You are on page 1of 4

PANDUAN PRAKTIS KLINIS TUBERKULOSIS

PADA ANAK

Definisi
Tuberkulosis ( TB ) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis yang
bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di
paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.

Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala umum dari penyakit TB pada anak tidak khas
 Nafsu makan kurang.
 Berat badan sulit naik, menetap, atau turun (kemungkinan masalah gizi sebagai
penyebab harus disingkirkan dulu dengan tata laksana yang adekuat selama minimal
1 bulan).
 Demam subfebris berkepanjangan (etiologi demam kronik yang lain perlu di
singkirkan dahulu, seperti infeksi saluran kemih (ISK), tifus, atau malaria.
 Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher, aksilla, inguinal, atau tempat lain
 Keluhan respiratorik berupa batuk kronik lebih dari 3 minggu atau nyeri dada.
 Gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan
baku atau perut membesar karena cairan atau teraba massa dalam perut.

Keluhan spesifik organ dapat terjadi bila TB mengenai organ ekstrapulmonal,seperti:


 Benjolan di punggung (gibbus),sulit membungkuk,pincang,atau pembengkakan sendi.
 Bila mengenai susunan saraf pusat (SSP),dapat terjadi gejala iritabel,leher
kaku,muntah-muntah,dan kesadaran menurun.
 Gambaran kelainan pada kulit yang khas yaitu skrofuloderma.
 Limfadenopati multiple di daerah colli,aksilla,atau inguinal.
 Lesi flikten di mata.

2. Pemeriksaan fisik
Pada sebagian besar kasus TB tidak dijumpai kelainan fisik yang khas.
 Antropometri: gizi kurang dengan grafik berat dan tinggi badan pada posisi di
daerah bawah atau di bawah P5
 Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian pasien.

Kelainan pada pemeriksaan fisik baru dijumpai jika TB mengenai organ tertentu.
 TB vertebra: gibbus, kifosis, paraparesis, atau paraplegia.
 TB koksa atau TB genu: jalan pincang, nyeri pada pangkal atau lutut.
 Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) multipel, tidak nyeri tekan, dan konfluens
(saling menyatu)
 Meningitis TB: kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal lain.
 Skrofuloderma: ulkus kulit dengan skinbridge biasanya terjadi di daerah leher, aksilla,
atau inguinal.
 Konjungtivitis fliktenularis yaitu bintik putih di limbus kornea yang sangat nyeri.

3. Pemeriksaan penunjang
 Uji tuberculin: dengan cara Mantoux yaitu penyuntikan 0,1 ml tuberculin PPD
secara intrakutan di bagian volar lengan dengan arah suntikan memanjang lengan
(longitudinal). Reaksi pada 48-72 jam setelah penyuntikan. Indurasi transversal
diukur dan dilaporkan dalam mm berapapun ukurannya,termasuk cantumkan 0
mm jika tidak ada indurasi sama sekali. Indurasi 10mm ke atas dinyatakan positif.
Indurasi <5 mm dinyatakan negatif, sedangkan indurasi 5-9 mm meragukan dan
perlu diulang dengan jarak waktu minimal 2 minggu. Uji tuberculin positif
menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan TB aktif (sakit TB) pada anak.
Reaksi uji tuberculin positif biasanya bertahan lama hingga bertahun-tahun walau
pasien nya sudah sembuh, sehingga uji tuberculin tidak digunakan untuk
memantau pengobatan TB.
 foto toraks antero-posterior (AP) dan lateral kanan. Gambaran radiologis yang
sugestif TB di antaranya: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi
segmen/lobus paru, kavitas, efusi pleura, atau kalsifikasi.
 pemeriksaan mikrobiologik dari bahan bilasan lambung atau sputum,untuk
mencari basil tahan asam (BTA) pada pemeriksaan langsung dan Mycobacterium
tubercolusis dari biakan. Hasil biakan positif merupakan diagnosis pasti TB. Hasil
BTA atau biakan negative tidak menyingkirkan diagnosis TB.
 pemeriksaan patologi dilakukan dari biopsi kelenjar,kulit,atau jaringan lain yang
dicurigai TB.
 pemeriksaan serologi seperti PAP TB, ICT, Mycodot, dan lain-lain, nilai
diagnostiknya tidak lebih unggul daripada uji tuberculin sehingga tidak dianjurkan.
Sampai saat ini semua pemeriksaan diagnostik TB hanya dapat mendektesi adanya
infeksi TB, tapi tidak dapat membedakan ada
tidaknya penyakit TB.
 funduskopi perlu dilakukan pada TB milier dan Meningitis TB.
 pungsi lumbal harus dilakukan pada TB milier untuk mengetahui ada tidaknya
meningitis TB.
 foto tulang dan fungsi pleura dilakuka atas indikasi.
 pemeriksaan darah tepi.laju endap darah, urin dan feses rutin,sebagai pelengkap
data namun tidak berperan penting dalam diagnostic TB.

TATA LAKSANA
Medikamentosa
Terapi TB terdiri dari dua fase, yaitu :
 fase intensif: 3-5 OAT sealama 2 bulan awal
 fase lanjutan dengan panduan 2 OAT (INH-rifampisin) hingga 6-12 bulan
 Pada anak,obat TB diberikan secara harian (dialy) baik pada fase intensif maupun
fase lanjutan.
 TB paru: INH, rifampisin, dan pirazinamid selama 2 bulan fase intensif, dilanjutkan
INH dan rifampisin hingga genap 6 bulan terapi (2HRZ-4HR).
 TB paru berat (milier, destroyed lung) dan TB ekstra paru: 4-5 OAT selama 2 bulan
fase intensif,dilanjutkan dengan INH dan rifampisin hingga genap 9-12 bulan
terapi.
 TB kelenjar superficial: terapi nya sama dengan TB paru.
 TB milier dan efusi pleura TB diberikan prednision 1-2 mg/kgBB/hari selama 2
minggu, kemudian dosis diturunkan bertahap (tapering off) selama 2 minggu,
sehingga total waktu pemberian 1 bulan.

Bedah
 TB paru berat dengan destroyed lung untuk lobektomi atau pneumektomi.
 TB tulang seperti spodilitis TB,koksitis TB,atau gonitis TB.
 Tindakan bedah dapat dilakukan setelah terapi OAT selama minimal 2 bulan,
kecuali jika terjadi kompresi medulla spinalis atau ada abses paravertebra tindakan
bedah perlu lebih awal.

Suportif
Asupan gizi yang adekuat sangat penting untuk keberhasilan terapi TB.jika ada penyakit
lain juga perlu mendapat tata laksana memadai. Fisioterapi dilakukan pada kasus pasca
bedah.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)


Untuk kasus meningitis TB ditangani Neurologi Anak dan bila perlu dikonsultasikan ke
Bagian Mata.
Untuk kasus TB tulang dikonsultasikan ke Subbagian Bedah Ortopedi. Kasus TB milier
dikonsultasikan ke Bagian Mata untuk evaluasi adanya TB koroid.

Pemantauan
Terapi :
 Respons klinis
Respons yang baik dapat dilihat dari perbaikan semua keluhan awal. Nafsu makan
yang membaik,berat badan yang meningkat dengan cepat hilangnya,hilangnya
keluhan demam,bentuk lama,tidak mudah sakit lagi. Respons yang nyata biasanya
terjadi dalam 2 bulan awal (fase intensif). Setelah itu perbaikan klinis tidak lagi
sedramatis fase intensif.
 Evaluasi radiologis
Dilakukan pada akhir pengobatan,kecuali jika ada perburukan klinis. Jika
gambaran radiologis juga memburuk, evaluasi kepatuhan umum obat, dan
kemungkinan kuman TB resistant obat. Terapi TB dimulai lagi dari awal dengan
panduan 4 OAT.
 Efek samping OAT jarang dijumpai pada anak jika dosis dan cara pemberiannya
benar. Efek samping yang kadang muncul adalah hepatotoksisitas, dengan gejala
ikterik yang bisa disertai dengan keluhan gastrointestinal lainnya. Keluhan ini
biasanya muncul dalam fase intensif.
Pada kasus yang dicurigai adanya kelaianan fungsi hepar, maka pemeriksaan
transaminasae serum dilakukan sebelum pemberian OAT, dan dipantau minimal tiap 2
minggu dalam fase intensif.
 Jika timbul ikterus OAT dihentikan, dan dilakukan uji fungsi hati (bilirubin dan
transaminasae). Apabila peningkatan enzim transaminase ≥ 5 kali tanpa gejala, atau
≥ 3 kali batas atas normal disertai dengan gejala, maka semua OAT di hentikan,
kemudian kadar enzim transaminase di periksa kembali setelah 1 minggu
penghentian. Obat antituberkulosis diberikan kembali apabila nilai laboratorium
telah normal. Terapi berikutnya dilakukan dengan cara memberikan isoniazid dan
rifampisin dengan dosis di naikkan secara bertahap, dan harus dilakukan
pemantauan klinis dan laboratorium dengan cermat.

Tumbuh dan Kembang


Pertumbuhan pasien akan mengalami perbaikan nyata. Data berat badan dicatat tiap bulan
dan dimasukkan dalam grafik tumbuh untuk memantau pola tumbuh pasien selama
menjalani terapi. Walau berat badan belum mencapai ideal, namun pola grafiknya sudah
menaik dan memasuki ‘pita’ diatasnya, sudah dinilai sebagai respons yang baik.
TB anak umumnya tidak menular, sehingga pasien TB anak tidak perlu dikucilkan, agar
tidak mengganggu aspek perkembangan dan kejiwaan pasien.

KIE untuk orang tua pasien


 pengobatan T berlangsung lama,minimal 6 blan,tiak boleh terputus,dan harus
control teratur tiap bulan.
 obat rifampisin dapat menyebabkan cairan tubuh (air seni,air mata,keringat,ludah)
berwarna merah
 secara umum obat sebaiknya diminum dalam keadaan perut kosong yaitu 1 jam
sebelum makan/minum susu, atau 2 jam setelah makan.khusus untuk rifampisin
harus diminum dalam keadaan perut kosong
 bila timbul keluhan warna kuning pada mata,mual dan muntah, segera periksa ke
dokter walaupun belum waktunya.

You might also like