You are on page 1of 11

ANALISA PROXIMAT (P1)

Silvia Lestari Z*, Desy Cristiana, Dinda Lestari, Melia Putri, Monica Aulia, Nadailla Mahsyuri, Naomi
Ftriani Purba, Nur Rahma Agustin A, Suci Oktarinsi, Widya Fitri

*1611122063 Kelompok C1

ABSTRAK

Ikan tuna merupakan salah satu ikan laut yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat dan memiliki
kandungan protein tinggi yang baik bagi tubuh manusia. Untuk itu diperlukan suatu analisa untuk
mengetahui kadar nutrisi yang terdapat pada ikan tuna tersebut. Salah satu analisa yang dilakukan yaitu
analisa/ uji proksimat. Uji proksimat merupakan suatu metoda analisis kimia yang bertujuan untuk
mengetahui kandungan kimia bahan, diantaranya yaitu kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar
protein. Bahan yang digunakan yaitu abon ikan tuna dan daging ikan tuna giling. Uji ini terbagi atas
beberapa metode yaitu metode oven (gravimetri) untuk penetapan kadar air, metode pengabuan kering
untuk penetapan kadar abu, metode soxhlet untuk penetapan kadar lemak, dan metode Kjeldahl-Mikro
untuk penetapan kadar protein. Perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan dry basis, wet basis,
dan total solid untuk kadar air. Sedangkan untuk kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein yaitu dengan
menggunakan rumus mencari persen masing-masing uji (abu, lemak, dan protein). Hasil yang didapatkan
selama praktikum menunjukkan bahwa abon ikan tuna memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daging ikan tuna giling.
Kata Kunci: Abon ikan tuna, daging ikan tuna giling, uji proksimat

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tuna adalah ikan laut pelagik yang termasuk bangsa Thunnini, terdiri dari
beberapa spesies dari famili skombride, terutama genus Thunnus. Ikan ini adalah perenang andal
(pernah diukur mencapai 77 km/jam). Tidak seperti kebanyakan ikan yang memiliki daging
berwarna putih, daging tuna berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna
lebih banyak mengandung myoglobin daripada ikan lainnya. Beberapa spesies tuna yang lebih
besar, seperti Tuna Sirip Biru Atlantik (Thunnus thynnus), dapat menaikkan suhu darahnya di
atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih
dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam. Kebanyakan bertubuh besar, tuna adalah
ikan yang memiliki nilai komersial tinggi (Adawyah: 2011).

Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2005), Indonesia merupakan salah satu
negara pengekspor tuna di dunia. Volume ekspor mengalami kanaikan rata-rata sebesar 2,72 per
tahun yakni dari 87.581 ton pada tahun 1999 menjadi 94.221 pada tahun 2004 dengan nilai
sebesar US$189,397 juta pada tahun 1999 menjadi US$243,937 juta pada tahun 2004. Di
Indonesia sendiri, ekspor ikan tuna dikuasai oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Ekspor
ikan tuna loin asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Jepang pada Juni 2018 tercatat
sebanyak 8,6 ton (Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
(SKIPM) Kupang. 2018). Ekspor cakalang asal NTT ke Jepang pada Juni 2018 mencapai 22,7
ton dengan nilai Rp1,48 miliar. Bahkan permintaan ekspor cakalang ke Jepang selalu ada setiap
bulannya. Dengan demikian, menurut Jimmy tuna loin dan cakalang merupakan produk unggulan
ekspor dari NTT yang selalu masuk top 5 setiap bulan. Menurut Stasiun Karantina Ikan dan
Pengendalian Mutu (KIPM) Kupang mencatat ekspor ikan tuna loin dari Nusa Tenggara Timur
ke Jepang sebanyak 12,5 ton pada Agustus 2018. Tuna loin merupakan komoditas yang
mendominasi memasuki pasar ekspor ke Jepang pada Agustus, dengan nilai mencapai 86.302
dolar AS. Selain ke negara tujuan Jepang, ekspor tuna loin beku juga dilakukan ke Brunei
Darussalam sebanyak 200 kilogram.
Berdasarkan penjelasan diatas, diperlukan suatu analisa untuk mengetahui kandungan
yang terdapat pada ikan tuna tersebut. Salah satu analisa yang dilakukan yaitu analisa proksimat.
Analisa proksimat merupakan analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi
seperti protein, karbohidrat, lemak, dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau
pangan. Pada praktikum tentang analisa proksimat ini, analisa proksimat yang dilakukan yaitu
penetapan kadar air, kadar abu, lemak, dan protein pada daging ikan tuna giling dan abon ikan
tuna.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum analisa proksimat adalah untuk mengetahui cara penetapan kadar
air dengan menggunakan metode oven, penetapan kadar abu dengan metode pengabuan kering,
penetapan kadar lemak dengan metode Soxhlet, dan penetapan kadar protein dengan metode
Kjeldahl-Mikro.

METODE PRAKTIKUM
Pada praktikum tentang analisa proksimat dilakukan beberapa metode praktikum, yaitu
sebagai berikut:
A. Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven
Prinsip dari metode oven yaitu prinsip gravimetri yang mengambil berat bahan
sebagai acuannya. Setiap sampel dikeringkan di dalam oven 1000C-1020C sampai
diperoleh berat yang tetap. Peralatan yang digunakan yaitu oven dengan kisaran suhu
1000C-1020C; cawan (stainless steel, alumunium, nikel, atau porselen). Dapat juga
digunakan cawan lengkap dengan penutupnya. Disarankan untuk bahan-bahan yang
bersifat korosif agar tidak menggunakan cawan-cawan logam. Peralatan selanjutnya yang
digunakan yaitu desikator yang berisi bahan pengering (phosphor pentoksida kering,
kalsium klorida atau butiran halus silika gel); penjepit cawan; dan timbangan analitik.
Prosedur kerja dari praktikum ini yatu dimulai dengan pengeringan cawan kosong
dan tutupnya di dalam oven selama 10 menit. Setelah itu cawan tersebut didinginkan di
dalam desikator dan ditimbang. Untuk cawan alumunium dikeringkan selama 10 menit
dan cawan porselen dikeringkan selama 20 menit. Langkah selanjutnya yaitu dengan
penimbangan sampel seberat 5 gram sampel dalam cawan yang sudah dikeringkan tadi,
keudian sampel disebarkan secara merata. Setelah sampel ditimbang, dilanjutkan dengan
penempatan cawan yang tealah berisi sampel ke dalam oven selama 6 jam. Dianjurkan
agar tidak terjadi kontak antara dinding cawan dan dinding oven. Untuk produk yang
tidak mengalami dekomposisi dengan pengeringan yang lama, dapat dikeringkan selama 1
malam (16 jam). Setelah cawan dan sampel dikeringkan didalam oven, langkah
selanjutnya yaitu memindahkan cawan dan sampel ke dalam desikator, pindahkan tutup
ke dalam deskator, lalu dinginkan. Setelah cawan dan sampel dingin, lakukan
penimbangan kembali. Langkah terakhir yaitu pengeringan kembali sampel ke dalam
oven hingga diperoleh berat yang tetap.
Dalam penetapan kadar air menggunakan metode oven ini menggunakan beberapa
perhitungan, diamtaranya yaitu berat sampel (W1), berat sampel seteelah dikeringkan
(W2), kehilangan berat (W3), persen kadar air (dry basis), persen kadar air (wet basis) dan
total solid. Berikut rumus dari masing-masing perhitungan diatas:

𝑊3
Persen kadar air (dry basis) = 𝑊2 x100
𝑊3
Persen kadar air (wet basis) = 𝑊1x100
𝑊2
Total solid = 𝑊1 x100

B. Penetapan Kadar Abu Total


Prinsip dari penetapan kadar abu total yaitu dengan menghitung sisa mineral hasil
pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 5500C. Abu dalam bahan pangan ditetapkan
dengan menghitung atau menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada
suhu 5500C. Peralatan yang digunakan untuk penetapan kadar abu total ini yaitu cawan
pengabuan yang terbuat dari platina, nikel atau silica, lengkap dengan tutupnya.
Kemudian tanur pengabuan dan penjepit cawan. Penjepit ini digunakan untuk menjepit
cawan yang akan dimasukkan atau dikeluarkan ke atau dari tanur. Selain itu, peralatan
yang digunakan yaitu timbangan analitik dan spatula.
Penetapan kadar abu total dimulai dengan menyiapkan cawan pengabuan terlebih
dahulu, kemudian cawan tersebut dibakar di dalam tanur, dan didinginkan di dalam
desikator kemudian ditimbang. Setelah itu, sampel ditimbang seberat 3-5 gram sampel
dalam cawan tersebut dan diletakkan kembali di dalam tanur pengabuan. Setelah itu,
sampel tersebut dibakar di dalam tanur hingga didapatkan berat yang tetap. Pengabuan ini
dilakukan dalam 2 tahap yaitu dengan suhu sekitar 4000C pada tahap pertama dan suhu
5500C pada tahap kedua. Setelah selesai melakukan pembakaran, dilanjutkan dengan
pendinginan di dalam desikator dan setelah itu ditimbang berat dari abu yang dihasilkan.
Sebelum sampel dimasukkan ke dalam tanur, sampel yang ada dalam cawan harus dibakar
terlebih dahulu pada pembakar gasa sampai asapnya habis. Perhitungan yang dilakukan
yaitu perhitungan untuk mengetahui % abu dari sampel tersebut. Berikut rumus
perhitungan % abu dibawah ini:

Berat Abu (g)


% abu = Berat Sampel (g) x 100

C. Penetapan Kadar Lemak


Prinsip dari penetapan kadar lemak yaitu dengan melakukan ekstraksi pada lemak
tersebut. Lemak diekstrak dengan pelarut dietil eter. Setelah pelarutnya diuapkan, lemak
dapat ditimbang dan dihitung persentasenya. Peralatan yang digunakan yaitu alat ekstraksi
Soxhlet lengkap dengan kondensor dan labu lemak, alat pemanas listrik atau penangas
uap, oven, dan timbangan analitik.
Langkah kerja dari penetapan kadar lemak adalah dengan mengkalibrasi alat
ekstraksi Soxhlet terlebih dahulu, kemudian dikeringkan di dalam oven, dan didinginkan
di dalam desikator. Kemudian dilakukan penimbangan. Sampel yang digunakan yaitu 5
gram sampel yang ditimbang langsung dalam saringan timbel yang sesuai dengan
ukurannya. Setelah itu ditutup dengan menggunakan kapas-wool yang bebas lemak.
Sebagai alternatif sampel dapat dibungkus dengan kertas saring Hulls. Timbel atau kertas
saring yang telah berisi sampel diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet, kemudian
kondensor di pasangkan di atasnya dan labu lemak dibawahnya. Setelah labu lemak
terpasang, pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan secukupnya ke dalam labu
lemak tersebut sesuai dengan ukuran Soxhlet yang digunakan. Lalu lakukan refluks
selama 5 jam. Setelah dilakukan refluks, lakukan destilasi pelarut yang ada di dalam labu
lemak, kemudian tampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstraksi dipanaskan di dalam oven pada suhu 1050C. Setelah dikeringkan sampai berat
tetap dan didinginkan dalam desikator, labu ditimbang kembali beserta dengan lemaknya
tersebut, kemudian, barulah berat lemak dapat dihitung. Untuk menghitung berat lemak
dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

Berat Lemak (g)


% lemak = Berat Sampel (g) x 100 %

D. Penetapan Kadar Protein


Penetapan kadar protein dilakukan dengan menggunkan metode Kjeldahl-Mikro
yang memiliki prinsip nitrogen dari protein dalam bahan dibebaskan sebagai amonia dlam
proses destruksi menggunakan asam sulfat pekat dengan pemanasan. Kemudian amonia
diikat oleh asam sulfat pekat menjadi ammonium sulfat. Dalam proses penyulingan
dengan penambahan pereaksi NaOH amonia dibebaskan lagi dari ammonium sulfat untuk
kemudian diikat oleh asam borat menjadi ammonium borat. Ammonium borat dititrasi
dengan larutan HCl standar (0,02 N). Dari titrasi ini, total nitrogen yang brasal dari
protein dapat diketahui. Dengan mengalikan total nitrogen dengan faktor konversi maka
kadar protein dalam bahan dapat diketahui.
Peralatan yang digunakan yaitu pemanas Kjeldahl-Mikro lengkap yang
dihubungkan dengan pengisap uap melalui aspirator, labu Kjeldahl berukuran 30 ml, alat
destilasi lengkap dengan Erlenmeyer penampung berukuran 125 ml, buret 25 ml-50 ml,
dan erlenmeyer 250 ml. Untuk pereaksi yang digunakan yaitu larutan asam sulfat pekat
dengan berat jenis 1,84, selenium mix, larutan jenuh asam borat, larutan natrium
hidroksida-natrium tiosulfat (larutkan 60 g NaOH dan 5g Na2S,O3. 5 H2O dalam air dan
encerkan sampai 100 ml), dan larutan asam khlorida standar (0,02 N).
Langkah kerja penetapan kadar protein dengan menggunakan metode Kjeldahl-
Mikro ini dimulai dengan penimbangan 1 g sampel ke dalam labu Kjeldahl 30 ml.
kemudian penambahan 1,5 g selenium mix dan 7 ml H2SO4 pekat. Kemudian
penambahan beberapa butir batu didih. Setelah itu, sampel didihkan selama 1-1,5 jam
sampai cairan menjadi jernih kehijauan dan uap SO2 hilang. Setelah itu sampel tadi
didinginkan dan ditambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan (hati-hati tabung
menjadi panas, kemudian dinginkan). Setelah sampel dingin, sampel tersebut dipindahkan
ke dalam alat destilasi. Labu kemudian di cuci dan di bilas sebanyak 5-6 kali dengan 1-2
ml air, kemudian air cucian tersebut dipindahkan ke dalam alat destilasi. Kemudian
Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 3% dan 2-4 tetes indikator (campuran
2 bagian metil merah 0,2 % dalam alcohol dan 1 bagian metilen blue 0,2 % dalam
alkohol) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam
dibawah larutan H3BO3. Setelah itu, 8-10 ml larutan NaOH 33% ditambahkan dan
dilakukan distilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam Erlenmeyer
(± 10 menit). Setelah selesai, tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya
ditampung dalam Erlenmeyer yang sama. Kemudian, larutan asam borat dititrasi dengan
HCl standar dengan menggunakan metil merah sebagai indicator. Penetapan blanko juga
dilakukan. Untuk perhitungan % N dan % protein dapat dilihat pada rumus dibawah ini:

(ml HCl−ml blanko) x normalitas HCl x 14.007


%N= x 100 %
mg sampel

% protein = % N x faktor konversi → 6,25


HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah melakukan praktikum tentang analisa proksimat, didapatkan hasil sebagai berikut:
A. Penetapan Kadar Air
Hasil dari penetapan kadar air dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Penetapan Kadar Air Abon Ikan Tuna Dan Ikan Tuna Giling
Abon Ikan tuna Ikan Tuna Giling
Sampel Total Padatan KA (DB) Total Padatan
KA (DB) % KA (WB) % KA (WB) %
(%) % (%)
P1 12,9 11,4 88,6 327,35 76,7 23,4
P2 22,55 18,4 81,6 532,91 84,2 15,8
Rata-rata 17,73 14,9 85,1 430,13 80,4 19,6
SD 6,82358044 4,94974747 4,94974747 145,35287 5,37401154 5,37401154

Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa rata-rata kadar air dry basis ikan tuna
giling lebih tinggi dibandingkan kadar air dry basis abon ikan tuna yaitu 430,13% :
17,73%. Begitu juga untuk kadar air wet basis-nya, juga lebih tinggi wet basis ikan
tuna giling dibandingkan abon ikan tuna yaitu 14,9% : 80,4%. Apabila kedua kadar air
bahan (dry basis dan wet basis) tinggi, maka untuk total padatannya akan lebih kecil.
Seperti yang terlihat pada tabel 1, bahwa total padatan ikan tuna giling lebih kecil
dibandingkan total padatan abon ikan tuna. Hal ini menyebabkan standar deviasi abon
ikan tuna lebih kecil dibandingkan standar deviasi ikan tuna giling. Semakin kecil
standar deviasi suatu bahan, maka semakin bagus bahan tersebut.
Pada bahan yang memiliki kadar air yang tinggi, diperlukan perlakuan
khusus sehingga bahan tersebut dapat digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Apabila kadar air bahan tersebut tinggi, maka bahan tersebut akan cepat mengalami
pembusukan dan pertumbuhan mikroorganisme juga akan semakin cepat. Menurut
Defano (2000), jumlah kadar air yang tinggi pada suatu bahan dapat menyebabkan
bahan pangan tersebut mudah terserang bakteri, kapang, dan khamir untuk
berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan sifat pada bahan tersebut. Dalam
setiap bahan pangan yang paling kering sekalipun masih terdapat kandungan air walau
dalam jumlah yang kecil. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa
jumlah kadar air sangat berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan.
B. Penetapan Kadar Abu Total
Abu merupakan sisa mineral dari pembakaran bahan organik yang tidak
ikut terbakar saat terjadinya pembakaran. Untuk praktikum analisa proksimat tentang
penetapan kadar abu menggunakan tanur sebagai media pembakarnya dengan
menggunakan suhu 400-5500C yang dilakukan selama 4-5 jam. Hal ini menyebabkan
seluruh unsur utama pembentuk senyawa organic (C, H, O dan N) habis terbakar.
Pada praktikum analisa proksimat tentang penetapan kadar abu total didapatkan hasil
seperti yang terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Penetapan Kadar Abu Total Abon Ikan Tuna dan Ikan Tuna Giling
Kadar Abu (%)
Sampel
Abon Ikan Tuna Ikan Tuna Giling
P1 3,2 0,8
P2 2,8 0,8
Rata –rata 3 0,8
Standar Deviasi 0,282842712 0

Pada tabel 2, dapat dilihat hasil dari penetapan kadar abu total abon ikan
tuna dan ikan tuna giling. Berdasarkan pada hasil pengamatan yang telah didapatkan,
dapat diketahui bahwa abon ikan tuna memiliki kadar abu yang lebih besar
dibandingkan kadar abu ikan tuna giling. Kadar abu abon ikan tuna berkisar dari 2,8%
- 3,2% sedangkan kadar abu ikan tuna giling adalah 0,8%. Rata-rata kadar abu abon
ikan tuna yaitu 3% sedangkan rata-rata kadar abu ikan tuna giling adalah 0,8%. Ini
menunjukkan bahwa banyak mineral yang tertinggal saat pembakaran abon ikan tuna.
Hal ini juga disebabkan karena abon ikan tuna memiliki kadar air yang lebih rendah
dibandingkan ikan tuna giling sehingga menyisakan banyak abu saat dibakar.
Pembakaran ini dilakukan di dalam tanur dengan suhu berkisar 400-5000C. penentuan
kadar air yaitu usaha untuk mengetahui kadar abu, dalam analisis secara umum
ditentukan dengan membakar bahan pangan dan biasanya hanya zat-zat organic
selanjutnya yang ditimbang dan sisanya merupakan abu (Mulyono: 2000).
C. Penetapan Kadar Lemak
Uji kadar lemak pada analisa proksimat menggunakan alar ekstraksi
Soxhlet yang dilengkapi dengan kondensor dan labu lemaknya. Prinsip kerjanya yaitu
dengan melarutkan lemak yang terdapat pada bahan dengan pelarut lemak (dietil eter)
selama 3-8 jam. Hasil dari uji kadar lemak ini dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Penetapan Kadar Lemak Abon Ikan Tuna dan Ikan Tuna Giling
Kadar lemak (%)
Sampel
Abon Ikan Tuna Ikan Tuna Giling
P1 4,8 15,6
P2 40,2 10,6
P3 20,2 25
P4 15,8 -
Rata-rata 20,25 17,0666667
Standar Deviasi 14,793129 7,31117866

Pada tabel 3 dapat diketahui bahwa abon ikan tuna memilki persen kadar
lemak terbesar dibandingkan dengan persen kadar lemak ikan tuna giling. Untuk rata-
rata persen kadar lemak abon ikan tuna yaitu 20,25% sedangkan persen kadar lemak
ikan tuna giling yaitu 17,0666667%. Namun, pada sampel ikan tuna giling terdapat
data hilang sehingga hasil yang didapatkan kurang tepat. Ini menunjukkan bahwa
kadar lemak abon ikan tuna lebih tinggi dibandingkan kadar lemak ikan tuna giling.
Hal ini dapat disebabkan karena adanya pencampuran bahan lain seperti bekas minyak
goreng, bawang, dan lain sebagainya. Pelarut yang digunakan saat praktikum kadar
lemak adalah n-heksana. Menurut Mahmudi (1997), penggunaan n-heksana dalam
ekstraksi lemak adalah untuk melarutkan lemak sehingga merubah warna dari kuning
menjadi jernih. Pengujian kadar lemak pada bahan pangan bertujuan untuk
mengetahui jumlah lemak yang terdapat pada bahan pangan tersebut sehingga
konsumen dapat memilih bahan pangan yang akan dikonsumsinya.
D. Penetapan Kadar Protein
Penetapan kadar protein menggunakan metode Kjeldahl-Mikro dengan
menggunakan alat pemnas Kjeldahl-Mikro lengkap yang dihubungkan dengan
pengisap uap melalui aspirator, labu Kjeldahl berukuran 30 ml, alat destilasi lengkap
dengan Erlenmeyer penampung berukuran 125 ml, buret 25 ml-50 ml, dan erlenmeyer
250 ml. Penetapan kadar protein dilakukan dengan menghitung nilai nitrogen yang
tinggal kemudian dikalikan dengan faktor konversi dari ikan tuna (6,25). Cara seperti
ini disebut sebagai pengujian tidak langsung. Hasil penetapan kadar protein dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Penetapan Kadar Protein Abon Ikan Tuna, Ikan Tuna Giling, dan
Ampas Kecap
Kadar Protein (%)
Sampel
Abon Ikan Tuna Ikan Tuna Giling Ampas Kecap
P1 245,12 35,02 0
P2 175,08 61,25 87,54
Rata-rata 210,1 48,14 43,75
Standar Deviasi 49,52575895 18,54741087 61,90012763

Pada tabel 3, dapat diketahui hasil dari penetapan kadar protein abon ikan
tuna, ikan tuna giling, dam ampas kecap ikan tuna. Berdasarkan pada hasil tersebut
dapat diketahui bahwa kadar protein dari abon ikan tuna untuk sampel 1 adalah
245,12% dan sampel 2 yaitu 175,08%. Untuk kadar protein sampel ikan tuna giling
pada sampel 1 yaitu 35,02% dan sampel 2 yaitu 61,25%. Sedangkan untuk sampel
pembanding yaitu sampel ampas kecap memilki kadar protein 0% untuk sampel 1 nya
dan 87.54% untuk sampel 2. Sampel pembanding ini didapatkan dari sisa penelitian
praktikan lain. Rata-rata kadar protein abon ikan tuna lebih tinggi dibandingkan kadar
protein ikan tuna giling dan ampas kecap, yaitu 210,1 %: 48,14%: 43,75%. Pengujian
kadar protein ini penting dilakukan karena protein merupakan komponen penting
penyusun tubuh manusia yang terdapat pada pangan (Buckle: 2005). Dari hasil
praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa kadar protein pada
abon ikan tuna merupakan yang tertinggi dibandingkan ikan tuna giling asli dan
ampas kecap ikan tuna.
KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil praktikum yang telah dilakukan tentang analisa proksimat abon
ikan tuna dan ikan tuna giling dapat disimpulkan bahwa:
1. Analisa proksimat merupakan analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi kandungan
nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan serat pada suatu zat makanan dari bahan
pakan atau pangan dengan mencari kadar air, kadar abu, lemak, dan protein pada bahan
pangan.
2. Jumlah kadar air yang tinggi pada suatu bahan dapat menyebabkan bahan pangan tersebut
mudah terserang bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan
terjadi perubahan sifat pada bahan tersebut.
3. Abon ikan tuna memiliki kadar abu yang lebih besar dibandingkan kadar abu ikan tuna
giling disebabkan karena abon ikan tuna memiliki kadar air yang lebih rendah
dibandingkan ikan tuna giling sehingga menyisakan banyak abu saat dibakar.
4. Penggunaan n-heksana dalam ekstraksi lemak adalah untuk melarutkan lemak sehingga
merubah warna dari kuning menjadi jernih.
5. Kadar protein pada abon ikan tuna merupakan yang tertinggi dibandingkan ikan tuna
giling asli dan ampas kecap ikan tuna.

DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2011. Pengolahan Dan Pengawetan Ikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Buckle. 2005. Analisis Kandungan Pakan. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Defano. 2000. Ilmu Makanan Ternak. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Fakultas
Peternakan Universitas Gajah Mada.
Mahmudi, S.P Dkk. 1997. Pembuatan Pakan Ternak Ungags. Jakarta: Penerbit CV.
Amisco
Mulyono. 2000. Metode Analisis Proksimat. Jakarta : Erlangga

You might also like