarkan gaya tulisan dan ejaan prasasti raton dan beberapa buah prasasti, ada be-
Adityawarman pada patung Manjusri, Bosch berapa data yang sukar ditafsirkan. Yang ter-
menyimpulkan bahwa keduanya dipengaruhi penting adalah keterangan bahwa keempat
oleh gaya Sumatra. Hal ini membuktikan putri itu melambangkan keempat nusantara:
bahwa tulisan itu berasal dari tangan seorang Banli (Bali: ialah seluruh bagian timur kepu-
Sumatra dan barangkali malahan dari tangan lauan Indonesia), Melayu (yaitu pulau Suma-
Adityawarman sendiri. Di bagian belakang tra), Madhura (pulau Madura), dan Tanjung-
prasasti Ombilin terbaca kata-kata svahastena pura (pulau Borneo/Kalimantan). Keempat
maya Adityawamana, (ini ditulis) oleh saya, “nusantara” itu tak hanya dianggap sebagai
Adityawarman. Dengan demikian raja itu pan- empat benteng yang melindungi pulau Jawa
dai menulis dalam bahasa Sansekerta sehing- (catusprakara), melainkan juga dihubungkan
ga terdapat kemungkinan bahwa prasasti dengan keempat putri Kertanagara, yang dise-
Manjusri juga ditulis Adityawarman sendiri but prakerti nusantara itu masing-masing.
yang pada saat itu belum menjadi raja, tapi Mungkin maksud si penulis ialah untuk
seorang wreddhamantri. Kalaupun bukan menunjukkan betapa erat hubungan raja
Adityawarman maka penulisnya tentu seorang dengan pulau-pulau di luar Jawa, tetapi justru
dari perwiranya. Dengan demikian dapat jumlah empat menimbulkan kesan bahwa
disimpulkan bahwa Adityawarman pernah setiap putri dihubungkan dengan pulau terten-
singgah di istana Majapahit sebagai seorang tu. Umum diketahui bahwa menurut hukum
putera Sumatra. Sesuai dengan politik Gajah adat di Jawa (dan lain wilayah di Indonesia),
Mada terhadap “Nusantara” (pulau-pulau di anak-anak dapat diangkat dan kemudian
29

menikmati hak yang sama dengan anak kan- Sebab kemunduran Sriwijaya belum dapat
dung. Guna menjamin eratnya hubungan anta- dipastikan, tetapi yang pasti ialah sikap peme-
ra Jawa dengan pulau-pulau lain di Indonesia rintah Jawa, pada khususnya raja Kertanagara,
maka Kertanagara memilih putri-putri dari yang memanfaatkan kelemahan Sriwijaya
setiap “nusantara” untuk menjadi menantu- untuk memperbesar pengaruhnya di Sumatra.
nya. Istilah ‘Pamalayu’ adalah ungkapan sikap ter-
Dipandang dari sudut ini maka ada ke- sebut, apa pun arti sesungguhnya. Menurut
mungkinan bahwa seorang putri Melayu ada- kitab Pararaton Pamalayu adalah ekspedisi
lah anggota rajakula Singasari/Majapahit, se- atau serangan terhadap Melayu, tetapi mung-
hingga keturunannya juga dianggap sebagai kin tindakan Kertanagara disalahpahami oleh
seorang putra Melayu yang sebangsa dengan pengarang kitab itu. Kalaupun ada pasukan
ratu Tribhuwana. Maka dengan demikian Jawa yang dikirim ke sana (dipimpin oleh
Kertanagara seakan-akan menciptakan ke- Kebo Anabrang, ‘yang menyeberangi laut’),
kerabatan antarpulau di Indonesia, yang namun mungkin sekali maksudnya adalah
kemudian menjadi dasar negara Majapahit. melindungi Melayu dari ancaman Kublai
Hipotesa ini dapat menjelaskan seloka di Khan. Hasil pengiriman pasukan itu tentu
dalam prasasti Ombilin yang menyebut bahwa memperluas pengaruh Jawa di sana.
Adityawarman “bukan keturunan raja-raja”, Sebagaimana sering terjadi dalam hubung-
tetapi juga seorang raja dari bangsa Widya- an antarnegara maka persekutuan diperkuat
dhara. Meskipun tidak jelas maksudnya, tetapi dengan adanya perkawinan antara anggota-
sindiran ini terkait dalam hubungannya de- anggota kedua pemerintahan atau dinasti yang
ngan istana dan rajakula Majapahit. Dipan- bersangkutan. Adityawarman yang dilahirkan
dang dari sudut politik, Adityawarman adalah dari hubungan yang demikian, menjadi tokoh
seorang pembesar Sumatra, yang berhubung- yang dipilih Majapahit, terutama Gajah Mada,
an erat dengan rajakula di Melayu (misalnya untuk melanjutkan dan mengembangkan hu-
dengan menikahi putri di rajakula tersebut), bungan persahabatan antara kekuasaan yang
meskipun juga dari keluarga lain. terpenting di Nusantara pada waktu itu. Dari
Rekonstruksi ini walaupun mengandung sudut pandang ini, maka perkembangan-per-
unsur hipotesa tetapi dapat memberi arti kepa- kembangan yang terjadi pada masa itu (1280-
da sejarah hubungan antara Jawa Timur dan 1345) merupakan tahap terpenting dalam per-
Sumatra (Malayu) pada akhir abad ke-13 dan tumbuhan rasa kesatuan negara Republik
abad ke-14. Sebelum jangka waktu tersebut, Indonesia.
di masa kejayaan negara Sriwijaya, terdapat Perlu diingat bahwa Adityawarman bertin-
kesan bahwa sering ada suasana persaingan dak selaku pemimpin negara bebas sejak saat
antara Sriwijaya dan Jawa, terutama sejak ibu ia menjadi raja di Sumatra Barat, karena
kota kerajaan Jawa dipindahkan ke Jawa dalam prasasti-prasasti Adityawarman tidak
Timur. Sesudah runtuhnya Sriwijaya pada terbaca ungkapan atau istilah yang menanda-
akhir abad ke-13 pengaruh Jawa di Sumatra kan bahwa ia mengakui kewibawaan Majapa-
menjadi makin nyata. hit. Tetapi hubungan antar negara pada masa
30

lalu, yang dicerminkan dalam kitab-kitab


India seperti Arthasastra, adalah sangat rumit
dan memungkinkan banyak derajat ketergan-
tungan.
Adapun Adityawarman bukanlah semata-
mata alat Gajah Mada dalam usahanya mem-
perluas kebesaran Majapahit, melainkan
seorang prabu dengan cita-citanya sendiri. Ia
adalah seorang penutup masa lalu yang
kadang-kadang disebut “Hindu-Sumatra” dan
pencipta negara Malayu baru, yang patut dise-
but pengganti Sriwijaya, yang menjadi penda-
hulu negara Melayu yang berpusat di Malaka.
Pusaka: Naskah Kerinci

Menyembah dan menghormati arwah lelu- Pada umumnya anak perempuan tertua yang
hur merupakan unsur terpenting dalam keper- berhak mewarisi pusaka dan suaminya men-
cayaan tradisional Indonesia. Tradisi tersebut jadi depati. Akan tetapi keputusan tentang
tidak begitu saja hilang dengan masuknya siapa yang menjadi depati bergantung pada
agama baru seperti Islam atau Kristen, faktor-faktor lain pula seperti kemampuan
melainkan unsur tradisional sering dipadukan seseorang sehingga tidak jarang terjadi bahwa
dengan agama baru sehingga terjadi sinkre- anak perempuan lainnya dipilih sebagai peme-
tisme (berpadunya dua budaya agama). Keba- gang pusaka.
nyakan masyarakat Indonesia sekarang meng- Pada upacara pengangkatan seorang depati
anut agama Islam sehingga arwah leluhur semua pusaka yang disimpan di loteng rumah
tidak lagi disembah – hal mana bertentangan diturunkan, dibersihkan, dan dipamerkan.
dengan agama Islam – tetapi masih tetap di- Oleh sebab itu maka upacara tersebut juga di-
hormati. Arwah leluhur dianggap dapat melin- sebut sebagai kenduri sko (kenduri pusaka) –
dungi dan memberkati keturunannya sehingga sebuah upacara yang biasanya memakan wak-
upacara yang berkaitan dengan penguburan tu berhari-hari. Pusaka hanya boleh diturun-
yang dilakukan oleh kebanyakan orang Indo- kan dari loteng apabila proses tersebut di-
nesia lebih daripada sekedar memenuhi kewa- awasi oleh seorang dukun perempuan yang di-
jiban menurut agama Islam. Benda-benda sebut dayang-dayang. Karena kemampuannya
yang pernah dimiliki oleh seorang leluhur untuk berkomunikasi dengan para leluhur
sering dianggap sakral dan disimpan sebagai maka ia dapat saja membatalkan upacara bila
pusaka. Hal ini terutama penting bagi kaum persyaratannya tidak dipenuhi secara sempur-
elit tradisional seperti para depati di Kerinci. na. Misalnya apabila sesaji-sesaji yang diper-
Pusaka Kerinci lazim dilihat sebagai wujud siapkan sebagai santapan para leluhur tidak
nyata kebesaran nenek moyang dan menjadi lengkap, atau kalau ada hambatan lain. Pernah
bukti bahwa keturunannya berhak atas gelar- terjadi di tahun 2003 ketika penulis ingin me-
gelar yang disandang oleh para leluhur mere- lihat pusaka di salah satu kampung maka
ka. Sebagai pimpinan tradisional para depati dayang-dayang itu tiba-tiba kesurupan. Ia
di Kerinci memang selalu laki-laki, akan mulai menari dan keluarlah dari mulutnya
tetapi gelar depati diturunkan secara matrili- pesan dari para leluhur bahwa sebaiknya upa-
near dari seorang ibu ke puterinya, yang sua- cara tersebut ditunda karena persyaratannya
minya nanti berhak untuk menjadi depati. dianggap tidak lengkap sehingga batallah ren-
32

cana kami untuk melihat naskah yang terma- kah bertuliskan huruf jawi (Arab Melayu).
suk di antara pusaka di keluarga tersebut. Kebanyakan naskah jawi bukan berasal dari
Naskah sering, tetapi tidak selalu, termasuk Kerinci, tetapi dari luar, biasanya dari Jambi
di dalam koleksi pusaka, dan tidak ada koleksi atau Inderapura. Naskah seperti itu biasanya
pusaka yang terdiri dari naskah melulu. Jenis merupakan surat yang dikirim oleh salah se-
pusaka yang disimpan sangat beragam. Seba- orang dari lingkungan istana, misalnya se-
gian pusaka menjadi bukti kekuasaan para orang temenggung yang atas perintah sultan
leluhur seperti panji-panji, tombak, keris, dan Jambi menulis sepucuk surat kepada seorang
perisai sementara pusaka lain melambangkan depati. Surat seperti itu biasanya dibubuhi cap
kekayaan dan wibawa leluhur seperti keramik kerajaan, dan sering juga memuat tempat dan
antik, kain, atau naskah Alquran. Di samping waktu penulisan sehingga jelas tempat asal-
itu termasuk beragam azimat dan malahan nya.
juga benda yang relatif modern, seperti kli-
ping dari surat kabar berbahasa Perancis, atau Pelestarian Pusaka secara
sebuah baju kaos dengan tulisan bahasa Tradisional
Inggris.
Selama beberapa kunjungan ke Kerinci di Naskah Melayu yang sampai sekarang
antara tahun 1999 dan 2004 tampak bahwa dianggap naskah Melayu tertua adalah dua
kebanyakan pusaka termasuk naskah yang te- surat berhuruf jawi bertanggal tahun 1521 dan
lah diinventaris oleh Voorhoeve di tahun 1941 1522M yang ditulis oleh sultan Abu Hayat
masih tetap berada di tempat semula. Tentu dari Ternate kepada raja Portugal. Kedua surat
ada pusaka yang hilang karena rumah tempat- tersebut hanya dapat bertahan selama hampir
nya pusaka itu disimpan dilanda bencana se- lima ratus tahun karena disimpan dalam arsip
perti gempa bumi dan kobaran api. Ada pula nasional Portugal di Lisabon. Di sana kedua
naskah – biasanya naskah lontar – yang sudah naskah tersebut disimpan secara aman, jauh
sedemikian rapuh sehingga yang tinggal ha- dari ancaman bencana alam, dan hawa lembab
nya pecahan-pecahan kecil. Karena pusaka dan panas yang menjadi ciri khas di Asia
tidak dimiliki oleh seseorang, tetapi menjadi Tenggara. Bahan-bahan organik sulit sekali
milik kaum, dan terutama karena pusaka di- untuk bertahan lama di kawasan Nusantara
anggap sakral maka jumlah pusaka yang hi- bukan saja karena keadaan alam dan cuaca
lang karena dijual atau dicuri sangat kecil. yang kurang mendukung, tetapi juga karena
Kebanyakan naskah yang berada di kolek- mudah sekali dimakan oleh hama seperti
si-koleksi pusaka ditulis di Kerinci sendiri. rayap, atau menjadi hancur akbibat berbagai
Hal itu tampak dari tulisan yang digunakan, fungi dan organisme mikro lainnya yang ber-
yaitu aksara yang disebut surat incung yang kembang subuh di daerah tropis. Faktor yang
merupakan aksara asli orang Kerinci. Ke- tidak kalah penting adalah faktor manusia
banyakan naskah incung ditulis pada ruas-ruas sendiri. Bukan sedikit naskah yang dengan
bambu serta tanduk kerbau atau kambing. Di sengaja dihancurkan karena isinya dianggap
samping itu terdapat juga sejumlah besar nas- tidak sesuai dengan ajaran Islam atau agama
33

Nasrani. Selama perang Paderi berkobar di dari perubahan suhu secara mendadak yang
Mandailing, ribuan naskah Batak (pustaha) juga bersifat merusak. Memang suhu di siang
dihancurkan oleh para militan Paderi. Nasib hari menjadi sangat panas di loteng rumah,
pustaha Batak di Toba tidak jauh lebih baik akan tetapi suhu panas sendiri sifatnya tidak
karena sebagian misionaris tidak lebih bijak- begitu merusak dibandingkan perubahan suhu
sana daripada kaum Paderi. Misionaris Meer- yang terjadi secara mendadak. Faktor yang
waldt misalnya menulis bahwa pustaha Batak paling mendukung dari segi pelestarian ialah
“sudah saatnya untuk dibakar” (Meerwaldt, bahwa kelembaban udara di loteng relatif
1922:295). Selain itu banyak naskah hancur rendah. Selama atap tidak bocor barang
karena perawatan atau penanganan yang tidak pusaka yang disimpan di loteng dapat saja
sesuai, dan banyak naskah juga hilang karena bertahan untuk sangat lama. Selain itu keada-
dicuri. an alam Kerinci juga mendukung. Hawa di
Tentu saja para penulis naskah di zaman Kerinci sebetulnya tidak patut disebut sebagai
dahulu sudah insyaf akan masalah pelestarian iklim tropis karena letaknya Kerinci di pegu-
naskah di iklim tropis, dan naskah yang nungan. Tanjung Tanah terletak 800m di atas
dianggap penting disalin kembali. Dalam hal permukaan laut dengan suhu tertinggi di siang
ini yang menyalin naskah sering mengubah isi hari sekitar rata-rata 27 derajat dan suhu
naskah, misalnya dengan menambah sesuatu terendah di malam hari rata-rata 20 derajat.
atau mengurangi yang dianggap tidak penting. Dibandingkan dengan daerah pesisir curah
Dengan demikian sebuah salinan jarang sama hujan juga lebih rendah.
dengan naskah aslinya. Karena faktor-faktor Bila kita tanya mengapa pusaka disimpan
yang disebut di atas maka jarang sekali dapat di loteng maka jawabannya karena lotenglah
kita temukan naskah Indonesia yang ditulis tempat yang paling terhormat di rumah, dan
sebelum abad ke-17. juga karena alasan keamanan. Akan tetapi da-
Kalau memang demikian mengapa naskah pat kita duga bahwa sebetulnya sudah ada
Tanjung Tanah dapat bertahan selama hampir pengetahuan tentang tempat mana yang paling
tujuh ratus tahun di sebuah kampung kecil di sesuai dari segi pelestarian. Soalnya bukan di
pedalaman Sumatra? Kerinci saja pusaka disimpan di loteng. Hal
Sebagaimana sudah disebut di atas, barang yang sama juga dilaporkan di Sulawesi. Kah-
pusaka Kerinci selalu disimpan di loteng lenberg menulis bahwa Sulawesi yang terletak
rumah, dan jarang sekali diturunkan. Penyim- di daerah katulistiwa memiliki iklim yang ter-
panannya juga tidak sembarangan melainkan buruk untuk pelestarian kain pusaka. Akan te-
dilakukan dengan sangat seksama. Semua ba- tapi karena kain-kain itu disimpan di loteng
rang pusaka pada umumnya dibalut dengan maka kain itu relatif aman dari ancaman se-
kain dan disimpan di sebuah peti kayu yang rangga, tikus, dan kelembaban tinggi. Sama
sangat kokoh. Bila disimpan dengan cara itu dengan halnya pusaka Kerinci, pusaka itu pun
maka pusaka itu terlindung dari sinar matahari jarang diturunkan sehingga terlindung dari si-
yang bersifat merusak. Pusaka yang dibalut nar matahari, dan hanya dipamerkan pada
kain dan disimpan dalam peti juga terlindung acara penguburan ketua adat (Kahlenberg,
34

2003:86). Kain-kain dari Sulawesi itu sudah


dianalisis secara radiokarbon dan ternyata
beberapa di antaranya berasal dari abad ke-
13!
Kain dari Sulawesi membuktikan bahwa
barang pusaka dapat bertahan lama di iklim
tropis apabila disimpan dengan cara yang
tepat, dan hal itu ternyata hanya terwujud bila
cara penyimpananya sesuai dengan cara yang
tradisional, yaitu di loteng, dan benda-benda
pusaka hanya tersimpan dengan aman apabila
benda itu dianggap sakral dan dilindungi oleh
adat setempat.
Masyarakat Kerinci sampai sekarang masih
teguh berpegangan pada adat leluhur mereka
dan benda-benda pusaka dianggap memiliki
nilai yang luar biasa yang dapat melindungi
mereka dari ancaman bahaya. Bila ada benda
pusaka yang hilang akibatnya bisa fatal bukan
saja untuk pemiliknya tetapi untuk seluruh
masyarakatnya. Oleh sebab itulah maka sam-
pai sekarang masih banyak pusaka di Kerinci
yang selama berabad-abad tersimpan dengan
aman.
Selain faktor mendukung yang sudah dise-
but di atas masih ada faktor lain yang barang-
kali tidak kalah penting. Naskah Tanjung
Tanah ditulis di daluang, dan kertas kulit kayu
itu dapat bertahan lama asal tidak dibubuhi
kanji. Kanji kadang-kadang digunakan untuk
memudahkan tinta lengket pada kertasnya,
akan tetapi kanji itu juga menyebabkan bahwa
naskah itu menjadi santapan enak bagi serang-
ga. Jika naskah daluang tidak diolesi kanji
maka naskah itu memiliki sifat pelestarian
yang sangat mendukung dan dapat bertahan
selama ratusan tahun (Dr. Tim Behrend,
korespondensi pribadi, 24 Desember 2003).
Aksara dan Media Tulis
Di dalam karya Tambo Kerintji Voorhoeve but sebagai naskah Kerinci walaupun sebagi-
memuat transliterasi 261 naskah. Tiga naskah an tidak berasal dari Kerinci. Jadi definisi
di antaranya, yaitu nomor 259, 260, dan 261, “naskah Kerinci” semata-mata berdasarkan
pada saat itu disimpan di Museum Koninklijk tempat penyimpanannya.
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Hampir semua naskah Kerinci ditulis pada
Wetenschappen (cikal bakal Museum Nasio- lima jenis media, yakni bambu, kulit kayu,
nal), dan kini tersimpan di Perpustakaan daun lontar, tanduk, dan kertas dengan meng-
Nasional Republik Indonesia. Ke-258 naskah gunakan tiga jenis aksara, yaitu surat incung,
yang lain berasal dari 83 koleksi naskah/pusa- jawi, dan sejenis aksara yang oleh Voorhoeve
ka di Kerinci. Analisis selanjutnya dibatasi disebut “Jawa Kuno”. Sepuluh naskah dikata-
pada 240 naskah saja karena 21 di antara 261 kan mengandung teks dalam huruf yang dise-
naskah tidak layak untuk dianalisis. Naskah but “Arab” (TK 33, 61, 91, 209, 239, 240,
yang “tidak layak” tersebut termasuk naskah 241, 244, 245, 258). Kesepuluh naskah terse-
yang diinventaris di Tambo Kerintji (TK) but hanya mengandung beberapa kata saja
akan tetapi tidak diperlihatkan kepada Voor- yang merupakan doa atau jampi yang pendek,
hoeve sehingga tidak ada data sama sekali biasanya diiringi berbagai jenis rajah. Barang-
(TK 76, 253). “Naskah” yang hanya dibubuhi kali karena bahasa yang digunakan biasanya
cap, tetapi sama sekali tidak ada tulisan bahasa Arab maka hurufnya juga disebut
tangan juga tidak dapat dimasukkan (TK 46, Arab. Dalam artikel Kerintji Documents
83, 210, 233, 247). Selain itu ada sejumlah Voorhoeve juga selalu menyebut teks yang
naskah yang hampir sama sekali tidak dapat berhuruf jawi sebagai “tulisan Arab”
dibaca (TK 47, 48, 51, 52, 53, 71, 72, 255, (Voorhoeve, 1970). Dengan demikian Voor-
256) atau naskah yang hanya terdiri dari rajah hoeve tidak terlalu membedakan antara “jawi”
(TK 166). Dalam penyusunan Tambo Kerintji dan “Arab”. Oleh sebab itu kesepuluh naskah
Voorhoeve mendefinisikan semua benda ber- yang “beraksara Arab” selanjutnya dimasuk-
tulisan sebagai naskah. Termasuk di antaranya kan dalam kategori jawi.
sebuah cap perak (TK 29), sehelai kain Empat naskah ditulis pada media yang
dengan tulisan Jawa yang sudah tidak terbaca tidak lazim ditemukan di Kerinci, yaitu nas-
lagi (TK 225), kliping surat kabar Perancis kah Tanjung Tanah yang ditulis di daluang
(TK 82), dan sebuah baju kaos dengan tulisan (TK 214), silsilah depati Saliman yang ditulis
bahasa Inggris (TK 89). Benda-benda seperti di tulang (TK 119), sebuah teks berhuruf jawi
itu tidak layak dianggap sebagai naskah yang ditulis dengan tinta di kulit (TK 178),
sehingga ke-21 benda tersebut tidak termasuk dan sebuah teks yang sangat pendek, dan
dalam analisis berikut. Dengan demikian jum- tidak jelas isinya, yang ditulis di “tapak
lah naskah menyurut menjadi hanya 240. gajah” (TK 191). Tapak Gajah (Merremia [=
Selanjutnya ke-240 naskah tersebut akan dise- Convolvulus] nymphaeifolia Hall.f.) merupa-
36

kan sebuah tumbuhan yang digunakan sebagai dengan sempurna, maka De Casparis
obat, tetapi tidak jelas bagaimana “tapak (1975:57) memilih istilah aksara Malayu,
gajah” tersebut dapat digunakan sebagai yang khususnya ia gunakan untuk aksara
media tulis. Sayang naskah tersebut belum pasca-Palawa yang terdapat di prasasti-
sempat dilihat oleh penulis. Daluang merupa- prasasti Adityawarman.
kan media tulis yang lazim dipakai di Jawa Dalam artikel yang dikutip di atas,
dan Madura, sementara naskah tulang sering Voorhoeve juga mengakui bahwa beberapa
ditemukan di daerah Batak, tetapi kulit (apa- naskah yang semula ia sebut sebagai Jawa
kah itu kulit lembu, kambing atau kerbau Kuna ternyata lebih muda:
tidak disebut) sangat jarang digunakan seba- “Surat lontar yang dikirim oleh pihak istana
gai bahan tulis. Jambi kepada para depati di Kerinci meru-
Aksara yang paling lazim digunakan ada- pakan contoh yang sangat jarang ditemukan.
Surat tersebut ditulis pada daun lontar yang
lah surat incung serta jawi. Naskah lontar dan dipotong sehingga menjadi panjang tetapi
daluang ditulis dengan aksara “Jawa Lama”. kecil bidangnya. Ketika masih lentur daun
Akan tetapi, pada sebuah artikel yang ditulis lontar tersebut digulung dan ditutup dengan
Voorhoeve di kemudian hari beliau sempat sebuah cap yang terbuat dari tanah liat. [...]
DR. Poerbatjaraka berhasil untuk membaca
meralat asumsi tersebut: beberapa kalimat yang ditulis dengan aksara
“Ternyata saya salah dalam menyebut se- Jawa dalam bahasa Jawa campur bahasa
mua naskah beraksara Jawa di Kerinci seba- Melayu. [...] Menurut DR. Th. Pigeaud ak-
gai Jawa Kuna. Schrieke telah mencatat di sara tersebut berasal dari sekitar abad ke-18
tahun 1929 bahwa aksara Jawa yang digu- atau sesudahnya. Piagam yang berhuruf
nakan di Kerinci terdiri atas dua jenis aksara jawi juga ditulis dalam periode yang sama.”
yang berbeda. Aksara yang jelas kuno digu- (Voorhoeve, 1970:388-389)
nakan dalam kitab undang-undang Tanjung
Tanah (no. 160) serta dalam naskah yang
Voorhoeve tidak menyebut naskah lontar
berasal dari Hiang (no. 136). Kedua-duanya mana yang dimaksud, tetapi agaknya ia meru-
jelas dari zaman pra-Islam, dan aksara yang juk pada naskah TK 217-222: "Enam helai
digunakan barangkali merupakan aksara surat bertulisan Jawa Lama pada daun lontar,
yang berdiri di antara tulisan Jawa Kuna
dan aksara rèncong.” (Voorhoeve, 1970)
ada yang berbahasa Melayu ada yang berba-
hasa Jawa. Salinannya belum siap (lagi
Voorhoeve ternyata mengikuti kebiasaan diperiksa oleh tuan Dr. Poerbatjarakan [sic] di
pada masa itu yang cenderung menganggap Batawi)” (ibid).
semua aksara yang mirip dengan aksara Jawa Di antara naskah-naskah Kerinci terdapat
Kuna sebagai aksara Jawa terlepas dari tempat beberapa yang menggunakan lebih dari satu
asalnya. Akan tetapi menurut De Casparis aksara. Dua naskah kertas (TK 61 dan 258)
terdapat kemungkinan bahwa aksara Jawa bermula dengan Bismillahi ar-Rahmani ar-
Kuna sebetulnya berasal dari Sumatra karena Rahim yang ditulis dengan huruf jawi, semen-
sebagian besar prasasti-prasasti yang tertua di- tara teks utama ditulis dalam surat incung.
temukan di Sumatra. Oleh karena sebab itu, Selain dari kedua naskah tadi hanya ada satu
dan karena kaitan antara aksara Jawa Kuna naskah lagi yang menggunakan dua aksara
dengan aksara Sumatra Lama belum diketahui yang berbeda, yaitu naskah Tanjung Tanah.
37

Tabel 1 Media tulis dan aksara naskah yang berasal dari Kerinci diperhitung-
kan (kebanyakan naskah kertas berasal dari
Incung Jawi Jawa Jumlah luar Kerinci), maka persentase naskah bambu
Buluh 34 0 0 34 jauh lebih tinggi.
Tanduk 81 1 0 82 Ke-34 naskah bambu semuanya ditulisi
Kertas 10 89 0 97 dengan surat incung, dan kebanyakan naskah
Kulit tersebut merupakan ratap tangis seorang
Kayu 3 8 0 11 bujang yang patah hati karena cintanya tidak
Lontar 3 0 10 13 dibalas. Bambu adalah bahan tulis utama di
Tulang 1 0 0 1 Sumatra Utara (Batak) dan juga di Filipina,
Lain 1 1 0 2 tetapi jarang digunakan di Jawa, Bali, dan di
Jumlah 134 92 10 240 pesisir Sumatra yang cenderung mengutama-
kan kertas dan daun lontar.
Sebagaimana tampak dari tabel di atas
Salah satu alasan maka bambu masih digu-
(yang tidak termasuk naskah Tanjung Tanah)
nakan di Sumatra dan di Filipina sampai abad
terdapat persesuaian yang nyata antara aksara
ke-20 ialah karena kertas relatif lambat masuk
dan media tulis. Semua nakah bambu dan
ke daerah tersebut. Akan tetapi sesudah kertas
hampir semua naskah tanduk menggunakan
dapat diperoleh secara luas, orang Karo di
surat incung sementara kebanyakan naskah
Sumatra Utara dan suku Mangyan di Filipina
kulit kayu dan kertas berhuruf jawi, dan nas-
masih tetap menggunakan bambu, khususnya
kah lontar umumnya beraksara Jawa.
untuk puisi ratapan tangis (Kozok, 2000a)
Korelasi antara media dan teks juga menja-
(Postma, 1972). Juga di daerah Kerinci bambu
di ciri-ciri khas dalam tradisi pernaskahan
masih tetap dipakai di zaman Islam sebagai-
Batak (Kozok, 2000a) dan persesuaian terse-
mana dibuktikan oleh naskah bambu yang
but ternyata bukan kebetulan.
dimulai dengan bismillah, yang biasanya ditu-
Bambu lis basamilah atau basumamilah.
Ratapan tangis luas dikenal di Sumatra dan
Sebelum adanya kertas, bambu sudah dipa- merupakan bagian dari adat berpacaran. Di
kai sebagai bahan tulis di Tiongkok sejak Mandailing ratap tangis dikenal sebagai
abad ke-5 SM. Bambu sangat sesuai sebagai andung, sementara orang Lampung menama-
media tulis karena terdapat di mana-mana, kannya bandung. Nama yang mirip tentu
mudah ditulisi, dan tidak perlu adanya proses bukan suatu kebetulan, tetapi menunjukkan
pengolahan mana pun. Namun demikian, bahwa di dahulu kala adat berpacaran tersebar
bambu hanya cocok digunakan untuk teks luas di Sumatra, dan malahan dapat dite-
yang pendek, dan menulis dengan pena di ker- mukan pada suku Mangyan di pulau Minda-
tas tentu lebih mudah daripada mengukir per- nao, Filipina. Di semua daerah yang tadi dise-
mukaan bambu dengan pisau raut. Sekitar but, ratap tangis selalu ditulis pada bambu,
15% naskah Kerinci menggunakan bambu dan malahan di Kerinci bambu hanya diguna-
sebagai bahan tulis, akan tetapi kalau hanya kan sebagai bahan tulis untuk tujuan tersebut.
38

Ternyata tradisi ratap tangis di Kerinci dan di arahkan sumpah serapahmu ke Toba
Silindung Hulu
daerah Batak menunjukkan persamaan baik
bersumpah serapahlah kau pada raja Pandai
dari segi bahan tulis namun isinya. Bambu
Besi.
yang sepanjang satu sampai lima ruas sering
Dialah yang menyebabkan kau menjadi
dihiasi dengan berbagai ornamen, khususnya bambu tulisan.
di sekitar buku. Baik ornamen maupun aksara
diukir dengan ujung pisau dan kemudian dihi- Pada masyarakat yang menganut paham
tamkan dengan abu kemiri yang dibakar. Pada animisme semua mahluk hidup, termasuk
tradisi Mandailing tampak jelas mengapa tumbuhan, dianggap bernyawa. Bambu yang
bambu yang dipilih sebagai bahan tulis. Ratap sanggup mencipta alunan suara yang lembut,
tangis Mandailing biasanya dibuka dengan ringan, sekaligus syahdu bila ditiup angin,
kata-kata yang ditujukan kepada sang bambu mesti dibunuh oleh raja Pandai Besi (pisau)
yang nyawanya diambil oleh si penulis yang sehingga menjadi tempat si penulis dapat
membutuhkannya sebagai bahan tulis. Contoh melontarkan penderitaan: “Kutumpangkan
berikut dikutip dari andung yang ditulis pada dulu penderitaanku ini” (Hupatompang hupa-
sejenis bambu yang disebut sebagai buluh ihut do ma jolo na dangol ni simanarengku i),
riman yang sekarang tersimpan dalam koleksi katanya seraya minta maaf karena terpaksa
Museum Antropologi Leiden dengan nomor memutuskan nyawanya agar dapat melontar-
inventaris 370-2824 (Kozok, 2000b). kan tekanan jiwanya kepada sang bambu
dengan menggunakan kekuatan gaib aksara
I pe da anggi bulu aor riman
Batak.
ulang ko mardabu-dabu holso di badan
Dengan demikian dapat dipahami mengapa
simanare on
ratap tangis masih tetap ditulis di bambu ken-
dibaen na sundat ko magodang maginjang
ko dioloi ama inamu sirumondop udan datipun kertas sudah tersedia. Bambu, dan ju-
dohot alogo simarangin-angin. ga tanduk, masih belum dapat ditinggalkan
Ia mardabu-dabu siluluton pe ho anggi bulu karena media tulisnya membawa makna seba-
aor riman gaimana diungkapkan oleh Marshall
tu Toba Silindung Julu ho mardabu-dabu McLuhan, sang “nabi zaman elektronis” – the
silungunon
medium is the message (McLuhan, 1964).
di Na Mora Pande Bosi i do ho mardabu-
dabu silungunon. Tanduk
I do na pajadi-jadi situlison.
Ungkapan Marshall McLuhan bahwa
Inilah, adik buluh riman, media adalah pesan sendiri juga tampak jelas
janganlah kau lemparkan sumpah serapah pada naskah tanduk. Kebanyakan naskah
kepada diriku tanduk merupakan tambo (silsilah) yang bia-
tidak jadilah kau tinggi dan besar karena sanya dibuka dengan perkataan “Ini surat
kau tidak disayangi oleh orang tuamu hujan
dan angin. tutur tamba ninik” (inilah cerita silsilah nenek
Jikalau mau bersumpah serapah, wahai adik moyang). Seringkali silsilah nenek moyang
buluh riman itu bermula di Bumi Minangkabau yang juga
39

dieja Banang Kabau (TK11, 25,38) atau dibandingkan dengan bambu. Bambu dapat
Binang Kabau (TK35). Tanduk kerbau, dan diperoleh dengan lebih mudah, dan aksara
kadang-kadang juga tanduk kambing, merupa- yang dihitamkan dengan abu kemiri yang
kan media tulis surat incung. Hanya satu nas- dibakar jauh lebih mudah terbaca dibanding-
kah tanduk (TK211), sebuah piagam depati kan dengan aksara yang diukir di tanduk yang
Sirah Bumi Putih dari Dusun Cupak, menggu- permukaannya sendiri sudah hitam.
nakan huruf jawi.
Hanya sekitar 10% naskah tanduk menun- Kertas
jukkan pengaruh agama Islam sehingga dapat Walaupun kebanyakan naskah kertas ditu-
disimpulkan bahwa kebanyakan naskah tan- lis dengan huruf jawi, terdapat pula sepuluh
duk ditulis sebelum pertengahan abad ke-19. naskah kertas yang ditulis dengan surat
Akan tetapi ada pula naskah tanduk yang jelas incung (TK 36, 61, 64, 65, 95, 96, 186, 238,
menunjukkan pengaruh Islam sebagaimana 250, 258). TK 36 merupakan naskah yang isti-
tampak pada penggunaan formula pembukaan mewa karena sebenarnya terdiri dari dua nas-
Bismillahi ar-Rahmani ar-Rahim. Di sini tim- kah. Naskah pertama ialah naskah bambu dan
bul pertanyaan mengapa teks yang jelas ber- yang kedua naskah kertas. Naskah kertas itu
asal dari zaman Islam ditulis di atas tanduk digulung dan dimasukkan ke dalam ruas bam-
dan bukan kertas. Dapat diduga bahwa di bu. Karena kedua naskah merupakan ratapan
Kerinci pada saat itu kertas masih sulit diper- percintaan dapat diduga bahwa naskah bambu
oleh dan juga mahal. Akan tetapi ada juga dilanjutkan di kertas untuk menyambung teks
interpretasi yang lain. Westenenk menulis di bambu yang belum selesai tetapi tempatnya
bahwa “jika di dahulu kala terdapat perseli- sudah habis. Kesembilan naskah kertas
sihan antara daerah maka diadakan upacara lainnya (dengan pengecualian TK 96 yang
perjamuan di puncak Bukit Setinjau Laut sudah tidak terbaca lagi) semuanya merupa-
untuk meleraikan konflik tersebut. Perjanjian kan ratapan percintaan dan kertasnya selalu
di antara kedua belah pihak ditulis di atas digulung. Dalam hal ini dapat timbul per-
kedua tanduk kerbau yang dipotong, dan tanyaan mengapa si penulis menyambung
masing-masing pihak menerima satu tanduk ratapan tangisnya di kertas. Mengapa ia tidak
yang sekaligus menetapkan batas-batas kedua memotong satu lagi ruas bambu untuk menye-
daerah” (Westenenk, 1922a:96). lesaikan ratap tangisnya? Tampaknya si penu-
Banyak tambo memang merujuk pada lis menganggapnya lebih mudah dan praktis
corak-corak topografi termasuk hutan dan menulis di kertas, tetapi sekaligus ia merasa-
sungai, dan tidak jarang batas-batas daerah kan perlu untuk setidak-tidaknya memulai
juga ditetapkan secara terinci sehingga dapat ratapannya di bambu karena memang demi-
disimpulkan bahwa tanduk digunakan sebagai kian tradisi ratap tangis. Dalam hal ini tampak
lambang persepakatan yang telah diraih. jelas adanya keterkaitan antara jenis teks
Bahwa tanduk memang terutama bersifat sim- (ratap tangis) dan media tulisnya sebagai
bolis juga diperkuat dengan kenyataan bahwa pembawa makna (bambu).
sebagai bahan tulis tanduk tidak terlalu praktis Kebanyakan naskah jawi yang terdapat di
40

Kerinci berasal dari luar daerahnya, biasanya jangan bersalah dan memuja hantu dan
syetan dan batu kayu dan barang sebagainya
dari Jambi. Pada umumnya naskah jawi
dan ketiga jangan menikahkan perempuan
berupa surat yang dikirim oleh pihak kesul- dengan tiada walinya.”
tanan Jambi kepada para depati di Kerinci.
Perkara keempat rupanya terlupakan dan
Surat-surat tersebut merupakan sumber
menyusul pada piagam yang satu lagi (TK 4)
sejarah yang penting, terutama karena
yang dikeluarkan pada hari yang sama dan
kebanyakan surat ditulis antara tahun 1727
hampir sama bunyinya:
dan 1833 sementara untuk kurun waktu ter-
“Keempat jangan makan minum yang
sebut hanya sedikit terdapat sumber Belanda. haram dan barang sebagainya daripada
Khususnya di paruh kedua abad ke-18 terda- segala yang tiada diharuskan syarak.
pat banyak surat dari Jambi sehingga dapat Hubaya-hubaya jangan dikerjakan!”
disimpulkan bahwa Jambi berusaha untuk Seruan agar menghentikan kebiasaan
memperluas kekuasaan di daerah ulu. seperti bersabung, minum tuak dan arak juga
Di sejumlah surat piagam yang semuanya terdapat di naskah TK 142 (tidak bertanggal).
ditulis pada tahun 1778 (TK 3, 4, 13, 231) Dalam surat Pangeran Sukarta tertanggal
sultan Jambi Pangeran Sukarta, mengangkat 21.7.1778 (TK 231) terdapat himbauan kepa-
sejumlah depati dengan memberi mereka da para depati:
"undang-undang serta cap", dan mengancam “Mufakatlah kamu dengan segala .... yang
akan menghukum mati para pemberontak, di dalam alam Kerinci mendirikan agama
perampok, penipu, peracun, penikam di Rasul Allah salla llahu ‘alaihi wasallam dan
malam hari, dan pengecoh: “Dan demikian seboleh-bolehnya buangkan kamu barang
yang mungkir. [...] Adalah umur dunia ini
lagi yang diketahui oleh segala hukum tiadalah akan berapa lama lagi. Sebaik-
parentah ada negeri seperti hukum orang baiknya kamu dirikan ugama yang sebenar-
daga-dagi dan sanduk-samun, umuk-umbai, nya.”
upas-racun, telum-tikam malam, kincung- Di samping surat dan piagam yang pada
kicuh, sekalian itu mati hukumnya” (TK 3 umumnya berkaitan dengan perselisihan ten-
tertanggal 25.7.1778). tang batas wilayah terdapat juga tiga kitab
Piagam-piagam tersebut membuktikan undang-undang (TK 133, 165, 215), berbagai
bahwa pada saat itu Kerinci berada di bawah silsilah (tambo) (TK 8, 41, 50,143, 223),
naungan Jambi. Pada masa itu agama Islam sebuah teks yang berkaitan dengan agama
ternyata belum diterima secara umum di Islam (TK 144), beberapa teks berisi mantra
Kerinci sehingga dalam surat TK 13 yang ber- serta rajah penangkal (TK 239-241), dan
tanggal 18.7.1778 sang sultan menyuruh sebuah surat dari sultan Inderapura (TK 183)
orang Kerinci agar “mengeraskan hukum yang meminta agar depati Simpan Bumi “ber-
syarak di dalam tanah Kerinci” dengan mem- niaga bawa barang-barang lagi gading gajah
perhatikan empat perkara: dan lilin, dan banyak-banyak tali Kerinci yang
“Pertama jikalau kematian jangan diarak putar tiga lain-lain yang boleh dapat dalam
dengan gendang, gong, serunai dan bedil negeri Kerinci. Tetapi jangan lupa bawa emas
dan kedua jangan laki-laki bercampur
dengan perempuan bertauh nyanyi dan
banyak-banyak ke dalam Air Aji.” Untuk
41

barang dagangan tersebut sultan Inderapura seribu, yaitu TK 75 dan TK 77. Di TK 75 di


berjanji akan memberi berbagai jenis kain. antara lain tertulis: “Barang siapa membaca
Naskah yang tertua di antara naskah bertang- doa ini atau menaruh dia diberi sagala
gal ialah TK 23, sebuah piagam yang dike- malaekat penglihatannya daripada melihat
luarkan oleh Pangeran Suria Karta Negara pahalanya yang membaca doa ini Allah ta’ala
kepada depati Payung Negari di Sungai Penuh melepaskan segala dosa.” TK 100 dan 101
tertanggal 1100 H (= 1689 M) dan satu lagi sangat pendek dengan jumlah kata di bawah
piagam (TK 22) oleh pengirim dan kepada seratus. TK 78 tidak ditransliterasi, dan TK
penerima yang sama tertanggal 1116 H (= 157, 158 dan 209 sudah sedemikian rapuh
1704 M). Sementara naskah yang terbaru ada- sehingga Voorhoeve tidak berusaha untuk
lah TK 44, sebuah piagam yang dikeluarkan menyalinnya. TK 76 merupakan ketika
Pangeran Citra Puspa Jaya yang dialamatkan (petunjuk untuk menentukan saat yang berta-
kepada depati Sungai Laga di tahun 1340 H = lian dengan nasib), tetapi tidak disebut berak-
1922 M). sara apa dan juga tidak disalin. TK 120 , TK
Kebanyakan naskah yang bertanggal ber- 164, dan TK 236 ditulis dengan surat incung
asal dari abad ke-18 (sembilan naskah), dan akan tetapi teksnya kurang jelas isinya.
tujuah di antaranya ditulis antara tahun 1776 –
1794 M, yaitu sesudah Belanda meninggalkan Daun Lontar
Jambi di tahun 1770 ketika Pangeran Di antara daun-daun palem, daun lontar
Temenggung Mangku Negara menjadi sultan yang paling umum digunakan sebagai media
Jambi. Lima naskah berasal dari abad ke-19. tulis, khususnya di India selatan, di Filipina,
Walaupun kebanyakan naskah tidak bertang- dan di berbagai darah di Indonesia termasuk
gal, banyak di antaranya masih dapat ditang- Sulawesi, Jawa, dan Bali. Pohon lontar
galkan berdasarkan nama para raja. Misalnya (Borassus flabellifer) hanya tumbuh di daerah
Pangeran Temenggung Mangku Negara yang yang tidak terlalu basah dengan curah hujan
mengeluarkan tiga piagam yang bertanggal antara 500 - 900 mm per tahun sementara
antara tahun 1792 dan 1776 juga disebut curah hujan di kebanyakan daerah di Sumatra
dalam 17 naskah lainnya yang tidak bertang- di atas 1.000 mm, dan bahkan dapat mencapai
gal. 5.000 mm. Selebihnya benihnya daun lontar
membutuhkan suhu minimal 25 derajat agar
Kulit Kayu dapat bertunas sehingga tidak dapat tumbuh di
Penulis sendiri tidak pernah sempat daerah pegunungan. Oleh sebab itu pohon
melihat naskah yang ditulis di kulit kayu dan lontar tidak terdapat di Sumatra kecuali di
dalam Tambo Kerinci tidak terdapat pula pantai utara Aceh. Pohon palem yang mirip
keterangan yang memuaskan tentang wujud dengan lontar, dan yang juga dapat digunakan
dan rupa naskah kulit kayu. Delapan di antara sebagai bahan tulis, adalah daun nipah (Nypa
keduabelas naskah kulit kayu ditulis dengan fruticans) yang sangat umum terdapat di
huruf jawi. Di antara naskah jawi terdapat dua Sumatra, dan umumnya tumbuh di hutan
kitab agama yang jumlah katanya lebih dari bakau. Pohon nipah juga dikenal sebagai
42

pohon atap karena daunnya digunakan di


pesisir Sumatra untuk bahan atap. Akan tetapi
daun nipah tipis, sementara naskah palem di
Kerinci daunnya tebal sehingga dapat disim-
pulkan bahwa bahan tulis tersebut memang
daun lontar yang diimpor dari Jawa. Hal itu
juga sepadan dengan jenis huruf yang terdapat
pada daun lontar yaitu aksara Jawa.
Walaupun bahan tulis berasal dari Jawa,
dan beberapa naskah, khususnya TK 217-222
juga mengandung teks yang berbahasa Jawa,
bahasa yang paling umum digunakan pada
naskah daun lontar adalah bahasa Melayu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kebanyakan naskah daun lontar ditulis di
Sumatra. Hal ini juga diperkuat dengan ada-
nya naskah lontar yang ditulisi surat incung
(TK 226, TK 260, 261).
Naskah Tanjung Tanah

Beda dengan kitab undang-undang lainnya, pada awal dan akhir, naskah Tanjung Tanah
naskah Tanjung Tanah tidak ditulis dengan seluruhnya ditulis dalam bahasa Melayu.
menggunakan huruf jawi, melainkan memakai Mengingat teksnya berasal dari abad ke-14
aksara pasca-Palawa yang masih serumpun maka bahasa yang digunakan sudah jauh
degan aksara Jawa Kuna. Aksaranya masih berbeda dengan bahasa Melayu sekarang, dan
belum diteliti dengan sempurna, tetapi untuk hanya sebagian yang dapat dimengerti oleh
sementara dapat disimpulkan bahwa aksara seorang penutur bahasa Melayu zaman kini
yang paling mirip adalah aksara yang diguna- karena selama masa 600 tahun tentulah
kan pada prasasti-prasasti Adityawarman bahasa Melayu mengalami perubahan baik
yang bertuliskan aksara Malayu – istilah ter- dari segi kosa kata maupun dari sintaks
sebut merupakan ciptaan De Casparis. Naskah kalimat. Bahasa Melayu yang sekarang
Tanjung Tanah juga berbeda karena tidak digunakan di semenanjung Melayu, Sumatra,
ditulis pada kertas melainkan pada kertas dan Borneo sangat dipengaruhi oleh bahasa
daluang sementara naskah Melayu yang hing- asing, seperti bahasa Asia Selatan (Sansekerta
ga kini diketahui hampir semuanya menggu- dan Tamil), bahasa Timur Tengah (Arab dan
nakan kertas, baik kertas Arab maupun kertas Parsi), dan bahasa Eropa (Portugal, Belanda
Eropa. dan Inggris). Bahasa-bahasa Timur Tengah
Pada umumnya teks undang-undang dan Eropa sangat mempengaruhi bahasa
menunjukkan pengaruh Islam, dan hampir Melayu, terutama sesudah abad ke-15 sehing-
selalu dibuka dengan formula Bismillahi ar- ga tidak mengherankan bahwa naskah
Rahmani ar-Rahim sedangkan naskah Tan- Tanjung Tanah tidak mengandung kata
jung Tanah dimulai dengan beberapa kalimat pinjaman dari kedua daerah tersebut. Di
berbahasa Sansekerta yang juga mencantum- zaman sebelum abad ke-15 bahasa Melayu
kan tahun penulisan yang sayang sekali tidak masih kuat dipengaruhi oleh bahasa Sanse-
terbaca. Naskah Tanjung Tanah juga ditutup kerta sehingga teks naskah Tanjung Tanah
dengan beberapa kalimat berbahasa Sanse- mengandung kata pinjam Sansekerta yang
kerta yang menyebut nama raja, ialah Paduka kini sudah tidak diketahui lagi, dan malahan
Ari Maharaja Dharmasraya, dan juga bahwa juga tidak terdapat dalam teks-teks Melayu
kitab undang-undang dimaksud untuk seluruh dari awal periode moderen (kira-kira abad ke-
tanah Kerinci (saisi bumi Kurinci). 16 dan ke-17), seperti misalnya kata punarapi
Selain bahasa Sansekerta yang terbatas (lagi pula) yang berulang kali digunakan.
44

Kata-kata kuno lainnya termasuk jaka yang pembukaan dalam bahasa Sansekerta sangat
dalam bahasa Melayu berubah menjadi jika. pendek, dan disusul teks undang-undang yang
Satu-satunya naskah yang saya temukan yang berbahasa Melayu yang isinya diuraikan di
masih menggunakan bentuk kuno jaka ialah bawah.
Hikayat Banjar dan Kota Waringin, yang Alinea terakhir teks berbahasa Melayu
naskahnya dapat ditelusuri kembali ke tahun menyebut bahwa undang-undang disusun atas
1663 (Ras, 1968)11. Sifat kekunoan juga tam- perintah maharaja Dharmasraya, dan bahwa
pak pada bentuk mamunuh (membunuh) yang “para pembesar Bumi Kerinci [...] memberi
konsonan awal luluh bila ditambah awalan perhatian sepenuhnya.” Semua yang terjadi
mem-. Kekunoan bahasa juga nyata pada dalam sidang besar “ditulis dengan lengkap
bilangan 8 yang ditulis dua lapan. Secara oleh Kuja Ali, Dipati, di balai kerapatan, di
etimologis bilangan 8 berasal dari gabungan Palimbang, di hadapan paduka maharaja
kata dua dan alapan (yaitu 10 kurang 2). Dharmasraya.”
Besar kemungkinan bahwa yang dimaskud
Ringkasan Isi dengan palimbang bukan kota Palembang
(yang di dahulu kala juga disebut Palimbang),
Naskah Tanjung Tanah telah diterjemah- melainkan “Tanah Emas” atau “Daerah Hilir.”
kan dalam sebuah upaya terpadu sejumlah Kedua kemungkinan tersebut akan diuraikan
pakar bahasa Melayu, bahasa Sansekerta, dan di sini.
bahasa Jawa Kuna yang berkumpul di kampus Dasar kata palimbang ialah limbang, yang
Universitas Indonesia pada tanggal 12-18 De- berarti “mencuci”, antara lain juga “mencuci
sember 2004 dalam rangka lokakarya yang emas”:
diadakan oleh Yayasan Naskah Nusantara. “The name Palembang is perhaps derived
Bagian teks yang berbahsa Sansekerta from the word limbang. This means panning
diterjemahkan oleh I Kuntara Wiryamartana for alluvial gold and, according to Van Rijn
van Alkemade, during the latter half of the
dan Thomas Hunter. Disebut bahwa naskah nineteenth century people still dived for
ini merupakan “anugerah titah Sanghyang gold in the Musi. However, the quantities
Kemitan kepada penguasa di Bumi Kerinci” found did not amount to much (Van Rijn
van Alkemade 1883: 66).” (Nas, 1995)
dengan peringatan agar penduduknya ”jangan
tidak taat kepada dipatinya masing-masing.” Dengan demikian, yang dimaksud dengan
Tidak diketahui siapa yang dimaksud dengan palimbang ialah kawasan penghasil emas.
Sanghyang Kemitan, namun tampaknya Pertanyaan yang timbul di sini, daerah mana
bahwa yang dimaksud dengan gelar tersebut yang dimaksud? Daerah penghasil emas
adalah raja Malayu yang dianggap sebagai utama ialah Kerinci dan daerah Minangkabau.
inkarnasi (penjelmaan) dari dewa. Kata Apakah sidang yang menghasilkan kitab
undang-undang Tanjung Tanah bertemu di
11
daerah Minangkabau? Mungkin saja kitab
Pencarian tersebut dilakukan dengan menggunakan situs
Internet Malay Concordance Project yang mengandungi
undang-undang ini diresmikan di Suruaso, ibu
puluhan teks Melayu dengan lebih dari 1,7 juta kata kota kerajaan Malayu pada saat itu, dan
(Proudfoot, 2005).
45

bahwa sidang tersebut dihadiri oleh maharaja tetapi ada tiga kemungkinan. Pertama, yang
Dharmasraya selaku ‘gubernur’ yang meme- dimaksud dengan palimbang adalah Dhar-
rintah kawasan hulu Batang Hari termasuk masraya sendiri, kedua, palimbang merujuk
barangkali Kerinci. pada daerah hilir Batang Hari, dan dengan
Di samping interpretasi yang tadi, ada pula demikian tempat yang dimaksud adalah
kemungkinan kedua, ialah bahwa palimbang Muara Jambi yang pernah menjadi ibu kota
berarti “tanah rendah” atau “ilir”. Malayu dan mungkin pada saat penulisan
Menurut Sejarah Melayu nama asli Palem- kitab undang-undang Tanjung Tanah masih
bang ialah Perlembang: memainkan peranan penting sebagai salah
“Kata sahibu'l-hikayat, ada sabuah negeri di satu kota administrasi dan pusat perdagangan
tanah Andelas, Perlembang namanya. kerajaan Malayu. Kemungkinan ketiga, ialah
Demang Lebar Daun nama rajanya, asalnya yang dimaskud dengan palimbang memang
daripada anak cucu Raja Sulan, Muara
Tatang nama sungainya. Ada pun Negeri kota Palembang. Kebanyakan ahli sejarah
Perlembang itu, Palembang yang ada cenderung menganggap bahwa selama abad
sekarang inilah. Maka di hulu Muara Tatang ke-14 Palembang, bekas ibu kota Sriwijaya,
itu ada sabuah sungai, Melayu namanya. Di telah kehilangan pamor, dan disingkirkan oleh
dalam sungai itu ada satu bukit yang
bernama Bukit Siguntang, di hulunya kerajaan Malayu sehingga interpretasi yang
Gunong Mahameru, di daratnya ada satu ketiga ini agak sulit diterima.
padang yang bernama padang Penjaringan” Penulis cenderung untuk menganggap
(Shellabear, 1967:20). bahwa tempat yang dimaksud dengan
Limbang, selain “mencuci” juga memiliki palimbang tidak lain daripada Dharmasraya
arti “rendah” (dari tanah) (Wilkinson, karena tidak ada alasan mengapa balai kera-
1959:693). Menurut Wilkinson yang merujuk patan yang disebut terletak di tempat lain
pada kutipan Sejarah Melayu di atas, daripada di Dharmasraya sendiri.
perlimbang berarti “tanah rendah” sementara Di samping ketiga interpretasi di atas
“Mahameru” adalah “tanah tinggi”. masih ada pula interpretasi satu lagi, yaitu
Interpretasi tersebut juga masuk akal bahwa keharuman nama Palembang sebagai
karena di naskah Tanjung Tanah kita mene- salah satu tempat yang paling berjaya selama
mukan palimbang di samping Kurinci, yang sejarah Sumatra, masih dibawa-bawa dan
berarti “tanah tinggi” (lihat keterangan ten- digunakan sebagai epithet ibu kota di kemu-
tang asal-usul kata Kerinci di hal. 21). Dengan dian hari.
demikian “di waseban, di Palimbang” dapat Alinea terakhir teks undang-undang disusul
berarti “di balai kerapatan di tanah rendah” oleh kata penutup yang, sebagaimana halnya
(arti waseban mungkin sama dengan paseban dengan kata pembuka, juga ditulis dalam
dalam bahasa Jawa yang berarti “tempat bahasa Sansekerta. Kata penutup diawali
pertemuan”) sehingga palimbang merujuk dengan persembahan kepada Sang Dewa Suci
pada kawasan ilir. ialah sang raja yang disusul dengan sebuah
Akan tetapi kawasan ilir mana yang dimak- seloka (puisi) yang memuja para dipati
sud? Hal ini tidak dapat dijawab dengan pasti, sebagai “sang pembela [negeri] terhadap
46

aneka musuh, yang berkata tegas, pemimpin kupang, satu tahil sama dengan 16 mas, dan
para kesatria.” satu kati sama dengan 20 tahil, sementara satu
Selanjutnya, arti kata-kata yang digunakan mas sama dengan 2,4 gram. Apabila takaran
dalam seloka dipati masih dijelaskan secara yang serupa juga digunakan di Malayu maka
terperinci. Adanya daftar kata seperti itu perbandingan antara takaran adalah sebagai
merupakan kebiasaan para pakar bahasa berikut:
Sanskerta di Nusantara. Dengan demikian
penulis naskah, Dipati Kuja Ali, menunjukkan
Gram Kupang Mas Tahil Kati
kemahirannya karena ternyata ia memahami
konvensi-konvensi penulisan Sansekerta yang
1 Kupang 0.6 ¼ 1/64 1/1280
berlaku pada zamannya. Daftar kata tersebut
juga sekaligus menekankan sekali lagi kedu-
1 Mas 2,4 4 1/16 1/320
dukan terhormat para dipati yang di sini dise-
but sebagai “yang unggul.”
1 Tahil 38,4 64 16 1/20
Bagian teks berbahasa Sansekerta terbatas
pada awal dan akhir naskah, dan dibanding- 1 Kati 768 1280 320 20
kan dengan teks bahasa Melayu sangat
pendek (±170 kata). Sementara teks undang- Dengan demikian tindak kejahatan tidak
undang yang mengandungi sekitar 950 kata menaati perintah dipati didenda 96 gram
tergolong panjang, apalagi bila dibandingkan emas, yang, dengan harga emas yang berlaku
dengan teks berbahasa Malayu lainnya dari sekarang, lebih dari tujuh juta Rupiah atau
zaman yang sama. Hanya sejumlah kecil pra- sekitar 700 Euro!
sasti Adityawarman menggunakan bahasa Denda yang paling ringan, lima kupang,
Melayu, dan teksnya pada umumnya terbatas ditetapkan untuk pencurian tebu serta “ubi
pada 70 kata. berikut pohon” – maksudnya si pencuri men-
Teks undang-undang pada awalnya sekali cabut sendiri pohon ubi – sedangkan “maling
menekankan pentingnya peranan para dipati ubi tidak berikut pohon”, ialah mencuri ubi
di Kerinci sehingga ditetapkan bahwa “barang yang sudah dipanen, dikenakan denda empat
siapa tidak taat pada dipati didenda dua seper- kali lipat atau lima mas. Denda dua mas
empat tahil.” dikenakan jika hilang atau hancur perahu
Denda umumnya ditetapkan dalam ukuran yang dipinjam tanpa izin si pemilik. Kalau
emas (kupang, mas, tahil, dan kati). Di perahu dipinjam seizin pemilik maka perahu
sepanjang abad terjadi perubahan dalam nilai yang hilang harus diganti dengan yang serupa,
takaran sehingga tidak dapat diketahui dengan dan tidak dikenakan denda. Denda 2,5 mas
pasti perbandingan antara keempat takaran dikenakan untuk pencuri pulut serta pencuri
tersebut. Menurut Jan Christie (email tertang- telur ayam, itik, atau merpati. Yang terakhir
gal 24 Mei 2004) terjadi perubahan dalam dapat juga didenda dengan tujuh pukulan dan
takaran di Jawa selama abad ke-14. Sampai muka pencuri itu diusap dengan tahi ayam.
abad ke-14 satu mas sama dengan empat Denda lima mas juga dikenakan untuk
47

berbagai tindak kejahatan seperti membakar Ayam dipati dan anak cucu x7 5 mas
dangau, dan pencurian berbagai jenis tanaman dipati
Ayam raja x7x2 10 mas
(birah, keladi, ubi, tuba, bunga sirih, dan * Arti Mawu dan Kutra tidak diketahui.
pinang), dan dalam hal pencurian hasil ladang
ini si pencuri juga dapat diperhambakan Denda sepuluh mas dikenakan, selain
selama 28 hari. Denda yang serupa juga dike- dengan mencuri ternak yang sudah disebut di
nakan untuk maling besi baja, maling tuak, atas, untuk “maling kain, ikat pinggang, baju,
serta untuk berbagai jenis perangkap ikan dan destar serba rupanya”, besi malela dan
(tangguk, pukat, jala, tangkul, pesap, dan baja tupang. Dalam hal pencurian tengkalak
telai). Secara terpisah disebut maling bubu (sejenis bubu) ditetapkan denda yang tergan-
(yang juga sejenis alat untuk menangkap ikan) tung pada jenis tengkalak yang dipakai, den-
dan dendanya pun sama, dengan catatan danya disebut “pengganti ijuk lima kupang,
bahwa denda tersebut hanya harus dibayar pengganti ... rotan lima mas, pengganti akar
kalau si pencuri tidak dapat menimbuni bubu sepuluh mas.”
penuh dengan padi. Penggantian hasil pencu- Denda sebanyak 1¼ tahil (sama dengan 20
rian dengan sebuah benda lain juga terdapat mas) dikenakan untuk berbagai jenis tindak
dalam hal mencuri isi jerat yang harus diganti pidana. Ternyata mencuri padi dianggap keja-
dengan seekor anjing dan sebilah pisau raut, hatan yang cukup serius sehingga dikenakan
dan “maling biduk, pengayuh, galah, tikar denda 1¼ tahil, dan denda yang sama juga
lantai gantinya.” dikenakan untuk bandar judi dan sabung ayam
Halaman 10 sampai 12 secara khusus yang dilangsungkan secara sembunyi-sembu-
menyinggung tindak pidana pencurian ternak. nyi, untuk melarikan orang (yang dimaksud
Dendanya tercantum dalam tabel di bawah. barangkali adalah melarikan seorang gadis),
Menarik bahwa mencuri ayam anak negeri, serta untuk berbagai tindakan yang meng-
ayam kutra, ayam dipati, dan ayam raja ma- ganggu ketertiban umum. Antara lain disebut
sing-masing dicantumkan dua kali: pertama “bila penghulunya panggil rapat desa dia tidak
dengan denda yang berupa pelipatgandaan ha- turun, tidak turun dia ke rapat desa,
sil pencurian, dan kedua dengan menyebut memancing keributan, didenda satu seper-
denda dalam takaran emas. empat tahil.” Orang yang menampung orang
tanpa izin penghulunya dan jika tamu itu
Kambing, babi 10 mas melakukan keributan maka tuan rumah
Anjing biasa 5 mas didenda 1¼ tahil, dan denda yang serupa juga
Anjing Mawu* 10 mas berlaku bagi yang “memotong ucapan orang”
Anjing dipati 10 mas dan bagi mereka yang “mangubah sukatan”,
Anjing raja 1¼
yaitu menipu dengan menggunakan timbang-
an dan takaran yang tidak betul.
Ayam hamba xtahil
2
Disebut juga berbagai pelanggaran yang
Ayam anak negeri x3 x2+5
berat yang didenda 2,25 tahil termasuk tidak
Ayam Kutra* x5 kupang
2,5 mas menaati perintah dipati yang sudah disebut di
48

atas, serta pelbagai tindakan yang menggang- nikah. Arti yang terakhir merupakan arti yang
gu ketertiban umum yang tidak selalu jelas asli yang dalam banyak bahasa daerah masih
karena ada bagian yang tidak terbaca. Teks- tetap dipertahankan, misalnya baik kerja
nya berbunyi sebagai berikut: “[bila terjadi] dalam bahasa Jawa, maupun horja dalam
kerusuhan rebut-rampas, melawan, menghu- bahasa Batak memiliki makna perayaan.
nus keris, ...... tombak, bunuh, mati ... ... Secara kiasan mata berarti ‘sesuatu yang
dusun orang bermukim ..... [bila] maling menjadi pusat’ atau ‘utama’, misalnya mata
menyamun yang diangkat oleh pihak penagih hidup ‘pekerjaan yang utama’, atau mata pen-
merusak rumah orang, maka maling yang caharian. Yang dimaksud dengan mata kerja
membuat rusuh itu diasingkan, ... bunuh ialah puncak sebuah perayaan. Kerja nikah
anaknya, .... lawan dipati tempat pemukiman- misalnya dapat berlangsung selama berhari-
nya didenda dua seperempat tahil.” Selain itu hari, tetapi mata kerjanya (akad nikah) hanya
juga disebut “keributan dosa sengketa”, tetapi berlangsung selama beberapa jam saja.
juga tidak jelas apa yang dimaksud dengan Dengan demikian mata kerja yang purba
dosa sengketa itu. barangkali merujuk pada sebuah upacara
Kejahatan lebih berat lagi adalah “meng- keagamaan.
ubah kitab suci Pancawida” yang terkena Hukuman mati dapat dilangsungkan bagi
hukuman denda 5,25 tahil. Sayang sekali tindak pidana yang sayang sekali tidak terba-
tidak jelas apa yang dimaksud dengan ca: “Orang [yang] .... dua seperempat tahil
pancawida ini. Mungkin yang dimaksud ada- [dendanya], [jika] tidak dipenuhi sekian, [pe-
lah keempat veda kitab suci Hindu, yaitu Rig, lakunya] dibunuh.” Tindak pidana yang satu
Sama, Yajur dan Atharva. Dipercaya bahwa lagi yang dapat dikenakan “seberapa pun den-
Brahma, berdasarkan keempat veda yang ada danya” (sesuai dengan beratnya perkara) atau
menciptakan veda kelima, yaitu Natya, kitab pelakunya dikenakan hukuman mati ialah tin-
drama. Ternyata pelanggaran terhadap agama dak pidana perogolan (pemerkosaan). Hukum-
dianggap sebagai tindak pidana yang sangat an mati untuk perogolan juga dibenarkan da-
berat yang perlu dihukum setimpalnya. lam Undang-Undang Melaka: “Bermula jika-
Tindak pidana yang lebih berat hanya lau orang merogol anak orang, atau saudara
disebut tiga macam, dua di antaranya dikena- orang, maka hukumnya itu mati seseorang
kan hukuman mati, dan satu dikenakan denda juga” (Fang, 1976:166).
satu kati dan lima tahil (sekitar satu kilogram Tentang pembunuhan juga terdapat pasal
emas). Denda yang paling berat ini dikenakan yang menarik yang menyebut bila ada sese-
bagi mereka yang “bahilang orang mata karja orang masuk ke rumah orang tanpa berseru
yang purwa”. Sayang sekali makna kalimat ini atau mengayunkan suluh, dan jika orang yang
juga tidak sepenuhnya jelas. Kerja dalam mencurigakan tersebut dibunuh, maka pembu-
bahasa Melayu/Indonesia yang sekarang ter- nuhnya dinyatakan tidak bersalah.
utama berarti “melakukan sesuatu untuk men- Kitab undang-undang Tanjung Tanah juga
cari nafkah”, dan di samping itu juga berarti mengatur perihal utang-piutang, khususnya
“melakukan suatu perayaan”, misalnya kerja untuk utang dalam bentuk berbagai logam dan
49

berbagai jenis tanaman. Disebut bahwa jika saat itu menjadi bagian kerajaan Malayu
orang berhutang emas, perak, kuningan, Adityawarman. Hal tersebut juga menjadi
perunggu ataupun tembaga maka setelah tiga jelas dari tingkatan gelar para penguasa.
kali ditagih hutang menjadi dua kali lipat. Penguasa tertinggi di dalam kerajaan Malayu
Sedangkan mengenai hutang bahan pangan menyandang gelar maharajadhiraja yang,
disebut: “Jika berhutang beras, padi, jawawut, setahu kita, hanya digunakan oleh Akarendra-
kaoliang, jelai, selama dua masa tanam masuk warman dan Adityawarman yang berkuasa di
yang ketiga dikembalikan setimpal, kalau ibu kota Malayu di Suruaso. Penguasa terting-
sudah lewat dari itu, dua kali lipat.” Jawawut gi di Dharmasraya memegang gelar sebagai
(Setaria italica, Inggr. foxtail millet), kaoliang maharaja, artinya dia masih mengakui raja
(Sorghum), dan jelai (Coix lacryma-jobii, yang lebih tinggi, yaitu raja Malayu di Suru-
Inggr. job’s tears) adalah jenis tanaman yang aso. Sedangkan penguasa tertinggi di Kerinci
dahulu kala umum terdapat di Indonesia, hanya menyandang gelar sebagai raja sehing-
tetapi sekarang sudah jarang atau malahan ga dapat disimpulkan bahwa raja tersebut tun-
tidak ditanam lagi. Jelai kadang-kadang juga duk pada sang maharaja di Dharmasraya.
disebut enjelai atau jali-jali. Menarik untuk dicatat bahwa istilah raja
Dalam bahasa Melayu asli di naskah hanya terdapat dua kali dalam naskah ini.
Tanjung Tanah kelima tanaman itu dinamakan Keduanya berhubungan dengan mencuri
baras, padi, jawa, jagung, dan anjalai. Yang anjing dan ayam raja yang dendanya dua kali
dinamakan jagung kemungkinan besar lipat dibandingkan kasus pencurian anjing dan
kaoliang dan bukan jagung yang kita kenal ayam depati. Walaupun kedudukan raja lebih
sekarang ini karena tanaman yang berasal dari tinggi daripada depati, tampaknya para depati
Amerika Selatan ini kemungkinan baru memainkan peranan yang jauh lebih penting
dikenal di Asia di zaman pasca-Kolumbus. dibandingkan dengan sang raja. Para depati
Selain menetapkan denda bagi berbagai malahan mendapatkan perlakuan yang sangat
jenis pelanggaran, kitab undang-undang istimewa dalam seloka dipati yang memujinya
Tanjung Tanah juga menetapkan berbagai sebagai “yang unggul.” Dalam hal ini dapat
aturan administratif yang, antara lain, mene- diduga bahwa roda pemerintahan berada
tapkan pembagian denda. Misalnya disebut dalam tangan para depati, sementara sang raja
jika ada perkara yang dendanya lima mas mempunyai kedudukan yang hanya secara
maka satu mas menjadi bagian dipati, jika formal lebih tinggi. Bagaimana bentuk
dendanya melebihi lima mas sampai bertahil- ‘kerajaan’ Kerinci tidak dapat dipastikan,
tahil maka bagian dipati tidak boleh melebihi tetapi terdapat kemungkinan bahwa sang raja
dua mas. yang disebut itu merupakan seorang dari ilir
Ternyata enam ratus lima puluh tahun yang yang mewakili kepentingan Malayu-Jambi di
lalu Kerinci sudah memiliki kitab undang- Kerinci.
undang yang komprehensif. Bahwa kitab Hubungan Kerinci dengan pusat kerajaan
undang-undang tersebut ditetapkan di Dhar- pada saat itu kelihatan sangat erat, dan hal itu
masraya menunjukkan bahwa Kerinci pada tidak mengherankan bila mengingat bahwa
50

bagi kerajaan Malayu, Kerinci merupakan Dilihat dari sudut pandang itu maka dapat
sebuah daerah yang penting karena sumber kita simpulkan bahwa – secara relatif –
daya alam yang dikandungnya. Dari kitab Kerinci mungkin lebih makmur di abad ke-14
undang-undang Tanjung Tanah tampak bahwa daripada di abad ke-18. Bila kita melihat
kerajaan pusat di Dharmasraya sangat meng- keadaan di awal abad ke-21, perlu kiranya
hormati para dipati di Kerinci dan berupaya kita renungkan apakah kepastian hukum yang
untuk menetapkan dasar hukum yang ada sekarang sudah cukup untuk menjamin
memungkinkan adanya hubungan yang saling bahwa kekayaan alam dieksplorasi sedemi-
bermanfaat bagi kedua belah pihak. kian sehingga “saisi bumi Kurinci si lunjur
Bila kita bandingkan betapa susahnya Kurinci” dapat memanfaatkan kekayaan sum-
sultan Jambi berupaya mengajak penduduk ber daya alamnya secara maksimal.
Kerinci untuk meninggalkan adat lama dan
menerima hukum Islam di abad ke-18, maka Aksara
di abad ke-14 hubungan antara ilir dan ulu
kelihatan lebih mantap. Walaupun orang Naskah Tanjung Tanah mengandung dua
Kerinci mengakui sultan Jambi sebagai tuan- teks yang ditulis dalam bahasa Melayu
nya, ternyata tuannya tidak selalu dihormati dengan menggunakan dua jenis aksara yang
selayaknya sehingga pembayaran upeti pun berbeda. Teks utama, yaitu kitab undang-
tidak selalu dilakukan. Hal ini tentu berarti undang mencakup tiga puluh dua halaman,
bahwa pada zaman itu hubungan antara ilir dan teks kedua tertulis di halaman 33 dan 34.
dan ulu tidak selalu berjalan dengan lancar. Sayang, kondisi kedua halaman tersebut
Menyimak naskah Tanjung Tanah timbul sudah sangat rapuh sehingga teksnya tidak
kesan bahwa di abad ke-14 penduduk Kerinci dapat dibaca dengan jelas. Namun demikian,
lebih rela menerima raja di ilir sebagai dilihat dari teks yang masih dapat dibaca,
tuannya karena kedua belah pihak diuntung- teksnya kemungkinan besar berkaitan dengan
kan dari hubungan yang ada yang berazaskan ilmu nujum.
kepastian hukum. Selain itu, kerajaan Malayu
di abad ke-14 pasti dianggap lebih berwibawa Aksara Pasca-Palawa
karena Malayu pada saat itu berada di tengah- Teks undang-undang ditulis dengan sejenis
tengah kejayaannya, dan dapat menikmati aksara pasca-Palawa yang mirip dengan
kekayaan yang berlimpah. Kekayaan itu tentu aksara Malayu zaman Adityawarman. Aksara
berasal dari sumber daya alam, dan pada abad Malayu merupakan turunan dari aksara
ke-14 hasil pertambangan, hasil hutan, dan Palawa yang berasal dari India Selatan, dan
hasil pertanian menjadi sumber kekayaan digunakan di berbagai tempat di Nusantara.
utama. Dari zaman ke zaman aksara Palawa berubah
Akan tetapi adanya sumber daya alam bentuknya sehingga menjadi aksara Nusantara
belum cukup agar sebuah negeri menjadi yang pertama yang, antara lain, digunakan
makmur dan sentosa bila tidak ada kepastian dalam prasasti-prasasti Srivijaya yang
hukum. kebanyakan berasal dari abad ketujuh. Karena
51

jumlah prasasti di Sumatra dan juga di ganti vokal /a/ yang melekat pada aksara men-
kawasan berbahasa Melayu sangat sedikit jadi /e/, /é/, /i/, /o/, dan /u/. sehingga pa men-
maka tidak jelas bagaimana sejarah perkem- jadi pi, pe, pé, po, dan pu. Ada pula sanda-
bangan aksara Sumatra di antara zaman ngan yang menambah bunyi sengau atau kon-
Srivijaya sampai pada prasasti Adityawarman sonan lain sehingga pa menjadi pang, pah,
di abad ke-14. Secara paralel aksara pasca- pan, atau par. Untuk membunuh vokal /a/
Palawa juga berkembang di Jawa, Sunda, digunakan tanda bunuh sehingga pa menjadi
Madura, dan Bali sehingga pada abad ke-16 p. Bila ada gugusan dua konsonan maka digu-
terdapat berbagai ragam aksara pasca-Palawa, nakan juga tanda bunuh. Dengan demikian
yang, antara lain, mencakup aksara yang digu- surat ulu jauh lebih sederhana daripada aksara
nakan di Majapahit (Jawa), Pajajaran (Sunda), Jawa yang menggunakan pasangan untuk gu-
dan di dalam kerajaan Malayu di zaman Adi- gusan konsonan. Dibandingkan dengan aksara
tyavarman. Pada tulisan yang digunakan di pasca-Palawa, aksara Sumatra lebih sesuai
ketiga daerah ini masih tampak warisan untuk menulis bahasa-bahasa setempat yang
Palawa sehingga Dr. Tim Behrend memiliki struktur bunyi yang sederhana.
(Universitas Auckland) menganjurkan istilah Gugusan konsonan dalam satu suku kata ham-
“late Pallavo-Nusantaric”. Aksara Palawa- pir tidak ada kecuali apabila sebuah konsonan
Nusantara ini selanjutnya mengalami per- didahului bunyi sengau (mp, nt, nc, ngg, ngk,
ubahan yang cukup berarti sehingga timbullah etc.). Karena prenasalisasi tersebut begitu
berbagai ragam tulisan di Nusantara yang sering terjadi maka sebagian tulisan Sumatra
hubungan satu dengan yang lain belum diteliti menciptakan aksara baru untuk konsonan
secara sempurna. Aksara ini mencakup aksara yang diawali bunyi sengau, yaitu mpa, nta,
Jawa dan Bali, serta beberapa ragam aksara di nca, ngka, ngsa. Aksara tambahan ini biasa-
Sumatra (surat Batak dan surat ulu), nya bentuknya mirip dengan aksara induknya,
Sulawesi, dan di Filipina yang mengalami misalnya ga g dan ngga G, atau ja j dan
perubahan yang sangat radikal sehingga hubu- nja J (Rejang).
ngannya dengan aksara induknya tidak lagi Bahasa-bahasa Sumatra yang sedemikian
jelas. sederhana dari struktur bunyinya tidak
memerlukan aksara pasangan untuk menulis
Surat Incung gugusan konsonan sebagaimana terdapat
Sebagaimana juga halnya dengan aksara dalam bahasa Jawa. Penghapusan pasangan
Nusantara lainnya di luar Jawa dan Bali, surat tersebut sangat memudahkan penulisan
ulu, yang digunakan di hampir seluruh wila- bahasa-bahasa Sumatra.
yah selatan dari sungai Batang Hari, sangat Dengan demikian surat ulu jelas lebih
sederhana dan mudah untuk dipelajari. Setiap sesuai untuk menulis bahasa-bahasa Sumatra
aksara terdiri atas sebuah konsonan yang dibandingkan dengan aksara pasca-Palawa
diikuti vokal a: g ga, p pa, r ra, l la. maupun abjad jawi. Dari segi itu pengalihan
Setiap aksara dapat diubah dengan mengguna- ke huruf jawi berarti suatu kemunduran, tetapi
kan sandangan. Sebagian sandangan meng- di pihak lain juga merupakan kemajuan
52

karena surat ulu berbeda-beda dari suatu urutan abjad tersebut merupakan urutan yang
tempat ke tempat yang lain. Dengan diperke- asli yang bukan saja digunakan di Sumatra
nalnya abjad jawi maka hasil tulisan menjadi melainkan oleh sebagian besar abjad di India
seragam, dan huruf jawi juga dianggap lebih dan keturunannya di Asia Tenggara. Dengan
maju karena digunakan untuk menulis Al- demikian urutan Ka-Ga-Nga bukan khas
Quran dan menyatukan penulisnya dengan Sumatra, melainkan digunakan secara luas di
ummat Islam di seluruh Nusantara. Karena India dan juga di Asia Tenggara. Karena
keunggulan itulah maka huruf jawi berhasil kerancuan yang berkaitan baik dengan istilah
untuk menggeser aksara-aksara Sumatra rencong dan Ka-Ga-Nga maka istilah surat
sehingga menjadi punah. ulu lebih tepat untuk menamakan tulisan yang
Surat ulu juga sering disebut surat ada di Sumatra bagian selatan. Secara lebih
rencong. Istilah ini diperkenalkan oleh Has- terperinci istilah surat incung kami gunakan
selt (Hasselt, 1881:5) untuk menamakan aksa- untuk aksara Kerinci, surat rencong untuk
ra yang dipakai oleh suku-suku yang berbaha- kelompok ‘Melayu Tengah’, Rejang, dan
sa Midden-Maleis (Melayu Tengah), tetapi di Lebong, dan surat Lampung untuk tulisan
kemudian hari istilah rencong sering juga yang terdapat di propinsi paling selatan di
digunakan untuk semua aksara yang terdapat Sumatra.
di bagian selatan pulau Sumatra, termasuk Pengelompokan tadi dilakukan karena
Kerinci dan kadang-kadang juga Lampung. surat ulu secara kasar dapat dibagi menjadi
Istilah surat rencong sebetulnya terbatas pada tiga subkelompok, yaitu 1.) surat incung
beberapa daerah saja, dan tidak dikenal di Kerinci, 2.) surat rencong di Bengkulu dan
Rejang atau di Lampung (Voorhoeve, Sumatra Selatan termasuk Komering, Lebong,
1940:3). Lebih umum diketahui oleh pemakai Lembak, Lintang, Ogan, Pasemah, Rejang,
aksara itu sendiri adalah istilah surat ulu yang dan Serawai, serta 3.) surat Lampung. Penge-
berarti tulisan yang digunakan di daerah hulu. lompokan tadi bersifat sementara mengingat
Jaspan, yang mempelajari naskah Rejang tidak ada batas yang pasti yang membedakan
di tahun 1960an memperkenalkan pula istilah surat ulu yang satu dengan surat ulu yang
aksara Ka-Ga-Nga, yang diambilnya dari lain. Pembagian daerah dan “suku bangsa”
ketiga aksara pertama dalam abjadnya, untuk yang mula-mula dilakukan oleh penguasa
menamakan aksara yang terdapat di Rejang Belanda dan diteruskan di zaman kemerdeka-
(Jaspan, 1964). Istilah KA-GA-NGA an adalah sebuah upaya yang bersifat lebih
kemudian digunakan oleh berbagai penulis, memperhatikan perbedaan daripada pesama-
dan kadang-kadang malahan digunakan secara an. Kenyataan yang sebenarnya adalah bahwa
umum untuk semua tulisan di bagian selatan pembahagian daerah sulit dilakukan karena
Sumatra. Dalam konteks Indonesia penamaan ketiga surat sangat mirip dan menunjukkan
ini dapat diterima karena hanya pada tulisan persamaan aksara antara 60 dan 80 persen.
Sumatra bagian selatan abjadnya dimulai Angka persamaan yang paling rendah (60%)
dengan ketiga aksara ka, ga dan nga. Akan terdapat di antara kedua wilayah yang paling
tetapi Jaspan mungkin tidak menyadari bahwa jauh jaraknya, yaitu Kerinci dan Lampung,
53

sementara daerah yang berbatasan cenderung utama, namun, bila dilihat dari segi hurufnya,
memiliki tingkat persamaan yang tinggi. lebih tua daripada semua naskah Kerinci yang
selama ini diketahui. Aksara yang digunakan
Tabel 2 Daftar Aksara Terpilih menyerupai surat incung Kerinci, tetapi jelas
merupakan bentuk surat incung yang sangat
incung rencong Tj. Tanah lama. Berikut ini aksara surat ulu naskah
ka k k Tanjung Tanah dibahas berdasarkan tiga
sumber utama 1.) Daftar aksara ulu yang
disusun oleh Westenenk (1922b), 2.) daftar
nga < < surat ulu yang terdapat di 53 naskah rencong
di Museum Negeri Bengkulu yang disusun
ta t t oleh Nunuk Juli Astuti, dan 3.) bahan saya
sendiri tentang pemetaan surat incung berda-
da d d sarkan kira-kira 20 naskah Kerinci.
Sebagian aksara surat ulu yang terdapat di
naskah Tanjung Tanah hanya dapat dibaca
bila dibandingkan dengan aksara surat ulu
ma m m dari daerah lain. Aksara da, misalnya, mirip
dengan aksara yang lazim ditemukan di
Rejang dan di Serawai. Aksara nga juga
ca c c sangat berbeda dengan incung Kerinci mau-
pun rencong Bengkulu, dan menunjukkan
ja j j persamaan dengan huruf nga yang di daftar
Westenenk disebut sebagai “Rejang Lama”.
sa s s Aksara ma di naskah Tanjung Tanah persis
sama dengan aksara ma yang digunakan di
ra r r Rejang, Lembak, dan Pasemah, tetapi berbeda
dengan incung Kerinci. Aksara wa terdapat
empat kali dalam naskah Tanjung Tanah. Di
wa w w baris 4, halaman 33, aksara tersebut sukar
dibaca, dan juga di baris berikut bentuknya
Teks kedua naskah Tanjung Tanah ditulis tidak jelas kelihatan, sementara di baris 8,
dengan menggunakan varian surat ulu yang halaman 34 tidak terbaca sama sekali. Aksara
teristimewa. Dapat diduga bahwa kedua wa hanya jelas terlihat di baris 6 halaman 34.
halaman beraksara ulu tidak ditulis pada saat Dalam surat incung Kerinci aksara wa ber-
yang sama dengan teks utama (yang notabene bentuk palang (w). Di Rejang, Lembak, dan
ditulis di Dharmasraya), melainkan ditambah- Pasemah terdapat berbagai ragam aksara wa
kan di kemudian hari di Kerinci. Dengan yang satu di antaranya mirip dengan aksara
demikian teksnya tidak setua dengan teks yang digunakan di naskah Tanjung Tanah.
54

Varian w sangat mirip dengan bentuk huruf sandangan i. Tanda bunuh yang digunakan di
wa di naskah Tanjung Tanah, tetapi bentuk naskah Tanjung Tanah berbeda sekali dengan
yang ada di naskah Tanjung Tanah sebetulnya sandangan yang sama di Kerinci, dan hanya
merupakan kombinasi dari kedua huruf yang menunjukkan persamaan dengan salah satu
tersebut di atas. Dasarnya adalah bentuk dari tiga varian yang, menurut daftar Westen-
palang (+) yang pada varian w berubah men- enk, terdapat di Lebong Lama dan di
jadi x. Garis miring yang ditambahkan pada "Lampoengsch in Kroei" (aksara Lampung
sebelah kiri unsur x juga terdapat pada aksara yang digunakan di Krui – bagian paling
yang ditemukan di naskah Tanjung Tanah, selatan provinsi Bengkulu yang berbatasan
akan tetapi garis miring itu ditambah pada dengan Lampung).
ujung atas garis vertikal unsur +. Sandangan i di naskah Tanjung Tanah juga
Huruf ca sangat berbeda dari semua varian sangat istimewa, dan sama sekali tidak
yang lazim terdapat di Kerinci dan lebih menunjukkan persamaan dengan surat incung
menyerupai huruf ca rencong. Demikian pula maupun surat ulu lainnya. Di naskah Tanjung
dengan aksara ja di naskah Tanjung Tanah Tanah sandangan ini berupa lingkaran kecil
yang tidak ditemukan pada naskah Kerinci yang ditempatkan di atas aksara, sementara di
lainnya, tetapi mirip dengan surat rencong. hampir semua varian surat ulu sandangan i
Akasara sa di naskah Tanjung Tanah erat berbentuk seperti huruf v yang terbalik. Di
berkaitan dengan Lebong Lama dan Rejang daftar Westenenk ada varian yang berbentuk
Lama di daftar Westenenk, tetapi juga ditemu- titik yang terletak di atas aksara agak ke kiri
kan di dalam beberapa naskah yang kini sedikit. Menurut Westenenk varian tersebut
disimpan di Museum Negeri Bengkulu. ditemukan di Rejang, Lembak, dan Serawai.
Aksara ra di Kerinci biasanya terdiri atas Akan tetapi tiada satu pun naskah yang
dua unsur: Unsur pertama kelihatan seperti tersimpan di Museum Negeri Bengkulu yang
huruf v yang terbalik, di sampingnya unsur menunjukkan bentuk titik sehingga dapat
kedua yang kelihatan seperti huruf v biasa disimpulkan bahwa varian tersebut sangat
(lihat Tabel 2). Pada aksara rencong unsur jarang ditemukan. Bentuk i yang terdapat di
kedua tergeser ke kiri sehingga bersatu naskah Tanjung Tanah tidak merupakan titik,
dengan unsur pertama. Bentuk yang ditemu- melainkan sebuah lingkaran besar yang
kan di naskah Tanjung Tanah lebih mirip berada di atas aksara atau malahan ke kanan
dengan aksara rencong, akan tetapi kedua sedikit. Bentuk seperti itu tidak dapat ditemu-
unsur masih tetap terpisah. Di Kerinci terda- kan dalam surat ulu apa pun, akan tetapi ben-
pat sedikitnya satu naskah tanduk, dari Hiang tuk tersebut mengingatkan kita akan bentuk
Tinggi, yang menunjukkan bentuk yang aksara i di teks pertama yang berupa lingkaran
sangat mirip, namun unsur kedua di sini terle- yang sedikit terbuka di bagian bawah. Letak-
tak di bawah unsur pertama. nya pun sama, yaitu di atas aksara, sebagai-
Di antara sandangan di naskah Tanjung mana dapat dilihat di Tabel 3 yang
Tanah terdapat dua yang tidak dapat menunjukkan posisi sandangan i terhadap
ditemukan di Kerinci, yaitu tanda bunuh, dan aksara da dan sa. Bentuk sandangan i dengan
55

lingkaran yang sedikit terbuka yang ditempat- jung Tanah, penulis cenderung beranggapan
kan di atas aksara, masih bertahan sampai bahwa teks surat ulu ditulis tidak terlalu lama
sekarang di dalam aksara Jawa moderen. setelah naskah Tanjung Tanah tiba di Kerinci,
Dengan demikian dapat disimpulkan pada saat mana aksara incung Kerinci masih
bahwa bentuk sandangan i sebagaimana digu- sangat mirip dengan surat rencong, dan ciri-
nakan di teks 2 naskah Tanjung Tanah meru- ciri khas surat incung baru terbentuk di kemu-
pakan bentuk dian hari. Kalau memang benar bahwa pada
Tabel 3 Sandangan i kuno yang kini saat teks surat ulu ditulis perbedaan antara
tidak ditemu- varian-varian surat ulu belum begitu menon-
Teks 1 Teks 2 kan lagi, dan jol, maka malahan dapat kita anggap teks
di yang juga de- surat ulu naskah Tanjung Tanah sebagai ben-
ngan jelas me- tuk proto untuk varian-varian aksara di Kerin-
nunjukkan bah- ci, Lembak, Lebong, Pasemah, Rejang, dan
si wa aksara surat Serawai.
ulu di dahulu
kala lebih ba- Surat Ulu dan “Aksara
nyak menun- Minangkabau”
jukkan persamaan dengan aksara pasca-
Palawa. Dengan adanya aksara surat ulu di sebagi-
Sebagaimana dijelaskan di atas, teks surat an besar wilayah Sumatra bagian selatan, dan
ulu di naskah Tanjung Tanah lebih banyak aksara surat Batak di Sumatra Utara, timbul-
menunjukkan persamaan dengan rencong lah pertanyaan mengapa daerah Minangkabau
daripada incung Kerinci. Kalau begitu, apa tidak memiliki aksara tersendiri.
boleh ditarik kesimpulan bahwa teksnya ditu- Prasasti-prasasti Akarendrawarman dan
lis di kawasan provinsi Bengkulu, atau di Adityawarman, dan demikian juga naskah
Kerinci oleh seseorang yang berasal dari Tanjung Tanah, menggunakan aksara Malayu.
sana? Mungkin saja, akan tetapi kalau kita Karena kebanyakan prasasti ditemukan di
perhatikan bentuk tanda bunuh dan sandangan daerah Minangkabau, maka tidak salah kalau
i maka bentuk yang digunakan di naskah aksara tersebut disebut sebagai aksara asli
Tanjung Tanah masih cukup berbeda dengan Minangkabau-Malayu. Aksara Malayu ini
bentuk-bentuk yang lazim kita temukan di masih jelas termasuk kelompok aksara pasca-
provinsi Bengkulu. Oleh sebab itu penulis Palawa yang berkembang di Nusantara mulai
lebih cenderung menganggap tulisan yang ada dari aksara Sriwijaya hingga pada aksara Jawa
di naskah Tanjung Tanah sebagai tulisan yang Kuno. Dengan demikian aksara tersebut jelas
lazim terdapat di Kerinci pada saat teksnya termasuk dalam keluarga tulisan pasca-Pala-
ditulis. Hal itu lansung membawa kita ke wa, tetapi berbeda dengan aksara yang diang-
pertanyaan: Kapankah teks surat ulu ditulis? gap lebih khas Sumatra seperti surat ulu atau
Tidak ada jawaban yang pasti, namun surat Batak.
mengingat kekunoan surat ulu di naskah Tan- Kenyataan bahwa sampai sekarang belum
56

ditemukan naskah yang beraksara Minangka- konsonan palatal (j, c) sangat umum terdapat
bau yang mirip dengan surat ulu atau surat dalam bahasa-bahasa Sumatra maka di berba-
Batak tidak berarti bahwa Minangkabau tidak gai daerah ditambahkan aksara khusus seperti
pernah memiliki aksara seperti itu. Kozok mba (Batak Karo dan semua surat ulu), ngga
menunjukkan dalam buku yang menguraikan (semua surat ulu), nda (Batak Karo dan
perkembangan surat Batak bahwa aksara semua surat ulu), nja (semua surat ulu),
tersebut mula-mula terbentuk di daerah Man- sementara aksara khusus untuk mpa, ngka,
dailing dan dari situ menyebar ke Toba dan nta, dan nca hanya terdapat di sebagian surat
Simalungun, lalu ke Dairi dan Karo (Kozok, ulu. Dengan demikian jumlah aksara pada
1999). surat Sumatra bervariasi antara 19 (Batak
Mengingat persamaan yang nyata antara Toba) dan 20 (Lampung) sampai 28 dan 30
struktur, bentuk dan wujud surat ulu dan surat (Lembak dan Serawai).
Batak, maka jelas bahwa kedua aksara Jumlah sandangan atau tanda diakritik juga
memiliki asal usul yang sama. Secara bervariasi. Sandangan yang terdapat pada
struktural surat ulu dan surat Batak memiliki semua surat Sumatra ialah e dan i serta o dan
persamaan bahwa kedua aksara tidak memi- u (beberapa daerah hanya memiliki satu san-
liki pasangan untuk gugusan konsonan seba- dangan untuk i dan e, dan untuk o dan u), ng
gaimana terdapat pada aksara Palawa, dan (sebagai penutup suku kata: “halang”), dan
semua jenis aksara pasca-Palawa, termasuk tanda bunuh. Di samping itu kebanyakan
aksara Jawa dan Bali. Hal tersebut sangat aksara menambah sandangan e-pepet (bunyi e
masuk akal karena bahasa-bahasa Sumatra, ini berbeda dengan bunyi é seperti dalam kata
khususnya bahasa Melayu dan juga bahasa keréta) dan h (sebagai penutuk suku kata:
Batak memiliki struktur fonologi yang seder- “tambah”), dan malahan ada beberapa surat
hana, dengan pola konsonan-vokal-konsonan, yang menambah r dan n sebagai penutup suku
dan apabila terdapat gugusan konsonan maka kata.
konsonan pertama biasanya berupa bunyi Penjelasan yang agak panjang lebar di atas
sengau, seperti dalam kata hampa (m-p), kiranya perlu untuk menanggapi gagasan
sangka (ng-k), pantai (n-t), pandang (n-d), adanya aksara Minangkabau.
lancar (n-c), senja (n-j) dsb. Karena pola Pada Seminar Sedjarah dan Kebudajaan
bahasa yang sedemikian maka penghilangan Minangkabau di Batusangkar, 1-10 Agustus
sandangan sangat memudahkan penulisan 1970, dikemukakan bahwa telah ditemukan
aksara Sumatra. Dibandingkan dengan aksara aksara Minangkabau "dalam kitab tambo Dt.
Jawa, atau aksara pasca-Palawa, aksara Suri Diradjo dan tambo Dt. Bandaro Kajo"
Sumatra lebih mudah untuk dipelajari, dan yang konon ditemui di Pariangan, Padang
sangat sesuai untuk bahasa-bahasa setempat. Panjang. “Penemuan” ini lalu disebarkan da-
Karena kombinasi sengau velar (ng) dengan lam artikel sebuah surat kabar di Padang. Pe-
konsonan velar (k dan g), sengau labial (m) nulis memiliki kliping dari artikel tersebut
dengan konsonan labial (p, b), dan sengau yang sayang sekali tidak terdapat keterangan
dental (n) dengan konsonan dental (t, d) serta tentang surat kabar mana yang menerbitkan-
57

nya maupun tanggalnya. Ringkasan artikel nyaan yang sangat meragukan keasliannya,
tersebut kemudian dimuat dalam buku H. maka seharusnya aksara tersebut tidak pernah
Datoek Toeah, Tambo Alam Minangkabau, ditanggapi secara serius. Dalam hal ini penulis
diedit kembali oleh A. Damhoeri. Bukittinggi: sangat menyesalkan bahwa pihak Museum
Pustaka Indonesia, [1976], hal. 346-51. Adityawarman di Padang sempat mengangkat
Aksara yang menurut penulis artikel terse- aksara yang kurang jelas asal-usulnya itu
but adalah aksara Minangkabau berdasarkan menjadi bagian pamerannya.12
aksara ulu, tetapi di sana-sini terdapat variasi Di samping “aksara Minangkabau” yang
sehingga kelihatan asli Minangkabau. tadi, Museum Adityawarman malahan mema-
Penulis menjadi ragu jika melihat bahwa merkan lagi satu lagi “aksara Minangkabau”
aksara Minangkabau itu memiliki aksara khu- yang konon ditemui dalam Tambo Rueh. Bagi
sus untuk a dan ha. Padahal di semua aksara seorang ahli paleografi sangat jelas bahwa
ulu hanya terdapat satu aksara yang – menurut “aksara” itu direkayasa. Tokoh yang mencip-
konteksnya – dapat dibaca a atau ha. Hal itu takannya ternyata tidak memiliki pengetahuan
masuk akal karena bunyi a memang sudah tentang aksara Sumatra sehingga hasil rekaya-
menjadi bagian pada setiap aksara (ka, ga, sanya malahan mencerminkan asas-asas abjad
nga, ta, da, na, dsb). Kata yang berawalan a Latin! Karena “aksara Tambo Rueh” begitu
seperti anak, adat, atap ditulis dengan aksara jelas memperlihatkan ciri-ciri kerekayasaan
yang juga dapat dibaca ha. Hal itu juga masuk maka penulis merasa tidak perlu menang-
akal karena dialek-dialek Melayu tidak selalu gapinya secara lanjut.
membedakan antara a dan ha di awal kata, Aksara Minangkabau yang mirip dengan
misalnya adang dan hadang, ati dan hati, dsb. aksara ulu kemungkinan besar memang
Keraguan penulis berubah menjadi tidak pernah ada. Akan tetapi daerah Minangkabau
percaya ketika melihat bahwa dalam aksara berbeda dengan daerah di sebelah utara
Minangkabau itu tidak termasuk sandangan (Batak) dan selatan (Kerinci, Rejang,
ng. Dalam semua aksara Sumatra kata seperti Bengkulu) karena lebih duluan agama Islam
“gadang” ditulis dengan dua aksara, yaitu ga masuk ke daerah Minangkabau. Aksara yang
dan da ditambah dengan sandangan ng. ada sebelumnya seperti aksara Malayu zaman
Sedangkan aksara Minangkabau itu menulis- Adityawarman dan aksara Minangkabau yang
nya dengan tiga aksara ditambah tanda bunuh, mirip dengan aksara ulu, menjadi punah
yaitu ga, da, nga, tanda bunuh. Hal tersebut karena masuknya huruf jawi. Lama kelamaan
mustahil sama sekali. naskah pra-jawi pun hilang. Kemungkinan
Selain itu penulis juga sangat menyayang- bahwa di abad ke-19 naskah pra-jawi sudah
kan bahwa naskah yang dikatakan beraksara sangat berkurang. Kalaupun masih ada naskah
Minangkabau itu tidak pernah ditunjukkan yang tersisa pada abad ke-19, dapat dipastikan
kepada siapa-siapa apalagi didokumentasikan
12
lengkap dengan foto dan sebagainya. Karena Pada kunjungan saya yang terakhir ke Museum
Adityawarman di Padang (Juli 2005) ternyata kedua
keberadaan naskah tersebut tidak pernah “aksara Minangkabau” sudah tidak lagi dipamerkan
terbukti, dan aksaranya menimbulkan perta- karena pihak museum sendiri meragukan keaslian kedua
“aksara” tersebut.
58

sudah menjadi korban kaum paderi. nian kulit kayu daluang untuk menjadi bahan
Daerah Batak (Mandailing) baru diislam- tulis kadar kedua hidrat arang biasanya
kan di abad ke-19. Van der Tuuk yang ber- menyusut sehingga tinggal serat murni. Ada-
kunjung ke Mandailing yang berbatasan de- nya kadar pektin serta hemiselulose dalam
ngan Minangkabau mencatat bahwa pustaha sampel naskah Tanjung Tanah menjadi indi-
(naskah beraksara Batak) sudah menjadi ba- kator bahwa proses pembuatan naskah terma-
rang sangat langka sesudah daerah ini dise- suk sederhana. Di samping itu permukaan da-
rang dan diislamkan oleh kaum paderi di awal luang Tanjung Tanah juga termasuk kasar di-
abad ke-19. Kalau di Mandailing saja, yang bandingkan dengan naskah daluang lainnya
pada awal abad ke-19 masih memiliki tradisi yang diperiksa sebagai bahan pembanding.
menulis yang sangat aktif, naskah sudah men- Daluang, juga disebut dluwang dan
jadi barang langka, dapat dipastikan bahwa di daluwang, dapat digunakan sebagai kain
Minangkabau naskah pra-jawi sudah lama se- (tapa) atau sebagai bahan tulis. Di dahulu kala
belumnya punah. daluang sangat luas digunakan sebagai kain
pakaian, dan yang paling terkenal ialah tapa
Bahan yang digunakan oleh penduduk kepulauan
Polynesia di Lautan Teduh (Pasifik). Daluang
Naskah Tanjung Tanah telah diteliti oleh juga luas digunakan sebagai kain pakaian di
Tokyo Restoration & Conservation Center Indonesia, terutama di Jawa dan di Indonesia
pada Oktober 2004, dan hasilnya menunjuk- bagian timur. Diberitakan bahwa pada awal
kan bahwa bahannya daluang (Broussonetia abad ke-19 masih ada orang Jawa yang
papyrifera Vent). Untuk memastikan bahwa berpakaian daluang (Teygeler, 1995:5). Ke-
bahannya memang daluang maka sampel nas- banyakan naskah Jawa ditulis di daun lontar,
kah Tanjung Tanah diperiksa di mikroskop dan daluang baru menjadi lebih dikenal seba-
dan dibandingkan dengan dua naskah daluang gai bahan tulis selama abad ke-17 seiring de-
lainnya serta dengan bahan lain yang juga di- ngan meluasnya pengaruh Islam di Jawa kare-
pakai di Indonesia sebagai bahan kain. Di an- na huruf jawi sulit untuk ditulis pada daun
taranya termasuk sampel kain yang terbuat lontar. Produksi daluang makin meningkat di
dari kulit kayu sukun (dari Bondowoso), dan zaman VOC yang turut menggunakan daluang
sampel kain yang terbuat dari kulit kayu be- karena persediaan kertas tidak mencukupi un-
ringin yang berasal dari Tanah Toraja. Dari tuk memenuhi kebutuhan yang makin me-
hasil perbandingan ciri-ciri serat diketahui ningkat. Akan tetapi pada abad ke-19 kertas
bahwa naskah Tanjung Tanah memang ter- sudah tersedia secara umum dan produksi da-
buat dari daluang. Pemeriksaan mikroskop luang makin menurun sehingga menjadi ham-
juga menunjukkan bahwa naskah Tanjung Ta- pir punah.
nah tidak diolesi kanji, dan bahwa pada serat- Sekarang pohon daluang sudah sulit dite-
nya masih ada pektin serta hemiselulose. Serat mukan di Jawa, apalagi di Sumatra. Bagai-
kayu yang utuh selalu dibalut oleh serat larut mana keadaan di zaman dahulu tidak diketa-
pektin dan hemiselulose. Pada proses pemur- hui. Boleh jadi bahan untuk naskah Tanjung
59

Tanah diimpor dari Jawa, tetapi hasil peneliti- paling umum di Kerinci. Hal tersebut tentu
an Tokyo Restoration & Conservation Center berkaitan dengan pengaruh Jawa yang sudah
mengisyaratkan bahwa daluang itu barangkali sejak abad ke-13 atau malahan sebelumnya
merupakan produksi setempat karena mutu- merembes ke Sumatra bagian selatan. Aditya-
nya tidak seimbang dengan daluang yang warman yang pernah menjadi mantri
dihasilkan di Jawa. Daluang yang hendak praudhataro di istana Majapahit pasti sangat
digunakan sebagai kertas tulis perlu melalui terpengaruh dengan budaya Jawa dan ingin
berbagai tingkat penghalusan, termasuk peme- menerapkan gaya kerajaan seperti di Jawa di
raman yang memakan waktu lama dan prose- dalam kerajaannya. Hal ini tentu tidak berarti
dur perataan yang berulang kali dilakukan bahwa kerajaan Malayu semata-mata mencon-
sehingga bahannya menjadi benar-benar toh Majapahit, tetapi memilih unsur-unsur
halus. Untuk memperoleh hasil yang maksi- yang dianggapnya sesuai dan yang dapat
mal hanya kulit kayu dari pohon yang masih memperkuat kedudukan sang Maharajadhiraja
muda diambil sementara pohon yang sudah sebagai penguasa mutlak. Kalau menulis di
tua hanya dapat digunakan sebagai kertas bambu dan tanduk kerbau sudah menjadi tra-
pembungkus, disi kerakyatan dengan menggunakan aksara
Bahan naskah Tanjung Tanah ternyata setempat seperti aksara Kerinci maka sang ra-
tidak melalui prosedur yang sangat rumit, ja dan para pegawai tinggi merasa perlu mem-
tetapi sifatnya yang agak kasar dibandingkan bedakan dirinya dari rakyat biasa dengan
dengan daluang halus buatan Jawa mungkin menggunakan aksara dan bahan tulis yang
karena teknologi pembuatan kertas pada berbeda.
zaman itu belum semaju dengan yang ada di
Jawa di abad ke-17. Boleh jadi bahwa di abad Analisis Radiokarbon
ke-14 teknologi pembuatan daluang di Jawa
pun tidak lebih maju daripada yang di Untuk membuktikan kebenaran asumsi
Sumatra. Voorhoeve bahwa naskah Tanjung Tanah
Kesimpulannya, tidak dapat dipastikan memang berasal dari zaman sebelum agama
apakah bahan daluang Tanjung Tanah dida- Islam tersebar di pelosok-pelosok alam
tangkan dari Jawa atau merupakan peng- Melayu di sekitar Bukit Barisan, maka sebuah
hasilan setempat, namun penulis lebih cende- sampel naskah ditentukan usianya dencan cara
rung menganggapnya sebagai produksi lokal pengukuran umur dengan metode radiokar-
karena pada zaman itu di Jawa kebanyakan bon. Sampel kecil yang dengan izin pemilik
naskah ditulis di lontar sementara pohon naskah Tanjung Tanah diambil dari salah satu
lontar tidak tumbuh di Sumatra bagian selatan halaman yang kosong (tidak mengandung
karena curah hujan terlalu tinggi. tulisan), dikirim ke Rafter Radiocarbon Labo-
Tentu saja hal ini tidak menjawab perta- ratory di Wellington, New Zealand untuk di-
nyaan mengapa naskah Tanjung Tanah ditulis analisis dengan menggunakan spektrometer
di daluang dan tidak di bambu, atau di tanduk pemercepat masa. Accelerator mass spectro-
kerbau yang merupakan bahan tulis yang metry (AMS) merupakan metode yang relatif
60

baru yang pertama kali diperkenalkan pada suaian dilakukan dengan menggunakan
tahun 1977. kalibrasi INTCAL98 (Stuiver et al., 1998).
Dengan menggunakan spektrometer, aku- Setelah diadakan kalibrasi maka terdapat dua
rasi penentuan umur menjadi semakin tingi kemungkinan tentang umur naskah Tanjung
karena metode tersebut mampu melacak unsur Tanah: Dengan probabilitas 95,4% naskah
C-14 dari bahan uji coba yang amat kecil. Tanjung Tanah jatuh pada kurun waktu 1304
AMS dapat disebut terobosan baru dalam me- dan 1370 M (44,3%), atau antara tahun 1380
tode pengukuran radiokarbon karena me- dan 1436 M (51,7%). Persentase yang di
mungkinan analisis radiokarbon pada sampel kurung adalah distribusi probabilitas yang
yang sangat kecil volumenya. untuk kedua kurun waktu hampir sama
Analisis sampel naskah Tanjung Tanah sehingga kita harus menerima kenyataan
yang diadakan di Laboratorium Rafter meng- bahwa penanggalan tidak dapat diadakan
hasilkan umur radiokarbon 553 ± 40 tahun dengan sangat tepat. Namun demikian jelas
before present (BP) yang sama dengan tahun bahwa pohon yang digunakan untuk
1397 M ± 40 tahun (1357 – 1437 M) karena menghasilkan kertas daluang ditebang antara
tahun 1950 dianggap sebagai ‘present’ — tahun 1304 dan 1436 Masehi.
demikianlah memang kovensi yang berlaku.
Akan tetapi umur yang ‘konvensional” terse- Tabel 4 Umur Radiokarbon
but tidak persis sama dengan umur yang No. Lab d13C Umur Radio- Umur sesudah
sebenarnya karena waktu paruh karbon-14 (‰) karbon kalibrasi
R 28352 -24,5 553 ± 40 BP 1304 - 1370
adalah 5.730 tahun dan bukan 5.568 tahun (18-Nov- = 1397M ± (44,3%)
sebagaimana dianggap semula. Waktu paruh 03) 40 1380 - 1436
ialah waktu yang dibutuhkan untuk meluruh- (51,7%)
kan setengah dari inti atom. Artinya apabila
proses peluruhan dimulai pada satu kilogram Dapat disimpulkan bahwa naskah Tanjung
material radioaktif, material tersebut akan Tanah ditulis selama abad ke-14 atau pada
luruh menjadi setengah kilogram dari unsur awal abad ke-15. Bila hasil analisis karbon-14
tersebut. Selanjutnya setengah kilogram mate- dikaitkan dengan data-data sejarah sebagai-
rial tersebut akan menjadi setengahnya lagi mana dilakukan di atas, maka kemungkinan
setelah waktu paruhnya dan seterusnya. besar bahwa naskah Tanjung Tanah ditulis
Karbon-14 dihasilkan terus menerus di pada paruh kedua abad ke-14.
bagian atas atmosfer akibat tembakan sinar Terbukti oleh penanggalan secara radio-
kosmis (partikel nuklir energi tinggi) di alam, karbon, naskah Tanjung Tanah minimal
sehingga semua organism mengandung kar- seratus tahun lebih tua daripada naskah yang
bon-14. Kadar kandungan karbon-14 juga selama ini dianggap sebagai naskah Melayu
tergantung pada intensitas pancaran yang tertua, yaitu kedua surat sultan Abu Hayat
mengalami perubahan di sepanjang masa. dari Ternate yang berhuruf jawi dan bertang-
Kedua faktor tersebut perlu diperhatikan gal 1521 dan 1522 Masehi. Kedua naskah tadi
untuk penanggalan yang tepat, dan penye- telah diterbitkan oleh Blagden dalam Bulletin
61

of the School of Oriental Studies (University selatan Sumatra (Kerinci, Bengkulu, Pasemah,
of London) pada tahun 1932. Ogan, Komering, Serawai, dan Lampung)
Namun demikian, pada tahun 1988 terbit tidak termasuk dalam kategori hasil tulisan
pula buku yang berjudul: The oldest known Melayu. Teori ini juga tidak diterima oleh
Malay manuscript: a 16th century Malay sebagian pakar karena tidak masuk akal
translation of the 'Aqa'id of Al-Nasafi. bahwa orang Melayu yang pada abad ketujuh
Kendatipun naskah tersebut bertanggal tahun sudah memiliki aksara sendiri tidak pernah
1590 M (jadi hampir 70 tahun lebih muda menggunakan bahan lain daripada batu
daripada kedua surat sultan Abu Hayat), Al- sebagai media tulis, atau bahkan kehilangan
Attas menamakannya sebagai naskah Melayu kemampuan menulis di zaman pasca-Sriwi-
yang tertua, dan tidak ada referensi apa pun jaya. Padahal baik Malayu maupun Sriwijaya
yang merujuk kepada artikel Blagden. Hal ini menjadi pemain utama dalam perdagangan
terutama mengherankan karena Al-Attas antarbangsa karena menguasai Selat Malaka
secara terperinci menyebut naskah-naskah yang begitu penting bagi arus perdagangan
Melayu yang tua dalam bagian buku “Pre- antara India dan Tiongkok. Sulit bagi kita
vious accounts of some of the oldest Malay untuk membayangkan bahwa kerajaan yang
manuscripts”. Entah dengan sengaja atau begitu terfokus pada dunia luar tidak pernah
tidak sengaja judul buku Al-Attas jelas mengembangkan tradisi pernaskahan sebelum
menyesatkan. kedatangan agama Islam.
Naskah Tanjung Tanah bukan hanya A. Teeuw juga menarik perhatian kita pada
naskah Melayu yang tertua, melainkan juga ejaan huruf Jawi yang memperlihatkan unsur-
satu-satunya naskah Melayu yang tertulis unsur dari abjad yang digunakan sebelum
dalam aksara pasca-Palawa yang juga disebut huruf jawi diperkenalkan: “Particularies [in
sebagai aksara Malayu. the jawi script] can only be explained as a
Kenyataan bahwa tidak pernah ditemukan continuation of a similar spelling in Indian
naskah Melayu yang berasal dari zaman pra- writing” (Teeuw, 1959:152).13 Dengan kata
Islam malahan diinterpretasikan oleh sebagian lain, abjad Jawi bukan semata-mata pinjaman
pakar sebagai petunjuk bahwa – lain dengan abjad Arab, melainkan ada proses untuk
orang Jawa atau orang Bali misalnya – orang menyesuaikan ejaan sedemikian rupa sehing-
Melayu tidak pernah memiliki tradisi ga cocok untuk menulis bahasa Melayu. Bagi
pernaskahan pra-Islam dengan menggunakan para katib yang mula-mula menyesuaikan
daun lontar, buluh, atau kulit kayu sebagai abjad Arab, atau lebih tepat varian Persianya,
media tulis (Jones, 1986:139). agar dapat digunakan untuk menulis bahasa
Teori ini yang mula-mula dikemukakan Melayu, abjad jawi bukan abjad pertama yang
oleh Friedrich (1854) dan belakangan ini mereka pelajari. Kratz menulis bahwa “one
didukung oleh Abdullah (2000:405) tentu can assume that those developing the Jawi
hanya masuk akal bila kita bertolak pada script for use with Malay had been familiar
kesimpulan bahwa naskah berbahasa Melayu
yang ditulis dengan aksara surat ulu di bagian 13
Yang dimaksud di sini dengan “Indian writing” adalah
aksara pasca-Palawa.
62

with the Pallava script and some of its South-


East Asian variants” (Kratz, 2002:23).
Naskah Tanjung Tanah membenarkan
anggapan Teeuw dan Kratz, dan juga De
Casparis (1975:73) yang yakin, tetapi tidak
dapat membuktikan, bahwa ada kesinambung-
an sejarah penulisan dari zaman Hindu-Budha
ke zaman Islam. Ternyata mereka benar bah-
wa keberaksaraan, juga dalam bentuk tradisi
pernaskahan, telah kokoh berakar di alam
Melayu sebelum masuknya agama Islam ke
kawasan Nusantara.
Alih Aksara dan Alih Bahasa

Alih aksara (transliterasi) dan alih bahasa naskah Tanjung Tanah yang kedua. Pertama
(terjemahan) yang tersaji di bawah ini meru- kali naskah tersebut ditransliterasi oleh
pakan upaya terpadu sejumlah pakar bahasa Poerbatjaraka, seorang budayawan, ilmuwan
Melayu, bahasa Sansekerta, dan bahasa Jawa Jawa dan terutama pakar sastra Jawa, yang
Kuna yang berkumpul di kampus Universitas pada saat itu menjadi kurator naskah di
Indonesia antara tanggal 12-18 Desember Museum Gadjah (Museum Nasional). Trans-
2004 dalam rangka lokakarya yang diadakan literasi Poerbatjaraka tidak sempurna karena
oleh Yayasan Naskah Nusantara. Lokakarya beliau tidak sempat melihat naskah aslinya
tersebut diketuai oleh Achadiati Ikram, dan melainkan hanya dapat berpegangan pada
diprakarsai oleh Uli Kozok. foto-foto yang dikirim oleh Voorhoeve,
Tim inti lokakarya terdiri atas Achadiati sementara mutu foto tersebut sangat kurang.
Ikram, Hasan Djafar, Karl Anderbeck, Ninie Transliterasi naskah Tanjung Tanah tersaji
Susanti Y, Romo Kuntara Wiryamartana, di bawah ini dalam dua versi sejajar, yaitu
Thomas Hunter, Uli Kozok, dan Waruno transliterasi kritis dan transliterasi diplomatik.
Mahdi. Transliterasi kritis merupakan salinan
Selain tim inti yang turut membantu adalah teliti secara huruf demi huruf, tanda demi
Amyrna Leandra, Dwi Woro Mastuti, Edi tanda, sedapatnya mencerminkan setiap ciri
Sedyawati, Made Suparta, Mujizah, Munawar atau kekhususan teks asli. Transliterasi kritis
Holil, Yamin, dan Titik Pudjiastuti yang juga banyak bersandar pada hasil kerja oleh Dr.
merangkap sebagai ketua panitia. Ninie Susanti dan Drs. Hasan Djafar selama
Kami juga ingin mengucapkan terima lokakarya Desember 2004, yang kemudian
kasih kepada K.A. Adelaar yang berhalangan diubahsuaikan oleh Waruno Mahdi.
mengikuti lokakarya tersebut, tetapi memberi Waruno Mahdi juga menambahkan
sumbangan yang berarti. transliterasi diplomatis yang merupakan
Lokakarya tersebut dimungkinkan berkat salinan luwes yang bertujuan memperkirakan
adanya dana yang disediakan oleh US bagaimana bacaan teks tersebut sebagaimana
Ambassador’s Fund for Cultural Preservation. yang dimaksudkan oleh sang katib.
Kata-kata Sansekerta dieja sebagaimana
Alih Aksara (1) diperkirakan ucapannya di tempat dan waktu
yang bersangkutan. Penulisan sebagaimana
Transliterasi berikut merupakan alih aksara aslinya dalam bahasa Sansekerta, jika diang-
64

gap perlu, ditambahkan dalam catatan kaki rx — tanda r yang dipangkatkan di muka
(terutama bersandar pada hasil kerja I Kuntara konsonan lain menyatakan singkatan
Wiryamartana dan Thomas M. Hunter). aksara ra yang dijunjung di atas aksara
Dalam transliterasi kritis dipergunakan lain dalam ligatur rx;
tanda baca berikut, pengganti atau pencermin x — tanda r yang dipangkatkan di belakang
r
ciri-ciri tertentu daripada teks asli: konsonan lain menyatakan sandangan
° — menyatakan bahwa bunyi vokal berikut cakra;
termaktub dalam naskah asli sebagai xy — tanda y yang dipangkatkan di belakang
aksara tersendiri (artinya bukan sebagai konsonan lain menyatakan sandangan
sandangan pada aksara konsonan); pèngkal;
: — menyatakan sandangan danda, yang xk — huruf konsonan yang disubskripkan
mana biasanya menyatakan vokal a (umpamanya k) di belakang konsonan
panjang, tetapi dalam naskah Tanjung lain, menyatakan pasangan di bawah
Tanah dipakai juga dengan vokal lain, atau di sebelah kanan aksara pokok
dan fungsinya kurang jelas; (misalnya x) dalam ligatur xk.
¬ — menyatakan tanda bunuh (bhs. Jawa Demi mempertahankan asas pencerminan
patèn, Skt. vir ma), meniadakan atau yang manunggal, maka digraf ng dan ny
“membunuh” vokal yang terdapat pada digantikan dengan dan ñ. Begitu pun,
sebuah aksara konsonan; urutan vokal ai semata dipakai untuk
— menyatakan sandangan wignyan (bahasa dua vokal penuh (seperti misalnya
Jawa; bhs. Skt. visarga) yang dalam bahasa Indonesia pada kata
manambah bunyi h pada akhir sebuah yaitu), sedangkan untuk diftong (tanda
suku kata; taling rangkap dalam naskah) ditulis
ˆ — menyatakan sandangan cecak (dalam ditulis ay. Kemudian, dibedakan juga
bahasa Sansekerta [Skt.] dinamakan antara e (semata untuk pepet), è (taling
anusv ra) yang menambahkan bunyi tunggal dalam naskah), dan é (sandangan
sengau (ng) pada akhir sebuah suku berupa "cakra terbalik" dalam naskah).
kata; Sisipan dinyatakan /xxx\ bila disisip dari
— menyatakan sandangan keret, yang bawah; dan \xxx/ bila dari atas.
dalam bhs. Jawa Kuna dibaca -re-; Salah tulis oleh kealpaan sang katib, yang
tetapi dalam bhs. Melayu Tua dibaca - dicoret oleh katib itu sendiri, dinyatakan
er-, dan dalam bhs. Skt. sebagai bunyi - dengan sebuah atau seurutan tanda #;
r- silabik (yang berfungsi bagaikan bagian lain yang tidak terbacakan,
vokal); terlalu samar, atau hilang (karena
x — tanda yang dipangkatkan di muka daluangnya koyak atau berlubang),
konsonan lain (dimisalkan dengan x) dinyatakan dengan titik-titik.
menyatakan singkatan aksara a yang Dalam transliterasi diplomatis diisyarat-
dijunjung di atas aksara lain dalam kan peranggapan berikut:
ligatur (gabungan aksara) x; Dianggap bahwa apa yang termaktub seba-
65

gai urutan dua konsonan berlainan dalam nas- dibaca duwa), dengan beberapa perkecualian;
kah asli itu hanya benar merupakan urutan dan vokal e (pepet) pada semua kombinasi
konsonan demikian apabila: konsonan perta- konsonan lainnya (tertulis sri, dibaca seri),
manya bunyi sengau; atau salah satu di antara- kadang-kadang dituliskan sebagai pangkat
nya adalah s; atau konsonan yang terakhirnya (tertulis putra, dibaca putera).
adalah k daripada akhiran -kan. Begitu pun di- Tanda-tanda baca yang rumit disederhana-
anggap tiada selingan vokal di muka enklitik - kan, yaitu: dua garis miring // diganti dengan
ña (-nya) sekira pun kata sebelumnya berakhir satu titik tengah (·), kombinasi 4 garis miring
dengan konsonan. Pada semua kejadian lain, dengan 2 titik tengah //··// menjadi sekadar
pengucapan kedua konsonan itu dianggap dua titik tengah (··), sedangkan kombinasi
diselingi satu vokal, yaitu: vokal i kalau di berupa //∞// diganti dengan tanda gelombang
muka y (artinya, bila tertulis kalyan, dibaca (~).
kaliyan); vokal u di muka w (tertulis dwa,

2. [°Au#] [bé?] ....... [swasti] [“aum”] [bé?] [.....] swasti seri


ri [ a]ka .... [tita] ..... saka[warsa]tita [...] masa wèsaka 14 ·· [.....]
ma:sa wèsa:ka //··// ..... “om”15 · jyasta 16 masa titi17 keresnapaksa18 ··
## °u.. //··// jya:sta: masa titi di wasè[ba]n peduka seri 19 maharaja
k snapaksa //··// di wasè... ¬ karetabèssa seri gandawa sa maredana,
pduka sri ma:ha:raja karta##bèssa maga-[...] sèna [...]20 karetabèssa [...]
ri gandawaˆ a mradana ; ma:ga...
sè a ... kartabès¬sa .....
3. °anugraha: °atña saˆ [hya] kammatta 21 anugeraha atña sa [hya ] kemmattan25 peda
n¬ pda ma:ndalika: di bumi kurinci mandalika26 di bumi kurinci si-lunjur kurinci
silu:ñjur¬ kurinci: maka: ma: ## maka mahasènapati perapatih sama[...]t
ha: sè apa:ti prapati sama[ re/ga]22 parebala -bala an di sa pera [ka] [ra] disi
tprabalaˆ balaˆ a ¬ disa: pra[ka][ra]23 de a[n] dèsa hellat mahellat di dèsa
dis#i daˆ a ##dèsa: ha:llat¬ ma: peradèsa benuwa 27 sahaya, ja an tida ida
hallatdi dèsa pradèsa ba:
nwa saha:ya ; ja: antida24 °i[da]

14
Skt. Vai¢åkha (nama bulan ke-10 tahun Saka).
15
Penulisan seruan ritual ini (Skt. o ) kurang jelas.
16
Skt. Jyai ha (nama bulan ke-11 tahun Saka).
17
Skt. tithi (satu hari).
18
Skt. k®ßøapakßa, hari ke-15.
19
Skt. ¢ri = gelar kerajaan, “yang mulia”.
20
Skt. mahåsena = panglima besar.
21
Vokalnya kurang jelas, mungkin bukan a melainkan i.
22
Teks kurang jelas, ada rekan pakar yang membaca re, ada juga yang membaca ga.
66

4. pda dipatiña yaˆ su raˆ su raˆ ......28 peda dipati-ña ya s[a]-ura s[a]-ura [....]
baraˆ tida °ida pda dipati , dwa ta: bara tida ida peda dipati, dua tahil sa-paha
hil¬ sapaha: dandaña // sadaˆ danda29-ña · sada pa hulu-ña bahawumman
paˆhuluña baha:wumman ¬ tyada tiyada iya manurunni, tiyada iya manurun[n]i
ya ma:nurunni , t yada ya ma:nu /ru\ i pahawumman, ma ada rakah kalahi, didanda
pa:ha:wumman¬ , ma: ada raka ka sa-tahil sa-pa-
lahi: , didanda sata:hi:l¬ sa:[pa]
5. ha: // jaka balawanna ka:dwa sama: -ha · jaka balawannan kaduwa sama kadanda
kadanda ka:dwa // punara:pi jaka ma kadwa · punarapi jaka ma ennakan judi jahi,
annaka judi ja:hi: , yang °adu ma:....30 yang adu ma[...] danda sa-tahil sa-paha, ya
## danda satahilsa:paha: yaˆ ba bajudi kadanda sa-tahil sa-paha s[a]-ura
judi kadanda satahi:lsa:paha:: su s[a]-ura , geggah rabutti rampassi malawan
raˆ sura ˆ , gagga rabuttirampassi31 ma: ma unus kerris [.....] tumbak bunuh; mati
la:wan¬ ma: unuskarris¬ ..... tu bala[ña] da ka
mbakbunu: / ma:ti bala[ña]32 [da:] ka
33
6. da dusunnuraˆ dunu#ˆ an¬ [b]rati da dusun-n-ura dunu an [b]erati mali
maliˆ mañamun¬ dya ˆka/tka\ nuraˆ mañamun diya katkan-n-ura managih
mana:gi marusak¬ ruma ..34 °u marusak rumah ura mali rusuh ce kal itu
raˆ mali ˆ rusu ca ˆ kal¬ °itu pa[ ] pabenuwakan, se gabumikan bunah35 anak-
banwaka ¬ , saˆ gabumikan ¬ buna ña tereñata panji ka dalam saparu lawan
°anak¬ña t ñata panjiˆ ka dalam¬ dipati, yang dunu an-ña didanda duwa tahil
saparu lawandipati , yaˆ dunuˆ anña sa-paha · pu-
didanda dwa tahi:lsa:paha: // pu

23
Ada dua aksara amat samar, yang pertama dapat diduga-duga ka, yang kedua bagi beberapa rekan pun masih terbaca ra.
24
Aksara yang dibaca ja di awal urutan ini oleh sebagian rekan pakar dibaca da.
25
Boleh jadi perlu dibaca kemmettin apabila vokal terakhirnya bukan a melainkan i. Oleh karena -in itu bukan akhiran, maka
konsonan ganda -tt- bukan akibat adanya akhiran, melainkan semata menjadi pertanda bahwa “a” harus dibaca e (pepet).
26
Skt. maø∂alika (berkaitan dengan daerah tundukan).
27
Vokal dalam suku kata pertama dianggap pepet karena kata yang sama di tempat lain ditulis dengan konsonan ganda -nn- di
belakang vokal tersebut (halaman 11, baris 2; hal. 27, b. 6; hal. 28, b.-b. 2-3).
28
Ada bagian yang sangat samar sehingga tiada terbaca, lebarnya kira-kira sampai tiga aksara.
29
Skt. daø∂a, denda, hukum.
30
Seakannya termaktub ka atau ga.
31
Pasangan s tercantum tidak di bawah, melainkan di belakang aksara sa, dan agak canggung cara menulisnya, sehingga
sandangan wulu untuk vokalisasi -i yang di atasnya pun agak beda bentuknya.
32
Cara penulisan aksara ña agak lain sendiri.
33
Sandangan suku pada aksara na (membuatnya menjadi nu) dan begitu pun aksara a sangat samar; selain tanda cecak di
sebelah kanan atas dari aksara nu (na dengan suku) terdapat cemaran kecil.
34
Ada tanda yang kurang jelas.
35
Baca bunuh.
67

7. narapi jaka °uraˆ ma:magat¬ pa°u -narapi36 jaka ura mamagat paucap-w-ura
cap¬ wura ˆ dipirak¬ña °uli °ura ˆ dipirak-ña ulih ura ura ya mamagat,
°uraˆ ya ˆ mamagat ¬ , didanda satahi didanda sa-tahil [sa-] paha · punarapi bara
l¬ pa:ha: // · // punarapi baraˆ ma u ma ubah sukattan ganta cupak, katiyan,
ba sukattan¬ gantaˆ cupak¬ , ka: kunder[i] bu kal pihayu didanda sa-tahil sa-
tiya ¬ , kund bu ka/l¬\piha:yu [pa]ha37 · bara manu gu ura tida ta amit
didanda satahil¬ sa ha: // bara ˆ
ma:nu gu °uraˆ tida ta °amit¬
8. # pda paˆhuluña °uraˆ ya ˆ di:tu ˆgu peda pa huluña ura ya ditu gu ma adakan
ma ˆ°adaka ¬ ran¬/ña \ baribin¬ di renñah baribin didanda sa-tahil sa-paha, ya
danda satahil¬ sapaha: , ya ˆ mañuruh puwan sama danda na [..wa]
ma:ñuru pwan¬ samadanda aˆ[..wa]...38 [ba]ra mamaga ura tanda bartah
raˆ ma:maga ˆ °uraˆ tanda ˆ barta ma:hu: mahulukan judi jadi sabu mali , bara
lukanjudi jadi sabuˆ ma:liˆ , ba mamaga didanda sa-tahil sa-
raˆ ma:ma:gaˆ didanda satahil¬ sa
9. paha: // · // bara ˆ °uraˆ na:yikka: paha ·· bara ura nayik ka rumah ura tida
ruma °uraˆ tida ya barsarru barku iya barserru barekuwat baresuluh, bunuh
wat¬ barsulu , bu u saˆ gaˆbu se ga bumikan 39 salah ta ulih mamunuh
mi:ka ¬ sala ta °uli ma:mu: se gabumikan ulih dipati barampat suku,
nu saˆ gabumikan¬ °uli dipa: sabusuk ma-40 mamunuh sabusuk tida
ti barampat¬ suku , sa:busu:
kma mamunu sabusu:ktida
10. ma:muu // · // maliˆ kambiˆ , ma mamunuh ·· mali kambi , mali babi danda
liˆ babi danda sapulu mas¬ // ma: sa-puluh mas · mali anji lima mas, anji
liˆ ## °anji ˆ lima # mas ¬ °anjiˆ ba basaja, mali anji mawu sa-puluh mas anji
saja , maliˆ °anjiˆ ma:wu sapulu dipati puwan sa-kiyan · anji raja sa-tahil sa-
mas ¬ °anji ˆ dipati pwan ¬ sakya paha · mali hayam sa-
n¬ // °anji ˆ ra:ja sata:hil¬
sapa:ha: // ma: # li ˆ ha:yam¬ sa:
11. haya °uraˆ , bagi °aspulaˆ duwa // -haya ura , bagi as 42 pula duwa · hayam
ha:yam¬ ban¬n wa sikurpulaˆ tiga // bennuwa s[a]-ikur pula tiga · hayam kutera
ha:yamkutra bagi sikurpulaˆ lima // bagi s[a]-ikur pula lima · hayam dipati, ayam

36
Skt. punar api, lagi pula
37
Rupanya katib alpa, ada aksara pa terlangkau.
38
Sebagian rekan pakar membaca ba yang samar di tempat ini.
39
Tanda cecak (penulis bunyi sengau ) di muka -bu- rupanya kekeliruan katib, sehingga mestinya dibaca se gabumikan,
seperti yang termaktub pada baris berikut.
40
Suku kata ma- berlebihan, rupanya kekeliruan katib.
68

ha:yamdipati , °ayam¬ °anak¬ anak cucu dipati bagi s[a]-iku[r]43 pula tujuh
cucu dipa:ti bagi si/ku\ pulaˆ tuju // · hayam raja bagi sa44 pula duwa kali tujuh ·
ha:yam¬ ra:ja ba ## gi sa pulaˆ dwa hayam benuwa lim[a]
kali tuju // ha:/y\am¬ banwa lim¬41
12. kupaˆ , hayam pu\la /manikal¬ // kupa , hayam pula manikal · hayam gutera
ha:yamgutra ta ˆ ah tig:a mas ¬ // te ah tiga mas · hayam-n-anak cucu dipati
ha:yam¬ anak¬ cucu dipati , ha: hayam dipati lima mas · hayam raja sa-puluh
yamdipa:ti lima: mas ¬ // ha:ya mas · bara ma iwat ura , da 45 danda-ña sa-
m¬ ra:ja sapulu mas ¬ // bara ˆ ma tahil sa-paha, ura pula sa-rupa-ña ·
iwat¬ °uraˆ , da dandaña satahi
lsa:paha: , °ura ˆ pula ˆ sarupa:ña //
13. ja:ka °uraˆ tandaˆ baja:la basaja: jaka ura tanda bajalan basaja bawa
bawa minam makan ¬ la:luka ¬ // ba minam46 makan lalukan · bara siyapa ura
raˆ syapa °uraˆ mambawa °at¬ña pa: mambawa atña panjalak pasuguhhi hantar
njalak¬ pasugu hi ha:ntar tati du- tati dusun, pakamitkan ulih ura puña dusun ·
sun¬ , pakamitkan¬ °ulih °ura ˆ pu mali tuwak di datas47 di bawah, didanda
ña dusun¬ // maliˆ tuwak¬ di data lima mas ·
sdi bawa , didanda lima: ma:s¬ //
14. ma:liˆ bu:bu , bubu ditimbunni...48 pa mali bubu, bubu ditimbunni [...] padi si-
di sipanu ña , jaka tida tarisi ....49 panuh-ña, jaka tida tarisi [...] lima mas
lima: masdandaña // baraˆ ma:...uba... danda-ña · bara ma[ ]uba[h]51 pañcawida,
pañcawida , didanda lima ta:hil¬ didanda lima tahil sa-paha · bara bahila
sapaha: // baraˆ bahilaˆ °uraˆ ma:ta ura mata kareja ya purewa, sa-kati lima
karja yaˆ purwa , sa:kati lima danda danda-ña ·· barebu · bara siyapa ba-
ña // .. // barbu50 // baraˆ syapa: ba

41
Kiranya apa yang seakannya tanda patèn pada aksara ma-itu sekadar tanda danda yang terlalu panjang, sehingga yang
bermaksud ditulis di sini bukan “lim¬” melainkan “lima:”.
42
Mungkin perlu dibaca esa. Perlu dicatat bahwa aksara khusus untuk menulis “°e” tidak ada. Ternyata, katib satu kali menulis“
°as” (di sini) dan satu kali “ sa” (pada baris 6 halaman yang sama).
43
Setelah menyisipkan ku dari bawah, katib rupanya lupa bahwa masih kurang r.
44
Mungkin perlu dibaca esa (lihat keterangan terdahulu).
45
Kealpaan katib: suku kata pertama ditulis ulang.
46
Kiranya kealpaan katib, mestinya dibaca minum.
47
Kata datas dengan d- di awalnya ini, walaupun berarti ‘atas’ kiranya bukan akibat keliru menulis, karena terulang kembali
pada halaman 27, baris 4.
48
Kurang jelas, mungkin ada aksara yang tidak selesai penulisannya, tetapi juga tidak dicoret oleh katib.
49
Mungkin ga atau ta yang ditulis secara gegabah, tetapi dari kedua bacaan dugaan ini tak ada yang cocok dengan konteks
sekitarnya.
50
Kealpaan katib: terlalu pagi mulai menulis kata barbuñi (baca barebuñi) yang kemudian dimulai kembali pada akhir baris
(serta awal halaman berikut).
51
Bacaan yang diduga, karena penulisannya sangat tidak jelas.
69

15. rbuñi dusa saˆkita, danda dwa ta: -rebuñi dusa sa kita, danda duwa tahil sa-
hil¬ sapaha: // ma:liˆ tapbu dipi paha · mali tepbu dipikul dijuju digalas,
kul¬ dijujuˆ diga:las¬ , lima ku lima kupa danda-ña · jaka dimakan
paˆ dandaña // ja:ka: dimakandipaha/lu\52 dipahalu-ñ-ña tanaman-ña tanamkan[...] sa-
ñña tanamanña tanamkan/..\..53 saba bata di kiri sa-bata di kanan dikapit,
taˆ di kiri sabataˆ dika[ ]a dikapi dige gam sa-bata di kiri
t¬ , digaˆ gam¬ sabataˆ di kiri
16. sa:bataˆ di ka: an¬ #54 dibawa pu- sa-bata di kanan dibawa pula tida dusa-ña
laˆ tida dusa: ña ma:kantabu °ita makan tebu 55 ita56 mali birah, kaladi, hubi,
ma:li ˆ bira , kaladi , hubi , tuba tuba dipahamba duwa puluh duwa lapan hari,
dipaha:mba dwa pulu dwa la:pa ha:ri, tida handak dipahamba, lima mas danda-ña ·
tida handakdipaha:mba , lima: mas¬ mali bu a sirih pina ura atawa sasa i-ña,
danda ña // ma:li ˆ bu a siri pinaˆ °ura ˆ duwa puluh duwa lapan-n-[h]a-
°atawa sasa iña , d wa pulu dwa lapa na:
17. ri dapaha:mba , tida ha:ndakdipa:ha: -ri dapahamba 58, tida handak dipahamba lima
[m]ba lima: masdandaña // ma:liˆ pa:di sata: mas danda-ña · mali padi sa-tahil sa-paha
hil¬ sapa:ha: dandaña // maliˆ hubi danda-ña · mali hubi bajunju an lima
bajunjuˆ an¬ lima kupa ˆ , ya ˆ tida bajunjuˆ kupa , ya tida bajunju an lima mas danda-
an¬ lima mas ¬ dandaña // ma:li[ˆ]57 tallu ña · mali[ ] tellur hayam, itik p erapati
r¬ ha:yam¬ , °itik¬ prapati ditambu ditambuk59 tujuh tumbuk lima tumbuk ura
ktuju tumbuk¬ lima tumbuk¬ °uraˆ ma: ma-

52
Suku kata lu (aksara la dengan sandangan suku) termaktub di bawah -pa-, tetapi di belakang -ha terdapat isyarat tempat
penyisipan yang serupa huruf V. Perlu dicatat bahwa aksara la (yang dengan suku) itu berbentuk lengkap, tidak seperti la-
pasangan, sehingga tak dapat juga dibaca dipluha.
53
Di tempat ini tertera sejumlah tanda-tanda tidak terbacakan, termasuk goresan berkeluk yang ditempatkan bagaikan pasangan
pada aksara na.
54
Ada bekas aksara da, rupanya terlupa oleh katib yang lalu memulai kembali aksara tersebut akan menulis kata dibawa.
55
Dibaca dengan pepet, karena pada halaman 15, baris 2, dalam penulisan kata ini terdapat semacam ‘penggandaan’ -bb- di
belakangnya, yang ditulis -pb-, rupanya karena bunyi-detus bersuara pada akhir suku kata diucapkan tak bersuara..
56
Baca itu.
57
Tanda cecak sangat samar.
58
Baca dipahamba.
59
Baca ditumbuk.
70

18. na: a °i , dwa tumbuktuha:nña..mukaña 60 -na ah[h]i, duwa tumbuk tuhan-ña muka-ña
dihusap¬ da antahi ha:yam¬ .. ti[da] ta 61
dihusap da an tahi hayam tida tarisi sa-kiyan
risi sakyantaˆ a tiga mas¬ dandaña // te ah tiga mas danda-ña · mali isi jerrat,
ma:li ˆ °isi jarrat , °anjiˆ sikurya piso anji s[a]-ikur iya piso rawut sa-halay,
ra:wut¬ saha:lay , dandaña // ma:liˆ danda-ña · mali pulut isi pulut, le a sa-
pulut¬ °isi pulut¬ , la ˆ a sata:pay tapayyan danda-ña, tida tarisi, te ah tiga
yan¬ dandaña , tida tarisi , ta ˆ a tiga:
19. mas¬ dandaña // ma:liˆ ka:yin¬ , ba mas danda-ña · mali kayin, babat baju distar
bat¬ ba:ju , distar¬ pa:ri rupaña, pari rupa-ña, sa-puluh mas danda-ña · mali
sapulu ma:sdandaña // maliˆ basi basi babajan lima mas danda-ña · mali
baba:jan¬ lima: masdandaña // maliˆ kuraysani lima mas · mali[ ] [...] baja tupa ,
kuraysa:ni lima mas ¬ // mali la , 62 sa-puluh mas danda-ña, tida tarisi dibunuh ·
baja tupaˆ , sapulu masdandaña , ti ura maru-
da tarisi dibunu // °uraˆ maru
20. gul¬ /si\dandaña // °uraˆ mara:ga ˆ d wa ta -gul si-danda-ña · ura maraga duwa tahil
hi:l¬ sapaha: , tida tarisi sakya sa-paha, tida tarisi sa-kiyan dibunuh · mali
n¬ dibunu // ma:li ˆ ha:mpa ˆ an¬ hampa an tuwak sa-parah uda sa-dula
tuwak¬ sapa:ra °uda ˆ sadulaˆ ti/ha \ su tiha suku s[a]-ikur babi hutan s[]ikuñ[ñ]a,63
ku sikur¬ babi hu:tan¬ sikuñ [ñ]a , tida tarisi sa-kiyan sa-puluh mas danda-ña ·
tida tarisi sakyan¬ /sa\pulu mas¬ mali takalak pañali-
dandaña // ma:liˆ ta:ka:lakpa:nyali-...
21. n¬ hijuk¬ , lima # kupaˆ // pañalin¬ -n hijuk, lima kupa · pañalin mano, rutan
ma:no , rutan ¬ lima: mas ¬ // paña lima mas · pañalin-n-akar sa-puluh mas ·
li ¬ akarsapulu 64 ma:s ¬ // mali ˆ °a mali antili an lima mas · mali pukat jala,
ntiliˆ an¬ lima mas¬ // ma:liˆ puka te kul, pasap, tellay, gitera , lima mas
t¬ ja:la , taˆ kul¬ , pa:sap¬ , talla danda-ña, mambakar da o, babinasa da u
y¬, gitraˆ , lima masdandaña , ma:mba 65 paka-
karda o , babina:sa da u: paka:
22. raˆ an °uraˆ , babina:sa taltalo -ra an ura , babinasa tal-taloy, panaloyyan-
# y¬ , pa a:loy¬ ya nuraˆ , ha: n-ura , hatap dindi lantay ra o, lima mas

60
Tiga aksara terakhir, selain didahului satu tanda kurtang jelas, tertulis dengan sangat gegabah dan kurang jelas.
61
Tulisan -da sangat samar dan tak jelas. Selain itu mungkin terdapat sesuatu di antara ha:yam¬ dengan ti[da].
62
Tanda cecak yang semestinya di belakang mali tidak kelihatan; pada tempatnya tampak aksara la yang diikuti oleh tanda baca,
yang keduanya tidak cocok ke mana-mana.
63
Kiranya salah tulis, dan perlu dibaca s[e]-ikur-ña.
64
Dari kedua aksara yang berdampingan, yang pertamanya disertai tanda patèn yang berlebihan, karena aksara yang kedua
tertulis sambung, sehingga berfungsi sebagai pasangan.
65
Tulisan b-pasangan agak kurang jelas.
71

tapdindiˆ lantay ra: o, lima masdanda danda-ña · punarapi jaka bahuta mas pirak
ña // pu ara:pi jaka bahu:taˆ mas ¬ riti rancu ka sa tambaga, si-lama-ña batiga
pirak¬ riti ra:ncu ˆ ka ˆ a tambaga , si puhun · si gan sa-paha nayik mas manikal ·
la:maña batiga puhu:n¬ // si ga ¬ jaka bahuta berras padi, jawa, ja-
sapa:ha a:yik¬ mas ¬ manikal ¬ //
ja:ka bahu:taˆ barraspa:di , ja:wa , ja:
23. guˆ , ha:njalay, dwa tahu: katiga ja -gu , hanjalay, duwa tahun katiga jamba
mba barruk , labi dwa ta:hunkatiga berruk, labih duwa tahun katiga hi gan-ña
hi ga ¬ ña ma:nikal ¬ // pu:nara:pi manikal · punarapi jaka ura mambawa
ja # ka °uraˆ mamba:wa para:hu:raˆ , ti parahu[-u]ra ,67 tida disella -ña, hila pacah
da disallaˆña , hi:la ˆ paca binasa , binasa, duwa mas dandanya · jaka iya
dwa masdandaña // jaka ya disallaˆ [pa]s#a , 66 disella [pasa ?], hila ta iya pacah binasa
hilaˆ ta # ya pa:ca bina:sa saraga saraga-
24. ña bayirbali , jaka tida sili[ ]hi -ña bayir bali, jaka tida silihhi sa-rupa-ña ·
sa:rupa:ña // tida [?/si\?]yaˆ### tida [?si?]ya .... liwat dari janja , tuwak sa-
liwatdari janjaˆ , tuwaksatapay¬pa 68 tapay[ya?]n hayam s[a]-ikur kapula an-ña ·
n¬ ha:yamsikur¬ kapulaˆ an¬ña // biduk pa ayuh galah, kaja lantay pula an,
bidukpa: ayu gala , ka:jaˆ la: itu puwan sakiyan rakna-ña · punarapi jaka
ntay pulaˆ an¬ , °itu pwa ¬ sakya- ura
¬ rak aña // pu arapi /ja\ka °uraˆ
25. tudu manudu , tida saksiña, ti tuduh-manuduh, tida saksi-ña, tida cina
da cina tandaña , °adu sabuˆ , baraˆ tanda-ña, adu sabu , bara tida handak
tida ha:ndaksabuˆ diyala kan¬ // sabu diyalahkan · punarapi jaka ura mabuk
pu:nara:pi jaka °uraˆ ma:bukpa:n ¬ penni salah la kah salah kata salah ka69
niˆ sala laˆka sala kata sala ka: kakappan, mambayir sapat si-cara purewa ·
ka:kappan¬ , ma:mbayirsapat¬ sica: punarapi jaka ura ba-
ra purwa // pu ara:pi ja:ka °uraˆ ba
26. dusa: saˆkita hi:ram¬ talli nya, -dusa sa kita hiram tellih-ña, bellum ta suda
ballumta suda pda dati , dapatta ¬ peda d[ip]ati,71 dapattan ta ulih jajana ,
ta °uli jaja:naˆ , kan ¬/na\ danda samu# kenna danda samu[ ]wan duwa kali sa-paha,

66
Bacaan pa kurang pasti; selain itu di atas aksara sa terdapat tanda yang tidak terbacakan.
67
Baca parahu ura .
68
Aksara pa pertama daripada kedua aksara pa pada akhir baris itu membawa kombinasi dua tanda yang tidak mungkin, yaitu
sekaligus tanda taling rangkap di sebelah kirinya (merupakan tanda vokalisasi untuk diftong -ay), dan tanda patèn di sebelah
kanannya (pembatalan vokalisasi)). Ini jelas kealpaan katib, dan kata yang maksudnya ditulis itu kiranya tapayyan yang
termaktub juga pada halaman 18, baris-baris 6-7. Kemungkinan lain, apabila tanda patèn itu dianggap tanda tarung yang
terlalu diperpanjang ke bawah, sedangkan kombinasi taling-tarung merupakan tanda vokalisasi untuk -o, maka bacaannya
tapopan. Tetapi kata demikian tidak dikenal.
69
Kegegabahan katib, menulis aksara ka- berlebihan satu.
72

wa dwa 70 ## ka:li sapaha , sapa:ha# sa-paha ka dalam, sa-paha peda jajana


ka dalam¬ , sapa:ha: pda jaja:naˆ # lawan dipati · dipagat ulih manter[i] muda di
lawa dipa:ti // dipagat¬ °uli ma luwar hi gan te ah tiga
nt muda di luwar¬ hi ga taˆ ah tiga:
27. ma:s ¬ tida jaja: aˆ dipa:ti baruli mas tida jajana dipati barulih · jaka
// jaka barala ha:nlima massa:mas ¬ pa baralahhan lima mas sa-mas parulihhan
ruli ha: dipa:ti // hi ga sapulu ma: dipati · hi gan sa-puluh mas ka datas
ska: datas¬ batahi:#lla ¬ , d wa ma batahillan, duwa mas parulihhan dipati ·
spa:ruli handipa:ti // pu ..arapi72 pda punarapi peda bennuwa · peda sahaya, sa-
ban¬ wa # // pda saha[:]ya 73 , sapulu ta:ˆ puluh te ah tiga mas si-pattañña, sa-pu-
a ti#ga: mas ¬ sipattañña , sapu
28. lu maspda:74 ### di[ ]#ti taˆ a tiga -luh mas peda di[pa]ti te ah tiga mas peda
maspda °ura ˆ puña °[a]nak¬ 75 // ban¬ ura puña anak · bennuwa jaka iya
nwa ja:ka ya bapu u[...]n¬ha ak¬76 bapu u[tka]n hanak-ña, dipati dipe gil
ña , dipa:ti dipa:ˆ gil¬ dahulu dahulu bakareja peda dipati, jaka dipati
bakarja pda di/pati\### , jaka dipa:ti ku kudiyan ulih bakajakan hanak didusakan sa-
diyan¬ °uli bakajaka ¬hana kiyan ta buñi-
k¬ didusaka ¬ # sakyanta buñi
29. ña atña tita ma:ha:ra:ja dra -ña atña titah maharaja daremmaseraya 77 ·
mmasara:ya // yatna yatna sidaˆ ma: yatna-yatna78 sida mahatmiya sa-isi bumi
ha:t¬ mya sa°isi bumi kuri ci , kurinci, si-lunju kurinci · samasta likita kuja
si lunju kuri ci // · samasta li ali dipati, di wasèban di bumi palimba , di
kitaˆ ## kuja °ali dipa:ti , di hadappan paduka seri maharaja dare-
wasè/ba ¬\ di bumi palimba ˆ , di ha:
dappanpa:duka sri ma:/ha:\raja dra

70
Gabungan tiga konsonan + d + w berupa aksara dengan dua pasangan.
71
Kealpaan katib: tertera dati, maksudnya kiranya dipati.
72
Di bawah aksara a dalam kata pu arapi terdapat pasangan yang tidak terbacakan.
73
Karena daluangnya berlubang, maka antara saha dan ya ada luangan yang tidak cukup lebar untuk muat aksara tertentu, tetapi
cukup lebar untuk menempati tanda danda.
74
Gabungan tiga konsonan s + p + d berupa aksara dengan dua pasangan, terdapat sekali lagi pada baris berikut.
75
Bagian sebelah kanan daripada aksara °a “tertelan” oleh lubang dalam daluang, sehingga menjadi mirip dengan aksara °u.
76
Terdapat bagian yang hilang, yang kira-kira selebar pasangan tk[a] apabila ditulis berdampingan (ka bukan di bawah,
melainkan di sebelah kanan ta).
77
Skt. dharmå¢raya, “yang mencari perlindungan pada hukum yang suci”. Tertulis “drammasaraya” yang menunjuk kepada
adanya vokal a antara s dengan r, tetapi cara penulisan tandingan berupa “drammasraya” pada akhir halaman 29 dan awal
halaman 30 menunjukkan bahwa vokal sesungguhnya pada tempat tersebut itu mestinya pepet. Yang dimaksud, tentunya, tak
lain daripada Skt. Dharmasraya (nama kerajaan di Malayu-Jambi).
78
Skt. yatna, perhatian,
73

30. mmasraya //∞//··// bari79 sala mmaseraya ~·· bari salah sili[h]-ña, suwasta
siliña , suwasta °uli sidaˆ ma: ulih sida mahatmiya samapta ~ ·
ha:t¬ mya: sa:mapta //∞// pranemiya 80 diwa 81 serisa82 [a]maléswara 83
// pra#na mya: diwa ˆ risa: malés waraˆ // · “aum”84 · pranemiya serisa diwam,
°Au .. // pranamya risa diwa#m¬ , t lu: ter[i]lukyadipati85 stutim, nana-setteru 86
kya dipa:ti stutim¬ , a: asattru
31. d taˆ wakitnitri satra samuksaya dereta wak[eti] nitri satra-samuksayam88 ·· ~
m¬//··/∞// //# pranam¬mya ; pranemmiya nama, tunduk mañambah, sirsa
a:ma , tundukra87 ma:ñamba , sirsa na ka: na[ma] kapala, diwa nama diwata, terenama
pa:la , diwa nama di/wa\ta , t na:ma su surega madiya paretala,89 dipati nama labih
rga madya prata:la , dipati a:ma la: derri peda90 sa-kelliyan, nana nama bañak,
bi d ri pa:da sa:kal¬ # liya ¬ , dereta na-
na a a:ma: bañak¬ , d taˆ a:
32. ma: ya ˆ dika:taka ¬ , satra a: -ma ya dikatakan, satra nama ya satra,
ma ya ˆ satra , sa:muk¬sayamnama samuksayam nama sarba sa-kelliyan ~ · ini
sarba sakalliya ¬ //∞// · // saluka dipati ;
°i # ni saluka dipa:ti //

79
Tanda wulu yang menuliskan vokal -i ini agak lain sendiri bentuk dan letaknya.
80
Kata yang tertulis “ pranamya ” di sini dan juga pada baris berikut kami baca dengan vokal pepet e di muka m, karena kata
yang sama ini pun tertulis dangan penggandaan mm pada baris 2 halaman 31.
81
Skt. dewa ‘tuhan’; pada baris berikut ditulis “diwam”.
82
Terulang lagi pada baris berikut, keduanya harus dibaca siresa, sebagaimana termaktub pada halaman 31, baris 3;
mencerminkan kata Sansekerta r a ‘kepala’.
83
Kiranya Skt. a-mala + vara ‘tak-bercela + tuan’. Bunyi-awal a- rupanya terfusi bersama bunyi-akhir -a daripada kata yang
mendahului.
84
Cara penulisan seruan ritual ini (Skt. au ) kurang jelas .
85
Skt. trilokyadhipati ‘penguasa ketiga dunia’.
86
Skt. n n ‘banyak’ dan atru ‘musuh’.
87
Maksudnya tunduk¬; pada yang mana tanda patèn terlalu diperpanjang sampai serupa cakra.
88
Skt. dh ta ‘kokoh tiada dapat dipungkiri’, v kit ‘yang berbicara’, net ‘pemimpin’, k atra ‘satria, hulubalang’,
samuccaya ‘segalanya bersama’.
89
Skt. svarga ‘surga’, madhya ‘tengah, pusat’, p t la ‘bawah-tanah’.
90
Di sini pun kiranya perlu dibaca peda, karena di bagian selainnya ditulis “pda”.
Oleh karena transliterasi yang tercantum di vokal a yang tidak diikuti konsonan ganda,
atas agak sukar dibaca, maka berikut ini kami kendatipun dalam bahasa Melayu-Indonesia
sajikan transliterasi yang disederhanakan kini kerap dieja dan dilafal dengan e-pepet:
untuk memudahkan pembacaan, dan sekaligus ampat (empat), danda (denda), panuh
juga agar transliterasi yang ada di halaman (penuh), kaladi (keladi), basi (besi), tambaga
kiri dapat segera dibandingkan dengan (tembaga), pacah (pecah), handak (hendak),
terjemahan yang terdapat di halaman sebelah dan kapala (kepala) serta awalan sa- (se-), ka
kanan. Untuk mencapai tujuan tersebut, teks (ke-), ba- dan bar- (ber-), ma- (me-), dan tar-
asli disesuaikan sedemikian rupa sehingga (ter-). Karena cara penulisan di naskah meng-
mudah dibaca oleh penutur bahasa Melayu/In- isyaratkan pelafalan a maka kami pertahankan
donesia yang bukan ahli bahasa. ejaan dengan menggunakan vokal a dan
Di sisi yang lain kami juga berusaha bukan e-pepet walaupun terdapat kemungkin-
sedapatnya mempertahankan jati diri teks asli, an bahwa sebagian atau malah semua kata
khususnya bila ada kata yang ejaannya hanya tersebut pada waktu penulisan naskah dilafal
berbeda sedikit dengan ejaan yang kini dengan e-pepet.
berlaku. Apabila awalan sa- berasimilasi dengan
Dalam teks naskah terdapat sejumlah kata kata dasarnya sebagaimana halnya dalam kata
yang dieja dengan vokal u, akan tetapi surang (seorang) dan sikur (seekor) maka
kini biasa dieja o atau au: urang (orang), ejaan kami ubah menjadi s[a]urang, dan
ulih (oleh), dusa (dosa), marugul (merogol), s[a]ikur dengan menempatkan huruf a yang
rutan (rotan), dangu (dangau), saluka ditambah dalam kurung persegi.
(seloka), dan piso (pisau). Selain itu terdapat Kata-kata serta awalan yang disebut di atas
perbedaan ejaan vokal i yang kini menjadi e, yang ditulis dengan vokal a tidak dapat
misalnya dalam kata pirak (perak) dan ulih dipastikan apakah lafalnya memang demikian,
(oleh). Perbedaan ejaan juga terdapat dalam karena dalam abjad Malayu tidak terdapat
kata jaka (jika), puan (pun), derri (dari). aksara atau tanda sandangan untuk menandai
Dalam semua hal ini ejaan asli tetap diperta- e-pepet. Untuk mengatasi kekurangan tersebut
hankan. penulis naskah menggunakan berbagai cara
Dalam abjad Malayu dan banyak abjad untuk menuliskan vokal e-pepet.
Nusantara lainnya aksara ha pada awal kata Cara yang paling lazim ialah dengan
digunakan baik bila kata itu benar bermula menulis a sambil menggandakan konsonan
dengan ha maupun bila sekadar bermula berikut. Dengan demikian kata keris ditulis
dengan a. Dalam penggunaan aksara ha tidak karris dan beras ditulis barras. Dalam trans-
selalu jelas apakah lafal pada masa naskah literasi berikut ejaan yang kami gunakan
ditulis itu a ataukah ha, sehingga kami sesuai dengan lafal, yaitu kami tulis keris dan
putuskan untuk selalu mencantumkan h pada beras dengan konsonan tunggal (artinya,
awal kata seperti hubi (ubi), hijuk (ijuk), dan penggandaan konsonan dalam tulisan asli
hayam (ayam). kami anggap sekadar isyarat untuk menunjuk-
Ejaan asli juga dipertahankan dalam hal kan bahwa vokal a yang mendahuluinya itu
75

dibaca e-pepet). bunyi e-pepet pada pertemuan bunyi r dengan


Pada satu kata dalam naskah, konsonan konsonan lain.
ganda yang mestinya -bb- ditulis -pb-, yaitu Misalnya, kata sri yang ditulis dengan
dalam kata []tapbu (mungkin untuk mencegah sandangan cakra lazim dilafal seri. Akibatnya,
adanya bunyi dentum bersuara b pada akhir para katib rupanya menganggap cakra itu
sukukata). Ini pun dalam ejaan transliterasi sebagai sandangan bukan untuk menulis –r–,
berikut menjadi tebu. melainkan untuk menulis –er– (dengan e-
Dalam beberapa hal katib alpa pepet). Dalam pada itu, vokal yang di
menggandakan konsonan, misalnya kata belakang –er– itu (dalam hal ini i) ditunjuk-
benua ditulis baik dengan konsonan ganda kan oleh sandangan vokal (di sini wulu) pada
maupun tanpa konsonan ganda. Dalam hal ini aksara dasar (di sini s).
ejaan diseragamkan menjadi benua. Rupanya, pemakaian sandangan cakra ini
Dalam teks naskah terdapat beberapa kata tidak begitu teliti dalam hal letak kedua vokal,
yang ditulis dengan konsonan ganda sehingga sehingga bisa terbalik. Kata Sansekerta ¢∆rßa
harus dibaca dengan pepet. Misalnya kata pada halaman 30 ditulis serisa (dengan aksara
gagah ditulis gaggah sehingga harus dibaca sa yang dilengkapi dengan sandangan cakra
gegah. Di sinipun kami mempertahankan dan sandangan wulu), sedangkan pada hala-
pengejaan dengan e-pepet, walaupun kelihat- man 31 ditulis siresa (dengan pasangan aksara
an agak canggung apabila dibandingkan de- ra dan sa di tengah kata, yang kami sisipi e-
ngan ejaan yang lazim, misalnya: penggil pepet). Dengan demikian timbul kesan bahwa
(panggil) dan sakelian (sekalian). katib menganggap menulis serisa dan siresa
Cara lain yang mengisyaratkan bahwa kata itu sama saja.
tertentu dilafal dengan e-pepet ialah dengan
pasangan dua konsonan yang tidak biasa Mengingat, bahwa kata tersebut asalnya
bertemu dalam satu kata, apalagi pada awal sirsa (atau siresa setelah pemisahan pasangan
kata. Misalnya aksara pa yang disusuli konsonan dengan menyisipkan e-pepet), maka
pasangan da sehingga menjadi pda. Karena dapat disimpulkan bahwa dalam pemakaian
pertemuan dua bunyi dentum demikian dalam cakra, e-pepet dan vokal tambahan itu dapat
bahasa Melayu tidak mungkin, jelaslah bahwa bertukaran tempat, dan orang dapat membaca
pembacaan benarnya itu peda (meskipun –erV ataupun –Vre (V = salah satu vokal),
dalam bahasa Melayu-Indonesia kini kata atau tulisan srisa dapat dibaca serisa ataupun
tersebut dilafal pada). siresa. Tidaklah mengherankan lagi, bahwa
Selain cara yang tersebut di atas masih nama Dharmasraya ditulis sekali
terdapat dua cara untuk menulis vokal e-pepet drammasaraya, sekali drammasraya, yang
pada abjad Malayu, yang menyangkut peng- keduanya kiranya perlu dibaca daremaseraya.
gunaan sandangan cakra dan sandangan keret. Dalam hal ini, aksara da yang disandangi
Rupanya, ini satu kekhususan daripada cara cakra itu tidak dibaca dera, melainkan dare,
melafal kata-kata asal Sansekerta dalam baha- apalagi karena ma yang di belakangnya itu
sa Melayu lama, yaitu dengan menyisipkan ganda (pertanda vokal yang mendahuluinya
76

itu e-pepet).
Ketidaktentuan vokal lain terdapat pada
pemakaian sandangan keret, yang dalam
bahasa Sansekerta diperuntuk menulis bunyi ®
(bunyi r yang berfungsi sebagai asas vokal
sukukata), dalam naskah Tanjung Tanah
rupanya dipakai untuk menulis –erV– (V =
salah satu vokal). Contohnya, ada kata ditulis
mant®, yang kami baca manteri (dalam hal ini,
V = i). Sedangkan yang ditulis t®ñata kami
baca terenyata.
Diftong ai dalam naskah tetap dieja ay:
sahalay (sehelai), telay (telai), lantay (lantai),
hanjalay (anjalai). Tetapi untuk memudahkan
pembacaan teks maka apabila letaknya pada
akhir kata kami tulis –ai sesuai ejaan bahasa
Melayu-Indonesia yang sekarang.
Penyesuaian lainnya menyangkut ejaan
huruf w di antara sebuah konsonan dengan a,
begitu pun huruf y di antara sebuah konsonan
dengan a. Dalam hal ini huruf w kami ganti
dengan u, dan y diganti dengan i sehingga
dwa kami eja dua, dan tyada dieja tiada.
Tanda baca titik tengah dan tanda
gelombang, begitu pun rangkaian tanda-tanda
tersebut, diganti menjadi titik biasa.
Bagian yang tidak jelas terbaca diganti
dengan tiga titik.
Alih Aksara (2)
Kata Pembuka yang menggunakan ragam bahasa bercampur dengan bahasa Sansekerta
[02] [Aum] [bé?] [...] swasti seri saka[warsa]tita [...]
masa wèsaka.
[.....] Om.
Jyasta masa titi keresnapaksa.
Di wasè[ba]n peduka seri maharaja karetabèsa seri gandawangsa maredana, maga-
[...] sèna [...] karetabèsa [...][.]
[03] Anugeraha atnya sang [hyang] kematan peda mandalika di bumi kurinci silunjur
kurinci maka mahasènapati perapatih sama[...]t parebalang-balangan [...] denga[n] dèsa
helat mahelat di dèsa peradèsa benua sahaya, jangan tida ida [04] peda dipatinya yang
s[a]urang s[a]urang

Teks undang-undang
[...] Barang tida ida peda dipati, dua tahil sapaha dandanya.
sadang panghulunya bahauman tiada ia manuruni, tiada ia manuruni pahauman,
mangada rakah kalahi, didanda satahil sapaha.
[05] Jaka balawanan kadua sama kadanda kadua.
Punarapi jaka mangenakan judi jahi, yang adu ma[...] danda satahil sapaha, yang
bajudi kadanda satahil sapaha s[a]urang s[a]urang, gegah rabuti rampasi malawan
mangunus keris [...] tumbak bunuh; mati bala[nya] [...] [06] dusun urang dunungan
[b]erati maling manyamun diangkatkan urang managih marusak rumah urang maling
rusuh cengkal itu pabenuakan, senggabumikan bunuh anaknya terenyata panjing ka
dalam saparu lawan dipati, yang dunungannya didanda dua tahil sapaha.
[07] Punarapi jaka urang mamagat paucap urang dipiraknya ulih urang-urang yang
mamagat, didanda satahil [sa]paha.
79

Alih Bahasa
Kata Pembuka yang menggunakan ragam bahasa bercampur dengan bahasa Sansekerta
[01] [tidak terbaca]
[02] Oµ. Pada tahun ›aka yang baru lalu, pada bulan Vai¢åkha91.
Oµ. Pada bulan Jyai߆hå92, di fase bulan mati. Di Waseban paduka Sri Maharaja Yang
Menyembuhkan Segala Jenis Racun (?), Yang Lahir Dalam Dinasti Harum, Yang
Pertama Antara Para Pegawai Tinggi dan Panglima, Yang Menyembuhkan Segala Jenis
Racun (?), yang mulia...
[03] Ini anugerah titah Sanghyang Kemitan93 kepada penguasa di Bumi Kerinci
sepanjang Kerinci, beserta hulubalang, para patih, pemuka agama, punggawa, .....,
perkampungan pendatang, desa-desa, daerah bawahan, jangan tidak taat [04] kepada
dipatinya masing-masing.

Teks undang-undang
Barang siapa tidak taat pada dipati didenda dua seperempat tahil.
Bila penghulunya panggil rapat desa dia tidak turun, tidak turun dia ke rapat desa,
memancing keributan, didenda satu seperempat tahil.
[05] Jika berkelahi sama-sama didenda keduanya.
Dan lagi, jika mengenai judi dadu94, yang adu .... didenda satu seperempat tahil, yang
berjudi didenda satu seperempat tahil masing-masing, [bila terjadi] kerusuhan rebut-
rampas, melawan, menghunus keris, ...... tombak, bunuh, mati ... ... [06] ... dusun orang
bermukim ..... [bila] maling menyamun yang diangkat oleh pihak penagih merusak
rumah orang, maka maling yang membuat rusuh itu diasingkan, ... bunuh anaknya, ....
lawan dipati tempat pemukimannya didenda dua seperempat tahil.
[07] Dan lagi, jika orang memotong ucapan orang, dan mereka diPIRAK oleh orang-
orang yang memotong, dendanya satu [se-]perempat tahil.

91
= bulan Wesaka.
92
= bulan Jyesta.
93
Dalam naskah asli, nama ini kurang jelas terbaca, dan mungkin perlu dibaca Kematan.
94
Rupanya semacam permainan dadu; bandingkan bhs. Besemah jaih, bhs. Serawai jaiah ‘semacam permainan dadu’ (Helfrich,
1904:37).
80

Punarapi barang mangubah sukatan gantang cupak, katian, kunderi bungkal pihayu
didanda satahil sa[pa]ha.
Barang manunggu urang tida ta amit [08] peda panghulunya urang yang ditunggu
mangadakan renyah baribin didanda satahil sapaha, yang manyuruh puan sama danda
... [ba]rang mamagang urang tandang bartah mahulukan judi jadi sabung maling,
barang mamagang didanda satahil sa[09]paha.
Barang urang naik ka rumah urang tida ia barseru barekuat barsuluh, bunuh
senggabumikan salah ta ulih mamunuh senggabumikan ulih dipati barampat suku,
sabusuk mamunuh sabusuk tida [10] mamunuh.
Maling kambing, maling babi danda sapuluh mas.
Maling anjing lima mas, anjing basaja, maling anjing mau sapuluh mas anjing dipati
puan sakian.
Anjing raja satahil sapaha.
Maling hayam sahaya urang, [11] bagi [esa] pulang dua.
Hayam benua s[a]ikur pulang tiga.
Hayam kutera bagi s[a]ikur pulang lima.
Hayam dipati, ayam anak cucu dipati bagi saiku[r] pulang tujuh.
Hayam raja bagi [e]sa pulang dua kali tujuh.
Hayam benua lim[a] [12] kupang, hayam pulang manikal.
Hayam gutera tengah tiga mas.
Hayam anak cucu dipati hayam dipati lima mas.
81

Dan lagi, barang siapa mengubah sukatan gantang95, cupak, katian96, kundir,97
bungkal,98 PIHAYU, didenda satu seperempat tahil.
Barang siapa menampung orang tanpa izin [08] penghulunya, dan orang yang
ditampung itu mengadakan keributan maka ia [=tuan rumah] didenda satu seperempat
tahil, yang menyuruh [=tamu] pun sama dendanya.
Barang siapa menjadi bandar judi JALI,99 dan sabung diam-diam, yang mengadakan
didenda satu seperempat tahil.100 [09]
Barang siapa naik ke rumah orang, tidak berseru, tidak mengayunkan suluh,101 kalau
membunuh ..... ... ..... .... .... ... ... dipati berempat suku.102 ........ ........ ....... ....., [10]
membunuh. 103
Maling kambing, maling babi dendanya sepuluh mas, maling anjing lima mas, kalau
itu anjing biasa; kalau anjing MAWU sepuluh mas, anjing dipati pun sekian.
Anjing raja satu seperempat tahil.
Maling ayam hamba orang, [11] untuk satu kembalikan dua.
Ayam anak negeri, untuk seekor kembalikan tiga.
Ayam KUTRA, untuk seekor kembalikan lima.
Ayam dipati dan ayam anak-cucu dipati, untuk seekor kembalikan tujuh.
Ayam raja, untuk seekor kembalikan dua kali tujuh.
Untuk ayam anak negeri, lima [12] kupang, dan ayamnya dikembalikan dua kali
lipat.
Untuk ayam GUTRA104 dua setengah mas.
Untuk ayam anak-cucu dipati, dan ayam dipati, lima mas.

95
1 gantang = kira-kira 5 kati (sekitar 3kg beras).
96
1 kati = 16 tael.
97
1 kundir = 1/16 mas.
98
1 bungkal = ½ kati.
99
Yang termaktub dalam naskah sebagai judi jali di sini kiranya sama seperti yang disebut judi jahi pada halaman-naskah yang
ke-5.
100
Kalimat ini dalam naskah asli kurang jelas, dan terjemahannya agak bebas.
101
Bandingkan bhs. Besemah [me]ngkuatkan suluh, bhs. Serawai [me]ngkuatkan suloah ‘mengayunkan suluh kian-kemari agar
apinya tambah menyala’ (Helfrich, 1904:83).
102
Menurut Morison (Morison, 1940:11) istilah suku tidak dikenal di Kerinci. Dipati berempat suku yang disebut di sini
mungkin memiliki kaitan dengan Dipati nan Empat yang mengepalai empat mendapo (federasi kampung) yang utama di
Kerinci, yaitu Tamiai, Pulau Sangkar, Pengasih, dan Hiang.
103
Aslinya tidak dapat diartikan dengan sempurna, tetapi kesimpulannya agaknya bahwa apabila ada barang siapa naik ke rumah
orang dengan tidak berseru dsb., dan oleh penghuni rumah ia dibunuh, maka penghuni itu tiada bersalah karena itu dihalalkan
oleh dipati berempat suku.
104
Yang dalam naskah asli ditulis gutra ini kiranya sama dengan kutra pada halaman-naskah yang ke-11. Yang benar kiranya
kutra, karena aksara ka dan ga serupa bentuknya, hanya pada aksara ka terdapat tambahan garis kecil, yang bila terlupa,
menjadikannya ga.
82

Hayam raja sapuluh mas.


Barang mangiwat urang, dandanya satahil sapaha, urang pulang sarupanya. [13]
Jaka urang tandang bajalan basaja bawa minum makan lalukan.
Barang siapa urang mambawa atnya panjalak pasuguhi hantar tati dusun,
pakamitkan ulih urang punya dusun.
Maling tuak di datas di bawah, didanda lima mas.
[14] Maling bubu, bubu ditimbuni [..] padi sipanuhnya, jaka tida tarisi [..] lima mas
dandanya.
Barang ma[ng]uba[h] pancawida, didanda lima tahil sapaha.
Barang bahilang urang mata kareja yang purewa, sakati lima dandanya.
Barang siapa ba[15]rebunyi dusa sangkita, danda dua tahil sapaha.
Maling tebu dipikul dijujung digalas, lima kupang dandanya.
Jaka dimakan dipahalunya tanamannya tanamkan [...] sabatang di kiri sabatang di
kanan dikapit, digenggam sabatang di kiri [16] sabatang di kanan dibawa pulang tida
dusanya makan tebu itu[.]
Maling birah, kaladi, hubi, tuba dipahamba dua puluh dua lapan hari, tida handak
dipahamba, lima mas dandanya.
Maling bunga sirih pinang urang atawa sasanginya, dua puluh dua lapan [h]a[17]ri
dipahamba, tida handak dipahamba lima mas dandanya.
Maling padi satahil sapaha dandanya.
Maling hubi bajunjungan lima kupang, yang tida bajunjungan lima mas dandanya.
83

Untuk ayam raja sepuluh mas.


Barang siapa melarikan105 orang, dendanya satu seperempat tahil, dan orang
mengembalikan serupanya.106 [13]
Jika orang bertandang atau berjalan saja, bawakan dia minuman makanan dan
luluskan.
Barang siapa membawa perintah ....... disuguhi oleh ...... dusun, dijamin
keamanannya oleh orang dusun.
Maling tuak di atas dan di bawah didenda lima mas.
[14] Maling bubu,107 bubunya harus ditimbuni penuh dengan padi olehnya, jika tidak
memenuhi ini, dendanya lima mas.
Barang siapa mengubah surat-surat keramat (“pancawida”) didenda lima
seperempat tahil.
Barang siapa menghilangkan ......,108 didenda sekati lima [tahil].
// BARBU109 // Barang siapa [15] menimbulkan keributan dosa sengketa, dendanya
dua seperempat tahil.
Maling tebu yang dipikul, dijunjung ataupun digalas, lima kupang dendanya.
Jika dimakan di ..... [tempat] tanamannya ditanamkan, atau dikempit sebatang di kiri
sebatang di kanan, digenggam sebatang di kiri [16] sebatang di kanan dibawa pulang,
tidak salahnya makan tebu itu[.]
Maling birah, keladi, ubi, tuba diperhambakan 28 hari, kalau tidak mau
diperhambakan, lima mas dendanya.
Maling bunga sirih dan pinang orang, atau .......-nya, 28 [17] hari diperhambakan,
kalau tidak mau diperhambakan, lima mas dendanya.
Maling padi satu seperempat tahil dendanya.
Maling ubi yang berikut pohon lima kupang dendanya, yang tidak berikut pohon
lima mas dendanya.

105
Dalam asli termaktub mengiwat. Bandingkan bhs. Jawa Kuna angiwat, bhs. Sunda ngiwat ‘melarikan [seorang perempuan]’
(Zoetmulder, 1982:708) (Hardjadibrata, 2003:338).
106
Kemungkinan kalimat ini merujuk pada emas kawin yang masih tetap harus dibayar.
107
Maksudnya maling isi bubu, artinya maling ikan.
108
Dalam naskah asli termaktub mata karja yang purwa, yang dimaksud dengan kerja kiranya semacam upacara agama.
109
Pada kalimat berikut dalam naskah asli, kata ketiga adalah barbunyi, Rupanya, si penulis terburu memulai kalimat dengan
kata yang ketiga (barbu....).
84

Mali[ng] telur hayam, itik perapati ditumbuk tujuh tumbuk lima tumbuk urang
ma[18]nangahi, dua tumbuk tuhannya mukanya dihusap dangan tahi hayam tida tarisi
sakian tengah tiga mas dandanya.
Maling isi jerat, anjing s[a]ikur ia piso raut sahalai, dandanya.
Maling pulut isi pulut, lenga satapayan dandanya, tida tarisi, tengah tiga [19] mas
dandanya.
Maling kain, babat baju distar pari rupanya, sapuluh mas dandanya.
Maling basi babajan lima mas dandanya.
Maling kuraysani lima mas.
Mali[ng] [...] baja tupang, sapuluh mas dandanya, tida tarisi dibunuh.
Urang maru[20]gul sidandanya.
Urang maragang dua tahil sapaha, tida tarisi sakian dibunuh.
Maling hampangan tuak saparah udang sadulang tihang suku s[a]ikur babi hutan
s[a]ikurnya, tida tarisi sakian sapuluh mas dandanya.
Maling takalak panyali[21]n hijuk, lima kupang, panyalin mano, rutan lima mas,
panyalin akar sapuluh mas.110
Maling antilingan lima mas.
Maling pukat jala, tengkul, pasap, telai, giterang, lima mas dandanya[.]111
Mambakar dango, babinasa dangu paka[22]rangan urang, babinasa tal-taloy,
panaloyan urang, hatap dinding lantai rango, lima mas dandanya.

110
Dalam naskah asli, pada kedua tempat yang dibubuhi koma di kalimat ini, terdapat tanda baca pada lungsi yang berfungsi
sebagai titik.
111
Dalam naskah asli terdapat tanda koma, bukan titik.
85

Maling telur ayam, itik, merpati dipukul tujuh pukulan, lima pukulan oleh orang
yang memergoki, [18] dua pukulan dari tuannya, dan mukanya diusap tahi ayam; kalau
tidak terpenuhi, didenda dua setengah mas.
Maling isi jerat, dendanya seekor anjing dan112 sebilah pisau raut.
Maling pulut dendanya isi pulut bijan113 setempaian, kalau tidak terpenuhi dua
setengah [19] mas dendanya.
Maling kain, ikat pinggang, baju, dan destar serba rupanya, sepuluh mas dendanya.
Maling besi baja, lima mas dendanya.
Maling besi Kurasani, lima mas.114
Besi malela, baja TUPANG sepuluh mas dendanya; [jika] tidak dipenuhi, [malingnya]
dibunuh.115
Orang [20] [yang] memperkosa, seberapa pun dendanya.116
Orang [yang] .... dua seperempat tahil [dendanya], [jika] tidak dipenuhi sekian,
[malingnya] dibunuh.
Maling penampungan tuak ... udang sedulang ... seekor babi hutan ..., jika tidak
dipenuhi sekian, sepuluh mas dendanya.
Maling tengkalak 117 [21] pengganti ijuk lima kupang, pengganti ... rotan lima mas,
pengganti akar sepuluh mas.
Maling tangguk118 lima mas.
Maling pukat, jala, tangkul,119 pesap,120 telai,121 GITRANG, lima mas dendanya[.]
Membakar dangau, merusak dangau pekarangan [22] orang, merusak TAL-TALOI,
PANALOYAN orang, atap, dinding, lantai dangau, lima mas dendanya.

112
Dalam naskah asli termaktub ya yang tidak jelas apakah perlu diartikan ‘dan’ atau ‘atau’.
113
Sesamun oriental, juga dikenal sebagai lenga atau wijen.
114
Besi yang diimpor dari daerah Khorasan yang mencakup bagian timur laut Iran, bagian selatan Turkmenistan, dan bagian
utara Afghanistan. Besi Kurasani menjadi termasyhur di Indonesia karena mutunya yang tinggi.
115
Mengingat ketidakseimbangan hukum mati pengganti denda sekadar sepuluh mas, ada kemungkinan bahwa terjadi kesilapan
penulis yang terburu salah memasukkan ketentuan hukuman dari kalimat berikut.
116
Tampaknya, yang dimaksud di sini ialah bahwa besar dendanya tergantung pada berat perkaranya.
117
Semacam perangkap ikan yang dilapisi ijuk.
118
Bandingkan bhs. Kendayan antilikng ‘tangguk (semacam keranjang rotan atau jaring berningkai untuk menangkap ikan)’
(Adelaar, 2005:229).
119
Jermal besar bertangkai yang dapat ditahan di dasar air dan dapat pula diangkat ke permukaan air (Tim Penyusun Kamus
Pusat Bahasa, 2002:1140).
120
Semacam jala kecil, bhs. Lebong pesap (Hasselt, 1881:54).
121
Bhs. Kerinci telai ‘semacam pancingan rangkap’ (Sutan Kari, komunikasi pribadi 16 Desember 2004).
86

Punarapi jaka bahutang mas pirak riti rancung kangsa tambaga, si-lamanya batiga
puhun[,]122 singgan sapaha naik mas manikal.
Jaka bahutang beras padi, jawa, ja[23]gung, hanjalai, dua tahun katiga jamba beruk,
labih dua tahun katiga hinggannya manikal.
Punarapi jaka urang mambawa parahu [u]rang, tida diselangnya, hilang pacah
binasa, dua mas dandanya.
Jaka ia diselang [pasang?], hilang ta ia pacah binasa saraga[24]nya bayir bali, jaka tida
silihi sarupanya.
Tida [...] yang [...] liwat dari janjang, tuak satapayan hayam s[a]ikur kapulangannya.
Biduk pangayuh galah, kajang lantay pulangan, itu puan sakian raknanya.
Punarapi jaka urang [25] tuduh-manuduh, tida saksinya, tida cina tandanya, adu
sabung, barang tida handak sabung dialahkan.
Punarapi jaka urang mabuk pening salah langkah salah kata salah kakapan,
mambayir sapat sicara purewa.
Punarapi jaka urang ba[26]dusa sangkita hiram telihnya, belum ta suda peda d[ip]ati,
dapatan ta ulih jajanang, kena danda samu [...] wan dua kali sapaha, sapaha ka dalam,
sapaha peda jajanang lawan dipati.
Dipagat ulih manteri muda di luar hinggan tengah tiga [27] mas tida jajanang dipati
barulih.
Jaka baralahan lima mas samas parulihan dipati.
Hinggan sapuluh mas ka datas batahilan, dua mas parulihan dipati.
Punarapi peda benua. Peda sahaya, sapuluh tengah tiga mas sipatannya, sapu[28]luh
mas peda di[pa]ti tengah tiga mas peda urang punya anak.
Benua[.] Jaka ia bapungu[tka]n hanaknya, dipati dipenggil dahulu bakareja peda
dipati, jaka dipati kudian ulih bakajakan hanak didusakan[.]

122
Di antara dua kata ini terdapat tanda baca pada lungsi yang berarti tanda titik, yang tidak dapat dijelaskan.
87

Dan lagi, jika berhutang emas, perak, kuningan, RANCUNG, perunggu, tembaga,
setelah tiga kali ditagih[, hingga seperempat ... emas berlipat dua.
Jika berhutang beras, padi, jawawut, kaoliang123, [23] jelai124, selama dua masa tanam
masuk yang ketiga dikembalikan setimpal,125 kalau sudah lewat dari itu, dua kali lipat.
Dan lagi, jika orang membawa perahu orang tidak dipinjamnya,126 hilang hancur
lebur, dua mas dendanya.
Jika dipinjam, hilang karena hancur, seharganya [24] dibayar kembali.127 Jika tidak,
gantikan dengan yang serupa.
Tidak ... [tidak terbaca] ... lewat dari tangga, tuak setempayan dan ayam seekor
gantinya.
Untuk biduk, pengayuh, galah, tikar lantai gantinya, itu pun sekian RAKNAnya.
Dan lagi, jika orang [25] tuduh-menuduh dengan tiada saksinya, dan tiada tanda
bukti maka diadu [satu sama lain]; barang siapa tidak bersedia diadu, dinyatakan kalah.
Dan lagi, jika orang mabuk pening salah langkah salah kata, salah tunjuk, membayar
SAPAT SICARA PURWA.

Dan lagi, jika orang berdosa [26] sengketa HIRAM TELIHnya, belum diselesaikan pada
dipati, [tetapi] dapat selesai pada wakil, kena denda ... dua kali seperempat, seperempat
ke dalam, seperempat kepada wakil dipati (?).
Dipegat oleh menteri muda di luar [didenda] hingga dua setengah [27] mas, wakil
dan dipati tidak mendapat [bagian].
Jika kalah perkara [diputuskan bayar] lima mas, satu mas bagian dipati.
[Apabila] hingga sepuluh mas sampai bertahil-tahil, dua mas bagian dipati.
Dan lagi, pada negeri.128 Pada hamba dua belas setengah mas ukurannya, sepuluh
[28] mas untuk dipati, dua setengah mas untuk orang yang punya anak.
Benua129 — jika seseorang memungut anak, dipati diundang dahulu untuk
berupacara pada dipati; jika dipati kemudian boleh mengupacarakan anak, di...kan[.]

123
Dalam asli dikatakan jagung, tetapi yang sekarang disebut jagung berasal dari Amerika, baru masuk ke Indonesia di zaman
penjajahan. Sebelumnya istilah ‘jagung’ dipakai untuk kaoliang (sorghum). Demikian juga dalam bahasa Jawa Kuno (lihat
kamus Zoetmulder).
124
Jelai juga disebut enjelai atau jali-jali.
125
Dalam asli termaktub jamba barruk. Jemba adalah ukuran panjang (8 hasta). Beruk dalam bahasa Jawa adalah batok kelapa
yang dipakai sebagai takaran beras. Barangkali, yang dimaksud di sini adalah harus dikembalikan dalam jumlah yang
setimpal.
126
Maksudnya tidak dengan seizin pemilik.
127
Diganti dengan uang sesuai dengan nilainya.
128
Dalam asli memang kalimat tidak lengkap. Kiranya kesilapan si penulis, yaitu ada bagian teks selanjutnya yang terlewati.
129
Kata benua ini agaknya tidak sambung kemana-mana, sehingga dapat dianggap kesilapan si penulis
88

Sakian ta bunyi[29]nya atnya titah maharaja daremmaseraya.


Yatna-yatna sidang mahatmya saisi bumi kurinci, silunju[r] kurinci.
Samasta likitang kuja ali dipati, di wasèban di bumi palimbang, di hadapan paduka
seri maharaja dare[30]mmaseraya.
Bari salah sili[h]nya, suasta ulih sidang mahatmya samapta.

Persembahan kepada Sang Raja (berbahasa Sansekerta)


Pranemya diwang sirsa [a]maléswarang.

Seloka Dipati
Aum.
Pranemya serisa diwam, terilukyadipati stutim, nana-seteru [31] deretang wak[eti]
nitri satra-samuksayam.

Penutup teks yang menjelaskan seloka Dipati


Pranemya nama, tunduk manyambah, siresa na[ma] kapala, diwa nama diwata, teri
nama surega madya paretala, dipati nama labih deri peda sakelian, nana nama banyak,
deretang na[32]ma yang dikatakan, satra nama yang satra, samuksayam nama sarba
sakelian.
Ini saluka dipati.
89

Demikianlah bunyi [29] perintah titah maharaja Dharmasraya. Para pembesar Bumi
Kerinci, sepanjang Tanah Kerinci memberi perhatian sepenuhnya. Semua [yang terjadi
pada sidang besar] ditulis dengan lengkap oleh Kuja Ali, Dipati, di Waseban, di
Palimbang130 , di hadapan paduka Maharaja [30] Dharmasraya.

Setiap kesalahan diperbaiki oleh sidang para pembesar. Tamat. Persembahan kepada
Sang Raja (berbahasa Sansekerta)
Sembah dengan [menundukkan] kepala kepada Sang Dewa Suci131.

Seloka Dipati
Om, sembah dengan [menundukkan] kepala kepada Sang Dewa,
Pujaan kepada Sang Dipati di tiga buana, [ialah] surga, dunia, dan pretala,
Sang pembela [negeri] terhadap aneka musuh, yang berkata tegas,
Pemimpin para satriya.132

Penutup teks yang menjelaskan seloka Dipati


Pranamya berarti “menundukkan kepala dan bersembah.”
Sirsa berarti“kepala.”
Deva berarti “dewa.”
Tri (3) berarti “surga, dunia dan pretala.”
Dipati berarti “yang unggul133.”
Nana berarti “banyak.”
Dhrtam berarti [32] “apa yang dikatakan.”
Ksatra berarti “mereka yang menjadi satria.”
Samuccayam berarti “segala sesuatu.”
Demikianlah seloka Dipati.

130
Kemungkinan besar yang dimaksud dengan Palimbang di sini bukan Palembang melainkan daerah penghasil emas.
131
Demikian terjemahan harfiah daripada nama Amaléswara. Kalimat pada keseluruhannya ini menrupakan persembahan kepada
sang raja. Dari sini menyusul seloka dipati dalam bahasa Sansekerta.
132
Di sini seloka berakhir; menyusul bagian penutup yang merupakan “penjelasan” seloka tersebut.
133
Di dalam teks asli: “lebih daripada sekalian.”

You might also like