You are on page 1of 20

ANALISA ARTIKEL PENELITIAN

PEMANFAATAN DAUN, BIJI, DAN BUAH MAHONI SEBAGAI

ANTIMIKROBA

TUGAS FARMAKOLOGI DALAM KEPERAWATAN

oleh :

Kelas D/Kelompok 18

1. Suryo Mentari (NIM 172310101216)


2. Nadia Putri Salsabila (NIM 172310101186)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2018
ANALISA ARTIKEL PENELITIAN

PEMANFAATAN DAUN, BIJI, DAN BUAH MAHONI SEBAGAI

ANTIMIKROBA

TUGAS FARMAKOLOGI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi dalam keperawatan

Dosen Pembimbing: Ns. Siswoyo, S.Kep., M.Kep.

oleh :

Kelas D/Kelompok 18

1. Suryo Mentari (NIM 172310101216)


2. Nadia Putri Salsabila (NIM 172310101186)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2018
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Analisa Pemanfaatan Hasil Pertanian Dalam Prengobatan

Dengan Judul

“PEMANFAATAN DAUN, BIJI, DAN BUAH MAHONI SEBAGAI

ANTIMIKROBA”

oleh

Kelas D/ Kelompok 18

1. Suryo Mentari (NIM 172310101216)


2. Nadia Putri Salsabila (NIM 172310101186)

telah disetujui untuk dipresentasikan dan dikumpulkan pada :

hari/tanggal :

Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau
produksi ulang makalah yang telah ada

Penyusun,

Perwakilan kelompok
Suryo Mentari

NIM 172310101216
Mengetahui,
Penanggung Jawab Mata Kuliah Dosen Pembimbing

Ns. Wantiyah, S. Kep., M. Kep Ns. Siswoyo, S.Kep., M. Kep


NIP 198107122006042001 NIP 198004122006041002
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“PEMANFAATAN DAUN, BIJI, DAN BUAH MAHONI SEBAGAI
ANTIMIKROBA” dengan tepat waktu.

Dalam proses pembuatan makalah ini, kami juga berterimakasih kepada


beberapa pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikna tugas ini dengan
sempurna. Kami menyampaikan terimakasih kepada :

1. Ns. Wantiyah, M.Kep., selaku dosen pengampuh dan penanggung jawab


mata kuliah Farmakologi dalam Keperawatan
2. Siswoyo, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dosen Pembimbing
3. Seluruh rekan mahasiswa kelas D angkatan 2017

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari
itu kami membutuhkan sebuah kritikan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Kami berharap makalah ini bisa bermanfaat dan dapat menambah wawasan
bagi kita semua.

Jember, 20 April 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Hampir semua lahan di Indonesia pada awalnya merupakan ‘Hutan Alam’


yang secara berangsur dialih-fungsikan oleh manusia menjadi berbagai bentuk
seperti pemukiman dan pertanian, kebun,hutan produksi, atau tnaman industri dan
lain-lain.
Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian di sadari dengan
menimbulkan masalah seperti penurunan kesuburan tanah. Masalah ini bertambah
baru dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas area hutan yang
dialih gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestri adalah salah satu sistem
pengolahan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang
timbul. Secara sederhana, agroforestri berarti menanam pepohonan di lahan
pertanian dan harus diingat bahwa petani atau masyarakat adalah elemen pokok
nya (subyek). (Helmi Rizqullah, 2015)
Biji mahoni terdapat pada buah mahoni. Ia diklasifikasikan sebagai tonik
kesehatan ekonomis dengan manfaat yang setara dengan gabungan ginkgo biloba
dan ginseng. Tidak semua negara memiliki tanaman mahoni ini, karena pohon
mahoni (swietenia macrophylla) hanya tumbuh di negara yang memiliki hutan
hujan tropis yang sebagian besar merupakan negara-negara Asia Pasifik seperti
Indonesia, Malaysia, Fiji, Honduras, dan Solomon. Buah mahoni memiliki
keunikan tersendiri dari cara buah tersebut tergantung di pohon, karena hampir
seluruh buah-buahan menggantung ke bawah namun buah mahoni menggantung
ke atas dan tangkainya mengarah ke langit, sehingga negara barat menyebutnya
sebagai sky fruit (buah langit). (Adinda Rudystina, 2017).
Penemuan buah mahoni sebagai vitamin dan obat-obatan pertama kali oleh
ahli biokimia, DR. Larry Brookes, pada tahun 1990-an. Lalu buah mahoni yang
mengandung flavonoid dan saponin dibuat dalam bentuk ekstrak. Kandungan
flavonoidnya berguna untuk melancarkan peredaran darah, terutama untuk
mencegah tersumbatnya saluran darah, mengurangi kadar kolesterol dan
penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah, membantu mengurangi rasa
sakit, pendarahan, dan lebam, serta bertindak sebagai antioksidan untuk
menyingkirkan radikal bebas. Tanaman yang memiliki kemampuan sebagai
astringent (mengeringkan) ini dapat mengendapkan protein selaput lendir usus
dan membentuk suatu lapisan yang melindungi usus, sehingga menghambat
asupan glukosa dan laju peningkatan glukosa darah. Sebuah penelitian biji mahoni
dalam menurunkan glukosa darah pada hewan percobaan pernah dilakukan
Laurentia Mihardja, peneliti pada Center For Research and Development of
Disease Control, NIHRD. Pemberian ekstrak mahoni dosis 45 mg/160 g bb
setelah 7 hari menunjukkan hasil berbeda yang signifikan dibanding pelarut serta
tidak berbeda dengan glikazide 7,2 mg/200 g bb. (Lalang Ken Handita , 2011).

I.2 TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.2.1 Mengetahui cara pembuatan Antimikroba dari Biji Mahoni.
1.2.2 Mengetahui proses farmakologi dalam (farmasetika, farmakokinetik,
farmakodinamik) dosis, indikasi, kontra indikasi, dan efek samping
obat tradisional dari daun, biji dan buah mahoni.
BAB II

KONSEP DASAR OBAT TRADISIONAL

2.1 Obat Tradisonal

2.1.1 Definisi (Macam-macam dan ciri-ciri )

Obat Tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-


temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau
kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional.
Menurut WHO, Obat tradisional didefinisikan sebagai jumlah keseluruhan semua
pengetahuan dan praktik baik yang dapat dijelaskan atau tidak digunakan dalam
diagnosis, pencegahan dan penghapusan ketidakseimbangan fisik dan mental dan
hanya mengandalkan pengalaman praktis dan pengamatan dari generasi ke
generasi. ( Riski, 2017)

2.1.2 Bentuk Sediaan Obat Tradisional


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia:
661/Menkes/SK/VII/1994 Tentang Persyaratan Obat Tradisional terdapat bentuk-
bentuk sediaan obat tradisional, antara lain : 13
a. Rajangan
Sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia, campuran simplisia,
atau campuran simplisia dengan sediaan galenik, yang penggunaannya dilakukan
dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air panas.

b. Serbuk
Sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus
yang cocok, bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau campurannya.

c. Pil
Sediaan padat obat tradisional berupa massa bulat, bahan bakunya berupa
serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campurannya.
d. Dodol atau Jenang
Sediaan padat obat tradisional bahan bakunya berupa serbuk simplisia,
sediaan galenik atau campurannya.

e. Pastiles
Sediaan padat obat tradisional berupa lempengan pipih umumnya
berbentuk segi empat, bahan bakunya berupa campuran serbuk simplisia, sediaan
galenik, atau campuran keduanya.

f. Kapsul
Sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang keras atau lunak,
bahan bakunya terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan. 14

g. Tablet
Sediaan obat tradisional padat kompak dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih, silindris, atau bentuk lain, kedua permukaannya rata atau
cembung, dan terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan.

h. Cairan obat dalam


Sediaan obat tradisional berupa larutan emulsi atau suspensi dalam air,
bahan bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan galenik dan digunakan
sebagai obat dalam.

i. Sari jamu
Cairan obat dalam dengan tujuan tertentu diperbolehkan mengandung
etanol. Kadar etanol tidak lebih dari 1% v/v pada suhu 20º C dan kadar methanol
tidak lebih dari 0,1% dihitung terhadap kadar etanol.

j. Parem, Pilis, dan Tapel


 Parem, pilis, dan tapel adalah sediaan padat obat tradisional, bahan
bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campurannya
dan digunakan sebagai obat luar.
 Parem adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau seperti
bubuk yang digunakan dengan cara melumurkan pada kaki atau tangan
pada bagian tubuh lain.

 Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang
digunakan dengan cara mencoletkan pada dahi.

 Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta, atau seperti
bubur yang digunakan dengan cara melumurkan pada seluruh
permukaan perut.

k. Koyok
Sediaan obat tradisional berupa pita kain yang cocok dan tahan air yang
dilapisi dengan serbuk simplisia dan atau sediaan galenik, digunakan sebagai obat
luar dan pemakainya ditempelkan pada kulit.

l. Cairan obat luar


Sediaan obat tradisional berupa larutan suspensi atau emulsi, bahan
bakunya berupa simplisia, sediaan galenik dan digunakan sebagai obat luar.

m. Salep atau krim


Sediaan setengah padat yang mudah dioleskan, bahan bakunya berupa sediaan
galenik yang larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep atau krim yang
cocok dan digunakan sebagai obat luar (RB Merdekawati, 2016)

2.2 Tingkatan Obat Tradisional

Menurut departemen kesehatan, pada dasarnya obat di bagi menjadi tiga


jenis :
1. Jamu
Inilah jamu yang diturunkan oleh nenek moyang kita. Di pasaran, kita
dapat menjumpai dalam bentuk herbal kering sip seduh, juga dalam
bentuk segar rebusan ( jamu godhok ). Demi alasan kepraktisan, kini
jamu juga di pruksi dalam bentuk kapsuldan pil siap minum. Meskipun
jamun dalam kelompok menurut resep leluhur yng belum diteliti
secara ilmiah, namun berdasarkan pengalman turun temurun.

Gambar 2.2.1
Logo dan Penandaan Jamu

2. Herbal Terstandart
Sedikit berbeda dengan jamu, herbal terstandart ini sudah mengalami
pemerosesan yang berupa ekstrak atau kapsul. Herbal yang diekstrak
tersebut sudah teruji kasiat dan keamanannya melalui uji praklinis

Gambar 2.2.2
Logo dan Penandaan Obat Herbal Terstandar (OHT)
3. Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan jamu dengan “kasta” tertinggi karena khasiat,
keamanan, serta standart proses pembuatan dan bahan telah diuji secra
klinis. Jamu berstandart fitofarmaka juga dijual di apotek dan sering
direepkan oleh dokter.
Gambar 2.2.3
Logo dan Penandaan Fitofarmaka

c. Syarat-syarat obat tradisional(Safety Drug)

Syarat-syarat obat tradisional berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas


Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.06.11.5629 Tahun
2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik
sebagai berikut :
1. Personalia
Sumber daya manusia merupakan aspek penting dalam persyaratan
obat tradisional, karena menentukan pembentukan dan penerapan
pemastian mutu yang memuaskan dan bagaimana pembuatan obat
dilakukan dengan benar. Maka sebab itu industri obat tradisional harus
menyediakan personil yang berkualitas untuk menjalankan tugasnya
dengan baik dan benar. Seluruh personil harus memahami prinsip CPOTB
dan memperoleh pelatihan awal sampai berkesinambungan, termasuk yang
beraitan dengan hygiene.
2. Banguan, Fasilitas, dan Peralatan
Bangunan, Fasilitas, dan peralatan harus memiliki desain,
konstruksi, dan tata letak yang benar, dan harus dirawat dengan baik agar
lebih mudah saat dioperasikan. Tata letak harus diperhitungkan untuk
memperkecil resiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang, memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari
infeksi silang, penumpukan debu atau kotoran dan lain lain yang dapat
menurunkan mutu obat dalam suatu industri.
3. Sanitasi dan Hygiene
Tingkat sanitasi dan hygienen yang tingg harus diterapkan untuk
menjaga mutu obat tradisional. Ruang lingkup sanitasi dan hygienen
meliputi :
 Personil
 Bangunan
 Peralatan dan perlengkapan
 Bahan produksi dengan wadahnya
Sumber potensial pencemaran harus dihilangkan melalui sebuah program
sanitasi dan hygiene yang menyeluruh dan terpadu.
Bahan obat tradisional berasal dari alam yang cenderung
mengandung cemaran mikrobiologis, disamping itu proses pmanenan /
pengaumpulan dan produksi obat tradisional sangat mudah tercemar oleh
mikroba, maka diperlukan sanitasi dan hygiene yang berstandar tinggi.
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sistem informasi, dokumen yang baik
merupakan bagian esensial dari pemastian mutu. Dokumen yang jelas
berisikan fundamental untuk memastikan setiap personil memperoleh
tugas tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil
resiko salah tafsir karena informasi berasal dari lisan saja. Spesifikasi,
Dokumen Produksi Induk / formula pembuatan, prosedur, metode dan
instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia
secara tertulis.
5. Produksi
Proses produksi hendaknya dilakukan dengan proses yang
tervalidasi dan sesuai dengan standar yang ditetapkan CPOTB yang bisa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar.
6. Pengawasan Mutu
Bagian paling esensial CPOTB adalah pengawasan mutu, karena
hal ini memberikan kepastian bahwa produk telah konsisten sesuai dengan
tujuan pemakaiannya. Keterlibatan semua pihak pada semua tahap
diperlukan dan suatu keharusan untuk untuk mencapai sasaran mutu.
Ruang lingkup pengawasan mutu meliputi :
 Pengambilan sampel.
 Spesifikasi dan pengujian serta organisasi.
 Dokumentasi dan prosedur kelulusan yang memastikan bahwa
pengujian yang diperlukan dan relevan dilakukan.

7. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasrkan kontrak harus dilakukan
dengan benar disetujui, dan dikendalikan untuk menghindari kesalah
pahaman yang berdampak pada mutu yang tidak memuaskan. kontrak
tertulis anta penerima kontrak dan pemberi kontrak harus tertulis secara
jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak. kontrak harus berisi kelulusan bets untuk diedarkan yang menjadi
tanggung jawab penuh kepala bagian Menejemen Mutu.
8. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Tradisional yang Baik
Penyimpanan dan pengiriman merupakan aspek penting dalam
safety drugs terutama dalam pemasokan produk, penyimpanan yang salah
dapat merusak bahan yang ada pada obat. Untuk menjaga semua mutu
produk harus dilakukan sesuai dengan prinsip CPOTB. Area penyimpanan
harus memenuhi standar berikut :
 Menghindari kontaminasi, pencampurbaruan, dan kontaminasi
silang.
 Area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang bagus
sehingga semua keiatan dapat dilakukan secara akurat dan aman.
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk Dan
Produk Kembalian
Semua keluhan atau informasi yang berhubungan dengan
kerusakan bahan ataupun kemasan perlu dikaji ulang dengan teliti sesuai
dengan prosedur. Prosedur harus ditulis secara merinci yang meliputi
penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang sesuai termasuk pertimbangan
melakukan penarikan pada produk dalam menanggapi keluhan terhadap
obat yang diduga cacat. Tiap laporan harus diselidiki dan dievalusi secara
mendalam meliputi :
 Pengkajian seluruh informasi keluhan.
 Pengujian obat yang dikeluhkan dan yang diterima bila perlu.
 Pengkajian semua data termasuk dokumentasi catatan bets, catatan
distribusi, laporan pengujian dari produk yang dikeluhkan.
10. Inspeksi Diri
Inspeksi adalah mengawasi sekaligus mengevaluasi semua aspek
produksi dan pengawasan mutu obat tradisional dengan memenuhi
ketentuan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Program inspeksi hendaklah dicancang untuk mendeteksi kelemahan
dalam pelaksanaan CPOTB dan menentukan tindakan yang perlu
diperbaiki. Inspeksi hendaknya dilakukan oleh orang yang berkompeten
pada bidangnya dan dilakukan secara independen dari perusahaan.
Inspeksi harus dilakukan secara rutin, khususnya pada situasi keluhan
terhadap produk serta penarikan kembali produk jadi atau terjadi
penolakan yang berulang. Kegiatan inspeksi harus didokumentasikan dan
membuat program tindak lanjut yang efektif.

2.4 Peraturan Terkait Obat Dan Pengobatan Tradisional


Menurut (Amperawati 2013) peraturan terkait pengobatan tradisional diatur
dalam UU No. 36 tahun 2009, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
 Political will Pemerintah dalam mengembangkan pelayanan kesehatan
tradisional tertuang dalam Undang-Undang No, 39 tahun 2009 Pasal 2,3,
dan 61.
 Pengobat tradisional dasar legitimasinya secara eksplisit tertuang dalam
UU No, 36 tahun 2009 Pasal 60, 61, 100 dan 101.
 Landasan legitimasi hukum terhadap pelayanan pengobatan tradisional
tertuang dalam Pasal 1 (16), 48 dan 59 UU No. 36 Tahun 2009.
Menurut (Amperawati 2013) peraturan terkait obat tradisional diatur dalam
UU No. 36 tahun 2005, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

 Obat tradisional dasar legitimasinya secara eksplisit tertuang dalam UU


No. 36 Tahun 2005 Pasal 1 (4), (9), 100, 105, dan 108.

Sedangkan menurut (Edi Junaedi, 2013) peraturan terkait obat dan pengobatan
tradisional diatur dalam :

 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RO Nomor:


HK.00.05.4.1384/2005, “Kriteria dan Tatalaksana Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka”.
 Peraturan Menteri Kesehatan No. 1109/MENKES/PER/XI/2007 tentang
Penyelenggaraan pengobatan komplementer – Alternatif di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
 Peraturan Menteri Kesehatan No. 584/MENKES/SK/VI/1995 tentang
Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional.
 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 006 tahun 2012 tentang Industri dan
Usaha Obat Tradisional.
 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 007 tahun 2012 tentang Registrasi
Obat Tradisional.
BAB III

ANALISIS JURNAL

3.1. Mahoni ( Swietenia Mahagoni )


Tanaman ini hampir sama seperti pada tanaman pada umum nya yang biasa
Nya ditanam di depan rumah yang fungsinya untuk penyejuk karena daun Nya
menerap polusi yang beredar di udara dan melepaskan Oksigen ( O2 ) yang
membuat udara di sekitar menjadi segar bagi makhluk disekitarnya. Tanaman
mahoni menurut sejarah nya berasal dari Hindia Barat. Nama latin tanaman
mahoni adalah Swietenia Mahagoni L. Jacq. Sedangkan dalam bahasa inggris
tanaman mahoni memiliki nama lain yaitu Wast Indian Mahogany, di Indonesia
khusus Nyadi Jawa tanaman ini dikenal dengan sebutan Maoni. Tanaman mahoni
ini memiliki cirri-ciri yaitu ukuran pohon nya yang besar dengan ukuran rata-rata
5-25 meter, buah berwarna coklat, dan biji gepeng yang rasa nya sangat pahit.
Namun yang tidak kita ketahui tanaman ini memiliki sejuta manfaat bagi
kesehatan untuk mengobati berbagai macam jenis penyakit. (Taufik
Hidayatullah,2015)

Gambar 3.1.1. Tanaman Mahoni


Gambar 3.1.2. Buah mahoni

Gambar 3.1.3. Buah mahoni yang mengelupas

Gambar 3.1.4. Biji Mahoni


3.2 Kandungan dalam obat tradisional

Biji mahoni mempunyai kandungan kimia alkaloid, saponin dan flavonoid


penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Mursiti, 2009 ) berhasil meneliti
senyawa aktif flavonoid 7-hidroksi-2-(4-hidroksi-3-metoksi-fenil)-kroman-4 one
dari biji mahoni (Swietenia mahagoni), meskipun telah berhasil diisolasi dari biji
mahoni (S. Mahagoni) senyawa aktif tersebut belum dikaji aktivitas
antibakterinya. (Rasyad, 2012) telah berhasil mengisolasi ekstrak kasar
triterpenoid sebanyak 21% dari ekstrak etanol biji mahoni. (Mursiti, 2004)
berhasil meneliti senyawa aktif alkaloid 3,6,7 trimetoksi 4 metil 1,2,3,4-tetrahido-
isoquinolin. (Anggrahini, 2010) berhasil mengisolasi senyawa aktif saponin 3-O-
tigloyl-6-0-asetilswietenolidesebanyak 14% dari biji ahoni. ( Aliyan, 2012)
berhasil mengisolasi senyawa kimia aktif terpen dari fraksi aktif ekstrak biji
mahoni. ( Siti Novita Sari, 2016).

Analisa kualitatif senyawa bioaktif untuk tiga ekstrak kasar S. Macropylla


King telah dianalisis dalam penelitian ini dan ada berbagai senyawa fitokimia
hadir dalam ekkstrak ini diberikan dalam tabel 1. Data mengungkapkan bahwa
hasil positif signifikan yang ditemukan untuk alkonoid, terpenoid, dan karbohidrat
baik biji maupun daun ekstrak. Flavonoid hadir dalam biji dan buah, sapronin
ditemukan biji dan ekstrak daun. Steroid dan asam amino telah menunjukkan hasil
di semua ekstrak.

Tabel 1: kandungan senyawa dalam ekstrak kasar S. Macropylla King

No Senyawa Kimia Daun Biji Buah


1 Alkaloid ++ ++ +
2 Tanin ++ + ++
3 Steroid + + +
4 Terpenoid ++ ++ -
5 Flavonoid - + +
6 Saponin + + -
7 Karbohidrat ++ ++ -
8 Glukosida ++ - -
9 Asam amino + + +
10 Minyak - + -
( - negatif, + positif, ++ secara siknifikan positif).

3.3 Farmasetika

Daun, biji dan buah mahoni di kumpulkan dari mulur, kothagiri, tamil
nadu, india selama bulan November 2015. Bahan di cuci dengan air keran untuk
menghilangkan debu dan kotoran. Bahan di bersihkan ditempat teduh kering
selama 2 hari. Bahan di jadikan bubuk menggunakan belender tistrik.

30 gram daun, biji dan buah yang sudah di jadikan bubuk kering
dikenakan pelarut organik berturut-turut di ekstraksi dengan refluks soxhlet
masing-masing selama 10 jam. Dalam penelitian ini, metanol berair (80%)
digunakan sebagai pelarut, semua ekstrak di konsentrasikan menggunakan oven
pengering. Setiap fraksi di kumpulkan ketika tidak ada elusi senyawa lebih lanjut
diamati. Ekstrak daun, biji dan buah bubuk kering mahoni di simpan dalam wadah
steril di taruh dalam lemari es.

3.4 Farmakokinetik

Waktu yang diperlukan untuk tablet agar naik ke permukaan dan


mengapung ditentukan sebagai mengambang jeda waktu. Total waktu
mengambang adalah total waktu yang tablet mengapung di medium disolusi
termasuk floating lag time. Tablet ini tidak dapat menempel pada pembuluh
darah. Amoxicilin memiliki waktu paruh pendek 1-2 jam. Mempertahankan
amoksilim menyebabkan peyerapan yang lebih baik. (Arati,2012).
BFT dikonsumsi melalui rute oral, pemberian obat secara oral sangat
dianjurkan untuk gangguan pada saluran pencernaan, karena obat akan
diabsorbsi langsung pada lambung. Hal ini menjadi sangat efisien bagi
penderika tukak lambung, dimana faktor pencetusnya berada pada sistem
gastrointestinal. Setelah BFT masuk dalam lambung maka hidrokoloid pada
BFT yang jumlahnya relatif banyak (75%) akan kontak langsung dengan
cairan lambung dan membuat BFT menjadi terapung (karena masa jenis BFT
lebih kecil daripada cairan pada lambung) (Shri, 2010).

3.10. Implikasi Keperawatan

Peran perawat disini untuk memeberi tahu su

You might also like